majalah percik

Upload: nabilamard

Post on 29-May-2018

247 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 majalah percik

    1/60

  • 8/9/2019 majalah percik

    2/60

    Dari Redaksi 1

    Suara Anda 2

    Laporan Utama

    Data AMPL Mungkinkah Terintegrasi? 3

    Beda Definisi, Beda Hasil 5

    Menuju Integrasi Data AMPL 6

    Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS:

    Masyarakat Belum Sadar Data 7

    Kasubdit Data dan Informasi, Ditjen Cipta Karya:

    Perlu Konsensus Bersama 8

    Teropong

    Bantul Amburadul 9Sanitasi dalam Kondisi Darurat 13

    Peraturan

    PP No. 2 Tahun 2006 14

    Wawancara

    Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan, Ir. Sri Bebassari, MSc:

    Master Plan Persampahan Mutlak 15

    Reportase

    Kampung Agrowisata di Sudut Jakarta 20

    Kisah

    Pengelolaan Sampah Gaya Komunitas Rungkut Lor 22

    Studi

    Kajian Ekonomi Dampak Investasi Air Minum TerhadapPerekonomian di Indonesia 24

    Program

    Sekilas tentang ISSDP 27

    Inovasi

    Insinerator Ramah Lingkungan 29

    Wawasan

    Air Mengalir dari Negara ke Swasta 31

    Misteri Lorong Waktu Peradaban Teknologi Keairan 33

    Tantangan Penyediaan Air Baku dalam Pemenuhan

    Kebutuhan Air Minum 37

    Pengelolaan DAS (Hulu) Terpadu untuk Kesejahteraan Rakyat 41

    Seputar AMPL 45Seputar WASPOLA 47

    Info CD 48

    Info Buku 49

    Info Situs 50

    Agenda 51

    Pustaka AMPL 52

    MajalahPercik dapat diakses di situs AMPL: http://www.ampl.or.id

    Media Informasi Air Minum

    dan Penyehatan Lingkungan

    Diterbitkan oleh:

    Kelompok Kerja Air Minum

    dan Penyehatan Lingkungan

    (Pokja AMPL)

    Penasihat/Pelindung:

    Direktur Jenderal Cipta Karya

    DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

    Penanggung Jawab:

    Direktur Permukiman dan Perumahan,

    BAPPENASDirektur Penyehatan Air dan Sanitasi,

    DEPKES

    Direktur Pengembangan Air Minum,

    Dep. Pekerjaan Umum

    Direktur Pengembangan Penyehatan

    Lingkungan Permukiman,

    Dep. Pekerjaan Umum

    Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

    Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI

    Direktur Penataan Ruang dan

    Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

    Pemimpin Redaksi:

    Oswar Mungkasa

    Dewan Redaksi:

    Supriyanto, Johan Susmono,

    Indar Parawansa, Bambang Purwanto

    Redaktur Pelaksana:

    Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,

    Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,

    Essy Asiah, Mujiyanto

    Desain/Ilustrasi:

    Rudi Kosasih

    Produksi:

    Machrudin

    Sirkulasi/Distribusi:

    Agus Syuhada

    Alamat Redaksi:

    Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat.

    Telp./Faks.: (021) 31904113

    http://www.ampl.or.id

    e-mail: [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

    Redaksi menerima kiriman

    tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan

    dengan air minum dan penyehatan lingkungan

    dan belum pernah dipublikasikan.

    Panjang naskah tak dibatasi.

    Sertakan identitas diri.

    Redaksi berhak mengeditnya.

    Silahkan kirim ke alamat di atas.

  • 8/9/2019 majalah percik

    3/60

    Pertengahan tahun ini, Indonesia

    dibayang-bayangi bencana. Ke-

    tika masyarakat di sekitar Gu-

    nung Merapi di perbatasan Yogyakarta

    dan Jawa Tengah dihantui letusangunung, tiba-tiba mereka dihentakkan

    oleh gempa berkekuatan 5,9 skala

    Richter. Sekitar 6.000 orang meninggal

    dunia, dan ratusan ribu jiwa kehilangan

    tempat tinggal yang hancur dan rusak

    akibat musibah itu.

    Belum usai musibah itu ditangani,

    bencana datang lagi. Semburan lumpur

    panas membanjiri kawasan di Sidoarjo,

    Jawa Timur. Lagi-lagi masyarakat men-

    jadi korban kecerobohan proses eksplo-

    rasi minyak. Meski tak ada korban,mereka harus menyingkir dari tempat

    tinggalnya karena genangan lumpur

    pekat yang mengeluarkan bau tak se-

    dap. Sekitar 3.000 jiwa mengungsi, pu-

    luhan hektar sawah terendam, dan per-

    ekonomian terganggu karena luapan

    lumpur menghadang jalur transportasi.

    Banjir lumpur itu belum bisa ditangani.

    Justru muncul sumber lumpur baru.

    Tiba-tiba kita dikejutkan lagi adanya

    banjir bandang yang melanda delapan

    kabupaten di Sulawesi Selatan. Hampir200 orang meninggal dunia dan 145

    lainnya hilang. Ratusan rumah hancur

    dilanda air bah yang datang tiba-tiba

    ketika orang sedang terlelap. Gelom-

    bang pengungsian kembali mengalir.

    Dan konon pemerintah kehabisan dana

    cadangan untuk bencana.

    Apa yang melanda negeri ini bisa

    menunjukkan potret buruk lingkungan

    kita. Selain itu kita juga bisa melihat

    betapa belum ada penanganan yang

    memadai menghadapi kondisi itu.Padahal, seharusnya kita lebih siap

    mengingat kita memang berada di wi-

    layah yang rawan bencana. Walhasil ki-

    ta hanya bisa mengelus dada dan me-

    minta kepada Yang Maha Esa untuk

    tidak menurunkan bencana berikutnya

    seraya meminta ampun atas segala per-

    buatan buruk kita terhadap alam-Nya.

    Di sisi lain, mari kita bantu saudara

    kita!

    Berkaitan dengan itu, Percik kali ini

    mencoba meneropong kondisi darurat

    di wilayah Bantul pascagempa. Ka-

    bupaten di selatan Yogyakarta ini dipi-

    lih karena daerah inilah yang mengala-mi kerusakan paling parah dan korban

    jiwa paling banyak. Tentu kita akan

    melihat bagaimana kondisi air minum

    dan penyehatan lingkungannya. Kami

    berharap potret tersebut nantinya bisa

    menjadi pelajaran bagi kita semua

    khususnya dalam menyiapkan tanggap

    bencana di sektor air minum dan penye-

    hatan lingkungan.

