majalah info bpjs kesehatan, edisi 10, tahun 2014

12
Edisi X Tahun 2014 INFOBPJS Kesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan Bridging System Perpendek Antrean Pelayanan

Upload: bpjs-kesehatan-ri

Post on 23-Jul-2015

581 views

Category:

Healthcare


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Edisi X Tahun 2014

INFOBPJSKesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan

Bridging System Perpendek Antrean Pelayanan

Page 2: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

CEO Message

Pengarah

Fachmi IdrisPenanggung Jawab

Purnawarman Basundoro Pimpinan Umum

IkhsanPimpinan Redaksi

Irfan HumaidiSekretaris

Rini RachmitasariSekretariat

Ni Kadek M. DeviEko Yulianto

Paramitha SucianiRedaktur

Diah IsmawardaniElsa Novelia

Chandra NurcahyoYuliasman

Juliana RamdhaniBudi Setiawan

Dwi SuriniTati Haryati Denawati

Distribusi dan Percetakan

BasukiAnton Tri Wibowo

Buletin diterbitkan oleh:

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX

1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4246063, Fax.

(021) 4212940

Redaksi

Redaksi menerima tulisan artikel/opini berkaitan dengan tema seputar Askes

maupun tema-tema kesehatan lainnya yang relevan dengan pembaca yang ada

di Indonesia. Panjang tulisan maksimal 7.000 karakter (termasuk spasi),

dikirimkan via email ke alamat: [email protected] dilengkapi

identitas lengkap dan foto penulis

DAFTAR ISI

BINCANG6

SURAT PEMBACAemail : [email protected] Fax : (021)

4212940

3

5

7

8

9

10

11

INFO BPJSKesehatan

EDISI X TAHUN 2014

Pembaca setia Info BPJS Kesehatan, Pelaksanaan JKN melibatkan tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan. Dengan banyaknya fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, diketahui bahwa setiap fasilitas kesehatan membuat sistem informasi dengan berbagai platform, sehingga berpotensi menyebabkan kesulitan jika antar sistem akan berkomunikasi (BPJS Kesehatan dengan Faskes).

Dalam upaya meningkatkan mutu layanan yang lebih baik kepada peserta maupun terhadap fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan mengembangkan sistem berbasis Teknologi Informasi. Sistem Informasi berbasis IT akan dibahas tuntas dalam rubrik FOKUS.

Info BPJS Kesehatan juga menghadirkan wawancara khusus bersama Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, dalam rubrik BINCANG. Bagaimana pandangan beliau mengenai peran Teknologi Informasi khususnya dalam integrasi NIK yang juga digunakan dalam sistem dan prosedur di BPJS Kesehatan. Selain itu, masukan serta hal-hal apa saja yang harus terus dibenahi agar keberlangsungn program ini berkelanjutan. Dan informasi-informasi lain seputar BPJS Kesehatan yang kami hadirkan dalam rubrik-rubrik lain.

Memasuki edisi ke-10 Info BPJS Kesehatan, redaksi mengucapkan terimakasih atas apresiasinya terhadap kehadiran kembali media yang kita cintai ini. Sehingga kami benar-benar bahagia dan tetap bersemangat menerbitkan Info BPJS Kesehatan secara konsisten. Dengan masukan dan saran yang secara simultan kami terima untuk pembenahan media ini kami berupaya memberikan yang terbaik dalam upaya memberikan informasi seputar BPJS Kesehatan kepada seluruh pembaca.

Redaksi

BPJS KESEHATAN BERTEKNOLOGI TINGGI

Yth. Redaksi

Bagi peserta yang sudah memiliki e-ID, apakah harus tetap mengurus pencetakan

kartu Jaminan Kesehatan, ataupun sebaliknya?

Sandro,

Bandung

Jawab : Peserta telah memiliki e-ID maka tidak diwajibkan untuk melakukan

pencetakan kartu karena fungsi dari keduanya adalah sama

Salam, Redaksi

Apakah perlu Ganti e-ID dengan Kartu BPJS?

Fokus - Bridging System, Perpendek Antrean Pelayanan

Fokus - Tanpa IT Memadai, Provider Tetap Utamakan Kualitas Pelayanan

Dirut RS Ortopedi Soeharso , Dr dr Agus Hadian Rahim ,Terapkan Bridging RS Profit dan Pasien Puas

Benefit - Aplikasi P-Care Perkuat Layanan JKN

Pelanggan - Teknologi Semakin Canggih,Pelayanan Semakin Cepat

Testimoni - Tak Sulit Mendaftar BPJS Kesehatan

Sehat - Ternyata, Tomat Mampu Pangkas Kanker Prostat

Kilas & Peristiwa - Praktiskan Peserta BPJS Kesehatan Lewat Finger Print

Page 3: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

F kus

3

Minat masyarakat untuk menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, cukup tinggi. Membludaknya masyarakat, diilhami

dengan keinginan kuat untuk hidup sehat dan mereka secara bersama mendatangi Kantor BPJS Kesehatan, berbagai wilayah.

Sehingga antrean pun tak terelakkan, baik yang hendak mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, maupun pasien yang hendak berobat di rumah sakit. Menyikapi persoalan ini, BPJS Kesehatan, tidak kehialangan akal karena personel yang ada di dalamnya memang sudah terlatih dalam mengantisipasi berbagai permasalahan.

BPJS Kesehatan sejak masih bernama PT Askes (Persero) telah mengembangkan sistem Teknologi Informasi (TI) yang disebut dengan Bridging System. Hal ini (bridging system) merupakan penggunaan aplikasi berbasis web service yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan menjadi satu. Semua ini, dimaksudkan agar mampu meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau puskesmas, dan pelayanan kesehatan lain yang menerima Pelayanan JKN.

Menurut Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Dadang Setiabudi, bridging system diklaim dapat melakukan dua proses pelayanan tanpa ada intervensi satu sistem dengan sistem lainnya secara langsung. Hubungan kedua sistem tersebut dikelola dengan web service yang akan membatasi akses ke masing-masing sistem sehingga keamanan data tetap terjaga.

Dengan demikian,bridging system, sangat bermanfaat bagi pasien, rumah sakit, dan BPJS Kesehatan. Salah satunya, bisa meminimalisir proses antrean dan pelayanan kesehatan di rumah sakit menjadi lebih cepat sehingga pasien tidak perlu terlalu lama berada di rumah sakit.

Khusus bagi rumah sakit, bridging System bisa menghemat sumber daya manusia, kecepatan pengisian data dan kecepatan proses pengajuan klaim yang sedang ditangani. Sedangkan keuntungan dari BPJS Kesehatan, bridging system membuat akurasi data menjadi lebih baik serta proses verifikasi dan pengolahan data jadi lebih cepat.

Setelah menelorkan program bridging system atau penyatuan sistem IT antara BPJS Kesehatan, dengan rumah sakit, lembaganya kembali meluncurkan finger print yang dimaksudkan untuk mempermudah proses pendaftaran di rumah sakit.

Peresmiannnya, dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum digantikan dengan Presiden Jokowi-JK. Harapannya, penggunaan teknologi dalam implementasi BPJS Kesehatan, bisa mencapai kecepatan untuk pelayanan lebih baik (better), harus makin murah (cheap) dalam arti terjangkau, mudah (easy) dan cepat (fast).

Selanjutnya, Dadang menjelaskan, finger print ini akan memudahkan masyarakan dan memotong antrean pendaftaran di rumah sakit hingga 2,5 jam. "Dengan adanya finger print ini, peserta datang ke RS tidak perlu bawa kartu. Jadi lebih hemat (tidak perlu cetak kartu) dan peserta eligible atau menghindari pemalsuan data atau kartu," tuturnya.

