22030113120058_clara rashinta dewi_dense phase co2

20
REVIEW JURNAL DENSE PHASE CO 2 PADA JUS JERUK Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Teknologi Pangan Dosen pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP, M.Si Disusun oleh : Clara Rashinta Dewi 22030113120058

Upload: clara-rashinta

Post on 12-Apr-2016

53 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Ilmu teknologi pangan, dense phase CO2

TRANSCRIPT

Page 1: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

REVIEW JURNAL

DENSE PHASE CO2 PADA JUS JERUKDisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Teknologi Pangan

Dosen pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP, M.Si

Disusun oleh :

Clara Rashinta Dewi

22030113120058

Program Studi ilmu Gizi

Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro Semarang

2014

Page 2: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

REVIEW JURNAL

DENSE PHASE CO2 PADA JUS JERUK

A. Prinsip Proses

Teknologi Dense Phase CO2 (DPCD) merupakan metode pasteurisasi pada suhu rendah

yang memanfaatkan efek antimikrobial dari CO2 dan tekanan tinggi. DPCD diketahui dapat

menonaktifkan patogen, beberapa organisme perusak, dan enzim yang dapat mengganggu

kualitas produk makanan. DPCD diaplikasikan pada makanan dalam bentuk cair/minuman

pada suhu dibawah 60O C (biasanya pada suhu dibawah 35O C) dengan tekanan dibawah 50

MPa. (BUKU PAK YUSTA). Dengan teknologi DPCD, makanan/minuman tidak akan

terpapar panas selama proses pengawetan dan membuat kualitas sensoris, zat gizi, dan

keadaan fisik yang sama seperti ketika produk dalam keadaan segar. Fraser adalah seseorang

yang pertama kali mengenalkan teknologi DPCD yang mampu menonaktifkan sel bakteri.

Sejak saat itu, berbagai studi telah meneliti efek DPCD pada organisme perusak, patogen, sel

vegetatif, spora dan ragi, jamur, enzim beserta aktifitasnya, serta pada kualitas makanan.

(REVIEW OF DENSEPHASE MICROBIAL AND ENZIME INACTIVATION AND

EFFECT ON FOOD QUALITY).

Terdapat berbagai macam pengaplikasian DPCD seperti several batch, semi-continous,

dan continous system. Pada batch system, CO2 dan larutan/sampel yang akan diberi perlakuan

tetap berada didalam kontainer selama dilakukan perlakuan DPCD. Jenis batch system

memiliki silinder gas CO2 , pengatur tekanan, pressure vessel, pemanas air, dan katup pelepas

CO2. Sampel ditempatkan pada pressure vessel dan suhu diatur sesuai keinginan. Kemudian

CO2 dimasukkan kedalam bejana hingga sampel larut pada tekanan dan suhu yang diinginkan.

Sampel akan tersisa didalam bejana pada waktu tertentu dan katup yang menjadi jalan keluar

CO2 akan terbuka untuk melepaskan gas. (REVIEW OF DENSEPHASE MICROBIAL AND

ENZIME INACTIVATION AND EFFECT ON FOOD QUALITY).

Pada tahun 1995, Ishikawa dan rekan nya mengembangkan semi-continous system

menggunakan penyaring silindris agar gelembung mikro CO2 dapat masuk kedalam pressure

vessel.Ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan micropore filter dapat menonaktifkan

enzim 3 kali lebih banyak, filter ini juga meningkatkan konsentrasi CO2 yang tidak pecah

dalam sampel sebanyak 0,4-0,92 mol/L pada 25 MPa dan suhu 35oC. Pada sistem ini, CO2 cair

Page 3: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

dan larutan garam dipompa melewati bejana. CO2 cair berubah menjadi gas menggunakan

evaporator lalu melebur menjadi larutan garam dari lubang penyaring anti karat dengan

ukuran lubang 10m. Gelembung CO2 berukuran mikro akan naik ketika melebur menjadi

larutan. Kemudian larutan akan terlarut dengan CO2 melewati pemanas untuk mencapai suhu

yang diharapkan dan suspensi mikroorganisme dipompa.

