majalah dikbud 2014-edisi 03

Upload: cah-elek

Post on 12-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Majalah Dikbud 2014-Edisi 03

TRANSCRIPT

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 1No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuDPB

    Sekali Lagi Tentang Pendidikan Karakter

    Pesan Menteri

    Tidak henti juga tidak bosan-bosannya saya ingin menyingung kembali persoalan pendidikan karakter. Kenapa? Karena persoalan yang satu ini memang harus terus menerus disuarakan dan diingatkan

    dalam berbagai kesempatan.

    Bukan saja bagi pendidik dan tenaga kependidikan, juga bukan hanya kepada peserta didik, yang notabene, adalah yang bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan, tapi kepada seluruh pemangku kepentingan, kita harus terus-menerus mengingatkan tentang pentingnya pendidikan karakter.

    Diakui, pendidikan karakter adalah upaya untuk membangun dan membentuk pola pikir, yang jika tidak dilakukan dengan terencana dan sungguh-sungguh akan pupus di tengah jalan. Untuk itu, jajaran di lingkungan Kemdikbud, tidak henti-hentinya melakukan terobosan dan evaluasi terkait dengan program pendidikan karakter di berbagai jenjang.

    Hal baru terkait dengan pendidikan karakter adalah dimasukkannya tanggung jawab pendidikan karakter dalam satu kesatuan utuh pada tiap tema pelajaran (tematik terpadu) atau mata pelajaran dalam Kurikulum 2013. Apakah sebelumnya kurikulum kita tidak memasukkan pendidikan karakter, bukankah sebelumnya anak didik kita juga telah mendapatkan pendidikan karakter melalui pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan?

    Lalu apanya yang berbeda?

    Pertanyaan ini sering muncul di masyarakat. Baiklah saya ingin menjelaskan sedikit tentang melekatnya pendidikan karakter pada Kurikulum 2013. Jika pada kurikulum sebelumnya urusan pendidikan karakter itu hanya menjadi tanggung jawab guru agama dan pendidikan kewarganegaraan, maka pada Kurikulum 2013 semua guru kelas maupun guru bidang studi punya tanggung jawab yang sama dalam hal memberikan pendidikan karakter, tanpa terkecuali.

    Disinilah letak perbedaan mendasar melekatnya pendidikan karakter pada Kurikulum 2013. Bisakah itu dilakukan. Kerangka berpikirnya adalah bahwa setiap ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tidak bisa bebas nilai dan tidak bisa berdiri sendiri. Mata pelajaran matematika misalnya, bisa dimasukan pendidikan karakter oleh guru ketika menjelaskan tentang bilangan pecahan (baca: bilangan yang belum utuh atau belum sempurna).

    Coba ajak peserta didik untuk mengenal fungsi pangkat dari bilangan pecahan setengah, sepertiga, seperempat dan seterusnya. Apa yang terjadi ketika bilangan itu di pangkatkan? Makin tinggi pangkatnya, dua, tiga, empat, dan seterusnya, maka makin kecil nilainya, menjadi seperempat, seperdelapan, seper enambelas, dan seterusnya. Bandingkan dengan bilangan bulat (baca:bilangan yang utuh atau

    sempurna) yang dipangkatkan, makin tinggi pangkatnya makin besar nilainya.

    Apa maknanya? Kita bisa mengatakan kepada peserta didik, bahwa keperibadian seseorang, jika memang belum utuh, diberi pangkat setinggi apa pun, justru akan mengecilkan kedudukan orang yang diberi pangkat itu. Dengan panjang lebar kita bisa mengatakan kepada peserta didik, bahwa lebih baik kita membangun keutuhan kepribadian terlebih dahulu dengan karakter-karakter yang baik dan terpuji, baru kemudian mengejar pangkat. Bukan sebaliknya, mengejar pangkat tanpa dilandasi karakter yang kuat.

    Itu baru salah satu contoh. Ada banyak contoh yang bisa disampaikan oleh guru. Disinilah kita berupaya terus menerus untuk memasukkan pendidikan karakter. Pelaksanaan ujian nasional juga kita tekankan pada upaya membangun karakter jujur, dan kegiatan Kemah Budaya kita ingin menanamkan karakter cinta budaya, dalam pelaksanaan masa orientasi siswa (MOS), kita juga ingin tanamkan karakter saling hormat-menghormati, kasih sayang dan saling menghargai.

    Intinya tidak boleh ada satu kegiatan apa pun dalam lingkup pendidikan dan kebudayaan yang tidak diarahkan dan didesain untuk membangun karakter. Insya Allah upaya ini akan menghasilkan generasi-generasi yang cemerlang, generasi emas, generasi 2045. Semoga! (***)

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 3No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD2

    HARDIKNAS 2014:Membangun Peradaban Unggul

    Hal. 4

    Pendidikan Karakter:Kurikulum 2013

    Ciptakan Generasi BerkarakterHal. 7

    Menanamkan Kejujuran, Menyukseskan UN

    Hal. 11

    Revitalisasi Gerakan Pramuka Dorong Wujudkan

    Generasi BerkarakterHal. 20

    Memutus Mata Rantai Kekerasan Hal. 22

    Pendidikan untuk Semua:Ayo, Kita Kejar Target PUS 2015

    Hal. 26

    Raden Iesye Kurnianingsih:Pejuang Pendidikan

    dari SiantanHal. 30

    daftar isiMajalah DIKBUD - Edisi 03 Tahun V Juli 2014

    Hal. 1 PESAN MENTERI

    Hal. 2 DAFTAR ISI

    Hal. 3 DARI REDAKSI

    (Foto: Istimewa)

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 3No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD2

    Pelindung: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh,

    Wakil Menteri Bidang Pendidikan, Musliar Kasim,

    Wakil Menteri Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti

    Penasihat:Sekretaris Jenderal, Ainun Naim

    Pengarah:Sukemi

    Penanggung Jawab:Ibnu Hamad

    Pemimpin Redaksi:Dian Srinursih

    Dewan Redaksi:Hawignyo

    Redaktur Pelaksana:Emi Salpiati

    Staf Redaksi:Arifah, Ratih Anbarini, Aline Rogeleonick, Desliana Maulipaksi, Seno Hartono

    Desain & Tata Letak:Susilo Widji P.

    Fotografer:Yus Pajarudin, Singgih Harimurti

    Sekretaris Redaksi:Dina Ayu Mirta, Tri Susilawati, Hulumudin, Hermawan

    Redaktur Eksekutif:Priyoko

    Alamat Redaksi:Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gedung C Lantai 4, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270Telp.: (021) 5711144 Pes. 2413, (021) 5701088Laman: www.kemdikbud.go.id

    Majalah DIKBUDEdisi No. 03 Tahun V - Juli 2014

    Desain Sampul:- Susilo Widji P.

    Foto:- Siswi Pramuka dengan latar

    belakang Candi Trowulan (Arifah)

    Dari Redaksi

    Redaksi

    Hadapi Globalisasi, Bentuk Generasi Muda Berkarakter

    Tidak ada satu negara pun yang mampu membendung kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di muka bumi ini. Mau tidak mau, negara harus menerimanya, walau efek kemajuan TIK itu sungguh dahsyat. Budaya asing yang sebelumnya tidak terlihat jelas, menjadi benar-benar mampir ke kamar tidur, ke ruang kerja, dan ke ruang publik, sehingga memengaruhi kehidupan masyarakat. Terutama kalangan kaum muda. Pengaruh tersebut dapat berupa pelemahan rasa kebangsaan.

    Oleh karena itulah, kaum muda sangat perlu dibentengi dengan kekuatan mental dan budaya bangsa, agar kemerosotan moral kebangsaan tidak terjadi. Meskipun budaya asing berada di sekelilingnya setiap waktu akibat globalisasi, generasi muda tetap cinta pada Tuhannya, Tanah Airnya, budayanya, dan lingkungannya, serta memiliki tenggang rasa dengan sesama.

    Salah satu cara membentenginya adalah menggelar kegiatan yang melibatkan mereka, seperti Kemah Budaya Nasional (KBN). Pada 27 April-2 Mei 2014 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bersama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka menyelenggarakan KBN dengan sasaran anggota Pramuka tingkat Penggalang, di Taman Balekambang, Surakarta, Jawa Tengah.

    Apa maksud dan tujuan KBN? Bagaimana pula konsep KBN yang berhubungan dengan pendidikan karakter? Jawabannya ada pada Dikbud edisi 3 ini. Maka, jangan terlewat menyimaknya. Bukan hanya KBN yang redaksi tampilkan. Masih ada banyak artikel lainnya, di antaranya mengembangkan karakter anak sejak usia dini dan membangun peradaban unggul melalui pendidikan yang berkualitas.

    Pembaca budiman, mengenai pembentukan karakter bangsa, sampai saat ini kita masih mempunyai persoalan di dunia pendidikan, khususnya di jenjang pendidikan menengah dan tinggi. Di pendidikan tinggi, kita berulangkali dikejutkan dengan tawuran antar mahasiswa. Untuk mencegah atau setidaknya mengurangi tawuran, Kemdikbud menelorkan keputusan menghentikan sementara program studi di mana si mahasiswa terlibat tawuran. Kebijakan yang diberi nama memutus generasi ini telah diterapkan di Universitas Negeri Makassar (UNM). Bagaimana cara UNM melakukannya? Rektor UNM, Arismunandar, menjawabnya secara tuntas di edisi ini.

    Artikel lain yang tak kalah menarik adalah kisah inspiratif seorang pejuang pendidikan dari Kepulauan Riau. Sang pejuang ini rela menunda naik haji karena dananya dibuat menyewa rumah untuk PAUD. Ada pula Desa Kakor, Lembor Selatan, Manggarai Barat, NTT, memiliki tradisi gotong royong untuk membiayai putra-putri daerah yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Dan, tentu tak terlewatkan, redaksi juga memuat artikel seputar peringatan Hardiknas.

    Tidak lupa kami memberi kabar baik, bahwa mulai edisi ini Dikbud mencantumkan ISSN, sebuah nomor identifikasi publikasi berkala media cetak yang diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selamat membaca. Salam. (*)

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 5No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD4

    Mari kita bangun Indonesia unggul. Melalui pendidikan, bangsa Indonesia niscaya memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan mumpuni untuk

    membangun negara yang mampu menyejahterakan bangsa. Kita berharap negara dan bangsa demikian dapat mulai terwujud pada tahun 2045, tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Kurikulum 2013 menjadi pedoman dalam

    melaksanakan pendidikan menuju masa depan lebih baik.