    Di rubrik wawancara, kami meng-

    hadirkan 'Ratu' sampah Sri Bebassari

    untuk memperbincangkan kondisi sam-pah kita saat ini dan apa yang harus kita

    lakukan ke depan. Persoalan ini penting

    mengingat kita sudah dalam kondisi

    darurat sampah. Kasus di Kota Ban-

    dung bisa menjadi contoh buruk penge-

    lolaan sampah kota, dan mungkin hal

    yang sama terjadi di kota-kota lain.

    Butuh kepedulian yang lebih terhadap

    masalah ini dari semua stakeholder.

    Kalau tidak kita akan kedatangan

    'hantu' sampah yang sangat menakut-

    kan.

    Sedangkan di laporan utama, kami

    mengajak pembaca untuk menyimak

    pembahasan tentang data AMPL. Fakta yang ada menunjukkan ternyata kita

    memiliki banyak data dalam sektor

    yang sama. Setiap instansi memiliki

    data dan kriteria sendiri. Akibatnya ada

    tumpang tindih. Data siapa yang benar?

    Tak ada yang tahu pasti. Mengapa itu

    bisa terjadi? Jelas kondisi ini bisa mem-

    pengaruhi perencanaan pembangunan

    ke depan dan akurasi penilaian keber-

    hasilan pembangunan.

    Pembaca, di tengah carut marut

    kondisi kita, kami mengikuti pameranlingkungan hidup di Balai Sidang

    Jakarta.Alhamdulillah, banyak pengun-

    jung yang menyapa kami di Stand Pokja

    AMPL-WASPOLA. Puluhan pengun-

    jung pun berlanggananPercik dan ber-

    diskusi mengenai sektor AMPL. Semoga

    jalinan komunikasi seperti ini tak

    berhenti.

    Wassalam.

    DARI REDAKSI

    Percik Juni 2006 01

    FOTO:DORMARINGAN HS

    Suasana stand Pokja AMPL-WASPOLA ramai didatangi pengunjung.

  • 8/9/2019 majalah percik

    4/60

    Rubrik Teknologi

    Terima kasih atas kiriman Percik

    yang terbaru, April 2006. Media jurnal

    ini bagus dan informatif.Kalau boleh, perlu juga re-

    portase mengenai pengalaman-

    pengalaman di negara-negara

    lain dalam hal air minum dan

    penyehatan lingkungan ini, baik

    skala komunitas lingkungan

    maupun skala kota. Juga perlu

    ada rubrik mengenai penera-

    pan-penerapan appropriate

    technology mulai dari yang

    sudah ada turun temurun dari

    nenek moyang kita, misalnyakincir air di sumatera barat,

    sampai dengan yang mutakhir

    dan mengupas bagaimana tek-

    nologi itu diterapkan dan apa

    kekurangannya, bagaimana sebenarnya

    kekurangan-kekurangan itu bisa diatasi

    dengan teknologi atau pengetahuan

    masa kini.

    Salam dan selamat berjuang mema-

    jukan bangsa.

    Max PohanStaf Ahli Menteri PPN

    Bidang Pemantauan Pembangunan

    Beberapa kali kami telah menyajikan

    rubrik teknologi. Kami sangat berterima

    kasih atas masukan tersebut. (Redaksi)

    Menuju Bebas BAB

    Sembarangan

    Kecamatan Lembak terletak di kabu-paten Muara Enim Propinsi Sumatera

    Selatan yang terdiri atas 18 desa, ber-

    penduduk + 29.306 jiwa, 7.531 Kepala Ke-

    luarga (KK). Masyarakat banyak meng-

    andalkan hasil pertanian karet. Kondisi

    sanitasinya belum baik. Penduduk yang

    memiliki dan memanfaatkan jamban kelu-

    arga hanya 2.818 KK, atau sekitar 37,41

    persen dari total KK dengan jumlah jam-

    ban 2.308 unit, untuk seluruh kecamatan

    Lembak.

    Kondisi ini mendorong Puskesmas

    Lembak membuat sebuah gebrakan

    menuju Free Open Defecation dengan

    menerapkan metode CLTS. Pada 4-7 Juli

    2005, diadakan pelatihan CLTS di kabu-

    paten Muara Enim, dan tiga orang petugas

    Puskesmas Lembak yakni dua sanitarian

    dan saya sendiri. Selanjutnya kami meng-

    adakan pelatihan CLTS pada 8-11 Pebruari

    kepada seluruh staf Puskesmas Lembak.

    Setelah pelatihan terbentuklah tim CLTS

    di Puskesmas Lembak yang terdiri darisepuluh orang, dan kami menamakan

    diri 'Tim Pemicu Penggerak Perubahan',

    kemudian tim ini menyusun rencana

    kerja dalam menindak lanjuti pelatihan

    tersebut. Sebelumnya kami juga meng-

    adakan sosialisasi CLTS dalam beberapa

    kesempatan seperti rapat koordinasi

    kecamatan yang dihadiri oleh camat, staf

    kecamatan, kepala kepala instansi, selu-

    ruh kepala desa di wilayah kecamatan

    Lembak, kemudian pada pertemuan

    PKK, dan bidan desa.Kemudian kami mengadakan pemi-

    cuan di seluruh desa di wilayah Puskes-

    mas Lembak setiap hari sejak tanggal 22

    Pebruari 2006-31 Maret 2006. Dan

    pada setiap hari Sabtu, desa yang telah

    dipicu pada minggu tersebut kami ajak

    menghadiri pertemuan di Puskesmas

    Lembak untuk membuat kesepakatan

    desa masing masing, menyaksikan ta-

    yangan perkembangan CLTS di India,

    Bangladesh, dan Desa Babat-desa di

    Lembak yang telah bebas BAB semba-

    rangan-untuk menambah wawasan dan

    memotivasi langkah mereka. Mereka

    terpicu. Mereka mempunyai strategimasing-masing dalam hal me-

    nindaklanjuti tekad mereka di

    desa dengan membentuk ke-

    lompok-kelompok kecil.

    Setiap desa berlomba-lom-

    ba untuk segera menyatakan

    desa mereka bebas dari BAB,

    bahkan kelompok-kelompok

    kecil yang dibentuk di desa

    juga berlomba menyelesaikan

    pembuatan jamban yang men-

    jadi tanggung jawab kelom-poknya. Bahkan Desa Tanjung

    Tiga rela menunda ngetam

    (panen padi) demi membuat

    WC yang memang hasilnya ter-

    wujud dalam dua minggu. Bahkan ada

    desa yang tak kebagian kloset di toko

    karena stok habis.

    Sejak metode CLTS diterapkan sela-

    ma 5 minggu, sudah 1097 unit jamban

    yang bertambah dengan KK pengguna

    jamban 1956 KK. Beberapa desa yang

    baru beberapa hari dipicupun sudahmengalami penambahan jamban. Hasil

    pemantauan sampai dengan 4 April

    2006 yang kami lakukan, pengguna

    jamban yang tadinya hanya 37,41

    persen menjadi 62,95 persen.