Kemudian pada tahun 1999, Praxair mengembangkan continous flow DPCD system. CO2

dan produk dipompa melalui sistem dan bercampur sebelum melewati pompa bertekanan

tinggi. Suhu pada produk diatur pada holding coils. Waktu tinggal disesuaikan oleh

pengaturan laju aliran produk. Pada akhir dari proses DPCD, expansion valve digunakan

untuk melepas CO2 dari campuran. Hal ini memungkinkan untuk menarik keluar sisa-sisa CO2

pada makanan dalam vacuum tank. (REVIEW OF DENSE PHASE CO2 TECHNOLOGY

MICROBIAL AND ENZYME INACTIVATION AND EFFECT ON FOOD QUALITY)

Bagaimana inaktifasi miroba dengan DPCD masih belum jelas, beberapa studi

menujukkan beberapa kemungkinan proses penonaktifan yang dimaksud dalam teknologi

DPCD. CO2 dapat menurunkan pH ketika terlarut dalam bagian cair dari sebuah makanan

dengan terbentuk nya asam karbonat, serta dapat menurunkan pH internal dari sel mikroba

dengan menyebar ke keseluruh membran sel. Ketika pH internal sel mikroba menurun, sel

mengalami inaktivasi dan terjadi penghambatan metabolisme enzim. Selanjutnya beberapa

studi menunjukkan pecahnya sel mikroba karena DPCD. Hal ini terjadi karena pemuaian CO2

selama adanya tekanan yang menyebabkan gangguan pada sel. Walaupun mekanisme

penonaktifan miroba oleh DPCD merupakan hal yang terpenting namun belum diketahui

dengan jelas. Para peneliti setuju bahwa penonaktifan ini karena peran CO2. (BUKU PAK

YUSTA).

Inaktivasi enzim yang terjadi pada DPCD telah diungkap oleh para peneliti. DPCD

terbukti dapat menonaktifkan beberapa enzim seperti pektinesterase (PE), polyphenol oxidase

(PPO), lypoxygenase (LOX), dan peroksidase (POD). Enzim-enzim tersebut menyebabkan

berbagai kerugian bagi bahan pangan terutama buah dan sayuran yang diolah menjadi jus.

Inaktivasi enzim oleh DPCD dapat disebabkan oleh berbagai hal yang terjadi selama DPCD

berlangsung, seperti turunnya pH, terjadinya perubahan pada enzim, dan adanya

penghambatan efek molekular CO2 pada aktifitas enzim. Namun inaktivasi enzim

menggunakan DPCD tergantung pada jenis dan sumber enzim serta kondisi perlakuan DPCD

Page 4: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

seperti teknan, suhu, waktu dan medium. Inaktivasi enzim menggunakan DPCD jauh lebih

efektif dibandingkan proses termal, serta dapat menginaktivasi enzim menggunakan tekanan

yang lebih rendah dibandingkan dengan Ultra High Presure. (REVIEW OF DENSE

PHASE....FOOD QUALITY

DPCD atau supercritical and liquid CO2 (SC-CO2) sangat cocok digunakan untuk

mengawetkan minuman seperti jus dan produk susu, karena jika menggunakan termal

pasteurization akan menyebabkan penurunan antosianin (16%), soluble phenolics (26%), dan

antioksidan (10%). (POTENTIAL OF NON THERMAL......SOUTHEAST ASIAN) Namun

terdapat perbedaan tujuan antara DPCD dan SC-CO2. SC-CO2 lebih ditujukan untuk

ekstraksi, seperti dalam sebuah studi di Jepang yang meneliti tentang ekstrasi menggunakan

SC-CO2 pada Citrus sphaerocarpa Tanaka. Ekstraksi yang dilakukan pada salah satu jenis

jeruk asal Jepang ini ditujukan untuk mendapatkan essential oil. Hasil ekstraksi esential olil

menggunakan SC-CO2 terbukti lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode cold press,

namun tidak lebih tinggi jika dibandingkan dengan steam destilation.

(SUPERCRITICAL EXTRACTION.....TANAKA PEEL-

Dilain sisi, SC-CO2 dapat digunakan untuk mengolah berbagai macam jus seperti jus

jeruk. Penggunakan SC-CO2 didasarkan pada sifat karbon dioksida yang tidak beracun, tidak

reaktif, tidak mudah terbakar, murah, dan aman bagi lingkungan. (DITAMBAH JURNAL

SUPERCRITICAL co2 ORANGE JUICE

Page 5: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

B. Mekanisme Pengawetan

Biasanya jus jeruk diproses dengan teknologi termal. Teknologi termal yang digunakan

adalah pasterurisasi pada suhu 90oC selama 10 detik dan terjadilah penonaktifan enzim

pektinesterase yang menyebabkan loss of cloud pada jus jeruk. Pasteurisasi menyebabkan

aroma dan rasa pada jus jeruk berubah. Berbagai kerugian yang disebabkan oleh proses termal

membuat jus jeruk dirasa lebih cocok menggunakan proses non thermal. (APP OF NON

THERMAL PROCESS FOR PRESERVATION dan BUKU PAK YUSTA). Salah satu proses

non termal yang cocok digunakan pada jus jeruk adalah DPCD. Hal yang menjadi sorotan

dalam DPCD adalah kemampuan nya untuk menonaktifkan berbagai mikroba dan enzim.

