praperadilan bg

26
ANALISA HUKUM TERHADAP KEWENANGAN KPK DAN OBJEK PRAPERADILAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN NOMOR.04/PID.PRAP/2015/PN.JAK SEL Oleh : Solihin Niar Ramadhan 1 110110110195 I. KASUS POSISI 1. Pada tanggal 12 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status Komjen Pol Budi Gunawan menjadi tersangka. 2 2. Komjen Pol Budi Gunawan diduga melakukan tindak pidana korupsi, yakni diduga menerima hadiah atau janji pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri 1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, angkatan 2011, aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan salah satunya Himpunan Mahasiswa Pidana (HIMAPI) FH UNPAD. 2 “Kronologi Kasus Budi Gunawan dan Ketegangan KPK-POLRI”, dalam <http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kr onologi_bg_kpk>, [17/02/2015].

Upload: andiani-apriliani

Post on 12-Apr-2016

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Membahas pendapat mengenai praperadilan BG

TRANSCRIPT

Page 1: Praperadilan BG

ANALISA HUKUM TERHADAP KEWENANGAN KPK DAN OBJEK

PRAPERADILAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

NOMOR.04/PID.PRAP/2015/PN.JAK SEL

Oleh :Solihin Niar Ramadhan1

110110110195

I. KASUS POSISI

1. Pada tanggal 12 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) telah menetapkan status Komjen Pol Budi Gunawan

menjadi tersangka.2

2. Komjen Pol Budi Gunawan diduga melakukan tindak pidana

korupsi, yakni diduga menerima hadiah atau janji pada saat

menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM

Mabes Polri periode tahun 2003-2006 dan jabatan lainnya di

Kepolisian RI.

3. Komjen Pol Budi Gunawan diduga telah melanggar Pasal 5

ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf a atau huruf b Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, angkatan 2011, aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan salah satunya Himpunan Mahasiswa Pidana (HIMAPI) FH UNPAD.

2 “Kronologi Kasus Budi Gunawan dan Ketegangan KPK-POLRI”, dalam <http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_kpk>, [17/02/2015].

Page 2: Praperadilan BG

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1

kesatu KUHPidana.

4. Pada tanggal 19 Januari 2015, Komjen Pol Budi Gunawan

melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan

praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena

penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK.

5. Pada tanggal 02 Februari 2015, Sidang perdana perkara

praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas nama

pemohon Komjen Pol Budi Gunawan dimulai dan dipimpin oleh

hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Perkara tersebut terdaftar dengan

Nomor.04/Pid.Prap/2015/PN.Jak Sel., namun sidang tersebut

ditunda selama sepekan setelah kuasa hukum KPK tidak hadir

pada persidangan.

6. Dalam sidang kedua, tanggal 09 Februari 2015, kedua pihak

hadir. Pihak Budi Gunawan diminta terlebih dulu

menyampaikan dalil permohonan. Pada intinya, kuasa hukum

Budi menilai penetapan tersangka kliennya tidak sah.

Sedangkan, KPK menilai praperadilan yang diajukan Budi

Gunawan bersifat prematur karena dalam Pasal 77 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur

mengenai praperadilan, tak ada aturan mengenai penetapan

tersangka.

Page 3: Praperadilan BG

7. Pada persidangan tanggal 10 Februari 2015,  tim kuasa hukum

Budi Gunawan menghadirkan empat saksi fakta terdiri dari tiga

pejabat Polri, yakni dua mantan penyidik KPK AKBP Irsan dan

AKBP Hendi Kurniawan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi

Bareskrim Budi Wibowo, dan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Selain itu, pihak Budi juga menyerahkan 73 alat bukti berupa

surat, print out berita dari media online, hingga video.

8. Pada persidangan tanggal 11 Februari 2015, sidang

praperadilan kembali dilanjutkan dengan menghadirkan saksi

ahli dari pihak Budi Gunawan. Saksi yang hadir yakni Guru

Besar Hukum Unpad Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum

Unpad I Gede Pantja Astawa, Guru Besar Hukum Universitas

Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda dan Guru Besar Hukum

Universitas Khairun Margarito Kamis.