    Membangun Peradaban Unggul

    Hari Pendidikan Nasional 2014

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 5No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD4

    Melalui kurikulum inilah anak-anak

    akan memiliki kompetensi secara

    utuh, mencakup sikap, pengetahuan,

    dan keterampilan.

    Selamat Hari Pendidikan Nasional! Seperti biasanya, setiap tahun kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada setiap 2 Mei. Tahun 2014 ini, Hardiknas mengambil tema Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang Unggul.

    Tema tersebut diusung untuk mengingatkan kita, pendidikan bukan hanya untuk menyelesaikan atau menjawab persoalan-persoalan yang sifatnya sangat teknis dan bersifat kekinian semata, melainkan lebih jauh dari itu. Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya memanusiakan manusia untuk membangun peradaban unggul.

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, mengajak semua pihak, baik guru maupun pemangku kepentingan lain dalam dunia pendidikan, untuk bersama-sama menyukseskan impelementasi Kurikulum 2013. Melalui kurikulum inilah anak-anak

    Peradaban UnggulPendidikan, menurut Mendikbud, tidak hanya menyelesaikan atau menjawab masalah teknis semata. Pada hakikatnya, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia membangun peradaban unggul.

    Mendikbud kembali menegaskan betapa penting pembentukan kompetensi sikap, karakter, dan akhlak. Hal ini dilakukan tanpa mengabaikan kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Ia prihatin dengan fenomena penyimpangan perilaku atau sikap yang terjadi pada akhir-akhir ini. Hal itu, kata dia, merupakan tanda bahaya yang mengancam. Saya serukan, perkuat kompetensi sikap, yang didalamnya ada kasih sayang. Di situlah Kurikulum 2013 menekankan pendidikan agama dan budi pekerti, katanya dalam sambutan pada acara puncak peringatan Hardiknas 2014 di Sorong, Provinsi Papua Barat, Sabtu (10/05/2014).

    Melalui Kurikulum 2013, peserta didik diharapkan memiliki kompetensi yang utuh meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tujuannya adalah menuju generasi emas yang jujur, memiliki kasih sayang, berkarakter, dan mampu berpikir orde tinggi.

    akan memiliki kompetensi secara utuh, mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

    Itu semua kita lakukan dalam rangka mempersiapkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, mampu berpikir orde tinggi, berkarakter, serta cinta dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Dengan generasi emas itulah, kita bangun peradaban Indonesia yang unggul, menuju kejayaan Indonesia 2045, kata Mendikbud dalam upacara Hardiknas di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Jakarta, Jumat (02/05/2014).

    Ia berharap, semua program yang baik dan telah sukses terlaksana dapat dipertahankan, diteruskan, bahkan ditingkatkan. Sedangkan program yang belum berjalan dengan baik, harus ditinjau ulang keberlanjutannya untuk disempurnakan agar menjadi program yang berjalan dengan baik dan bermanfaat.

    Berbagai pertunjukkan seni di gelar dalam perayaan Puncak Hardiknas 2014 yang diadakan di Sorong, Provinsi Papua Barat (10/05/2014).

    FOTO

    : Yus

    /Sen

    o PI

    H

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 7No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD6

    Pada kesempatan berbeda, Mendikbud kembali menegaskan pentingnya bangsa Indonesia memiliki karakter positif untuk menuju bangsa yang bermartabat. Ia mengibaratkan seseorang yang kehilangan karakter persis sama seperti hewan-hewan dalam dunia sirkus.

    Sirkus adalah contoh sederhana tentang hilangnya karakter seseorang. Singa yang harusnya sangat galak, tetapi dalam dunia sirkus ia sangat jinak. Menarik memang, tapi itu hanya lelucon, bukan dunia nyata, begitu juga suatu bangsa yang kehilangan karakter, ujarnya.

    Bangsa yang kehilangan karakter itu menarik, tetapi hanya dalam kehidupan lelucon. Padahal kita hidup dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, kita harus membangun karakter mulai dari diri kita, ujarnya.Ia menilai, karakter yang sangat penting dimiliki anak didik, dan juga masyarakat Indonesia adalah kejujuran. Dari karakter jujur ini, akan tumbuh karakter-karakter positif yang lain.

    Mendikbud juga menegaskan betapa penting peran pendidikan dalam membangun karakter bangsa. Pendidikan yang sedang dikembangkan di Indonesia tidak hanya bertujuan menjadikan peserta didik pintar secara intelektual, namun juga memiliki karakter yang positif. Meskipun seseorang sangat pintar, tapi kalau kelakuannya tidak baik, berarti pendidikannya belum berhasil, ujarnya.

    Oleh karena itu Mendikbud mengajak masyarakat untuk turut serta dalam pendidikan karakter, dengan keteladanan dan menciptakan karakter positif mulai dari lingkungan keluarga. (Arifah, Agung, Desliana)

    FOTO

    : WJ

    PIH

    Peradaban unggul tidak hanya mengandalkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga kompetensi sikap, karakter, dan akhlak.

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 7No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD6

    Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) menjadi momentum penting untuk kembali menggaungkan implementasi menyeluruh Kurikulum 2013. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, terus mengajak para pemangku kepentingan untuk mendukung dan menyukseskan implementasi Kurikulum 2013 ini mengingat besarnya harapan atas generasi emas penerus bangsa.

    Sebagaimana konsep dasar yang diusung, Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang disempurnakan secara komprehensif, memuat gabungan beberapa pelajaran dan tema-tema tertentu yang berbasis kegiatan (activity based) dengan buku panduan aktivitas. Penyusunan kurikulumnya pun tidak lagi berdasarkan berapa mata pelajaran yang diajarkan, melainkan dimulai dari kompetensi keterampilan dan juga sikap yang diharapkan terpatri pada setiap peserta didik.

    Wakil Menteri Bidang Pendidikan, Musliar Kasim, menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 menyempurnakan aspek keterampilan dan sikap, yang selama ini sempat hanya berfokus pada kompetensi pengetahuan peserta didik. Tujuannya untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.

    Ciptakan Generasi BerkarakterKURIKULUM 2013

    Pemerintah tidak henti-hentinya menyosialisasikan Kurikulum 2013, agar implementasi menyeluruh dapat terlaksana dengan baik. Dengan berpedoman pada Kurikulum 2013, peserta didik dituntun untuk memiliki kompetensi utuh,

    termasuk yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

    Kurikukum 2013 untuk jenjang pendidikan dasar memuat gabungan tema-tema berbasis kegiatan (activity based) dengan buku panduan aktivitas.

    FOTO

    : Dok

    . PIH

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 9No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD8

    Kurikulum 2013 juga memperhatikan

    proses pembelajaran yang mendidik

    anak untuk lebih kreatif dan guru

    membimbing anak seperti memandu

    untuk mencari tahu, mengamati, memiliki apresiasi, berkenalan,

    menggambar, dan observasi di

    lapangan.

    Kurikulum 2013 juga memperhatikan proses pembelajaran yang mendidik peserta didik untuk lebih kreatif dan guru membimbing peserta didik seperti memandu untuk mencari tahu, mengamati, memiliki apresiasi, berkenalan, menggambar, dan observasi di lapangan. Di sisi lain, peserta didik kemudian mempresentasikan apa saja yang sudah dipelajari, diobservasi, ataupun dilakukan terhadap tema tertentu.

    Namun yang terpenting selain kompetensi pengetahuan adalah bagaimana sikap peserta didik terhadap pengetahuan tersebut dalam kehidupan kesehariannya. Musliar mencontohkan sikap dapat diajarkan melalui mata pelajaran Matematika. Jika siswa menemukan uang pecahan seratus ribu di jalan, apa yang akan dilakukan?, pungkasnya.

    Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 membimbing peserta didik untuk lebih kreatif untuk mencari tahu serta mempresentasikan hasil observasinya.

    FOTO

    : WJ

    PIH

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 9No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD8

    Ia juga mengungkapkan, sebelumnya pada pelajaran Bahasa Inggris yang dimulai dari tingkat SMP hingga SMA atau enam tahun lamanya tidak cukup terampil dalam menuturkan bahasa tersebut. Peserta didik perlu didorong untuk mempunyai karakter mandiri, rasa ingin tahu maupun komunikatif jika ingin terampil berbahasa Inggris.

    Tidak berbeda dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Musliar, banyak siswa yang kurang mempunyai keterampilan menulis dalam bahasa Indonesia. Hingga tingkat perguruan tinggi pun masih banyak yang tidak bisa menulis jurnal ataupun artikel di media menggunakan bahasa Indonesia yang baik, ujarnya. Oleh karena itu, nilai kreativitas maupun tanggung jawab menjadi bagian tidak terpisahkan

    dari Kurikulum 2013. Bahkan, melalui pelajaran Seni Budaya peserta didik terstimulasi untuk berkarakter cinta tanah air dan semangat kebangsaan.

    Melalui Kurikulum 2013, Musliar berharap nilai-nilai pendidikan karakter menjadi acuan pendidik dalam setiap mata pelajaran sehingga tujuan menjadikan generasi emas kita generasi unggul baik pengetahuan maupun sikap dapat tercapai. Demikian pula karakter jujur dalam Ujian Nasional. Bagus dan positif sekali nilai kejujuran ini, harapnya.

    Pada kesempatan terpisah, kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Barat, Suhartono Arham, mengemukakan implementasi Kurikulum 2013 memberikan ruang

    yang sangat leluasa, baik bagi guru maupun peserta didik, untuk mengembangkan karakter melalui pembelajaran yang aktif dan kreatif. Hal ini juga disesuaikan dengan konteks lingkungan dan norma yang ada di masyarakat.

    Ia mencontohkan, dalam proses pembelajaran, peserta didik dituntut untuk aktif bertanya dan berpendapat. Anak saya sendiri yang sekolahnya sudah menerapkan Kurikulum 2013 sejak tahun lalu terlihat sekali perubahan positifnya. Dari yang tadinya tertutup menjadi berani mengemukakan pendapat. Saya pikir ini hasil yang sangat baik sekali, ungkapnya seusai peluncuran angkatan pertama pelatihan guru sasaran di Kalimantan Barat, Selasa (03/06/2014) lalu. (Arifah)

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 11No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD10

    keindahan, adalah kesempurnaan, ujarnya.

    Ia menilai, seni bukan sekadar untuk seni atau hiburan semata, melainkan menjadi bagian dari upaya untuk mengekspresikan potensi dan kemampuan. Dengan ekspresi itu, maka nilai yang ingin ditanamkan pada diri peserta didik dapat dititipkan.

    Oleh karena itu, saya tidak bosan-bosannya menyampaikan bahwa wilayah Kurikulum 2013 meliputi wilayah fenomena alam, fenomena sosial dan budaya, serta fenomena seni. Kita tidak ingin hanya membangun kebenaran, tetapi juga disertai kebaikan dan keindahan. Ketiganya yang ingin kita tanamkan, sehingga Indonesia ke depan menjadi negara yang lebih indah dan nyaman, katanya.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Achmad Jazidie, mengatakan, nilai atau karakter yang ingin dikembangkan dan tanamkan melalui kegiatan ini antara lain nilai-nilai kejujuran, sportivitas, kerja keras, menghargai perbedaan, dan disiplin. Melalui ajang ini, kita berharap akan muncul bibit-bibit seniman, sastrawan, dan budayawan yang turut mengisi relung jiwa bangsa ini menjadi negara yang besar dan berjaya, tuturnya.

    Ia menambahkan, melalui tema FLS2N 2014, yaitu Kreasi dan Seni untuk Membangun Karakter Siswa, karakter seseorang diharapkan akan terbangun melalui kegiatan berkesenian. Sebab seni mengajarkan kepada kita untuk menumbuhkan rasa empati, menjunjung etika dan estetika, serta menghargai martabat manusia. Dengan seni, hidup kita menjadi lebih indah, katanya. (Ratih Anbarini)

    Kembangkan Logika, Etika, dan Estetika untuk Kesempurnaan Diri

    Ada tiga potensi dalam diri setiap manusia yang jika dikelola dengan baik maka akan tercipta kesempurnaan dalam diri manusia itu. Ketiga potensi diri itu adalah logika, etika, dan estetika. Logika merujuk pada kebenaran, etika merujuk pada kebaikan, dan estetika merujuk pada keindahan. Hal tersebut disampaikan

    Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud), Mohammad Nuh, dalam acara pembukaan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2014,di Semarang, Jawa Tengah, Senin (02/06/2014) malam. Kalau ketiganya itu bisa kita kembangkan, tumbuhkan, dan tanamkan, pada peserta didik dan pada diri kita, maka bersandingnya antara kebenaran, kebaikan, dan

    Mendikbud, Mohammad Nuh, menerima piala bergilir Juara FLS2N dari Provinsi Jawa Timur untuk diperebutkan pada pelaksanaan FLS2N 2014 di Semarang, Jawa Tengah.

    FLS2N 2014

    FOTO

    : Rat

    ih P

    IH

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 11No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD10

    Nilai-nilai universal yang terangkum dalam pendidikan karakter, seperti jujur, optimisme, kerja keras, rajin belajar, dan disiplin, menjadi pondasi yang melekat dalam jiwa peserta didik, khususnya bagi mereka yang

    menjalani ujian nasional (UN).

    Nilai seperti itulah yang selalu ditanamkan di sekolah-sekolah di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), sehingga menumbuhkan kesadaran para siswa untuk jujur dan optimis terhadap

    Kejujuran dapat mengisi energi ke dalam pikiran intelektualitas dan spiritualitas seseorang yang memiliki sikap tersebut. Maka, tepatlah jika nilai kejujuran

    secara terus menerus ditanamkan pada peserta didik, apalagi dilakukan secara sistematis. Namun, jujur hanyalah salah satu bagian dari pendidikan karakter

    yang sedang dibangun dalam dunia pendidikan kita.

    Menanamkan Kejujuran, Menyukseskan UN

    UN. Seperti yang dilakukan di SMA Kristen St. Familia, Kecamatan Lembor, Manggarai Barat NTT, yang selalu menanamkan kejujuran dalam kegiatan belajar keseharian.

    Romo Kornelis Hardin selaku kepala sekolah menerangkan, penanaman

    FOTO

    : Yus

    PIH

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 13No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD12

    FOTO

    : Yus

    PIH

    nilai dimulai dari pembiasaan mengerjakan soal ulangan. Kami menanamkan kejujuran dalam keseharian. Mulai dari ulangan harian dan semester, kami sistem silang dan lebur. Kelas 1, 2, dan 3 dalam satu ruang, jelasnya saat ditemui di hari pertama UN 2014, Senin (14/04/2014). Melalui kebiasaan inilah, murid diharapkan dapat mengerti dan memahami kejujuran, sehingga secara bawah sadar dirinya sudah siap menghadapi berbagai ujian, termasuk UN.

    Kejujuran paling penting. Walau pandai dan pintar tapi jika tidak jujur, tidak ada gunanya. Setelah keluar dari sekolah, setiap siswa memiliki kesan bahwa kejujuran menjadi nomor satu. Jika berada di tengah masyarakat, mereka akan mengetahui nilai-nilai baik dan buruk, papar Romo.

    Sama halnya pendidikan karakter yang terus ditanamkan di Madrasah

    Menanamkan kejujuran pada setiap siswa dalam kegiatan belajar keseharian diharapkan secara bawah sadar dirinya sudah siap menghadapi berbagai ujian, termasuk UN.

    Aliyah (MA) Labuan Bajo, Manggarai Barat NTT. Kepala sekolah, Sahamad H. Yusuf melihat tidak ada peserta yang terlihat stres karena mental mereka sudah dididik untuk selalu siap. Kami melakukan doa bersama, menyarankan murid-murid untuk meminta restu orang tua, saudara, dan guru, karena restu Tuhan tergantung dari restu orang tua kita, jelasnya.

    Tidak hanya itu, sekolah terus menekankan pendidikan karakter kejujuran, sehingga tidak pernah ada kejadian saling mencontek atau bocoran soal. Pendidikan karakter yang kami tanamkan kejujuran. Manusia buat apa artinya kaya, punya jabatan tetapi tidak jujur. Jujur artinya percaya pada dirinya, tandas Sahamad. Ia menilai hasil penerapan nilai kejujuran ini berpengaruh pada sikap positif peserta UN, sehingga dapat melaksanakan UN dengan baik. Ternyata sistem adat di masyarakat

    Manggarai juga mampu menjadi kontrol sosial dalam penanaman pendidikan karakter, seperti yang dikemukakan kepala MA Jabal Nur Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, NTT, Harju Jamaa. Masyarakat di sini jika ada anak yang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, akan bersama-sama mengumpulkan uang untuk menyekolahkan anak tersebut. Jika kemudian disalahgunakan, maka masyarakat menganggap anak dan keluarga itu tidak baik. Disinilah ada keteladanan dalam menanamkan nilai kejujuran, gotong royong, dan tanggung jawab di masyarakat, ujarnya.

    Senada dengan para kepala sekolah tersebut, Laurensius Idin, kepala SMA N 1 Sano Nggoang Kecamatan Lembor, Manggarai Barat, NTT, mengungkapkan murid-muridnya saling menyemangati satu sama lain. Tidak ada sedikitpun rona pesimis dalam menghadapi UN. Pendidikan di sekolah tidak hanya akademis tetapi juga karakter untuk selalu semangat, jujur, saling memotivasi, dan berdoa bersama, pungkasnya.

    Sedangkan siswi SMK Negeri 1 Kota Manado, Keren Yulianti Laheping, mengatakan bahwa pelaksanaan UN baginya membuat penasaran karena soal-soalnya yang berbeda-beda. Menurutnya, UN melatih siswa menjadi jujur dan dapat fokus dalam mengerjakan soal ujian. Menjelang UN, Keren telah mempersiapkan alat-alat tulis seperti papan, pensil, serutan dan penghapus. Ia juga memanfaatkan waktu menjelang UN dengan belajar soal-soal yang telah diberikan pada saat bimbingan belajar dan uji coba UN. Melalui ujian nasional ini, saya berharap kami menjadi lebih baik kedepan, dan menjadi contoh generasi-generasi berikutnya atas keberhasilan dalam menghadapi UN, harap Keren. Semoga. (Arifah, Seno Hartono)

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 2014 13No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD12

    Donatus Semain, tokoh adat Desa Kakor, Lembor Selatan, Manggarai Barat, mengemukakan ada istilah yang sangat diyakini masyarakat Manggarai, yaitu lalong bakok du lakon, lalong rombeng du kolen. Artinya, melambangkan niat yang tulus untuk berangkat mengejar cita-cita dan cita-cita yang dikejar itu harus tercapai hingga membawa ijasah sesuai pesan awal saat berangkat, katanya kepada tim Dikbud, Senin (15/04/2014) lalu.

    Ia menjelaskan, setelah pengumuman anak tamat sekolah menengah, biasanya masyarakat berkumpul untuk memberikan sumbangan sukarela kepada anak tersebut sebagai dukungan

    moral dan material. Keluarga yang berkepentingan akan menyiapkan makanan, mengundang kerabat dan saudara, kemudian para undangan memberikan sumbangan dana.

    Undangan bukan hanya pada satu kampung saja, kadang juga mengundang kerabat dari kampung sekitar. Sebenarnya uang yang terkumpul bisa untuk keperluan melanjutkan kuliah atau untuk menikah, tergantung niat awalnya, jelasnya.

    Berbagai kegiatan dilakukan saat kumpul-kumpul tersebut, atau dikenal sebagai acara Wuat Wai, seperti memberikan wejangan kepada Si anak untuk serius belajar, berjuang, dan menyelesaikan kuliah

    Bagi kebanyakan orang, ujian nasional (UN) adalah momok. Namun, bagi masyarakat

    Manggarai, Nusa Tenggara Timur, UN merupakan suatu momen besar untuk

    kemajuan masyarakat. Mereka memandang pendidikan sangatlah vital, apalagi bagi anak

    muda yang berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan menengah. Adalah kegembiraan

    masyarakat disekitar anak itu tinggal, sehingga dengan serta merta mereka duduk bersama untuk bermusyawarah mengumpulkan uang yang kelak akan digunakan sang anak untuk

    melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Inilah kemudian yang menunjukkan masyarakat

    Manggarai sangat menjunjung tinggi arti pendidikan dalam konteks kebudayaan.

    yang akan ditempuhnya. Intinya, sebagai peneguhan kepada Si anak agar berhasil kelak. Nasihat diberikan oleh sesepuh atau orang kepercayaan di kampung tersebut.

    Donatus juga menjelaskan, sumbangan tersebut sebagai pengikat dan pemicu semangat Si anak untuk menyelesaikan kuliah dengan hasil yang memuaskan. Jika kemudian Si anak putus kuliah atau menyalahgunakan uang sumbangan ke hal-hal lain, niscaya kelak tidak akan diterima ataupun dihiraukan masyarakat.

    Tetapi sebaliknya, jika sukses sesuai dengan harapan, maka orang tua dan masyarakat merasa puas. Kalau anak itu serius, dan pulang memberikan motivasi, misalnya untuk berkebun, orang tua senang, masyarakat juga mendukung untuk menjadi calon legislatif jika Si anak mencalonkan diri. Artinya dia sudah mempertanggungjawabkan pengorbanan masyarakat, ungkapnya.

    Banyak nilai-nilai positif yang terkandung dari acara Wuat Wai, seperti kebersamaan, gotong royong, keakraban, motivasi, pengorbanan, solidaritas, dan juga keinginan untuk kemajuan bersama. Kesadaran kolektif untuk tujuan bersama diharapkan berujung pada kesejahteraan bersama. Masyarakat Manggarai percaya ketika ketika orang lain menjadi baik, maka itu adalah kebaikan bersama. Bukan kebaikan individual.

    Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat kerap juga menyebutnya sebagai acara pesta sekolah dimana acaranya menjadi lebih bervariasi. Setelah secara substansi acara memberikan nasihat dan mengumpulkan dana selesai, selanjutnya menjadi pesta dansa bagi kaum muda-mudi. (Arifah)

    Upacara Wuat Wai Antarkan Si Anak

    Sukses Kuliah

    UN 2014

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201414

    Persoalan karakter bangsa akhir-akhir ini kian menjadi sorotan tajam masyarakat. Berbagai kasus dan peristiwa kerap tersaji di media massa, seperti kasus korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, kejahatan seksual, perkelahian, aksi terorisme, dan kasus lainnya. Hal itu menimbulkan tanya dalam benak kita, dimanakah nilai-nilai luhur bangsa kita saat ini?

    Para pemuka agama, pengamat pendidikan, dan para pengamat sosial sejak lama angkat bicara mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum diskusi. Berbagai alternatif solusi untuk memecahkan berbagai persoalan di atas pun telah dijalankan.

    Mereka setuju, bahwa upaya preventif yang perlu ditempuh berupa pengembangan pendidikan karakter bangsa sejak usia dini. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga memiliki nilai dan karakter dalam pribadinya. Tak hanya itu, mereka harus menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, bangsa, dan warga negara yang religius, jujur, disiplin, kreatif, dan sebagainya.

    Sejak 2011, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang terintegrasi dengan bidang studi tertentu, melalui berbagai jenjang dan jalur pendidikan. Pengembangan pendidikan karakter bangsa sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan dan metode pembelajaran yang efektif.

    Pendidikan karakter harus dilakukan dengan gerakan seluruh warga, baik melalui keluarga, satuan pendidikan formal dan nonformal, serta masyarakat. Hal ini juga harus dipelopori dengan ketauladanan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemimpin di tingkat pusat sampai daerah.

    Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI), melaksanakan program pendidikan karakter sejak usia dini, atau ketika anak-anak menerima layanan PAUD. Program itu dilatarbelakangi bahwa pada usia dini atau 0-6 tahun, otak anak-anak berkembang hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi. Inilah masa-masa perkembangan fisik, mental, maupun spiritual anak atau kerap disebut masa

    Kembangkan Karakter Sejak Usia DiniMaraknya tindak kekerasan, terutama di kalangan pelajar, menandakan pendidikan karakter saat ini mutlak diperlukan. Tidak hanya di rumah dan sekolah, pendidikan karakter juga harus ditanamkan di lingkungan masyarakat. Menanamkan nilai luhur kepada putra-putri kita melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Nonformal, dan Informal dapat menjadi solusi membangun karakter bangsa.

    DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201414

  • 15No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Satu hal yang terpenting, bangunlah hubungan spiritual anak dengan Tuhan Yang Maha Esa.

    keemasan anak (golden age).

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika, bernama Brazelton, menyebutkan pengalaman anak pada tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah ia akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya, dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berperilaku baik.

    Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihat, dirasakan, dan didengarkan dari lingkungannya. Maka, ciptakanlah lingkungan yang baik bagi anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif.

    Sebagai orang tua, hendaknya pandai memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter, sehingga anak bisa meraih keberhasilan

    dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Sikap orang tua kepada anak dapat mempengaruhi karakter anak tersebut. Misalnya, orang tua yang sering memarahi anak sejak kecil, ketika dewasa kelak anak tersebut berpotensi menjadi penakut dan rendah diri.

    Oleh karena itu, tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini. Salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Selain itu, bantulah anak mengarahkan potensinya agar mereka bereksplorasi dengan sendirinya.

    Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat, pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Satu hal yang terpenting, bangunlah hubungan spiritual anak dengan Tuhan Yang Maha Esa.

    Dalam hal pelibatan orang tua, Ditjen PAUDNI telah memberikan pendidikan

    Dengan memberikan pendidikan keorangtuaan (parenting education), karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya.

    FOTO

    : Dok

    . PIH

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201416

    keorangtuaan (parenting education). Diklat kepada pendidik PAUD agar menerapkan pembangunan karakter dalam proses pembelajaran juga telah diberikan.

    Uji Coba Selain menerapkan pendidikan karakter kepada anak-anak PAUD, Ditjen PAUDNI juga mengembangkan pendidikan karakter melalui jalur pendidikan nonformal. Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat pada tahun 2013 telah mengujicobakan kegiatan pendidikan karakter di 60 PKBM di Indonesia.

    Dari 18 nilai karakter yang ditetapkan oleh Pusat Kurikulum Pendidikan Balitbang Kemdikbud, Ditjen PAUDNI mengujicobakan delapan nilai pendidikan karakter, yaitu: kecintaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran, kerja keras, kerja sama, toleransi, disiplin, percaya diri, dan mandiri

    Program ujicoba tersebut melibatkan psikolog, sosiolog, dokter, tenaga kesehatan, tokoh agama, dan berbagai pihak lain yang terkait dengan pengembangan nilai pendidikan karakter. Sasarannya tidak hanya anak didik PAUD, tetapi seluruh warga belajar di PKBM.

    Hasil ujicoba tersebut akan disusun menjadi sebuah buku agar dapat disebarluarkan, sehingga PKBM lain, yang belum mendapat kesempatan

    untuk menjalankan program tersebut, dapat mencontoh buku tersebut. Bahkan videonya juga akan dibuat agar lebih mudah dilihat dan diimplementasikan oleh PKBM.

    Upaya-upaya yang dilakukan Ditjen PAUDNI ini dalam rangka penjabaran Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 3, yang menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

    Hal tersebut lantas dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010), yang menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. (Yohan Rubiyantoro, Analis Kerja Sama Ditjen PAUDNI)

    Program ujicoba tersebut melibatkan psikolog, sosiolog, dokter, tenaga kesehatan, tokoh agama, dan berbagai pihak lain yang terkait dengan pengembangan nilai pendidikan karakter.

    FOTO

    : Dok

    . PIH

  • 17No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Untuk kelima kalinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bersama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka menyelenggarakan Kemah Budaya Nasional (KBN) dengan sasaran anggota Pramuka tingkat Penggalang. KBN yang berlangsung di Taman Balekambang, Surakarta, Jawa Tengah, selama lima hari (27 April-2 Mei 2014) itu, mengambil tema Terampil, Berbudaya, dan Mandiri.

    KBN 2014, yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kesejarahan dan budaya bangsa untuk pemahaman/penghayatan keberagaman, ini diikuti wakil Pramuka seluruh Indonesia. Setiap provinsi mengirimkan satu regu, terdiri atas delapan orang putera/puteri dan satu pendamping. Khusus Surakarta, sebagai tuan rumah, pesertanya sebanyak 135 orang atau 15 regu dan dari Provinsi Jawa Tengah sebanyak 234 orang atau 26 regu. Peserta dibagi menjadi dua kelompok dan menetap di dalam kemah.

    Lingkup kegiatan KBN terdiri atas kegiatan pengantar, kegiatan inti, dan kegiatan pelengkap. Kegiatan pengantar meliputi pembukaan, orientasi, permainan persaudaraan, dan temu tokoh/budayawan. Sedangkan kegiatan inti

    meliputi permainan tradisional, kreativitas kerajinan tangan, gelar kesenian (drama, teater bertema karakter bangsa), lomba kuliner tradisional, pembacaan cerita rakyat (mendongeng), penjelajahan budaya dan napak tilas sejarah, karnaval budaya, pameran budaya, pemutaran film budaya dan perjuangan, serta temu tokoh. Sementara itu, kegiatan pelengkap meliputi bakti masyarakat, malam api unggun, wisuda, dan penutupan. Kegiatan dirangkai dengan pelantikan pengurus Saka Widya Budaya Bakti.

    KBN ini menjadi wadah pertemuan bagi peserta yang memiliki keragaman sosial dan budaya untuk membentuk karakter saling menghargai antar sesama. Mereka saling berbagi dan mencerdaskan melalui komunikasi, serta menjalin jejaring melalui pertemuan. Selanjutnya, mereka dapat kembali ke daerah asalnya dan berproses mengolah kekayaan budayanya untuk kepentingan pengembangan budaya bangsa yang lebih luas.

    Kegiatan semacam KBN makin terasa penting di era globalisasi yang berpotensi menumbuhkan gejala denasionalisme atau melemahnya rasa kebangsaan. Berkat kemajuan informasi dan komunikasi, serbuan budaya asing hampir tidak dapat terbendung, masuk ke dalam jejaring sosial

    KEMAH BUDAYA NASIONAL

    Terampil, Berbudaya, dan Mandiri

    Kemdikbud tidak henti-hentinya berupaya untuk menanamkan nilai-nilai dalam pendidikan karakter pada peserta didik, baik melalui pendidikan formal, informal,

    maupun kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler. Peserta didik diharapkan mengerti, memahami, dan menghayati

    keragaman budaya Indonesia, sehingga mampu hidup damai dan tidak terpecah belah.

    Kegiatan semacam KBN makin terasa penting di era globalisasi yang berpotensi menumbuhkan gejala denasionalisme atau melemahnya rasa kebangsaan.

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201418

    Sesuai falsafah Bhinneka Tunggal Ika, kesejarahan membuktikan bangsa Indonesia telah mampu hidup rukun dan damai dalam kemajemukan.

    dan budaya negara Indonesia. Generasi muda semakin dekat dengan dunia luar, karena apapun bisa dilihat, didengar, ditiru dan bahkan dipraktekkan dalam hidup sehari-hari. Kalau hal-hal seperti ini tidak dibentengi dengan kekuatan mental dan budaya bangsa, maka cepat atau lambat generasi muda akan mengalami apa yang dinamakan denasionalisme dan menganggap rasa kebangsaan tidaklah penting. Kalau mentalitas kebangsaan telah hilang, maka kehancuran bangsa hanya tinggal menunggu waktu.

    Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, mengatakan, kegiatan tahunan ini merupakan kesempatan bagi anak-anak dengan latar belakang suku, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, berbaur di tempat yang sama. Mereka bersama-sama merasakan bahwa Indonesia adalah negara besar, negara yang beragam, tetapi tersatukan dalam Bhinneka Tunggal Ika, katanya dalam membacakan sambutan tertulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, pada pembukaan acara di Taman Balekambang, Senin (28/04/2014).

    Ia mengatakan, tema kegiatan pada tahun ini memiliki makna bahwa adanya generasi muda Indonesia yang berkarakter, berbudaya, dan beradab, merupakan pondasi dan kekuatan untuk memperkokoh Indonesia, yang sejahtera dan adil di atas kekuatan sendiri. Masa depan bangsa dan negara terletak di tangan para generasi muda, yang merupakan pewaris kepemimpinan di masa mendatang, katanya. Sudah menjadi takdir, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan memiliki keragaman suku bangsa, agama, budaya, dan adat istiadat. Meskipun demikian, sesuai falsafah Bhinneka Tunggal Ika, kesejarahan membuktikan bangsa Indonesia telah mampu hidup rukun dan damai dalam kemajemukan tersebut. Kerukunan hidup dalam kemajemukan tecermin dalam berbagai karakter, seperti gotong-royong, yang merupakan karakter asli bangsa Indonesia, katanya.

    Keadaan demikian, lanjut Wiendu, perlu terus dipupuk melalui pendidikan dan pembangunan karakter sejak dini,

    Kemah Budaya Nasional menjadi wadah pertemuan bagi peserta yang memiliki keragaman sosial dan budaya untuk membentuk karakter saling menghargai antar sesama.

    FOTO

    : Ditj

    en K

    ebud

    ayaa

    n

  • 19No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Kita patut berbangga karena Gerakan Pramuka di Indonesia saat ini telah memiliki anggota dalam jumlah yang cukup besar, sehingga menjadikannya sebagai gerakan kepanduan dengan jumlah terbesar di dunia.

    melalui penerapan nilai-nilai keteladanan yang berakar pada agama, budaya, kewarganegaraan, dan budi pekerti.

    Gerakan Pramuka, misalnya melalui kegiatan KBN, memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai positif dan keanekaragaman budaya yang terdeposit di seluruh negeri. Gerakan Pramuka apabila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh pada akhirnya akan menjadi wahana membentuk mentalitas memperkokoh semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air di kalangan generasi muda.

    Dalam Pramuka, kita belajar berbagai keterampilan, berkomunikasi dengan berbagai kalangan,dan bermain di alam bebas. Juga membangun keberanian dan tanggung jawab dan belajar menjadi pemimpin, serta tidak kalah pentingnya juga belajar, memahami, dan mengerti Kebudayaan Indonesia. Semuanya itu menempa kita untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia, mempunyai mentalitas mandiri, berani, bertanggung jawab, berdisiplin dan terampil, mempunyai keyakinan bahwa kita mampu dan berdaya saing dengan tetap mengedepankan, berbudi pekerti luhur, dan setia kawan, kata Wiendu.

    Metode PerkemahanHal senada disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud, Kacung Marijan, bahwa melalui perkemahan Pramuka ini sebenarnya merupakan salah satu jalan dan sarana yang efektif dalam mendidik anak-anak bangsa.

    Peserta perkemahan berkumpul dengan latar belakang keanekaragaman masing-masing dalam satu wadah sekolah alam dan budaya yang diselenggarakan secara kolosal. Tidaklah berlebihan bila saya katakan, sebaiknya para orang tua dan pendidik mengadoptasi metode perkemahan dalam mendidik anak serta muridnya, katanya.

    Di dalam perkemahan diajarkan nilai kepedulian, kesetiakawanan, hidup

    toleransi, cinta dan kasih sayang. Tidak hanya sesama manusia, namun juga terhadap alam dan lingkungan, serta menghargai dan mengembangkan hasil karya manusia yang disebut dengan budaya.

    Dalam perkemahan, juga diajarkan norma dan etika hidup bersosial, dasar-dasar ilmu kepemimpinan untuk membentuk insan pribadi yang bersahaja dan efisien dalam bertindak. Kegiatan ini juga mengandung nilai pembelajaran organisasi dan pembagian tanggung jawab yang baik, serta munculnya rasa penghargaan terhadap lingkungan, serta kemampuan menolong diri sendiri dan menyelamatkan kehidupan orang lain.

    Dengan demikian cukup jelas, kegiatan Pramuka melalui perkemahan pada dasarnya memberi bekal pada setiap insan pramuka yang mempunyai mentalitas, pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk selalu siap menghadapi kehidupanyang dinamis.

    Kita patut berbangga karena Gerakan Pramuka di Indonesia saat ini telah memiliki anggota dalam jumlah yang cukup besar, sehingga menjadikannya sebagai gerakan kepanduan dengan jumlah terbesar di dunia. Karena itu, kami mengimbau agar semua pihak bisa mendukung Gerakan Pramuka sebagai sarana membentuk jati diri, pekerti, dan karakter bangsa yang siap menghadapi tantangan zaman, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang, kata Kacung.

    Gerakan Pramuka di Indonesia tentu saja saat ini mulai memikul tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Namun, dengan keyakinan terhadap Pramuka Indonesia, dari latar sejarahnya, organisasinya, aktivitasnya, dan kontribusinya terhadap anak bangsa, Pramuka Indonesia akan terus berjaya dan mampu mempertahankan semangat dalam menjalankan amanah untuk selalu menjaga karakter dan kepribadian bangsa. (Arifah, Agung SW)

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201420

    Bagi peserta didik, Kepramukaan dikemas dalam bentuk kegiatan Pramuka yang dikategorikan dalam jenjang Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega. Kegiatan yang dilakukan sudah tentu menyenangkan, menantang dan sarat nilai edukatif sehingga menarik bagi peserta didik untuk mengikutinya.

    Sedangkan bagi orang dewasa, Kepramukaan adalah tempat untuk mengabdi, seperti para Pembina, Pelatih, Instruktur, Pamong, maupun Majelis Pembimbing, baik dari tingkat gugus depan sampai tingkat nasional. Pengabdian di sini berasaskan semangat ikhlas bakti, bina bangsa, berbudi bawa laksana. Dengan kata lain, gerakan Pramuka adalah salah satu cara mengabdi kepada negara dan bangsa.

    Para pemimpin bangsa menyadari, pilar-pilar pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam Gerakan Pramuka yang dituangkan dalam bentuk Tri Satya dan Dasa Darma yang merupakan kode kehormatan Pramuka itu sendiri. Maka, tepat pada peringatan HUT ke-45 Gerakan Pramuka tahun 2006, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga menjabat Kamabinas, mencanangkan Revitalisasi Gerakan Pramuka.

    Dari semangat inilah, gayung bersambut dengan lahir Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Disebutkan dalam UU tersebut, Gerakan Pramuka bertujuan membentuk setiap

    Pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.

    Sebagai turunan dari Revitalisasi Gerakan Pramuka, salah satunya diwujudkan dalam bentuk ekstra kurikuler wajib pada Kurikulum 2013, termasuk segala sesuatu yang terkait dengan pembinaan Pramuka secara internal. Kepramukaan sebagai ekstra kurikuler dilatarbelakangi oleh proses pembinaan kepramukaan yang menitikberatkan pada menumbuhkan nilai-nilai kepada anak didik kita, persaudaraan, tenggang rasa, penghormatan, penghargaan, solidaritas, jiwa kebangsaan, patriotik, jiwa kepahlawanan, seni, budaya, semuanya ada mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Melalui kajian yang sangat mendalam dan paripurna inilah, mengapa Gerakan Pramuka menjadi wadah yang sangat tepat dalam mendukung pendidikan karakter bagi peserta didik sejak usia dini hingga perguruan tinggi.

    Meskipun Kepamukaan menjadi ekstrakurikuler wajib, tetapi status keanggotaan tidak diwajibkan. Prinsipnya tak kenal, maka tak sayang. Jadi, keanggotaan ini berdasarkan keinginan peserta didik dan bukan merupakan paksaan. Untuk menumbuhkembangkan

    Revitalisasi Gerakan PramukaDorong Wujudkan Generasi Berkarakter

    Oleh SuriyadiWaka Kwarnas Bidang Pembinaan Anggota Muda Kwatir Nasional

    Gerakan Pramuka mempunyai visi dan misi

    mengantarkan kaum muda

    menjadi manusia yang terampil,

    berkualitas, berkarakter,

    serta cinta Tanah Air dan bangsa.

    Proses pendidikan yang diterapkan dalam gerakan

    Pramuka adalah model pendidikan luar sekolah yang menyempurnakan

    pendidikan sekolah dan pendidikan

    keluarga dilaksanakan di

    alam terbuka, dengan

    menggunakan prinsip dasar

    Kepramukaan dan Metode

    Kepramukaan yaitu

    pembelajaran interaktif progresif sepanjang hayat.

    DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201420

  • 21No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Hasil musyawarah nasional di NTT menekankan, Kemdikbud membentuk satuan karya bernama Saka Widya Budaya Bakti.

    FOTO

    : Ist

    imew

    a

    ketertarikan tersebut dituntut Pembina dan pelatih profesional, yang dibekali dengan kurikulum sesuai dengan konteksnya.

    Dengan demikian, hal penting lainnya seiring dengan revitalisasi adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang terlatih dan profesional, baik sebagai Pembina ataupun Pelatih Pramuka. Kwarnas terus melakukan pelatihan-pelatihan, termasuk menciptakan modul-modul baru sesuai dengan konteks yang ada, sehingga dapat menopang dan bersinergi dengan Kurikulum 2013.

