makalah filsafat ilmu . hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain
TRANSCRIPT
TUGAS
“HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU LAINNYA”
KELOMPOK VIIIS1 KEPERAWATAN
II A
1. VINDA EKA BUDININGSIH2. TINO DARMANTO3. SAMSURIADI4. MUSDIAN SAPUTRA5. JUANDA PRAYEPTO
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENNA
2013
1
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr.Wb
Pertama tama kami ingin mengucapkan terima kasih atas
kehadirad Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-nya lah makalah ini
dapat selesai dengan tepat waktu. Tidak lupa pula kami haturkan rasa
terima kasih kami kepada dosen pembimbing kami, karena tanpa
bimbinganya paper ini tidak akan terselesaikan
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangunguna penyempurnaan makalah ini. Tak
lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak -
pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah
ini semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata kami
ucapkan.
Assalamualaikum Wr. Wb
Kendari, 8 Maret 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HalCoverKata Pengantar..............................................................................iDaftar Isi........................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan..................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ilmu Pengetahuan dan Filsafat....................................5
2.2 Hubungan Filsafat dan Ilmu Lainnya........................................9
2.3 Kebenaran Ilmu.........................................................................15
2.4 Keterbatasan Ilmu.....................................................................20
2.5 Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu..........................................23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...............................................................................24
3.2 Saran..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dengan ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan yang menyolok. Pada permulaan
sejarah filsafat di Yunani, filsafat meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, ternyata muncul
kecenderungan lain. Filsafat Yunani kuno yang awalnya merupakan suatu
kesatuan kemudian terpecah-pecah.
Sebelum abad ke 17 ilmu pengetahuan identik dengan filsafat. Pada
perkembangan selanjutanya, yakni pada abad ke 17, mulai muncul perpisahan
antara filsafat dengan ilmu pengetahuan. Pendapat tersebut sejalan dengan
pemikiran Van Peursen (Ismaun, 1:2001) yang mengemukakan bahwa dahulu
ilmu merupakan bagian dari filsafat dan ilmu bergantung pada sistem filsafat
yang dianut.
Dalam perkembangan dari masa ke masa, filsafat melahirkan
konfigurasi yang menunjukkan “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh
4
mekar bercabang subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang
filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti
metodologinya sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub
ilmu pengetahuan baru. Bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus
lagi, seperti spesialisasi-spesialisasi. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan suatu sistem yang saling menjalin dan taat asas
(konsisten).
Untuk mengatasi perbedaan antara ilmu satu dengan ilmu lainnya
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi
perbedaan yang muncul. Kenyataan ini hanya dapat dijembatani oleh filsafat.
Hal ini senada dengan pendapat Imanuel Kant (Anton Bakker, 2:1994) yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara
tepat. Oleh sebab itu, filsafat disebut sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (The
Great Mother of The Science).
5
Filsafat merupakan pengetahuan ilmiah dan sebagai penerus
pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu menempatkan objek
sasarannya pada ilmu. Filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu
atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat
dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu
tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat.Berdasarkan uraian
di atas, maka penulis menguraikan tentang hubungan filsafat ilmu dengan
ilmu-ilmu lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini adalah :
a. Apa makna dan ciri-ciri filsafat ilmu?
b. Apa peran filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan?
c. Apa hubungan filsafat ilmu dengan ilmu lainnya pengetahuan?
6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui makna dan ciri-ciri filsafat ilmu.
b. Untuk mengetahui peran filsafat dalam ilmu pengetahuan.
c. Untuk mengetahui hubungan filsafat ilmu dengan berbagai ilmu
pengetahuan.
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
J. Arthur Thompson dalam bukunya” An Introducation to Science”
menuliskan bahwa ilmu adalah diskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta
empiri yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah- istilah yang
sederhana mungkin.
Untuk menjelaskan perbedaan antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat,
baiklah dikemukakan rumusan Filsafat dari filsuf ulung Indonesia Prof. DR. N.
