makalah diskusi periodik akhir ... - lpm.iain-jember.ac.id
TRANSCRIPT
MAKALAH DISKUSI PERIODIK
AKHIR REZIM KONTRAK KARYA DI INDONESIA
(STUDI KASUS PT FREEPORT INDONESIA)
Diajukan Pada :
LEMBAGA PENJAMIN MUTU (LPM)
Oleh :
Aprilya Fitriani
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
TAHUN 2019
AKHIR REZIM KONTRAK KARYA DI INDONESIA
(STUDI KASUS PT FREEPORT INDONESIA)
Aprilya Fitriani, S.M.B., M.M
Dosen Fakultas Dakwah IAIN Jember
Email : [email protected]
Abstrak
Penanaman Modal Asing (PMA) pertama di Indonesia dilakukan tahun 1967 antara
pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PTFI). PTFI merupakan perusahaan
tambang milik Freeport McMoran Inc. (FCX) yang berlokasi di Amerika. Pemerintah
Indonesia dan PTFI melakukan kerjasama kontrak pertambangan dalam bentuk Kontrak
Karya (KK). Sesuai dengan perjanjian KK Tahap I, PTFI mendapatkan kontrak eksklusif
tambang Eastberg selama 30 tahun hingga tahun 1991 dengan luas wilayah
penambangan 10.000 hektar. Selanjutnya ditemukan cadangan Gasberg tahun 1988,
sehingga KK Tahap II di sahkan hingga tahun 2021. Selama 40 tahun lebih (hingga tahun
2017), Indonesia memiliki saham atas PTFI sebesar 9,36% dan sisanya dimiliki oleh FCX
sebesar 81,28% dan PT Indocoper Investama sebesar 9,36%. Hak Indonesia atas saham
PTFI serta segala proses produksi yang dilakukan PTFI ternyata bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu sejak diterbitkan UU Minerba tahun 2009,
Indonesia mulai mengajukan Renegosiasi Kontrak Karya kepada PTFI. Pada penghujung
tahun 2018, Indonesia secara resmi telah memiliki 51,23 % saham PTFI yang
menunjukkan tekad pemerintah dalam memenuhi amanat Pancasila dan UUD 1945.
Keyword : PTFI, Kontrak Karya, Renegosiasi Kontrak Karya.
A. PENDAHULUAN
Indonesia berdaulat secara de jure maupun de facto terhadap kekayaan
sumber daya alam yang dimilikinya. Barang tambang yang ada di bumi Indonesia
dimiliki dan dikuasai oleh negara. Hak penguasaan negara tersebut berisi
wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan dan
pendayagunaan bahan galian untuk digunakan demi kemakmuran rakyat.
Penguasaan oleh negara ini diselenggarakan oleh pemerintah.1 Secara konstitusi
1 Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia (Jakarta : Rajawali Press, 2008),1.
kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan demi kemakmuran
rakyat. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 Ayat (3) menyatakan bahwa
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.2 Pasal ini
menyiratkan bahwa pemerintah sebagai representasi negara diberikan hak dalam
penguasaan kekayaan alam Indonesia.3 Hal ini berarti segala upaya pemerintah
dalam melaksanakan penguasaan alam harus tunduk pada cita-cita kesejahteraan
rakyat.4 Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari tugas yang diemban
pemerintah dalam mengelola sektor tambang di Indonesia.
Negara berperan mengelola sumber daya mineral dalam hal pengaturan,
pengusahaan, dan pengawasan. Khusus dalam hal pengusahaan, pemerintah dapat
memberikan hak pengusahaan bidang pertambangan kepada pihak swasta.
Karakteristik industri pertambangan yang unik dan keterbatasan negara dalam hal
permodalan menjadi alasan utama diberikannya hak pengusahaan pada pihak
swasta.5Beberapa industri pertambangan mineral logam di Indonesia adalah
pemain kelas dunia yang cukup mendominasi, baik karena besarnya cadangan
mineral, maupun produksinya yang mendominasi pasokan mineral logam dunia.
Diantara produsen tersebut antara lain PT Freeport Indonesia, PT Timah Tbk, PT
Antam Tbk dan PT Inco Tbk.6Salah satu perusahaan asing yang beroperasi di
sektor pertambangan Indonesia ialah PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah
beroperasi sejak tahun 1967.
Freeport MacMoran adalah salah satu perusahaan pertambangan yang
berasal dari Arizona Amerika Serikat. Perusahaan tersebut melakukan perjanjian
kontrak dengan pemerintah Indonesia dan menjadi perusahaan yang berbadan
hukum bernama PT Freeport Indonesia (PTFI). PTFI melakukan penambangan,
memproses, dan mengeksplorasi bijih yang mengandung emas, perak, dan
2 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 Ayat (3). 3 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan(Jakarta : Sinar Grafika, 2011), 24. 4 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2010), 5. 5 Ibid.3, 25. 6Indonesia Commercial News Letter Februari 2011, “Industri Pertambangan Logam di Indonesia”
http://www.datacon.co.id/ Logam-2011ProfilIndustri.html (9 Agustus 2018).
tembaga di wilayah Papua. PTFI juga mengekspor konsentrat yang mengandung
emas, perak dan tembaga keseluruh dunia.
