majalah teman seperjalanan: jakarta punya cerita

52
Edisi 22 / Maret-Mei 2014 / Tahun IX

Upload: marcellinus-vitus

Post on 06-Apr-2016

262 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Edisi 22 / Maret-Mei 2014 / Tahun IX

Page 2: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

KOLOM UTAMA

SURAT YAKOBUS; PELAYANAN KASIH SEORANG GEMBALA UMAT..1

Belas Kasih dan Setia.....13

Mengubah Ironi Menjadi Pelangi..18Tuhan telah Menuntun Saya.....22

SHARING PASTORAL

Ada Kasih di Panti Wredha.....25

Sosok Inspiratif

25 Tahun mengabdi.....33

Sudut Sastra

Sutinah.....37

Persona Imam

Kerajaan Surga itu Seumpama.....42

. DAFTAR ISI

Page 3: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

SHARING PASTORAL

Ada Kasih di Panti Wredha.....25

Pojok Filsafat

Filsafat melawan Kekerasan.....29

Persona Imam

Kerajaan Surga itu Seumpama.....42TS/IX-Edisi 22 1

REDAKSIONAL “Jakarta punya Cerita”. Terkesan aneh dan juga mem-bingungkan. Cerita apa yang ada di Jakarta? Korupsi, kriminalitas, kemiskinan.... Dari A-Z tentu kita bisa menjawabnya. Akan tetapi, pernahkah kita menyadari bahwa Jakarta juga menyimpan cerita kasih. Cerita kasih yang terwujud dalam pelayanan terhadap sesa-ma. Dan pada akhirnya berbuah bagi kebaikan bersama. “Jakarta punya Cerita” juga mau mengungkapkan gerak langkah Gereja Keuskupan Agung Jakarta pada tahun 2014. Gerak langkah untuk semakin menghayati makna pelayanan kasih terhadap sesama. Tentu tidak semua bentuk pelayanan kasih yang ada di Kota Jakarta bisa kami muat dalam edisi kali ini. Kami ingin mengajak para pembaca untuk semakin me-nemukan kekuatan, inspirasi, dan semangat ketika membaca lembar demi lembar tulisan yang ada pada majalah ini. Pengalaman frater yang menjadi penanggung jawab he-wan di Seminari, kisah pelayanan kasih di Papua, bagaimana pela-yanan kasih yang dilakukan umat Paroki Kalvari, dan seorang Mus-lim yang membagikan kisahnya

Page 4: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

l

dalam melayani di Pedong-kelan, Jakarta Timur, pada akhirnya ingin mengajak para pembaca bahwa “Jakarta punya Cerita” yang belum selesai dan tak akan pernah selesai. Cerita yang baru akan selesai ketika hidup kita ber-akhir. Cerita untuk membawa kasih kepada orang-orang yang berada dekat dengan kita. Apa pun itu bentuknya. Semoga menginspirasi...

Moderator : RD Joseph F. SusantoPemimpin Umum : Fr. Robertus GunturAnggota Redaksi : Fr. Reinardus Doddy, Fr. Salto, Fr. Tino, Fr. Albertus Ade, Editor: Fr. Bondika, Fr Marcellinus, Fr. Robertus Guntur, Bendahara: Fr. Stefanus Harry Yudanto, Redaktur Artistik: Fr. Patrick Slamet W, Fr. G. Mahendra Budi, Sirkulasi : Fr. Surya Nandi, Fr. Joko Prsetyo

Alamat Redaksi: Seminari Tinggi Yohanes Paulus II-KAJ, Jl. Cempaka Putih Timur XXV No. 7-8, Jakarta Pusat 10510. Telp. (021) 4203374/4207480 Fax (021) 4264484E-mail: [email protected] : temanseperjalanan.blogspot.com

TS/IX-Edisi 222

Page 5: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

l

KOLOM

UTAMA

Selama saya mem-persiapkan kotbah di Seminari Tinggi Yohanes Paulus II (ST KAJ) sejak Senin, 17 Febuari sampai Sabtu, 1 Maret 2014, secara sadar mata saya hanya tertuju pada bacaan pertama yang diambil dari Surat Yako-bus. Bahasanya yang lugas dan sederhana serta garis-garis pem-bedaan yang tegas, membuat saya jatuh cinta dengan kitab ini. Kalender Liturgi Gereja seolah memperkenalkan kita untuk sejenak lebih dekat dan men-dalami kitab yang satu ini. Memang bila dibanding-kan dengan keempat Injil mau-pun surat-surat Rasul Paulus, Su-rat Yakobus ini seolah tenggelam dan kurang populer di kalangan umat maupun para ahli tafsir Kitab Suci. Hal ini saya amini ketika saya mencari buku-buku acuan tentang Surat Yakobus di perpustakaan STF Driyarkara, saya hanya menemukan dua buku berbahasa Inggris. Semen-tara di rak-rak sebelah, terdapat

sederet buku-buku tentang Injil mapun karya-karya Rasul Paulus. Kata-kata dalam Surat Yakobus,“Iman tanpa perbua-tan adalah mati (Yak 2:17.26),” tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu kutipan yang paling membekas di hati banyak umat.Sebenarnya masih banyak lagi kata-kata dalam Surat Yakobus yang bisa memberi inspirasi pastoral untuk umat, khususnya dalam menghayati pelayanan kasih. Surat Yakobus hanya terdiri dari lima bab yang terdiri dari perikop-perikop singkat. Di dalam satu bab, kurang lebih hanya menempati satu setengah

Surat Yakobus:Pelayanan Kasih Seorang Gembala Umat

RD. Josep F. Susanto

Ciri dari Surat Yakobus adalah sapaan pastoral

yang singkat, hangat, dan personal dengan tekanan pada option for the poor.

TS/IX-Edisi 22 3

Page 6: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

halaman Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Meski singkat, kalimat pertama dalam Yak 1:1 dari surat ini saja sudah menjadi perdebatan se-ngit para ahli Kitab Suci. Kalimat, “Salam dari Yakobus…,” tidak membuat kapan waktu surat ini ditulis dan siapa yang menulis menjadi jelas begitu saja. Para ahli terbagi menjadi tiga kelom-pok besar ketika mereka berde-bat tentang siapa dan kapan surat ini ditulis. Ada sekelompok ahli yang mengatakan surat ini mempunyai latar belakang asli keyahudian. Kelompok lain mengatakan penulisnya adalah Yakobus, Saudara Tuhan yang dikenal dengan nama James the Just (40-52 AD). Sementara kelompok ketiga yang berdasar-kan fakta bahwa menggunakan Bahasa Yunani yang sangat baik dan kentalnya pengaruh dari surat-surat Paulus dalam surat

ini, menyimpulkan bahwa surat ini baru muncul setelah masa Yakobus memimpin Gereja di Yerusalem. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, kita mengenal ada beberapa orang yang meng-gunakan nama Yakobus, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Ya-kobus anak Alfeus. Akan tetapi, kebanyakan ahli sekarang ini cenderung untuk melihat bahwa Yakobus yang tertera dalam Yak 1:1 lebih mengarah kepada Yakobus, saudara Tuhan yang memimpin Gereja di Yerusalem. Alasan mereka adalah tradisi pasti punya alasan yang lebih masuk akal, kalau mengaitkan surat ini dengan Yakobus Sauda-ra Tuhan, dibandingkan dengan Yakobus-Yakobus lain. Terlebih lagi, isi dari surat kebanyakan

Surat Yakobus ini seolah tenggelam dan kurang

populer di kalangan umat maupun para ahli tafsir

Kitab Suci.

TS/IX-Edisi 224

Page 7: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

cocok dengan apa yang kita tahu tentang pribadi Yakobus, Saudara Tuhan. Alasan terakhir adalah Yakobus, Saudara Tuhan ini mempunyai otoritas yang lebih masuk akal untuk menulis surat pastoral karena ia adalah pemimpin Gereja. Tanpa masuk ke dalam diskusi atau perdebatan ilmiah tentang Surat Yakobus, tulisan ini sebenarnya bertujuan mem-buat kita terhentak dan sadar tentang betapa bagus dan luar biasa isi dari Surat Yakobus ini. Di balik Surat Yakobus, kita bisa merasakan sosok seorang gembala yang sangat bijaksana, berpengalaman dan hangat yang dengan cara yang luar biasa juga mendidik dan mengarahkan umatnya dalam semangat pelayanan kasih yang

luar biasa. Mari kita pelajari dan ambil contoh dari gembala umat yang luar biasa ini.

1. Penggunaan Amsal Salah satu kekhasan dari tulisan dalam Surat Yako-bus adalah digunakannya gaya amsal yang biasa digunakan dalam Kitab-Kitab Kebijaksa-naan dalam Perjanjian Lama. Amsal biasanya digunakan oleh guru-guru kebijaksanaan untuk mengajar murid-muridnya atau orang-orang muda yang belum berpengalaman. Kekhasan amsal dalam Israel adalah menggu-nakan bahasa perbandingan dengan menggunakan contoh-contoh dari keteraturan hukum alam semesta. Kita bisa ambil contoh misalnya dalam Yak 1:6, “orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang ambingkan kian ke mari oleh angin.” Berbeda halnya dengan yang tercantum dalam

Di balik Surat Yakobus, kita bisa merasakan

sosok seorang gembala yang sangat bijaksana.

