makalah co dan co2

Upload: awaluddin-iwan-perdana

Post on 30-Oct-2015

622 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

toksikologi

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB 1

    KIMIA ATMOSFER

    Kimia Atmosfer merupakan semua reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada

    atmosfer bumi. Atmosfer sendiri terdiri dari lapisan tipis atas campuran gas-gas yang

    mengelilingi permukaan bumi. Gas-gas tersebut diantaranya 78,1% Nitrogen, 21% Oksigen,

    0,9% Argon, dan 0,03% Karbondioksida. Umumnya udara mengandung 1-3% uap air dan

    beberapa lainnya merupakan gas buangan di bawah 0,002% seperti Ne, He, CH3, Cr, NO, Xe,

    SO2, O3, NO2, NH3, dan CO2.

    Melalui gambar di atas, dapat diketahui tingkat lapisan-lapisan atmosfer bumi pada

    ketinggian tertentu berdasarkan perbedaan temperaturnya. Selain itu, dapat ditemukan pula

  • 2

    beberapa reaksi yang terjadi pada setiap tingkatan atmosfer beserta spesies yang dipengaruhi

    oleh fotoreaksi.

    Menurut prinsip Lee Chateleur, stratifikasi pada masing-masing tingkatan mampu

    menjelaskan perbedaan sifat fisik dan kimia pada tiap lapisan atmosfer.

    Troposfer: bila h, P, dan T, maka reaksi cenderung eksotermis dan katabolisme.

    Stratosfer: bila h, P, dan T, maka reaksi endotermis dan katabolisme.

    Mesosfer: bila h, P, dan T, maka reaksi menjadi lebih sulit dengan makin

    jarangnya terdapat tumbukan antar molekul.

    Termosfer: bila h, P, dan T, maka reaksi semakin sulit terjadi.

    Proses kimia atmosfer melibatkan partikel padat dan cair dalam fase aerosol

    (awan) sebagai sumber dan buangan untuk spesies fase gas, tempat terjadinya reaksi padatan

    pada permukaan, serta sebagai kumpulan dari reaksi fase cair.

    Reaksi Fotokimia merupakan reaksi kimia sebagai akibat dari penyerapan foton

    cahaya oleh spesies kimia, khususnya radiasi ultraviolet dari matahari untuk mengoksidasi

    komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen. Reaksi ini dapat terjadi pada

    suhu/energi yang lebih rendah bila ditambahkan katalis di dalamnya. Nitrogen dioksida

    (NO2) merupakan salah satu spesies aktif secara fotokimia yang ditemukan pada atmosfer

    tercema dan berperan penting dalam proses terbentuknya smog (kabut). NO2 dapat menyerap

    cahaya energi hv yang menghasilkan molekul elektronik tereksitasi yang bersifat sangat

    radikal (NO2*). Reaksinya dapat dilihat sebagai berikut:

  • 3

    Beberapa reaksi fotokimia yang terjadi di atmosfer ditunjukkan sebagai berikut:

    1. Pelepasan energi ke molekul atau atom lain melalui proses physical-quenching yang diikuti

    oleh pemancaran energi sebagai panas

    O2* + M O2 + M

    2. Disosiasi molekul yang tereksitasi

    O2* O + O

    3. Transfer energi inter-molekuler

    O2* + Na O2 + Na*

    4. Transfer energi intra-molekuler

    XY* XY^ (kondisi tereksitasi yang lain dari molekul yang sama)

    5. Isomerisasi spontan; nitrobenzaldehid menjadi asam nitroso-benzoat

    6. Fotoionisasi dengan hilangnya elektron

    N2* N2+ + e-

    Energi inframerah yang diserap oleh molekul-molekul di udara pada akhirnya dilepaskan

    sebagai panas yang mengakibatkan meningkatnya suhu udara.

    7. Reaksi langsung dengan molekul lainnya

    O2* + O3 2 O2 + O

    8. Luminescence ialah hilangnya energi karena adanya emisi radiasi elektromagnetik

    NO2* NO2 + hv (berperan dalam proses pembentukan smog)

  • 4

    Di atmosfer terdapat ion dan radikal dalam jumlah yang banyak. Pada lapisan

    atmosfer bagian atas, baik ion positif maupun ion negatifnya bersifat stabil karena seperti

    yang disebutkan pada prinsip Lee Chateleur bahwa semakin tinggi suatu lapisan tersebut,

    maka tekanan yang ada menjadi semakin rendah sehingga tumbukan antar molekul ion

    ataupun radikal menjadi jarang dan bahkan sulit terjadi. Salah satu penyebab suatu molekul

    ataupun atom menjadi sangat radikal diakibatkan oleh reaksi terhadap cahaya ultraviolet

    dengan intensitas tinggi. Pada lapisan troposfer, terbentuk pula ion-ion dari fenomena

    gesekan titik-titik air dan kompresi selama presipitasi akibat fenomena turunnya massa udara

    dingin maupun adanya angin panas yang kuat (Fenomena Foehn/Sharav/Santa Ana).

  • 5

    BAB 2

    EMISI GAS KARBONMONOKSIDA

    2.1 Pendahuluan

    Keracunan gas karbon monoksida (Carbon Monoxide)/gas CO [kode penyakit T.

    58 ICD-10 tahun 1992] menyebabkan hipoksia jaringan tubuh sehingga membahayakan

    kesehatan manusia. Kejadian ini pertama kali dilaporkan oleh Claude Bernard. Di Amerika

    Serikat, gas CO merupakan penyebab tersering keracunan di dunia industri. Diperkirakan

    terjadi 3500-3800 kematian dan 10.000 kematian akibat keracunan gas CO setiap tahunnya.

    Gas CO dihasilkan dari proses pembakaran tidak sem purna bahan organik, baik

    dalam alur pengolahan hasil jadi industri/occupational, ataupun proses di alam lingkungan/

    environment. Industri menyumbang kira-kira 20% dari total gas CO yang ada, antara lain dari

    gas emisi mesin pembakar dalam (internal engine) yang menggunakan bahan bakar

    berkarbon, dari peleburan baja dan besi, generator disel. Sedangkan dari lingkungan berasal

    dari asap rokok (kira-kira 4% dari total gas CO di udara), asap knalpot mobil di jalan raya

    yang sibuk dan peristiwa kebakaran.