    Pelatihan dilakukan bertahap dan berkesinambungan. Kwarnas misalnya, bekerja sama dengan Direktorat Pembinaan SMP telah menyelenggarakan pelatihan kepada guru-guru SMP wilayah Indonesia Barat dan Timur dengan kurikulum 72 jam. Hal itu akan dilanjutkan pelatihan-pelatihan tingkat kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    Bahkan Mendikbud menghimbau bagi kepala sekolah atau calon kepala sekolah untuk mendapat pelatihan mahir dasar. Pembinaan di lapangan pun diakui sebagai bagian dari jam mengajar, sehingga poin yang terkumpul dapat digunakan untuk kenaikan pangkat ataupun sertifikasi. Dukungan lain seperti yang diterapkan Universitas Muhamadiyah Surakarta yang menjadikan materi Pramuka 4 SKS pada jurusan PPKN.

    Di Kemdikbud pun sekarang membentuk Satuan Karya Pramuka baru. Hasil musyawarah nasional di NTT menekankan, Kemdikbud membentuk Satuan Karya Pramuka bernama Saka Widya Budaya Bakti. Anggota Pramuka tidak hanya mengetahui pengertian Kepramukaan, tapi juga diberikan keterampilan-keterampilan dalam menangani permasalahan anak usia dini, kenakalan remaja, penanganan bencana, menjaga kelestarian lingkungan, melestarikan nilai budaya, dan keterampilan krida lainnya.

    Tidak hanya itu, kedepannya sekolah yang menerapkan Gugus Depan wajib berbasis teritorial yang melibatkan komunitas atau kelompok di sekitarnya. Akreditasi sekolah pun dilakukan berdasarkan segi kelayakan akreditas dan proses pembelajaran melalui pengawas dari dinas pendidikan, sementara untuk akreditasi Gugus depan melalui tim asesor dari Gerakan Pramuka.

    Pada saat ini memang perlu ada gerakan masif untuk mengadakan kegiatan terarah dan terorganisasi dengan baik, sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa. Pembentukan karakter adalah proses. Melalui ikhtiar yang terus menerus, kita akan mampu membentuk generasi berkarakter, yang memiliki nasionalisme tinggi, pantang menyerah, cerdas, berakhlak mulia, dan bertenggangrasa. Semoga kita mampu mewujudkannya. Amin. (Ditulis ulang oleh Arifah dari wawancara di Jakarta, 5 Juni 2014)

    Pramuka sebagai ekstra kurikuler dilatarbelakangi oleh proses pembinaan kepramukaan yang menitikberatkan pada menumbuhkan nilai-nilai kepada anak didik kita, persaudaraan, tenggang rasa, penghormatan, penghargaan,

    solidaritas, jiwa kebangsaan, patriotik, jiwa kepahlawanan, seni, budaya, semuanya ada mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201422

    Kasus kekerasan fisik, terutama di perguruan tinggi, merupakan cerminan dari fenomena negatif dunia pendidikan. Salah satu cara yang ditempuh Kemdikbud dalam memutus mata rantai budaya kekerasan di kampus adalah dengan apa yang disebut memotong

    generasi. Memotong generasi ini ditandai dengan penutupan program studi yang mahasiswanya sering terlibat dalam kasus kekerasan dan tawuran.

    Di perguruan tinggi itu, antara yang disakiti dan yang menyakiti sudah sama-sama dewasa. Tekanan dominasinya bisa

    Memutus Rantai Generasi

    Kekerasan Tidak mudah melerai tindak kekerasan, khususnya tawuran, di kampus. Namun, akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)

    menemukan jurus jitu. Menutup program studi ternyata mampu meredam perkelahian antar kelompok di lingkungan kampus.

    TAWURANTAWURANTAWURAN

    DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201422

  • 23No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Kekerasan yang terjadi kampus melibatkan senior dan junior di kampus tersebut. Dengan adanya memotong generasi akan berdampak pada regenerasi yang langsung memotong budaya kekerasan.

    ditahan. Cara yang paling gampang, kalau itu benih kekerasan terkait tradisi dan budaya, maka paling mudah ya memotong generasi. Itu membawa tiga dampak secara simultan, kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, usai memaparkan materi Kurikulum 2013 kepada calon Instruktur Nasional di Sorong, Papua Barat, Jumat (09/05/2014) lalu.

    Ia mengatakan, kekerasan yang terjadi kampus melibatkan senior dan junior di kampus tersebut. Dengan adanya memotong generasi akan berdampak pada regenerasi yang langsung memotong budaya kekerasan.

    Memotong generasi juga akan berdampak terhadap manajemen kampus itu sendiri. Ketika kampus tidak boleh menerima mahasiswa baru, akan menjadi tamparan luar biasa bagi kampus bersangkutan. Efeknya, para pengelola kampus akan sangat hati-hati dan menangani kasus kekerasan dengan sangat serius. Kampus tidak boleh menerima mahasiswa baru itu sama dengan dokter tidak boleh menerima pasien, kata Mendikbud.

    Selain itu, memotong generasi akan berdampak pada persepsi publik. Ketika masyarakat mengetahui bahwa perguruan tinggi tersebut ditutup prodinya gara-gara kekerasan, maka orang tua akan berpikir ulang untuk menyekolahkan anaknya di sana. Potong generasi ini sudah terbukti efektif. Kami sudah menerapkan di Universitas Negeri Makassar, sekarang sudah sepi. Tidak lagi tawuran, pungkasnya.

    Pada kesempatan terpisah, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi, Illah Sailah, mengemukakan bahwa potong generasi ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi atau tidak membuka program studi terkait dalam jangka waktu tertentu. Untuk kasusnya secara personal dapat dieksekusi lembaga yang berkenaan dengan hukum, sementara kelembagaannya ditangani oleh Ditjen Dikti, jelasnya.

    Pendidikan KarakterRektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Dwi Aries Tina Palubuhu, ketika ditemui di Jakarta, Jumat (16/05/2014), menyatakan, langkah-langkah penanaman pendidikan karakter, khususnya dalam mencegah tawuran antar mahasiswa, dilakukan dalam tiga kluster. Pertama adalah ditujukan kepada mahasiswa baru mengenai pengenalan untuk menemukan jati diri dan kelancaran program studi. Kedua, kluster bagi mahasiswa semester IV-VI agar guna memantapkan eksistensi jati dirinya. Dan ketiga, kluster bagi mereka yang mau lulus.

    Materi yang diberikan bertujuan untuk memperkuat diri dalam menghadapi masyarakat ketika lulus kelak dan menjadi alumni yang mempunyai daya saing dalam pekerjaan. Adapun pembinaan mahasiswa baru sejak empat tahun terakhir dilakukan oleh lembaga. Untuk senior atau junior tidak ada program Posma lagi. Pembinaan tidak lagi langsung oleh senior tetapi oleh lembaga, yang harus teken kontrak, termasuk unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang bertugas melakukan pendampingan, jelas Dwi.

    Tidak hanya itu, untuk semakin meningkatkan kualitas ketiga kluster tersebut, Unhas telah memprogramkan untuk mendatangkan nara sumber yang lebih profesional dan berpengalaman tingkat nasional untuk mencapai hasil yang lebih baik.

    Terkait pengenalan budaya lokal dan pemupukan nilai Cinta Tanah Air, Unhas memasukkan materi pengayaan etika moral dan budaya pada saat penerimaan mahasiswa baru. Ada juga kegiatan dimana berbagai unit kegiatan mahasiswa (UKM) seni memamerkan prestasi dan mempersembahkan karyanya dihadapan para mahasiswa baru.

    Sejak awal mereka diajak berpikir untuk bergabung pada kegiatan mahasiswa, khususnya seni dan budaya. Yang menggembirakan kemudian adalah banyak yang bergabung pada UKM seni tersebut, ungkapnya. (Arifah, Aline)

    TAWURANTAWURANTAWURAN

    23No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201424 DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201424

    Dari sisi akademis/teori, apa penyebab utama kekerasan mahasiswa di lingkungan kampus?Kekerasan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kurangnya rasa sayang mahasiswa terhadap temannya, ditambah tradisi kekerasan yang turun-temurun dan berlangsung lama, serta munculnya semangat kelompok yang berlebihan. Yang terakhir ini seringkali pengaruhnya cukup besar, sehingga fakultas yang satu memusuhi fakultas yang lain.

    Apakah praktik orientasi kampus saat ini sesuai dengan yang diharapkan oleh perguruan tinggi? Sebelumnya praktik orientasi kampus memang sering disalahgunakan oleh oknum mahasiswa senior. Namun, dalam tiga tahun terakhir ini orientasi atau pengenalan kampus sudah diarahkan pada pengenalan akademik, sehingga peluang-peluang mahasiswa senior melakukan kekerasan terhadap mahasiswa baru atau melakukan indoktrinasi permusuhan dapat diminimalkan. Alhamdulillah kekerasan

    karena faktor ini menurun drastis dan tidak lagi mewarnai kegiatan penerimaan mahasiswa baru.

    Masa orientasi mahasiswa sering disalahgunakan oleh mahasiswa senior untuk melakukan tindak kekerasan. Adakah keterkaitan antara orientasi mahasiswa dengan praktik kekerasan? Sangat jelas keterkaitannya, jika tidak dikelola dengan baik. Pengalaman sebelumnya, kegiatan orientasi mahasiswa baru seringkali diwarnai dengan kekerasan mental dan fisik, bahkan juga diikuti dengan pemerasan finansial. Gejala ini terjadi secara turun-temurun. Maka, sangat perlu dilakukan pengendalian.

    Bagaimana cara paling efektif untuk menghilangkan kekerasan di kampus?Pertama, mengupayakan sebanyak mungkin kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang positif bagi pengembangan bakat, minat, dan penalaran secara terbimbing baik oleh pembina maupun oleh dosen.

    Kami Sudah Terapkan Memotong Generasi

    Ratusan pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) dan Kopertis seluruh Indonesia, Oktober tahun lalu berkumpul di kantor Kemdikbud, Jakarta, untuk membahas tindak kekerasan di lingkungan kampus. Bahkan mereka mendeklarasikan kesepakatan yang bertajuk Deklarasi Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri/Pemerintah dan Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia Anti Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Walau demikian, toh tindak kekerasan di kampus masih juga terjadi, bahkan menimbulkan korban jiwa. Apa penyebab tindak kekerasan di kalangan mahasiswa dan bagaimana cara meredamnya? Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Arismunandar, menerangkannya khusus untuk pembaca Majalah Dikbud melalui komunikasi sur-el, (29/05/2014).

