makalah bioetik kelompok 3

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia yang semakin maju dan peradaban manusia yang gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, persoalan-persoalan norma dan hukum kemasyarakatan dunia bisa bergeser sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang bersangkutan. Kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan yang tinggi. Apabila terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, interpretasi terhadap hukum juga bisa berubah. Akibat gerakan kebebasan, masyarakat barat yang menganut sistem demokrasi liberal dimana hak individu sangat dijunjung tinggi dan nilai-nilai moral telah terlepas dari poros agama (gereja), ditandai dengan berkembangnya paham sekularisme. Siapapun (termasuk pemerintah) tidak boleh mencampuri dan mengganggu hak individu. Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba- tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi. Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat

Upload: noraramkita

Post on 25-Jun-2015

705 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah bioetik kelompok 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia yang semakin maju dan peradaban manusia yang gemilang sebagai

refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, persoalan-persoalan norma dan hukum

kemasyarakatan dunia bisa bergeser sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang

bersangkutan. Kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan yang tinggi. Apabila

terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, interpretasi terhadap hukum juga bisa berubah.

Akibat gerakan kebebasan, masyarakat barat yang menganut sistem demokrasi liberal

dimana hak individu sangat dijunjung tinggi dan nilai-nilai moral telah terlepas dari poros agama

(gereja), ditandai dengan berkembangnya paham sekularisme. Siapapun (termasuk pemerintah)

tidak boleh mencampuri dan mengganggu hak individu.

Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal

demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan

modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat

dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia

memungkinkan hal tersebut terjadi.

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan,

ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari

individu yang akan mengakhiri hidupnya.

Berkaitan dengan aspek hukum yang selalu dibicarakan dari waktu ke waktu. Dalam lafal

sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates, masalah ini telah ditulis dan diingatkan. Namun

sampai kini, tetap saja persoalan yang timbul tidak dapat diatasi atau diselesaikan dengan baik

atau dicapainya kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Pada beberapa kasus,

tindakan ini memang diperlukan, sementara di pihak lain, tindakan ini tidak dapat diterima

karena bertentangan dengan hukum, moral dan agama.

Page 2: makalah bioetik kelompok 3

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tidak

dapat diembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam keadaan

demikian tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaan dan tidak ingin

diperpanjang hidupnya lagi atau di lain kasus keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar,

keluarga pesakit tidak tega melihat pasien penuh penderitaan menjelang ajalnya dan minta

kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang

mempercepat kematian.

Masalah ini makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena semakin

banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat terutama setelah ditemukannya

tindakan di dalam dunia pengobatan dengan mempergunakan teknologi canggih dalam mengatasi

keadaan-keadaan gawat dan mengancam kelangsungan hidup. Banyak kasus-kasus di pusat

pelayanan kesehatan terutama di bagian gawat darurat dan di bagian unit perawatan intensif yang

pada masa lalu sudah merupakan kasus yang tidak dapat dibantu lagi.

Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu tetap saja muncul persoalan dasar kembali

lagi, yaitu dilemma meneruskan atau tidak meneruskan atau tindakan medik yang

memperpanjang kehidupan.

Apa yang harus dilakukan dokter menghadapi korban yang telah mati otak atau mati

batang otak karena belum ada kasus yang dapat keluar dari keadaan ini, sebab kerusakan

jaringan otak yang irreversible.

Masalah euthanasia telah lama dipertimbangkan oleh kalangan kedokteran dan para

praktisi hukum di negara-negara barat. Pro dan kontra terhadap euthanasia itu masih berlangsung

ketika dikaitkan dengan pertanyaan bahwa menentukan mati itu hak siapa dan dari sudut mana ia

harus melihat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada , maka tim penulis mencoba merumuskan beberapa

masalah , seperti berikut ini :

1.Apa itu mati batang otak ?

Page 3: makalah bioetik kelompok 3

2.Bagaimana pandangan berbagai aspek terhadap euthanasia ?

3.Bagaimana aspek etika pasien mati batang otak ?