Secara historis, pemberian hak pengusahaan bidang pertambangan kepada
swasta dilakukan berdasarkan sistem kontrak yang dikenal dengan istilah Kontrak
Karya (KK). Sistem KK pertama kali diterapkan antara pemerintah Indonesia
dengan PTFItahun 1967.7 Pada saat itu KK merupakan jalan bagi investor asing
berinvestasi dan melakukan kegiatan usaha dibidang pertambangan dan energi di
Indonesia.8Secara mendasar, KK mengikat kedua belah pihak berdasarkan asas
pacta sunt servanda,9 ini berarti bahwa pemerintah Indonesia maupun PTFI wajib
taat dan patuh terhadap isi kontrak. Dengan demikian posisi pemerintah Indonesia
dalam KK sama dengan posisi para pebisnis dalam suatu kontrak sehingga wajib
untuk taat dan patuh terhadap isi kontrak.10
Setiap investasi yang dilakukan pasti memiliki manfaat dan risiko bisnis,
termasuk investasi PTFI di Indonesia. Berdasarkan data PTFI manfaat langsung
yang diterima Indonesia dari pendapatan pajak, royalti, dividen, dan pembayaran
lain pada tahun 2017 sebesar 756 juta dolar AS dan manfaat tidak langsungnya
berupa pembayaran gaji pegawai, pembelian dalam negeri, pengembangan
masyarakat, pembangunan daerah dan investasi dalam negeri sebesar 3 miliar
dollar AS. Dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang diperoleh Indonesia
dengan melakukan perjanjian KK yaitu peningkatan pendapatan negara dan
kepercayaan terhadap Indonesia, kemampuan membangun kapasitas, dan
transparansi dalam pengelolaan PTFI. 11
Selain manfaat yang diperoleh Indonesia, terdapat risiko yang muncul
selama PTFI beroperasi di Indonesia. Namun dampak risiko sangat merugikan
7 Jesi Karina, “Hubungan Asas Pacta Sunt Servanda Dengan Kewajiban Negosiasi Ulang Royalti Pada Kontrak Pertambangan (Studi Kasus: Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Company)”, (Skripsi : Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2012), 2 8 Arman Nefi, dkk. “Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Pasca Undang-Undang No.
4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, 1 (2018), 138. 9 Berdasarkan asas pacta sunt sevanda, setiap pihak yang membuat suatu perjanjian harus mematuhi
perjanjain tersebut. Asas pacta sun servanda timbul dari anggapan bahwa secara alamiah sifat mengikat
kontrak didasarkan pada dua hal yang salah satunya ialah sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus bekerjasama dan berinteraksi dengan orang lain. 10 Inda Rahadiyan dan Karina Amanda Savira, “Menimbang Posisi Indonesia Dalam Kontrak Karya Freeport
(Problematika Hukum-Sosial Serta Kemungkinan Solusinya)”,Jurnal Defendonesia, 1 (2017), 52. 11Fer, “Divestasi Jadi Momentum”, Kompas, 26 September 2018.
pemerintah Indonesia dalam jangka panjang. Bila dianalisis KK PTFI dengan
pemerintah Indonesia terindikasi cacat dari unsur keadilan dan penuh manipulasi,
hal ini disebabkan yaitu (1) didalam KK tidak dicantumkan klausul tentang
kewajiban dan tanggung jawab terhadap dampak kerusakan lingkungan hidup,
karena pada saat penanda tanganan KKtahun 1967, Indonesia belum memilki
undang-undang lingkungan hidup, (2) pengaturan perpajakan sama sekali tidak
sesuai dengan pengaturan dalam undang-undang perpajakan yang berlaku, baik
jenis pajak maupun strukturnya, (3) PTFI mendapat kebebasan pengaturan
manajemen dan operasi pertambangan, serta memperoleh kebebasan dalam
transaksi dalam valuta asing, dan (4) dalam KK Jilid II tidak ada satu pasal pun
yang secara eksplisit mengatur hak pemerintah Indonesia untuk mengakhiriKK
PTFI sewaktu-waktu, apabila telah melakukan pelanggaran hukum maupun
kontrak.12
Pemerintah mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan PTFI yaitu :
1) ketidakseimbangan pembagian hasil (revenue sharing),
2) ketidakseimbangan posisi tawar (bargaining position) pemerintah dengan
perusahaan dalam pembuatan kontrak,
3) terjadinya manipulasi, penyalahgunaan jabatan, dan korupsi dalam
pembuatan kontrak,
4) pergantian kekuasaan/rezim,
5) merusak lingkungan hidup,
6) keberatan masyarakat. 13
Selain itu KK PTFIdengan pemerintah Indonesia disebut banyak
merugikan pihak Indonesia. Potensi kerugian negara dari kontrak karya
pertambangan tersebut diperkirakan mencapai 10.000 triliun rupiah.14
Hasil
penelitian yang dirilis oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan
bahwa PTFI tidak melakukan pembayaran royalti sesuai dengan kesepakatan.