Bridging System Perpendek Antrean Pelayanan

Caranya, pun, cukup mudah. Bila finger print ini telah aktif maka peserta hanya tinggal menempelkan e-KTP dan jarinya.

Sebelumnya, Nafsiah Mboi, saat menjadi Menkes, berharap dalam waktu dekat, semua RS vertikal atau RS yang bekerjasama dengan BPJS telah memberlakukan sistem ini. "Hingga akhir tahun ini, semua rumah sakit Vertikal bisa bridging. Sehingga dapat mempercepat antrean," ujarnya.

Diulangnya lagi, jika bridging system ini dapat memotong antrean menjadi jauh lebih cepat. Keuntungan lainnya, dapat meningkatkan administrasi peserta, menghemat pegawai dan sarana-prasarana, perekaman data layanan kesehatan dan proses pengajuan klaim menjadi lebih cepat.

Page 4: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

fokus

4 Info BPJS Kesehatan edisi 9 Tahun 2014

Yang lebih penting lagi, akurasi data bisa dijamin, proses verifikasi dan pembayaran klaim pun lebih cepat. Selain itu, pengolahan data lebih cepat dan ada transparansi pembiayaan karena perekaman data dilakukan pada sistem yang sama. Fachmi menambahkan, per Oktober 2014, terdapat 81 rumah sakit yang sudah bridging system komprehensif dan 1549 yang baru bridging system untuk sistem INA-CBGs dari 1.575 rumah sakit yang siap mengoperasikan sistem bridging tersebut.

Efektifnya sistem ini, sejumlah rumah sakit di daerah juga sudah melakukan perjanjian kerjasama. Misalnya, di wilayah DI Yogyakarta, tercatat ada 20 rumah sakit yang bekerjasama melaksanakan sistem ini. Tetapi rumah sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan, ada 260 rumah sakit dan klinik utama ada 67 rumah sakit pemerintah, 142 rumah sakit swasta, 11 RS milik TNI, 2 Rumah sakit milik Polri dan 14 klinik utama.

“Kami targetkan 60 rumah sakit di Jateng-DIY bisa MOU sistem ini dalam tahun 2014 karena dengan sistem ini akan tercipta komunikasi data terpadu antara BPJS Kesehatan, pihak rumah sakit, dan pihak kementrian kesehatan. Sebelumnya, ketiga pihak punya data sendiri-sendiri sehingga ada yang tidak valid dan berpotensi terjadinya antrean panjang di berbagai rumah sakit. Lewat sistem dengan mengaplikasikan teknologi informasi ini maka bisa tercapai persamaan data yang membawa dampak positif dalam pelayanan pada masyarakat," kata pimpinan BPJS Kesehatan DI Yogyakarta, Andayani.

No Divre Jumlah RSProses Brigging

Komprehensif % INA CBGs %

1 I Medan 166 4 2,41% 162 97,59%

2 II Pekanbaru 116 6 5,17% 115 99,14%

3 III Palembang 102 1 0,98% 100 98,04%

4 IV Jakarta 157 11 7,01% 157 100,00%

5 V Bandung 200 8 4,00% 185 92,50%

6 VI Semarang 259 37 14,29% 259 100,00%

7 VII Surabaya 199 6 3,02% 198 99,50%

8 VIII Balikpapan 67 2 2,99% 66 98,51%

9 IX Makassar 115 2 1,74% 113 98,26%

10 X Manado 73 1 1,37% 73 100,00%

11 XI Denpasar 84 3 3,57% 84 100,00%

12 XII Papua 37 0 0,00% 37 100,00%

TOTAL 1575 81 5,14% 1549 98,35%

Data ImplementasiBridgyng System

Page 5: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

F kus

5

Tidak pernah putus asa. Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSI), terus untuk membina anggotanya sekaligus membantu program pemerintah dalam

menyukseskan program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Sebagai provider tetap mengutamakan kualitas pelayanan, baik melalui peningkatan IT maupun lainnya. Kualitas ini bisa dilihat dari komite medik, komite perawatan dan bila perlu ada komite administrasi.

Salah satunya, ARSI menggelar workshop remunerasi dan IT. Harapannya, tidak ada lagi persoalan yang timbul dalam pembagian hasil sesuai dengan kinerja tenaga kesehatan di suatu rumah sakit dan menggunakan IT, dalam mempercepat pelayanan. Kehadiran BPJS Kesehatan membuat rumah sakit swasta harus lebih membenahi diri untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Saat ini, untuk melayani pasien tidak sama dengan pola kerja terdahulu.

Dulu, untuk menegakkan diagnosa dengan banyak pemeriksaan, sekarang bagaimana memberikan pelayanan kesehatan lebih kritis, analisis dengan penegakan diagnosa yang tepat dan obat yang paing indikasi penyembuhan, sehingga dana yang tersedia dimanfaatkan secara efisien.Melalui penerapan IT, rumah sakit swasta bekerja semakin profesional. Rumah sakit semakin terbiasa bekerja secara efisien walaupun belum semua rumah sakit memiliki dukungan IT secara lengkap.

Guna menyamakan persepsi, lembaga ini pun menggelar pula seminar, membedah hak, kewajiban dan tanggung jawab pemangku kepentingan Jaminan Kesehatan Nasional. Seminar yang dihadiri 36 peserta perwakilan-perwakilan rumah sakit.

Dalam sambutannya, lembaga Johnson And Johnson Indonesia yang diwakili dr Slamet Puspo Widjojo, menyambut positif, upaya penerapan IT di rumah sakit. Pihaknya, juga sudah melakukan survei dan berusaha untuk memberikan dorongan atas pelayanan terhadap peserta BPJS Kesehatan.

Ketua CHAMPS FKM UI, Dr Ede Surya Darmawan, SKM, MDM, mengatakan peningkatan wawasan dan

Tanpa IT MemadaiProvider Tetap Utamakan Kualitas Pelayanan

pemahaman tentang bagaimana kebijakan yang lebih baik dapat diterapkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik, sehingga pelayanan kesehatan di Indonesia semakin hari semakin baik.

Ide awal kegiatan ini adalah bagaimana akademisi dapat berkontribusi dalam rangka memperbaiki dan meningkatakan kualitas layanan di rumah sakit, maupun penerapan IT, yang selama ini ada. Secara umum, berdasarkan pantuannya, rumah sakit sudah banyak yang mengikut sistem yang ditetapkan BPJS Kesehatan.

Hanya saja, ada beberapa persoalan yang memang terus dikoordinasikan dalam mewujudkan masyarakat yang sehat. Persoalan penerapan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) memang persoalan yang besar. Pertemuan ini, pun dapat mengubah tatakelola dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan diharapkan dengan BPJS Kesehatan, masyarakat jadi lebih terkelola.

Implikasinya adalah di level pelayanan harus lebih siap dalam menerapkan sesuai tatanan yang ada. Dengan adanya BPJS Kesehatan, persoalan utama terdapat dibagian pelayanan yang sangat terkait dengan persoalan teknis dan persoalan administratif. Oleh karena itu, rangkaian pada tahun ini CHAMPS berfokus menyelenggarakan workshop bagaimana mengembangkan dan menjalankan sistem JKN.

Sebelumnya, Prof Ali Gufron, saat menjadi pembicara utama, menjelaskan, Indonesia, sudah menerapkan reformasi secara mendasar dan sistematik yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Hal yang tidak terlalu berbeda telah terjadi di Amerika, dimana Obama dengan Obama Health Care–nya berkeinginan melakukan reformasi pelayanan kesehatan.