TS/IX-Edisi 22 5

Page 8: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

TS/IX-Edisi 226

Yak 1:11, “matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayu-kan rumput, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah sema-raknya. Demikian juga dengan orang kaya; di tengah-tengah se-gala usahanya ia akan lenyap.” Di-katakan juga dalam Yak 3:5.6, “Li-hatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar, lidahpun adalah api.” Ada pula terdapat dalam Yak 3:11-12 yang terdapat dua amsal sejenis, “Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan apakah pokok ang-gur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.” Amsal terakhir dapat kita temukan dalam Yak 5:7, “Sesung-

guhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.” Kekuatan penggunaan bentuk amsal dalam mengajar dan mendidik umat dalam pela-yanan adalah umat merasa tidak sedang digurui atau dimarahi. Selain itu amsal-amsal seperti itu sebenarnya tidak mengajarkan sesuatu yang baru dan asing untuk pendengarnya, melainkan memberikan suatu penyadaran yang membuka mata dan hatinya terhadap potensi yang sudah ada dalam dirinya. Orang yang me-milih jalan yang salah atau keliru akan merasa diluruskan dengan cara yang santun, bijaksana, dan penuh kasih.

Page 9: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

orang-orang kaya dalam Yak 6:1-6 dan penghiburan kepada orang-orang miskin dalam penderitaan mereka dalam Yak 5:7-11.

3. Kekuatan Doa Surat Yakobus melukiskan sebuah kekuatan doa secara luar biasa. Hal inilah yang menjadi senjata utama dari sebuah pela-yanan kasih. Doa menjadi kekua-tan bagi orang-orang yang hidup dalam penderitaan. Doa yang dimaksudkan Yakobus bukanlah sebuah doa hafalan atau formal belaka, melainkan doa yang lahir dari iman yang penuh dengan keyakinan. Di dalam kitab ini di-katakan bahwa doa seperti itulah yang mempunyai kekuatan yang sangat besar (bdk Yak 5:13.15-16). Orang seringkali mengenyam-pingkan atau bahkan melupakan kebiasaan doa dalam melakukan pelayanan. Di sinilah letak mis-teri yang dibuka oleh Yakobus, seorang gembala umat yang menjadikan doa sebagai pijakan dasar dari pelayanannya yang penuh kasih.

Surat Yakobus melukiskan sebuah kekuatan doa secara luar biasa.

2.Keberpihakan kepada yang Miskin dan Tersingkir Ciri kedua dari Surat Yako-bus adalah sapaan pastoral yang singkat, hangat, dan personal dengan tekanan pada “option for the poor”. Sapaan pastoral yang kita baca dalam Surat Yakobus tidak melulu berbau moral atau etik belaka tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik. Penulis Surat Yakobus sangat mengenal kondisi dan situasi umat yang digembalakannya. Ia menggu-nakan cara mensejajarkan dua hal yang bertolak belakang dan membiarkan para pendengarnya untuk memilih apa yang lebih baik untuk hidup mereka. Dengan sangat seder-hana, dalam Yak 1:8-18, Yakobus membuat suatu perbandingan antara “keadaan rendah dan keadaan kaya” yang terdapat dalam Yak 1:19-27. Kritik Yako-bus terhadap masyarakat yang hanya memandang orang-orang kaya dapat kita temukan dalam Yak 2:1-13. Atmosfer itu men-jadi lebih kental ketika Yakobus memberi peringatan kepada

TS/IX-Edisi 22 7

Page 10: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

TS/IX-Edisi 228

Page 11: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Korban dan Relawan:Umat Paroki Kalvari Bertindak!

Sebuah bencana kerap diikuti dengan pilihan untuk mengungsi. Bagi para korban, berpindah ke tempat yang lebih aman menjadi kegiatan yang umum terjadi. Digerakkan oleh kasih pada sesama, sekelompok umat Lingkungan Gabriel, Paroki Kalvari, berkenan tetap ting-gal dalam situasi banjir untuk menolong saudara-saudarinya. Mereka, yang adalah korban banjir, berani untuk turun sebagai relawan dalam situasi yang sama.

Hujan Berbuah Banjir Selain menurunkan air, hujan juga dapat membawa kecemasan bagi manusia di bumi. Setidaknya perasaan itulah yang dirasakan sebagian besar umat di Lingkungan Gabriel. Perasaan cemas itu disebabkan oleh kemungkinan banjir yang dapat sewaktu-waktu datang kembali. Berawal dari acara Nata-lan bersama di tahun 2013, hujan deras sudah menjadi ancaman. Parit-parit mulai kehilangan kemampuannya untuk menam-pung aliran air. Tanggul yang telah diperbaharui pun tidak

mampu menjalankan fungsinya sebagai penghalang air. Akhirnya pada tanggal 12 Januari 2014, banjir pun tiba, secara khusus di perumahan Nasio. Lain dari apa yang pernah terjadi sebelumnya, di tahun ini, seluruh bagian pe-rumahan tersebut terendam air. Pak Bambang, ketua Lingkungan Gabriel yang kedia-mannya juga mulai terendam air, adalah satu dari ± 24 Kepala Keluarga yang tertimpa banjir di perumahan tersebut. Tidak menghiraukan kondisinya se-bagai korban bencana ini, beliau memilih tindakan yang lebih luhur, sesuatu yang dapat disebut sebagai pelayanan kasih. “Kalau saya terus di rumah, bagaimana dengan yang lain?” ungkapnya kepada redaksi TEMAN SEPER-JALANAN. Tanpa harus menunda lebih lama lagi, ia segera memulai

TS/IX-Edisi 22 9

Rasanya senang, karena bisa berbagi. Juga hanya dengan cara ini saya bisa

membatu sesama.

Page 12: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

pengumpulan makanan dengan sukarela secara berkala sejak peringatan Hari Pangan Sedunia. Salah satu aksi nyata dengan pemulung juga pernah terjadi. Saat ini, mereka kembali siap untuk melakukan aksi nyata di tengah situasi banjir. Peran serta WKRI tidak terbatas hanya di Lingkungan Gabriel. Juga di tempat-tempat lain yang terkena banjir, mereka bergerak dan hadir untuk mem-bantu. Bahkan di antara satu ca-bang dengan yang lainnya terjadi aksi saling membantu sekaligus juga menerima bantuan. Berangkat dari situasi ini-lah pembicaraan mengenai dapur umum segera berubah menjadi kenyataan di Lingkungan Ga-briel. Ibu Marwati menyediakan rumahnya yang tidak terkena banjir sebagai tempat dibukanya dapur umum. Setelah tenaga dan tempat tersedia, kini permasala-han bergerak ke pencarian bahan makanan.

Dari Jimpitan Hingga Nasi Klethis Langkah spontan yang terjadi adalah mencari bahan-bahan yang memang saat itu tersedia. Di luar dugaan, terjadi juga jimpitan seperti yang pernah terjadi di antara anggota WKRI dalam menyambut peringatan

koordinasi dengan Pak Pri se-bagai koordinator wilayah 6. Langkah cepat dan tepat segera diambil. Pembukaan dapur umum dan evakuasi para orangtua menjadi tujuan jangka pendek. Di sinilah permasalahan lain muncul: siapa yang akan ikut terjun ke lokasi banjir?

Cinta Ibu yang Tak Terhingga Pak Bambang mulai melebarkan sayap koordinasinya kepada anggota Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) setem-pat, terlebih karena hampir tidak adanya kaum muda yang bisa diikutsertakan. Ibu bambang, istrinya yang juga anggota WKRI, turut membantu pembukaan jaringan yang lebih luas. Tidak lama kemudian, kerjasama antara Lingkungan Gabriel dengan WKRI setempat terbentuk di bawah koordinasi Ibu Yayuk. Pada dasarnya, ibu-ibu WKRI telah siap mengantisipasi hal ini. Mereka telah memulai gerakan pelayan kasih dengan melakukan jimpitan atau

Iman pada dasarnya memang selalu

mengandaikan tindakan yang nyata.

TS/IX-Edisi 2210

Page 13: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Hari Pangan Sedunia. Di dapur umum itu, setiap pribadi me-ngumpulkan sebagian uangnya untuk membeli bahan makanan yang sekiranya masih diperlukan. Pencarian meluas sampai ke umat di lingkungan bahkan paroki lain. Setelah segalanya siap, pembagian makanan bagi umat Lingkungan Gabriel yang terkena banjir segera dilakukan. Keter-batasan peralatan, khususnya perahu karet untuk membawa makanan di tengah situasi ban-jir, merangsang kreativitas dan spontanitas. Seorang umat beri-nisiatif membuat rakit darurat dengan galon air minum yang diikat mengelilingi ember. Dengan rakit darurat itulah pem-bagian makanan dapat berjalan dengan lebih mudah.

Di tengah pelayanan ini sempat terjadi sebuah peristiwa yang meningkatkan ketegangan di dapur umum. Saat itu hari kedua menjelang makan siang, tragedi ini muncul. ”Nasinya selalu gagal dimasak, entah itu mentah atau terlalu lembek,” tutur Ibu Retno, salah satu relawan di dapur umum tersebut. Hal ini mem-buktikan pentingnya ketulusan dan cinta dalam membantu sesama, bahkan dalam memasak nasi sekalipun. Untunglah tragedi ini dapat segera terselesaikan dan aktivitas dapur umum kembali seperti sediakala.

Kekuatan Doa dan Kasih Pelayanan di tengah bencana ini ternyata tidak terlepas

Ibu-ibu Paroki Kalvari sedang mengolah makanan untuk

korban banjir

TS/IX-Edisi 22 11

Page 14: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

TS/IX-Edisi 2212

dari doa dan iman umat setem-pat. Ide pembukaan dapur umum terjadi setelah doa novena ling-kungan pada malam ketika banjir mulai datang. Umat yang saat itu hadir seolah-olah mendapat kesempatan untuk menyatakan buah doanya melalui pelayanan kasih kepada sesama. Iman pada dasarnya memang selalu me-ngandaikan tindakan yang nyata. Kasih yang mengalir dalam pelayanan ini juga berhasil menyingkap sisi persaudaraan-nya. Selain umat lingkungan, pembagian bantuan juga di-

berikan kepada warga yang beragaman lain. “Kalau sudah di lapangan, agama dan golongan biasanya tidak lagi terpikir,” ung-kap Ibu Retno, seorang relawan di dapur umum. Pada akhirnya, kebaha-giaan menjadi buah manis yang dapat dituai dari pelayanan ini. “Rasanya senang, terutama karena bisa berbagi. Juga hanya dengan cara ini saya bisa memba-tu sesama,” tutur Ibu Tino ketika mengenangkan kembali pengala-mannya di dapur umum.

