makalah askep labirinitis
TRANSCRIPT
MAKALAH ASKEP LABIRINITIS
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah “Askep THT dan Wicara”
Dosen pembimbing : Leny Indrawati,Skep,Ners
Nama Kelompok:
1. Fifie Dini S (02.09.061)2. Galih Dwi C (02.09.062)3. Hadian Chumaidi (02.09.063)4. Heni Yusnia (02.09.064)5. Ika Sulistyani (02.09.065)
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
“HUTAMA ABDI HUSADA”TULUNGAGUNG
TAHUN AKADEMIK 2010/2011
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat serta Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
semua pihak yang membantu, yaitu :
1. Ibu Ketjuk Herminaju, SST, SPd, MM, selaku direktur STIKes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Ibu Leny Indrawati, Skep, Ners, selaku dosen pembimbing mata kuliah Askep THT dan
Wicara.
3. Teman-teman semua tingkat II B.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Tulungagung, Oktober 2010
Penyusun
BAB I
ISI
1. Definisi
Labirinitis adalah peradangan pada labirin yang disebabkan otitis media supuratif
kronis terutama yang disebabkan kolesteatom, yang menyebabkan kerusakan pada
vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan ini fistula masuk, sehingga
terjadi labirinitis.
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum (general).
Ada dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif.
Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa
sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus
dan labirinitis supuratif kronik difus.
2. Etiologi
o virus dan bakteria yang berpotensi menyebabkan labirinitis:
Cytomegalovirus
Mumps virus
Rubella virus
Parainfluenza virus
Influenza virus
Adenovirus
Varicella-zooster virus
Herpes simplex virus 1 • S.pneumonia
N.meningitidis
Mycobacteria tuberculosis
Bacteroides species
Proteus species
Moraxella catarrhalis
Streptococus species
Staphylococus species
o Zat - zat toksik seperti dan obatan-obatan
3. Manifestasi klinis
Labirinitis difus:
o Vertigo spontan
o Nistagmus rotatoar biasanya kea rah telinga yang sakit
o Mual, muntah, ataksia, tuli saraf (+)
Labirinitis supuratif akut difus:
o Tuli total pada telinga yang sakit
o Vertigo berat
o Mual, muntah, ataksia
o Nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat
Labirinitis kronik (laten) difus
o Tuli total di sisi yang sakit
o Vertigo ringan dan nistagmus spontan biasanya kea rah telinga bagian
yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau smpai sisa labirin
yang berfungsi dapat mengkompensasinya.
4. Patofisiologi
− Labirinitis serosa difus
Timbulnya labirinitis serosa difus ini dimulai dari masuknya toksin bakteri
melalui tingkat bulat, tingkat lonjong, atau melalui erosi tulang labirin ke dalam
telinga dalam dan menimbulkan infeksi. Infeksi tersebut mencapai endosteum
melalui saluran darah.
− Labirinitis supuratif akut difus
Kelainan patologi terdiri dari infiltrasi labirin oleh sel-sel leukosit
polimorfonuklear dan dekstruksi struktur jaringan lunak. Sebagian dari tulang
labirin nekrosis, dan terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian
tulang yang nekrotik tersebut. Keadaan ini akan menyebabkan terbentuknya
sekuestrum, paresis fasialis dan penyebaran infeksi ke intra cranial. Mual,
muntah, vertigo dan ataksis dapat berat sekali bila awal dari perjalanan labirinitis
supyratif tersebut cepat. Pada bentuk yang perkembangannya lebih lambat,
gejalan akan lebih ringan oleh karena kompensasi labirin yang sehat. Terdapat
nistagmus horizontal rotator yang komponen cepatnya mengarah ke telinga
yang sehat. Dalam beberapa jam pertama penyakit, sebelum seluruh fungsi
labirin rusak, nistagmus dapat mengarah ke telinga yang sakit. Jika fungsi koklea
hancur, akan mengakibatkan tuli saraf permanent.suhu badan normal atau
mendekati normal,bila terdapat kenaikan,mungkin disebabkan oleh lesi
lain,bukan oleh labirinitis.selama fase akut.posisi pasien sangat khas.pasren akan
berbaring pada sisi yang sakit,jadi kearah komponen lambat nistagmus.posisi ini
akan mengurangi perasaan vertigo.
5. Komplikasi
Labirinitis supuratif akut difus (untuk labirinitis serosa difus)
Otitis media akut
Meningitis
Abses intrakranial
Hidrops endolimfatik
Penyakit meniere’s
6. Penatalaksanaan
Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah baring total, diberikan
sedatif ringan, drainase telinga tengah harus dipertahankan. Pembedahan merupakan
kontraindikasi.
Terapi :
Miringotomi -> bila labirinitis merupakan komplikasi OMA
Antibiotik yang adekuat
Bila menetap atau menjadi labirinitis supuratif -> mastoidektomi sederhana
Labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi, prognosis ad vitam baik.Dengan
antibiotika mutahir komplikasi meningitis dapat sukses diobati,sehingga harus dicoba
terapi medikamentosa dahulu sebelum tindakan operasi.Bila terjadi gejala dan tanda
komplikasi intrakranial yang menetap, walaupun telah diberikan terapi adekuat dengan
antibiotika,drenase labirin akan memberi prognosis lebih baik daripada bila dilakukan
tindakan operasi radikal.