Untuk desain makro, pelasanaan BPJS Kesehatan dengan menerapkan sistem yang ada sudah on the right track, sehingga tidak perlu dipersoalkan. Pada saat ini, kolega dokter sering kali menanyakan tentang kenaikan tarif, dan sebelumnya, banyak ditanyakan oleh kolega dokter adalah bagaimana kualitas layanan, bagaimana etika professionalisme, bagaimana layanan pasien akan diberikan, dan semua hal yang terbaik, yang utama, dan pertama adalah pasiennya.

Oleh karena itu, tentu harus bisa menempatkan dan meletakkan semua ini pada rel dan jalur yang benar. Karena kalau tidak, dikhawatirkan akan ada banyak hal yang sebetulnya tidak perlu diperdebatkan menjadi perdebatan yang serius hanya karena satu masalah, yaitu apakah uangnya kurang atau belum dibayar? atau sudah dibayar tetapi belum diterima? Dalam implementasi JKN, yang sudah menggunakan IT, layanan tidak boleh berkurang dari sebelumnya. Hal ini memang tidak mudah dan dalam proses integrasinya banyak terjadi kendala. Skema jaminan yang terintegrasi justru memudahkan dari sisi manajemen karena saat ini semua menjadi satu kesatuan dalam BPJS Kesehatan. Mulai dari kartu, sistem informasi, dan pengaduan komplain.

Dengan adanya BPJS Kesehatan, Indonesia jadi memiliki skema jaminan yang terintegrasi, terbesar, dan implementasinya tercepat di dunia. Jika dibandingkan dengan Thailand yang masih belum bisa menerapkan sistem asuransi yang terintegrasi, Indonesia sudah selangkah lebih maju dengan dengan adanya BPJS. Termasuk di puskesmas, sudah tidak ada permasalahan pembayaran. Sebelumnya puskesmas tidak pernah mengelola dana kapitasi yang sanagat besar. Sehingga dibuatkan petunjuk atau pedoman penggunaan dana kapitasi yang berlaku untuk tempat pelayanan primer seperti puskesmas.

Akan tetapi, pedoman tersebut terlalu rinci dan tidak mencantumkan penilaian kinerja dalam pembagian dana tersebut. Di dalam implementasinya, perlu dipehatikan hal-hal yang umumnya berkaitan dengan penghitungan, baik unit cost, pengelompokkannya, besarannya, dan keadilannya.

Sering kali tidak dimengerti oleh provider bahwa terdapat perbedaan antara pembayaran dengan pembagiannya/distribusinya. Untuk pembagian jasa, seharusnya rumah sakit sudah menganut sistem remunerasi agar tidak terjadi masalah, begitu pula untuk pihak provider swasta dengan sistem kapitasinya. "memang masih ada perbedaan paradigma. Baik antara paradigma utilisasi dan paradigma efisiensi. Kalau didukung IT semua bisa bagus sesuai aturan main, kok," tambahnya.

Page 6: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

BINCANG

6

Setiap bulan terjadi pergeseran proporsi kunjungan pasien peserta BPJS Kesehatan dengan pasien non BPJS Kesehatan, sehingga kunjungan di rumah sakit

(RS) terus mengalami peningkatan. Bagi sebagian besar RS Pemerintah, peningkatan peserta BPJS meningkatkan pendapatan rumah sakit.

Bagi RS non pemerintah, unit cost biaya pelayanan per episode relatif lebih rendah dibanding biaya pelayanan pasien umum, karena penggunaan standar therapy yang dikendalikan menyesuaikan tarif INA-CBG. Sebenarnya, rumah sakit yang memiliki komitmen kuat dan visi yang sama antara pengelola rumah sakit dengan tim medis, niscaya tidak akan mengalami kerugian dalam merealisasi Program Jaminan Kesehatan (JKN). Apalagi, jika pelayanan yang dilakukan pihak rumah sakit sudah menggunakan IT, yang imbasnya dapat memberikan pelayanan lebih cepat dan pasien pun merasa senang.

Faktanya, RS Ortopedi Soeharso, Surakarta, Jateng, memperoleh penghargaan BPJS Kesehatan sebagai rumah sakit vertikal pertama yang berhasil melakukan Bridging System dengan BPJS Kesehatan. Kiat apa yang sudah dilakukan, berikut petikan pernyataan Dirut RS Ortopedi Soeharso, Dr dr Agus Hadian Rahim.

Beberapa waktu lalu, RS Ortopedi Surakarta, memperoleh penghargaan sebagai role model JKN. Apa kiatnya sehingga bisa memperoleh itu?

Keberhasilan RS Ortopedi, menjadi role model JKN tak lepas dari kerja keras semua pihak di RS ini, yang ingin konsentrasi pada pelayanan optimal sehingga pihak yang berada dalam rumah sakit memiliki satu visi yang profesional berbasis teknologi. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS dinyatakan bahwa setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program Jaminan Sosial.

Animo masyarakat umum untuk mendaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan secara mandiri cukup besar dan setiap peserta JKN ingin mendapatkan pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang lebih tinggi harus melampirkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP).

Mengingat RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta merupakan RS Rujukan, hal ini dapat menimbulkan kendala berupa antrean yang panjang apabila pencetakan SEP harus melalui jalur tersendiri. Maka, kita pun membuat sebuah sistem untuk menjembatani.

Kita mengembangkan IT di RS sehingga ketika pasien datang, semua menjadi kesatuan layanan. Yang pasien tahu, yang penting pasien dilayani secara baik dan cepat kemudian bagi kita, bisa mengajukan klaim sebelum tanggal 10 setiap bulan pada BPJS Kesehatan. Kita pun nggak pernah ada masalah pada sistem tarif rumah sakit.

Kiat yang kita jalani, bahwa RS Ortopedi Soeharso, senantiasa terus berupaya agar bed of ratio (lama rawat inap) tak lebih dari 7 hari. Menyikapi ini, seluruh personel yang terlibat melakukan upaya keras agar perawatan dan pengobatan betul-betul optimal. Tanpa peran semua personel mustahil rumah sakit ini, mencapai hasil yang membanggakan seperti sekarang ini.

Makanya, jika ada pihak yang menyatakan bahwa RS yang mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mengalami kerugian, itu tidak benar. Tarifnya memang ada yang dibawah tarif biasa tetapi khan ada tarif yang diatas tarif umum. Pengelola memiliki cara agar sistem silang bisa dilakukan termasuk efisiensi. Jika hal itu, dilakukan maka tidak ada rumah sakit yang merugi. Intinya, pengelolaan dilakukan secara serius dengan pelayanan optimal, membuat RS Ortopedi Soeharso, Surakarta, tetap profit.

Apa yang mendorong rumah sakit ini mampu mencapai bed of ratio (lama rawat inap) tak lebih dari 7 hari ?

Pertama, tim medis dalam memberikan perawatan dilakukan secara optimal dan pengobatan pun dilaksanakan secara cermat agar mencapai hasil yang memuaskan bagi pasien. Dukungan yang mendorong melakukan perawatan optimal, karena kita memiliki 150 tempat tidur. Bed of Ratio 75-80 persen, kalau rawat inap sekarang ini 4-7 hari.

Kedua, rumah sakit ini, memiliki banyak tenaga sub spesialis, ada juga pelayanan untuk anak, tumor tulang, rekonstruksi dan perawatan untuk lansia. Selain itu, kita punya rumah singgah pasien yang perlu direhabilitasi, lumpuh atau trauma. Mereka boleh tinggal disana gratis sampai 3 bulan. Biasanya rumah tersebut ditempati keluarga pasien yang datang dari luar daerah.

Apa komentarnya setelah RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso, Surakarta sebagai rumah sakit vertikal pertama yang berhasil melakukan Bridging System dengan BPJS Kesehatan ?