4. Apa saja hal-hal yang mendasari pengambilan keputusan euthanasia ?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1.Untuk mengetahui definisi dan penjabaran dari euthanasia

2.Untuk mengetahui berbagai aspek dalam kasus euthanasia

3.Untuk mengetahui aspek etika pada pasien dengan kematian batang otak.

4.Untuk mengetahui hal-hal yang mendasari pengambilan keputusan euthanasia.

1.4 Manfaat Penulisan

Penyusuan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat menjadi bahan pembelajaran bagi

tim penulis secara khusus dan pembaca secara umum mengingat betapa pentingnya masalah

euthanasia dan aspek etika pada pasien mati batang otak.

Page 4: makalah bioetik kelompok 3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Aspek Etika Pada Pasien Mati Batang Otak

Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk

fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah

koma dalam,hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea. Seorang pasien yang telah

ditetapkan mengalami kematian batang otak berarti secara klinis dan legal-formal telah

meninggal dunia. Hal ini seperti dituangkan dalam pernyataan IDI tentang mati, yaitu dalam

Surat Keputusan PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusulkan dengan

Surat Keputusan PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang

dikatakan mati, bila fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,

atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan

pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan tes

apnea) dapat dilaksanakansecara adekuat. Apabila temuan klinis yang sesuai dengan kriteria

kematian batang otak ataupemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis kematian batang

otak tidak dapat diperoleh,diagnosis kematian batang otak tidak dapat ditegakkan(3)

Apabila terjadi perdarahan pada batang otak, maka denyut jantung terganggu. Tetap

perdarahan pada otak yang bersangkutan tidak mati. Jadi, kalau hanya terjadi perdarahan pada

otak, penderita tidak mati, jika batang otak betul-betul mati, maka harapan hidup seseorang

sudah terputus.

Terdapat 2 macam kematian otak yaitu kematian korteks otak yang merupakan pusat

kegiatan intelektual dan kematian batang otak. Kerusakan batang otak lebih fatal karena terdapat

pusat saraf penggerak motor semua saraf tubuh, seseorang mati bila batang otak menggerakkan

jantung dan paru-paru tidak berfungsi lagi.

Menentukan ukuran hidup matinya seseorang dengan empat fenomena. Pertama, adanya

gerak/nafas, gerakan sedikit/banyak. Kedua, adanya suara maupun bunyi, yang terdapat pada

Page 5: makalah bioetik kelompok 3

mulut, jeritan tangis, dan rasa haus. Ketiga, mempunyai kemampuan berfikir terutama bagi orang

dewasa. Keempat, mempunyai kemampuan merasakan lewat panca indra dan hati.

Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah menyembuhkan, bukan

membunuh. Jika dokter tidak sanggup, kembalikan kepada keluarga. Sedangkan terhadap

euthanasia pasif, para ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para

ulama sepakat membolehkan. Kebolehan euthanasia pasif itu didasarkan atas pertimbangan

bahwa pasien sebenarnya memang sudah tidak memiliki fungsi organ-organ yang memberi

kepastian hidup. Kalaupun ada harapan, umpamanya karena salah satu dari 3 organ utama yang

tidak berfungsi, yaitu jantung, paru-paru, korteks otak (otak besar, bukan batang otak), maka

berarti masih bisa dilakukan pengobatan bagi pasien yang berada di RS yang lengkap

peralatannya. Tetapi bila pasien berada di RS yang sederhana, sehingga usaha untuk mengatasi

kerusakan salah satu dari yang disebutkan itu, atau biaya untuk meneruskan pengobatan ke RS

yang lebih lengkap. Allah tidak memberikan beban kewajiban yang manusia tidak sanggup

memikulnya. Yang penting disini tidak ada unsur kesengajaan untuk mempercepat kematian

pasien.

Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh organ lainnya akan terhenti pula

fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang otak telah rusak, tetapi jantung masih berdenyut.