9. Pada persidangan tanggal 12 Februari 2015, KPK hanya

menghadirkan satu saksi fakta di persidangan, yakni penyelidik

KPK, Iguh Sipurba. Menurutnya, KPK cukup mempunyai dua

alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang

KPK. KPK sudah mempunyai dua alat bukti yang cukup seperti

dokumen, keterangan saksi, hingga Laporan Hasil Analisa dari

Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

10. Pada persidangan tanggal 13 Februari 2015, KPK langsung

menghadirkan tujuh saksi, terdiri dari empat saksi ahli dan tiga

Page 4: Praperadilan BG

saksi fakta. Empat saksi ahli yakni pakar hukum tata negara

Zainal Arifin Mochtar, pakar filsafat hukum Arief Sidharta,

Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Junaedi,

dan pensiunan Jaksa Adnan Pasliadja. Adapun saksi fakta

yang dihadirkan yakni mantan Kepala Satgas Koordinasi dan

Supervisi KPK Anhar Darwis, pegawai administrasi divisi

penyidikan KPK Dimas Adiputra, dan pegawai administrasi

divisi penyelidikan KPK Wahyu Dwi Raharjo.

11. 2 Pegawai bidang administrasi Komisi Pemberantasan Korupsi,

Wahyu Budi Raharjo sebagai pegawai administrasi di Divisi

Penyelidikan, dan Dimas Adiputra sebagai pegawai

administrasi di Divisi Penyidikan menjadi saksi fakta

membenarkan adanya surat perintah penyelidikan (sprinlidik)

yang terbit pada tanggal 2 Juni 2014 dan surat perintah

penyidikan (sprindik) yang keluar pada tanggal 12 Januari 2015

atas kasus yang menjerat Komjen Pol Budi Gunawan.3

12. Kemudian pada hari Senin, persidangan tanggal 16 Februari

2015, tepat pukul 10.25 WIB Hakim Sarpin Rizaldi

mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh

kuasa hukum Komjen Pol Budi Gunawan atas status tersangka

yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

13. Berikut ini isi putusan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan:

3  Nafiysul Qodar, “Saksi Membenarkan Ada Sprinlidik dan Sprindik Kasus Budi Gunawan”, dalam <http://news.liputan6.com/read/2175743/saksi-benarkan-ada-sprinlidik-dan-sprindik-kasus-budi-gunawan>, [17/02/2015].

Page 5: Praperadilan BG

a. Mengabulkan permohonan pemohon praperadilan

sebagian;

b. Memerintahkan sprindik yang menetapkan pemohon

sebagai tersangka oleh termohon adalah tidak sah dan

tidak berdasarkan hukum;

c. Menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh termohon

terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam

penetapan tersangka terhadap diri pemohon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2,

Pasal 11 atau 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP adalah

tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh

karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat;

d. Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon yang

dilakukan oleh termohon adalah tidak sah;

e. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan

yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang

berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri

pemohon oleh termohon;

Page 6: Praperadilan BG

f. Membebankan biaya perkara kepada negara sebesar

nihil;

g. Menolak permohonan pemohon praperadilan selain dan

selebihnya.

II. MASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORITIK

A. Masalah Hukum

1. Apakah KPK memiliki kewenangan dalam Melakukan

Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan Tindak Pidana

Korupsi Terhadap Komjen Pol Budi Gunawan?

2. Apakah penetapan tersangka dapat dijadikan sebagai objek

pemeriksaan dalam permohonan praperadilan dihubungkan

dengan Pasal 77 KUHAP ?

B. Tinjauan Teoritik

Lembaga praperadilan memiliki fungsi untuk menjaga

ketertiban pemeriksaan pendahuluan dan untuk melindungi

tersangka dan terdakwa terhadap tindakan-tindakan penyidik

(kepolisian) dan/atau penuntut umum (kejaksaan) yang melanggar

hukum dan merugikan tersangka.4 Diadakannya suatu lembaga yang

dinamakan praperadilan, diatur dalam Pasal 1 angka 10 Undang-

Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya

4 Selain itu, fungsi lembaga praperadilan adalah sebagai alat kontrol atau pengawasan secara horizontal dari penyidik. S. Tanusubroto, Peranan Pra-Peradilan dalam Hukum Acara Pidana, Bandung, Alumni, 1983, hlm.73.

Page 7: Praperadilan BG

disebut KUHAP), kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 77

sampai dengan Pasal 83 KUHAP.

Praperadilan itu tidak merupakan badan tersendiri, tetapi

merupakan suatu wewenang saja dari Pengadilan. Berdasarkan

Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri

untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini:

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau

penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya

atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya

hukum dan pengadilan;

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka

atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang

perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP, dapat

disimpulkan bahwa terdapat 6 objek praperadilan, yaitu :

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan;5

b. Sah atau tidaknya suatu penahanan;6

5 Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pasal 1 angka 20 KUHAP.