    Gejala klinis awal keracunan gas CO tidak khas, menyerupai banyak gejala

    penyakit lain, seperti sakit kepala, mual dan pening, gejala seperti flu kadang pula didiagnosis

    sebagai sindrom viral. Karena itu lebih banyak kasus tidak dilaporkan akibat tidak

    dikenali/tidak terdiagnosis dibandingkan yang berhasil ditangani.

    Dengan kejadian seperti di atas maka adalah kewajiban dokter ahli okupasi di

    Indonesia untuk mampu mengenali dan menangani keracunan gas CO, mengingat dampak

    buruknya bagi kesehatan pekerja yang dapat menurunkan produktivitas produksi.

  • 6

    2.2 Karakteristik gas CO

    Gas tidak berwarna, tidak berbau; merupakan salah satu gas pencemar udara

    penting di lapisan bawah atmosfer. Keberadaannya dilingkungan bekerja tidak segera

    diketahui karena sifat tersebut. Bila terdapat dalam jumlah konsentrasi cukup besar, gas ini

    akan bersifat racun (Chemical asphy-xiant).

    Selain dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna di luar tubuh, gas CO juga

    dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5%)(4,5) dari katabolisme normal cincin

    protoporfirin hemoglobin di dalam tubuh dan tidak toksik bagi tubuh.

    Gambar 1. Proses pembakaran yang menghasilkan gas CO(1).

    Dikutip dari : School of Medicine. Carbon Monoxide Head Quarter, 1999.

    Molekul CO memiliki panjang ikat 0,1128 nm. Perbedaan muatan formal dan

    elektronegativitas saling meniadakan, sehingga terdapat momen dipol yang kecil dengan

    kutub negatif di atom karbon walaupun oksigen memiliki elektronegativitas yang lebih besar.

    Alasannya adalah orbital molekul yang terpenuhi paling tinggi memiliki energi yang lebih

  • 7

    dekat dengan orbital p karbon, yang berarti bahwa terdapat rapatan elektron yang lebih besar

    dekat karbon. Selain itu, elektronegativitas karbon yang lebih rendah menghasilkan awan

    elektron yang lebih baur, sehingga menambah momen dipol. Ini juga merupakan alasan

    mengapa kebanyakan reaksi kimia yang melibatkan karbon monoksida terjadi pada atom

    karbon, dan bukannya pada atom oksigen.

    Panjang ikatan molekul karbon monoksida sesuai dengan ikatan rangkap tiga

    parsialnya. Molekul ini memiliki momen dipol ikatan yang kecil dan dapat diwakili dengan

    tiga struktur resonansi:

    Resonans paling kiri adalah bentuk yang paling penting. Hal ini diilustrasikan

    dengan reaktivitas karbon monoksida yang bereaksi dengan karbokation.

    Dinitrogen bersifat isoelektronik terhadap karbon monoksida. Hal ini berarti

    bahwa molekul-molekul ini memiliki jumlah elektron dan ikatan yang mirip satu sama

    lainnya. Sifat-sifat fisika antara N2 dan CO sangat mirip, walaupun CO lebih reaktif.

    2.3. Sumber Karbonmonoksida

    Karbon monoksida dapat terjadi di berbagai lingkungan, baik secara alamiah dan buatan

    (artifisial). Konsentrasi gas karbon monoksida berikut dalam ppm dapat ditemui dari:

  • 8

    Gambar 2 : Karbon monoksida global dari MOPITT tahun 2000

    Karbon monoksida, walaupun dianggap sebagai polutan, telah lama ada di

    atmosfer sebagai hasil produk dari aktivitas gunung berapi. Ia larut dalam lahar gunung

    berapi pada tekanan yang tinggi di dalam mantel bumi. Kandungan karbon monoksida dalam

    gas gunung berapi bervariasi dari kurang dari 0,01% sampai sebanyak 2% bergantung pada

    gunung berapi tersebut. Oleh karena sumber alami karbon monoksida bervariasi dari tahun ke

    tahun, sangatlah sulit untuk secara akurat menghitung emisi alami gas tersebut.

  • 9

    Karbon monoksida memiliki efek radiative forcing secara tidak langsung dengan

    menaikkan konsentrasi metana dan ozon troposfer melalui reaksi kimia dengan konstituen

    atmosfer lainnya (misalnya radikal hidroksil OH-) yang sebenarnya akan melenyapkan

    metana dan ozon. Dengan proses alami di atmosfer, karbon monoksida pada akhirnya akan

    teroksidasi menjadi karbon dioksida. Konsentrasi karbon monoksida memiliki jangka waktu

    pendek di atmosfer.

    CO antropogenik dari emisi automobil dan industri memberikan kontribusi pada

    efek rumah kaca dan pemanasan global. Di daerah perkotaan, karbon monoksida, bersama

    dengan aldehida, bereaksi secara fotokimia, meghasilkan radikal peroksi. Radikal peroksi

    bereaksi dengan nitrogen oksida dan meningkatkan rasio NO2 terhadap NO, sehingga

    mengurangi jumlah NO yang tersedia untuk bereaksi dengan ozon. Karbon monoksida juga

    merupakan konstituen dari asap rokok.

    2.4. Patofisiologi keracunan gas CO

    Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveoli, terus masuk ke aliran

    darah. Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat

    oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Ikatan

    COHb bersifat dapat pulih/reversible.

    Mekanisme kerja gas CO di dalam darah:

    1. Segera bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan ikatannya

    200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen. Akibatnya, oksigen terdesak dan lepas

    dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh darah ke jaringan tubuh berkurang,

    timbul hipoksia jaringan.

  • 10

    2. COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva penguraian HbO2

    bergeser kekiri (Haldane effect). Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen

    dari darah ke jaringan tubuh.

    Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya

    metabolisme rantai pernafasan mitokondria, menghambat komplek enzim sitokrom oksidase

    a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan Adenosine Tri Posfat (ATP)

    berkurang. Ekskresi gas CO terutama melalui respirasi, dimetabolisme menjadi karbon

    dioksida (CO2), tidak lebih dari 1%.

    Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu

    kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia

    jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran

    menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara

    dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%. Penurunan fraksi oksigen yang

    diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia.

    Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi

    oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler.

    Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling

    terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.

    Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat

    dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan

    radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.

    Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh

    gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang

    menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat

  • 11

    daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat

    hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun.

    CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin yang

    menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia jaringan.Keadaan

    klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan kegagalan respirasi di

    tingkat seluler. CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih lemah

    dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian

    mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan inflamasi

    di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan terapi hiperbarik

    oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk

    demyelisasi substansia alba. Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal.

    Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide dari

    platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada konsentrasi 100

    ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri.

    CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan

    adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 90

    menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100%

    dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.

    a) Batas pajanan gas CO dalam 8 jam kerja/hari atau 48 jam/minggu.

    Permissive Exposure Limit (PEL) OSHA : 35 ppm TWA

    Recommended Exposure Limit (REL) NIOSH : 50 ppm TWA

    Treshold Limit Value (TLV) ACGIH : 25 ppm TWA

    Menurut OSHA di Amerika Serikat, pekerja dapat mentoleransi pajanan hingga

    100 ppm/8 jam/hari. Protokol HOME, menyebutkan bila terpajan > 36 ppm/8 jam/hari sudah

  • 12

    harus dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja. Semua pintu dan tempat bekerja harus

    dibuka.

    Pembentukan COHb menyebabkan Hb mengikat oksigen lebih ketat. Kurva penguraian

    oksigen bergeser kekiri, berarti tekanan oksigen jaringan berada pada tingkat terendah.

    Tekanan oksigen menggambarkan jumlah oksigen di dalam jaringan.

    Tabel 1. Efek pajanan gas CO(7)

  • 13

    Dikutip dari: Cardiovascular Disorders. Occupational Disorders by System. Theriault GP.

    In: Occupational Health Recognizing Preventing Work-related Disease. 1995. p.565.

    b) Pekerjaan risiko tinggi terpajan gas CO.

    1. Operator peleburan/tungku api.

    2. Pekerja bengkel.

    3. Anggota Pemadam Kebakaran yang telah selesai memadamkan kebakaran.

    4. Pekerja yang menggunakan bahan pelarut Metil Klorida, di pengolahan kayu furniture,

    pabrik fiber sintetis, plastik,pembuatan film foto, bahan cat. Bila terpajan secara inhalasi akan

    dimetabolisme di hepar menjadi gas CO.

    5. Polisi lalu lintas di jalan raya yang padat akibat gas buangan knalpot motor dan mobil.

    2.5. Dampak bagi Manusia

    Darah normal mengandung 20 vol % oksigen, sebesar 18 vol % mengikat

    hemoglobin dan 2 vol % larut di dalam plasma. Dari 18 vol % oksigen tersebut, otak/sistim

    neurologi menerima bagian 6,1 vol % dan jantung/sistim kardiovaskular mendapat 11,0 vol

    % oksigen. Sehingga pada keracunan gas CO yang menyebabkan hipoksia jaringan, kedua

    sistim organ ini terganggu lebih awal dan menerima dampak buruk yang berat. Gejala klinik

    yang timbul, tergantung derajat pajanan gas CO, aktivitas fisik saat menerima pajanan dan

    kondisi kesehatan pekerja sebelumnya.

    1) Gangguan Kardio-Vaskuler.

    Patogenesis

    Gas CO yang berada di jaringan ekstravaskuler (10-15%) mengikat mioglobin,

    sitokrom P 450 dan enzim sitokrom oksidase a3 mitokondria miokardium menyebabkan hasil

    oksidasi mitokondria berupa ATP (Adenosin Tri Posfat) berkurang. ATP merupakan bahan

    sangat penting bagi aktivitas neuron dan miokardium, sehingga daya kontraktil miokardium

  • 14

    menurun, terjadi hipotensi, aritmia ventrikuler dan dapat terjadi mati mendadak (sudden

    death).

    Pada keadaan normal, miokardium menghasilkan asam piruvat dan asam laktat

    sebagai hasil oksidasi sirkulasi koroner. Bila kadar COHb mencapai 10%, miokardium gagal

    melepas kedua asam ini karena daya kontraktil menurun, sebagai akibat gangguan produksi

    ATP, terjadi asidosis laktat.

    Pada saat hipoksia jaringan tubuh, jantung harus lebih banyak memasok darah

    dengan meningkatkan denyut dan curah jantung (cardiac output). Arteri koroner harus lebih

    banyak mengirim oksigen ke jantung, mengurangi kebutuhan otak sehingga otak dapat

    mengalami iskemi serebelum.

    Pekerja penderita penyakit koroner (CAD) akan lebih cepat mengalami hipoksia,

    lebih mudah mengalami serangan angina, terjadi peningkatan depresi gelombang ST walau

    dengan pajanan dosis rendah gas CO. Efek hemodinamik beragam, tersering adalah takikardi

    dan hipotensi. Infarkmiokard dapat terjadi bila saat terpajan gas CO sedang bekerja berat.

    Kardiomiopati dengan pembesaran jantung dan Congestive Heart Failure (CHF) sering

    dialami pekerja yang menerima pajanan kronis gas CO berkonsentrasi lebih dari 30%.

  • 15

    Gambar 3. Akibat pajanan gas CO pada sistim Kardio-vaskuler

    Dikutip dari: Cardiovascular Toxicology. In: Occupational & Environmental Medicine. J.

    LaDou (editor), 1997. P. 331.

    2) Komplikasi Neurologi.

    Otak sangat peka dengan keracunan gas CO, karena menyebabkan hipoksia

    serebral. Kerusakan otak terlokalisir, yaitu pada daerah gray matter, globus pallidus basal

    ganglia, hippocampus, white matter,substansia nigra dan cortex. Lesi white matter berupa

    demielinisasi, akibatnya pengiriman besi nonheme dari aksonal terganggu, terjadilah

    penumpukan besi di talamus, putamen dan kauda.

    Patogenesis

  • 16

    Keracunan gas CO pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan Parkinsonisme,

    yaitu gejala mirip penyakit Parkinson, yaitu terjadi tremor, kekakuan, bradikinesia dan cara

    berjalan yang tidak stabil. Teori terjadinya adalah akibat terganggunya sel output, sejenis sel

    di dalam globus pallidus basal ganglia, terjadi hiper intensitas simetri bilateral pada globus

    pallidus akibat hipoksia atau kekurangan energi pada basal ganglia dan terjadi hispotensi

    sistemik. Gas CO juga mengganggu metabolisme neurotransmitter dopamin, yang berperan

    penting pada sistim transmiter katekolamin (chatecolaminergic system), sehingga kerjanya

    terlambat, terjadilah gerakan kaku dan bradikinesia. Selain dopamin terdapat epinefrin, yang

    bekerja sama di dalam sistem trans-miter katekolamin, suatu sistem terpenting bagi

    komunikasi antar bagian otak.