Apalagi jika batang otak sudah mengalami pembusukan. Maka dalam kondisi yang demikian,

tindakan euthanasia pasif boleh dilaksanakan, umpamanya dengan mencabut selang pernafasan,

masker oksigen, pemacu jantung, saluran infus dsb. Maksudnya hanya sebagai langkah

menyempurnakan kematian.

2.2 Definisi Euthanasia

Euthanasia berasal dari kata Yunani Euthanathos. Eu = baik. Tanpa penderitaan; sedang

tanathos = mati. Dengan demikian euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa

penderitaan. Ada yang menerjemahkan mati cepat tanpa derita.

Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hokum kesehatan

mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study Group dari

KNMG (Ikatan Dokter Belanda)

Page 6: makalah bioetik kelompok 3

“Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang

hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau

mengakhiri hidup seorang pasien dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.”

Sedangkan menurut Commisie dari Gezondheidsraad (Belanda) euthanasia adalah

perbuatan yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun dengan sengaja tidak

memperpanjang hidup demi kepentingan si pasien oleh seorang dokter ataupun bawahan yang

bertanggung jawab kepadanya .

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut

dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak

tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy

killing (Tongat, 2003 : 44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia

mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,

pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit

yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja. Secara

konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu voluntary euthanasia (euthanasia yang dilakukan

atas permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak

sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya). Non voluntary euthanasia (di sini orang lain,

bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien

yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya).

Involuntary euthanasia (merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya).

Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang kematian.

Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari kematian dengan

mempergunakan kemajuan ipetek kedokterantelah membawa masalah baru dalam euthanasia,

terutama berkenaan dengan penentuan kapan sesorang dinyatakan telah mati.

Dikenal beberapa konsep tentang mati seperti:

1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir

2. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh

3. Hilangnya kemmapuan tubuh secara permanen

4. Hilangnya manusia secar permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi social

Page 7: makalah bioetik kelompok 3

Konsep mati dan berhentinya darah mengalir seperti dianut selama ini dan yang juga

diatur dalam PP 18 tahun 1981 menyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan

paru-paru, tidak bisa dipergunakan lagi karena teknologi resusitasi telah memungkinkan jantung

dan paru-paru yang semua terhenti kini dapat dipacu untuk berdenyut kembali dan paru-paru

dapat dipompa untuk berkembang kempis kembali.

Konsep mati dari terlepasnya dari tubuh sering menimbulkan keraguan karena misalnya

pad atindakan resusitasi yan gberhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan

nyawa dapat ditarik kembali.

Mengenai konsep mati dari hilangnya kembali kemampuan tubuh secara permanen untuk

menjalankan fungsinya secar terpadu juga dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-

sendiri tanpa terkendali karenaotak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi konsep ini

menguntungkan tetapi secar moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih

berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.

Bila dibandingkan dengan manusia sebagi mahluk social yaitu individu yang mempunyai

kepribadian, menyadari kehidupannyam kekhususannya, kemampuannya mengingat,

menentukan sikap dan mengambil keputusan, mengajukan alas an yang masuk akal, mampu

berbuat, mampu menikmati, mengalami kecemasan dan sebagainya, maka penggerak dari otak

baiksecara fisik amupun social makin banyak dipergunakan.

Pusat pengendali ini terdapat dalam batang otak. Oleh Karen aitu jika batang otak telah

mati (brain system death) dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati.

Dalam keadaan demikian, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan

resusitasi (DNR, do not resuscitation)

Penentuan saat mati ini juga dibahas dan ditetapkan dalam world Medical Assembly

tahun 1968 yang dikenal dengan Deklarasi Sydney. Disini dinyatakan penentuan saat kematian

di kebanyakn Negara merupakan tanggung jawab sah dokter. Dokter dapat menentukan sesorang

sudah mati dengan menggunakan criteria yang lazim tanpa bantuan alat khusus yang telah

diketahui oleh semua dokter.