6 Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta

Page 8: Praperadilan BG

c. Sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan; 7

d. Sah atau tidaknya suatu penghentian penuntutan;8

e. Permintaan ganti kerugian;9 dan

f. Permintaan rehabilitasi.10

Dalam sidang praperadilan ini, terdapat dua belah pihak. Pihak

pertama disebut sebagai “Pemohon” dan pihak kedua disebut

sebagai “Termohon”. Pemohon diberi beban pembuktian lebih

dahulu untuk membuktikan adanya peristiwa11 tersebut, dan

selanjutnya pihak Termohon diberi kesempatan pula untuk

menyerahkan bukti-bukti guna memperkuat sangkalannya atau

bantahannya.

Setelah dipersidangkan, baik Pemohon maupun Termohon

mengajukan surat-surat bukti bahwa kalau perlu dengan saksi-saksi,

menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pasal 1 angka 21 KUHAP.7 Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pasal 1 angka 2 KUHAP.

8 Penuntutan adalah tindakan penuntut untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Yang dimaksud dengan “penghentian penuntutan” tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung. Pasal 1 angka 7 KUHAP.

9 Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pasal 1 angka 22 KUHAP.

10 Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut maupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pasal 1 angka 23 KUHAP.

11 Yang dimaksud dengan “peristiwa” disini adalah peristiwa hukum yang menjadi objek praperadilan, antara lain : penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan rehabilitasi.

Page 9: Praperadilan BG

dan atas surat-surat bukti dan saksi-saksi tersebut, baik Pemohon

maupun Termohon tidak berkeberatan, maka Hakim memberikan

kesempatan bagi Pemohon maupun Termohon untuk menanggapi

surat-surat bukti yang telah diajukannya.12

Pemeriksaan praperadilan dilakukan secara cepat dan

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari, hakim harus sudah menjatuhkan

putusannya.13 Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan

harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya untuk

mengabulkan atau menolak permintaan pemeriksaan itu. Amar atau

isi putusannya harus memuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

82 ayat (3) huruf e KUHAP yang memuat hal sebagai berikut:

a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu

penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik

atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan

masing-masing harus segera membebaskan tersangka;

b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu

penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,

penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib

dilanjutkan;

c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu

penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam hal

putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan

12 S. Tanusubroto, Op.Cit., hlm.84.13 Lihat Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP.

Page 10: Praperadilan BG

rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu

penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah, dan

tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan

dicantumkan rehabilitasinya;

d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita

ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam

putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera

dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu

disita.

III. ANALISA HUKUM

A. Kewenangan KPK dalam Melakukan Penyelidikan,

Penyidikan, dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi

Terhadap Komjen Pol Budi Gunawan.

Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemberantasan

Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak

hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya

dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum atau penyelenggara negara;

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas

Page 11: Praperadilan BG

dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, bahwa yang dimaksud dengan

penyelenggara negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan

fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi

dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Kemudian, dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa

Penyelenggara Negara meliputi :

1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;

2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;

3. Menteri;

4. Gubernur;

5. Hakim;

6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam

kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.14

Komjen Pol Budi Gunawan, pada saat menjabat sebagai

Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri periode tahun

2003-2006 memiliki kedudukan sebagai pejabat Eselon II. Apabila

ditafsirkan menggunakan penafsiran gramatikal pada Pasal 2 angka

14 Dalam penjelasan Pasal 7 UU No.28 Tahun 1999, bahwa yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi stategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang salah satunya Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Page 12: Praperadilan BG

7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 di atas, maka Komjen Budi

Gunawan tidak termasuk dalam kategori “Penyelenggara Negara”.

Apabila menggunakan kategori penyelenggara negara berdasarkan

pasal ini, jelas bahwa KPK tidak memiliki kewenangan melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Komjen Pol Budi

Gunawan. Sehingga, pertimbangan hakim Sarpin Rizaldi mengenai

Komjen Pol Budi Gunawan bukanlah merupakan “Penyelenggara

Negara” dapat dibenarkan.

Komjen Pol Budi Gunawan, sebagai anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia tunduk kepada Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam

Pasal 2 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa fungsi

kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum (cetak tebal oleh penulis), perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat. Perlu dicermati bahwa dalam Pasal

11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi, kewenangan KPK dalam melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi tidak

hanya melibatkan penyelenggara negara saja, melainkan juga

aparat penegak hukum (cetak tebal oleh penulis). Sehingga,

apabila kita melakukan penafsiran sistematis terhadap Pasal 11

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Page 13: Praperadilan BG

Pemberantasan Korupsi, dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi

Pemberantasan Korupsi berwenang untuk melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi terhadap Komjen

Pol Budi Gunawan.

