makalah etika komunikasi perspektif islam

21
BAB I PENDAHULUAN Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi). Di dalam hadis Nabi juga, ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaiman Rasulullah saw mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Misalnya, pertama, qulil haqqa walaukana murran (katakanlah apa yang benar walaupun pahit rasanya) (hadis). Kedua, falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila benar kalau tidak bisa,diamlah). Ketiga, laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih dahulu). Keempat, Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa- apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu tidak hadir”. Kelima, selanjutnya Nabi saw berpesan, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang menjungkirkan-balikkan fakta (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya”. Pesan Nabi saw tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami.

Upload: dike-dzanmaster

Post on 30-Jul-2015

1.061 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan

manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud

adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang

berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).

Di dalam hadis Nabi juga, ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaiman Rasulullah saw

mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Misalnya, pertama, qulil haqqa walaukana murran (katakanlah

apa yang benar walaupun pahit rasanya) (hadis). Kedua, falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila

benar kalau tidak bisa,diamlah). Ketiga, laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir

terlebih dahulu). Keempat, Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, sebagaimana yang

diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak

hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana

sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu tidak hadir”. Kelima, selanjutnya Nabi saw

berpesan, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang menjungkirkan-

balikkan fakta (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan

lidahnya”. Pesan Nabi saw tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan

fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami.

Prinsip-prinsip etika tersebut, sesungguhnya dapat dijadikan landasan bagi setiap muslim – ketika

melakukan proses komunikasi, baik dalam pergaulan sehari-hari, berdakwah, maupun aktivitas-aktivitas

lainnya.

Dalam Al Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu

berkomunikasi dengan hambaNya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan

melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-

Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir

(persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan

mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.

Page 2: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

Selain itu, kita mendapati Rasulullah SAW dalam berkomunikasi dengan keluarga, sahabat dan

umatnya. Komunikasi beliau sudah terkumpul dalam ratusan ribu hadits yang menjadi penguat, penjelas

Al Qur’an sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia.

Komunikasi dalam Islam dinilai penting, karena adanya kewajiban berda’wah kepada setiap

orang-orang yang beriman sehingga nilai-nilai Al-Qur’an dan haditsnya harus selalu dikomunikasikan

kepada orang lain, khususnya keluarga guna menghindari siksaan api neraka.

Komunikasi sangat berpengaruh terhadap kelanjutan hidup manusia, baik manusia sebagai

hamba, anggota masyarakat, anggota keluarga dan manusia sebagai satu kesatuan yang universal. Seluruh

kehidupan manusia tidak bisa lepas dari komunikasi. Dan komunikasi juga sangat berpengaruh terhadap

kualitas berhubungan dengan sesama.

Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan

prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam

menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam,dan cara (how),dalam hal ini

tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika).Pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam

komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak

(ihsan).Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi

berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika

berkomunikasi dalam perspektif Islam.

Page 3: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

BAB II

PEMBAHASAN

Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan

prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam

menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal

ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keislaman yang disampaikan

dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan

akhlak (ihsan). Pesan-pesan keislaman keislamnan yang disampaikan tersebut disebut sebagai dakwah.

Dakwah adalah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia mengikuti islam.[1]

A. Etika Komunikasi Dalam Al-Quran dan Hadits

Menurut A. Samover “ We Cannot Not Communicate”[2] oleh karena itu,manusia tidak dapat

terhindar dalam interaksi sesamanya. Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan

berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya

sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.

Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam

melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari,

berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis

gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi

Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan

Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.

1. Qaulan Sadida

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-

anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang

benar” (QS. 4:9)

Sadied menurut bahasa berarti yang benar, tepat.[3] Al-Qosyani menafsirkan Qaulan Sadida

dengan : kata yang lurus (qowiman); kata yang benar (Haqqan); kata yang betul, correct,tepat

Page 4: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

(Shawaban). Al-Qasyani berkata bahwa sadad dalam dalam pembicaraan berarti berkata dengan kejujuran

dan dengan kebenaran dari situlah terletak unsur segala kebahagiaan, dan pangkal dari segala

kesempurnaan; karena yang demikian itu berasal dari kemurnian hati.[4] Dalam lisanul A’rab Ibnu

Manzur berkata bahwa kata sadied yang dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti sebagai

sasaran.[5]

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas,dapatlah dikatakan bahwa yang

dihubungkan dengan kegiatan penyampaian pesan dakwah adalah model dari pendekatan bahasa dakwah

yang bernuansa persuasife.[6] Moh. Natsir dalam Fiqhud dakwahnya mengatakan bahwa, Qaulan Sadida

adalah perkataan lurus (tidak berbeli-belit), kata yang benar,keluar dari hati yang suci bersih, dan

diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga tepat mengenai sasaran yang dituju yakni sehingga

panggilan dapat sampai mengetuk pintu akal dan hati mereka yang di hadapi.

Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran,

faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Dari

segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah

bahasa yang berlaku. Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan

benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku.

Seorang muslim berkata harus benar, jujur tidak berdusta. Karena sekali kita berkata dusta,

selanjutnya kita akan berdusta untuk menutupi dusta kita yang pertama, begitu seterusnya, sehingga bibir

kita pun selalu berbohong tanpa merasa berdosa. Siapapun tak ingin dibohongi, seorang istri akan sangat

sakit hatinya bila ketahuan suaminya berbohong, begitu juga sebaliknya. Rakyat pun akan murka bila

dibohongi pemimpinnya. Juga tidak kalah penting dalam menyampaikan kebenaran, adalah keberanian

untuk bicara tegas, jangan ragu dan takut, apalagi jelas dasar hukumnya yaitu Al Quran dan hadits.

“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).

“Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin

kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

“Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).

“Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83).

“Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin

Basri).

Page 5: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

2. Qaulan Baligha (Perkataan Yang Membekas Pada Jiwa)

Ungkapan qaulan baligha terdapat pada surah an-Nisa ayat 63

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu

berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan

Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).

Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qaulan baligha menjadi dua,qaulan baligha terjadi bila

da’i (komunikator) menyesuaian pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya sesuai

dengan frame of reference and field of experience. Kedua, qaulan baligha terjadi bila komunikator

menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.[7]

Jika dicermati pengertian qaulan baligha yang diungkapkan oleh jalaluddin rahmat tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa kata Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran,

komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-

belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah

disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh

mereka.

Sebagai orang yang bijak bila berdakwah kita harus melihat stuasi dan kondisi yang tepat dan

menyampaikan dengan kata-kata yang tepat. Bila bicara dengan anak-anak kita harus berkata sesuai

dengan pikiran mereka, bila dengan remaja kita harus mengerti dunia mereka. Jangan sampai kita

berdakwah tentang teknologi nuklir dihadapan jamaah yang berusia lanjut yang tentu sangat tidak tepat

sasaran, malah membuat mereka semakin bingung..Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi

dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan.

Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam

konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa,

gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication).

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).

”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4)

3. Qaulan Ma’rufa (Perkataan Yang Baik)

Page 6: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

Jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan adalah perkataan yang baik. Allah

menggunakan frase ini ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau kuat terhadap orang-

orang miskin atau lemah.qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermamfaat memberikan

pengetahuan , mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan terhadap kesulitan kepada orang lemah,

jika kita tidak dapat membantu secara material,kita harus dapat membantu psikologi.[8]Qaulan Ma’rufa

juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Sebagai muslim

yang beriman,perkataan kita harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun yang kita ucapkan harus

selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya

mencari-cari kejelekan orang lain, yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain,

memfitnah dan menghasut.

Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa ayat 5 dan 8, QS. Al-Baqarah ayat

235 dan 263, serta Al-Ahzab ayat 32.

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka

yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja

dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.”

(QS An-Nissa :5)

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka

dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS

An-Nissa :8).

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu

Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan

menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara

rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik…” (QS.

Al-Baqarah:235).

“Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan

sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-

Baqarah: 263).

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka

janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam

hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).

Page 7: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

4. Qaulan Karima (Perkataan Yang Mulia)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu

berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau

kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan

kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka

Qaulan Karima –ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).

Dakwah dengan qaulan karima adalah orang yang telah lanjut usia,pendekatan yang digunakan

adalah dengan perkataan yang mulia, santun penuh penghormatan dan penghargaan tidak menggurui tidak

perlu retorika yang meledak-ledak. Term qaulan karima terdapat dalam surat al-isra ayat 23.

Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan karima diperlakukan jika dakwah itu

ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam

perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti

terhadap orang tua sendiri,yankni hormat dan tidak kasar kepadanya,karena manusia meskipun telah

mencapai usia lanjut,bisa saja berbuat salah atau melakukan hal-hal yang sasat menurutukuran agama.[9]

Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia,

dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.

Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang

santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.7

5. Qaulan Layyinan (Perkataan Yang Lembut)

Term qaulan layyinan tardapat dalam surah Thaha ayat 43-44 secara harfiah berarti komunikasi

yang lemah lembut (layyin)

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang lemah-lembut…”

(QS. Thaha: 44).

Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang

lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati

maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila

berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertuturkata dengan lemah lembut, hingga

setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya.Dalam Tafsir Ibnu

Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang

atau lugas, apalagi kasar.

Page 8: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-

lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak

berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.

Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan

suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam

berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan

menjauh. Dalam berdoa pun Allah memerintahkan agar kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah

kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah tidak menyukai

orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55)

6. Qaulan Maisura (Perkataan Yang Ringan)

”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan,

maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).

Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam Al-Isra. Kalimat maisura berasal dari kata yasr, yang

artinya mudah. Qaulan maisura adalah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa

Komunikasi, qaulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak

berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura yang artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah

dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini

tidak memerlukan dalil naqli maupun argument-argumen logika.

Dakwah dengan pendekatan Qaulan Maisura harus menjadi pertimbangan mad’u yang dihadapi

itu terdiri dari:

Ø Orang tua atau kelompok orang tua yang merasa dituakan, yang sedang menjalani kesedihan lantaran

kurang bijaknya perlakuan anak terhadap orang tuanya atau oleh kelompok yang lebih muda.

Ø Orang yang tergolong didzalimi haknya oleh orang-orang yang lebih kuat.

Ø Masyarakat yang secara sosial berada dibawah garis kemiskinan, lapisan masyarakat tersebut sangat

peka dengan nasihat yang panjang, karenanya da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka

dalam dakwah bil hal.

B. Etika Komunikasi Dalam Keluarga Islam

Salah satu kunci pembentukan keluarga sakinah adalah komunikasi, maka suami istri tidak dapat

menciptakan keluarga sakinah tanpa ada komunikasi. Tanpa komunikasi keberlangsungan keluarga

Page 9: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

sakinah sulit dipertahankan, sebab mereka hanya akan menjalani kehidupan berumah tangga dalam

suasana ketertutupan, kesunyian, prasangka yang buruk, kesalahpahaman, bahkan boleh jadi saling

bermusuhan.

Setiap Keluarga Punya Bahasa Sebagai Alat Komunikasi

Jika dengan bahasa lisan tidak dapat dimengerti atau sulit diungkapkan maka mereka akan menggunakan

bahasa tubuh bahkan terkadang menggunakan kedua bahasa tersebut sekaligus.

Keluarga merupakan surga duniawi bagi suami istri. Ia sekaligus sebagai sekolah pertama dalam

melahirkan generasi pemimpin yang sholeh dan sholehah. Pada saat yang sama keluarga juga sebagai

basis da’wah dalam terciptanya masyarakat yang Islami. Untuk mewujudkan keluarga sebagai syurga,

sekolah dan pondasi masyarakat Islami diperlukan adanya komunikasi di antara seluruh anggota keluarga.

Ada beberapa hal yang menjadi dasar bagi pentingnya berkomunikasi dalam keluarga dan saya akan

meuraikan sebagai berikut:

1. Mengungkapkan kegembiraan dan perasaan KASIH lainnya.

Rasulullah telah memerintahkan kepada orang-orang yang bersaudara karena Islam (berukhuwah

Islamiyah) untuk menyampaikan rasa cintanya. Maka sepatutnya rasa cinta ini selalu diungkapkan oleh

suami istri dan anak-anaknya.

2. Mengungkapkan kegembiraan dan perasaan KASIH lainnya.

Rasulullah telah memerintahkan kepada orang-orang yang bersaudara karena Islam (berukhuwah

Islamiyah) untuk menyampaikan rasa cintanya. Maka sepatutnya rasa cinta ini selalu diungkapkan oleh

suami istri dan anak-anaknya.

3. Menjadi sarana peningkatan harmonisasi keluarga.

Keharmonisan keluarga membutuhkan komunikasi,sehingga keluarga menjadi tenpat untuk saling berbagi

kebahagiaan dan memecahkan masalah dan menyempurnakan kekuarangan yang ada.Sebab suami istri

berfungsi sebagai pakaian bagi pasangannya.

Page 10: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

Allah berfirman:“Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagi kalian (suami), dan kalian adalah pakaian bagi

mereka.” (QS 2: 187).