Yang penting dalam penentuan saat mati disini adalah proses kematian tersebut sudah

tidak dapat dikemabalikan lagi (irreversible) meski menggunakan teknik penghidupan kembali

apapun. Walaupun sampai sekarang tidak ada alat yang sungguh-sungguh memuaskan dapat

Page 8: makalah bioetik kelompok 3

digunakan untuk penentuan saat mati ini, alat elektroensefalograf dapat diandalkan untuk

maksud tersebut.

Jika penentuan saat mati berhubungan dengan kpentingan transplantasi organ, keputusan

mati harus dilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih dan dokter yang menentukan saat mati itu

tidak boleh ada kaitannya langsung dengan pelaksanaan euthanasia.

Euthanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut.

Menurut Frans Magnis Suseno , dari cara dilaksanakannya, euthanasia dibedakan atas

seb:

1. Euthanasia pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau

pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia

2. Euthanasia aktif

Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakuykan secar medic melalui intervensi aktif

oleh seorang dokter engan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia.

Euthanasia aktif dapat dibedakan menjadi

1) Euthanasia aktif langsung (direct)

Adalah dilakukannya tindakan medic secara terarah yang diperhitungkan akan

mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini dikenal juga

sebagai Mercy Killing.

2) Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)

Adalah dimana dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medic untuk

meringankan penderitaan pasien namun mengetahui adanya resiko tersebut dapat memperpendek

atau mengakhiri hidup pasien.

Ditinjau dari permintaan, euthanasia dibedakan atas:

1. Euthanasia volunteer /m euthanasia sukarela/ euthanasia atas permintaan pasien

Adalah euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secar asadar dan diminta

berulang-ulang

2. Euthanasia involuntir (tidak atas permintaan pasien)

Adalah euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar dan biasanya

keluarga pasien yang meminta.

Page 9: makalah bioetik kelompok 3

Kedua jenis euthanasia ini dapat digabung. Misalnya euthanasia pasif volunteer,

euthanasia aktif involunteer, euthanasia aktif langsung involuntir dan sebagainya.

Ada yang melihat pelaksanaan euthanasia dari sudut lain dan membaginya atas 4

kategori, yaitu:

1. Tidak ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek hidup

pasien.

2. Ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek hidup pasien

3. Tidak ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek hidup

pasien.

4. Ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek hidup pasien.

2.3 Pandangan Berbagai Aspek Dalam Euthanasia

Berikut pandangan berbagai aspek terhadap kasus euthanasia :

A. Aspek Hukum. 

Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai

pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan

berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek

hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat

latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas

permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam

keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain

pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang

tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat

menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam

KUHP Pidana.

Kitab undang-undang hukum pidana mengatur seseorang dapat dipidana auat dihukum

jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati.

Ketentuan pelanggaran pidana yang berkaitan langsung dengan eutahansia aktif terdapat pada

pasal 344 KUHP.

Page 10: makalah bioetik kelompok 3

Pasal 304 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan,

sedang ia wajib memberikan kehidupan,perawatan, kepada orang itu,karena hukum yang

berlaku baginya atau karena perjanjian,dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya

dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak – banyaknya empat ribu limaratus rupiah

Pasal 344 KUHP

Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang

disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya

dua belas tahun.

Ketentuan ini harus diingat kalangan dokter sebab walaupun terdapat beberapa lasan kuat

untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien,

ancaman hukuman ini harus dihadapinya.

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal di bwah ini

harus diketahui oleh dokter.

Pasal 338 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum karena maker mati,

dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP

Barang siapa dengan sengaja dan direncankan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang

lain, dihukum Karen apembunuhan direncankan (moord) dengan hukuman mati atau

penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh

tahun.

Pasal 359 KUHP

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-

lamnya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Page 11: makalah bioetik kelompok 3

Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hokum yang mengingatkan

kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia

Pasal 345 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongny

dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara

selama-lamanya empat tahun.

Pasal ini mengingatkan dokter, jangankan melakukan euthanasia, menolong atau member

harapan kearah perbuatan itu saja pun sudah mendapat ancaman pidana.

