majalah

5
Penguatan Diversifikasi Pangan Berbasis Kearifan Lokal Tidak terkendalinya harga pangan lokal dan membanjirnya pangan impor menimbulkan permasalahan sosial sendiri bagi ketahanan pangan nasional. Sebagai negara agraria Indonesia seharusnya memiliki kemampuan pertahanan pangan yang baik. Namun, hal itu sirna sejak Orde Baru melakukan penyeragaman pangan nasional. Hal ini seolah menjadi kebiasaan masyarakat yang sudah tertanam sejak puluhan tahun. Akibatnya kegagalan panen akibat perubahan iklim menjadikan krisis pangan kian nyata. Maka, penguatan kearifan lokal pangan nasional menjadi penting ditengah ketidakstabilan harga pangan lokal. Hampir punahnya kearifan lokal pangan nasional tidak terlepas dari peran pemerintah Orde Baru. Penyeragaman pangan menjadi program nasional yang diterapkan diseluruh wilayah nusantara. Hal ini berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Akibatnya, keterbiasaan mengonsumsi aneka pangan seperti singkong, jagung, sagu, ubi jalar, dan talas, hilang yang kemudian digantikan oleh beras sebagai bahan pangan utama. Ketergantungan pangan pada satu jenis (homogeny) dan membanjirnya pangan impor menjadikan Indonesia tamu di negeri sendiri. Kejadian melambungnya harga daging sapi dan bawang menunjukkan ketahanan pangan nasional sangat rentan. Padahal dengan segala kekayaan alam yang miliki Indonesia seharusnya mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Untuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan strategis nasional untuk mengamankan pasokan pangan nasional. Penguatan pangan berbasis kearifan lokal perlu menjadi program nasional dengan mengedepankan pada diversifkasi pangan. Konsep diversifikasi pangan bukan merupakan hal yang baru, namun perlu kembali dibudayakan untuk mengantisipasi gejolak harga dan ketergantungan pada pangan impor. Williem, L., dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Spesialisasi Perdagangan Indonesia dengan Jepang dan Cina, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap Jepang dan Cina masih berbasis bahan-bahan mentah dan berbasis sumber daya alam. Artinya, Indonesia masih memiliki potensi untuk mengembangkan ketahanan pangan nasional berbasis kearifan lokal. Untuk mengembalikan kejayaan pangan nasional pemerintah perlu berbenah diri dengan kembali melakukan penganekaragaman pangan. Diversifikasi pangan nasional perlu segera dilakukan tanpa mengabaikan program swasembada pangan.

Upload: rin26

Post on 08-Feb-2017

66 views

Category:

Art & Photos


0 download

TRANSCRIPT

Penguatan Diversifikasi Pangan Berbasis Kearifan Lokal Tidak terkendalinya harga pangan lokal dan membanjirnya pangan impor menimbulkan

permasalahan sosial sendiri bagi ketahanan pangan nasional. Sebagai negara agraria Indonesia

seharusnya memiliki kemampuan pertahanan pangan yang baik. Namun, hal itu sirna sejak Orde

Baru melakukan penyeragaman pangan nasional. Hal ini seolah menjadi kebiasaan masyarakat

yang sudah tertanam sejak puluhan tahun. Akibatnya kegagalan panen akibat perubahan iklim

menjadikan krisis pangan kian nyata. Maka, penguatan kearifan lokal pangan nasional menjadi

penting ditengah ketidakstabilan harga pangan lokal.

Hampir punahnya kearifan lokal pangan nasional tidak terlepas dari peran pemerintah

Orde Baru. Penyeragaman pangan menjadi program nasional yang diterapkan diseluruh wilayah

nusantara. Hal ini berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Akibatnya,

keterbiasaan mengonsumsi aneka pangan seperti singkong, jagung, sagu, ubi jalar, dan talas,

hilang yang kemudian digantikan oleh beras sebagai bahan pangan utama. Ketergantungan

pangan pada satu jenis (homogeny) dan membanjirnya pangan impor menjadikan Indonesia tamu

di negeri sendiri.

Kejadian melambungnya harga daging sapi dan bawang menunjukkan ketahanan pangan

nasional sangat rentan. Padahal dengan segala kekayaan alam yang miliki Indonesia seharusnya

mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Untuk itu, pemerintah perlu membuat

kebijakan strategis nasional untuk mengamankan pasokan pangan nasional. Penguatan pangan

berbasis kearifan lokal perlu menjadi program nasional dengan mengedepankan pada diversifkasi

pangan. Konsep diversifikasi pangan bukan merupakan hal yang baru, namun perlu kembali

dibudayakan untuk mengantisipasi gejolak harga dan ketergantungan pada pangan impor.