2.1 Penonaktifan Mikroba

DPCD diketahui mampu menonaktifkan berbagai macam mikroba. Beberapa mikroba

yang dapat di nonaktifkan adalah Saccharomices cerevisiae, Staphylococcus aureus,dan

Escherichia coli.

2.11 Saccharomices cerevisiae

Page 6: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

Pengaplikasian SC-CO2 pada jus jeruk untuk menonaktifkan Saccharomices

cerevisiae telah diinvestigasi melalui beberapa studi. Dalam suatu studi

membandingkan teknik SC-CO2 dan proses termal dalam menonaktifkan

Saccharomices cerevisiae pada jus jeruk. Studi tersebut menggunakan peralatan

SC-CO2 dengan tekanan lebih dari 1000 bar dan bejana bertekanan tinggi yang

memiliki volume 1 liter. CO2 cair yang digunakan memiliki kemurnian 99,8%

(APPS OF....PRESERVATION). Pada setiap eksperimen, 10 ml jus jeruk

dituangkan dalam sterile test tube dan ditutup dengan kapas steril. Sterile test tube

dimasukkan dalam bejana SC-CO2 kemudian diberi tekanan. Sampel diberikan

tekanan 6, 10, 20, dan 25 Mpa dengan suhu 30 hingga 50oC . Pada akhir perlakuan

SC-CO2, perlahan tekanan pada bejana dikurangi selama 15 menit kemudin

sampel dikeluarkan dan segera di dinginkan pada ice bath. Hasil yang didapatkan

dari perlakuan SC-CO2 terhadap jus jeruk pada suhu 50oC selama 15 menit

menghasilkan inaktivasi Saccharomices cerevisiae lebih dari 6 log. Pengaruh

inaktivasi ini tergantung pada tekanan yang diberikan. Hal ini mengindikasikan

bahwa tekanan 6 Mpa cukup untuk menonaktifkan Saccharomices cerevisiae pada

suhu yang moderat menggunakan CO2 cair.

Sedangkan jika dibandingkan dengan proses termal, kurang dari 1 log

Saccharomices cerevisiae yang dapat di nonaktifkan dari jus jeruk pada suhu 50oC

selama 15 menit. (APP OF NON THERMAL PROCESSING &

apps. ...preservation).

Page 7: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan SC-CO2 dapat menonaktifkan

Saccharomices cerevisiae lebih banyak daripada proses termal yang konvensional.

2.12 Staphylococcus aureus

Dalam sebuah studi, ternyata inaktivasi Staphylococcus aureus menggunakan

DPCD sangat diperlukan, terutama pergerakan dari beberapa variabel seperti

come-up time (CUT) of pressurization dan come-down time (CDT) of

depressurization serta temperature fluctuation of depressurization.Pada studi

tersebut, hal yang dilakukan pertama kali adalah melakukan degassed pada

pressure vessel menggunakan pompa vakum. Dalam keadaan hampa udara, 100

mL sampel diangkut secara otomatis menuju pressure vessel melalui sample inlet

valve. Katup tersebut akan menutup setelah pengangkutan selesai yaitu ketika CO2

inlet valve terbuka. Tekanan udara dibawa keluar menuju preset pressure level

yang diatur oleh pressure transducer dan plunger pump.Ketika tekanan dan suhu

yang diinginkan telah tercapai, tekanan harus mulai dipertahankan. Setelah itu,

depressurization dilakukan dengan memanipulasi presure relief valve pada

saluran keluar CO2 yang ada pada pressure vessel. Setelah proses DPCD, sampel

diangkut menuju labu steril melalui sample outlet valve. Kemudian dilakukan tes

terhadap Staphylococcus aureus dari 25 ml sampel.