Tentu saja bangga. Rumah Sakit Ortopedi Surakarta, dapat dijadikan pilihan untuk sharing tentang bridging system. Meskipun masih dalam tahap berproses menuju kesempurnaan. Tetapi, dengan adanya IT Mandiri ini telah banyak melakukan efisiensi dan menciptakan perubahan budaya di RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso, Surakarta, tanpa mengurangi kualitas dan mutu pelayanan kepada pasien.

Sebelum dilakukan bridging system, pihak rumah sakit membutuhkan proses 2 (dua) kali entry aplikasi, namun setelah dilakukan bridging system hanya perlu 1 (satu) kali

Terapkan Bridging,RS Profit dan Pasien Puas

entry sehingga efisien dari segi SDM dan waktu tunggu antrean.

Kita lebih bangga lagi, karena dijadikan tempat untuk Best Practise Sharing bagi RS yang akan melakukan proses tersebut. Rumah sakit lain, boleh berkunjung ke sini, jika ingin meniru proses pembelajaran tentang proses bridging yang komprehensif. Baik, dimulai dari pendaftaran sampai dengan proses pengajuan klaim.

Kalau begitu, apa sebaiknya seluruh RSUD wajib melakukan bridging system?

Setuju, setiap RSUD untuk wajib bridging system. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan agar program pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat berjalan dengan lancar. Lihat dan cek, bagaimana kita melakukan proses akreditasi rumah sakit pendidikan yang telah sukses ditempuh RS Ortopedi Soeharso, Surakarta.

Kita tahu, manfaat bridging system dapat dirasakan oleh masyarakat umum dan fasilitas kesehatan terkait. Dengan bridging system, proses antrean terpangkas waktunya hanya di satu loket sehingga tercapai efisiensi SDM baik Rumah Sakit maupun BPJS Kesehatan.

Kecepatan proses administrasi, dan kelancaran proses pembayaran BPJS ke RS. Pada sisi lain, saat ini, memang belum seluruh masyarakat Indonesia terkover oleh program JKN. Untuk itu, masih perlu adanya identifikasi kepada masyarakat, mana yang telah menjadi peserta dan yang belum. Hal ini demi tercapainya tingkat kepuasan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Salah satunya dalam bentuk komitmen manajemen dengan Tim IT RS untuk membangun bridging system. Pada awalnya, telah terpasang di 6 (enam) titik, antara lain 2 (dua) titik di rawat jalan, 2 (dua) titik di pelayanan eksekutif, 1 (satu) titik di rehabilitasi medik dan 1 (satu) titik di IGD. Kini, jumlahnya sudah makin banyak.

Kita juga bangga mampu menerapkan dan pengembangan bridging system SIMRS di RS Ortopedi Surakarta. Sistem itu, telah mampu mengintegrasikan 3 sistem sekaligus yaitu sistem BPJS Kesehatan, SIMRS dan INA CBGs.

Dengan terintegrasinya ketiga sistem ini maka pelayanan administrasi di RS dapat berjalan lancar, efektif dan efisien. Terjamin kepastian pembiayaan serta proses klaim dapat dilakukan lebih cepat.Kemudahan dan kecepatan dalam proses administrasi tersebut, kita juga berharap kepuasan peserta BPJS Kesehatan dan pasien Rumah Sakit juga akan meningkat.

Direktur Utama RS Ortopedi SoeharsoDr dr Agus Hadian Rahim

Page 7: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

BENEFIT B

7

Kepesertaan BPJS Kesehatan semakin meningkat dan akan mencapai seluruh penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 240 juta jiwa pada tahun

2019. Untuk mendukung operasional BPJS Kesehatan membangun sistem aplikasi SIM (sistem informasi manajemen). Dalam SIM BPJS Kesehatan antara lain meliputi aplikasi pemasaran, kepesertaan, pengumpulan premi, laporan pengumpulan premi, hingga kontrak manajemen elektronik (electronic contract management) yang akan digunakan untuk proses perjanjian kerja sama dengan fasilitas kesehatan.

Selain itu ada juga aplikasi P-Care (primary care) yang digunakan di fasilitas kesehatan primer, seperti puskesmas, klinik dan dokter keluarga. Ada juga aplikasi surat eligibilitas kepesertaan dan aplikasi rumah sakit untuk sistem INA-CBGs, aplikasi verifikasi, serta aplikasi keuangan dan akuntansi. Diharapkan seluruh rumah sakit juga bisa membangun bridging system. Harapannya, pelayanan kesehatan peserta BPJS Kesehatan lebih mudah cepat dan tepat. Apalagi terkoneksi dengan data nomor induk kependudukan (NIK) dari Adminduk (administrasi induk kependudukan) Kementerian Dalam Negeri, semua layanan akan terintegrasi dengan baik.

Di tingkat pertama layanan kesehatan, BPJS Kesehatan memperkuat jaringan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan membangun aplikasi Primary Care (P-Care). P-Care merupakan sistem informasi pelayanan pasien peserta BPJS Kesehatan, berbasis komputer dan online via internet.

Maka, jangan heran, saat ini di sejumlah Puskesmas sudah menggunakan komputerisasi dan menggunakan standar operasional prosedur dengan pelayanan P-Care BPJS Kesehatan. Meskipun belum semua fasilitas kesehatan tingkat pertama ini menggunakan komputer, namun sudah banyak FKTP yang sudah mengakses P-Care.

Ketika peserta BPJS Kesehatan datang berobat ke Puskesmas, maka dia akan mendaftarkan diri dengan menunjukkan kartu peserta kepada petugas. Di sana petugas memasukkan nomor kepesertaan, secara otomatis komputer mengeluarkan data peserta tersebut, seperti nama, tanggal lahir, dan alamat pasien. Sementara itu, untuk pasien umum, datanya harus diisi secara manual.

Pasien kemudian ditanya keluhan yang dirasakan untuk diarahkan periksa di poli yang yang tepat, apakah harus ke pli umum, poli gigi, atau poli kesehatan ibu dan anak. Setelah tiba di tempat pemeriksaan, dokter atau petugas di sana akan membuka data pasien di P-Care. Berdasarkan keluhan, dokter mendiagnosa. Di Puskesmas, saat ini bisa mendiagnosa 144 group diagnosa penyakit.

Oleh karena itu, penyakit yang bisa ditangani di Puskesmas tidak perlu dirujuk ke rumah sakit. Sehingga rumah sakit tidak boleh lagi menjadi Puskesmas rakasasa. Setelah diperiksa dokter, lalu dokter memberikan resep kepada pasien, lalu pasien mengambil obat di loket obat.

Data-data pasien lengkap dengan keluhan, diagnosa, dan obat yang diberikan oleh dokter penyakit mulai dari layanan kesehatan dasar di fasilitas kesehatan primer atau fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jika diperlukan penanganan penyakit yang lebih lanjut, maka dokter di FKTP akan membuat surat rujukan.

P-Care yang sudah bisa memberikan rujukan online akan mempermudah peserta mendapatkan layanan kesehatan di fasilitas tingkat lanjutan. Menurut Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Dadang Setiabudi fasilitas kesehatan primer yang sudah mengunakan online primary care bisa memberikan rujukan online.

Jika, di rumah sakit rujukan sudah tersedia komputer untuk mencetak sendiri SEP (surat eligibiltas peserta), maka peserta pun bisa mencetak sendiri SEP nya, sehingga tidak perlu lagi mengantre di loket BPJS Kesehatan. Jika, rumah sakit sudah ada bridging system, akan mempercepat lagi pelayanan kesehatan. Penerapan sistem online dapat mempermudah peserta, provider, maupun BPJS Kesehatan dalam mengelola program jaminan kesehatan.