Williem, L., dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Spesialisasi

Perdagangan Indonesia dengan Jepang dan Cina, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki

keunggulan komparatif terhadap Jepang dan Cina masih berbasis bahan-bahan mentah dan

berbasis sumber daya alam. Artinya, Indonesia masih memiliki potensi untuk mengembangkan

ketahanan pangan nasional berbasis kearifan lokal. Untuk mengembalikan kejayaan pangan

nasional pemerintah perlu berbenah diri dengan kembali melakukan penganekaragaman pangan.

Diversifikasi pangan nasional perlu segera dilakukan tanpa mengabaikan program swasembada

pangan.

Secara perlahan masyarakat perlu Indonesia diajak kembali menerapkan pola pangan

zaman sebelum orde baru. Dimana masyarakat Sulawesi, Maluku, dan Papua kembali

mengandalkan sagu sebagai bahan makanan utama. Selain itu, masyarakat Jawa dapat kembali

mengonsumsi tanaman palawija, seperti singkong, kentang, dan ubi. Hal yang sama perlu

dilakukan pada daerah lainnya, di mana keanekaragaman kebutuhan pangan menjadi fokus

utama. Dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas pertanian

saja. Apalagi ketidaktentuan cuaca karena perubahan iklim tidak jarang memicu terjadinya gagal

panen. Selain itu, langkah ini merupakan salah satu cara meredam ketergantungan Indonesia

terhadap pangan impor.

Diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal

Diversifikasi pangan merupakan upaya mengembalikan kedaulatan pangan nasional.

Hal ini harus diiringi dengan pengembangan berbasis kearifan lokal. Artinya, pola diversifikasi

pangan harus mengacu pada penggunaan bahan baku dalam negeri seperti bibit, pupuk, dan

pembasmi hama. Tujuannya, untuk mengurangi ketergantungan pangan terhadap impor. Maka,

penelitian dan pengembangan bahan baku dan produk pertanian harus menjadi satu kesatuan

rantai pangan sehingga mampu meningkatkan kemandirian berbasis kearifan lokal.

Meskipun diversifikasi pangan bukan merupakan program baru, program ini merupakan

langkah jitu untuk meredam gejolak pangan dunia dan nasional ditengah ancaman perubahan

iklim. Selain itu, diversifikasi pangan menjadi cara mengembangkan kearifan lokal melalui

pengoptimalan sumber daya yang ada. Tidak hanya itu Rao et al (2004) mengatakan bahwa

diversifikasi usaha pertanian dapat sebagai strategi pengentasan kemiskinan, peningkatan

lapangan kerja, konservasi lingkungan, dan meningkatkan pendapatan usaha tani.

Implementasi diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal memerlukan strategi dan

komitmen yang kuat dari pemerintah, petani, pengusaha, dan masyarakat. Keberhasilan program

ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang dikuat dari berbagai pemangku kepentingan.

Dimana pemerintah memegang peranan penting dalam membuat kebijakan yang pro pertanian

lokal. Artinya, sinkronisasi dan koordinasi kebijakan menjadi hal yang penting agar tidak saling

kontradiktif. Sedangkan, petani dan pengusaha perlu mendukung pengembangan pertanian

berbasis kearifan lokal. Kecenderungan menggunakan produk impor perlu secara perlahan

dikurangi. Sebaliknya, perlu adanya sikap nasionalisme dalam melakukan pengembangan

pertanian. Dukungan masyarakat Indonesia menentukan keberhasilan pelaksanaan diversifikasi

pangan sebagai program nasionalisasi pertanian. Dengan membeli dan mengonsumsi produk

pertanian dalam negeri.

Keberhasilan pelaksanaan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal tidak hanya

mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional. Namun, juga mampu mengembalikan

kedaulatan Indonesia sebagai negara agraria yang kuat dan mandiri. Selain itu, program

diversifikasi pangan dapat mengembalikan budaya pangan nasional yang beranekaragam dan

rupa. Dengan demikian, pelaksanaan program ini merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam

menciptakan kemandirian dan kebudayaan pangan nasional.

Tantangan Penganekaragaman Pangan

Belajar dari pengalaman sejarah pembangunan pertanian di Indonesia, pelaksanaan

program diversifikasi usahatani telah diperkenalkan sejak orde baru. Politik kepentingan

pemerintah yang lebih mengutamakan swasembada beras menyebabkan pelaksanaan

diversifikasi usahatani tidak berkelanjutan dan tanpa petunjuk yang jelas. Akhirnya, pemerintah

memprioritaskan produksi padi untuk mencapai swasembada (Siregar dan Suryadi, 2006). Saat

itu diversifikasi usahatani seakan menjadi ancaman besar bagi program pemerintah ketika itu,

yaitu intensifikasi pertanian. Hal ini berakibat pada homogenitas konsumsi yang menitikberatkan

pada satu atau beberapa komoditas pertanian saja.