    Pemicuan biasanya kami lakukan di

    luar jam kerja siang-sore hari. Selain itu

    selalu kami lakukan kunjungan ulang

    untuk melihat perkembangan sekaligus

    mengabadikan hasil kerja mereka.

    Kiranya tulisan ini dapat berman-

    faat bagi pembaca dan memotivasi kitakhususnya petugas kesehatan untuk

    lebih peduli pada masyarakat di wilayah

    kerja masing-masing. Pengalaman kami

    memfasilitasi tidaklah sulit, yang pen-

    ting ada tekad yang kuat dan kemauan.

    Drg. P. Agustine SiahaanKepala Puskesmas

    Kec. Lembak Kab. Muara Enim,

    Sumatera Selatan

    SUARA ANDA

    Percik Juni 2006 2

    FOTO:AGUSTINE SIAHAAN

  • 8/9/2019 majalah percik

    5/60

    Penyelenggaraan pembangunan

    negara yang baik ditandai dengan

    adanya keterbukaan, akuntabili-

    tas dan melibatkan partisipasi ma-

    syarakat. Proses perencanaan pemba-

    ngunan berjalan berdasarkan atas datadasar, kecenderungan perkembangan,

    proyeksi kebutuhan, dan alokasi sum-

    ber-sumber daya.

    Pasal 31 Undang-undang No. 25

    tahun 2004 tentang Sistem Peren-

    canaan Nasional menyebutkan bahwa

    perencanaan pembangunan harus di-

    dasarkan pada data-data dan informasi

    yang akurat dan dapat dipertanggung-

    jawabkan. Konsekuensinya, kebutuhan

    data yang dapat diandalkan menjadi

    keniscayaan. Penggunaan data yang

    akurat dan up to date akan mendorong

    efisiensi pembangunan, tepat guna, dan

    tepat sasaran.Secara umum data memiliki tiga

    fungsi utama yakni bahan informasi,

    alat ukur, alat pembanding. Sebagai

    bahan informasi, data bisa menun-

    jukkan capaian pembangunan, apa yang

    sudah dilaksanakan, mana yang belum,

    termasuk bagian mana yang belum

    tersentuh pembangunan. Dengan data

    dapat diukur sejauh mana pembangun-

    an itu telah mencapai target yang dite-

    tapkan. Sedangkan sebagai pemban-

    ding, data dapat berfungsi untuk me-

    nunjukkan efektifitas suatu kegiatan.

    Selain mempunyai fungsi, data juga

    memiliki peran. Data berperan dalamperencanaan sampai dengan pengukur-

    an pencapaian pembangunan, sebagai

    bahan pengambilan kebijakan/keputus-

    an (Decission Supporting System), alat

    kontrol untuk mencegah pengulangan

    kesalahan dan pengulangan program-

    /kegiatan, dan mendukung penyeleng-

    garaan pemerintahan yang transparan,

    akuntabel dan partisipatif.

    LAPORAN UTAMA

    Percik Juni 2006 3

    Data Air Minum

    dan Penyehatan LingkunganMungkinkah Terintegrasi?

    ILLUSTRASI: www.rudikoz.com

  • 8/9/2019 majalah percik

    6/60

    Melihat peran data pembangunan

    tersebut, ketersediaan data menjadi

    kunci pembangunan. Bisa dibayangkan

    bagaimana kebijakan akan diambil

    sementara data-data pendukung yang

    dijadikan pijakan bagi keputusan itutidak memenuhi syarat. Dapat diduga,

    hasilnya bisa jadi melenceng dari harap-

    an atau bahkan tak sesuai sama sekali

    dengan prediksi.

    Di negara-negara maju, database

    pembangunan mendapat perhatian

    penting. Sistem informasi data yang di-

    terapkan memungkinkan semua data

    bisa tersedia sesuai dengan kebutuhan.

    Kondisi ini memungkinkan pelaksana-

    an pembangunan menjadi efisien dan

    efektif serta terukur.

    Data AMPL Indonesia

    Indonesia yang merdeka sejak 1945

    seharusnya telah memiliki database

    pembangunan secara rinci. Namun

    fakta menunjukkan lain. Sistem pen-

    dataan pembangunan belum berjalan

    sesuai dengan harapan. Banyak data

    pembangunan yang masih sulit didapat-

    kan hingga kini. Kalau pun ada sering

    tidak lengkap. Tak heran bila data terse-

    but tidak memungkinkan untuk dianali-sa dan dijadikan dasar pengambilan

    kebijakan.

    Kenyataan itu mencakup pula data

    sektor air minum dan penyehatan ling-

    kungan (AMPL). Padahal pembangun-

    an sektor ini telah mulai berlangsung

    secara menyeluruh dan sistematis sejak

    PELITA I. Hanya saja pembangunan

    sarana fisik itu tidak diikuti dengan

    pendataan secara terpadu. Berbagai

    institusi terkait mengeluarkan data

    AMPL. Misalnya Departemen Kesehat-an, Departemen Pekerjaan Umum, atau

    Departemen Dalam Negeri memiliki da-

    ta masing-masing. Bisa diduga muncul

    angka yang berbeda untuk kategori

    yang sama dan kelompok sasaran yang

    sama.

    Hal ini bisa dimaklumi mengingat

    setiap institusi akan lebih fokus ter-

    hadap angka pencapaian pembangunan

    yang dilaksanakan oleh institusi yang

    bersangkutan. Perbedaan data tersebut

    juga disebabkan oleh adanya perbedaan

    pada penggunaan definisi, kategorisasi

    variabel yang digunakan, metode pe-

    ngambilan data, dan kehandalan sum- ber daya manusia yang mengolah dan

    mengelolanya.

    Berbagai jenis data itu tentu tak bisa

    disatukan begitu saja. Di sisi lain data

    pembangunan harus tersedia. Jalan ke-

    luarnya yakni menggunakan data yang

    dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik

    (BPS) sebagai lembaga pemerintah yang

    berwenang mengeluarkan data. Data

    AMPL ini diambil berdasarkan hasil

    Survey Sosial Ekonomi Nasional (SU-

    SENAS). Data hasil SUSENAS tersebutdigunakan sebagai acuan khususnya

    dalam mengevaluasi pencapaian target

    MDGs.

    Ketersediaan data AMPL di data

    BPS sangat terbatas. Mengapa? Karena

    data AMPL belum dipandang sebagai

    variabel yang perlu diperlakukan secara

    khusus dibanding sektor lain, misalnya

    survei pertanian atau survei volume

    penjualan beras. Dalam SUSENAS,

    kavling pertanyaan untuk sektor ini pun

    sangat terbatas. Misalnya, tidak adadata dari BPS berapa sumur gali yang

    memenuhi syarat jarak minimal 10

    meter dari tempat pembuangan tinja.

    Survei ini hanya mempertanyakan hal-

    hal global.