Driyarkara S.Y., yang mengatakan “Filsafat adalah pikiran manusia yang
radikal, artinya yang dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan
pendapat- pendapat yang diterima saja, mencoba memperlihatkan pandangan
yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan sikap praktis. Jika filsafat
misalnya bicara tentang masyarakat, hukum, sisiologi, kesusilaan dan
sebagainya, di satu pandangan tidak diarahkan ke sebab-sebab yang terdekat,
melainkan ‘ke’mengapa’ yang terakhir sepanjang kemungkinan yang ada pada
budi manusia berdasarkan kekuatannya itu.
8
“Filsafat adalah ilmu Pengetahuan dan Teknologi, filsafat tidak
memperlihatkan banyak kemajuan dalam bidang penyelidikan. Ilmu
pengetahuan dan Teknologi bahkan melambung tinggi mencapai era nuklir dan
sudah diambang kemajuan dalam mempengaruhui penciptaan dan reproduksi
manusia itu sendiri dengan revolusi genitika yang bermuara pada bayi tabung I
di Inggris serta diambang kelahiran kurang lebih 100 bayi tabung yang sudah
hamil tua.
Di satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia
sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan
sarana yang memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia untuk hidup sesuai
dengan kodratnya. Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak
lainnya bdampak negatifnya sangat menyedihkan.
Bahwa ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor
eksitensi manusia, sebagai bagian daripada alam, yang merupakan tujuan
pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya
dipersembahkan. Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat
manusia itu, tetapi bahkn harus dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai
polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya pendidikan keilmuwan
bukanlah semata-mata ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan yang pandai dan
trampil, tetapi juga bermoral tinggi.
9
Untuk menerangkan selanjutnya hubungan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan, baiklah dikemukakan pendapat Aristoteles tentang abstraksi.
Menurut beliau pemekiran manusia melampaui 3 jenis abstraksi (kata Latin
‘abstrahere’ yang berarti menjauhkan diri, mengambil dari).
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Inggris, dari kata “philosophy” dan
dari bahasa Yunani dari kata “philosophia”. Akar katanya ialah “philos” yang
berarti cinta dan “sophia” yang berarti kearifan atau lazim diterjemahkan
sebagai cinta kearifan. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja,
melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikan dalam memutuskan soal-soal praktis.
Filsafat timbul karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada
tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam.
Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks,
maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan.
Robert Ackermann (Ismaun, 11:2001) berpendapat bahwa filsafat ilmu
adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang
dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
Sementara Cornelius Benjamin (Ismaun, 11:2001) mengemukakan bahwa
filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang menelaah sistematis
10
mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-
cabang pengetahuan intelektual.
Titus (Juhaya, 2-5:2005) mengemukakan bahwa pengertian filsafat
ilmu adalah
Filsafat ilmu adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap
kehidupan dan alam, bsia tersebut akan menghadapi situasi yang dialami
dengan berpikir secara tenang.
Filsafat ilmu adalah manusia dapat melakukan kritik dan refleksi tentang
suatu persoalan.
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi
ilmu. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, filsafat
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan
menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan.
Sementara di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang
dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan,
termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh gambaran bahwa filsafat
ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
11
hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu.
2.2 Hubungan Filsafat dan Ilmu Lainnya
Filsafat adalah induk dari ilmu penegtahuan. Ilmu – ilmu khusus
merupakan bagian dari filsafat. Karena obyek filsafat sangat umum (seluruh
kenyataan), sedangkan ilmu membutuhkan obyek material yang khusus,
mengakibatkan berpisahnya ilmu dari filsafat (namun tidak berarti hubungannya
putus).
Ciri – ciri yang dimilki oleh setiap ilmu, menimbulkan batas - batas yang
tegas antar masing – masing ilmu. Disinilah filsafat bertugas :
Berusaha menyatupadakan masing – masing ilmu
Mengatasi spesialisasi
Merumuskan pandangan yang didasarkan atas pengalaman manusia
Mengatur hasil – hasil berbagai ilmu khusus ke dalam sesuatu pandangan
hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan (integral), komperhensif,
dan konsisten
Komprehensif : tidak ada satu bidang yang berada di luar jangkuan filsafat
Konsisten : uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat –pendapat
yang saling berkontradiksi
Filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami
dari makhluk yang berpikir.