Banjirku, banjirmu, banjir kita.

Page 15: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Berbelas Kasih dan Setiafr. Salto Deodatus

Pengalaman yang seder-hana bila dimaknai akan menjadi luar biasa, sementara pengala-man yang luar biasa bila tidak di-maknai akan menjadi biasa. Itulah hakikat refleksi yang menentu-kan dangkal atau mendalamnya makna hidup seseorang dalam proses menjadinya. Keyakinan yang kupegang ini membulatkan niatku untuk menanggapi secara positif ajakan redaksi Majalah Te-man Seperjalanan untuk mengangkat cerita tentang peru-tusanku di Seminari Tinggi sebagai bidel (Red—petugas) hewan. Aku menilai pilihan ini cukup berani karena tidaklah mudah menggali makna dari pelayanan merawat hidup he-wan-hewan. Pada kenyataannya, tugas ini kerap kali dihindari dan dianggap remeh oleh sebagian orang.

Melampaui Begitu mendengar kepastian perutusan kebidelan, hatiku spontan mengungkap-kan perasaannya yang bercam-pur aduk. Ada perasaan heran,

takjub, bertanya-tanya, resah, dan takut karena perutusan ini sama sekali baru untukku. Alasannya sederhana saja, yaitu aku belum pernah memelihara anjing, bah-kan untuk hidup bersama secara intensif pun tidak. Lantas, pengalaman-pengalaman traumatik bersama dengan anjing segera memutar dalam ingatanku. Akan tetapi, lebih daripada itu, bagaikan dua sisi mata uang koin, bila kekhawatiran terpampang pada salah satu sisinya, perasaan-perasaan syukur dan kagum tergurat di bagian lainnya. Aku menangkap pesan Tuhan yang menjelaskan secara tersirat maksud dari perutusan ini. Dalam hati, akupun berkata kepada-Nya, “Tuhan, Engkau tahu apa yang

Aku menangkap pesan Tuhan yang menjelaskan

secara tersirat maksud dari perutusan ini.

TS/IX-Edisi 22 13

Page 16: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Fr. Salto sedang memberi makan kepada teman-

temannya.

kubutuhkan.” Aku bergulat untuk me-nemukan makna di balik peru-tusan ini. Sialnya, kesulitan yang merintangi justru datang dari diri sendiri. Masih ada perasaan, segan, takut digigit anjing, dan sebagainya, namun saat itu aku sadar bahwa aku sedang bertata-pan dengan diri sendiri yang utuh dan asli. Aku pernah diingatkan oleh seorang teman agar tidak lagi mengambil jarak dengan anjing karena perasaan-perasaan takut yang sesungguhnya tidak beralasan. Setelah peristiwa itu, aku memberanikan diri untuk ke-luar dari diri sendiri. Kubenturkan kelemahan-kelemahanku pada kenyataan objektif. Proses ini kurefleksi-kan sebagai perjuangan untuk melampaui diri. Terutama sebagai suatu totalitas yang mengerah-

kan segenap keberanian untuk mengalahkan diri sendiri. Aku sungguh merasakan betapa kesediaan diri untuk bekerja sama dengan Tuhan membuat rahmat-Nya bekerja secara tidak terbatas untuk melampaui keterbatasanku. Alhasil, dengan pelampauan itu, kini aku bisa bermain dengan anjing secara leluasa, memberi makan, dan hidup bersama mereka setiap hari. Selama menjadi bidel hewan aku berjuang melawan ke-cenderungan diri dan meredam keinginan pribadi. Perutusan ini menarikku untuk hidup di balik layar. Awalnya aku mengeluhkan mengapa ditempatkan pada ke-adaan seperti ini. Terlebih ketika aku harus masuk ke dalam tugas yang—memakai istilah romo rektor—hina, remeh, dan tidak

TS/IX-Edisi 2214

Page 17: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

berarti. Akan tetapi, keberanian untuk terus berenang ke ke-dalaman karya membuatku tidak lagi terjebak pada idealisme-idealisme semu yang kerap kali berdiri tegak dengan kepala yang pongah dan selalu mendo-ngak ke atas. Bagiku, inilah satu arti dari kerendahan hati. Tidak menjadi masalah jika aku hanya menjadi satu batu bata kecil saja, terlebih jika cocok dimasukkan ke dalam satu bangunan Gereja. Tidak ada karya yang tidak berarti di hadapan Allah, meski kelihatan kecil sekalipun. Aku bersyukur boleh ambil bagian dalam gerak yang lebih besar untuk suatu misi yang lebih universal, yaitu masuk ke dalam rajutan pertalian yang erat antara dinamika hidup keuskupan de-ngan hidup keseharian di semi-nari.

Nurture Anjing-anjing di seminari tinggi makan dua kali sehari. Aku bertanggungjawab menyiap-kan dan menyediakannya. Usai makan siang dan makan malam, dimulailah proses peramuan itu. Pertama-tama, nasi dituangkan ke dalam wadah makanan, kemu-dian dicampurkan dengan—bi-asanya—ayam rebus yang sudah disiapkan khusus untuk anjing. Ayam tersebut tentu tidak disa-

jikan sama seperti ayam yang dimakan oleh manusia. Sebagai catatan, Jenggo, salah satu anjing ras yang tubuhnya panjang dan berbentuk lucu seperti sosis, tidak boleh makan tulang. Maka, aku mesti memisahkan makanan yang khusus untuknya. Setelah itu, bahan makanan diremas-remas hingga teraduk merata. Sungguh, tugas ini memerlukan ketekunan, kesabaran, dan kesetiaan. Pepatah Jawa men-gatakan, “Witing tresna jalaran saka kulina.” Lama-kelamaan, berkat perjumpaan dan kedeka-tan yang kami alami, tumbuhlah cinta di hatiku. Aku sadar bahwa pemberian diri yang tidak dilan-dasi dengan cinta akan menjadi kering. Maka, tugas ini kuhayati dengan hati. Terkadang juga muncul celetukan, “Yah, lu cuma ngasih makan doang.” Ketika mere-nungkan kata-kata itu, timbul kesadaran betapa aku telah jatuh ke dalam kenyamanan. Kegiatan rutin mudah menjebakku pada kebosanan. Lantas, semua kegiatan ini menjadi biasa saja. Di

Cinta sejati teruji ketika seseorang tetap setia.

TS/IX-Edisi 22 15

Page 18: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

sinilah aku merefleksikan kon-sekuensi totalitas pemberian diri, yaitu bahwa pemberian diri terus-menerus menuntut kreatifitas dan ketetapan hati yang konsisten untuk mening-galkan kenyamanan yang sudah lama terbentuk. Hal itu kulakukan dengan menyediakan variasi makanan, membersihkan anjing-anjing di luar waktu mandi, dan sebagainya. Wawan hati dengan romo rektor membukakan khazanah cakrawala pemaknaanku akan perutusan ini secara lebih luas. Satu hal yang mesti disadari, yaitu pelayanan dalam kebidelan amat kaya akan dimensi formatif (Red—pembinaan) yang berman-faat untuk imamat.

Berbelas Kasih dan Setia Mgr. Suharyo mengatakan bahwa setiap usaha untuk sema-kin memuliakan martabat manu-sia, mewujudkan kesejahte-raan umum, mengembangkan solidaritas, memberi perhatian lebih kepada saudari/a kita yang kurang beruntung, dan mele-starikan keutuhan ciptaan adalah pelayanan. Batinku betanya, “Apakah merawat anjing terma-suk kegiatan pelayanan?” Anjing adalah ciptaan-Nya, ‘sesama’ yang berharga. Anjing adalah bagian dari komunitas yang patut diberi-kan perhatian. Oleh karena itu, bagiku merawat anjing adalah satu bentuk nyata pelayananan kasih yang ada di seminari. Dengan pelayanan ini,

Jalani perutusanpanggilan-Mu, dengan

semangat yang terus menggebu...

TS/IX-Edisi 2216

Page 19: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

RD Tunjung mendapat potongan kue per-tama dari RP Sadhyoko, SJ saat perayaan

ulangtahunnya yang ke 53. (4 Febuari 2014)

TS/IX-Edisi 22 17

aku belajar dan berlatih untuk menjadi pribadi yang berbelas kasih dan setia (bdk. Ibr 2: 17). Aku terus merenungkan pesan bapak uskup yang mengatakan bahwa jurus dasar menjadi seorang imam adalah setia ke-pada Allah dan berbelas kasih ter-hadap sesama. Dasar belas kasih yang kucurahkan terus-menerus dalam pelayanan kebidelan ini adalah kesetiaan Tuhan untuk mengasihi manusia sampai mati. Kasih Allah yang sedemikian tak terbatas itu mem-

buatku mengasihi-Nya. Semen-tara itu, aku juga senantiasaterpanggil untuk turun serta solider kepada sesama, termasuk ciptaan. Belajar dari pengalaman merawat hidup anjing-anjing, membantuku mewujudkan cinta kepada Allah dan sesama untuk mampu melampaui cinta diri, keinginan pribadi, dan kepen-tingan lainnya. Intinya, cinta sejati teruji ketika seseorang tetap setia meski diterpa oleh berbagai macam tantangan.

Page 20: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Mengubah Ironi Menjadi Pelangifr. Bonifasius Lumintang

Pelayanan kasih tidak pernah dapat dipisahkan dari kehidupan Gereja. Begitu ba-nyak cara dan kreatifitas dapat kita lakukan untuk mewujudkan pelayanan kasih kepada sesama. Berikut ini merupakan beberapa potret pelayanan kasih Misi Do-mestik KAJ di Bomomani – Papua;

1. Kerohanian Benih iman Katolik telah ditanamkan oleh para misionaris Belanda sejak tahun 1940. Iman Katolik itu terus dipelihara dan ditumbuhkembangkan sampai

sekarang melalui berbagai pem-binaan-pembinaan dan kegiatan-kegitan rohani. Bina Iman Anak, Rekoleksi + Out Bound OMK, Legio Maria, Koor Paroki, meru-pakan beberapa kegiatan yang dilangsungkan untuk mem-perkokoh iman umat. Salah satu kegiatan rohani yang khas Paroki Maria Menerima Kabar Gembira – Bomomani ini adalah perarakan patung Bunda Maria pada akhir bulan Mei dan Oktober menuju tempat yang dinamakan Bukit Doa. Kegiatan itu dilaksanakan untuk mengakarkan semangat devosi kepada Bunda Maria.

2. TK Maria Magdalena. Kesadaran betapa pen-tingnya pendidikan belum me-ngakar kuat pada kebanyakan masyarakat di Bomomani. Tidak heran bahwa di Bomomani masih banyak ditemui anak-anak yang tidak bersekolah. Mereka tidak bersekolah bukan karena tidak ada sekolah, bukan juga karena biaya sekolah melambung tinggi, melainkan karena sikap malas.

TS/IX-Edisi 2218

Page 21: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Banyak orang muda, anak-anak, yang menghabiskan waktu de-ngan jalan-jalan, nongkrong di pertokoan, dan bermain. TK Maria Magdalena hadir untuk membongkar men-talitas itu. Penanaman nilai kedisiplinan, kebersihan, dan habitus belajar dimulai sejak usia dini. Berhitung, mengenal huruf, mewarnai, mandi, sikat gigi, membersihkan ingus, cuci tan-gan, berdoa bersama sebelum dan sesudah makan, membuang sampah di tempat sampah, me-ngajarkan sopan santun terha-dap sesama merupakan bagian dari aktifitas di TK Maria Magda-lena untuk menyiapkan generasi muda yang berkembang dalam akal budi, jasmani, dan rohani.

3. PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) PLTA juga merupakan wujud pelayanan kasih di Bomo-

mani. Adanya listrik yang masuk ke rumah-rumah penduduk amat membantu penerangan lingkungan tempat mereka ting-gal. Lebih dari itu, lampu yang bersinar pada setiap rumah juga memberikan beberapa manfaat lain yakni membantu anak-anak untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, mengurangi angka penebangan kayu bakar yang biasa dijadikan salah satu sumber penerangan, dan me-ngurangi pembelian minyak tanah untuk lampu minyak.

4. Peternakan Mengurus peternakan (Babi, Bebek, Ayam, Kambing, Burung, dan Kelinci) menjadi akti-vitas sehari-hari di Bomomani. Peternakan tersebut dihadirkan juga untuk pelayanan kasih. Pe-ternakan bertujuan untuk penye-diaan bibit ternak bagi masyara-kat. Dengan adanya peternakan, masyarakat tidak harus turun sejauh 183 Km ke kota Nabire untuk membeli hewan ternak. Selain itu, peternakan tersebut juga bertujuan sebagai tempat penyedian daging segar bagi masyarakat.

5. Pertanian Sebagian besar penduduk di Bomomani bermata pencahar-ian sebagai petani. Pelayanan

Mengasihi tidak hanya berarti memberikan

sesuatu, namun yang sulit untuk dilakukan

adalah memberikan diri kita sendiri untuk di-

ambil, diberkati, dipecah dan dibagikan

TS/IX-Edisi 22 19

Page 22: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

kasih yang menyentuh bidang ini dilakukan dengan penyediaan bibit sayur bagi para petani dan penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan produktifitas dari lahan pertanian. 6. Kesehatan Kesehatan masyarakat juga menjadi perhatian khu-sus bagi Misi KAJ di tempat ini. Minimnya fasilitas kesehatan (kelangkaan obat-obat, akses menuju rumah sakit yang sulit) dan kesadaran masyarakat sendiri yang rendah akan ke-sehatan menjadi alasan bahwa pelayanan akan kesehatan juga menjadi bagian yang penting untuk diperhatikan. Penyakit kulit (kudis, panu), kurang gizi, HIV, TBC, dan Malaria menjadi penyakit yang menjangkit setiap

lapisan masyarakat. Penyediaan obat-obat dan pengadaan “bak-sos” pemeriksaan gratis menjadi oase tersendiri bagi masyarakat yang memang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Pemberian Diri Pelayanan kasih kepada masyarakat Bomomani meresap ke dalam bidang kerohanian, pendidikan, perekonomian, dan kesehatan. Pelayanan kasih pada keempat bidang itu tentunya ber-muara pada tujuan-tujuan mulia yakni demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar dan untuk mening-katkan kesejahteraan masyarakat Papua di Bomomani. Sebuah pelayanan ka-sih yang tulus dan murni hanya dapat terjadi dengan daya Roh

TS/IX-Edisi 2220

Page 23: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Kudus. Sebagaimana Yesus sendiri tersentuh oleh kebutuhan dan harapan orang-orang yang mengharapkan pertolongan dari padanya. Apa artinya mengasihi dengan cinta kasih yang berlim-pah? Mengasihi dengan cinta kasih yang berlimpah tidak hanya berarti memberikan sesuatu, namun yang jauh lebih penting dan sulit untuk dilakukan adalah memberikan diri kita sendiri untuk diambil, diberkati, dipecah dan dibagikan. Pelayanan kasih adalah panggilan hati bagi setiap orang untuk mati terhadap diri sendiri dan kebutuhan-kebu-tuhan yang terpusat pada diri. Bagaimana mungkin seseorang dapat melakukan pelayanan kasih jikalau ia masih berorientasi pada

diri sendiri? Dengan kata lain pelayanan kasih membutuhkan semangat pengorbanan. Tanah Papua adalah tanah yang kaya. Edo Kondologit seorang penyanyi asal Papua bahkan menggambarkan Papua bagaikan surga kecil jatuh ke bumi. Demikian pula Bomomani. Bomomani - sebuah kampung kecil - yang masih dikelilingi oleh gunung dan hutan yang ma-sih alami. Bomomani memang memiliki pesona alam yang masih alami, namun dibalik pesona alam yang masih alami, Bomomani menyimpan begitu banyak ironi. Pelayanan kasih Misi Domestik KAJ di tempat ini perlahan tapi pasti mengubah ironi menjadi sebuah pelangi.

TS/IX-Edisi 22 21

Page 24: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Tuhan telah Menuntun Saya!Wawancara dengan Bpk. RomadhonAktivis Pedongkelan, Jakarta Timur

Tahun pelayanan tentu saja tidak bisa dipisahkan dari Tahun Iman (2012) dan Tahun Persaudaraan (2013) yang telah dihayati oleh umat KAJ. Iman yang sejati akan berbuah per-saudaraan dan dihayati secara langsung dalam bentuk pela-yanan kasih pada sesama. Oleh karena itu, Majalah Teman Seper-jalanan tertarik untuk mewawa-ncari Kak Romadhon, seorang Muslim yang memiliki hati yang tulus melayani warga di daerah Pedongkelan, Jakarta Timur.

Bagaimana Kak Romadhon dapat nyemplung melayani warga Pedongkelan? Awalnya, saya merasa terpanggil untuk memberikan diri kepada sesama. Akan tetapi, saya belum tahu di mana saya dapat membagikan kasih terse-but. Akhirnya, saya diajak oleh teman yang merupakan relawan di Pedongkelan. Dan akhirnya saya pun mau. Selama menjalani pelayanan, saya merasakan ada sesuatu yang berbeda di dalam hati. Serangkaian peristiwa inilah yang menyadarkan saya bahwa Tuhan telah menuntun saya.

Apakah ada perasaan takut ke-tika melayani di Pedongkelan? Pasti. Awalnya ada rasa takut di hati saya karena di sini dulunya terkenal sebagai sa-rang pemalak, kampak merah, dan sarang waria. Akan tetapi, perasaan takut itu hilang ketika pertama kali datang ke Pedong-kelan. Bahkan setelah berproses saya melihat adanya kerjasama yang baik dengan warga sekitar. Hal ini dapat dilihat dari kerelaan warga yang dengan suka rela menginzinkan rumahnya digu-nakan untuk bimbingan belajar anak-anak.

TS/IX-Edisi 2222

Page 25: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Bentuk pelayan yang dilakukan oleh kak Romadhon dan rela-wan lainnya? Sehari-hari saya keliling di Pedongkelan untuk menyapa warga dan anak-anak. Setelah itu, saya membuka tempat bimbi-ngan belajar bagi agar anak-anak. Anak-anak akhirnya dapat belajar, membaca buku yang ada, mau-pun sekadar bermain bersama. Jika ada peristiwa-peristiwa yang tak terduga, saya juga langsung membantu, contohnya ketika terjadi banjir dan kebakaran.

Apakah ada pengalaman yang berkesan selama Kak Romad-hon melayani di Pedongkelan?

Ada. Pada saat kami mengunjungi panti jompo. Saat itu saya melihat anak-anak belajar untuk mengasihi orang lain. Di situ saya melihat adanya kepe-kaan dari dalam diri anak-anak. Mereka mau menghibur para ka-kek dan nenek di sana. Selain itu peristiwa ini juga menumbukan rasa pluralisme dan kebhinekaan di hati mereka semua. Peristiwa lain, ialah saat anak-anak kelas enam ikut me-ngajar adik-adiknya setiap hari Sabtu. Hal ini juga memupuk ke-pekaan di hati anak-anak. Mereka dapat saling berbagi secara tulus tanpa pamrih dan tanpa merasa diri paling hebat.

TS/IX-Edisi 22 23

Give me water, please....

Page 26: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

TS/IX-Edisi 2224

Wajah kalian selalu berarti di mataku.

Adakah inspirasi yang memberikan semangat dalam melayani? Ada. Saya terinspirasi oleh Nabi Muhammad SAW dan Wali Songo (penyebar agama islam di Pulau Jawa). Mereka bukan seorang spiritualis yang hanya menyebar-kan ajarannya dalam bentuk ritual. Akan tetapi, mereka juga menerapkannya di dalam kehidupan bermasyara-kat.

Bagaimana hubungan dengan relawan yang memiliki kepercayaan yang berbeda? Baik. Saya tidak melihat itu sebagai sesuatu per-bedaan yang dapat memisahkan. Sama merasa nyaman karena kita mempunyai tujuan yang sama yakni, melay-ani Tuhan.

Page 27: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Masa Probasi adalah sebuah masa perutusan keluar dari zona aman untuk diuji serta mengenali diri lebih mendalam. Mulai dari tanggal 13 Januari 2014 s/d 8 Februari 2014, aku menjalani masa probasi ini. Tem-pat perutusan masa probasiku adalah Panti Werdha Bina Bhakti, Serpong. Panti Werdha Bina Bhakti terdiri dari panti werdha dan panti rawat. Di panti werdha terdapat sekitar tujuh puluh lima oma-opa. Sementara itu, panti rawat difungsikan untuk oma-opa yang sungguh membu-tuhkan perawatan. Mereka (para oma-opa) yang sakit, baik yang hanya bisa duduk di kursi roda sampai yang tidak bisa beranjak dari tempat tidur, dirawat dengan penuh kasih sayang dan cinta kasih dari para perawat. Aku begitu bersemangat dalam menanti masa probasi ini, khususnya tempat perutusan probasi luarku. Namun, ketika mengetahui tempat perutusan probasi luarku di panti wredha, semangatku langsung runtuh

sHARING

pASTORAL

Ada Kasih di Panti Wredhafr. Frederick Yolando

bagaikan menara pasir di ter-jang ombak. Aku sungguh tidak menyangka akan tempat perutu-sanku ini. Aku sama sekali tidak mempunyai bayangan akan apa yang akan terjadi di tempat pro-basiku nanti. Aku merasa gelisah karena dihadapkan pada suatu ketidakpastian. Akan tetapi, aku belajar untuk bersikap taat apa pun itu tugasnya. Menemani oma-opa tidak bisa dibilang sebuah tugas yang mudah. Butuh banyak kesabaran untuk bisa bertahan dalam tugas ini. Ada banyak hal aneh (dan juga unik!) menemani mereka: ada yang suka berbicara sendiri,

Melayani orang yang sakit, kecil, miskin, dan tersingkir merupakan

sebuah keutamaan yang mulai saat ini mesti

kupupuk dan kutanam-kan dalam hati dan hidupku.

TS/IX-Edisi 22 25

Page 28: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

berteriak tanpa sebab, hanya duduk diam dan memandang lingkungan sekitar. Tidak jarang pula, ketika diajak berbincang-bincang, mereka menangga-pinya dengan topik yang berbeda sehingga memberi kesan tidak nyambung. Ketika aku berbicara A, para oma-opa menjawab B. Bahkan, terkadang aku sendiri tidak tahu apa yang mereka bicarakan (karena cara berbi-caranya yang tidak jelas). Dalam bercerita pun mereka seringkali mengulang-ulang apa yang telah mereka bicarakan sebelumnya. Hal ini seringkali membuatku bingung dan merasa bosan. Melalui refleksi dan per-menunganku, aku menemukan bahwa justru dalam hal inilah tantangan yang aku hadapi dalam probasi luar ini. Mungkin, jika diadakan suatu pemungutan suara antara melayani orang sehat atau sakit, mayoritas akan memilih melayani orang sehat. Namun, melayani orang yang sakit, kecil, miskin, dan tersingkir merupakan sebuah keutamaan yang mulai saat ini mesti kupu-puk dan kutanamkan dalam hati dan hidupku ini Spiritualitas mendengar-kan dan hadir tampaknya begitu berarti bagi para oma-opa di Panti Wredha Bina Bhakti. Suatu waktu aku menemani Opa Agus

bermain catur. Secara fisik, Opa Agus terlihat sangat tua. Jika beradu dalam hal olahraga, aku tentunya bisa menang mudah. Namun, perihal catur, aku kalah total. Tak satu kali pun Opa Agus membiarkan aku mengalahkan-nya. Aku menjulukinya “Raja Catur Panti Wredha”. Julukan ini bukan berarti tanpa sebab, ternyata (setelah melakukan penelitian sederhana) banyak pengunjung yang telah ia ka-lahkan dalam permainan catur ini. Hal ini membuatku menjadi tidak terlalu merasa malu akan kekalahan dalam permainan ca-tur ini. Akhirnya aku menyadari ada kebahagiaan yang aku alami

TS/IX-Edisi 2226

Page 29: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

di tempat probasiku ini. Selain catur, Opa Agus pun mempunyai banyak kegiatan lain setiap harinya. Ia begitu aktif (nampaknya ia lupa bahwa ia sudah tua!). Semangat dan sosok Opa Agus menjadi sebuah inspi-rasi bagiku. Dalam usianya yang sudah tua, ia masih semangat beraktivitas dan melayani yang lain. Bagaimana denganku? Ini menjadi sebuah sindiran dan bahan permenungan bagiku. Satu pengalaman unik lainnya adalah pengalaman berbincang dengan Opa Leo. Beliau tidak lagi dapat berbicara normal. Kata-kata yang ia ucap-kan sangat sulit untuk ditangkap

maksudnya. Membutuhkan cu-kup banyak waktu bagiku untuk menangkap inti pembicaraannya. Namun, Opa Leo tetap berusaha untuk bercerita. Ia bahkan sampai menggunakan bahasa tangan agar aku dapat mengerti maksud pembicaraannya. Meskipun ia tahu bahwa aku tidak mengerti bahasa isyarat tangan, ia tetap menggunakannya agar perbin-cangan dapat berjalan. Ia kemu-dian bahkan mengambil bebera-pa lembar kertas kosong dan alat tulis lalu menuliskan maksudnya di sana. Satu hal yang kukagumi darinya adalah usahanya yang tak kenal putus asa dalam meng-ajakku berbincang-bincang dengannya. Probasi luar ini menjadi pengalaman yang kaya akan makna. Banyak inspirasi yang kudapatkan di Panti Wredha Bina Bhakti. Para oma-opa pun me-ngajarkan banyak hal padaku, terutama mengenai keutamaan-keutamaan dalam menjadi seorang imam. Melayani tidaklah harus melalui hal-hal yang rumit dan besar. Hal-hal sederhana seperti hadir, menjadi teman berbincang, dan mendengarkan pun juga merupakan salah satu bentuk pelayanan yang nyata. Imam dipanggil menjadi pribadi yang melayani.

TS/IX-Edisi 22 27

Page 30: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita
Page 31: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

“Ratusan nyawa mela-yang, termasuk warga sipil dan anak-anak.” Demikianlah laporan berita dari salah satu surat kabar nasional. Pertanyaannya adalah mengapa kekerasan terus terjadi? dan apakah memang tidak ada perdamaian di dunia ini? Tentu kita bisa menjawab hal ini dari berbagai sudut pandang. Akan tetapi, dalam kesempatan ini saya hendak mendalami posisi filsafat dalam permasalahan kekerasan dan perdamaian. Apabila mendengar kata filsafat, dengan spontan orang akan mengatakan bahwa filsafat adalah sesuatu yang abstrak, mengawang-awang, konseptual, dan tidak menyentuh realitas kehidupan manusia. Anggapan itu memang benar, tetapi tidak semuanya mengawang-awang dan tidak memikirkan pergulatan keseharian manusia. Di antara begitu banyak filsuf yang penu-lis ketahui hanya Eric Weil yang menggulati perihal kekerasan dan perdamaian. Eric Weil adalah seorang filsuf keturunan Yahudi. Weil lahir

Pojok

Filsafat

Filsafat Melawan KekerasanFr. Surya Nandi

di Perchim, Jerman pada tahun 1904 dari keluarga pedagang. Ia hidup sezaman dengan Jean-Paul Sartre yang terkenal oleh banyak orang sebagai seorang filsuf eksistensialis. Sekitar tahun 1930, hidup Weil yang sebe-lumnya damai berubah drastis oleh karena pemerintahan Nazi. Oleh karena itu, pada akhir 1932, Weil pergi dari Jerman dan me-larikan diri ke Paris. Pengalaman kekejaman Nazi adalah titik tolak refleksi filosofis Weil mengenai kekerasan dan perdamaian. Bagi Weil, manusia bu-kanlah makluk rasional, melain-kan sebuah potensi rasional. Dengan kata lain, manusia tidak serta-merta selalu rasional dalam hidup dan tindakannya. Rasio-nalitas adalah suatu kemungki-nan bagi manusia, yakni kemung-kinan atas pilihan yang dike-

Orang menjadi bijak jika mau berproses dalam

jalan kebijaksanaan itu.

TS/IX-Edisi 22 29

Page 32: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

hendakinya, yaitu pilihan untuk bersikap rasional atau irasional. Hal itu bisa dimengerti dengan mudah dalam kenyataan sehari-hari di mana seseorang seringkali bertindak tanpa menggunakan rasio atau akal budi. Sebagai contoh, ketika seorang seminaris (Red—calon imam) lapar, tanpa pikir panjang ia melahap semua makanan di refter (Red—ruang makan) tanpa memedulikan teman-temannya yang lain. Orang yang bertindak rasional adalah pribadi yang mau sejenak mempertimbang-kan dan kemudian memutus-kan suatu tindakan dengan berlandaskan nilai kehidupan

bersama. Ia mampu membuat pilihan dengan akal budinya untuk memakan apa yang telah menjadi bagiannya, sehingga teman-temannya yang lain juga mendapatkan bagiannya dan tidak menjadi kelaparan karena kerakusannya. Kebalikan dari tindakan rasional adalah tinda-kan irasional yang berarti segala tindakan yang digerakkan oleh insting, nafsu individual, atau kepentingan diri dan kebutaan pada nilai kepentingan bersama. Nilai-nilai dalam kehidu-pan bersama dapat dirumuskan ke dalam beberapa bagian. Weil berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat nilai-nilai uni-

TS/IX-Edisi 2230

Page 33: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

versal bagi landasan kehidupan bersama. Nilai persahabatan, per-saudaraan, kerjasama, dan per-damaian telah melekat dalam diri manusia. Maka dengan memilih untuk berjuang dan merengkuh nilai-nilai itu, kedamaian dapat tercipta. Pilihan rasional sekali lagi berarti kehendak untuk mem-perjuangkan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, menolak memperjuangkan nilai-nilai terse-but berarti mengingkari martabat manusia sebagai mahkluk rasio-nal. Lantas, Weil menyebut pili-han hidup yang rasional sebagai jalan kebijaksanaan. Orang menjadi bijak jika mau berproses

dalam jalan kebijaksanaan itu. Penggunaan istilah proses, mengisyaratkan bahwa kebijaksanaan tidak serta merta didapatkan begitu saja. Bagi Weil, kebijaksanaan adalah buah dari proses berfilsafat. Filsafat bagi Weil adalah sebuah proses seka-ligus pengalaman menghayati hidup bijaksana, terutama hidup yang terus menerus memilih rasionalitas untuk memperjuang-kan nilai-nilai universal. Dalam arti inilah, filsafat tidak tergolong sebagai wacana yang abstrak, melainkan wacana yang sungguh konkret. Selanjutnya, pandangan manusia dan definisi filsafat

TS/IX-Edisi 22 31

Sepeda menjadi teman kami menuju Kampus STF Driyarkara

Page 34: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

TS/IX-Edisi 2232

tentu memiliki hubungan dengan kekerasan. Kekerasan terjadi ketika kita memilih perihal irrasional dan meninggalkan perihal rasional. Kita tunduk pada nafsu dan kepentingan diri dan me-lupakan nilai-nilai kehidupan bersama. Dalam berita surat kabar pada bagian awal tulisan ini, para pelaku kekerasan dalam konflik menolak untuk berfilsafat. Mereka tidak mau mengaktu-alisasikan potensi rasionalitasnya untuk memilih memperjuang-kan nilai-nilai bersama, yaitu perdamaian. Tanpa pikir panjang, mereka “main bom” dan “main tembak” tanpa memperhitung-kan dampaknya bagi warga sipil dan anak-anak. Nafsu dan egoisme pada tahap ini telah mengalahkan rasionalitas. Weil memang tidak setenar Sartre dan ia bisa digolong-kan sebagai filsuf “kecil”. Akan tetapi, filsafat konkretnya dalam merefleksikan perdamaian menarik untuk diketahui. Weil mem-buka cakrawala mengenai potensi rasionalitas kita. Sebagai mahkluk atau pengada yang memiliki kebebasan, kita ditan-tang untuk mengaktualkannya. Beranikah kita?

Beberapa Seminaris Seminari Wacana Bhakti dan beberapa

frater KAJ menghadiri perayaan lustrum VIII Civita Youth Camp.

Page 35: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

di Lampung Tengah pada 25 Januari 1963, saat ini masih aktif bekerja di Lembaga Daya Dharma (LDD), Jakarta . Bapak Marsudi ber-gabung dengan LDD sejak 1 Februari 1989. “Hati saya di karya sosial,” ungkap Pak Marsudi yang bahagia dengan 25 tahun pengabdiannya di LDD. Pak Marsudi mengaku tertarik untuk memberikan diri dalam pelayanan sosial sejak masih duduk di bangku SD, ketika beliau sering mengadakan kun-jungan rumah sebagai seorang misdinar paroki. Kecintaannya pada karya sosial pastoral yang membuatnya menjadi salah satu sosok yang memajukan karya LDD di KAJ. Pelayanan kepada anak-anak dari keluarga nelayan di daerah Jakarta Utara, menjadi fokus perhatian utama yang di-

sOSOK

iNSPIRATIF

25 Tahun MengabdiProfil Bapak Herman Yoseph Marsudi

Di tengah hiruk pikuk dan peliknya kehidupan di ibu kota, ternyata masih ada secercah sinar harapan dalam menumbuh-kan api pelayanan bagi mereka yang berkekurangan. Harapan itu terdapat dalam diri segelintir orang yang mau mendedikasikan hidupnya dalam terang kasih pelayanan kepada sesama. Hara-pan itulah yang ada di dalam diri Bapak Herman Yoseph Marsudi, atau yang dikenal sebagai Bapak Marsudi. Sosok bapak yang lahir

Tanpa ada kegiatan rohani, pelayanan yang

dijalani pun akan menjadi kering atau gersang

TS/IX-Edisi 22 33

doc. pribadi

Page 36: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

tekuninya dalam lembaga sosial yang sudah berusia 50 tahun ini. Ketika ditanya tentang motivasi pekerjaannya ini, Pak Marsudi yang dikaruniai tiga orang anak ini pun memilih un-tuk bekerja dengan tidak mencari uang atau jabatan semata. Pang-gilan hidup yang menggerakkan dan membawanya kepada karya mulia ini. Selain itu, tanggapan dari keluarga pun positif. Istri, anak-anak, dan keluarganya menerima dan bangga dengan komitmen akan pekerjaannya ini karena beliau boleh terlibat di dalam karya pelayanan keusku-pan. Baginya, pelayanan berkaitan erat dengan hal kerohanian. Tanpa ada kegiatan rohani, pelayanan yang dijalani pun akan menjadi kering atau gersang. Di satu sisi, beliau pun menerapkan kegiatan pelayanan berbasis kitab suci. Motivasi yang menginspirasinya dalam melaku-kan pelayanan, didapatkannya dalam kitab suci, khususnya dari kitab Ruth. Selain itu, keprihati-

nan Gereja dewasa ini, termasuk tentang kemiskinan, yang juga menjadi pedomannya dalam melakukan pelayanan. Apalagi, spiritualitas yang mendukung dari sosok Paus Fransiskus juga menjadi sosok yang inspiratif dalam melakukan kegiatan pela-yanan yang dihayatinya. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat dan 25 tahun sudah pengabdiannya untuk Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Me-mang, banyak tantangan yang tak mudah untuk dihadapinya. Namun, dengan semangat murni pelayanan yang tak pernah lelah, Bapak Marsudi tetap bahagia dalam pelayanan kasih yang dilakukannya. Kecurigaan akan Kristenisasi adalah hal yang akrab dihadapinya ketika melakukan pelayanan di perkampungan nelayan Muara Angke Jakarta Utara. Akan tetapi, banyak pula cara dari Pak Marsudi untuk mengatasi hal-hal semacam ini, salah satunya dengan mendidik mereka dengan berbagai pelati-han dan pemberian motivasi. Tujuannya, tak lain untuk “memberdayakan” dan menem-patkan mereka di depan. “LDD hanya membantu memberikan spirit kepada masyarakat yang kami dampingi,” tutur Pak Mar-sudi. Sebagai salah seorang yang getol mendampingi anak-anak

Tindakan konkret dalam melayani dengan lebih

membaur kepada masyarakat

TS/IX-Edisi 2234

Page 37: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

dari keluarga nelayan, Pak Marsu-di ingin menjadikan masyarakat dapat mandiri dalam mengurus kampungnya dan menjadikan masyarakat yang ramah anak, termasuk dalam menyediakan sa-rana pendidikan bagi anak-anak mereka. Umat paroki Trinitas, Cengkareng ini terkesan dengan pesan Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, pada puncak perayaan 50 tahun LDD berkarya di KAJ 4 November 2012 lalu. “LDD harus menjadi suara hati yang mampu menyebarkan virus berbela rasa kepada yang membutuhkan. Pelayanannya adalah pelayanan untuk mengangkat martabat dan memulihkan citra mereka yang

tidak diperhitungkan.” Dalam keprihatinannya, beliau mengungkapkan bahwa umat dewasa ini sudah lebih maju dalam menjadi penggerak kepedulian kegiatan pelayanan. Namun, yang disayangkannya adalah umat yang kurang mema-hami Ajaran Sosial Gereja (ASG) sehingga kegiatan dalampelayanan hanya sampai pada tingkat basis. Apalagi, banyak umat yang bekerja sendiri-sendiri dan motivasinya tidak murni dalam melayani dengan ingin tampil sendiri dan ingin dikenal-pamrih. Baginya, harus ada tin-dakan konkret dalam melayani dengan lebih membaur kepada masyarakat, bukan hanya seka-

TS/IX-Edisi 22 35

Wajah Gereja adalah wajah melayani.

Page 38: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

dar pada taraf lembaga atau text book saja. Hal ini pula yang diharapkannya dari para calon imam dan imam. Beliau ber-harap bahwa para calon imam dan imam memiliki kepedulian pada kegiatan pelayanan sosial. Dengan program live-in ke daerah-daerah yang memprihatinkan, banyak orang terma-suk calon imam dapat terbantu untuk melatih kepekaannya kepada mereka yang tersisihkan. Menjadi sesuatu yang relevan di tahun pelayanan yang dicanangkan oleh gereja KAJ ini, jika Bapak Marsudi menjadi sosok yang patut dibicarakan dan diteladani dalam menyebarkan wajah Gereja Kristus melalui karya nyata kepada mereka yang berkekurangan dan tersisihkan. “Melayani adalah memberikan yang terbaik bagi mereka yang berkekurangan, membuat mereka ‘hidup’, di-orang-kan lagi sehingga dapat menemukan makna hidupnya,” tutup beliau. Seperti Yesus yang mau melayani umat-Nya, apakah kita juga mau belajar melayani dari sosok sederhana bapak Marsudi? “Our poor are great people. They don’t need our sympa-thy or our pity. They need our love and compassion. Knowing them leads us to love them, and loving them leads us to serve them.” (Mother Teresa).

Ketika kau menemukan jalanmu, kau tidak boleh takut. Kau harus memiliki keberanian yang cukup

untuk melakukan kesalahan. Kekecewaan, kekalahan, dan keputusasaan adalah alat-alat

yang digunakan Tuhan untuk menunjukan jalan pada kita.

Brida - Paulo Coelho

TS/IX-Edisi 2236

Page 39: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Namaku Sutinah. Sudah sepuluh tahun ini aku bekerja se-bagai petugas kebersihan sebuah kompleks perumahan di Jakarta Pusat. Seperti nama pekerjaanku, tugasku sehari-hari adalah men-jaga kebersihan kompleks pe-rumahan tersebut. Aku bersama-sama dengan rekan kerjaku yang lain, bekerja keras agar lingkungan perumahan tampak asri dan nyaman untuk dipandang.

Lalat, belatung, makanan basi, hingga bangkai-bangkai bina-tang menjadi santapan bagiku tiap harinya. Bahkan bau tak sedap yang dijauhi banyak orang, adalah bau yang mengisyaratkan uang sehingga keluargaku di rumah dapat makan tiap harinya. Aku punya dua orang anak, keduanya perempuan, Suti dan Sinah. Seorang diri aku ber-usaha membesarkan mereka

Sutinahfr. Marcellinus Vitus Dwiputra

Sudut

Sastra

Bahkan bau tak sedap yang dijauhi banyak orang, adalah bau yang mengisyaratkan uang

sehingga keluargaku di rumah dapat makan tiap harinya.

dengan segala usaha yang dapat kulakukan. Dulu mereka suka sekali membantuku bekerja. Mereka begitu semangat dan antusias membantuku mem-bawakan berbagai karung sampah yang kukumpulkan selama satu hari. Bahkan, mereka seringkali berkompetisi dalam banyaknya karung sampah yang mereka mampu bawa. Namun,

kini keduanya sudah bertumbuh menjadi gadis yang tampaknya sangat jijik dengan pekerjaan yang kulakukan ini. Tak jarang mereka memintaku untuk beralih profesi dan tidak lagi menjadi petugas kebersihan. Tampaknya kini mereka malu, jika teman-teman mereka tahu bahwa ibu mereka adalah seorang petugas kebersihan.

TS/IX-Edisi 22 37

Page 40: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Mungkin banyak yang bertanya di mana suamiku? Mengapa hanya aku yang ban-ting tulang untuk sesuap nasi dan segelas air? Ya, aku sendiri pun tak jarang bertanya-tanya keberadaan suamiku. Sering-kali aku pun juga mengeluh dan membutuhkan pasangan hidupku itu untuk menghiburku. Namun, aku sendiri juga sadar, hal itu adalah sebuah hal yang mustahil. Truk kontainer telah merenggut nyawanya ketika ia dalam perjalanan pulang setelah dagangan kerang rebusnya habis terjual. Aku menangis semala-man suntuk ketika tahu suamiku telah meninggalkan kami-sekeluarga.

*** Beberapa hari ini hujan deras mengguyur ibukota (be-gitu pula tempatku bekerja). Tuntutan pekerjaan menjadi sangat besar. Kini tak hanya sampah perumahan yang harus kubersihkan, sampah-sampah kiriman dari tempat lain pun harus kubersihkan. Aku baru bisa sampai di rumah setelah adzan maghrib berkumandang dari mushalla dekat rumahku. Dua gadisku, Suti dan Sinah, me-nyambutku dengan raut muka yang menampilkan kelegaan. Wajah mereka seperti baru saja menemukan harta karun yang

dicari-cari. Ada rasa syukur dalam hatiku ketika mengetahui betapa dua buah hatiku itu masih sangat mencemaskanku.

”Ibu, dari mana saja? Kok berkali-kali pulang telat?” ujar Suti, si Sulung, sesaat setelah kumasuk ke dalam rumah kecil kami.

”Iya, di luar kan hujan deras sekali,” Sinah menambahkan.

”Lho, kan Ibu sudah bilang, kalau sampah yang harus diangkut bertambah banyak. Hujan deras ini membawa kiriman sampah ke kompleks,” jawabku sekenanya.

TS/IX-Edisi 2238

Page 41: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

”Memangnya kalian mau bantu Ibu? Bukankah ada waktu kosong setelah kalian pulang sekolah? Kalian bisa membantu Ibu su-paya Ibu tak pulang terlambat?” tambahku untuk menghentikan pembicaraan yang beberapa hari ini bertubi-tubi menyerbuku.”Nggak ah, kan kotor. Bau lagi,” jawab mereka kompak dan seadanya sambil berjalan ke dalam rumah. Biasanya, setelah men-dengar pertanyaan ini, mereka akan diam dan tak lagi banyak berkomentar. Dan ketika melihat mereka diam, aku pun dapat beristirahat sejenak sambil me-luruskan kaki yang sudah meno-

pang tubuh lemahku selama lebih dari sepuluh jam. Saat-saat seperti inilah yang menjadi kerinduanku tiap harinya (selain bertemu dengan kedua belah hatiku tentunya). Namun, hari ini tampaknya sungguh berbeda. Suti dan Sinah tidak berhenti untuk berkomentar. Mereka kembali ke tem-patku dengan segelas teh manis hangat di tangan mereka. Setelah memberikan teh manis hangat tersebut kepadaku, mereka tampak bagitu ragu-ragu untuk memulai pembicaraan. ”Ada apa? Mau ngomong sama Ibunya sendiri aja kok ragu-ragu? Ngomong saja,” ujarku untuk memulai percakapan. ”Bu, apa Ibu tidak capek kerja tiap hari di tempat yang kotor dan bau?” ujar Suti. Nada keragu-raguan tampak dalam cara bicaranya. ”Kenapa harus capek? Pekerjaan Ibu kan halal dan tak merugikan orang lain. Bukannya dulu kalian juga suka membantu Ibu? Bahkan sampai berebut un-tuk membawakan karung sam-pah ibu,” jawabku sambil meman-dang kedua bola mata mereka. ”Iya, Bu. Aku juga tahu kalo pekerjaan ibu itu halal dan tak merugikan orang lain. Apa yang ibu kerjakan justru malah membantu orang lain. Warga pe-

TS/IX-Edisi 22 39

Tak peduli aku dianggap hina, semua aku lakukan demi

buah hati tercinta.

Page 42: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

rumahan dapat menikmati ling-kungan yang bersih dan bebas banjir setiap harinya karena jasa Ibu. Tapi Bu, apa Ibu tidak takut sakit? Ibu kelihatan begitu lemah sekarang. Aku takut,Bu,” Jawab Sinah menanggapi perkataanku. ”Bu, aku pun juga merasa begitu. Apalagi kata teman-temanku, perumahan tempat Ibu bekerja itu para warganya tidak begitu akur antara satu dengan yang lain. Sama tetangganya sendiri aja tidak akur, apalagi sama karyawan atau petugas kebersihan, seperti Ibu ini. Ibu nggak ingin pindah?”, tambah Suti. ”Huss! Kalau ngomong ya, jangan ngelantur! Ibu masih

sehat kok. Buktinya Ibu masih pulang ke rumah dan ketemu kalian. Memangnya kalau Ibu berhenti bekerja, Ibu bisa kerja apa?” jawabku sambil menyeru-put segelas teh manis hangat pemberian Suti dan Sinah. ”Lagian Ibu juga tidak terlalu mengharapkan adanya pujian atau ucapan terima kasih dari para warga atas kerja Ibu. Itu sudah menjadi tanggung jawab Ibu untuk menjaga kebersihan perumahan. Ibu dibayar tiap bulan selama sepuluh tahun ini saja sudah bersyukur. Lagi pula pekerjaan ini sudah menjadi bagian hidup dari Ibu. Sampah-sampah yang bagi banyak orang itu menjijikkan, bagi Ibu adalah

TS/IX-Edisi 2240

Kunjungan dari OMK Paroki Belarminus, Cililitan. Semoga

kelak ada yang menjadi uskup.

Page 43: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

“Jangan pernah merasa malu,” “Terima apa yang ditawarkan hidup padamu dan

berusahalah untuk minum dari setiap cawan. Semua anggur harus dirasakan; sebagian hanya

harus dihirup, tetapi yang lain, harus diminum seluruhnya.”

Brida-Paulo Coelho

TS/IX-Edisi 22 41

sebuah modal uang. Ibu sangat menikmati pekerjaan ini, meski-pun kini kalian tampaknya begitu jijik dengan kerjaan Ibu. Benar kan?” tambahku. Mereka diam seribu bahasa men-dengar jawabanku atas pertan-yaan-pertanyaan mereka.”Sudah, sudah. Sana belajar. Ibu senang sekali diperhatikan oleh kalian. Tapi, jangan terlalu me-mikirkan Ibu sekarang ini. Ibu masih cukup kuat untuk bekerja, kok. Makanya, kalian belajar yang rajin supaya nanti tidak bernasib seperti Ibu. Cukup Ibu saja yang hidup susah, kalian tidaklah perlu hidup susah seperti Ibu. Sudah, belajar sana. Ibu mau mandi dulu,” ujarku sambil beranjak dari dudukku dan juga sambil meng-hentikan perbincangan ini.

Perbincangan dengan Suti dan Sinah hari ini sungguh tak terduga. Aku begitu terkejut betapa mereka masih begitu perhatian denganku. Ya, kuakui sebenarnya aku seringkali ingin mundur dari pekerjaan ini. Tak adanya sapaan, pujian, perhatian, bingkisan bahkan saat natal atau-pun lebaran, dan gaji ”pas-pasan” menjadi sebuah beban bagiku. Tapi mau bagaimana lagi? Hanya ini yang aku bisa dan mampu kerjakan. Meskipun kotor, bau, dan menjijikan, aku mencoba untuk setia dalam menjalaninya. Sebab, aku tahu bahwa aku bekerja dan berusaha sangat keras hanya untuk satu tujuan, yaitu kehidupan yang lebih baik untuk kedua putriku, Suti dan Sinah.

Page 44: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Masih jelas diingatan saya ketika itu, Natal 2012 saya di-minta datang ke Wisma Keusku-pan Agung Jakarta untuk men-emui Romo Sekretaris Keusku-pan. Saya berpikir ini pasti soal penugasan saya untuk menjalani masa diakonat yang akan datang. Studi magister saya sudah sam-pai tahap akhir dan sudah di-perkenankan untuk ujian. Maka sesuai ‘janji’ Bapak Uskup awal 2012 yang lalu, setelah selesai

studi magister saya diperkenan-kan menerima tahbisan diakon. Saya tidak berpikir akan ditem-patkan di paroki mana. Diijinkan untuk menerima tahbisan diakon saja saya sudah senang. Paroki Bomomani, Papua. Paroki itulah yang ternyata akan menjadi destinasi saya selan-jutnya dalam menjalani masa diakonat. Saya sempat serkejut dan kaget, tapi tidak lebay!. Bermodalkan kerendahan hati

“Kerajaan Surga itu Seumpama ….”RD Reynaldo Antoni

pERSONA

IMAM

TS/IX-Edisi 2242

Page 45: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

dan ketaatan penuh pada Bapak Uskup saya menyatakan siap untuk pergi ke sana. Apa yang akan terjadi di sana, apa yang ha-rus saya lakukan? Entahlah. Tapi saya selalu percaya Roh Kuduslah yang membawa saya ke tanah Indonesia timur itu, seperti Ia juga membawa Yesus ke padang gurun (Mat 4:1). Ketika sampai di Bomo-mani saya melihat realitas yang sangat jauh berbeda dari apa yang selama ini saya lihat di pu-lau Jawa. Daerah ini masih sangat kampung sekali. Tidak ada sinyal ponsel, tidak ada listrik, jalan raya banyak yang belum diaspal. Teta-pi, pemandangan alamnya luar biasa. Udara segar, air bersih, hu-

tan hijau yang lebat semua terse-dia. Bomomani, sebuah kampung kecil dari Distrik Mapia Kabu-paten Dogiyai ini terletak sekitar 1700 meter di atas permukaan laut. Kampung ini dapat ditem-puh melalui jalan darat menggu-nakan mobil kurang lebih 6-8 jam atau melalui jalan udara sekitar 1 jam. Sebagian besar penduduk merupakan suku Papua asli, si-sanya merupakan pendatang dari Bugis dan Makasar. Jika sempat untuk datang ke sana, saya yakin siapapun akan setuju jika saya mengatakan bahwa kampung ini tertinggal 40 tahun dari Ja-karta. Dalam situasi seperti itulah Keuskupan Agung Jakarta hadir membantu dan melayani paroki

TS/IX-Edisi 22 43

RD Aldo dan fr. Purboyo bersama saudara-saudaranya.

Page 46: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Bomomani dengan menempat-kan imam dan calon imamnya di sana. Waktu saya datang pertama kali, kompleks pastoran Bomomani terlihat seperti per-adaban Jakarta di tengah pri- mitifnya Papua. Ada PLTA buatan sendiri yang mengalirkan listrik ke pastoran dan gereja. Ada juga sambungan internet langsung via satelit, perkakas-perkakas dapur, kompor gas, kompor mi-nyak. Bahkan gedung gerejanya adalah gedung gereja yang pa-ling megah (setidaknya di antara paroki se-dekenat). Hanya rasa kagum dan salut bagi para imam KAJ yang dulu berupaya semak-simal mungkin menghadirkan semuanya itu di tanah Papua ini. Sampai detik saya meni-nggalkan paroki ini untuk kem-bali ke Jakarta (Agustus 2013) proses pembangunan fisik dan infrastruktur kompleks paroki masih berlangsung. Memang, fokus utama saya hadir di sana bukan itu. Yang ada dalam piki-ran saya waktu itu pertama-tama adalah melihat dan belajar, serta berusaha semaksimal mungkin membantu karya misi KAJ di sana. Ada empat pilar yang men-jadi fokus utama karya pelayanan kasih bagi umat di Papua, yakni pelayanan pastoral Gerejawi, pendidikan, perekonomian dan

kesehatan. Satu kisah tentang ke-adaan pendidikan di sana baik untuk saya ceritakan. Suatu kali di sekolah paroki berlangsung pelajaran berhitung. Ibu Guru – seorang asli Papua – menga-jarkan anak murid berhitung satu sampai lima. Lantas, ibu itu menulis di papan tulis angka 1, 2, 3, 4, 5 sambil mengatakan “Ini satu, ini dua, ini tiga, ini empat, ini lima”. Anak-anak dengan baik mengikuti perkataan ibu itu. Tapi saya lalu bertanya dalam hati. Apakah anak-anak ini memang bisa berhitung, dua itu berapa? Ataukah mereka hanya mengi-kuti kata-kata sang ibu guru? Lalu saya interupsi kelas itu. Saya ambil lima buah batu. Lalu, saya minta satu anak maju ke depan

TS/IX-Edisi 2244

Page 47: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

dan menyuruhnya mengambil dua buah batu. Dan ia tidak bisa. Saya panggil anak yang lain lalu saya minta dia mengambil em-pat buah batu. Tidak bisa juga! Apakah terjadi proses belajar mengajar di sini? Di Bomomani, pereko-nomian hidup karena hadirnya para pendatang yang membuka warung-warung kelontong di kampung itu. Seperti di Jakarta, warung mereka itu layaknya indomaret dan alfamart, yang akhirnya membunuh para mama-mama papua yang menjual hasil kebun mereka di jalan-jalan. Beberapa dari orang asli juga masih menganut sistem barter. Jika mereka memiliki biji kopi yang dapat dihargai RP. 300.000, tetapi dengan barter mereka me-

nukarnya dengan barang-barang di warung kelontong berdasar-kan apa yang mereka butuhkan saat itu. Kalau mereka hanya butuh dua bungkus indomie dan sekaleng sarden, mereka lantas menukarkannya. Rugi dan tidak sebanding. Maka paroki mem-buat koperasi untuk membantu mereka menjual biji kopi itu den-gan harga yang layak. Kami beli biji kopinya dan menggantinya dengan uang untuk mereka. Saya juga selalu suka marah kalau melihat ada anak kecil yang membiarkan luka di kulitnya menganga dan tidak diobati. Bahkan lukanya itu hanya dicuci dan ditutup dengan plastik agar tidak dirubung lalat. Kalau sudah membusuk dan sakit mereka baru datang ke pastoran untuk minta diobati. Kurangnya tenaga medis membuat saya kadang-kadang bertransformasi menjadi perawat dadakan de-ngan modal searching di google dan tanya beberapa teman perawat di Jakarta. lMCK pun seadanya saja. Yang pen-ting buang dulu, membersihkan belakangan. Ini yang salah siapa ya? Sempat suatu kali saya bertanya pada diri sendiri. Jauh-jauh datang ke Papua, menaati Bapak Uskup, melayani di tanah antah berantah, repot, capek

TS/IX-Edisi 22 45

Melayani dengangembira dan tulus hati.

Page 48: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

mengurusi dan membentuk umat asli di pedalaman papua? Untuk apa dan demi siapa saya mau melakukan itu semua? Akhirnya saya menemukan jawaban yang sangat sederhana. Semuanya itu tidak lain adalah demi Kerajaan Allah yang hadir di tanah Papua. Itulah motivasi yang membakar semangat saya agar mampu melayani dengan hati. Dalam Surat Gembala Pembukaan Tahun Pelayanan 2014 ada satu pernyataan menarik yang kiranya dapat saya kutip di sini. Dalam Surat itu Mgr. Haryo menyatakan, “Setiap usaha untuk semakin memuliakan mar-tabat manusia, mewujudkan kesejahteraan umum, mengembangkan solidaritas, memberi perhatian lebih kepada saudari-saudara kita yang kurang beruntung dan melestarikan keutuhan ciptaan adalah pelayanan”. Kalau Yesus saat ini diutus ke Papua, Ia mungkin saja akan mengatakan, “Kerajaan Allah itu seumpama anak-anak Papua dapat belajar dan berhitung dengan benar. Ketika anak-anak itu mau mandi, hidup sehat dan bersih. Ketika para bapa bekerja dan tidak hanya nong-krong di jalan-jalan. Ketika para mama mempunyai kete-rampilan lain selain berkebun. Ketika umat paroki datang ke gereja dapat merayakan ekaristi dengan gembira. Ke-tika melihat anak-anak Papua mampu bernyanyi dengan baik dalam ekaristi, memainkan pianika dengan baik juga.” Dan bagi saya sendiri, kerajaan Allah terjadi dalam hidup saya ketika saya mau dan mampu melayani orang-orang asli itu dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun..

Saya selalu percaya Roh Kuduslah yang memba-wa saya ke tanah Indonesia timur itu, seperti

Ia juga membawa Yesus ke padang gurun (Mat 4:1)

TS/IX-Edisi 2246

Page 49: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

Tuhan ajar kami untuk tetap bisa mencinta, saat kami ditolak dan ditinggalkan,

ketika cinta kami yang telah kami tawarkan terasa sia-sia.

TS/IX-Edisi 22 47

Page 50: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita

TS/IX-Edisi 2248

Page 51: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita
Page 52: Majalah Teman Seperjalanan: Jakarta Punya Cerita