Hingga akhir Juni lalu, bridging system ini sudah diimplementasikan penuh oleh 22 rumah sakit di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, terdapat 8 rumah sakit di wilayah Jakarta yang sudah mengimplemen-tasikan bridging system secara lengkap, yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RSUP Fatmawati, RS Haji, RS Kanker Dharmais, RS Jantung Harapan Kita, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUP Persahabatan.

Sementara sisanya tersebar di seluruh Indonesia, seperti RSUD Margono Soekarjo (Purwokerto), RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarta), RSUD Tugurejo (Semarang), RSUD Dr Muwardi (Surakarta), RSOP Dr Soeharso Surakarta, RS

Hasan Sadikin (Bandung), RSUD Karawang (Karawang), RSUD Dr Soetomo Surabaya, RSUD Dr. W. Sudirohusodo (Mojokerto), RSUD Genteng Kab. Banyuwangi, RSUP Wahidin Sudirohusodo (Makassar), BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou (Manado), RSUD Arifin Achmad (Pekanbaru), dan RSU Adam Malik (Medan).

“Berdasarkan data per 27 Juni 2014, dari 1.515 rumah sakit di Indonesia, sebanyak 22 rumah sakit dinyatakan siap mengoperasikan bridging system secara lengkap (komprehensif). Data lain menyebutkan bahwa 1.239 di antaranya sudah meng-instal webservice lokal di server BPJS Kesehatan, sementara untuk implementasi bridging SEP-INA CBGs, sudah dilakukan oleh 1.178 rumah sakit. Kata Dadang.

Menurutnya, dari 22 rumah sakit di seluruh Indonesia yang memiliki total 215 loket pelayanan, terdapat 163 loket yang digunakan untuk mengimplementasikan bridging system. RS Cipto Mangunkusumo sendiri telah mengimplementasikan bridging system di semua loket rumah sakitnya, yaitu sebanyak 23 loket. Beberapa rumah sakit lainnya yang mengimplementasikan bridging system di setiap loketnya antara lain RSUD Tarakan, RSUD Margono Soekarjo, RSUD Dr. Sardjito, RS Hasan Sadikin, RSUD Karawang, serta RSUP Wahidin Sudirohusodo.

Sekitar 72 rumah sakit di seluruh Indonesia sudah siap pengembangan bridging system komprehensif segera diimplementasikan.

Aplikasi P-Care Perkuat Layanan JKN

Page 8: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

PELANGGAN

8

Sejak jaminan kesehatan nasional (JKN) diluncurkan, rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit yang sudah bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan mengalami peningkatan kunjungan pasien. Hal itu antara lain disebabkan oleh sistem rujukan yang belum berjalan baik dan distribusi pasien belum merata. Namun, lambat laun rujukan mulai berjalan baik, dan kini ternyata masih juga terjadi penumpukan pasien di sejumlah rumah sakit atau fasilitas kesehatan tingkat lanjut.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kemudian mengembangkan teknologi informasi untuk memudahkan mengelolaan manajemen baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama atau fasilitas kesehatan primer maupun di fasilitas kesehatan tingkat lanjut, serta memberikan layanan yang lebih baik kepada peserta BPJS Kesehatan.

Saat ini, masyarakat semakin memahami manfaat jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan ditandai dengan animo masyarakat yang semakin tinggi untuk mengakses pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan layanan yang bermutu bagi provider maupun peserta BPJS Kesehatan, maka BPJS Kesehatan membangun aringan IT bridging system di rumah sakit. Bridging system adalah penggunaan teknologi informasi berbasis web service yang menghubungkan sistem informasi manajemen (SIM) BPJS Kesehatan dengan SIM rumah sakit.

Aplikasi bridging sistem ini dapat memudahkan proses administrasi di rumah sakit karena dua sistem yang berbeda yaitu sistem yang dimiliki BPJS Kesehatan dan sistem yang berada di rumah sakit. Dengan dibangunnya jaringan bridging system, maka kedua sistem itu mampu melakukan proses dalam waktu yang sama tanpa saling mengintervensi. Sehingga data yang ada di BPJS Kesehatan dan rumah sakit tetap aman dan terjaga kerahasiaannya.

Direktur Teknologi Informasi BPJS Kesehatan, Dadang Setiabudi menjelaskan tujuan bridging system ini untuk memroses data yang masuk secara efektif, efisiensi penggunaan sumber daya, dan pengelolaan data yang lebih cepat. Sehingga proses pengajuan klaim, piutang, dan verifikasi lainnya juga menjadi lebih cepat.

Dalam layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) terdapat tiga unsur yang bergabung yaitu, BPJS Kesehatan, rumah sakit, dan mekanisme INA CBGs (Indonesia Case Based Groups) Kementerian Kesehatan.

“Bagi rumah sakit, sistem ini dapat meningkatkan layanan administrasi peserta, menghemat sumber daya manusia dan sarana-prasarana, perekaman data pelayanan kesehatan dan proses pengajuan klaim menjadi lebih cepat, serta penyelesaian insentif pelayanan berdasarkan beban kerja juga lebih cepat diselesaikan,” kata Dadang.

Bagi BPJS Kesehatan, sistem ini bisa meningkatkan akurasi data peserta, proses verifikasi dan klaim jadi lebih cepat. Kecepatan pengolahan data dan informasi layanan pun bisa meningkat. Selain itu, dengan menggunakan sistem, maka terjadi transparansi pembiayaan karena perekaman data pada setiap sistem sama.

Sistem IT yang diterapkan di rumah sakit, mulai dari membuat surat eligibilitas peserta (SEP) secara mandiri yang didasari rujukan online dari fasilitas kesehatan primer hingga bridging system, juga akan mempermudah dan mempercepat peserta BPJS Kesehatan mendapatkan layanan di rumah sakit. Di RSUD Tangerang contohnya, sebelum ada SEP mandiri peserta BPJS Kesehatan bisa mengantre hingga 6-8 jam, hanya dengan SEP bisa memangkas hingga menjadi lebih cepat yaitu hanya sekitar 2-3 jam saja. Bisa dibayangkan repotnya, untuk mengambil medical record memerlukan waktu mengantre selama 2-3 jam.

Teknologi Semakin Canggih,Pelayanan Semakin Cepat

Dari loket medical record ke poliklinik. Di Poliklinik harus mengantre lagi sekitar 2-3 jam. Setelah itu jika perlu laboratorium dan apotek diperlukan waktu sekitar 3 jam. Waktu yang lama tentu sangat melelahkan pasien. Sedangkan di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, Jawa Tengah, setiap hari menerima kunjungan pasien BPJS Kesehatan rata-rata sekitar 900 pasien perhari. Dengan menggunakan bridging system dapat mengintegrasikan sistem BPJS Kesehatan, SIM rumah sakit, dan INA-CBGs, sehingga proses pelayanan mulai dari registrasi sampai klaim pembiayaan menjadi lebih cepat dan akurat.

“Bridging system membuat pelayanan di rumah sakitnya menjadi lebih cepat dan efisien. Dengan sistem yang lama, rumah sakit harus melakukan entri data tiga kali untuk tiga sistem yang berbeda dengan jumlah kunjungan pasien yang banyak. Apalagi setiap sistem juga memiliki kebutuhan input data dan output yang berbeda,” kata Direktur RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, dr Haryadi Ibnu Junaedi SpB.