    Keracunan gas CO juga mengganggu neurotransmitter lain, seperti serotonin,

    asam amino gaba butirat (GABA), yang pada percobaan binatang berkorelasi dengan

    penyimpangan perangai.

    Gejala Klinik.

    Keracunan ringan

    Sakit kepala berdenyut di pelipis yang khas, akibat refleks vasodilatasi jaringan SSP yang

    hipoksia.

    Keracunan berat

    Tremor tidak menetap, korea, spastik, distonia, kekakuan dan bradikinesia

    (gerakan pelan yang tidak normal). Gagal fungsi pengertian (cognitive impairment),

    gangguan keseimbangan, gangguan fungsi penglihatan dan pendengaran,koma dan kematian.

    Keracunan akut

    Kematian segera, karena edema menyeluruh jaringan otak.

    Long term-sequele

  • 17

    Gangguan neuropsikiatri, berupa dementia, psikosis dan manik depresi. Efek

    lambat ini berhubungan dengan lesi white matter hipotesanya adalah berubahnya fungsi

    membran akibat pajanan terus-menerus.

    Dapat timbul pada awal keracunan atau beberapa hari/minggu setelah masa

    penyembuhan. Kerusakan ini merupakan hasil kombinasi keadaan hipoksia, hipoperfusi,

    vasodilatasi dan edema serebral yang menyebabkan penurunan pasokan dan penggunaan

    glukosa, sehingga timbul asidosis setempat.

    Tabel 2. Gejala Neurologi akibat keracunan gas CO

    3) Komplikasi Paru.

    Pada keracunan berat gas CO, akan terjadi edema paru dan perdarahan; edema

    dapat sebagai akibat targanggunya fungsi ventrikel kiri atau langsung sebagai akibat hipoksia

    parenkhim paru-paru; dapat terjadi gagal napas. Gejala yang lebih ringan berupa dispneu,

    takhipneu dan nafas pendek.

    2.6. MONITORING BIOLOGIS

    Saturasi COHb tergantung faktor yang mempengaruhi penggabungan, penguraian

    dan ekskresi gas CO. Pada suhu tubuh dan pH normal, daya ikat COHb 200-300 kali lebih

    kuat daripada ikatan oksigen dengan hemoglobin. Pada tekanan parsial gas CO 1/220 (rata-

  • 18

    rata) tekanan partial O2, atau 1% gas CO di udara, maka keseimbangan darah akan 50% Hb

    diikat gas CO dan 50% diikat O2; ikatan Hb dengan gas CO terutama tergantung pada

    tekanan parsial gas CO di dalam udara inspirasi dan ventilasi udara permenit. Penguraian

    tergantung pada aliran darah paru, ventilasi alveolar dan tekanan partial O2 di dalam alveoli.

    Untuk pajanan gas CO konsentrasi tinggi > 100 ppm, pembentukan COHb di

    dalam darah berhubungan dengan konsentrasi CO inhalasi, lama pajanan dan ventilasi

    permenit.

    Dengan rumus Coburn and Foster:

    % COHb = CO udara x KT

    CO udara = Konsentrasi udara gas CO dalam ppm.

    K = Konstanta, tergantung aktivitas fisik (ventilasi/menit) 0,018 pada saat istirahat (ventilasi

    6 liter/menit) 0,048 pada kerja ringan (ventilasi 18 liter/menit)

    T = Waktu dalam jam.

    Untuk mengukur COHb di dalam darah setelah pajanan singkat gas CO konsentrasi tinggi,

    dapat diperkirakan dengan hubungan linier model Coburn-Foster-Kane equation:

    % COHb = {3.317 x 10-5} {ppm CO}1.03 {RMV} {t}

    ppm CO = Konsentrasi udara CO di dalam paru-paru

    RMV = Respiratory Minute Volume, volume udara nafas dalam Liter/menit.

    T = Waktu pajanan dalam menit.

    a.Laboratorium

    1) Mengukur kadar COHb di dalam darah sesegera mungkin, untuk menetapkan

    diagnosis keracunan gas CO. Contoh darah dapat diambil dari darah arteri atau vena,

    diukur dengan spektrometer [CO-Oximeter].

    2) Mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walau kurang akurat, sangat menolong di

    lapangan, misalnya memeriksa kadar COHb petugas pemadam kebakaran setelah

  • 19

    memadamkan api. Diukur dengan cara khromatografi, udara pernapasan ditampung di

    dalam kantong, dan kadar CO ditentukan dengan detektor, perubahan ionisasi sesudah

    hidralasi katalik dengan Tomethane.

    b. Pencegahan

    1) Menyempurnakan proses pembakaran dengan selalu memelihara fungsi mesin pembakar.

    2) Ventilasi yang baik pada tempat bekerja.

    3) Mengukur keberadaan gas CO secara teratur di lingkungan bekerja.

  • 20

    BAB 3

    EMISI GAS KARBONDIOKSIDA

    3.1. Pendahuluan

    Masalah lingkungan hidup dewasa ini makin memerlukan perhatian. Manusia

    memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada di lingkungannya untuk hidup. Kita

    mengambil makanan dari apa yang tumbuh dan hidup di darat dan di air. Kita menghirup

    oksigen dari udara. Kita menggunakan batu bara, minyak dan bahan alam lainnya untuk

    menghasilkan energi ataupun untuk menjalankan pabrik-pabrik. Pabrik-pabrik itu

    menghasilkan barang-barang yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup dan

    kesejahteraan manusia. Namun dibalik itu ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius

    dari kita, yakni hasil buangan dari pabrik tersebut yang berupa gas kabondioksida.

    Lalu apa yang dapat dilakukan? Pertama perlu kita pahami bahwa proses

    kehidupan, industri dan kegiatan manusia berkaitan dengan perubahan kimia yang dapat

    dikendalikan. Demikian pula proses pengolahan limbah oleh alam merupakan proses kimia

    yang berlangsung sesuai dengan hukum-hukum kimia. Jadi, dengan ilmu kimia kita dapat

    membantu alam dalam mengolah limbah itu dalam mendukung kegiatan kita.

    Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu pencemar yang ada di udara,

    yakni gas karbondioksida, proses terbentuknya dan akibat-akibat yang ditimbulkan gas

    tersebut.