12
Hubungan timbak balik antara ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat
menyediakan bahan berupa fakta – fakta yang sangat penting bagi
perkembangan ide filsafat, sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.
Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep – konsep dasar dan
memeriksa asumsi – asumsi dari ilmu – ilmu untuk memperoleh arti
validitasnya, sehingga hasil yang dicapai mempunyai landasan yang kuat.
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu
kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana
dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini
mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai
dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks
lebih memahami khazanah intelektuan manusia
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan
ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat
persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan
ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan
keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan
pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
13
Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat
adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta
sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan
yang terorganisisr dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik
tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis
dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen
dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan
hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya
mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan
mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat
lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya
memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih
tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan
masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas,
filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim
agama, moral serta seni.
14
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat
mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini
berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat
berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau
dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan
ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir
reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan
ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam
dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu
pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu
mendalam. Dengan satu kalimat dapat dikatakan:
Ilmu pengetahuan mengatakan “bagaimana” barang-barang itu (to know
how…technical know how, managerial know how…,secondary causes, and
proximate explanation).
Filsafat mengatakan “apa” barang-barang itu (to know ‘what’ and
‘why’…first causes, highest principles, and ultimate explanation).
Filsafat memberikan sintesis pada ilmu-ilmu pengetahuan yang khusus,
mempersatukan, dan mengkoordinasikannya.
15
Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu pengetahuan,
tetapi sudut pandangnya berlainan. Jadi, merupakan dua pengetahuan yang
tersendiri.
Keduanya penting dan perlu, serta saling melengkapi, tetapi juga saling
menghormati dan mengakui batas-batas dan sifat-sifatnya masing-masing.
Inilah yang sering dilupakan sehingga ada Ilmuwan yang ingin menjadi tuan
tanah atas kavling pengetahuan lain.
a. Filsafat dengan Seni
Seni dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan manusia yang
menjelajahi dan menciptakan realitas baru, serta menyajikannya secara
kiasan. Seni sangat penting dalam kehidupan manusia karena menjadi
wadah untuk mengekspresikan kreativitas dan merupakan cerminan jiwa
manusia. Perbedaan seni dan filsafat adalah seni tidak bertujuan mencari
pengetahun dan pemahaman sebagaimana filsafat
Seni adalah salah satu hasil cipta/karya manusia. Dengan seni manusia
bisa mengekpresikan diri. Begitu pula dengan filsafat, dengan filsafat
manusia bisa mengekspresikan diri dan mengapresiasi semua hal yang ada.
Tetapi seni tidak bertujuan untuk mencari pengetahuan dan pemahaman
sebagaimana yang dilakukan filsafat.
16
b. Filsafat dengan agama
Agama bersumber dari wahyu Tuhan (agama samawi). Meskipun
ada beberapa agama yang merupakan pengentalan filsafat, pada dasarnya
agama mempunyai tujuan mencari keharmonisan, keselamatan dan
perdamaian. Selain itu, agama juga membawa ketenangan dalam hati
manusia karena kodrat manusia adalah bergantung pada kekuatan yang
lebih besar darinya. Agama yang matang dan kokoh akan mencantumkan
latar belakang filsafat dan sekaligus menimba dan menyaring informasi
dari ilmu.