    Ketiadaan data rinci inilah yang

    mendorong instansi terkait di luar BPS

    mengadakan survei yang lebih khusus.

    Instansi tersebut membutuhkan data

    sesuai kebutuhannya. Dengan demikian

    setiap instansi menggunakan pende-

    katan yang dianggap sesuai dengan datayang dibutuhkannya.

    Sayangnya selama proses pendataan

    berlangsung, koordinasi antar-instansi

    dan intansi dengan BPS sebagai sur-

    veyor resmi negara belum terjalin de-

    ngan baik. Di sana-sini ditemukan tum-

    pang tindih data. Perbedaan definisi di

    tingkat institusi dan masyarakat terus

    terjadi. Seringkali fasilitas AMPL tidak

    terdata secara akurat di tingkat masya-

    rakat karena didefinisikan secara berbe-

    da. Persepsi masyarakat dengan pe-

    ngumpul data (surveyor) yang berbeda

    mengakibatkan fasilitas yang sama

    ditempatkan pada kelompok data ber- beda. Perbedaan data juga bisa terjadi

    karena perbedaan kriteria teknis terha-

    dap prasarana dan sarana.

    Tantangan ke Depan

    Ketiadaan data baku yang bisa

    menggambarkan kondisi riil sektor

    AMPL sekaligus bisa dipergunakan

    acuan oleh semua stakeholder, jelas ti-

    dak menguntungkan dari sisi pemba-

    ngunan dan penilaian pihak luar. Ini

    bisa menunjukkan belum adanya kepe-merintahan yang baik (good gover-

    nance). Oleh karena itu, perlu ada siner-

    gi antarstakeholder dan antarstake-

    holderdengan BPS.

    Banyak hal yang bisa dikerjakan

    bersama di antaranya melakukan anali-

    sis komparasi bagaimana data sektor

    AMPL saat ini didefinisikan, dikum-

    pulkan dan diagregasikan. Penting pula,

    pihak-pihak tersebut mengidentifikasi

    kembali kategori data AMPL yang dibu-

    tuhkan baik di tingkat nasional maupundaerah dalam rangka sinkronisasi de-

    ngan SUSENAS yang dilakukan oleh

    BPS, serta mengidentifikasi peran dan

    tanggung jawab stakeholder dalam

    pengelolaan data AMPL.

    Yang tak kalah pentingnya yaitu

    membangun konsensus bersama an-

    tarstakeholder AMPL dalam pengkla-

    sifikasian, metoda pengumpulan serta

    pengelolaan data AMPL terutama un-

    tuk data dasar (base line) dan peman-

    tauan MDGs. Di sini, stakeholder ha-rus duduk bersama untuk membahas

    dan membicarakan hal itu. Peme-

    rintah daerah alangkah baiknya ikut

    pula dalam pembahasan ini karena

    merekalah ujung tombak pengumpul-

    an data di daerah. Pemda pula yang

    mengenali data AMPL di daerahnya

    dan yang bisa memverifikasi data yang

    dikeluarkan BPS. MJ

    LAPORAN UTAMA

    Percik Juni 2006 4

  • 8/9/2019 majalah percik

    7/60

    Definisi memegang perananpenting dalam pendataan. Per-

    bedaan pendefinisian akan

    mengakibatkan hasil yang berbeda sa-

    ma sekali. Karena itu, persamaan pen-

    definisian menjadi hal pertama dan

    utama sebelum proses pendataan ber-

    langsung. Jika tidak, hasilnya pasti akan

    lain-lain. Ini seperti yang terjadi dalam

    penyajian data air minum dan penye-

    hatan lingkungan (AMPL) Indonesia se-

    lama ini.

    Tabel 1 memberikan contoh definisi yang berbeda pada sektor air minum

    untuk membedakan sumber air yang

    berkategori baik dan tidak baik antara

    laporan Pemantauan MDGs di Indone-

    sia dan BPS (Susenas 2002).

    Tabel tersebut menunjukkan dalam

    hal sumber air bersih terlindungi,

    MDGs menjadikan hidran umum ma-

    suk kategori sumber air bersih terlin-

    dungi, sedangkan BPS tidak memasuk-

    kannya. Bisa jadi BPS menganggap hi-

    dran sebagai bagian dari sistem sam-

    bungan perpipaan karena sumber airnya

    berasal dari jaringan pipa. Sebaliknya

    MDGs menjadikan hidran umum berdiri

    sendiri karena sistem distribusinya sangat

    berbeda kendati sumbernya sama.

    Yang lebih nyata perbedaannya da-

    lam memandang sumber air tak terlin-

    dungi. Dalam kategori ini BPS mema-

    sukkan sungai dan lain-lain. Sedangkan

    MDGs tidak mengkategorikannya seba-

    gai sumber air tak terlindungi, dan me-

    masukkan gerobak dorong (penjaja air

    keliling) ke dalamnya.

    Definisi yang digunakan oleh media

    sumber tersebut juga belum sesuai dengan

    definisi sumber air dan sarana sanitasi

    yang layak (improved) dan tidak layak (un-

    improved) yang saat ini digunakan untuk

    memantau pencapaian MDG's sektor Per-

    mukiman dan Perumahan di tingkat glo-

    bal. Selain perbedaan antar-institusi, ada

    perbedaan di masyarakat. Perbedaan itumenyangkut persepsi antara masyarakat

    dan pengumpul data. Ini memungkinkan

    fasilitas yang sama ditempatkan pada ke-

    lompok data yang berbeda-beda.

    Di samping masalah definisi, ada beda

    pendekatan yang digunakan oleh masing-

    masing institusi sesuai kebutuhan dan ke-

    pentingannya (service provider point of

    view). Tabel 2 menggambarkan salah satu

    contoh ketidaksinkronan data dari berba-

    gai institusi yang ada.

    Data dalam tabel 2 menunjukkanUNICEF dan WHO keduanya mengambil

    data dari SUSENAS tapi perbedaan

    angkanya sangat jauh. Mana yang benar?