    Arismunandar, Rektor Universitas Negeri Makassar:

  • 25No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Kekerasan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kurangnya rasa sayang mahasiswa terhadap temannya, ditambah tradisi kekerasan yang turun-temurun dan berlangsung lama, serta munculnya semangat kelompok yang berlebihan.

    Kedua, membangun kesadaran dan disiplin diri para mahasiswa untuk menghindari kekerasan. Ketiga, mengembangkan budaya akademik yang positif melalui kegiatan kurikuler dan kokurikuler yang terarah bagi pengembangan potensi mahasiswa secara optimal.

    Khusus untuk UNM, langkah apa saja yang dilakukan untuk mengurangi tindak kekerasan di kampus?Pertama, menghilangkan kegiatan orientasi mahasiswa baru yang bersifat nonakademik, menggantinya dengan kegiatan akademik dan mengadakan kegiatan pencerahan kalbu, seperti pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ).

    Kedua, setiap mahasiswa baru harus menandatangani pernyataan kesediaan menerima sanksi apabila melakukan tindakan kekerasan dalam kampus dan pelanggaran peraturan akademik dan kemahasiswaan lainnya. Ketiga, melakukan kuliah bersama antar jurusan/fakultas dalam mata kuliah umum dan Agama.

    Keempat, meningkatkan sistem pengamanan kampus, termasuk melakukan deteksi dini perilaku kekerasan dengan melibatkan aparat keamanan. Kelima, melakukan tindakan pemecatan kepada mahasiswa yang melakukan tindakan kekerasan. Keenam, menghentikan penerimaan mahasiswa baru pada fakultas yang memiliki kecenderungan kuat menjadi provokator kekerasan.

    Ketujuh, mengurangi tingkat kepadatan mahasiswa per kelas. Sebelumnya bisa mencapai 40 mahasiswa per kelas tetapi sekarang hanya 30 mahasiswa per kelas, sehingga tahun 2014 ini UNM hanya menerima mahasiswa baru sekitar 4.000 orang. Ini jauh lebih rendah dibanding tahun 2013, sekitar 6.000 mahasiswa baru.

    Apa pendapat Bapak mengenai ide memotong generasi terkait hal ini, sebagaimana yang dikatakan Mendikbud pada peringatan

    Hardiknas di Sorong, Papua?Saya setuju, khususnya untuk kasus di UNM. Kami sudah memulainya sejak penerimaan mahasiswa baru 2010 lalu dan berlanjut sampai tahun 2014 ini. Pola ini juga akan diterapkan ke depan kalau ada program studi atau fakultas lain yang melakukan hal yang sama, meskipun saya tidak berharap kekerasan itu terjadi lagi.

    Strategi memotong generasi seperti itu apakah perlu juga diterapkan di setiap perguruan tinggi?Untuk perguruan tinggi lain yang tidak ada gejala kekerasan, saya rasa tidak diperlukan pemotongan generasi.

    Apa harapan Bapak terhadap langkah-langkah yang sudah dan sedang dilakukan UNM?Harapan saya, semua upaya tersebut bisa efektif dalam menghentikan perilaku kekerasan di kalangan mahasiswa, sehingga kekerasan tidak terjadi lagi di UNM di masa yang akan datang.

    Karakter apa saja yang seharusnya dimiliki mahasiswa, sehingga mereka dapat menjaga citra perguruan tinggi, menjadi pribadi yang kuat, dan individu yang kelak dapat bermanfaat di masyarakat?Mahasiswa perlu memiliki karakter, seperti disiplin, berakhlak mulia, ulet dalam berusaha dan belajar, serta menghargai diri sendiri dan orang lain. (Arifah)

    25No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    Kegiatan kemahasiswaan yang positif dapat membangun kesadaran dan disiplin diri para mahasiswa untuk menghindari kekerasan.

    FOTO

    : WJ

    PIH

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201426

    Pendidikan untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA) merupakan kesepakatan internasional antar negara anggota UNESCO yang telah ditandatangani tahun 2000 di Dakar, Senegal. Kesepakatan tersebut akan berakhir pada tahun 2015.

    Semenjak menjadi salah satu negara yang menandatangani kesepakatan itu, pemerintah Indonesia menjadikan PUS sebagai bagian kebijakan di bidang pendidikan. Pemerintah juga menyusun rencana pelaksanaan program PUS tahun 2000-2015. Setiap tahun kemajuan pelaksanaan PUS di negara-negara anggota

    Indonesia cerdas. Inilah muara semua program pendidikan nasional, baik pendidikan usia dini maupun pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Dalam mengarungi zaman digitalisasi, bangsa Indonesia harus memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual, sehingga mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi tanpa kehilangan jati diri. PUS mendorong semua elemen bangsa mendapat pendidikan yang baik.

    Ayo, Kita Kejar Target PUS 2015

    Pendidikan Untuk Semua

    FOTO

    : Dok

    . PIH

  • 27No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    UNESCO, termasuk Indonesia, terus dimonitoring oleh UNESCO dan hasilnya dilaporkan melalui Education for All Global Monitoring Report (EFA-GMR).

    Adapun target yang hendak dicapai dari kesepakatan tersebut mencakup enam hal, yaitu memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), diutamakan bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung; pada tahun 2015 semua anak, khususnya anak-anak perempuan, dan minoritas etnis, diberi akses yang sama dengan yang lain dalam menyelesaikan pendidikan dasar yang berkualitas; kebutuhan belajar seluruh penduduk dapat dipenuhi secara adil; perbaikan 50 persen tingkat keniraksaraan orang dewasa, terutama kaum perempuan, serta akses yang adil di tingkat pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi orang dewasa; menghapus disparitas gender di tingkat pendidikan dasar dan menengah serta menjamin terwujudnya kesetaraan gender dalam pendidikan; perbaikan semua aspek yang berkaitan dengan kualitas pendidikan, sehingga memperoleh hasil belajar yang diakui dan terukur.

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, menyatakan bahwa arah dari pembangunan bangsa Indonesia adalah daya saing global. Penentu yang menjadi ukuran daya saing antara lain inovasi, pendidikan dasar dan kesehatan, hingga infrastruktur. Sementara itu, ada keterkaitan indeks pembangunan manusia (IPM) yang rumusnya ditentukan oleh pendidikan, kesehatan, dan pendapatan per kapita.

    Mendikbud mengungkapkan, indeks daya saing global juga perlu memerhatikan sumber daya manusia, termasuk Millennium Development Goals (MDGs) dan PUS/EFA. Oleh karena itu seluruh kegiatan pendidikan, mulai dari PAUD sampai ke pendidikan tinggi, memiliki kontribusi terhadap daya saing global, IPM, MDGs maupun EFA. Untuk itulah mengapa pendidikan menjadi sangat strategis dan sangat penting, ujarnya dalam gelar wicara di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta, Rabu (11/06/2014).

    Data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan

    Perbaikan semua aspek yang berkaitan dengan kualitas pendidikan merupakan salah satu target Pendidikan untuk Semua (PUS).

    Upaya yang Telah dilakukan

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201428

    Informal (Ditjen PAUDNI), sebagaimana dikemukakan dalam rapat koordinasi nasional PUS tahun 2014, di Kuta, Bali, awal Mei lalu, menggambarkan, angka partisipasi kasar (APK) PAUD untuk anak umur 3-6 tahun sampai dengan tahun 2013 adalah 67,4 persen. Meningkat 4,39 persen dari tahun 2012, yaitu 63,01 persen. Diharapkan pada 2014 dapat mencapai angka 72 persen. Sedangkan, program Satu Desa Satu PAUD pada 2013 masih terdapat 23.429 dari 77.394 desa di seluruh Indonesia atau 30,27 persen desa yang belum memiliki PAUD.

    Untuk program pendidikan dasar, pemerintah sejak beberapa tahun lalu sudah menerapkan wajib belajar sembilan tahun dengan membebaskan biaya sekolah untuk SD dan SMP. Program ini dinilai berhasil, terlihat dari capaian

    Angka Partisipasi Murni (APM) SD pada 2013 sebesar 95,71 persen dan APK SMP sebesar 100.16 persen. Termasuk sejak 2013 telah dicanangkan secara resmi pendidikan menengah universal (PMU) yang turut mendukung program pendidikan berkelanjutan.

    Namun demikian, masih terdapat beberapa tantangan yang harus diselesaikan, antara lain rata-rata lama belajar masyarakat Indonesia yang masih minim hanya sekitar 8,8 tahun (tidak tamat SMP). Hal ini tidak lepas dari angka putus sekolah (drop out) yang masih cukup besar.

    Kecakapan HidupSedangkan dalam rangka meningkatkan capaian program pendidikan kecakapan hidup (PKH), pemerintah sudah melakukan beberapa terobosan seperti memperbesar

    Hal lain yang masih menjadi kendala dalam peningkatan capaian pelatihan kecakapan hidup (PKH) adalah belum optimalnya peran lembaga kursus dan pelatihan (LKP).

    2025

  • 29No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    porsi SMK dibanding SMA. Selain itu pemerintah juga telah mengupayakan adanya program keahlian yang disesuaikan dengan potensi wilayah daerah masing-masing (contoh perikanan dan kelautan), tetapi sayangnya sampai saat ini program keahlian tersebut masih kurang peminat.

    Rapat koordinasi nasional PUS tahun 2014 itu juga membahas hal lain yang masih menjadi kendala dalam peningkatan capaian PKH, yaitu belum optimalnya peran lembaga kursus dan pelatihan (LKP). LKP yang ada saat ini belum memenuhi delapan Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, layanan LKP belum mencapai target yang ditetapkan dalam Renstra dimana 50 persen anak putus sekolah dan putus lanjut terlayani oleh PKH.

    Untuk Literacy Education atau pendidikan keaksaraan, Indonesia telah berhasil mencapai target yang ditetapkan 3 tahun lebih cepat, sehingga sampai dengan akhir tahun 2013 jumlah penduduk tuna aksara umur 15-59 tahun sebesar 4,02 persen atau turun sekitar 0,19 persen dari tahun sebelumnya yaitu 4,21 persen. Dengan prestasi dan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pemberantasan tuna aksara, pada September 2012, pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUDNI, Kemdikbud, menerima penghargaan King Sejong Literacy Prize dari UNESCO.