    Senyawa CO2 adalah gas atmosfer yang terdiri dari satu atom karbon dan dua

    atom oksigen. Karbondioksida adalah hasil dari pembakaran senyawa organic jika cukup

    jumlah oksigen yang ada. Juga dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme dalam fermentasi

    dan dihembuskan oleh hewan. Tumbuhan menyerap karbondioksida selama fotosintesis,

    memakai baik karbon maupun oksigen untuk membuat karbohidrat. Hadir di atmosfer bumi

  • 21

    dengan konsentrasi rendah dan bertindak sebagai gas rumah kaca. Adalah bagian utama dari

    siklus karbon.

    Gambar 5 : Siklus Karbon

    3.2. Karakteristik gas CO2

    Karbondioksida adalah gas yang terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen.

    Struktur karbondioksida (CO2 ) dapat digambarkan sebagai berikut :

    C OO

    Molekul karbondioksida terdiri dari dua ikatan rangkap dan mempunya bentuk

    linear. Ia tidak mempunyai dipolar elektrik. Apabila teroksida sepenuhnya, ia tidak aktif dan

    tidak mudah terbakar. karbondioksida dapat dibuat dari pembakaran bahan organic apabila

    cukup oksigen. Kabondioksida juga dihasilkan oleh mikroorganisme hasil dari proses

    peragian dan respirasi. Karbondioksida dan oksigen dapat digunakan untuk menghasilkan

  • 22

    karbohidrat. Tumbuhan membebaskan O2 ke atmosfer dan akhirnya digunakan untuk

    pernafasan oleh organisme heterotrofik.

    Karbondioksida merupakan gas tak berwarna, apabila dihirup pada dosis yang tinggi

    (aktivitas berbahaya disebabkan resiko sesak nafas), menghasikan rasa asam dalam mulut dan

    rasa menyengat di hidung dan tenggorokan. Kesan ini disebabkan oleh gas yang larut dalam

    selaput mucus dan air liur, membentuk larutan cair asam karbonik. Kepadatannya pada suhu

    250C adalah 1,98 kg/m

    3, sekitar 1,5 kali kepadatan udara.

    Karbondioksida cair hanya terbentuk pada tekanan melebihi 5,1 atm; pada tekanan

    biasa ia bertukar antara bentuk gas dan padat secara langsung melalui proses yang dikenal

    sebagai sublimasi.

    Air akan meresap karbondioksida sama banyak dengan isinya. Sekitar 1 % dari

    karbondioksida terlarut bertukar menjadi asam karbonik. Asam karbonik selanjutnya berpisah

    sebagiannya untuk membentuk bikarbonat dan ion karbonat.

    Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon

    dioksida(CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas

    yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami

    kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain

    yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini

    merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang

    konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam

    pemanasan global.

    Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:

  • 23

    1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon

    dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan

    lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh

    atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.

    2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih

    mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi

    termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman

    laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump).

    3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi,

    organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga

    membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses

    ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).

    4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak

    memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer.

    Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena

    ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk

    membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).

    Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:

    1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi

    eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik

    lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.

    2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai

    senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon

  • 24

    menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia

    oksigen.

    3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung

    menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan

    bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas

    alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam

    geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida

    di atmosfer.

    4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium

    oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan

    menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.

    5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas

    kembali ke atmosfer.

    6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-

    gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida

    yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida

    yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling

    berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak

    berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang

    kurang dari 100.000 tahun.

    3.3. Karbondioksida dalam kajian anorganik

    Karbondioksida terdapat di atmosfer (300 ppm), dalam gas-gas vulkanik dan dalam

    larutan super jenuh dari mata air tertentu.

    Gas CO2 dapat dihasilkan karena :

  • 25

    a. Pembakaran karbon sempurna

    C + O2 CO2

    b. Sisa pernapasan makhluk hidup

    c. Letusan gunung berapi

    d. Pembakaran senyawa karbonat atau karena pengaruh asam

    Cara memproduksi:

    Hasil fermentasi

    C6H12O6 2C2H3OH + 2CO2

    Pembakaran batu kapur

    CaCO3 CaO + CO2

    Di laboratorium dapat dibuat dengan :

    H2CO3 CO2 + H2O k = 600

    CaCO3 + 2HCl CaCl2 + H2O + CO2

    Tidak semua CO2 yang larut dan tidak terdisosiasi berada sebagai H2CO3. bagian

    terbesar dari CO2 yang larut hanyalah terhidrasi secara longgar laju pada saat CO2 masuk

    dalam kesetimbangan dengan H2CO3 dan hasil disosiasinya ketika melewati air adalah

    lambat. Ini menyebabkan dapat dibedakan antara H2CO3 dan CO2 (aq) yang terhidrasi longgar.

    3.4. Kegunaan gas CO2

    Karbondioksida cair dan padat (es kering) merupakan bahan pendingin penting,

    terutama dalam industri makanan, di mana ia digunakan saat pengangkutan dan penyimpanan

    es krim dan makanan beku yang lain.

  • 26

    Karbondioksida digunakan untuk membuat minuman ringan berkarbonat dan air

    soda. Secara tradisi, karbonat dalam bir dan wine berkilau dihasilkan dari fermentasi alami,

    tetapi sebagian pembuat menambah karbonat ke dalam minuman ini secara buatan.

    Pengembang yang digunakan untuk memasak menghasilkan karbondioksida

    menyebabkan adonan naik. Pengembang roti menghasilkan karbon dioksida melalui

    penapaian adonan, sementara pengembang kimia seperti baking powder dan baking soda

    membebaskan karbondioksida apabila dipanaskan atau tercampur dalam asam.

    Karbondioksida sering digunakan sebagai gas tekanan yang murah dan tidak mudah terbakar.

    Karbondioksida dapat digunakan untuk memadamkan api, dan sebagian alat

    pemadam kebakaran (fire extinguisher), terutama dibuat bagi api listrik, mengandung cairan

    karbondioksida bawah tekanan. Kegunaan dalam industri mobil juga biasa walaupun terdapat

    banyak bukti bahwa kimpalan menggunakan karbondioksida adalah rapuh berbanding yang

    dilakukan dalam atmosfer-inert, dan kimpalan semakin lama semakin merosot akibat

    pembentukan asam karbonik. Ia digunakan sebagai gas pengimpalan karena ia lebih murah

    berbanding gas lain seperti argon atau helium.