Penentuan kewenangan KPK dan penafsiran terhadap

“penyelenggara negara” dan “aparat penegak hukum” apabila

dikaitkan dengan proses praperadilan, bahwa hal tersebut bukan

merupakan kewenangan praperadilan.

B. Objek Praperadilan dalam Perkara Nomor

04/Pid.Prap/2015/PN.Jak.Sel Dihubungkan dengan Pasal

77 KUHAP

Penetapan status seseorang menjadi tersangka merupakan

salah satu bagian dalam tahap penyidikan. Tersangka adalah

seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan

bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.15

Dalam pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa:

“Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini.”16

15 Pasal 1 angka 14 KUHAP.16 Yang dimaksud dengan “prosedur khusus” adalah kewajiban memperoleh izin

bagi tersangka pejabat negara tertentu untuk dapat dilakukan pemeriksaan.

Page 14: Praperadilan BG

Berdasarkan pasal tersebut, saat seseorang telah ditetapkan

sebagai tersangka oleh KPK, maka prosedur khusus yang berlaku

adalah prosedur yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal ini tidak

menghapuskan segala prosedur yang terdapat dalam KUHAP,

karena berdasarkan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa:

“Pemeriksaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku17 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.”

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 KUHAP, Praperadilan adalah

wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini:

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau

penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya

atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya

hukum dan pengadilan;

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka

atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang

perkaranya tidak diajukan ke pengadilan

17 Yang dimaksud dengan “hukum acara pidana yang berlaku” adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Page 15: Praperadilan BG

Kemudian sudah dijelaskan bahwa terdapat 6 objek

praperadilan, yaitu :

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan;

b. Sah atau tidaknya suatu penahanan;

c. Sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan;

d. Sah atau tidaknya suatu penghentian penuntutan;

e. Permintaan ganti kerugian; dan

f. Permintaan rehabilitasi

Penetapan tersangka, walaupun merupakan bagian dari tahap

penyidikan, bukan merupakan objek dari praperadilan. Hal tersebut

didukung secara tegas dalam Pasal 77 KUHAP sebagai hukum

positif Indonesia. Penetapan tersangka jelas berbeda dengan proses

penangkapan. Sehingga dalam kasus ini, penetapan tersangka yang

terdapat dalam amar putusan nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jak.Sel

bukan merupakan objek praperadilan. Konsekuensinya, bahwa

hakim praperadilan telah memutus melampaui kewenangannya.

IV. SIMPULAN & REKOMENDASI

A. Simpulan

1. Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang untuk

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

tindak pidana korupsi terhadap Komjen Pol Budi

Gunawan. Namun, penentuan kewenangan KPK dan

Page 16: Praperadilan BG

penafsiran terhadap “penyelenggara negara” dan “aparat

penegak hukum” apabila dikaitkan dengan proses

praperadilan, bahwa hal tersebut bukan merupakan

kewenangan praperadilan.

2. Penetapan seseorang menjadi tersangka tidak dapat

dijadikan sebagai objek dari praperadilan. Pasal 77

KUHAP secara tegas membagi objek praperadilan

menjadi 6 jenis, antara lain: penangkapan, penahanan,

penghentian penyidikan, penghentian penuntutan,

permintaan ganti kerugian, dan permintaan rehabilitasi.

Hakim dalam putusannya nomor

04/Pid.Prap/2015/PN.Jak.Sel memperluas objek

praperadilan, sehingga hakim praperadilan telah memutus

melampaui kewenangannya.

B. Rekomendasi

Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari

semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya

terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.18

Sebagai lembaga peradilan yang memiliki kewenangan pengawasan,

Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap

penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang

berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan 18 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Page 17: Praperadilan BG

kehakiman.19 Oleh karena itu, dalam fungsi pengawasan, sebaiknya

Mahkamah Agung mempelajari dan meninjau kembali putusan

praperadilan nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jak.Sel.

DAFTAR PUSTAKA

S. Tanusubroto, Peranan Pra-Peradilan dalam Hukum Acara Pidana,

Bandung: Alumni, 1983.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

19 Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Page 18: Praperadilan BG

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi.