makalah askep app
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum (Usus Buntu) dan
lumen appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks
mengandung banyak folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada
iliaca kanan di belakang caecum ( Henderson ; 1992).
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel,
tempat parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma,
pembentukan pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus
ileum dan kelaina yang lain. Khusus untuk appendiks terdapat cara
prevensi yang hanya mengurangi morbilitas dan mortalitas sebelum menjadi
perforasi atau gangren (FKUA ; 1989 )
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan
cara operasi (pembedahan ). Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan
cara appendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan
membuang appendiks ( Puruhito ; 1993).
Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan
tindakan pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya infeksi
(Ingnatavicus; 1991).
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan
menanggulangi hal tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama
perawatan yang mencakup empat aspek diantaranya : promotif yaitu
memberikan penyuluhan tentang menjaga kesehatan dirinya dan menjaga
kebersihan diri serta lingkungannya.
Upaya kuratif yaitu memberikan perawatan luka operasi secara
aseptik untuk mencegah terjadinya infeksi dan mengadakan kaloborasi
dengan profesi lain secara mandiri. Upaya rehabilitatif yaitu memberikan
pengetahuan atau penyuluhan kepada penderita dan keluarganya mengenai
pentingnya mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi kalori dan
1
tinggi protein guna mempercepat proses penyembuhan penyakitnya serta
perawatan dirumah setelah penderita pulang.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah agar :
1. Perawat senantiasa mengenal tanda dan gejala serta cara mencegah dan
mengobati penyakit apendisitis sehingga dapat menerapkan asuhan
keperawatan secara langsung kepada penderita apendisitis.
2. Perawat semakin menambah wawasannya secara jelas mengenai
penyakit apendisitis, cara pencegahan dan penanggulangannya
sehingga dapat berguna bagi masyarakat.
3. Perawat dapat melakukan studi asuhan keperawatan pada penderita
apendisitis.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah:
Mengadakan pengamatan langsung pada pasien yang meliputi pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistematika sebagai
berikut:
Bab I: Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II: Merupakan tinjauan teoritis yang menerangkan tenteng teori
terjadinya penyakit apendisitis ditinjau dari konsep dasar medik
dan konsep dasar keperawatan.
Bab III: Berupa pengamatan kasus dan pembahasan kasus penyakit
apendisitis.
Bab IV: Berisi kesimpulan berdasarkan pada bab-bab terdahulu .
2
BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1 Definisi
Appendiks akut adalah peradangan dari appendiks vermiformis yang
merupakan penyebab umum dari akut abdomen (Junaidi, dkk, 1982).
Appendisitis adalah peradangan dari suatu appendiks.
Appendisitis akut adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan
yang mendadak pada suatu appendiks ( Baratajaya, 1990).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Appendicitis kronik ditandai dengan nyeri abdomen kronik
(berlangsung terus menerus) di daerah fossa illiaca dextra, tetapi tidak
terlalu parah, dan bersifat continue atau intermittent, nyeri ini terjadi karena
lumen appendix mengalami partial obstruksi.
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan
dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
2.2 Anatomi fisiologi
3
Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung
inferiornya. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang
menonjol pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa
panjang appendiks rata-rata 9 – 10 cm, terletak posteromedial caecum kira-
kira 3 cm inferior valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal,
retroileal, subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak
sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikkularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x, karena itu nyeri viseral
pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan pada appendiks
berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka appendiks
akan mengalami gangren.
(apendik yang normal, barium enema pemeriksaan radiografi)
4
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa
mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi
appendiks.
Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem
Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
2.3 Etiologi
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh
hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asing striktur karena Fibrasi
karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami
bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan
5
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang
ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
1. Ulserasi pada mukosa.
2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing.
5. Tumor.
6. Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva
yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
2.5 Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab
terbanyak, adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing
seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab
lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Massa/Tinja/Benda Asing
↓
Obstruksi lumen apendiks
↓
Peradangan
6
↓
Sekresi mukus tidak dapat keluar
Pembengkakan jaringan limfoid
↓
Peregangan apendiks
↓
Tekanan intra-luminal ↑
Suplai darah terganggu
↓
Hipoksia jaringan
↓
Nyeri
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan
menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan
peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus
yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar
umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal
setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini
disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu
pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang
berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan
timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses.
Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang
relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan
tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada
gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila
7
appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
2.6 WOC (Web Of Coution)
8
2.7 Manifestasi
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa
secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu
timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri
berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini,
penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri
bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian
perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di
daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri
9
dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
2.8 Tanda dan Gejala
a. Anoreksia biasanya tanda pertama
b. Nyeri, permulaan - nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu
kemudian menjalar ke tempat appendics yang meradang (parietal).
c. Retrosekal / nyeri – punggung / pinggang.
d. Postekal / nyeri terbuka → diare.
e. Muntah, demam → derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Lekositosis → bervariasi, tidak mempengaruhi diagnosa /
penatalaksanaan
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1) Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas
anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan
anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:
a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa
waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri viseral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2) Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi
paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat,
lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan
merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
3) Test rektal.
10
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih
tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk
melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto
tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan
gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada
keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
2.8 Penatalaksanaan Medik
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan
dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum
operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis,
disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa
yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik
(pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam
periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa
cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan
anastesi.
11
2.9 Komplikasi
a. Infeksi luka
b. Infeksi intraabdomen
c. Fistula fekal
d. Obstruksi usus
e. Hernia insisional
f. Peritonitis
g. Kematian
12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
STIKES HANG TUAH SURABAYA
Nama Mahasiswa : Fitria Ayu C. Tgl/jam MRS : 24 September 2012/ 23.40
Tgl/jam pengkajian: 2 Oktober 2012 / 14.30 No. RM : 00-00-08-xx-xx
Diagnosa medis : Appendisitis Kronis Ruangan/kelas : G1 / III
No. Kamar : 4
I. IDENTITAS
1. Nama : Tn. I
2. Umur : 49 Th
3. Jenis Kelamin : Laki - laki
4. Status : Menikah
5. Agama : Islam
6. Suku/bangsa : Indonesia
7. Bahasa : Indonesia
8. Pendidikan : SMP
9. Pekerjaan : Marinir
10. Alamat dan nomor telp : Surabaya
11. Penanggung jawab : Menbanpurmar
II. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN
1. Keluhan utama : Klien mengatakan perut bagian kanan bawah terasa
nyeri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien datang ke UGD RSAL pada tanggal
24 September 2012 pukul 19.16 dengan keluhan sakit perut dan tidak
bisa flatus serta buang air besar sejak 4 hari. Klien juga mengatakan
muntah ± 3x/hari sejak 2 hari. Klien sudah ke UGD 2x dan diagnosa
medis “Apendisitis Kronis”. Klien kemudian di rujuk untuk rawat inap di
Paviliun G1.
13
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengatakan mempunyai riwayat
hipertensi dan diabetes melitus.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak terkaji ( salah satu orang tua
meninggal).
5. Susunan keluarga (genogram) :
Keterangan
: Perempuan
: Laki - laki
: Pasien
: Tinggal serumah
6. Riwayat alergi : Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan maupun obat-obatan.
III.POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan (keyakinan terhadap kesehatan &
sakitnya)
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang agar
dapat berkumpul dengan keluarganya. Klien mematuhi pengobatan dan
perawatan yang diberikan selama dirumah sakit.
2. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kemampuan perawatan diri
14
Skor
0 =
mandiri 3 = dibantu orang lain & alat
1 = alat bantu 4 = tergantung/tidak mampu
2 = dibantu orang lain
Alat bantu : ( √ ) tidak ( ) Kruk ( ) Tongkat
( ) Pispot disamping tempat tidur ( ) Kursi
roda
b. Kebersihan diri
Di rumah Di rumah sakit
Mandi : 3 x/hr Mandi : 2 x/hr
Gosok gigi : 3 x/hr Gosok gigi : 3 x/hr
Keramas : 3 x/mgg Keramas : 2 x/mgg
Potong kuku : 2 x/mgg Potong kuku : - x/mgg
c. Aktivitas sehari-hari : Bekerja sebagai anggota marinir.
d. Rekreasi : 1 bulan kadang-kadang mengadakan rekreasi bersama
keluarga.
e. Olahraga : ( ) tidak ( √ ) ya, jalan-jalan
15
AktivitasSMRS MRS
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Mandi √ √
Berpakaian/berdandan √ √
Eliminasi/toileting √ √
Mobilitas di tempat
tidur√ √
Berpindah √ √
Berjalan √ √
Naik tangga √ √
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan rumah
3. Pola Istirahat dan Tidur
Di rumah Di rumah sakit
Waktu tidur : Siang - – - Waktu tidur : Siang - – -
Malam 22.00 – 05.00 Malam 22.00 – 04.00
Jumlah jam tidur : 7 jam Jumlah jam tidur : 6 jam
Masalah di RS : ( ) tidak ada ( ) terbangun dini ( ) mimpi
buruk ( ) insomnia ( √ ) lainnya, sering terbangun
4. Pola Nutrisi – Metabolik
a. Pola Makan
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : 3 x/hari Frekuensi : 3 x/hari
Jenis : Nasi, sayur, lauk pauk Jenis : Nasi tim, sayur
Porsi : 1 porsi Porsi : 1 porsi
Pantangan : - Diit khusus : NDM
2100kal Bi
Makanan disukai : semua jenis makanan
Nafsu makan di RS : (√) normal ( ) bertambah ( ) berkurang
( ) mual ( ) muntah, ...........cc ( ) stomatitis
Kesulitan menelan : ( ) ya (√ ) tidak
Gigi palsu : (√ ) ya ( ) tidak
NG Tube : ( ) ya (√) tidak
b. Pola Minum
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : 4-5 gelas Frekuensi : 3-4 gelas
Jenis : Air putih Jenis : Air putih
Jumlah : ± 1000 ml Jumlah : ± 800 ml
Pantangan : -
Minuman disukai : semua jenis minuman
16
5. Pola Eliminasi
a. Buang Air Besar
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : 1 x/hari Frekuensi : 1 x/hari
Konsistensi : padat konsistensi : padat
Warna : Kuning Warna : (√) Kuning
( ) bercampur darah
( ) lainnya,
Masalah di RS : ( - ) Konstipasi ( - ) Diare ( - ) Inkontinen
Kolostomi : ( - ) ya ( - ) tidak
b. Buang Air Kecil
Di rumah Di rumah sakit
Frekuensi : 4-5 x/hari Frekuensi : 3-4 x/hari
Jumlah : ± 1000 ml Jumlah : ± 800 ml
Warna : Kuning Warna : Kuning
Masalah di RS : ( - ) disuria ( - ) nokturia ( - ) hematuria
( - ) retensi ( - ) inkontinen
Alat bantu : (√ ) tidak ( ) ya, kateter ...produksi ...cc/hari
7. Pola Kognitif Perseptual
Berbicara : (√ ) normal ( ) gagap ( ) bicara tak jelas
( ) afasia ( ) blocking
Bahasa sehari-hari : (√ ) Indonesia ( ) Jawa ( ) lainnya:
Kemampuan membaca : (√ ) bisa ( ) tidak,
Tingkat ansietas : ( ) ringan ( √ ) sedang ( ) berat
( ) panik, Sebab: penundaan operasi dan nyeri
Kemampuan interaksi : (√ ) sesuai ( ) tidak,
Vertigo : ( ) ya (√ ) tidak
Nyeri : ( ) tidak (√ ) ya
17
Bila ya, P = Nyeri karena radang pada apendik
Q = Nyeri seperti di tusuk - tusuk
R = Nyeri di daerah abdomen kanan bawah (RLQ)
S = Skala nyeri 4 ( 1 – 10 ).
T = Sewaktu – waktu, terutama pada malam hari
8. Pola Konsep Diri
Gambaran diri : Pasien masih bisa melakukan aktivitasnya sendiri.
Ideal diri : Pasien ingin sembuh seperti semula.
Harga diri : Pasien semangat untuk sembuh.
Identitas diri : Tidak terganggu.
Peran : Pasien beperan sebagai kepala keluarga dan anggota marinir.
9. Pola Koping
Masalah utama selama MRS (penyakit, biaya, perawatan diri) : Lamanya
waktu perawatan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif / adaptif.
Kemampuan adaptasi: Pasien mudah beradaptasi dengan lingkungan
rumah sakit.
10. Pola Seksual – Reproduksi
Menstruasi terakhir : -
Masalah menstruasi : -
Pap Smear terakhir : -
Pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan : ( ) ya (√ ) tidak
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit : -
11. Pola Peran – Hubungan
Pekerjaan : Anggota marinir
Kualitas bekerja : Giat dalam bekerja
18
Hubungan dengan orang lain : Mudah bersosialisasi
Sistem pendukung : (√) pasangan ( ) tetangga/teman ( ) tidak ada
(√ ) lainnya, anak
Masalah keluarga mengenai perawatan di RS : -
12. Pola Nilai – Kepercayaan
Agama : Islam
Pelaksanaan ibadah : Melaksanakan sholat 5 waktu
Pantangan agama : (√) tidak ( ) ya,
Meminta kunjungan Rohaniawan : ( ) ya (√) tidak
IV. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System)
1. Tanda-tanda vital
a. Suhu : 36 oC
b. Nadi : 90 x/menit, irama : reguler
c. Tekanan darah : 130/90 mmHg
d. Frekuensi nafas : 22 x/menit irama : reguler
e. Tinggi Badan : 170 cm
f. Berat Badan : SMRS 72 Kg, MRS 71 Kg
2. Sistem pernafasan (Breath)
Hidung : Normal
Trachea : Normal
Suara napas : Vesikuler
Otot bantu napas : Tidak ada
Irama napas : Reguler
Suara tambahan : Tidak ada
Sesak : Tidak ada
Bentuk dada : Normochest
3. Sistem Kardiovaskuler (Blood)
Ictus Cordis : Setinggi ICS ke-5
Nyeri dada : Tidak ada
Bunyi jantung : Regular , S1/S2 tunggal
Tekanan Darah : Tinggi, Nadi normal .
19
Edema : Tidak ada
4. Sistem Persarafan (Brain)
Kesadaran compos mentis
Glasgow Coma Scale (GCS):
E :4 V : 5 M : 6 Nilai total : 15
Kepala dan wajah :
Mata
Sklera : putih
Conjungctiva : merah muda
Pendengaran :
kiri : Normal
kanan : Normal
Penciuman : Normal
Pengecapan : manis, asin, pahit
Penglihatan : normal
Nervus Olfaktorius : Klien mampu membedakan berbagai jenis
aroma dengan normal.
Nervus Optikus : Penglihatan klien normal
Nervus Okulomotorus : Klien dapat menggerakan bola mata ke
kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah,
semi vertical dan semi horizontal .
Nervus Troklearis : Klien dapat munggerakan bola mata
secara berputar .
Nervus Trigeminus :Kulit kepala dan kelopak mata atas dapat
digerakan dengan normal.
Nervus Abdusens : Klien dapat menggoyangkan bagian sisi
mata .
Nervus Fasialis : Klien dapat menggerakkan lidah dan
tersenyum.
20
Nervus Auditorius : Pendengaran klien baik .
Nervus Glasofaringeus : Klien masih dapat merasakan rasa
makanan dengan baik .
Nervus Vagus : Gerakan faring , laring tidak ada masalah .
Nervus Asesorius : Klien dapat memutarkan lehernya ke
kanan dan ke kiri .
Nervus Hipoglosus : Gerakan lidah tidak mengalami masalah
dan klien masih bisa merasakan rasa
makanan .
5. Sistem Perkemihan (Bladder)
Adanya nyeri tekan pada bagian perut bagian bawah, frekuensi urine ±
800 ml warna kuning.
6. Sistem Pencernaan (Bowel)
Bibir normal, mukosa bibir normal, gusi tidak berdarah, lidah bersih
tidak ada benjolan. Bising usus normal, ada nyeri tekan Mc. Burney
pada saat palpasi dan tidak ada pembesaran hepar.
7. Sistem Muskuloskeletal (Bone)
Extremitas atas dextra 5, 5, 5, 5
Extremitas bawah dextra 5, 5, 5, 5
Extremitas atas sinistra 5, 5, 5, 5
Extremitas bawah sinistra 5, 5, 5, 5
Sendi (ROM) kedua tangan dan kaki dapat digerakkan dan tidak ada
fraktur.
8. Sistem Integumen
CRT < 2 detik, akral hangat, warna kulit coklat, rambut hitam dan
sehat. Turgor kulit klien normal, tidak terdapat edema.
9. Sistem Reproduksi dan genetalia
Tidak ada gangguan mengenai reproduksi dan genetalia
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium:
21
Hematologi (24 September 2012)
1. Leukosit : 12500 mm3 ( N : 4000 – 10000/mm3)
2. Hematokrit : 44,7 % ( N : 40 – 54 %)
3. Trombosit : 200000 mm3 ( N : 150 – 400ribu/mm3)
4. Kreatinin : 1,83 mg/dl ( N : 0,5 – 1,5 mg/dl )
5. BUN : 19,8 mg/dl ( N : 10 -24 mg/dl )
6. Natrium : 129,2 mmol/L ( N : 135 – 145 mmol/L )
7. Kalium : 3,88 mmol/L ( N : 3,5 – 5 mmol/L )
8. CI : 95,3 mmol/L ( N : 95 – 108 mmol/L )
9. Hemoglobin : 17,3 g % ( N pria : 13 – 17 / g % )
Kimia Klinik (25 September 2012)
1. GDA : 135 mg/dl ( N : 76 – 110 mg/dl)
2. SGOT : 45 u/l ( N : 0 – 37 u/l)
3. SGPT : 32 u/l ( N : 0 – 40 u/l)
Kimia Klinik ( 1 Oktober 2012)
1. GDA : 293 mg/dl ( N : 76 – 110 mg/dl)
2. GD 2 Jam PP : 395 mg/dl ( N : 80 – 125 mg/dl)
Kimia Klinik (4 Oktober 2012)
1. GDA : 145 mg/dl ( N : 76 – 110 mg/dl)
2. GD 2 Jam PP : 121 mg/dl ( N : 80 – 125 mg/dl)
2. Photo:
-
3. Lain-lain:
USG Abdomen (25 September 2012)
Gall Bladder : besar normal; batu (-); dinding tidak menebal; CBD
normal
Ginjal kanan : besar normal, batu (-), ectasis (-), echo cortex normal,
batas echo cortex dan medulla normal.
Buli : ukuran normal, dinding tidak menebal, batu (-)
22
Prostat : membesar ringan, parenkim homogen, volume 26,8cm3
Mc. Burney : appendix; tampak bedematus, nyeri tekan tranduser (+/-),
parenkim meningkat, diameter 2,41cm.
VI. TERAPI
1. Injeksi Actrapid 3 x 16 ui
2. Ketoprofen 2 x 1 mg (1 tablet 100 gr)
3. Kaltrofen tablet 3 x 1
4. Diet NDM 2100 kalori Bi
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. I Ruangan/Kamar : Pav G1 / 4
Umur : 49 Tahun No.Rm : 00-00-08-xx-xx
No Data Penyebab Masalah
1. - Klien mengatakan nyeri pada
perut bagian kanan bawah.
P = Nyeri karena radang
pada apendik
Q = Nyeri di tusuk - tusuk
R = Nyeri di daerah abdomen
kanan bawah (RLQ)
S = Skala nyeri 4 ( 1 – 10 )
T = Sewaktu – waktu
terutama pada malam
hari
- Klien mengatakan susah tidur
DO :
- Klien tampak nyeri kesakitan
- Klien tampak pucat
- Nyeri tekan pada titik Mc.
Distensi jaringan
usus oleh
inflamasi
Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri
23
Burney
- Ada distensi abdomen
- Pola istirahat :
SMRS : Pola tidur klien
kurang lebih 7 jam setiap
hari, dan tidak ada gangguan
tidur.
MRS : Klien mengalami
gangguan tidur, klien
mengatakan jika malam hari
susah untuk tidur dan
cenderung berkeringat akibat
nyeri pada abdomen.
- Leukosit: 12500 mm3 ( N :
4000 – 10000/mm3)
2. S : 360C ; N : 90 x/mnt ; TD :
130/90 mmHg ; RR : 22 x/mnt
- Pola mekanisme stres dan
koping
Lamanya waktu perawatan
menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif /
adaptif.
- Tingkat ansietas sedang
sebab pengunduran jadwal
operasi dan nyeri pada
Tindakan
Praoperasi
Ansietas
24
abdomen.
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. I Ruangan/Kamar : Pav G1 / 4
Umur : 49 Tahun No.Rm : 00-00-08-xx-xx
No. Masalah KeperawatanTanggal Paraf
(Nama)Di temukan Teratasi
1.
2.
Gangguan rasa nyaman
nyeri
Ansietas
02-10-2012
02-10-2012
Fitria
Fitria
25
RENCANA KEPERAWATAN
1
2
No.Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria hasilIntervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan
dengan distensi jaringan
usus oleh inflamasi
.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan klien dapat
mengontrol nyeri , dengan
kriteria hasil :
1. Pasien tampak rileks.
P: Saat berjalan tidak
nyeri / terkontrol
Q: Tidak seperti di tusuk-
tusuk lagi
R: Perut bagian kanan
bawah tidak terasa
nyeri
S: Skala nyeri menunjukkan
skala nyeri ringan
T: Saat berjalan tidak terasa
nyeri
1. Klien dapat mengatakan
nyeri berkurang
2. Skala 1 – 3
3. Klien mampu tidur /
istirahat dengan tepat
1. Bina hubungan baik dengan
klien dan keluarga.
2. Kaji nyeri, catat lokasi,
karakteristik, beratnya (skala 1
– 10). Selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
3. Pertahankan istirahat dengan
posisi semi-Fowler
4. Dorong ambulansi dini
5. Berikan aktivitas hiburan
6. Ajarkan dan jelaskan teknik
manajemen nyeri non farmako
7. Kolaborasi dengan dokter
dengan pemberian obat :
1. Tercipta hubungan terapeutik
antara pasien dengan klien dan
keluarga.
2. Berguna dalam pengawasan
keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan pada
karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi
3. Gravitasi melokalisasi eksudat
inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan
tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi
telentang
4. Meningkatkan normalisasi fungsi
organ, contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flatus,
menurunkan ketidaknyamanan
abdomen
5. Fokus perhatian kembali,
meningkatkan kemampuan
koping
6. Terapi meningkatkan relaksasi
secara non farmako.
7. Menghilangkan nyeri
mempermudah kerja sama
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN
No DiagnosaWaktu/
Tanggal
Tindakan
Keperawatan
TT Waktu /
Tanggal
Catatan Perkembangan
Dan SOAP
TT
1. Gangguan
rasa nyaman
nyeri
berhubungan
dengan
distensi
jaringan usus
oleh
inflamasi
02-10-
2012
14.30
15.00
17.00
17.15
17.30
Bina
hubungan baik
dengan klien
dan keluarga.
Mengkaji
nyeri, lokasi,
karakteristik,
dan beratnya
Injeksi
Actrapid 16 ui
Menganjurkan
istirahat semi-
Fowler
TTV :
TD : 130/90
mmHg
N : 90x/menit
S : 360C
RR : 22x/menit
02-10-
2012
21.00
S = Klien merasa sakit
di bagian perut kanan
bawah
O = - Keadaan umum
klien tampak
menyeringai menahan
sakit
- TTV :
TD : 130/90 mmHg
S : 36 0C
N : 90 x/menit
RR : 22 x/menit
GCS : 4-5-6
- Skala nyeri 4
A = Masalah belum
teratasi
P = Intervensi
dilanjutkan
1
18.00
19.00
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
Mengajarkan
dan jelaskan
teknik
manajemen
nyeri non
farmako
2. Ansietas
berhubungan
dengan
tindakan
praoperasi
02-10-
2012
15.30
16.00
17.00
Mengevaluasi
tingkat
ansietas,
respon verbal
dan non-verbal
pasien.
Memberikan
informasi
tentang proses
penyakit dan
antisipasi
tindakan
Injeksi
02-10-
2012
21.00
S = Klien mengatakan
tidak dapat tidur
dan cemas
O = - Keadaan umum
tampak gelisah dan
melamun
- Tingkat ansietas
sedang
- TTV :
TD : 130/90
mmHg
S : 360C
N : 90 x/menit
RR : 22 x/menit
A = Masalah belum
teratasi
P = Intervensi
dilanjutkan
2
17.30
18.00
19.30
20.00
Actrapid 16 ui
TTV :
TD : 130/90
mmHg
N : 90x/menit
S : 360C
RR : 22x/menit
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
Mengobservas
i isi dan pola
pembicaraan.