    Tentu semua data itu benar karena

    masing-masing memiliki argumentasi

    tersendiri. Persoalannya sekarang,

    apakah perbedaan itu akan terus

    dilestarikan? Dalam hal data, perlu ada

    integrasi. (MJ/GUS)

    LAPORAN UTAMA

    Percik Juni 2006 5

    Beda Definisi, Beda Hasil

    Penerbit

    Data

    UNICEF

    WHO

    Pekerjaan

    Umum

    Direktori

    PERPAMSI

    BPS

    (non pipa)

    Wilayah

    Perkotaan

    Perdesaan

    Total

    Perkotaan

    Perdesaan

    Total

    Perkotaan

    Perdesaan

    Total

    Perkotaan

    Perdesaan

    Total

    Perkotaan

    1994

    43,0

    1996

    89,1

    61,5

    71,4

    54,4

    34,3

    41,5

    1997

    90,8

    65,7

    75,0

    72,8

    45,2

    55,4

    1998

    90,8

    67,3

    76,4

    55,2

    35,9

    43,1

    36,8

    36,8

    62,2

    1999

    91,7

    67,7

    77,1

    55,5

    35,6

    43,4

    2000

    90,1

    68,7

    78,2

    51,7

    51,7

    2001

    90,6

    67,0

    77,2

    2002

    91,4

    68,5

    78,7

    61,4

    40,8

    50,0

    Sumber

    SUSENAS

    Penghitungan

    SUSENAS

    untuk MDG's

    DGURD, PU

    PERPAMSI

    BPS

    Tabel 2Cakupan Pelayanan Air Minum dari Berbagai Institusi

    Tabel 1Kategori Sumber Air Bersih

    Menurut BeberapaLaporan Statistik

    1995

    87,3

    57,4

    67,7

    52,6

    30,8

    38,5

    63,6

    BPS

    1. air kemasan

    (termasuk isi ulang)

    2. sumur

    tak terlindungi

    3. mata air

    tak terlindungi

    4. sungai

    5. lain-lain

    (danau, waduk, dll)

    Laporan MDGsIndonesia

    1. gerobak dorong

    2. air kemasan

    3. air dari truk tangki

    4. sumur

    tak terlindungi

    5. mata air

    tak terlindungi

    BPS

    1. sambungan pipa

    2. sumur bor

    3. sumur terlindungi

    4. mata air terlindungi

    5. air hujan

    Laporan MDGsIndonesia

    1. sambungan pipa

    2. hidran umum

    3. sumur bor

    4. sumur terlindungi

    5. mata air

    terlindungi

    6. air hujan

    SUMBER AIR BERSIH TERLINDUNGI SUMBER AIR BERSIH TAK TERLINDUNGI

  • 8/9/2019 majalah percik

    8/60

    Integrasi data mau tidak mau harusdilakukan oleh semua stakeholder

    data air minum dan penyehatan

    lingkungan (AMPL) mengingat kebu-

    tuhan yang mendesak. Tentu prosesnya

    tidak mudah. Masing-masing pihak

    harus meninggalkan pola-pola pengelo-

    laan data 'maunya sendiri', tumpang

    tindih, dan tidak terorganisasi dengan

    baik.

    Dalam kerangka pengelolaan data

    yang lebih integral dan handal, perlu

    sejumlah langkah, antara lain denganmelakukan analisis komparasi bagaima-

    na data sektor AMPL saat ini didefini-

    sikan, dikumpulkan, dan diagregasi ter-

    utama oleh BPS dan institusi terkait.

    Selanjutnya kategori data yang ada

    diidentifikasi sesuai kebutuhkan baik di

    tingkat nasional maupun daerah dalam

    rangka sinkronisasi dengan SUSENAS

    yang dilakukan oleh BPS. Selain itu,

    perlu ada identifikasi kembali peran dan

    tanggung jawab stakeholderdalam pe-

    ngelolaan data AMPL. Proses tersebuttidak bisa tidak membutuhkan langkah

    bersama seluruh stakeholder. Ini bertu-

    juan membangun konsensus bersama

    atas masalah ini.

    Di luar itu, Pemerintah

    Daerah pun memiliki peran

    yang tidak bisa dielakkan.

    Pemda perlu lebih proaktif da-

    lam mengenali kondisi data

    AMPL di daerahnya. Dengan

    demikian, pengelolaan data

    AMPL menjadi suatu jejaringsinergis yang terhubungkan baik

    vertikal maupun horizontal.

    Melalui proses tersebut diharap-

    kan pengelolaan data menjadi

    efektif, efisien, dan tetap achie-

    veble dan reasonable.

    Langkah Awal

    Dalam kurun waktu tahun

    2006 ini, Pokja AMPL yang terdiri atasstakeholderAir Minum dan Penyehatan

    Lingkungan, menyusun program untuk

    mewujudkan tujuan di atas. Program ini

    terdiri atas berbagai komponen, yaitu:

    Pengajuan usulan perubahan data

    dalam SUSENAS-BPS

    Komponen ini mencakup kegiat-

    an-kegiatan antara lain pertemuan

    serial, lokakarya, proses pengajuan

    usulan, pelaksanaan atas usulan

    perubahan tersebut dalam kerangka

    kegiatan SUSENAS-BPS tahun 2007mendatang.

    Pengembangan jejaring yang sinergis

    dalam pengelolaan data dan infor-

    masi antarstakeholderAMPL

    Kegiatan-kegiatan yang termasuk

    dalam komponen ini antara lain:

    Konsolidasi data dan informasi

    termasuk di dalamnya hasil-hasil

    penelitian dan studi dari masing-

    masing stakeholderdengan aktivi-

    tas kompilasi, kategorisasi, inter-

    exchange, dan publikasi/penerbit-an (buku, CD, website).

    Konsolidasi program pengelolaan

    data AMPL dari masing-masing

    stakeholder.

    Grand design pengelolaan data AMPL dimulai dengan analisis

    komparasi data berupa studi pe-

    ngelolaan data AMPL pada tiap

    Departemen Teknis.

    Sosialisasi di daerah mengenai pen-

    tingnya penyusunan basis data AMPL

    sebagai bahan dalam pemantauan

    pencapaian MDGs.

    Kegiatan dalam komponen ini

    antara lain:

    Mengomunikasikan mengenai arti

    penting pengelolaan data bagi dae-rah dalam tiap kesempatan penye-

    lenggaraan program-program

    AMPL lainnya.

    Memantau dan mengevaluasi per-

    kembangan pelaksanaan pengelo-

    laan data AMPL di daerah.

    Memfasilitasi daerah dalam ke-

    rangka pengelolaan data.

    Program ini didukung oleh seluruh

    pihak yang peduli atas pengembangan

    data sektor Air Minum dan Penyehatan

    Lingkungan, seperti: Bappenas, BPS,Departemen Pekerjaan Umum, Depar-

    temen Kesehatan, Departemen Dalam Ne-

    geri, dan Kementrian Lingkungan Hidup.

    Lembaga internasional pun terlibat.

    Mereka antara lain: UNICEF,

    dan AusAID melalui program

    WASPOLA. Dengan dukungan

    seluruh stakeholder ini, diha-

    rapkan pengelolaan data AMPL

    bisa terlaksana lebih terpadu

    dan menyeluruh namun tetap

    efektif dan efisien.Memang, hasil belum ter-

    lihat nyata. Namun dari ber-

    bagai kegiatan yang melibat-

    kan stakeholder terkait, at-

    mosfer menuju integrasi data

    AMPL sudah mulai terasa.

