makalah bg dan

Upload: evander

Post on 10-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Apoptosis dan Plastisitas OtakYovinus deni102010

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510Pendahuluan

Pembahasan A. ApoptosisApoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang penting dalam berbagai proses biologi. Berbeda dengan nekrosis, yang merupakan bentuk kematian sel sebagai akibat sel yang terluka akut, apoptosis terjadi dalam proses yang diatur sedemikian rupa yang secara umum memberi keuntungan selama siklus kehidupan suatu organisme. Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis, proses apoptosis yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang sangat bervariasi. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan, sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol.Apoptosis adalah proses yang sangat teratur. Selama apoptosis sel-sel yang dibongkar sangat sistematis. Mereka melepaskan diri dari sel-sel tetangga dari jaringan dan protoplasma nya memadat. Organel terikat membran seperti mitokondria hancur dengan melepaskan isinya ke dalam sitoplasma. Enzim, endonuklease, bertindak pada bahan kromatin dan memecahkan DNA menjadi fragmen-fragmen. Pada tahap akhir membran sel mulai membentuk pelepuhan dan fragmen sel ke dalam tubuh apoptosis. Jenis kematian sel adalah suatu proses fisiologi normal dan selalu terjadi selama perkembangan organ. Dibandingkan dengan apoptosis nekrosis terjadi secara teratur dan terjadi karena aksi dari racun yang dihasilkan oleh patogen pada sel.Apoptosis memainkan peran penting dalam mengembangkan dan menjaga kesehatan tubuh dengan menghilangkan sel-sel tua, sel-sel yang tidak perlu, dan sel-sel sehat. Tubuh manusia menggantikan mungkin satu juta sel per detik. Terlalu sedikit atau terlalu banyak apoptosis dapat memainkan peran dalam banyak penyakit. Ketika apoptosis tidak bekerja dengan benar, sel-sel yang harus dihilangkan dapat bertahan dan menjadi abadi, misalnya, kanker