Akibatnya negara mengalami kerugian hingga mencapai 176,884 juta dolar
12 Ali Imron. “Analisis Terhadap Kekuatan Bargaining Position Pemerintah Indonesia Dalam Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia”, Jurnal Cakrawala Hukum, 2 (2013), 112. 13 Humas, “Catatan Atas Renegosiasi Kontrak” https://setkab.go.id/catatan-atas-renegosiasi-kontrak (30 Juli
2018) 14 Ibid.12, 111.
ASatau sekitar 1,591 triliun rupiah.15
Berdasarkan KKpemerintah Indonesia
dengan PTFI yang disepakati tahun 1967, PTFI membayar royalti kepada
pemerintah Indonesia hanya sebesar 1%. Padahal pemerintah Indonesia berdaulat
atas kekayaan alam yang dimiliki. Namun pembayaran royalti yang hanya sebesar
1% tidak relevan dengan tujuan pemerintah yang ingin menyejahterakan rakyat
Indonesia, terutama masyarakat Papua.Oleh karena itu pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah(PP) No. 9 tahun 2012 Tentang Jenis dan Tarif Penerimaan
Negara Bukan Pajak, royalti yang harus dibayarkan PTFI meningkat menjadi
3,75% untuk emas,3,25% untuk perak, dan 4% untuk tembaga16
walaupun
pembayaran royalti baru dibayarkan oleh PTFI tahun 2014.
Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh PTFI membuat kita sadar
bahwa KK antara pemerintah Indonesia dengan PTFI yang ditandatangani tahun
1967 sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, karena itu
Indonesia mengajukan Renegosiasi Kontrak Karya (KK) tahun 1967 kepada PTFI.
Renegosiasi KK merupakan satu-satunya solusi agar Indonesia berdaulat atas
sumber daya alam yang dimiliki.
Berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 atau lebih dikenal dengan UU Minerba
tahun 2009, pintu masuk bagi investor asing di Indonesia, khususnya investor
sektor pertambangan bukan lagi melalui KK tapi melalui perizinan. Sistem
perizinan yang digunakan membawa manfaat bagi pemerintah yaitu kedudukan
pemerintah Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan investor asing. Adanya
sistem baru ini diharapkan dapat menyejahterakan rakyat Indonesia sesuai amanat
UUD 1945 Pasal 33. Cara memperoleh izin tersebut dilakukan dengan cara lelang
dan dengan cara pengajuan permohonan. Perizinan yang dilakukan dengan cara
lelang ditujukan bagi kelompok mineral logam dan batubara, sedangkan untuk
mineral bukan logam dan batuan untuk memperoleh perizinannya dilakukan
dengan mengajukan permohonan.17
15Farodlilah, “Pemerintah Harus Renegosiasi Kontrak Freeport”, https://antikorupsi.org/id/news/pemerintah-harus-renegosiasi-kontrak-freeport-0 (30 September 2018) 16 Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 2012 Tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. 17 Ibid. 8, 144.
Pemerintah memastikan sampai sejauh ini belum ada persetujuan atas
perpanjangan KK PTFI. Pemerintah akan membahas masalah KK dengan PTFI
pada tahun 2019, atau sesuai ketentuan UU yaitu dua tahun sebelum berakhirnya
masa KK Freeport pada tahun 2021 mendatang. Selain itu apabila PTFI ingin
mengajukan perpanjangan izin usaha pertambangan, pemerintah mengajukan
syarat yaitu :18
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PTFI
akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa
Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PTFI sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional
Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu
pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PTFI.
3. PTFI membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter
selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada
2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih
besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang
didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk
PTFI.