    Kita berharap, integrasi data

    AMPL bukan lagi sekadar

    mimpi. (GUS/MJ)

    LAPORAN UTAMA

    Percik Juni 2006 6

    Menuju Integrasi Data AMPL

    1.

    2.

    3.

    ILUSTRASI:RUDI KOSASIH

  • 8/9/2019 majalah percik

    9/60

  • 8/9/2019 majalah percik

    10/60

    B agaimana konsep pengelola-an data dan informasi di Cip-ta Karya?

    Sebelum terbentuknya kembali

    Ditjen Cipta Karya, terdapat beberapa

    aplikasi pengolahan data. Struktur or-

    ganisasi-saat itu Ditjen TPTP-dibagi

    berdasarkan wilayah, dan wilayah diba-

    gi menjadi sektor. Masing-masing di-

    rektorat berorientasi pada data yang di-

    butuhkan sesuai dengan lingkup tugas-

    nya dengan metode pengumpulan data

    yang belum sama, tergantung dana danwaktu pengumpulan yang tersedia. Be-

    lum ada upaya integrasi yang optimal.

    Sejak terbentuknya Ditjen Cipta Karya

    kembali 2005, ada Subdit Data dan In-

    formasi, di bawah Dit Bina Program

    yang bertugas melakukan pengumpulan

    dan pengolahan data serta pelaporan

    kemajuan pelaksanaan pembangunan

    bidang Cipta Karya. Kami bersyukur

    bahwa dalam Renstra Dep PU 2005-

    2009, Pengelolaan Data dan Penyebar-

    luasan Informasi merupakan prioritasyang harus dikembangkan.

    Apa saja kendala pengelolaan

    data?

    Bila melihat ke belakang, terutama

    pengalaman 1 tahun terakhir ini kenda-

    lanya sangat banyak. Paling tidak ada

    empat yaitu pertama data. Pemeliha-

    raan data yang sudah ada kurang dan

    jarang di-back-up. Sering ada bypass

    prosedur dalam pencarian data sehing-

    ga membuat file menjadi besar. Kedua,masalah aplikasi. Selama ini banyak

    aplikasi yang disusun pihak ketiga tidak

    menyerahkan source programnya dan

    source kodenya kepada pengelola data.

    Beberapa aplikasi tidak dapat diguna-

    kan melalui jaringan karena platform

    berbeda. Yang ketiga kendala hard-

    ware. Pengadaan hardware tidak ter-

    koordinasi. Proses peremajaan hard-

    wareyang kurang mengantisipasi kebu-

    tuhan beban, kecepatan, dan kemam-puan penyimpanan. Yang terakhir,

    kendala SDM. SDM belum siap dengan

    perubahan teknologi informasi.IT min-

    dedbelum membudaya.

    Bagaimana langkah mengatasi

    kendala tersebut?

    Kami sedang menyiapkan konsep

    Rencana Induk Sistem Informasi Ma-

    najemen (RI SIM). Mudah-mudahan

    selesai akhir tahun ini. Bila konsep RI

    SIM jadi, nanti akan langsung disosiali-sasikan ke semua stakeholders tentang

    rencana pengembangannya ke depan.

    Sering ada data sektor yang di-

    keluarkan oleh instansi/departe-

    men lain berbeda, tanggapan An-

    da?

    Ya harus dilihat latar belakangnya.

    Mirip seperti di unit kerja di lingkungan

    kami. Masing-masing instansi mengam-

    bil data sesuai dengan kebutuhan dan

    kepentingannya. Dalam hal ini kamiakan melihat data mana yang terbaru,

    dan apakah instansi yang mempublika-

    sikan data tersebut memiliki kompeten-

    si dalam mengeluarkannya.

    Apa kira-kira penyebab perbe-

    daan ini?

    Seperti yg disampaikan sebelumnya,

    karena kepentingan masing-masing ins-

    tansi yang berbeda, dan tujuan pengum-pulan data itu untuk apa? Kadang-kadang

    ada instansi yang mempublikasikan data

    tanpa melihat fungsi instansi tertentu yang

    seharusnya mempublikasikannya.

    Upaya apa saja yang telah dila-

    kukan untuk menjembatani per-

    bedaan ini?

    Perlu ada konsensus di antara instansi

    yang terlibat, siapa yang bertanggung

    jawab terhadap data apa. Dengan BAPPE-

    NAS dan BPS kita sudah melakukan hal iniuntuk data AM dan PLP. Kita duduk ber-

    sama menyamakan persepsi, definisi, in-

    dikator, variabel, dan tata cara pengum-

    pulan datanya sesuai dengan standar BPS,

    jadi keabsahannya dapat terjamin. BPS

    merupakan instansi yang bertanggung

    jawab dalam penyajian data nasional. Kita

    dan BAPPENAS serta BPS akan uji coba

    tahun ini, dan akan melakukan SUSENAS

    2007 nanti.

    Sejauh mana hubungan Dep.PU dengan BPS dalam kerangka

    Sistem Statistik Nasional ini?

    Hingga tahun 2005, untuk pengum-

    pulan data dan informasi bidang per-

    mukiman kami telah bekerja sama de-

    ngan BPS. Saat itu masih ada Ditjen Pe-

    rumahan dan Permukiman. Mulai

    2006, fungsi tersebut diambil alih oleh

    Ditjen Cipta Karya. Saat ini sedang dila-

    kukan penataan kembali beberapa per-

    tanyaan untuk SUSENAS 2007 me-

    nyangkut bidang AM dan PLP kerja samadengan BAPPENAS dan BPS. Diharap-

    kan ke depan hal ini bisa berlanjut

    mengingat data yang dikumpulkan ha-

    rus time-series, dan kami menyadari

    bahwa potensi BPS sangatlah kompeten

    dalam melakukan survei dan pengolah-

    an data, yang akhirnya menjadi dasar

    kami dalam mengimplementasikan ke-

    bijakan yang ditetapkan. (MJ/GUS)

    LAPORAN UTAMA

    Percik Juni 2006 8

    Kasubdit Data dan Informasi, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Dep. PU, Dwityo A. Soeranto

    Perlu Konsensus BersamaFOTO: ISTIMEWA

  • 8/9/2019 majalah percik

    11/60

    TEROPONG

    Percik Juni 2006 9

    Saat itu waktu menunjukkan pu-

    kul 05.53 WIB. Banyak warga

    Yogya dan sekitarnya masih

    asyik di rumah. Mereka menikmati

    sarapan pagi sebelum beranjak bekerja.

    Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat.

    Gempa bumi terjadi. Data Badan

    Meteorologi dan Geofisika menun-

    jukkan angka 5,9 pada skala Richter.

    Orang-orang tunggang langgang menye-

    lamatkan diri keluar rumah. Sebagianlagi kalah cepat dengan runtuhnya

    rumah mereka. Mereka tertimpa rerun-

    tuhan. Ada yang hanya terluka, tapi ada

    yang meninggal dunia.