    Cairan karbondioksida adalah pelarut yang baik bagi kebanyakan zat organic. Ia

    mulai mendapat perhatian dalam pharmaceutical dan industri pemprosesan kimia yang lain

    sebagai pilihan kurang beracun berbanding pelarut tradisi lain seperti organokhloride.

    Tumbuhan memerlukan karbondioksida untuk melakukan fotosintesis dan gas rumah

    hijau mungkin mengkayakan atmosfera mereka dengan karbondioksida tambahan

    merangsang penghasilan tenaga di pam ke dalam kolam untuk membiakkan alga yang

    kemudiannya boleh ditukar menjadi bahan api biodiesel. permukaan tinggi karbondioksida

    dalam atmosfer menghilangkan kebanyakan serangga pengrusak dengan berkesan. Efek

    rumah kaca dapat meningkatkan kadar karbondioksida sampai 10.000 ppm (1 %) selama

  • 27

    beberapa jam untuk menghilangkan serangga pengrusak seperti whitefly, labah-labah mites,

    dan yang lain.

    3.5. Karbon dioksida kaitan dengan biologi

    Karbondioksida adalah hasil penimbunan dalam organisme yang mendapat tenaga

    dari penguraian gula atau lemak dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme mereka,

    dalam proses yang dikenal sebagai pernapasan selular. Ini termasuk semua tumbuhan, hewan,

    kebanyakan fungi dan sebagian bakteri. Dalam hewan tingkat tnggi, karbondioksida diangkut

    melalui darah (di mana kebanyakan dalam hewan berada dalam larutan) dari sel tubuh ke

    paru-paru di mana ia disingkirkan.

    Kandungan karbondioksida dalam udara segar adalah kurang dari 1 % atau sekitar

    350 ppm, dalam udara dihembus keluar sekitar 4,5 %. Apabila dihirup dalam konsentrasi

    tinggi sekitar 5 %, akan beracun bagi manusia dan hewan.

    Hemoglobin molekul utama dalam sel darah merah, dapat mengikat oksigen dan

    karbondioksida. Jika konsentrasi CO2 terlalu tinggi, semua hemoglobin dipenuhi

    karbondioksida dan tidak mengangkut oksigen (walaupun terdapat banyak oksigen di udara).

    Akibatnya orang yang berada di ruangan tertutup akan mengalami sesak nafas akibat

    pengumpulan karbondioksida, walaupun kekurangan oksigen menimbulkan masalah.

    Karbondioksida baik dalam bentuk gas atau padat, perlu dikendalikan dalam kawasan yang

    mempunyai pengudaraan yang baik.

    CO2 yang dibawa darah boleh didapati dalam berbagai bentuk. 8 % dari CO2 terdapat

    dalam plasma sebagai gas. 20 % dari CO2 terikat oleh hemoglobin. CO2 yang terikat pada

    hemoglobin tidak bersaing dengan ikatan oksigen karena ia terikat oleh asam amino

    bukannya molekul heme. Sisa 72 % dari padanya dibawa sebagai HCO3-

    bikarbonat yang

    merupakan ion penting dalam pengawalan pH organisme. Kadar bikarbonat dikawal apabila

  • 28

    ia meningkat, kita bernafas semakin cepat untuk menyingkirkan karbondioksida yang

    berlebihan. Kadar karbondioksida/bikarbonat dalam darah memberi efek pada ketebalan

    kapiler darah. apabila ia tinggi, kapiler mengembang dan lebih banyak darah masuk dan

    membawa bikarbonat berlebih ke paru-paru.

    a) FOTOSINTESIS

    Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan

    beberapa jenis bakteri untuk menghasilkan makanan dengan memanfaatkan energi cahaya.

    Fotosintesis pada Tumbuhan

    Dalam berfotosintesis tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk

    menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Persamaan reaksinya

    adalah

    12H2O + 6CO2 + cahaya C6H12O6 (glukosa) +6O2 + 6H2O

    Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organic lain seperti selulosa

    dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Pada respirasi glukosa dan senyawa lain akan

    bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbondioksida , air dan energi kimia.

    Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen

    inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil mengandung organel yang disebut

    kloroplas yang menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh

    bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar

    energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang

    mengandung setengah juta kloroplas setiap millimeter perseginya. Caranya akan melewati

    lapisan epidermis tanpa warna dan transparan, menuju mesofil tempat terjadinya sebagian

    besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh katikula dari lilin yang

  • 29

    bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air

    yang berlebihan.

    3.6.Permasalahan GAS CO2

    Mendengar nama CO2 (karbondioksida), biasanya kita langsung teringat zat beracun

    yang bias membunuh makhluk hidup. Namun apakah benar CO2 yang bertanggung jawab

    atas kerusakan lingkungan di bumi ini ?

    Sebenarnya gas CO2 memang tak bersalah, tetapi kitalah yang membuat kesalahan.

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering kali tidak sejalan dengan kehendak

    alam sejak dimulainya revolusi industri di Inggris hingga telekomunikasi zaman sekarang.

    Telah terjadi peningkatan persentase CO2 di muka bumi akibat aktivitas produksi dan

    kosumsi. Mulailah dikenal istilah green house effect, yaitu meningkatnya kadar CO2 di

    atmosfer hingga membuat bumi makin panas. Ataupun disalahkan karena memberikan efek

    pemanasan global warming, dan selanjutnya global climate change. Lalu, apa hubunannya

    CO2 dengan peristiwa-peristiwa itu ?

    Karena kebetulan sifat CO2 yang menyerap energi panas dari radiasi inframerah

    yang dipancarkan matahari, akibatnya makin terakumulasilah energi panas tersebut di muka

    bumi. Bahkan, bisa mencairkan es di kutub. Ditambah lagi penggunaan senyawa CFC

    (Chloro Fluro carbon) sebagai pelarut, bahkan pendingin dalam refrigerator, dan foaming

    radiasi sinar ultraviolet matahari yang berenergi tinggi.

    Namun bumi sudah panas, ditambah lagi bumi semakin terbuka terhadap pancaran

    energi tinggi ultraviolet yang mematikan. Pepohonan serta hutan semakin jarang. Sebagai

    salah satu bagian yang bisa memproses CO2 menjadi O2. ini membuat banyak kalangan,

    terutama para ilmuan, kalang kabut mmencari solusi agar bumi ini tetap menjadi tempat

    nyaman dan aman untuk dihuni.

  • 30

    Untung saja masih ada beberapa ilmuan yang mengabdikan hidupnya bagi

    penyelamatan bumi ini. Akhirnya ditemukan fakta-fakta lain dari CO2 yang kemungkinan

    bisa dimanfaatkan demi kebaikan.