1. Fungsi Apoptosisa. HomeostasisHomeostasis adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh organisme yang dibutuhkan organisme hidup untuk menjaga keadaan internalnya dalam batas tertentu. Homeostasis tercapai saat tingkat mitosis (proliferasi) dalam jaringan seimbang dengan kematian sel.b. Sel yang rusak atau terinfeksiApoptosis dapat terjadi secara langsung ketika sel yang rusak tidak bisa diperbaiki lagi atau terinfeksi oleh virus. Keputusan untuk melakukan apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di sekitarnya, atau dari sel yang merupakan bagian system imun. Jika kemampuan sel untuk ber-apoptosis rusak atau jika inisiasi apotosis dihambat, sel yang rusak dapat terus membelah tanpa batas, berkembang menjadi kanker.c. Respon terhadap kerusakan DNAKondisi stress sebagaimana kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik atau pemaparan sinar ultraviolet atau radiasi dapat menginduksi sel untuk memulai proses apoptosis. Contohnya pada kerusakan genom dalam inti sel, adanya enzim PARP-1 memacu terjadinya apoptosis. Enzim ini memiliki peranan penting dalam menjaga integritas genom, tetapi aktivasinya secara berlebihan dapat menghabiskan ATP, sehingga dapat mengubah proses kematian sel menjadi nekrosis.2. Proses Apoptosisa. Jalur instrinsikRiset mengindikasi keterlibatan mitokondria dalam jalur apoptotis. Sitokrom c, suatu heme protein yang bertindak sebagai suatu pembawa elektron dalam fosforilasi oksidasi mitokondria, pemberhenti elektron cytochrome C oxidase atau kompleks IV keluar intermembran dan mengikat protein sitoplasmik yang disebut Apaf-1 yang kemudian mengaktikan suatu inisiator caspase-9 di sitoplasma. Protein ini keluar mitokondria setelah perubahan potensiasi eletrokimia di membran. Perubahan potensial menyebabkan terbukanya suatu kanal yang nonspesifik dalam membran yang permeabel, terdiri atas dua protein selaput bagian dalam (adenine nucleotide translocator-ANT) dan suatu protein bagian luar (porin, yang voltage-gated-kanal anion VDAC). Protein ini bertindak bersama-sama kemungkinan pada sisi luar dan sisi dalam terjadi kontak. Saluran ini dapat dilewati zat yang memiliki bobot molekular kurang dari 1500. Perubahan gradien proton menyebabkan oksidasi dan foforilasi di mitokondria perubahan kekuatan ion menyebabkan pembekakan matriks. Karena sisi bagian dalam sangat kusut dan memilki luas permukaan jauh lebih besar dibanding selaput yang luar, bengkak pada matriks mengarah rusaknya sisi luar, sehingga sitokrom c dan Apaf-1 keluar masuk sitoplasma. Jalur ini biasa diaktifkan dalam respon stimulus letal yang lain seperti pengrusakan DNA, stress oksidatif, dan hipoksia. Mitokondria mengandung faktor proapoptosisseperti sitokrom c dan AIF (apoptosis inducing factors). Keduanya merupakan substrat yang berbahaya, akan tetapi tersimpan aman dalam mitokondria. Saat keduanya dilepaskan ke sitoplasma dapat mengaktifkan jalur aktivasi caspase. Pelepasannya diatur oleh famili Bcl-2 yang terikat dengan mitokondria, yaitu Bax dan Bad. Sitokrom c dalah protein heme yang berperan sebagai pembawa elektron yang larut dalam air dalam fosforilasi oksidatif mitokondria. Bila terjadi kumparan electron melalui sitokrom c oxidase atau kompleks IV, adanya perubahan kekuatan ion menyebabkan gelombang matriks. Saat membran dalam mitokondria memiliki permukaan yang lebih luas dibanding membran luar maka gelombang matriks menyebabkan nonspecific inner membrane permeability transition pore terbuka sehingga sitokrom c keluar ke sitoplasma. Sitokrom c yang keluar ke sitoplasma kemudian berikatan dengan Apaf-1 membentuk CARD (Caspase Recruitment domain). Beberapa CARD bergabung membentuk kompleks apoptosome kemudian mengikat pro-caspase 9 dan mengaktivasinya menjadi caspase 9 (caspase inisiator). Caspase 9 ini akan mengaktivasi procaspase-3 menjadi caspase 3 yang merupakan caspase efektor yang melaksanakan apoptosis. Caspase memecah protein menyebabkan inti sel pecah. Protein yang merupakan target caspase biasanya terikat dengan protein lain, yaitu sebuah DNA endonuklease. Saat protein pecah, DNase bebas bermigrasi ke nukleus danmemecahnya. Perubahan membran terjadi saat caspase 3 memecah gelsolin, suatu protein yang terlibat dalam pemeliharaan morfologi sel. Gelsolin yang terpecah akan membelah filamen aktin di dalam sel. Caspase 3 juga mengaktivasi kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK 2) melalui proteolisis. PAK2 termasuk protein yang dibutuhkan dalam membentuk apoptotic body.b. Jalur ekstrinsik Extrinsic signal biasanya melalui death receptor atau melalui enzyme granzyme. Fas ligand/FasL (CD95) merupakan death receptor, terdapat di permukaan dan kalau berpasangan akan memicu terjadinya apoptosis tetapi bedanya tidak lewat mitokondria. FADD akan jadi satu dengan yang akan mengaktifasi caspase 8 yang akan mengaktifasi caspase 3, 6, 7 sebagai caspase eksekusioner. Beda intrinsic dan ekstrinsik: intrinsic melalui mitokondria (sitokrom c yg mengaktifkan caspase), yang ekstrinsik karena adanya FADD/death domain yang bersatu membentuk kinase tertentu sehingga akan mengaktifkan caspase 8,9,10 dimana caspase 8,9,10 akan mengaktifkan eksekusioner caspase. Granzyme biasanya terjadi di sel T. sel T sitotoksik biasanya akan menghasilkan granzyme untuk membunuh sel yang terinfeksi oleh gran. Apotosis normal terjadi selama pertumbuhan atau perkembangan normal, biasanya terjadi juga terjadi resposilble untuk setting dari pembentukan jaringan/organ juga untuk regulasi limfosit untuk pembentukan sel T, dari bone marrow sel T pindah ke tymus dan hanya 10% yang berfungsi sebagai sel, yang 90% tidak lulus atau tidak berfungsi sehingga dibuang.