    Suasana panik menyelimuti daerah

    bencana sesaat setelah gempa. Ini gara-

    gara berhembus isu tsunami. Orang

    berlarian menuju ke arah utara. Jalan-

    jalan ke arah kota Yogyakarta dari arah

    Bantul (di selatan) padat dipenuhi ken-

    daraan dan orang-orang yang berlarian.

    Dalam keramaian itu pun kecelakaan

    tak terelakkan. Beberapa orang terluka.

    Hingga akhirnya isu tsunami tak ter-

    bukti. Warga pun kembali. Sebagian

    masih bisa bersyukur karena rumahnya

    hanya rusak ringan. Banyak yang lain

    harus meneteskan air mata karena

    kehilangan sebagian anggota keluarga

    dan tempat tinggalnya.

    Di hari kelima pasca bencana, puing-

    puing rumah masih teronggok di tem-patnya. Mereka belum berpikir untuk

    membersihkan puing-puing itu. Seba-

    gian besar masih berpikir untuk men-

    dapatkan bantuan makanan yang pem-

    bagiannya masih belum merata hingga

    seminggu bencana. Daerah-daerah yang

    jauh dari akses jalan raya kondisinya

    menyedihkan karena kurang pasokan

    bahan pangan dan obat-obatan.

    Beberapa eskavator yang datang da-

    ri berbagai daerah untuk membantu

    membersihkan puing rumah terpaksa

    hanya diparkir di kantor Dinas Cipta

    Karya. Masyarakat belum mau puing

    rumahnya dibersihkan karena mereka

    mendengar pernyataan Wapres YusufKalla bahwa korban gempa akan didata

    untuk mendapatkan bantuan Rp. 10

    juta-Rp. 30 juta setiap rumah tergan-

    tung kerusakannya. Mereka baru mau

    membongkar puing-puing itu setelah

    pendataan berakhir.

    Dalam kondisi darurat, mereka me-

    milih bertahan di tenda-tenda darurat.

    Tidak seperti di Aceh, di mana peng-

    ungsi terkonsentrasi di barak-barak

    pengungsian, warga Yogyakarta dan

    sekitarnya lebih suka berada di sekitarreruntuhan rumah mereka. Mereka

    membangun tempat tinggal sementara

    dari tenda maupun seng-seng bekas. Be-

    berapa di antara mereka malah hanya

    beratap langit. Mereka beralasan ingin

    menjaga barang-barang mereka.

    Apalagi beredar berita banyak terjadi

    pencurian. Tak heran mereka mencuri-

    gai setiap yang datang ke daerah mere-

    ka tanpa identitas atau sekadar ingin

    melihat-lihat kehancuran yang terjadi.

    Air Lumayan, BAB SembaranganAir Lumayan, BAB Sembarangan

    TAK ADA YANG MENDUGA. SEMUANYA BERJALAN BEGITU CEPAT. DALAM SEKE-JAP, HUNIAN LULUH LANTAK. SEKITAR6.000 JIWA MEREGANG NYAWA. RA-TUSAN RIBU ORANG KEHILANGAN RUMAH. KABUPATEN BANTUL MENJADI DAERAH

    YANG PALING PARAH KONDISINYA. YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA BERDUKA.

  • 8/9/2019 majalah percik

    12/60

    Sebuah tulisan besar misalnya berbunyi,

    ''Kami bukan tontonan'', atau ''Ini bu-

    kan daerah wisata gempa''.

    Kondisi AMPLSecara umum kondisi air bersih bagi

    masyarakat masih tersedia. Sumur-su-

    mur warga yang umumnya berupa su-

    mur gali masih bisa dipakai kendati ha-

    rus ada upaya untuk membersihkan da-

    ri puing-puing reruntuhan. Sementara

    warga yang menggunakan sumur pom-

    pa, kini beralih ke sumur timba.

    Ketua RT 8/13 Dusun Kanubayan,

    Desa Trirenggo, Kec. Bantul, Kab.

    Bantul, Karyadi mengungkapkan air tak

    menjadi masalah. Hanya saja karena lis-trik padam, mereka terpaksa harus me-

    nimba di sumur, sementara biasanya

    mereka tinggal pencet tombol pompa,

    air langsung mengalir.

    Lain lagi di RT 02 Dusun Sawungan,

    Desa Sumbermulyo, Kec. Bambangli-

    puro, Bantul, air sumur memang masih

    bisa dipakai tapi agak bau dan keruh.

    ''Tapi masih lumayan, kita bisa pakai,''

    kata Sukindro, warga setempat sambil

    menunjukkan adanya puing-puing tem-

    bok yang masuk ke lubang sumur.Di RW 39 Derman, Desa Sumber-

    mulyo, kecamatan yang sama rumah

    yang rusak mencapai 90 persen. Sumur

    mereka yang 90 persen menggunakan

    pompa ikut tak berfungsi. ''Makanya di

    sini air agak kekurangan,'' kata Ketua

    RW Suwandi, DS.

    Air memang cukup untuk meme-

    nuhi kebutuhan air minum dan masak

    tapi tidak cukup untuk mandi setiap

    hari dua kali seperti biasanya. ''Seka-

    rang kita paling mandi sekali, itu punmenunggu kalau sudah malam karena

    tempatnya terbuka,'' kata Sukindro.

    Masalah air ini pun telah mendapat

    perhatian. Satu unit mobil pengolah air

    bersih hasil kerja sama Ditjen Cipta

    Karya-LAPI ITB-Kodam III Siliwangi

    diperbantukan untuk memproduksi air

    bersih. Penyaluran dilakukan oleh re-

    lawan dari instansi daerah lain yang

    datang membantu beserta peralatan-nya. Hidran umum juga ditempatkan di

    25 titik rawan air. UNICEF saat itu akan

    membantu 50 hidran umum dan ratus-

    an jerigen air bersih. Air cukup kendati

    masih belum mencukupi standar.

    Yang menjadi masalah justru per-

    soalan sanitasi. Bersamaan dengan run-

    tuhnya rumah-rumah warga, WC pun

    ikut hancur. Di daerah Bantul khusus-

    nya, kamar mandi dan WC dibangun

    menempel dengan rumah. Kondisi ini

    telah mengubah perilaku warga dalam

    buang air besar (BAB). Mereka kembali

    BAB sembarangan.Sungai menjadi pilihan utama.

    ''Kebetulan kita dekat dengan Sungai

    Winongo dan Kalisoro. Lagipula airnya

    mengalir. Ya ini kan darurat. Mau

    apalagi karena MCK ikut tertimbun,''

    kata Suwandi. Menurutnya, pihaknya

    sangat paham bahwa persoalan sanitasi

    ini penting tapi warga saat ini perlu res-

    cue (penyelamatan) terlebih dahulu.