    Kenyataan bahwa gas CO, O2, dan H2 benar-benar dapat bercampur dan larut dalam

    CO2, sebenarnya memberikan kemungkinan untuk melakukan reaksi karbonilasi, oksidasi,

    maupun hidrogenasi dalam pelarut CO2. namun kendala dalam aplikasi teknologi-teknologi

    tersebut secara massal membuat kaum industri masih enggan untuk benar-benar beralih

    menggunakan CO2.

    Lagi-lagi terbukti bahwa sesungguhnya yang berdosa atas segala kekacauan

    lingkungan di bumi ini bukanlah CO2 dan zat-zat lain. Mudah-mudahan dengan menaikkan

    pamor zat seperti CO2 dari kambing hitam menjadi pahlawan lingkungan, keserakahan

    manusia bisa diatasi dan menjadi lebih positif.

    3.7.Manfaat gas CO2

    Seiring dengan semakin ditekannya penggunaan CFC sebagai pelarut, dicarilah

    alternative pengganti yang memiliki sifa-sifat serupa , tetapi lebih ramah terhadap

    lingkungan. Mulailah ilmuan melirik manfaat lain dari CO2, dari sekedar gas yang selalu jadi

    kambing htam menjadi gas yang tak berdosa dan bisa bermanfaat, yatu sebagai pelarut

    superkritis.

    CO2 sebagai fluida superkritis ? CO2 sebagai fluida superkritis sebenarnya adalah gas

    yang dinaiikan temperaturnya , hingga mencapai temperature kritis (temperature tertinggi

    yang dapat mengubah fase gas menjadi fase cair dengan cara menaikkan tekanan), dan

    memiliki tekanan kritis (tekanan tertinggi yang dapat mengubah fase cair menjadi fase gas

    dengan cara menaikkan temperature). Dengan demikian sifat-sifatnya berada diantara sifat

    gas dan cairan.

  • 31

    Sebaai pelarut superkritis, CO2 telah cukup banyak dimanfaatkan dalam bidang

    penelitian dan industri. Keuntungan lain adalah kita tidak perlu membuat CO2, melainkan

    cukup menyaringnya dari udara sekitar kita.

    Di bidang isolasi dan pengolahan bahan alam, CO2 superkritis dimanfaatkan sebagai

    pelarut dalam proses ekstraksi maupun de-ekstrasi senyawa-senyawa aktif dari tumbuhan

    untuk pengobatan, atau senyawa-senyawa penting untuk industri makanan, misalnya estraksi

    minyak atsiri lemon, jahe, beta-carotene dari tumbuh-tumbuhan atau de-ekstraksi kafein pada

    kopi.

    Adapun di bidang pertambangan minyak bumi, manfaat dalam penggunaan CO2

    yang dicairkan justru sangat besar. Fluida ini dialirkan kedalam sumber-sumber minyak yang

    mulai menipis cadangannya untuk mengangkat cadangan minyak tersisa. Masalah utama

    adalah fluida ini kekentalannya rendah sehingga tidak mampu mengangkat minyak secara

    maksimum.

    Suatu perkembangan lebih menggembirakan justru di dalam proses polimer, kembali

    mengangkat pamor CO2. Dupont, sebuah perusahaan terkemuka dalam inovasi industri kimia

    telah mampu memproduksi semacam busa atau dikenal foamed thermoplastic yang popular

    disebut fluoropolimer. Ini berkat dtemukannya polimer perfluoroalkil akrilat oleh Desimone

    dan rekannya pada tahun 1992. fluoropolimer ini benar-benar larut dalam CO2, setelah

    sebelumnya digunakan pelarut dan surfaktan bebasis fluor.

    Aplikasi CO2 yang lebih menjanjikan adalah sintesis senyawa karbonat siklis melalui

    reaksi penggabungan senyawa epoksida dengan gas CO2.

    Senyawa karbonat siklik tersebut merupakan material utama dalam industri

    poliuretan, cat, resin, pembuatan etilen glikol, pelarut organic, polikarbonat, dan lain-lain.

  • 32

    Secara prinsip kimiawi, reaksi bias berlangsung dengan mudah asalkan ada katalis yang bisa

    meningkatkan reaktivitas CO2.

    Sesungguhnya masih banyak kegunaan yang bisa digali dari gas CO2 sebagai

    material ramah lingkungan. Misalnya dalam industri pelapisan material menggunakan

    polimer yang dapat larut dalam CO2. atau pembentukan partikel koloid dalam industri

    farmasi, yang menggunakan pelarut CO2 juga.

    3.8. CO2 kaitannya dengan lingkungan dan penanggulangan

    Gas CO2 merupakan salah satu partikel pencemar udara. Jika CO2 berada di udara

    melebihi batas normal yang menurunkan kualitas udara sampai pada batas yang mengganggu

    kehidupan.

    Gas CO2 berasal dari pembakaran minyak, gas buang kendaraan, gunung meletus dan

    hasil pembakaran yang tidak sempurna dari mesin mobil dan mesin knalpot.

    Akibat dari gas CO2 yang melebihi batas dapat menyebabkan :

    a. Gangguan pernapasan

    b. Meningkatnya suhu bumi karena efek rumah kaca

    Polutan yang berupa gas CO2 akan mengembang di udara dan mempunyai sifat

    seperti kaca. Sinar matahari yang jatuh ke bumi tidak akan dipantulkan oleh CO2 yang

    mengembang tetapi diteruskan. Sebagai akibatnya suhu bumi makin meningkat. Hal

    tersebut merupakan dampak jangka pendek, sedangkan dampak jangka panjangnya dapat

    mencairkan es di kutub sehingga permukaan air laut di seluruh permukaan bumi

    meningkat. Peningkatan air laut akan mampu menenggelamkan pulau.

    Adapaun cara-cara untuk penanggulangan gas CO2 ini adalah :

    a) Memperbanyak penanaman tumbuhan pelindung (reboisasi)

  • 33

    b) Melengkapi cerobong asap pabrik dengan alat penyaring udara serta menambah tinggi

    cerobong

    c) Menggunakan bahan bakar murni untuk mengurangi sisa pembakaran gas CO2 yang

    berlebihan

    d) Mengolah sampah organic menjadi pupuk secara biologis.