4. Sebagai sarana bermusyawarah.

Setiap keluarga membutuhkan musyawarah dalam menyelesaikan berbagai urusan. Sebab hasil

musyawarah akan lebih sempurna dibandingkan hasil pemikiran seseorang dan dapat

dipertanggungjawabkan oleh seluruh anggota keluarga sehingga rasa kebersamaan akan menjadi milik

bagi seluruh anggota keluarga.

Allah berfirman: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan” (QS 3:159).

5. Sebagai sarana pemenuhan hak setiap anggota keluarga.

Setiap anggota keluarga mempunyai hak yang harus terpenuhi. Untuk memenuhi hak tersebut

memerlukan komunikasi. Dengan berkomunikasi maka mereka akan mendapatkan hak-haknya sesuai

dengan kebutuhannya.

6. Sebagai sarana pendidikan anak.

Pendidikan anak memerlukan kasih sayang dan perhatian orang tua sebagaimana pendidikan anak juga

memerlukan pujian, nasehat, teguran, peringatan, dialog dan bercerita. Kesemuanya itu memerlukan

komunikasi yang baik dan efektif.

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS 6:

66).

Page 11: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

Abnu Abbas menafsirkan ayat tersebut dengan, “Didiklah dan arahkanlah keluargamu untuk taat kepada

Allah dan menjauhi larangan-Nya."

7. Sebagai sarana da’wah

Keluarga merupakan medan da’wah pertama sebelum berda’wah ditengah masyarakat. Kesuksesan

da’wah dalam keluarga menjadi langkah pertama menuju kesuksesan da’wah di masyarakat. Bahkan

keberhasilan da’wah di keluarga menjadi tolak ukur kesuksesan da’wah di masyarakat. Sedangkan

kesuksesan da’wah itu bergantung pada kesuksesan komunikasi dalam keluarga dan masyarakat.

Allah berfirman:“Serulah pada jalan Robbmu dengan hikmah dan nasehat yang baik. Dan berdebatlah

dengan mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS 16: 125).

C. Meneladani Komunikasi dalam Keluarga Rasulullah SAW

Meneladani komunikasi dalam keluarga Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW merupakan satu-satunya orang yang mendapatkan pendidikan langsung dari Allah SWT.

Beliau bersabda: “Robbku telah mendidik aku, maka sebaik-baik pendidikan adalah pendidikan yang

diberikan kepadaku.”

Oleh karena itu, dalam berkomunikasi dengan keluarga harus meneladani Rasulullah SAW. Adapun

komunikasi yang dilakukan oleh Rasulullah kepada keluarganya sebagai berikutBermuara pada rasa cinta

dan kasih sayang

Jadikanlah komunikasi anda sebagai muara cinta dan kasih sayang yang tulus karena Allah, sebab semua

pesannya merupakan rahmat bagi keluarga bahkan bagi seluruh alam.

Abu Sulaiman Bin Al Huwairi berkata, kami datang kepada Rasulullah SAW dan kami tinggal

bersamanya selama dua puluh hari. Tenyata Rasulullah SAW orang yang dipenuhi oleh kasih sayang dan

kelembutan kepada keluarganya sehingga kami menjadi rindu kepada keluarga kami. Kemudian beliau

Page 12: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

menanyakan keluarga yang kami tinggalkan, maka kami menceritakannya kepada beliau. Kemudian

beliau bersabda: “pulanglah kepada keluargamu dan penuhilah hak-hak mereka serta didiklah mereka dan

berbuat baiklah kepada mereka……”

Ø Memanggil nama anggota keluarganya dengan panggilan yang menyenangkan

Seperti ketika Rasulullah memanggil Fatimah dengan sebutan “Wahai Ananda”dan memanggil Aisyah

dengan sebutan “Ya Humairo’) atau Ya AaIsy (orang-orang yang hidup).

Ø Berkomunikasi tanpa emosi.

Berkomunikasi tanpa emosi membuat beliau dapat menyampaikan pesan sesuai dengan misinya.

Sehingga beliau bisa berbicara dengan kata-kata yang berbobot, penuh makna, mengandung nilai-nilai

kebaikan dengan penuh kelembutan. Sekalipun ketika beliau menegur Aisyah di saat Aisyah membuang

makanan yang dikirim oleh Ummu Salamah. Beliau bersabda: “Ibumu sedang cemburu, Hai Aisyah, satu

nampan yang engkau terima harus engkau antar satu nampan juga.”