Pemerintah mengungkapkan bahwa cadangan mineral di Papua sangat
tinggi. Saat tambang tersebut masih berbentuk gunung, biaya yang digunakan
untuk mengekplorasi lebih rendah dibandingkan kondisi saat ini yang berada
dibawah tanah, dimana proses ekplorasi lebih sulit dan biaya yang dibutuhkan
lebih mahal. Apabila PTFI ingin memperpanjang perizinan hingga 2041,
cadangan mineral di Papua terbukti melebihi sampai 2041, produksi diperkirakan
bisa sampai 2051, 2061 bahkan lebih lama lagi tergantung dari teknologi yang
digunakan. Setelah masa berakhirnya kontrak PTFI tahun 2021, yang menjadi
pertanyaan ialah apakah Indonesia mampu mengelola sektor pertambangan di
Papua. Jawaban yang pasti ialah proses ini butuh transisi, secara teknis
18 Tim Komunikasi ESDM, “3 Tahun Kinerja Sektor ESDM : Perundingan Pemerintah Dengan Freeport
Capai Kesepakatan Pokok”,https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/3-tahun-kinerja-sektor-
esdm-perundingan-pemerintah-dengan-freeport-capai-kesepakatan-pokok (diakses 8 Juli 2018)
engineering dan pengelolaan tambang di Papua/Mimika butuh transisi bila
Indonesia ingin mengelola sendiri tambang di Papua. Salah satu BUMN andalan
Indonesia dalam pengelolaan sektor tambang, khususnya emas yaitu PT Antam,
Tbk. Namun PT Antam sendiri tidak pernah mengelola tambang yang begitu
kompleks seperti di Papua. Bila Indonesia mengambil alih hal ini tanpa persiapan
yang sangat matang maka risiko kegagalan yang ditanggung amat besar. 19
Permasalahannya yaitu KK yang disetujui tahun 1967 kemudian
diperpanjang tahun 1991 hingga berakhir tahun 2021 banyak merugikan
kepentingan bangsa dan negara karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945. Padahal sila ke 5 Pancasila berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia” juga terkait dengan penyelenggaraan dan pengelolaan sumber daya
alam Indonesia demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu Pasal 33
UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Dengan demikian KK PTFI tidak sesuai dengan Pancasila
dan UUD 1945. Berdasarkan pernyataan tersebut menarik untuk dilakukan kajian
tentang Kontrak Karya PTFI sejak awal berlaku hingga proses renegosiasi
Kontrak Karya.
B. PEMBAHASAN
Pedoman awal yang digunakan negara Indonesia dalam sektor
pertambangan yaitu UU No. 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan - Ketentuan
Umum Pertambangan. Undang-undang ini menjadi awal pemberlakuan KK
pemerintah Indonesia dengan PTFI.
Kontrak Karya yang dilakukan pada dasarnya adalah kontrak konsensi
yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh perusahaan Freeport McMoran dan
dengan dilandasi dengan klausul yang disebut stabilization clauses, artinya bahwa
pertambangan/consesions agreement yang sudah ditandatangani hari ini oleh
pihak Freeport McMoran dan pemerintah Indonesia berdasarkan hukum positif
19 Tim Komunikasi ESDM,”Jonan Blak-Blakan Soal Deal Dengan
Freeport”,https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/wawancara-detikcom-jonan-blak-blakan-soal-
deal-dengan-freeport (8 Juli 2018)
yang berlaku hari ini dan tidak boleh diubah seenaknya oleh para pihak dalam
perjanjian, dan mengubahnya harus melewati proses negosiasi. Stabilisation
clauses tersebut pada perkembanganya menyebabkan berbagai persoalan, karena
hukum di Indonesia terus berkembang dan bunyi kesepakatan dalam KK sudah
tidak sesuai lagi dengan aturan perundang-undangan di Indonesia dan konsep
pengelolaan pertambangan untuk kemakmuran rakyat.20
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan satu-satunya perusahaan asing
yang mendapat izin usaha melakukan kegiatan penambangan di Papua serta
penjualan hasil pengolahan ke luar negeri. Beberapa ahli geologi menyatakan
mereka menemukan kandungan tembagaterbesar di pegunungan Jayawijayatahun
1936. Hingga akhirnya Forbes Wilson sebagai pemilik Freeport Amerika tertarik
dan melakukan ekspedisi untuk menemukan tambang tersebut.
Kontrak Karya (KK) merupakan perjanjian antara pemerintah Indonesia
dengan Freeport untuk menjalankan usaha pertambangan tembaga dan emas di
wilayah Papua. Dasar hukum yang digunakan saat itu adalah UU No. 1 tahun
1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 11 tahun 1967 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Umum Pertambangan. Pasal 8 UU No. 1 tahun 1967
menyatakan bahwa penanaman modal asing disektor pertambangan didasarkan
pada suatu kerjasama dengan pemerintah berdasarkan suatu kontrak karya atau
bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10
UU No. 11 tahun 1967 menyatakan pemerintah dapat menunjuk pihak lain
sebagai kontraktor dengan mengadakan perjanjian.