Page 8: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

Grafik tersebut menunjukkan efek proses tekanan pada inaktivasi

Staphylococcus aureus yang terpapar DPCD pada suhu 37oC selama 30 dan 60

menit HPT. Proses pemberian tekanan berpengaruh pada inaktivasi

Staphylococcus aureus dan perilaku inaktivasi nya bergantung pada tingkatan

tekanan. Pengurangan jumlah log dari Staphylococcus aureus pada 40 MPa

selama 30 menit HPT cukup signifikan. Efek antimikroba dari DPCD didasarkan

pada interaksi yang spesifik antara CO2 dan sel mikroba. Secara umum, setiap

efek dapat meningkatkan level dan laju kelarutan CO2 dan karena itu penetrasi ke

sel dalam medium perlakuan dapat meningkatkan inaktifasi mikroba oleh DPCD.

(inactv. Staphilococcus aureus – KALO MAU DITAMBAH YG EFEK WAKTU

DPCD)

2.13 Escherichia coli

E. Coli bila terdapat dalam bahan pangan dan dalam jumlah yang berlebihan

dapat membahayakan manusia. Maka diperlukan penonaktifan bakteri ini agar

tidak merugikan manusia. Dalam sebuah penelitian, dilakukan penggabungan

Page 9: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

antar SC-CO2 dengan high power ultrsound (HPU) untuk mengetahui pergerakan

inaktvasi Escherichia coli. Pada penelitian tersebut, 55 mL jus jeruk yang telah

diberi Escherichia coli diberikan perlakuan SC-CO2 dan HPU namun dengan

kondisi yang berbeda-beda. Untuk mengetahui efek dari tekanan, sampel diberi

perlakuan oleh SC-CO2 dan HPU pada suhu 36oC dan tekanan 100, 225, dan 350

bar. Di lain sisi, untuk mengetahui efek dari suhu, sampel diberikan perlakuan

dengan SC-CO2 dan HPU pada tekanan 225 bar dan suhu 31, 36, dan 41oC.

Interval tekanan dan suhu yang dipilih lebih tinggi dari titik kritis CO2 dan lebih

rendah dari lethal level yang dimiliki Escherichia coli.

Grafik dibawah menunjukkan kurva inaktivasi Escherichia coli pada jus

jeruk yang diberi perlakuan SC-CO2 dan HPU. Penurunan sebanyak 4,12, 4,62,

dan 6,15 log-cycle didapatkan setelah 1 menit perlakuan SC-CO2 dan HPU pada

suhu 31, 36, dan 41oC, namun tidak ada perbedaan antara inaktivasi pada suhu 31

dan 36oC. Tetapi ketika suhu dinaikkan menjadi 41oC, secara signifikan terjadi

inaktivasi Escherichia coli yang cepat.Walaupun laju inaktivasi menurun setelah

menit pertama, dibutuhkan 7 menit untuk mencapai total inaktivasi sebanyak 7

hingga 8 log-cycle pada suhu 31 dan 36oC, sedangkan pada suhu 41oC

membutuhkan waktu sebanyak 3 menit.

Page 10: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

Sehubungan dengan efek tekanan terhadap inaktivasi Escherichia

coli ,terdapat penurunan sebanyak 2,5, 4,6, dan 5,4 log-cycle yang dicapai setelah

1 menit diberikan perlakuan SC-CO2 dan HPU pada suhu 36oC dan tekanan 100,

225, dan 350 bar. Setelah menit pertama, penurunan populasi melambat dan

setelah 7 menit pemberian perlakuan SC-CO2 dan HPU terjadi penurunan sebesar

5,8, 7,2, dan 7,9 log-cycle pada tekanan 100, 225, dan 350 bar. Rata-rata, laju

inaktivasi meningkat dengan signifikan pada tekanan 100-225 bar serta pada 225-

350 bar. Sehingga disimpulkan bahwa dengan perlakuan SC-CO2 dan HPU dapat

menurunkan populasi Escherichia coli .(MODELLING OF THE ACTIVATION

KINETICS......SUPERCRITICAL

2.2 Penonaktifan Enzim

Page 11: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

CO2 diketahui memiliki peranan dalam inaktivasi enzim. Enzim yang dapat

dinonaktifakan diantaranya adalah Pekstinesterase (PE) dan Pectin Methyl Esterase

(PME).

2.21 Pektinesterase (PE)

Dalam sebuah studi pada jus jeruk dilakukan pengamatan terhadap penurunan

aktivitas pektinesterase (PE). Inaktivasi PE pada jus jeruk diketahui dapat

menggunakan SC-CO2. (A REVIEW ON THE EFFECT OF SUPERCRITICAL

CARBON DIOXIDE ON ENZYME ECTIVITY). Perlakuan dengan SC-CO2 pada

suhu 40oC, 31 MPa, selama 45 menit menghasilkan penurunan aktivitas PE

sebesar 31%. Jus yang ditambahkan HCl dengan ph 3,1 serta di beri tekanan

dengan N2 sebanyak 24 MPa, suhu 40oC selama 45 menit, dapat penurunkan

aktifitas PE sebanyak 36%. Sedangkan jus jeruk yang diberi citrate buffer dengan

pH 3,8 lalu diberi perlakuan SC-CO2 dengan tekanan 31Mpa, suhu 40oC selama

45 menit telah mengurangi PE sebanyak 23%. Kemudian jus yang diberi tekanan

dengan N2 sebanyak 20.6 MPa, suhu 55 °C, selama 1 jam menunjukkan

peningkatan aktivitas PE. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas PE pada buffered

juice akan menurun jika hanya diakibatkan oleh efek molekular CO2, ketika

unbuffered CO2 akan mengkombinasikan efek penurunan pH dan efek CO2. Perlu

diketahui bahwa pemberian tekanan N2 tidak menurunkan pH. (REVIEW OF

DENSE PHASE CO2 TECH MICROBIAL AND ENZYME INACTIVATION

AND EFFECT ON FOOD QUALITY)

2.22 Pektin Metil Esterase (PME)

Terdapat suatu studi tentang SC-CO2 yang mempelajari kuantitas dan efek

penambahan etanol serta pembongkaran permukaan pada inaktivasi pectin methyl

esterase (PME). PME merupakan salah satu jenis enzim dalam jus. PME ini

terdapat dalam semua jenis jeruk sebagai enzim pengikat dinding sel dan enzim

ini dilepaskan ketika proses perubahan buah segar menjadi jus. PME dapat

menghidrolisis pektin dan mengubah pektin menjadi low methoxy pectin dan asam

pektin yang kemudian membentuk suatu bentuk komplek yang tidak larut dengan

ion kalsium, sehingga dapat mengakibatkan presipitasi pektin dan hilang nya

cloud. Hilangnya cloud dapat berakibat pada kualitas jus. Inaktivasi enzim ini

Page 12: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

biasanya menggunakan metode SC-CO2. (ENHANCED INACTIVATION

PECTIN METYL ESTERASE)

Perlakuan menggunakan sistem SC-CO2 dimulai dengan memasukkan 500ml

sampel jus jeruk pada bejana bertekanan anti karat, kemudian dipanaskan

menggunakan heating tape serta dimonitor dengan thermocouple internal dan

eksternal. Preheated vessel di segel dan dialiri CO2 cair. Lalu bejana tersebut

dibawa menuju operatoring pressure dengan kompresor gas bertekanan tinggi dan

diatur oleh back pressure regulator. Ketika tekanan yang diinginkan telah

tercapai, bejana akan berada pada tekanan tertentu dalam waktu tertentu. Pada

akhir pemberian perlakuan SC-CO2, katup depresurisasi yang panas terbuka dan

CO2 dilepaskan. Suhu yang digunakan berkisar 40 hingga 55oC, tekanan 20

hingga 30 MPa selama 10 hingga 70 menit. Sebelumnya telah disebutkan bahwa

studi ini juga menilai kuantitas dan efek penambahan etanol serta pembongkaran

permukaan pada inaktivasi pectin methyl esterase (PME). Ketika dilakukan SC-

CO2, ditambahkan etanol didalam nya. Etanol yang ditambahkan sekitar 1%

hingga 5% dari total volume CO2 menggunakan wetting glass wool yang

ditempatkan di dasar bejana bertekanan tinggi.

Dari penelitian tersebut didapatkan berbagai hasil dari inaktivasi PME.