Begitu juga ketika Aisyah tidur setelah sholat subuh, beliau bersabda kepadanya: “Hai Aisyah, jemputlah

rizkimu dan janganlah engkau menolaknya.”

Ø Beliau sering mengiringi bahasa lisannya dengan bahasa tubuhnya.

Disaat beliau ingin mengekspresikan rasa cintanya seperti yang diriwayatkan oleh Aisyah beberapa hadits

berikut ini: Aisyah berkata: “saya biasa minum dari gelas yang sama ketika haid, lalu Nabi mengambil

Page 13: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

gelas tersebut, dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut saya lalu beliau minum

kemudian saya mengambil cangkir lalu saya menghirup isinya. Kemudian beliau mengambilnya dari saya

lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat meletakkan mulut saya. Lalu beliau pun menghirupnya.

(HR.Abu Rozaq dan Sa’id Bin Mansur).

Dari Aisyah: “bahwa Rasulullah, biasa mencium istrinya setelah wudhu, kemudian beliau sholat dan tidak

mengulangi wudhunya."

Beliau menyampaikan pesan dengan kalimat yang sederhana (tidak bertele-tele).

Ketika Aisyah marah, Rasulullah bersabda kepadanya: “Hai Aisyah, berlaku lembutlah, sesungguhnya

apabila Allah menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga maka Allah akan memberikan kelembutan

kepada mereka."

Ø Berlapang dada

Berlapang dada dengan kelemahan yang ada dalam anggota keluarga, sehingga komunikasi dimulai

dengan memaafkan kesalahan mereka terlebih dahulu. Anas berkata: “saya tidak pernah mendengar

Rasulullah SAW berkata, mengapa kamu tidak melaksanakan ini, mengapa kamu tidak melaksanakan itu,

mengapa kamu tidak begini dan mengapa kamu tidak begitu. Padahal dia tinggal bersama Rasulullah

selama sepuluh tahun."

Suatu hari Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat: "Ya Rasulullah, berapa kali engkau memaafkan

pelayanmu dalam satu hari ?”

Page 14: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

Beliau tidak menjawab. Tetapi setelah pertanyaan yang ketiga baru beliau menjawab: “Aku maafkan

kesalahan pelayanku 70 x dalam sehari”.

Maka semua pesan dalam komunikasi beliau selalu menyenangkan untuk didengar, mudah untuk

dipahami, dan bersemangat untuk direspon.

BAB III

PENUTUP

Demikianlah etika berkomuniakasi dalam Islam. Sedapat mungkin kita sebagai umat dapat menerapkan

dalam kehidupan sehari-hari kita, sehingga tujuan akhir dari kehidupan kita tidak terhalang lagi oleh

akhlak yang tidak islami. Karena sebaik-sebaik kita adalah yang menghadap Allah dengan hati yang

bersih. Hati yang penuh iman. Hati yang penuh syukur. Hati yang penuh taqwa. Dan jiwa yang penuh

ketenangan dan kemuliaan dari Allah.

[1] Ahmad Ghulusy,ad-Da’watul Islamiyah, Kairo : Darul Kijab,1987.,h. 9.

[2] Lihat, larry A samover, Richard E. Potter, Nemi C. Jain. Understanding Interculturnal

Commication,Wodsworth Publishing Company,Belmont,California,.23.tt.

[3] Lihat kamus Kontenporer Arab-Indonesia,h.1055

[4] Lihat Moh. Natsir.Fiqhud Dakwah.h.189.

[5] Lihat, Lisanul A’rab, Ibnu Mazur,3/1970

[6]Dakwah persuasif adalah “proses mempengaruhi mad’u dengan pendekatan psikologis,sehingga

mad’u mengikuti ajaran da’I tetapi merasa sedang melakukan sesuatu atas kehendak sendiri”.

Page 15: Makalah Etika Komunikasi Perspektif Islam

[7] Lihat ,Jalaluddin Rahmat,islam Aktual,Mizan,1996,h.83.

[8] Jalaluddin Rahmat ,Etika Komunikasi Perspektif Religi,makalah seminar,Jakarta,perpustakaan

nasional,18 Mei 1996.

[9] Sebagai ilustrasi psikologi orang berusia lanjut biasanya sangat peka terhadapn kata-kata yang bersifat

menggurui,menyalahkan apalagi yang kasar karena mereka merasa sudah banyak pengalaman hidupnya

atau ada istilah yang populer “banyak makan asm garam dalam kehidupan”.