Filsafat bukanlah agama, kepercayaan, meskipun banyak juga manusia
dari pelbagai belahan dunia yang menjadikannya sebagai pandangan hidup
dan sebagai kepercayaannya.Tujuan agama adalah lebih dari sekedar
pengetahuan, yakni untuk mencari ketenangan, keharmonisan,
keselamatan, perdamaian dan sebagainya. Agama yang kokoh akan
mencantumkan latar belakang filsafat dan sekaligus menimba dan
menyaring informasi dari ilmu-ilmu yang ada.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazlba
(1976), Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset
17
dan/atau eksperimen) ; batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat
dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat
dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi;
batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan
sesuatu yang diluar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu
Oemar Amin Hoesin (1964) mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita
pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari sini nampak jelas bahwa
ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri
Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia
merupakan bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung
pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh
karena itu pemahaman bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat
penting, terutama hubungannya yang bersifat timbal balik, meski dalam
perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan
otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya
2.3 Kebenaran Ilmu
Ilmu pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk menjelaskan
berbagai fenomena empiris yang terjadi di alam ini, tujuan dari upaya tersebut
adalah untuk memperoleh suatu pemahaman yang benar atas fenomena
tersebut. Terdapat kecenderungan yang kuat sejak berjayanya kembali akal
pemikiran manusia adalah keyakinan bahwa ilmu merupakan satu-satunya
18
sumber kebanaran, segala sesuatu penjelasan yang tidak dapat atau tidak
mungkin diuji, diteliti, atau diobservasi adalah sesuatu yang tidak benar, dan
karena itu tidak patut dipercayai.
Akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat
dijawab dengan ilmu, banyak sekali hal-hal yang merupakan konsern manusia,
sulit, atau bahkan tidak mungkin dijelaskan oleh ilmu seperti masalah Tuhan,
Hidup sesudah mati, dan hal-hal lain yang bersifat non – empiris. Oleh karena
itu bila manusia hanya mempercayai kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya
kebenaran, maka dia telah mempersempit kehidupan dengan hanya
mengikatkan diri dengan dunia empiris, untuk itu diperlukan pemahaman
tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya (gradasi berfikir) maupun
macamnya.
Bila dilihat dari gradasi berfikir kebenaran dapat dikelompokan kedalam
empat gradasi berfikir yaitu :
1. kebenaran biasa. Yaitu kebenaran yang dasarnya adalah common sense
atau akal sehat. Kebenaran ini biasanya mengacu pada pengalaman
individual tidak tertata dan sporadis sehingga cenderung sangat subjektif
sesuai dengan variasi pengalaman yang dialaminya. Namun demikian
19
seseorang bisa menganggapnya sebagai kebenaran apabila telah dirasakan
manfaat praktisnya bagi kehidupan individu/orang tersebut.
2. Kebenaran Ilmu. Yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena mengacu
pada fakta-fakta empiris, serta memungkinkan semua orang untuk
mengujinya dengan metode tertentu dengan hasil yang sama atau paling
tidak relatif sama.
3. Kebenaran Filsafat. Kebenaran model ini sifatnya spekulatif, mengingat
sulit/tidak mungkin dibuktikan secara empiris, namun bila metode
berfikirnya difahami maka seseorang akan mengakui kebenarannya. Satu
hal yang sulit adalah bagaimana setiap orang dapat mempercayainya, karena
cara berfikir dilingkungan filsafatpun sangat bervariasi.
4. kebenaran Agama. Yaitu kebenaran yang didasarkan kepada informasi
yang datangnya dari Tuhan melalui utusannya, kebenaran ini sifatnya
dogmatis, artinya ketika tidak ada kefahaman atas sesuatu hal yang
berkaitan dengan agama, maka orang tersebut tetap harus mempercayainya
sebagai suatu kebenaran.
20
Dari uraian di atas nampak bahwa maslah kebenaran tidaklah sederhana,
tingkatan-tingkatan/gradasi berfikir akan menentukan kebenaran apa yang
dimiliki atau diyakininya, demikian juga sifat kebenarannya juga berbeda. Hal
ini menunjukan bahwa bila seseorang berbicara mengenai sesuatu hal, dan
apakah hal itu benar atau tidak, maka pertama-tama perlu dianalisis tentang
tataran berfikirnya, sehingga tidak serta merta menyalahkan atas sesuatu
pernyataan, kecuali apabila pembicaraannya memang sudah mengacu pada
tataran berfikir tertentu.