B. Plastisitas OtakIstilah plastisitas berasal dari bahasa Yunani plaistikos yang berarti membentuk, to form. Secara umum plastisitas otak diartikan sebagai kemampuan otak untuk melakukan re-organisasi setelah mengalami cedera (injury) atau karena penyakit. Kata lain plastisitas otak (brain plasticity) adalahneuroplasticityataubrain malleability. Plastisitas merupakan salah satu kemampuan otak yang sangat penting, yang melingkupi berbagai kapabilitas otak, termasuk kemampuan untuk beradapatasi terhadap perubahan lingkungan dan penyimpanan memori dalam proses belajar. Karena itu anak-anak bisa belajar lebih cepatdaripada dewasa, termasuk diantaranya menguasai bahasa asing di usia muda, penguasaan alat musik, bermain bola, bahkan pemulihan dari cedera otak yang lebih cepat.Pada masa fetal terdapat keseimbangan antara neurogenesis dan apoptosis sel neuron untuk mendapatkan jumlah neuron tertentu padasetiap regio otak, proses ini terutama diamati pada trimester kedua kehamilan. Berbagai penelitian pada hewan menunjukkan bahwa terdapat produksi neuron yang sangat berlebihan pada masa fetus dibandingkan dengan jumlah akhir yang ditemukan pada otak yang matur. Over-produksi neuron ini diduga menjadi semacam reservoir yang dapat digunakan jika terjadi cedera (injury) otak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neurogenesis ternyata masih terjadi setelah masa fetal bahkan hingga dewasa pada area tertentu diotak, termasuk zona subventrikular dari ventrikel lateral dan zona subgranular dari girus dentate hipokampus.Plastisitas otakmelingkupi perubahan pola fungsional dan struktural sebagai respons terhadap lingkungan, secara fisiolofis atau patologis melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Perubahan terjadi pada tingkat kortikal berupa pola sinaptik dan representasi. Hipotesis lain menyebutkan dapat pula terjadi perubahan pada tingkat neuronal baik berupa perubahan morfologi ataupun fungsional. Saat seorang anak lahir, ia memiliki jumlah neuron lebih dari 100 milyar, suatu jumlah sel neuron maksimal sepanjang hidupnya, sementara berat otak bayi saat lahir tidak lebih dari seperempat berat otak orang dewasa.Peningkatan massa otak dalam perkembangan seorang anak merefleksikan peningkatan yang spektakuler dari koneksi kortiko-kortical yang bersifat experience-dependent. Plastisitasexperiencedependentmerujuk pada mekanisme belajar dan penyimpanan memori sebagai hasil interaksi seorang individu dengan lingkungannya, kemudian membentuk jaringan neuronal tertentu yang mewakili memori autobiografikal. Plastisitas merupakan hasil dari kapasitas intrinsik otak untuk mengenali efek suatu pengalaman terhadap kebutuhan dasarnya sebagai makhluk hidup, untuk memulai proses belajar dan menyimpan memori. Proses ini akan bermuara pada pembentukan jutaan jaringan neuronal (mnemonic) pada neokorteks, yang merepresentasikan isi memori autobiografik.1. Faktor UsiaSecara umum, cedera daerah kortikal yang bersifat fokal pada masa kanak-kanak mempunyai morbiditas yang lebih rendah dibandingkan cedera pada usia dewasa. Namun demikian, pendapat bahwa cedera otak yang terjadi pada usia lebih dini akan mempunyai prognosis yang lebih baik ternyata tidaklah sepenuhnya benar. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa cedera otak pada usia tertentu, prognosisnya tergantung pada titik dampak kritisnya (critical impact points hypothesis). Berdasarkan paradigma ini, ternyata cedera otak pada usia dini dapat sama fatalnya dengan cedera otak pada usia yang lebih tua.Jika cedera terjadi pada suatu usia dimana sel-sel otak masih dalam tahap pematangan, dan tepat pada titik dimana perkembangan neurologi dan kognitif memerlukan dukungan lingkungan yang optimal dan kondusif, maka prognosis yang buruk bisa diramalkan pada kasus ini. Penelitian longitudinal terhadap kelainan di kortek serebri dengan kelainan kongenital menyimpulkan prognosis yang lebih uruk jika dibandingkan dengan kelainan serupa yang didapat kemudian. Perbedaan ini menunjukkan bahwa anak dengan kelainan kongenital justru mengalami gangguan perkembangan otak pada keseluruhan hemisfer.Selaras dengancritical impact points hypothesis, Kolb dan Gibbs menemukan bahwa kerusakan otak yang terjadi pada usia dini, walaupun proliferasi neural telah sempurna namun masih dalam proses migrasi dan diferensiasi, akan mengakibatkan atrofi menyeluruh dendritik dan penurunan densitas neuron terutama bagian selubung kortek pada area tulang belakang, yang tampak sebagai retardasi mental. Sebaliknya, jika selubung kortek ini rusak pada waktu pertumbuhan cepat dendritik dan pembentukan formasi sinaps, justru akan terjadi peningkatan percabangan dendritik dan densitas spinal melalui kortek yang masih tersisa, sehingga akan didapatkan hasil akhir berupa pemulihan (recovery) fungsi yang lebih baik. Dengan demikian disimpulkan bahwa cedera otak yang terjadi lebih awal tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik, hasil akhir (outcome)nya ditentukan oleh tingkat maturasi yang sudah atau sedang berlangsung saat cedera terjadi, yang dipengaruhi oleh kemampuan selular yang spesifik sehubungan dengan plastisitas otak.