Diperlukan tirah baring total selama fase akut, yang dapat berlangsung sampai 6
minggu.Perbaikan terjadi bertahap, mulai dari hari pertama.Sedatif ringan mungkin
diperlukan pada periode awal.Fenobarbitas 32 mg(1/2 grain) yang diberikan 3xsehari,
biasanya cukup memuaskan.
Dosis antibiotika yang adekuat harus diberikan selama suatu periode baik untuk
mencegah komplikasi intrakranial, maupun untuk mengobati labirinitisnya.Harus
dilakukan kultur untuk identifikasi kuman dan untuk tes sensiviyas kuman.Antibiotika
penisilin harus segera diberikan sebelum hasil tes resistensi didapat, jika alergi terhadap
penisilin dapat diberikan tetrasiklin, dengan dosis tinggi secara parenteral.Respons klinik
lebih utama dari tes sensivitas kuman dalam menentukan jenis antibiotika.Dengan
adanya sisa pendengaran walaupun sedikit, dan menjadi indikasi kontra
operasi.Dranase, atau membuang sebagian labirin yang rusak, dilakukan bila terdapat
komplikasi intrakranial dan tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan
antibiotika.
7. Diagnosa Diferensial
Pada labirinitis serosa, ketulian bersifat temporer, biasanya tidak berat,
sedangkan pada labirinitis supuratif terjadi tuli saraf total permanen. Bila pada
perubahan menjadi labirinitis supuratif. Bila pendengaran masih tersisa sakkit sedikit di
salah satu sisi, berarti tidak terjadi labirinitis supuratif difus. Ketulian pada labirinitis
serosa difus harus dibedakan dengan ketullian pada penyakit noninflamasi labirin dan
saraf ke VIII.
Pada labirinitis supuratif akut difus, diagnosa ditegakkan dari riwayat penyakit,
tanda dan gejala labirinitis denngan hilangnya secara total dan permanen fungsi labirin.
Pemeriksaan rontgen telinga tengah, os mastoid dan os petrosus mungkin
menggambarkan sejumlah kelainan yang tidak berhubungan dengan labirin. Bila
dicurigai terdapat iritasi meningial, maka harus dilakukan pemeriksaan cairan spinal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
I. Riwayat kesehatan
1. Identitas pasien : .................................................................................
2. Riwayat adanya kelainan nyeri : .................................................................................
3. Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang : ........................................................
4. Riwayat alergi : .................................................................................
5. OMA berkurang : .................................................................................
II. Pengkajian fisik
1. Nyeri telinga
2. Perasaan penuh dan penurunan pendengaran : .........................................................
3. Suhu mengingkat : .................................................................................
4. Malaise : .................................................................................
5. Vertigo : .................................................................................
6. Ortore : .................................................................................
7. Pemeriksaan dengan otoskop tentang
stadium : ...........................................................
III. Pengkajian psikososial
1. Nyeri ortore berpengaruh pada interaksi : ..........................................................
2. Aktifitas terbatas : .................................................................................
3. Takut menghadapi tindakan pembedahan : ...........................................................
4. Pemeriksaan laboratorium : .................................................................................
IV. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Audiometri : pendengaran menurun
2. X-ray : terhadap kondisi patologi
V. Pemeriksaan pendengaran
1. Tes suara bisikan
2. Tes garpulata
B. Diagnosa Keperawatan
Rasa cemas b/d ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Kerusakan berkomunikasi b/d proses pendengaran.
Resiko tinggi trauma b/d gangguan persepsi pendengaran.
C. Intervensi Keperawatan
1. Rasa cemas b/d ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
T/: untuk mengurangi rasa cemas klien.
a. Kaji kemampuan klien dalam membaca dan menulis.
R/: Komunikasi dengan cara menulis dapat efektif dalam mempertahankan kemandirian
klien, harga diri serta kontak sosialnya.
b. anjurkan keluarga klien untuk membantu mengajari bahasa isyarat.
R/: memungkinksan klien tetap dapat berkomunikasi sesuai tingkat kemampuannya
sehingga dapat mengurangi rasa cemas & frustasinya.
2. kerusakan berkomunikasi b/d proses pendengaran.
T/: agar kerusakan dalam berkomunikasi dapat berkurang.
a. Beritahukan/kenalakan pada klien semua alternatif metode komunikasi (bahasa
isyarat & membaca gerak bibir)
R/: Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk
kehidupannya sehari-hari.
b. Kaji kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal
R/: agar klien dapat menerima pesan dengan baik.
3. resiko tinggi trauma b/d gangguan persepsi pendengaran.
T/: agar klien dapat memahami apa yang didengar.
a. Berikan informasi mengenai kelompok yang pernah mengalami gangguan seperti
yang dialami klien.
R/: Dukungan dari beberapa orang yang memilliki pengalaman yang sama akan sangat
membantu klien.
b. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia dan dapat
membantu klien dalam mendengar.
R/: agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang dapat membantu dia dalam
berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams GL, Boises LR, Higler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC: Jakarta:
1997.
2. Efianty A.S, Nurbaiti I, jenny B, Ratna D.R: Buku Ajar Ilmu kesehatan THT, Edisi 6: FKUI:
2007.
3. www.google.com