Perjanjian kontrak karya yang dilakukan antara pemerintah Indonesia
dengan PTFI tahun 1967 menunjukkan bahwa PTFI sebagai kontraktor
pemerintah disektor pertambangan yang beroperasi di wilayah Papua dengan
wilayah penambangan yang telah ditentukan. Artinya KK sebagai UU yang
mengikat sebagaimana asas pacta sun servanda yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh kedua belah pihak dengan syarat-syarat yang tercantum
20Hangga Willian Pangestu, “Kontrak Karya Freeport Dengan Pemerintah Indonesia”, (Makalah, Universitas
Jember, Jember, 2015), 146. http://willian.web.unej.ac.id/2015/12/26/kontrak-karya-freeport-dengan-
pemerintah-indonesia-sosiologi-ekonomi/
didalamnya. Masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Istilah Kontrak Karya (KK) merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
yaitu work of contract. Salim berpendapat bahwa KK merupakan suatu perjanjian
yang dibuat antara pemerintah Indonesia/pemerintah daerah
(provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing/kerjasama antara badan hukum
asing dengan badan hukum Indonesia untuk melakukan ekplorasi maupun
eksploitasi dalam bidang pertambangan umum selama waktu yang disepakati oleh
kedua belah pihak. Terhadap kontrak karya berlaku asas kebebasan berkontrak,
asas kekuatan mengikatnya kontrak (pacta sun servanda), asas konsensualisme,
dan asas itikad baik selaku asas-asas hukum kontrak yang pokok.21
Perjalanan KK PTFI dengan pemerintah Indonesia dimulai tahun 1967
dengan ditemukannya tambang Eastberg hingga KK tahap II tahun 1991 dapat
dijelaskan pada gambar di bawah ini :
Gambar 1
Kontrak Karya PTFI
Sumber : PTFI, “Dari Hulu Hingga Ke Hilir Edisi Khusus”, BeritaKita
Media Komunikasi Komunitas Freeport Indonesia, Maret 2014, 7.
1. Dampak Renegosiasi Kontrak Terhadap Kedaulatan NKRI
Dalam industri pertambangan, renegosiasi kontrak lazim dilakukan.
Beberapa negara yang pernah melaksanakannya antara lain Chili, Kongo,
Liberia, Ekuador, Venezuela, Tanzania, dan Peru. Renegosiasi menjadi lazim
karena panjangnya jangka waktu kontrak sehingga rentan terhadap perubahan
kondisi politik, ekonomi, dan perkembangan teknologi. Permintaan renegosiasi
21 Ibid.1, 3.
19
3
9
0
+10 tahun +10 tahun
1960 Freeport berhasil
menemukan tambang Eastberg
1967 Kontrak Karya I
1988 Tambang Grasberg
ditemukan
1991 Kontrak Karya II
2021 2031 2041
30 tahun Perpanjangan 2x10 tahun
umumnya diajukan oleh pemerintah tempat kegiatan pertambangan berada dan
hanya sedikit permintaan yang diajukan oleh perusahaan. Salah satu negara
yang berhasil melakukan renegosiasi kontrak ialah Tanzania. Pemerintah
Tanzania yang baru terbentuk mengusulkan renegosiasi dengan perusahaan
operator pertambangan Anglogold. Pemerintah menarik semua konsesi dan
melakukan renegosiasi semua kontrak pertambangan lama. Keduanya
menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak.Contoh
renegosiasi yang sedang dan telah berlangsung saat ini yaitu antara Pemerintah
Indonesia dengan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.22
Menurut Sornarajah dalam Redi, dalam suatu keadaan fundamental
yang memerlukan keseimbangan kewajiban para pihak dapat dimungkinkan
untuk dilakukan renegosiasi kontrak. Walau pada dasarnya terdapat prinsip
pacta sunt servanda dalam kontrak, namun renegosiasi merupakan hal yang
logis sebagai suatu teknik untuk menghindari perselisihan serta untuk
memastikan bahwa hubungan tetap layak dalam konteks situasi yang telah
berubah, terutama pada kontrak yang masa berlakunya sangat panjang (long
term contract), sehingga perubahan situasi dan kondisi secara kontekstual
memungkinkan para pihak yang menandatangani kontak untuk melihat kembali
hal-hal yang telah disepakati.23
Renegosiasi kontrak merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam
memutus siklus ketidakadilan PTFI pada penjanjian KK. Renegosiasi dimulai
sejak disahkannya UU No. 4 Tahun 2009 atau yang lebih dikenal dengan UU
Minerba tahun 2009. Renegosiasi KK yang dilakukan pemerintah Indonesia
dengan PTFI yaitu mengubah status KK menjadi Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK). Perubahan status ini diperlukan menyusul penetapan
PermenESDM No. 5 tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Peraturan Menteri ini mengatur perusahaan tambang pemegang KK harus
22 Humas, “Catatan Atas Renegosiasi Kontrak”, https://setkab.go.id/catatan-atas-renegosiasi-kontrak/ (30 Juli
2018) 23Jimly Assidiqie, ”Peran Konstitusional Keadilan Sosial”, Makalah, Malang, 12 April 2011,
http://www.jimly.com/makalah/namafile/151/PESAN_KEADILAN_SOSIAL.pdf
mengubah status kontraknya menjadi IUPK agar dapat mengekspor konsentrat
(mineral yang sudah diolah tapi belum sempat tahap pemurnian). Selain itu
berdasarkan Pasal 112 ayat (1) UU No.4 tahun 2009, dan Pasal 97 pada PP No.
1 tahun 2017 menyatakan pemegang IUPK setelah lima tahun beroperasi wajib
melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh
paling sedikit 51% sahamnya dimiliki peserta Indonesia.
Kenyataannya saham yang seharusnya sudah dimiliki oleh pemerintah
sejak tahun 2010 sebesar 20% tetapi sampai tahun 2017 pemerintah hanya
memperoleh 9,36%.24
Tahun 2018 pemerintah Indonesia berhasil mendapatkan
divestasi saham 51% dari PTFI. Mekanisme pembelian saham divestasi
tersebut yaitu pemerintah membeli saham dari participating interest Rio Tinto
sebesar 40% yang akan dikonfersi menjadi saham, saham PT Freeport
McMoran yang ada di PT Indocopper sebesar 9,36%, dan saham milik
pemerintah Indonesia sendiri sebesar 9,36%, sehingga kepemilikan saham
Indonesia atas PTFI mencapai 51%. Kepemilikan saham Indonesia atas PTFI
didivestasikan melalui perusahaan induk BUMN sektor pertambangan yakni
PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Tbk, yang mana pemerintah
daerah Papua akan akan memperoleh 10% dari total saham Freeport yang
berada di PT INALUM, Tbk.
Pada tahun 2017 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
No. 5 tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Pasal 17 Ayat (2)
Permen ESDM No. 5 tahun 2017 menyebutkan bahwa
“Pemegang Kontrak Karya Mineral Logam dapat melakukan penjualan
hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama 5
(lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini setelah melakukan
perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi IUPK
Operasi Produksi dan membayar bea keluar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan serta memenuhi batasan minimum
pengolahan.....”.25
24 Ibid.8, 140 25 Pasal 17 Ayat (2) Permen ESDM No.5 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui
Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri
Dalam Pasal 17 tersebut di jelaskan bahwa jika PTFI ingin melakukan
penjualan hasil pengolahan ke luar negeri maka harus mengajukan perubahan
status dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Selama
proses renegosiasi KK, terdapat 6 poin yang harus dibahas, yakni (1) luas
wilayah kerja, (2) kelanjutan operasi pertambangan, (3) penerimaan Negara,
(4) kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam negeri, (5) kewajiban
divestasi, serta (6) penggunaan tenaga kerja lokal, barang, dan jasa
pertambangan dalam negeri.26
Keenam poin tersebut ternyata disetujui oleh PTFI di tahun 2017.
Berdasarkan siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) No. 00115.Pers/04/SJI/2017 tanggal 27 Agustus 2017, serangkaian
perundingan dan negosiasi yang berat dan ketat, akhirnya pemerintah Indonesia
dan PTFI telah mencapai kesepakatan final yaitu : 27
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT
Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan
Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu
pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport
Indonesia.
3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian
atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus
selesai pada 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas penerimaan negara. Penerimaan negara secara agregat lebih
besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini, yang didukung
dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT
Freeport Indonesia.
26 Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, Cetakan Pertama, (Jakarta: Gramata Publising, 2014), 89. 27 Tim Komunikasi ESDM, “Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia”
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kesepakatan-final-perundingan-antara-pemerintah-dan-
pt-freeport-indonesia (8 Juli 2018)
5. Setelah PT Freeport Indonesia menyepakati 4 poin di atas, sebagaimana
diatur dalam IUPK maka PT Freeport Indonesia akan mendapatkan
perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041.
Namun yang perlu dicermati yaitu Pasal 169 huruf (a) UU No.4 tahun
2009 menyatakan bahwa “Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang
ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya
kontrak/perjanjian”28
. Ini artinya kontrak karya pemerintah Indonesia dengan
PTFI yang disepakati tahun 1967 tetap berlaku sampai berakhirnya masa
kontrak karya tahun 2021.
Skema IUPK memiliki perbedaan mendasar dibandingkan dengan
skema KK. Berdasarkan skema KK, posisi pemerintah Indonesia dianggap
setara dengan PTFI layaknya kesetaraan para pihak dalam suatu perjanjian. Hal
demikian merupakan prinsip mendasar hukum kontrak yang berlaku secara
universal. Namun dalam skema IUPK memposisikan kedudukan Pemerintah
Indonesia sebagai pihak pemberi izin. Posisi pemerintah selaku pemberi izin
khusus tentu berimplikasi kepada „menurunnya‟ posisi tawar Freeport.29
Tanggal 21 Desember 2018, holding industri pertambangan PT
INALUM (Persero), Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, akhirnya
telah resmi terjadi pengalihan saham mayoritas (divestasi) PT Freeport
Indonesia (PTFI) kepada INALUM.Resminya pengalihan saham tersebut
ditandai dengan proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan
Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK)
PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991
dengan masa berlaku hingga 2021. Dengan terbitnya IUPK ini, maka PTFI
akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan
mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta
mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi. PTFI juga akan membangun pabrik
peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun. Terkait dengan pengalihan
28 Pasal 169 huruf (a) UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara 29Ibid.1, 44.
saham, INALUM telah membayar US$ 3,85 miliar kepada Freeport McMoRan
Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak
partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan INALUM meningkat dari
9,36% menjadi 51,23%. Kepemilikan 51,23% tersebut nantinya akan terdiri
dari 41,23% untuk INALUM dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua.
Tuntasnya proses divestasi telah membuktikan ke dunia internasional bahwa
Indonesia tetap mematuhi konstitusi yang mengamanatkan pengelolaan sumber
daya alam yang mandiri tanpa harus memaksakan kehendak dan
menasionalisasi kepemilikan asing.30
C. PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah sektor pertambangan di Indonesia begitu panjang dan
komplek.Indonesia memiliki salah satu tambang tembaga dan emas terbesar
didunia yang dikuasai oleh investor asing salah satunya Freeport McMooran asal
Amerika. Freeport McMooran membuka cabang bisnis di Indonesia yang diberi
nama PT Freeport Indonesia (PTFI). Pemerintah Indoneia melakukan perjanjian
kontrak dengan PTFI dalam bentuk Kontrak Karya (KK) sejak tahun 1967 hingga
2019 dan PTFI dapat melakukan perpanjangan kontrak selama 2x10 tahun
sehingga KK PTFI akan berakhir tahun 2041.
Perjanjian KK yang begitu lama membuat Indonesia dirugikan selama
berpuluh-puluh tahun.Banyak isi kontrak yang dilanggar maupun kewajiban yang
tidak dilaksanakan oleh PTFI. Salah satunya yaitu kepemilikan saham pemerintah
Indonesia di PTFI sangat kecil. Alasan inilah yang membuat pemerintah
Indonesia mengajukan renegosiasi kontrak kepada PTFI. Dilatarbelakangi oleh
UU No.4 Tahun 2009 dan Permen. ESDM No. 5 Tahun 2017, salah satu syarat
yang diminta pemerintah bila PTFI ingin melanjutkan operasi pertambangandan
penjualan hasil pengolahan tambang ke luar negeri yaitu mengubah KK menjadi
IUPK, divestasi saham 51%, dan membangun smelter di dalam negeri. Pada tahun
30
Tim Komunikasi ESDM,”Proses Divestasi Freeport Tuntas, Kontrak Karya Freeport berubah menjadi
IUPK”, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/proses-divestasi-freeport-tuntas-kontrak-karya-
freeport-berubah-menjadi-iupk (14 Januari 2019)
2018, PTFI menyetujui syarat tersebut, sehinggastatus kontrak PTFI sudah bukan
lagi berdasar KK, namun menggunakan IUPK. Selain itu pemerintah melalui PT
INALUM Tbk resmi memperoleh saham PTFI sebesar 51% dan 10% saham
tersebut diberikan kepada Pemerintah Provinsi Papua. Hal ini tentunya menjadi
semangat baru bagi Indonesia untuk dapat mengelola sumber daya alam secara
profesional dan kompeten agar tidak terjadi salah kelola di kemudian hari.
Tahun 2018, sektor pertambangan di Indonesia tidak lagi menggunakan
skema kontrak (Kontrak Karya) tapi menggunakan skema perizinan (Izin
Pertambangan Rakyat, Kuasa Pertambangan (KP), Izin Usaha Pertambangan
(IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)). Dengan demikian semua
investor yang berminat berinvestasi di sektor pertambangan Indonesia harus patuh
pada kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia. Hal ini bertujuan
agar kesejahteraan rakyat Indonesia terlindungi serta kekayaan alam Indonesia
hanya dimanfaatkan untuk sebesar-sebesarnya kesejahteraan rakyat seperti amanat
UUD 1945 pasal 33.
Jika melihat ulang sejarah Indonesia, KK Freeport merupakan Penanaman
Modal Asing (PMA) pertama bagi Indonesia yang saat itu baru diakui
kemerdekaannya oleh Belanda dan berusaha keluar dari krisis ekonomi pasca
pertempuran kemerdekaan tahun 1960-an. Untuk menjalankan perekonomian,
Indonesia bergantung pada bantuan luar negeri. Namun saat ini, Indonesia
memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang terus membaik setiap tahunnya.
Hal itu membuat Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang
diperhitungkan oleh dunia internasional. Oleh karena itu,saat ini Indonesia
memiliki posisi tawar yang lebih baik dibandingkan tahun 1990-an.
Berhasilnya usaha pemerintah dalam mengubah KK menjadi IUPK
merupakan tekad pemerintah dalam memenuhi amanat Pancasila dan UUD 1945.
Tuntasnya proses divestasi telah membuktikan ke dunia internasional bahwa
Indonesia tetap mematuhi konstitusi yang mengamanatkan pengelolaan sumber
daya alam yang mandiri tanpa harus memaksakan kehendak dan menasionalisasi
kepemilikan asing.