B. Aspek Hak Asasi. 

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak

tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan

dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang

cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak

untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk

mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas

lagi dari segala penderitaan yang hebat.

C. Aspek Ilmu Pengetahuan. 

Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya

tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila

secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan

ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk

tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan sebaliknya

dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan,

keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.

D. Aspek Agama. 

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di

dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.

Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun

alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan

Page 12: makalah bioetik kelompok 3

yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh

penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan

putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada

seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan

apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari

pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa

menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan berobat untuk mengatasi

penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan

mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai

upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun dapat

dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal hal seperti ini manusia sering

menggunakan standar ganda. Hal hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum

hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi

pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka

dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya.

2.4 Hal-hal yang Mendasari Pengambilan Keputusan Euthanasia

Page 13: makalah bioetik kelompok 3

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Dari penjabaran yang telah penulis coba uraikan pada bab sebelumnya , ada beberapa

simpulan yang dapat diambil seperti sebagai berikut :

Euthanasia berasal dari kata Yunani Euthanathos. Eu = baik. Tanpa penderitaan; sedang

tanathos = mati.Secara umum , Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda)

mendefinisikan euthanasia , “Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk

memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek

hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien

sendiri.”

Euthanasia dapat dipandang dari berbagai aspek seperti

Aspek Hukum. 

Kitab undang-undang hukum pidana mengatur seseorang dapat dipidana auat dihukum

jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati.

Ketentuan pelanggaran pidana yang berkaitan langsung dengan eutahansia aktif terdapat pada

pasal 344 KUHP.Berikut beberapa pasal yang berkaitan dengan euthanasia :

- Pasal 304 KUHP

- Pasal 306 KUHP

- Pasal 344 KUHP

- Pasal 338 KUHP

- Pasal 340 KUHP

- Pasal 359 KUHP

- Pasal 345 KUHP

Aspek Hak Asasi. 

Page 14: makalah bioetik kelompok 3

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak

tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan

dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Aspek Ilmu Pengetahuan. 

Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya

tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien.

Aspek Agama. 

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di

dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.

Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun

alasannya. Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan.

Kita juga harus mengetahui aspek etika pada pasien dengan keadaan mati batang

otak.Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi

batang otak, secara ireversibel.Seorang pasien yang telah ditetapkan mengalami kematian

batang otak berarti secara klinis dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini seperti

dituangkan dalam pernyataan IDI tentang mati, yaitu dalam Surat Keputusan PB IDI

No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusulkan dengan Surat Keputusan PB IDI

No.231/PB.A.4/07/90.

Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah menyembuhkan, bukan

membunuh. Jika dokter tidak sanggup, kembalikan kepada keluarga. Sedangkan terhadap

euthanasia pasif, para ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para

ulama sepakat membolehkan. Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh organ

lainnya akan terhenti pula fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang otak telah rusak, tetapi

jantung masih berdenyut. Apalagi jika batang otak sudah mengalami pembusukan. Maka dalam

kondisi yang demikian, tindakan euthanasia pasif boleh dilaksanakan, umpamanya dengan

mencabut selang pernafasan, masker oksigen, pemacu jantung, saluran infus dsb. Maksudnya

hanya sebagai langkah menyempurnakan kematian.

3.2 Saran

Page 15: makalah bioetik kelompok 3

Melalui penyusunan makalah ini , tim penyusun menyarankan kepada pemerintah untuk

lebih memperjelas garis batas euthanasia yang boleh diperlakukan demi kebaikan medis seorang

pasien.

Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat ,karunia dan ridho-

Nya , kami tim penyusun dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas bioetik.Adapun Dalam makalah ini

, kami mencoba menguraikan aspek euthanasia dan aspek etika pada pasien dengan mati batang

otak berdasarkan tema yang telah diberikan.

Kami sebagai penulis mengaku bahwa “tak ada gading yang tak retak”, oleh karena itu,

saran dan kritik yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan dan

penyempurnaan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bermanfaat bagi

tim penulis khususnya.