Menginstruksik
an metode
bimbingan
imajinasi /
relaksasi mental
dengan
membayangkan
tempat
menyenangkan,
penggunaan
musik/tape,
3
nafas lambat –
lambat, dan
meditasi.
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN
No DiagnosaWaktu/
Tanggal
Tindakan
Keperawatan
TT Waktu /
Tanggal
Catatan Perkembangan
Dan SOAP
TT
1. Gangguan
rasa nyaman
nyeri
berhubungan
dengan
distensi
jaringan usus
oleh
inflamasi
03-10-
2012
07.00
07.30
08.30
11.00
12.00
Bina
hubungan baik
dengan klien
dan keluarga.
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
Mengkaji
nyeri, lokasi,
karakteristik,
dan beratnya
Menganjurkan
istirahat semi-
Fowler
Injeksi
03-10-
2012
21.00
S = Klien mengatakan
nyeri berkurang
O = - Keadaan umum
klien dapat mengontrol
rasa sakitnya
- TTV :
TD : 130/90 mmHg
S : 34.8 0C
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
GCS : 4-5-6
- Skala nyeri 3
A = Masalah teratasi
sebagian
P = Intervensi
dilanjutkan
4
12.15
12.30
14.00
17.00
17.30
18.00
Actrapid 16 ui
TTV :
TD : 110/70
mmHg
N : 67x/menit
S : 36.40C
RR : 21x/menit
Memberikan
obat oral :
Kaltrofen
Mengajarkan
dan jelaskan
teknik
manajemen
nyeri non
farmako
Injeksi
Actrapid 16 ui
TTV :
TD : 130/90
mmHg
N : 80x/menit
S : 34.80C
RR : 20x/menit
5
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
2. Ansietas
berhubungan
dengan
tindakan
praoperasi
03-10-
2012
07.30
12.00
12.15
12.30
15.30
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
Injeksi
Actrapid 16 ui
TTV :
TD : 110/70
mmHg
N : 67x/menit
S : 36.40C
RR : 21x/menit
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
Mengevaluasi
tingkat
ansietas,
respon verbal
03-10-
2012
21.00
S = Klien mengatakan
rasa cemas
berkurang
O = - Keadaan umum
tampak tenang
- Tingkat ansietas
ringan
- TTV :
TD : 130/90
mmHg
S : 34.80C
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
A = Masalah teratasi
sebagian
P = Intervensi
dilanjutkan
6
16.00
17.00
17.30
18.00
19.30
dan non-verbal
pasien.
Memberikan
informasi
tentang proses
penyakit dan
antisipasi
tindakan
Injeksi
Actrapid 16 ui
TTV :
TD : 130/90
mmHg
N : 80x/menit
S : 34.80C
RR : 20x/menit
Memberikan
obat oral :
Ketoprofen
Kaltrofen
Mengobservas
i isi dan pola
pembicaraan.
7
20.00 Menginstruksik
an metode
bimbingan
imajinasi /
relaksasi mental
dengan
membayangkan
tempat
menyenangkan,
penggunaan
musik/tape,
nafas lambat –
lambat, dan
meditasi.
8
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Dapat dialami oleh siapa saja tidak bergantung usia, namun mayoritas kasus
terjadi antara usia 11 dan 20 tahun. Menyerang kedua jenis kelamin; namun antara masa
puber dan usia 25 tahun lebih sering pada pria.
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan
peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi
oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan
pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap
9
gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan
peritonitis.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien Edisi 3. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberly A. J. 2011.Kapita Selecta Penyakit : dengan implikasi keperawatan,
Edisi 2. Jakarta : EGC
www.emedicine.medscape.com (diakses pada tanggal 3 Oktober 2012)
www.emedicinehealth.com (diakses pada tanggal 3 Oktober 2012)
www.nbci.nlm.nih.gov (diakses pada tanggal 3 Oktober 2012)
10