Proses input registrasi yang mulanya kurang lebih 3 menit, setelah dilakukan bridging system hanya butuh waktu kurang dari 1 menit saja. Teknologi informasi menjadi salah satu cara untuk mempercepat proses pelayanan dan mencapai kepuasan peserta. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan terus mengembangkan teknologi informasi untuk mencapai kepuasan peserta, provider, para mitra, dan BPJS Kesehatan.

Targetnya sampai akhir 2014, sebanyak 1515 rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan sudah menerapkan aplikasi bridging system. Bagi rumah sakit, sistem ini akan memberikan keuntungan antara lain meningkatkan layanan administrasi peserta, menghemat SDM dan sarana prasarana, perekaman data pelayanan kesehatan dan proses pengajuan klain menjadi lebih cepat.

Page 9: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

TESTIMONI

9

Dr. Nico

Animo masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan memang meningkat jika dilihat dari peningkatan jumlah peserta yang cukup signifikan. Namun,

setelah dievaluasi oleh BPJS Kesehatan, ternyata sebagian besar dari peserta mandiri adalah peserta yang sudah sakit atau memerlukan biaya perawatan yang tidak sedikit, bahkan untuk melahirkan bayi pun ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Jasman, 45, warga Kelurahan Ilir, Kota Gunung Sitoli, Sumatera Utara, merasa terbantu oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), karena istrinya, Nuraida, akhirnya melahirkan melahirkan secara operasi caesar pada bulan Februari 2014 lalu, di RSUD Gunung Sitoli.

“Semula saya agak bingung karena istri tidak bisa melahirkan normal, dan saya tanya-tanya biaya operasinya bisa habis Rp5 juta-an. Tetapi ya, mungkin sudah rejeki anak, pas ada program JKN. Lalu saya mendafatar jadi peserta BPJS Kesehatan,” kata Jasman.

Nuraida, istri Jasman, sudah tidak muda lagi untuk melahirkan, karena sudah berusia 42 tahun dan kehamilan ini merupakan kehamilan yang ke-empat. Setiap bulan Nuraida memeriksakan kandungannya di bidan Sumarni Telemanua. Tetapi, karena alasan medis maka Nuraida dirujuk ke rumah sakit untuk persiapan operasi.

Tak Sulit Mendaftar BPJS Kesehatan

Jasman pun disarankan oleh bidan untuk mendaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan. “Setelah saya mencari informasi di rumah sakit, saya mendaftarkan istri saya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Waktu itu sudah bisa mendaftar online melalui internet, biar cepat. Tetapi saya tidak paham, lalu ada yang bantu mendaftarkan. Ya alhamdulillah, ada saja jalan,” ujarnya. Keluarganya menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas 1 dengan membayar Rp59.500. “Saya baru bayar dua kali. Saya sudah diingatkan untuk membayar setiap bulan. Katanya, kalau kita sehat itu lebih baik, karena kita membantu yang sakit. Jadi, kalau kita sehat kita beramal,” ujarnya. Tetapi, bagi Jasman, yang hanya memiliki satu mobil untuk rental dan masih membayar cicilan mobil sekitar Rp 4 juta sebulan, masih terasa berat membayar iuran BPJS Kesehatan. Istrinya pun telah membantu menambah pendapatan keluarga dengan menjual pulsa elektronik. “Saya mau daftar kelas 3 saja. Kalau bisa istri dan anak bungsu saya juga diubah menjadi peserta kelas 3 saja, biar agak ringan,” kata Jasman. Manfaat lainnya yang diperoleh Nuraida, usai melahirkan masih berkesempatan memeriksakan kandungannya di rumah sakit dan di tempat praktik pribadi dokter Homi Fatolosa. Kini, Jasman dan seluruh anggota keluarganya tetap menjaga kesehatan dan Jasmas telah menyisihkan penghasilannya untuk membayar premi BPJS Kesehatan.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan di era

jaminan kesehatan nasional (JKN). Oleh karena itu, BPJS Kesehatan memperkuat garda terdepan pelayanan kesehatan. Selain Puskesmas, BPJS Kesehatan juga bekerjasama dengan dokter praktik mandiri, dokter keluarga, dan klinik swasta.

Dokter praktik mandiri, dokter keluarga, maupun klinik swasta harus memenuhi persyaratan standar minimum yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan atau disebut dengan kredensialing. Tujuannya agar peserta mendapat pelayanan yang optimal dan memuaskan. Pada saat dimulainya pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) banyak FKTP atau fasilitas kesehatan primer yang meragukan pola kapitasi, namun kini mulai banyak dokter umum atau faskes primer yang ingin bergabung dengan BPJS Kesehatan. Klinik Theresia contohnya. Klinik milik dr Kintaren Silalahi di Jalan Imam Bonjol 10, Kelurahan Psr Teluk Dalam, Nias Selatan ini belum lama berdiri dan sudah tiga bulan menjadi mitra BPJS Kesehatan. “Pembayaran kapitasinya lancar-lancar saja. Hanya perlu dievaluasi atau dipertimbangkan lagi bagi klinik seperti kami yang berada di tempat terpencil,” kata dr Kintaren. Kintaren mengatakan, soal pelayanan tim medis di kliniknya siap selalu mendukung program pemerintah

dan dengan penuh keikhlasan melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Namun, harapannya kapitasi bisa dinaikkan. Alasannya, obat generik di daerah pelosok seperti di Teluk Dalam harganya bisa tiga kali bahkan empat kali lipat harga. Hal itu karena obat harus transit di beberapa daerah seperti melalui Medan, Sibolga, Gunung Sitoli, baru sampai ke Nias Selatan. Sejumlah dokter yang praktik di Klinik Theresia antara lain dr Hendrik Saragih, dr Muhamad Budiman, dan dr Nico Alfrian Dachi. Selain itu, juga ada dibantu satu bidan dan ada juga perawat. “Kami selalu siap kok melayani peserta program JKN, memang sudah tugas dokter untuk memberi pelayanan kesehatan. Bahkan dokter pun harus bisa memberi penyuluhan agar pasien tidak lagi sakit,” kata dr Nico saat ditemui di Klinik Theresia. Dr Nico pun mengamini apa yang disampaikan pimpinannya itu, yaitu selain klinik dan tenaga kesehatannya memenuhi persyaratan yang dapat memberi kepuasan kepada peserta, tetapi nilai kapitasi bisa dinaikkan, bukan hanya Rp10.000 perpeserta. “Ya kalau pesertanya sekarang baru 200 orang saja, tentu tidak bisa mencukupi untuk operasional. Mungkin saja ini karena baru ya, tetapi kalau bisa sistem drop aja, seperti dokter keluarganya Askes. Klinik diberi wewenang menjaga 1000-2000 peserta,” ujarnya. Klinik Theresia satu-satunya klinik bersama yang ada di Nias Selatan. Para dokter dan tenaga medis lainnya, berharap ada sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, dalam membangun kesehatan. Meskipun berada di daerah terpencil, namun tidak mengurangi semangat para petugas kesehatan untuk mendukung program kesehatan jaminan nasional yang kini dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Jasman

Pembayaran Kapitasi Lancar

Page 10: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 10 Tahun 2014

SEHAT

10

Masyarakat Indonesia, tidak ada yang tidak kenal dengan tomat. Buah tomat bisa dimakan langsung, dibuat jus, saus tomat, dimasak,

dibuat sambal goreng, atau dibuat acar tomat. Pucuk atau daun muda buah ini bisa disayur. Di pasaran, buah tomat, bentuknya bulat. Rasanya pun, variatif. Ada manis, asam, sifatnya sedikit dingin. Berkhasiat menghilangkan haus, antiseptik usus, pencahar ringan (laksatif), menambah nafsu makan dengan cara memperbanyak keluarnya air liur, merangsang keluarnya enzim lambung, dan melancarkan aliran empedu ke usus. Daunnya berkhasiat sebagai penyejuk.