Dalam konteks Ilmu, kebenaran pun mendapatkan perhatian yang srius,
pembicaraan masalah ini berkaitan dengan validitas pengetahuan/ilmu, apakah
pengetahuan yang diliki seseorang itu benar/valid atau tidak, untuk itu para
akhli mengemukakan berbagai teori kebenaran (Theory of Truth), yang dapat
dikategorikan ke dalam beberapa jenis teori kebenaran yaitu :
1. Teori korespondensi (The Correspondence theory of truth). Menurut teori ini
kebenaran, atau sesuatu itu dikatakan benar apabila terdapat kesesuaian antara
suatu pernyataan dengan faktanya (a proposition - or meaning - is true if there
is a fact to which it correspond, if it expresses what is the case). Menurut White
Patrick “truth is that which conforms to fact, which agrees with reality, which
corresponds to the actual situation. Truth, then can be defined as fidelity to
objective reality”. Sementara itu menurut Rogers, keadaan benar (kebenaran)
21
terletak dalam kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan dengan
esensi yang terdapat di dalam objeknya. Contoh : kalau seseorang menyatakan
bahwa Kualalumpur adalah ibukota Malayasia, maka pernyataan itu benar kalu
dalam kenyataannya memang ibukota Malayasia itu Kualalumpur.
2. Teori Konsistensi (The coherence theory of truth). Menurut teori ini
kebenaran adalah keajegan antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya
yang sudah diakui kebenarannya, jadi suatu proposisi itu benar jika sesuai/ajeg
atau koheren dengan proposisi lainnya yang benar. Kebenaran jenis ini
biasanya mengacu pada hukum-hukum berfikir yang benar. Misalnya Semua
manusia pasti mati, Uhar adalah Manusia, maka Uhar pasti mati, kesimpulan
uhar pasti mati sangat tergantung pada kebenaran pernyataan pertama (semua
manusia pasti mati).
3. Teori Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Menurut teori ini
kebenaran adalah sesuatu yang dapat berlaku, atau dapat memberikan
kepuasan, dengan kata lain sesuatu pernyataan atau proposisi dikatakan benar
apabila dapat memberi manfaat praktis bagi kehidupan, sesuatu itu benar bila
berguna.
22
Teori-teori kebenaran tersebut pada dasarnya menunjukan titik berat
kriteria yang berbeda, teori korespondensi menggunakan kriteria fakta, oleh
karena itu teori ini bisa disebut teori kebenaran empiris, teori koherensi
menggunakan dasar fikiran sebagai kriteria, sehingga bisa disebut sebagai
kebenaran rasional, sedangkan teori pragmatis menggunakan kegunaan sebagai
kriteria, sehingga bisa disebut teori kebenaran praktis.
2.4 Keterbatasan Ilmu
Hubungan antara filsafat dengan ilmu yang dapat terintegrasi dalam
filsafat ilmu, dimana filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan ilmu, menunjukan adanya keterbatasan ilmu dalam menjelaskan
berbagai fenomena kehidupan. Disamping itu dilingkungan wilayah ilmu itu
sendiri sering terjadi sesuatu yang dianggap benar pada satu saat ternyata
disaat lain terbukti salah, sehingga timbul pertanyaan apakan kebenaran ilmu
itu sesuatu yang mutlak ?, dan apakah seluruh persoalan manusia dapat
dijelaskan oleh ilmu ?. pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya
menggambarkan betapa terbatasnya ilmu dalam mengungkap misteri
kehidupan serta betapa tentatifnya kebenaran ilmu.
23
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya diungkapkan pendapat
para akhli berkaitan dengan keterbatasan ilmu, para akhli tersebut antara lain
adalah :
1. Jean Paul Sartre menyatakan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang
sudah selesai terfikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab
selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil penelitian dan percobaan baru
yang dilakukan dengan metode-metode baru atau karena adanya
perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna, dan penemuan baru
tiu akan disisihkan pula oleh akhli-akhli lainnya.
2. D.C Mulder menyatakan bahwa tiap-tiap akhli ilmu menghadapi
soal-soal yang tak dapat dipecahkan dengan melulu memakai ilmu itu
sendiri, ada soal-soal pokok atau soal-soal dasar yang melampaui
kompetensi ilmu, misalnya apakah hukum sebab akibat itu ?,
dimanakah batas-batas lapangan yang saya selidiki ini?, dimanakah
tempatnya dalam kenyataan seluruhnya ini?, sampai dimana
keberlakuan metode yang digunakan?. Jelaslah bahwa untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut ilmu memerlukan instansi lain yang
melebihi ilmu yakni filsafat.