Kontrak Karya yang disepakati pemerintah dengan PTFI merupakan
perjanjian kerjasama yang komplek, yang mana hal itu merupakan hasil pemikiran
matang para pemimpin bangsa saat itu. Walaupun butuh proses lama, namun
secara bertahap dan terukur, Indonesia perlu menguasai kemampuan teknologi
serta mempersiapkan kemampuan ekonomi untuk dapat mengelola sendiri
kekayaan alam yang dimiliki untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Perundingan dengan Freeport bukan hanya soal divestasi saham, namun
permasalahan yang lebih komplek seperti pajak dan royalti, keselamatan
lingkungan serta transfer teknologi, yang membuat Indonesia harus terus
membenahi diri agar kemakmuran rakyat dijadikan pengingat oleh pemerintah
untuk menjadi negara maju tanpa mengabaikan prinsip keadilan masyarakat
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta : Penerbit Buku
Kompas.
Assidiqie, Jimly. 12 April 2011. ”Peran Konstitusional Keadilan Sosial”.
Makalah.
Malang,http://www.jimly.com/makalah/namafile/151/PESAN_KEADIL
AN_SOSIAL.pdf
Farodlilah, “Pemerintah Harus Renegosiasi Kontrak Freeport”,
https://antikorupsi.org/id/news/ pemerintah-harus-renegosiasi-kontrak-
freeport-0 (30 September 2018)
Fer, “Divestasi Jadi Momentum”, Kompas, 26 September 2018.
H.S., Salim. 2008. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta : Rajawali
Press.
Humas, “Catatan Atas Renegosiasi Kontrak” https://setkab.go.id/catatan-atas-
renegosiasi-kontrak/ (30 Juli 2018)
Imron, Ali. 2013. “Analisis Terhadap Kekuatan Bargaining Position
Pemerintah Indonesia Dalam Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia”.
Jurnal Cakrawala Hukum. Vol. 18, No. 2.
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara
Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2012 Tentang Jenis dan Tarif
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.5 Tahun 2017 Tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral di Dalam Negeri
Indonesia Commercial News Letter Februari 2011, “Industri Pertambangan
Logam di Indonesia” http://www.datacon.co.id/Logam-
2011ProfilIndustri.html (9 Agustus 2018)
Imron, Ali. 2013. “Analisis Terhadap Kekuatan Bargaining Position
Pemerintah Indonesia Dalam Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia”.
Jurnal Cakrawala Hukum. Vol. 18, No. 2.
Karina, Jesi. 2012. “Hubungan Asas Pacta Sunt Servanda Dengan Kewajiban
Negosiasi Ulang Royalti Pada Kontrak Pertambangan (Studi Kasus:
Kontrak Karya PT Freeport Indonesia Company)”. Skripsi. Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Nefi, Arman., dkk. 2018 “Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya PT Freeport
Indonesia Pasca Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara”. Jurnal Hukum dan Pembangunan,
Vol. 48, No.1.
Pangestu, Hangga Willian. 2015. “Kontrak Karya Freeport Dengan Pemerintah
Indonesia”. Makalah, Universitas Jember, Jember :
http://willian.web.unej.ac.id/2015/12/26/ kontrak-karya-freeport-dengan-
pemerintah-indonesia-sosiologi-ekonomi/ (30 September 2018)
PTFI, “Dari Hulu Hingga Ke Hilir Edisi Khusus”, BeritaKita Media
Komunikasi Komunitas Freeport Indonesia, Maret 2014.
Rahadiyan, Inda dan Savira, Karina Amanda. 2017. “Menimbang Posisi
Indonesia Dalam Kontrak Karya Freeport (Problematika Hukum-Sosial
Serta Kemungkinan Solusinya)”. Jurnal Defendonesia, Vol.3, No.1.
Redi, Ahmad. 2014. Hukum Pertambangan, Cetakan Pertama. Jakarta:
Gramata Publising.
Sutedi, Adrian.2011. Hukum Pertambangan. Jakarta : Sinar Grafika.
Tim Komunikasi ESDM, “3 Tahun Kinerja Sektor ESDM : Perundingan
Pemerintah Dengan Freeport Capai Kesepakatan Pokok”,
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/3-tahun-kinerja-
sektor-esdm-perundingan-pemerintah-dengan-freeport-capai-
kesepakatan-pokok (8 Juli 2018)
Tim Komunikasi ESDM,”Jonan Blak-Blakan Soal Deal Dengan Freeport”,
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/wawancara-
detikcom-jonan-blak-blakan-soal-deal-dengan-freeport (8 Juli 2018)
Tim Komunikasi ESDM, “Kesepakatan Final Perundingan Antara Pemerintah
dan PT Freeport Indonesia”.https://www.esdm.go.id/id/media-
center/arsip-berita/kesepakatan-final-perundingan-antara-pemerintah-
dan-pt-freeport-indonesia(8 Juli 2018)
Tim Komunikasi ESDM,”Proses Divestasi Freeport Tuntas, Kontrak Karya
Freeport berubah menjadi IUPK”, https://www.esdm.go.id/id/media-
center/arsip-berita/proses-divestasi-freeport-tuntas-kontrak-karya-
freeport-berubah-menjadi-iupk (14 Januari 2019)