Dalam penelitian, kaum pria atau laki-laki yang mengkonsumsi sedikitnya sepuluh porsi buah tomat yang dimasak dalam seminggu akan menurunkan risiko terkena kanker prostat sampai 10 persen. Hal ini dimungkinkan karena adanya likopen, karoten pada tomat yang dipercaya dapat mencegah timbulnya tumor dan mengurangi risiko terkena penyakit jantung.

Kita tahu, kaum pria yang sudah berumur sekitar 50 tahunan, banyak yang menderita gangguan kesehatan, seperti kanker prostat. Penyakit ini, akan mengurangi aktifitas pria dalam berhubungan dengan pasangannya. Jika, kaum pria tadi, mengkonsumsi tomat secara rutin dapat membuat kehidupan seks tetap mulus. Kanker prostat adalah tumor ganas yang tumbuh pada prostat, kelenjar seukuran kacang walnut dibawah kandung kemih pria yang fungsinya memproduksi sperma.

Demikian, penelitian pertama Universitas Bristol, Cambridge dan Oxford, yang dikupas dalam sebuah seminar gizi di Indonesia. Peneliti ini, melakukan riset diet dan gaya hidup dari hampir 14.000 pria berusa 50-69. Kaum yang mengkonsumsi buah tomat dengan sepuluh porsi dalam seminggu akan mengurangi 18 persen perkembangan kanker prostat.

Satu porsi dihitung sebagai 150gr tomat, setengah kaleng kacang panggang, sebagian dari pizza dengan puree tomat, tomat berbasis saus pasta atau segelas jus tomat. Namun, para peneliti menyarankan agar pria tidak berlebihan untuk mengkonsumsi kacang panggang, pizza dan pasta saus karena mereka dapat mengandung kadar garam yang tinggi.

Sedangkan, kanker prostat adalah penyakit umum, penyakit pada pria, dengan 41.700 kasus

baru dan 10.700 kematian di Inggris setiap tahun.

"Kami juga

menemukan pria yang makan lebih banyak buah dan sayuran memiliki penurunan risiko kanker prostat. Risiko penurunan angka untuk pria yang makan lima atau lebih porsi buah atau sayuran, dibandingkan dengan mereka yang makan kurang dari dua setengah porsi, adalah 24 persen," kata peneliti Dr Lain Frame dari Prostate Cancer UK, yang dituangkan dalam sebuah buku.

Apa yang diketahui adalah laki-laki tidak boleh terlalu bergantung pada satu jenis makanan, seperti tomat. Sebuah sehat, diet seimbang dengan banyak buah dan sayuran segar, bersama-sama dengan olahraga teratur adalah jauh pilihan terbaik.

"Meningkatkan kesadaran kunci dikenal faktor risiko untuk kanker prostat - usia, etnis kulit hitam dan riwayat keluarga penyakit - juga penting jika kita ingin mengurangi jumlah orang yang kehilangan hidup mereka untuk penyakit ini setiap tahun," tambahnya.

Dalam buku berjudul `Built For Sex: Terlatih untuk Bercinta`, Scott Hays, dijelaskan bahwa dalam satu penelitian yang cukup besar, yang mengamati hampir 48.000 pria menemukan bahwa pria yang makan tomat (termasuk tomat dalam bentuk saus maupun topping dari seporsi pizza), setidaknya 10 kali dalam 10 minggu, mampu memangkas risiko terserang kanker prostat sebesar 45 persen.

Likopen terkonsentrasi pada organ-organ tubuh tertentu, khususnya kelenjar prostat. Beberapa studi telah menunjukkan hubungan likopen dengan risiko lebih rendah terhadap kanker prostat. Penelitian Washington Count membuktikan, pria yang memiliki banyak kandungan likopen dalam darahnya, risiko terhadap kanker prostat menurun hingga 50 persen dibandingkan mereka yang mengonsumsi sedikit bahan makanan sumber likopen. Bahkan bagi mereka yang berusia di bawah 70 tahun, manfaatnya menjadi lebih besar.Likopen termasuk keluarga karotenoid, yang bertindak sebagai antioksidan, melindungi tubuh dengan menonaktifkan radikal bebas sebelum kerusakan akibat penyakit dapat terjadi.

Selain kemampuan antioksidatif, menurut perusahaan karotenioid Allied Biotech Corporation, likopen juga telah ditemukan mampu menurunkan risiko penyakit jantung, oksidasi lipid, LDL (kolesterol jahat)lebih rendah, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan khususnya, pencegahan kanker. Likopen juga dilaporkan secara signifikan mampu menurunkan oksidasi LDL dalam darah manusia. Hal ini menunjukkan bahwa likopen memiliki peran dalam mencegah penyakit jantung, di mana salah satu syaratnya adalah penurunan oksidasi kolesterol LDL.

Jerawatan, Olesi Saja Buah Tomat

Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, sudah mengenal buah tomat. Buah

Tomat, yang dalam bahasa latin disebut gycopersicum esculentum mill, merupakan buah yang sering dijadikan bumbu dan masakan.Misalnya, dalam sup, sayur asem, sambal tomat

masakan lainnya. Selain itu, tomat juga sering dijadikan minumah

seperti jus tomat atau

dimakan begitu saja. Secara umum, bagi kesehatan dan kecantikan, banyak manfaatnya. Diantaranya menghilangkan jerawat, menghaluskan kulit dan sebagai masker untuk wajah.

Malahan, untuk pengobatan, tomat dipercaya dapat mengobati wasir, menurunkan tekanan darah tinggi, mencegah penyakit jantung dan menangkal sel-sel kanker.Bagi kaum pria, tomat bisa mengurangi risiko terkan penyakit kanker prostat

Buah ini, memiliki banyak manfaat karena kandungan nutrisi di dalamnya, cukup banyak. Buah tomat mengandung mengandung alkaloid solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk rutin), protein, lemak, gula (glukosa, fruktosa), adenin, trigonelin, kholin, tomatin, mineral (Kalsium, Magnesium, Posfor, Kalium, Natrium, Besi, sulfur, chlorine), vitamin (B1, B2, B6, C, E, likopen, niasin), dan histamin.

Jika dikonsumsi ruti, dapat memperkuat dinding pembuluh darah kapiler. Klorin dan sulfur adalah trace element yang berkhasiat detoksikan. Klorin alamiah menstimulir kerja hati untuk membuang racun tubuh dan sulfur melindungi hati dari terjadinya sirosis hati serta penyakit hati lainnya. Likopen adalah pigmen kuning beta karoten pada tomat. Tomatin berkhasiat sebagai antibiotik. Selain buahnya, daun tomat juga mengandung pektin, arbutin, amigdalin, dan alkaloid.

Tomat bisa untuk mengobati jerawat. Caranya, tambahkan 25 ml alkohol 70% pada jus tomat (100 ml), lalu kocok merata. Gunakan campuran tersebut untuk menggosok muka yang berjerawat. Lakukan perawatan tersebut 2 sampai 3 kali sehari.

Tomat juga bisa untuk meredam terbakarnya wajah akibat terik matahari. Bukan hanya buah tomat, daunnya juga memiliki khasiat untuk kecantikan kulit. Cuci daun muda yang masih segar, lalu giling sampai halus. Balurkan pada kulit yang terbakar.