  • 34

    BAB 4

    KESIMPULAN

    1. Gas karbonmonoksida dan karbondioksida dapat bersifat toksik jika konsentrasinya

    melebihi nilai ambang batas.

    2. Sumber-sumber Gas karbonmonoksida dan karbondioksida di alam berlimpah baik

    bersumber dari faktor alamiah maupun dari aktivitas manusia.

    3. Gas karbonmonoksida dan karbondioksida dapat menimbulkan gejala klinik yang

    khas sesuai dengan mekanisme toksisitasnya.

    4. Perlunya ada upaya untuk menangani permasalahan emisi gas Gas karbonmonoksida

    dan karbondioksida.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. School of Medicine. Carbon Monoxide Headquarter. Wayne State University; 1999.

    2. Jones AL, Volans G. Carbon Monoxide Poisoning. Recent Advances Management of

    self poisoning. Br Med J. 1999; 319: 1414-17.

    3. Bleecker ML. Clinical Presentation of Selected Neurotoxic Com-pounds. In: Bleecker

    ML, Harsen JA, editors. Occupational Neurology and Clinical. Neurotoxicology.

    Baltimore: Williams & Wilkins. 1994; 211: 207-08.

    4. Kales SN. Carbon Monoxide Intoxciation. Am. Fam Phlysisician 1993; 48: 1100-04.

    5. Chale SN. Carbon Monoxide Poisoning. Environmental Toxins. In: Viccelio P. editor.

    Handbook of Medical Toxicology. 1st ed. Boston: Little, Brown and Co. 1993: 639-46.

    6. Kindwall EP. Carbon Monoxide. The Chemical Occupational Environment. In: Zenz

    Carl, Dickerson OB, Hovart EP. Editors. Occupational Medicine. 3rd ed. St. Louis:

    Mosby Year Book Inc; 1994: 447-52.

    7. Theriault GP. Cardiovascular Disorders. Occupational Disorders by System. In: Levy

    BS, Wegman DH. Editors. Occupational Recognizing Preventing Work-related Disease.

    3rd ed. Boston: Little, Brown and Co. 1995: 563-66.

    8. Fine LJ, Rosenstock L. Cardiovascular Disorders. Evaluation and Treatment. In:

    Rosenstock L, Cullen MR. Editors. Textbook of Clinical And Environmental Medicine.

    Philadelphia: WB Saunders Co. 1994: 389-93.

    9. Benowitz NL. Cardiovascular Toxicology. Occupational Illness. In: La Dou J. editor.

    Occupational and Environmental Medicine. International 2nd ed. Stamford: a Lange

    Medical Book. 1997: 328-32.

    10. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Methylene Chloride Toxicity.

    Enviromental Medicine. Am. Fam Physician. 1993; 47: 1159-66. 11. Di Maio DJ, Di

    Maio VJ. Editors. Carbon Monoxide Poisoning. In: Forensic Pathology. Boca Raton:

    CRC Press. 1993: 347-54.

    11. Beckett SW. Carbon Monoxide. Hazards in The Work place and Environment. In:

    Rosenstock L, Cullen MR, editors. Textbook of Clinical Occupational and

    Environmental Medicine. Philadelphia: WB Saun-ders Co. 1994: 838-41.

    12. Lu FC. editor. Efek Toksik. Prinsip Umum Toksikologi. Dalam: Toksikologi dasar,

    Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko. edisi kedua. Jakarta. UI-Press. 1995: 48-51.

  • 36

    13. Hung OL, Shih D. Firefighter. Occupational Toxicology. In: Greeberg MI, Hamilton RJ,

    Phillip SD. editors Occupational, Industrial and Environmental Toxicology. St. Louis:

    Mosby-Year Book Inc. 1997: 113- 18.

    14. Glantz SA, Parmley WW. Passive Smoking and Heart Disease: Mechanism and Heart

    Disease. JAMA. 1995; 273: 1047-53.

    15. Soden KJ. Marras G, Amsel J. Carboxyhemoglobin Levels in Methyle-ne Chloride

    Exposed Employees. JOEM. 1996; 38: 367-71.

    16. Bos N, Fair T, Grassick P, Vanderkuck R. editors Occupational Health. In: Workplace

    Health and Safety HANDBOOK. 3rd ed. South Brisbane: Safework College of Work

    place Health and Safety. 1995: 47-52.

    17. Mancall EL. General editor. Continuum Lifelong learningin Neurology. Neurotoxicology

    Part A. 1999; 5; 2: 91-3.

    18. O. R. Gilliam, C. M. Johnson and W. Gordy (1950). "Microwave Spectroscopy in the Region from Two to Three Millimeters". Physical Review 78 (2): 140.

    doi:10.1103/PhysRev.78.140.

    19. W. Kutzelnigg. Einfhrung in die Theoretische Chemie. Wiley-VCH. ISBN 3-527-

    30609-9.

    20. Peter MC DeBlieux, VanDeVoort, John G Benitez, Halamka, Asim Tarabar.Toxicity,

    Carbon Monoxide. 2006 [cited 2013 Apr 21]. Availabel from :URL :HYPERLINK

    http:/lwww.emedicine.com

    21. Eugene N.Bruce, Margaret C- A multicompanement model of cartoxyhemoglobin and

    carboxymyoglobin responses to inhalation of carbon monoxide. J Appl Physiol95

    (2003): 1235-1247.

    22. Stephen R Thom, Donald Fisher, Y Anne Xu, Sarah Garner, and Harry lschiropoulos-

    Role of nitric oxide-derived oxidants in vascular injury from carbon monoxide in the rat.

    Am J of Physiol.0363-6135 (1999),984-90.

    23. Jurling DN, Buckley NA, Stanbrook MB, Isbister M, McGuigan MA. Hyperbaric oxygen

    for carton monoxide poisoning. Cochrane Database of Systematic Reviews 2005, Issue l,

    Art. No.: CD00204l.DOI:10.1002/146518.

    24. IA JELLIARKO P Mahasiswa Pasca Sarjana Internasional R & D Academy, Korea

    Institute of Science & Technology

    25. Keenan, Kleinifeter. Wood. A Hadyana Pudjaatmaka Ph.D. 1992 Kimia Untuk

    Universitas Edisi Ke Enam Jilid 2. Jakarta : Erlangga

  • 37

    26. Ralph, H Petrucci. Suminar. 1985. Kimia Dasar Prinsip Dan Terapan Modern Edisi Ke

    Empat Jilid 2. Jakarta : Erlangga