    Begitu pula dengan pelaksanaan program pengarusutamaan gender (PUG), khususnya pendidikan berbasis gender, sudah cukup berhasil di Indonesia. Hal ini

    Penghargaan King Sejong Literacy Price dari UNESCO bukti prestasi Indonesia atas keberhasilan pendidikan keaksaraan.

    dapat dilihat beragamnya program PUG yang memadukan pendidikan perempuan dengan PKH serta kewirausahaan. Namun, pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup serius. Banyak pendidik PAUD dan pendidikan dasar yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan S-1. Untuk itu diperlukan peningkatan kuota program kualifikasi dan kompetensi guru/pendidik tidak hanya menggunakan dana APBN saja, tetapi juga dapat memberdayakan sumber-sumber lainnya, seperti bekerja sama dengan pihak swasta melalui corporate social responsibility (baik itu perusahaan kecil dan besar) dan juga melibatkan kementerian atau lembaga lain.

    Sementara itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan melalui program-program peningkatan kualifikasi, kompetensi guru dan sertifikasi guru, pelaksanaan Kurikulum 2013 peningkatan akreditasi sekolah, dan lain sebagainya. Harapannya, semua pihak, termasuk pemerintah pusat maupun daerah, dapat bersama-sama mengejar pencapaian target PUS pada 2015 sehingga menjadi keberhasilan Indonesia di bidang pendidikan. Amin. (Arifah)

    Banyak pendidik PAUD dan pendidikan dasar yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan S-1.

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201430

    Kisah Inspiratif

    Setamat sekolah menengah ekonomi atas (SMEA) sebenarnya ia sempat kembali ke kampung halaman di Cicadas, Bandung, Jawa Barat, bersama orang tuanya. Namun, setelah menikah dan memiliki seorang putri, ia bersama suaminya kembali ke Siantan pada tahun 1973.

    Ia aktif dalam berorganisasi, di antaranya dalam pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan menjadi salah satu pendiri Posyandu dan kelompok pengajian Al-Muhajirin. Kegiatan di Al-Muhajirin itu merupakan titik awal baginya untuk berkiprah mencerdaskan bangsa melalui pendidikan, khususnya membantu biaya sekolah bagi anak-anak kurang mampu. Sebanyak 60 orang anggota pengajian sangat rajin mengumpulkan infak/sedekah. Atas kesepakatan seluruh anggota, infak itu digunakan untuk membantu anak-anak kurang mampu yang membutuhkan biaya sekolah.

    Hasil infak itu kami gunakan membantu biaya sekolah tiga anak yang berasal dari ibtidaiyah, sanawiyah, dan aliyah, kata

    Iesye, menceritakan awal dimulainya membantu warga yang membutuhkan biaya pendidikan di Siantan.

    Dalam perkembangannnya, ia tidak hanya membantu anak-anak di desanya. Ia menelusuri tujuh desa dari pulau-pulau kecil, seperti Desa Nyamuk, Desa Kiabu, Desa Telaga, Desa Terempa Barat, Desa Jemaja, Desa Jemaja Timur, dan Desa Permata. Layanan pendidikan belum merata menjamah di tujuh desa itu, hanya ada sekolah dasar (SD). Saya masuk ke setiap desa dan menyosialisasikan betapa penting pendidikan, serta menginformasikan mengenai bantuan biaya pendidikan yang kami upayakan, katanya.

    Perhatian Iesye banyak tertuju pada Desa Nyamuk di Pulau Pemutus. Ia masih ingat betul, pada tahun 2005, sedikit sekali penduduk di pulau itu yang mengerti bahasa Indonesia, tidak dapat membaca dan menulis, serta anak-anaknya pun tidak mau sekolah.

    Masuk ke daerah seperti ini sangat sulit

    Pejuang Pendidikan dari

    Siantan

    Raden Iesye Kurnianingsih

    Bunda Iesye, begitu sang pejuang pendidikan keaksaraan ini biasa disapa. Ia lahir di Bogor, 10 September 1954, ketika berumur 6 tahun

    mengikuti orangtuanya ke Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan

    Riau. Dan, di tanah masa remajanya itulah ia ditempa, kemudian mengabdikan hidupnya untuk

    masyarakat di sana.

  • 31No. 03 Tahun V Juli 2014 DikbuD

    bagi saya. Namun saya tidak menyerah begitu saja, saya cari orang yang mengerti bahasa mereka dan akhirnya saya bisa masuk ke kehidupan mereka, tutur Iesye.

    Singkat cerita, sebanyak 80 anak berusia 2-5 tahun kini dititipkan ke tempat Iesye untuk mendapatkan pembelajaran pendidikan anak usia dini (PAUD). Untuk menampung mereka, ia menyewa empat rumah di Siantan. Sedangkan pembiayaan anak-anak tersebut diambilkan dari dana infak dan pribadi. Saya berpikir dari pada zakat kemana-mana, lebih baik

    saya berikan kepada mereka yang sangat membutuhkan. Ini zakat yang nyata peruntukannya, jelasnya.

    Payung HukumAktivitas Iesye tersebut, pada tahun 2005, tercium Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Natuna. Pihak Dinsos yang diwakili Tina mendatangi rumah penampungan tersebut dan banyak bertanya mengenai aktivitas, legalitas, dan lain sebagainya. Mengenai biaya penyediaan akomodasi dan perlengkapan sekolah seperti seragam dan sepatu, seluruhnya diambilkan dari keuntungan hasil usaha dagang Iesye.

    Saya masuk ke setiap desa dan menyosialisasikan betapa penting pendidikan, serta menginformasikan mengenai bantuan biaya pendidikan yang kami upayakan.

    FOTO: Dokumen PKBM KURNIA

  • DikbuD No. 03 Tahun V Juli 201432

    Melihat niat tulus Iesye dan aktivitasnya tidak bersifat komersial, Dinsos tergerak membantu membuatkan payung hukum dengan membentuk yayasan yang diberi nama Al-Muhajirin. Memiliki legalitas membuat aktivitasnya semakin meluas, hingga akhirnya ia dipanggil oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Kepulauan Riau untuk mengikuti sosialisasi PAUD. Seusai mengikuti sosialisasi, ia tertarik mendirikan PAUD dan mengajukan permohonan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Natuna.

    Setelah PAUD berdiri, ia kembali melakukan sosialisasi ke pulau-pulau sehingga dapat berdiri sembilan PAUD. Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau pendidikan saat itupun menyarankan agar Iesye mendirikan pendidikan kesetaraan Paket A, B, dan C. Pada tahun 2007, ia pun mendapat saran agar mendirikan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).

    Saran terakhir itu membutuhkan kerja keras, hingga akhirnya syarat pendirian PKBM pun dapat terpenuhi. Iesye memberinya nama PKBM Kurnia, merupakan PKBM pertama di Kabupaten Natuna.

    LahanSemua kegiatan pembelajaran tersebut masih dilakukan di rumah sewaan. Untuk itu, Iesye menginginkan gedung sendiri. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan mendatanginya, menawarkan bantuan pembangunan gedung. Namun, Iesye harus menyediakan lahan sendiri.

    Karena kecintaan saya terhadap pendidikan dan harapan saya dapat mencerdaskan anak-anak kepulauan, saya gunakan tabungan Rp 60 juta untuk membeli tanah. Uang itu sebenarnya akan saya gunakan untuk naik haji. Saya berkeyakinan, kalau tabungan haji itu saya gunakan untuk naik haji, hanya saya yang merasakan. Namun, jika saya berikan untuk kepentingan mencerdaskan anak bangsa, itulah haji yang sebenarnya, jelas Iesye.

    Tak terlalu lama, ia pun membeli tanah. Dan, perusahaan minyak itu memenuhi janjinya membiayai pembangunan gedungnya dan menyewa arsitek dari Australia. Luas gedung yang dibangun berukuran 30x30 m2 diperuntukkan untuk PKBM Kurnia. Selain itu, ia juga juga mendapatkan bantuan biaya pendirian gedung dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) di Desa Nyamuk.

    Saat ini jumlah peserta didik kesetaraan paket A berjumlah 291 orang dengan tutor 51 orang, Paket B jumlah peserta didik 409 orang dengan tutor 69 orang, dan Paket C jumlah peserta didik 358 orang dengan tutor sama dengan tutor Paket B.

    Peserta program kecakapan hidup (life skill) PKBM seperti menjahit berjumlah 30 orang dengan instruktur 3 orang, bertenun kain jumlah peserta 30 orang dengan instruktur 4 orang. Peserta life skill antaran penganten, tata boga, dan merangkai bunga sebanyak 4 orang. Lembaga PAUD sebanyak 53 lembaga dengan jumlah peserta didik keseluruhan sebanyak 1.672 anak dan pendidiknya sebanyak 221 orang.

    Saya berharap di Kabupaten Anambas tidak ada satu anakpun tidak mendapatkan pendidikan, semuanya harus mendapatkan pendidikan. Saat ini sudah banyak anak asuh kami sudah mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Terbuka jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, kata Iesye.

    Bukan hanya anak-anaknya saja diberikan pembelajaran. Orang tuanya pun juga mendapat pendidikan. Mereka yang buta aksara dimasukan program pendidikan keaksaraan fungsional, serta diberikan kerajinan menjahit. Untuk mendukung itu, Iesye membeli 20 mesin jahit.

    Iesye memandang, pada masa mendatang anak-anak kepulauan akan terbebas dari keterbelakangan dan para orang tua mampu berkarya secara mandiri. Sebuah harapan terbentang di benaknya. Semoga terwujud. Amin. (Seno Hartono)

    Saya berkeyakinan, kalau tabungan haji itu saya gunakan untuk naik haji, hanya saya yang merasakan. Namun, jika saya berikan untuk kepentingan mencerdaskan anak bangsa, itulah haji yang sebenarnya.

  • Blank Page DIKBUD_OKECOVER_Majalah DIKBUD 2014-03 (laman)-1COVER_Majalah DIKBUD 2014-03 (laman)-2ISI_Majalah DIKBUD-2014 03_02 (singlespeads)COVER_Majalah DIKBUD 2014-03 (laman)-3COVER_Majalah DIKBUD 2014-03 (laman)-4Blank Page DIKBUD_OKE