Beralih ke masa reformasi yang telah berlangsung selama 14 tahun juga belum mampu

mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara agraria. Melonjaknya harga daging sapi,

bawang merah dan putih, kedelai, dan cabai. Menunjukkan bahwa selama orde reformasi sistem

pembangunan pertanian di Indonesia jauh dari harapan. Permasalahan koordinasi dan komitmen

dalam memajukan pertanian domestik jauh dari kata sempurna. Bahkan ada kecenderungan

berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang jelas untuk setiap lini pemangku kebijakan di

sektor pertanian.

Selain itu, terdapat tantangan teknis dalam pelaksanaan diversifikasi pangan berbasis

kearifan lokal di lapangan. Menurut Pingali (2004) terdapat empat faktor yang menjadi kendala

pengembangan diversifikasi tanaman pangan. Pertama, sifat petani yang cenderung menghindar

dari risiko (risk aversion). Kedua, adanya masalah kesesuaian dan hak atas lahan, maksudnya

tidak semua lahan pertanian cocok untuk mengembangkan diversifikasi usahatani. Ketiga,

infrastruktur irigasi yang tidak sesuai dengan sehingga menghambat terjadinya diversifikasi

usahatani. Keempat, ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar menjadi kendala bagi

penerapan diversifikasi usahatani. Pasalnya, kebutuhan tenaga kerja dalam penerapan pola

diversifikasi membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar. Meskipun, di sisi lain penyerapan

tenaga kerja mampu menekan angka pengangguran dan mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Gerakan Penganekaragaman Pangan Nasional

Gerakan Nasional Penganekaragaman Pangan (GNPP) bisa menjadi solusi di

tengah homogenitas pangan. Artinya, gerakan ini merupakan suatu cara penyadaran kepada

semua pihak akan pentingnya diversifikasi pangan. Sebab keterlibatan semua pihak

menentukan tingkat keberhasilan program ini. Namun, untuk merealisasikan Gerakan Nasional

Penganekaragaman Pangan memerlukan keberpihakan pemerintah sebagai pembuat kebijakan

pangan nasional. Dukungan kebijakan nasional terhadap penganekaragaman pangan dapat

menjadi dasar pelaksanaan program ini. Harapannya ke depan ada cetak biru terkait cara dan

pelaksanaan GNPP sehingga memberikan gambaran luas target capaian program.

GNPP merupakan salah titik cerah membangkitkan kemurungan pangan nasional dari

gejolak harga, perubahan iklim, dan ketergantungan impor. Maka, GNPP perlu mencakup

tiga hal utama dalam penerapannya di lapangan. Pertama, gerakan nasional penanaman

penganekaragaman pangan merupakan langkah awal untuk memberikan kesadaran akan

penerapan diversifikasi usahatani. Jika kita bayangkan hal ini merupakan bagian hulu dari rantai

produksi tanaman pangan nasional. Artinya, semua pihak yang terlibat memiliki tanggung

jawab untuk menanam berbagai macam tanaman pangan. Kedua, gerakan pengembangan dan

peningkatan produksi pertanian merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

produksi bibit, pupuk, dan pembasmi hama berbasis produk dalam negeri. Ketiga, gerakan

penyadaran penganekaragaman pangan merupakan suatu bentuk sosialisasi dan penyadaran

pentingnya mengonsumsi berbagai produk pangan. Hal ini untuk memberikan pemahaman dan

penyadaran pentingnya melakukan variasi pola konsumsi pangan. Ketiga program ini merupakan

satu kesatuan pelaksanaan GNPP untuk menciptakan kemandirian dan ketahanan pangan

nasional.

Penguatan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal merupakan langkah maju dalam

mengembangkan pertanian pangan di Indonesia. Sekaligus menjadi dasar pijakan bangsa

Indonesia kembali pada kebudayaannya. Dimana Indonesia dikenal sebagai agraria dengan

berbagai macam keanekaragaman pangan. Keberhasilan dalam penerapan program GNPP

merupakan upaya penguatan terhadap ketahanan pangan dan melestarikan kebudayaan Indonesia

melalui pelestarian keanekaragaman pangan Nusantara.

Sumber Felix Wisnu Handoyo