3. Harsoyo menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki umat manusia
dewasa ini belumlah seberapa dibandingkan dengan rahasia alam
24
semesta yang melindungi manusia. Ilmuwan-ilmuwan besar biasanya
diganggu oleh perasaan agung semacam kegelisahan batin untuk ingin
tahu lebih banyak, bahwa yang diketahui itu masih meragu-ragukan,
serba tidak pasti yang menyebabkan lebih gelisah lagi, dan biasanya
mereka adalah orang-orang rendah hati yang makin berisi makin
menunduk. Selain itu Harsoyo juga mengemukakan bahwa kebenaran
ilmiah itu tidaklah absolut dan final sifatnya. Kebenaran-kebenaran
ilmiah selalu terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan atas
adanya fakta-fakta baru yang sebelumnya tidak diketahui.
4. J. Boeke menyatakan bahwa bagaimanapun telitinya kita menyelidiki
peristiwa-peristiwa yang dipertunjukan oleh zat hidup itu,
bagaimanapunjuga kita mencoba memperoleh pandangan yang jitu
tentang keadaan sifatzat hidup itu yang bersama-sama tersusun, namun
asas hidup yang sebenarnya adalah rahasiah abadi bagi kita, oleh karena
itu kita harus menyerah dengan perasaan saleh dan terharu.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa ilmu itu tidak
dapat dipandang sebagai dasar mutlak bagi pemahaman manusia tentang alam,
demikian juga kebenaran ilmu harus dipandang secara tentatif, artinya selalu
siap berubah bila ditemukan teori-teori baru yang menyangkalnya. Dengan
demikian dpatlah ditarik kesimpulan berkaitan dengan keterbatasan ilmu yaitu :
25
1. ilmu hanya mengetahui fenomena bukan realitas, atau mengkaji realitas sebagai
suatu fenomena (science can only know the phenomenal, or know the real through
and as phenomenal - R. Tennant)
2. Ilmu hanya menjelaskan sebagian kecil dari fenomena alam/kehidupan manusia
dan lingkungannya
3. kebenaran ilmu bersifat sementara dan tidak mutlak
keterbatasan tersebut sering kurang disadari oleh orang yang mempelajari
suatu cabang ilmu tertentu, hal ini disebabkan ilmuwan cenderung bekerja
hanya dalam batas wilayahnya sendiri dengan suatu disiplin yang sangat ketat,
dan keterbatasan ilmu itu sendiri bukan merupakan konsern utama ilmuwan
yang berada dalam wilayah ilmu tertentu.
2.5 Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat
ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh
pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi
objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat
ilmu bermanfaat untuk :
Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
26
Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap
bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas kami dari kelompok VIII bahwa
Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep – konsep dasar dan memeriksa
asumsi – asumsi dari ilmu – ilmu untuk memperoleh arti validitasnya. Filsafat
memberikan sintesis pada ilmu-ilmu pengetahuan yang khusus,
mempersatukan, dan mengkoordinasikannya. Hubungan timbak balik antara
ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat menyediakan bahan berupa fakta – fakta
yang sangat penting bagi perkembangan ide filsafat, sehingga sejalan dengan
pengetahuan ilmiah.
3.2 Saran
Saran kami yaitu gunakanlah ilmu yang kita miliki untuk kepentingan
bersama serta tuntutlah ilmu setinggi mungkin agar ilmu yang kita dapatkan
tidak akan menjadi sia – sia dan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi
yang sifatnya merusak.
27
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sanusi,.(1998 ), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian :
Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah,
Bandung PS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi
Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat
Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu, members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta :
Sinar Harapan.
Mantiq, media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988 ), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan
Pembina Sari Insani
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/12/makalah-filsafat-ilmu.html
28
http://pormadi.wordpress.com/2006/04/27/bagaimanakah-hubungan-filsafat-dengan-ilmu-pengetahuan/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/hubungan-antara-filsafat-dengan-ilmu/
http://benedektamay.blogspot.com/2012/12/hubungan-filsafat-dengan-ilmu.html
29