Denaturasi enzim menggunakan SC-CO2 telah diketahui bergantung pada

berbagai kondisi seperti suhu dan tekanan. Inaktivasi maksimum yang mampu

dicapai menggunakan SC-CO2 pada suhu 40oC, tekanan 30 MPa selama 60 menit,

sedangkan inaktivasi minimum dicapai pada tekanan 20 Mpa, suhu 40oC selama

60 menit perlakuan SC-CO2. Pada berbagai studi yang sebelumnya, meningkatnya

tekanan dapat mengakibatkan tingginya inaktivasi, tapi tidak ada perbedaan yang

ditemukan ketika terjadi kenaikan suhu. Penambahan waktu dari 60 menit menjadi

70 menit tidak meningkatkan inaktivasi yang signifikan. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan aktivasi PME yang signifikan dari

perlakuan SC-CO2 yang didasarkan pada suhu dan tekanan.

Etanol yang ditambahkan ketika dilakukan SC-CO2 pada jus jeruk ternyata

memiliki efek yang signifikan terhadap inaktivasi PME. Terjadi peningkatan

inaktivasi sebanyak 12% jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa etanol.

Page 13: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

Meningkatnya inaktivasi PME karena etanol kemungkinan disebabkan oleh sifat

etanol yaitu molekul amfoterik yang dapat merusak pembentukan sisi aktif enzim

lalu mengakibatkan denaturasi parsial dan mengurangi aktifitas katalitik enzim.

(ENHANCED INACTIVATION PME)

Pada studi lain meneliti inaktivasi PME namun menggunakan kombinasi

perlakuan SC-CO2 dan HPU. Pada penelitian tersebut, 55 mL jus jeruk diberikan

perlakuan SC-CO2 dan HPU namun dengan kondisi yang berbeda-beda. Untuk

mengetahui efek dari tekanan, sampel diberi perlakuan oleh SC-CO2 dan HPU

pada suhu 36oC dan tekanan 100, 225, dan 350 bar. Di lain sisi, untuk mengetahui

efek dari suhu, sampel diberikan perlakuan dengan SC-CO2 dan HPU pada

tekanan 225 bar dan suhu 31, 36, dan 41oC.

Dari perlakuan SC-CO2 dan HPU didapatkan hasil bahwa residual activity

(RA) PME menurun jika lamanya perlakuan semakin ditambah. Terjadinya

penurunan RA diduga karena denaturasi protein yang dapat terjadi karena

berbagai mekanisme seperti turunnya Ph, penghambatan ektivitas enzim karena

molekul CO2, dan fakta bahwa sesungguhnya SC-CO2 menyebabkan perubahan

bentuk enzim. (SUPERCRITICAL CO2 JUS JERUK)

Page 14: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

3. Perubahan Nilai Gizi

Pada proses pengolahan jus jeruk, zat gizi yang biasanya disorot adalah asam askorbat.

Asam askorbat merupakan salah satu zat gizi yang rentan terhadap berbagai perlakuan

pengolahan. Pada proses pengolahan termal jelas terjadi penurunan kadar asam askorbat pada

jus jeruk karena asam askorbat merupakan zat gizi yang tidak tahan panas dan mudah

teroksidasi. Namun dengan menggunakan DPCD, kadar asam askorbat tidak akan berkurang

secara signifikan. Pada DPCD terjadi penahanan asam askorbat sebesar 71-95% maka asam

askorbat pada jus jeruk dapat bertahan dengan perlakuan DPCD. (BUKU PAK YUSTA).

Tingginya penahanan asam askorbat dengan perlakuan DPCD dikarenakan tingginya stabilitas

asam askorbat pada pH rendah dan pada lingkungan tanpa CO2.

Page 15: 22030113120058_Clara Rashinta Dewi_Dense Phase CO2

Dengan SC-CO2 kadar asam askorbat tidak banyak berkurang. Hal ini mengindikasikan

bahwa SC-CO2 yang terjadi pada suhu rendah tidak mendegradasi asam askorbat. Pada

sebuah studi yang mempelajari tentang efek SC-CO2 terhadap asam askorbat yang ada dalam

jus jeruk menggunakan batch system, menemukan bahwa kadar asam askorbat yang

bervariasi pada nilai antara 71 dan 98% tergantung pada tekanan (13-27Mpa) dan suhu (44-

600C). Pada studi tersebut, degradasi asam askorbat tertinggi ditemukan ketika SC-CO2

dilakukan pada suhu tertinggi. Selain itu, ditemukan juga fakta bahwa asam askorbat yang

rendah pada salah satu sampel control disebabkan karena adanya oksigen yang dapat

mendegradasi asam askorbat. Hal ini menunjukkan bahwa CO2 dapat membantu dalam

menstabilkan asam askorbat (SUPERCRITICAL CO2 ORANGE JUICE).