2. Masa Pemulihan St. James-Roberts berdasarkan data studi hemisferektomi menyimpulkan bahwa perbedaan masa pulih (recovery) sesudah cedera atau trauma pada sistem nervus mature dan imature, bukan hanya berkaitan dengan usia saat cedera/trauma terjadi,namun juga merefleksikan lamanya masa pulih yang dihubungkan dengan penyebab lesi dan jenis pemeriksaan atau tes yang dilakukan. Studi kohort pada usia dewasa akan mempunyai masa follow up yang singkat sehubungan dengan keterbatasan usia harapan hidup. Demikian juga halnya pada studi yang melibatkan subjek dengan tumor otak, tentu akan mempengaruhi potensial masa pulih penderitanya.Menurunnya plastisitas otak seiring dengan bertambahnya usia tidak berarti reorganisasi tidak mungkin terjadi pada waktu yang panjang. Sebagai contoh, pada sindrom Sturge-Weber, terjadi kalsifikasi yang progresif walaupun pada saat bersamaan reorganisasi kemampuan bahasa yang terus berlanjut hingga usia lebih tua. Masa pulih pada cedera hemisfer kiri dimana hemisfer kanan secara perlahan mengambil alih aspek bahasa dan memori verbal juga bisa memakan waktu yang cukup panjang. Akuisisi bahasa pada anak yang belum terpapar (exposed) bahasa sama sekali, atau belum bicara hingga akhir dekade pertama juga akan memperpanjang masa reorganisasi yang dibutuhkan. Dalam berbagai kasus, masa transfer kemampuan bahasa dari hemisfer kanan ke kiri memerlukan waktu yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan durasi plastisitas serebral pada umumnya.

3. Double Hazard Studi secara prospektif longitudinal oleh Anderson terhadap anak dengan cedera kepala mendokumentasikan hubungan derajat cedera (injury severity) dengan kemampuan kognitif. Anak yang menderita cedera kepala berat pada usia muda akan mengalami pemulihan yang minimal atau bahkan tidak sama sekali dibandingkan jika cedera yang sama terjadi pada usia yang lebih tua. Usia saat terjadi cedera tidak dapat dijadikan faktor prediksi terhadap prognosis atau outcome nantinya pada cedera kepala ringan sampai sedang, meskipun anak usia 0-2 tahun dengan cedera kepala sedang mempunyai outcome yang lebih buruk dibandingkan tingkat cedera yang sama pada usia yang lebih tua. Penelitian ini menyimpulkan suatu model double hazard pada cedera otak yang berat dan terjadi pada usia dini, walaupun terdapat kemampuan plastisitas otak, namun pada keadaan ini justru anak tersebut menjadi lebih rentan terhadap gangguan/kerusakan kognitif residual yang signifikan.Kesimpulan Daftar Pustaka