Penderita radang usus buntu, sakit kuning, bisa minum jus tomat, sehari tiga kali, masing-masing satu cangkir. Tetapi jangan lupa berkonsultasi dengan dokter. Begitu juga, untuk penderita demam. caranya, cuci bersih 3 buah tomat masak, lalu potong-potong seperlunya. Lumatkan dalam setengah cangkir air masak dan satu sendok makan madu murni. Peras dan saring airnya, lalu minum. Lakukan tiga kali sehari. Penderita diabetes melitus dilarang menambahkan madu murni agar kadar glukosa darah tidak meningkat.

Nah, bagi penderita gangguan lambung, iris tomat masak dan jeruk yang diasamkan masing-masing satu buah. Tambahkan satu sendok makan madu, lalu aduk merata. Makan sedikit-demi sedikit, sehari 3 sampai 4 kali, selama tiga minggu.Jika anak Anda mengalami susah makan, suruh dia meminum jus tomat satu jam sebelum makan. Ternyata, dalam paparan ahli gizi dan berbagai sumber, tomat yang selama ini kita kenal sebagai bahan masakan, memiliki manfaat besar untuk kesehatan. So, jangan ragu untuk mengkonsumsi tomat karena khasiatnya juga luar biasa.

TOMATO

Ternyata, Tomat Mampu Pangkas Kanker Prostat

Page 11: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

Kilas & Peristiwa

Q & A Question and Answer

11Info BPJS Kesehatan edisi 9 Tahun 2014

Jakarta – Sebagai wujud peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, BPJS Kesehatan terus melakukan berbagai inovasi. Guna memfasilitasi tingginya antusiasme masyarakat menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), selain di kantor cabang, BPJS Kesehatan juga telah membuka pendaftaran online melalui website bpjs-kesehatan.go.id. Selain prosesnya lebih singkat dan praktis, masyarakat juga dapat mencetak kartu BPJS Kesehatan-nya sendiri (e-ID), yang mana sama sahnya dan sama validnya dengan Kartu BPJS Kesehatan pada umumnya. Selain dalam hal pendaftaran, BPJS Kesehatan juga berkomitmen meningkatkan kemudahan dan kecepatan peserta BPJS Kesehatan dalam memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan. Hal itu dibuktikan dengan diluncurkannya Surat Eligibilitas Peserta (SEP) Mandiri pada Juni lalu. Kini pasien peserta BPJS Kesehatan dapat mencetak SEP sendiri, sehingga tak perlu berlama-lama mengantri di loket BPJS Kesehatan Center

Bagaimana jika peserta ingin melakukan perubahan fasilitas kesehatan tingkat I?

perubahan faskes tingkat I dapat dilakukan di Kantor BPJS Kesehatan dengan mengisi Formulir Perubahan Data. Perubahan Faskes tingkat I dapat dilakukan apabila peserta sudah terdaftar minimal 3 bulan di Faskes tingkat I sebelumnya.

Bagaimana jika peserta ingin melakukan perubahan hak kelas perawatan?

Untuk peserta PPU hak kelas perawatan sesuai dengan gaji/upah, tidak dapat diubah atas keinginan pribadi

Untuk peserta PBPU perubahan hak kelas pada peserta dapat dilakukan di Kantor BPJS Kesehatan dengan mengisi Formulir Perubahan Data. Ketentuan perubahan hak kelas perawatan yaitu setelah 1 (satu) tahun terdaftar pada hak kelas rawat sebelumnya Bagaimana jika peserta pindah domisili?

perubahan domisili dapat dilakukan di Kantor BPJS Kesehatan dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan menunjukkan/memperlihatkan KTP asli/fc dengan alamat domisili terbaru

Bagaimana jika terdapat penambahan anggota keluarga?

Pendaftaran dapat dilakukan di Kantro BPJS Kesehatan terdekat, dengan mengisi Formulir Daftar Isian Penambahan Anggota Keluarga dan menunjukkan dokumen sebagai berikut :

a. Asli/Fotokopi SK terakhir (bagi PNS)b. Asli/Fotokopi Daftar Gaji terakhir yang telah dilegalisasi pimpinan unit kerjac. Asli atau fotokopi Kartu Keluargad. Pasphoto ukuran 3x4 sebanyak 1 lembare. Asli/Fotokopi Akte Kelahiran / Surat Keterangan Lahir (bagi penambahan anak)

Bagaimana status kepesertaan bagi peserta yang meninggal dunia?

apabila peserta meninggal dunia diwajibkan untuk melaporkan ke Kantor BPJS Kesehatan dengan membawa kartu peserta yang meninggal dunia dan surat keterangan kematian agar status kepesertaannya dapat dinonaktifkan

Apakah status peserta yang telah meninggal dunia dapat dialihkan?

Tidak dapat dialihkan karena identitas peserta bersifat tunggal

JIka peserta meninggal dunia, apakah peserta memperoleh uang kompensasi dari BPJS

Kesehatan?

Tidak ada uang kompensasi untuk peserta BPJS Kesehatan yang meninggal dunia Jika peserta PPU awalnya menanggung tiga orang anak, kemudian anak pertama telah berusia diatas 25 tahun/ telah bekerja/ menikah, apakah status kepesertaannya dapat digantikan oleh anak keempat dan seterusnya?

dapat digantikan oleh anak ke empat dan seterusnya dengan ketentuan masuk ke dalam daftar tanggungan pekerja

Jika peserta sedang berada di luar kota, apakah identitas JKN dapat digunakan di fasilitas kesehatan daerah tersebut?

identitas JKN dapat digunakan di seluruh Indonesia dimana peserta melapor ke Kantor Cabang terdekat untuk mendapat surat pengantar ke faskes tingkat I di daerah tersebut yang berlaku 1 (satu) bulan

Bagaimana status kepesertaan bagi peserta PPU yang mengalami PHK?

manfaat JKN masih dapat diperoleh selama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.

MUTASI

sebelum mendapat penanganan dari tenaga medis di rumah sakit. Salah satu terobosan terbaru yang diluncurkan BPJS Kesehatan adalah layanan finger print yang berguna mempermudah proses pendaftaran pelayanan di rumah sakit. Untuk melakukan pendaftaran di rumah sakit, kini peserta BPJS Kesehatan dapat menggunakan e-KTP yang divalidasi dengan finger print. “Semua itu tentu dilakukan agar masyarakat semakin mudah melakukan pendaftaran maupun memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris usai acara Launching Finger Print dan Peresmian Operational Center Building di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Selasa (14/10), yang turut dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya, keberadaan finger print tidak lepas

dari kerjasama yang telah dibangun dengan Kementerian Dalam Negeri. Selain untuk menghindari penyalahgunaan kartu, tujuan layanan finger print juga diharapkan dapat membantu program pemerintah dalam percepatan kepemilikan NIK dan e-KTP. “Peluncuran layanan finger print ini adalah sebuah langkah awal. Ke depannya kita berharap dapat memiliki single identity number untuk setiap kepentingan nasional, termasuk jaminan kesehatan,” jelas Fachmi. Sementara itu, terkait peresmian Operational Center Building, Fachmi menjelaskan beberapa peran dan fungsinya, antara lain sebagaidata center, pusat pengembangan IT, pusat Change of Management (Manajemen Perubahan), actuarial analysis dalam premium setting, tempat perencanaan pendidikan dan pelatihan Duta BPJS Kesehatan, serta fungsi operasional lainnya.

Praktiskan Peserta BPJS Kesehatan Lewat Finger Print

Page 12: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 10, Tahun 2014

NIK E-KTPNomor Induk Kependudukan

DAFTARLAH1(satu) Keluarga

REKENING BANKPemerintahan Yang Bekerjasama

(BNI, BRI dan Mandiri)

MENDAFTARLAH SELAGI SEHAT

WAJIB !

24jam

SETIAP PESERTA BPJS KESEHATAN HARUS MEMILIKI

Rp

ID