    ''Saya baru memikirkan sanitasi setelah

    hari kedelapan. Tapi itu baru mikir lho,

    entah dilaksanakan atau tidak,'' katamantan anggota DPRD ini.

    ''Ya sekarang jadi tren pagi. Sebelum

    subuh orang-orangpada ke sungai,'' ka-

    ta Sukindro. Warga tak mau buang air

    di sekitar reruntuhan. ''Warga di sini

    malu kalau buang air sembarangan di

    dekat rumah. Paling hanya anak-anak

    yang buang hajat di dekat reruntuhan

    rumah,'' katanya sambil menunjuk

    TEROPONG

    Percik Juni 2006 10

    Bantul 223.117 779.287 4.143 8.673 3.353 71.763 71.372 73.669 236 401 268

    Sleman 95.865 364.258 243 689 2.539 19.113 27.687 49.065 2 159 281

    Yogyakarta 48.808 205.625 204 245 73 7.186 14.561 21.230 22 144 104

    Kln. Progo 19.090 74.976 23 282 1.897 4.527 5.178 8.501 1 20 110 11 177 123 39 57

    Gng. Kidul 43.042 179.631 84 1.086 0 12.581 5.950 18.178 307 11 135 280 120

    Daerah Istimewa Yogyakarta

    Lokasi Korban Kerusakan (Rumah Penduduk) Fasilitas Umum

    KK Jiwa Meninggal Lk Berat Lk Ringan Roboh Berat Rin gan Tempat Ibadah Sekolah Bang Pemerintah

    Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan

    Total 429.922 1.603.777 4.697 18.837 7.862 115.170 124.748 170.643 1 20 653 282 1.016 1.056 120 39 57

    Secara umum kondisi air bersihbagi masyarakat masih tersedia.

    Sumur-sumur warga yangumumnya berupa sumur gali

    masih bisa dipakai kendati harusada upaya untuk membersihkan

    dari puing-puing reruntuhan.Sementara warga yang

    menggunakan sumur pompa,kini beralih ke sumur timba.

    Tabel Jumlah Korban dan Kerusakan Akibat Gempa

    Daerah Istimewa Yogyakarta

    Sumber: Media Center Pemda Propinsi DIY, 17 Juni 2006

    Lokasi Korban Kerusakan (Rumah Penduduk) Fasilitas Umum

    KK Jiwa Meninggal Lk Berat Lk Ringan Roboh Berat Rin gan Tempat Ibadah Sekolah Bang Pemerintah

    Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan

    Kab. Klaten 1.045 18.127 29.988 62.979 98.552 46 230 22 76 430 439

    Kab. Magelang 1.318 5.108 10 386 386 546 1 20 54 56 36 60Kab. Boyolali 4 300 307 696 708 2 1

    Kab. Sukoharjo 3 67 51 1.808 2.475 27 45 6 14 7

    Kab. Wonogiri 0 4 17 12 74 25

    Kab. Purworejo 1 4 10 214 780 26 87

    Total 1.318 5.108 1.063 18.502 30.759 66.095 103.136 47 303 208 163 482 507

    Jawa Tengah

    Total DIY&Jateng 431.240 1,608.885 5.760 37.339 145.929 190.843 273.779 653 329 1.319 1.264 283 521 564

    Kab. Bantul

    Kab. Sleman

    Kota Yogyakarta

    Kab. Kulon Progo

    Kab. Gunung Kidul

    Lokasi

    Lokasi

    1.608.885

  • 8/9/2019 majalah percik

    13/60

    sebuah sungai yang jaraknya sekitar

    200 meter dari kampung.

    Selain faktor keterpaksaan, ada pula

    faktor trauma. Ini seperti yang dialami

    oleh warga Kampung Pajimatan, DesaGirirejo, Kec. Imogiri Bantul. ''Warga

    justru saya anjurkan buang hajat di su-

    ngai, lha wong mereka masih takut.

    Jangan-jangan ada gempa lagi. Kalau

    saya sendiri, ke sungai lebih tenang,''

    kata Abdul Gani, penasihat LPMD kam-

    pung tersebut. Di daerah ini, warga juga

    memanfaatkan MCK umum yang ada di

    terminal Imogiri, namun jumlahnya

    tidak mencukupi.

    Perilaku seperti ini telah memun-

    culkan persoalan. Sampai 1 Juni 2006(hari kelima pasca bencana) semua ru-

    mah sakit dan posko kesehatan mela-

    porkan telah menangani pasien pende-

    rita diare baik dewasa maupun anak-

    anak. Serangan diare ini sudah diduga

    sebelumnya. Perkembangan penyakit

    itu sangat memungkinkan karena kon-

    disi sanitasi lingkungan yang buruk dan

    bertumpuknya sampah di mana-mana

    yang mengundang datangnya lalat.

    Fasilitas MCK yang ada tak mencukupi.

    Selain diare, penyakit lainnya yangdiprediksi yaitu ISPA (infeksi saluran

    pernafasan atas), dan cacar di kalangan

    anak balita.

    Bantuan WC darurat memang be-

    lum masuk. Inisiatif sudah ada. Misal-

    nya Pemda DKI mengirimkan beberapa

    unit toilet umum yang diletakkan di la-

    pangan Desa Trirenggo, Bantul, tepat di

    depan rumah dinas bupati yang menja-

    di Posko Satkorlak daerah. Jumlah ini

    sangat tidak memadai dibandingkan lu-

    asnya daerah bencana.Di bidang persampahan, dalam kon-

    disi darurat, belum ada perhatian. Da-

    pat dipastikan sampah puing (debris)

    akan sangat melimpah. Puing-puing itu

    praktis belum dibersihkan sama sekali

    karena butuh tenaga yang banyak. Be-

    berapa keluarga korban dari luar daerah

    berinisiatif datang khusus untuk mem-

    bersihkan puing-puing tersebut.

    Jumlah rumah yang berhasil dibersih-

    kan sangat sedikit. Beberapa warga me-

    manfaatkan kembali sisa-sisa bangunan

    yang masih bisa dipakai untuk mem-

    bangun kembali rumah mereka.Sementara itu, Instalasi Pengolahan

    Air Limbah (IPAL) Yogyakarta yang ter-

    letak di Sewon, Bantul terlihat masih

    aman. Hanya jalan di sekeliling IPAL itu

    retak-retak. Diduga retakan ini pun ter-

    jadi di bagian dasar IPAL. Namun itu

    perlu pembuktian dan agak sulit dila-

    kukan karena IPAL tak bisa di-stop peng-

    operasiannya. Sejauh ini warga sekitar

    belum mengeluh ada bocoran limbah ke

    sumur-sumur mereka.

    Ke depan, pada masa recovery, re-

    konstruksi, dan rehabilitasi, perlu ada

    tenaga-tenaga handal di bidang penye-hatan lingkungan, surveillance, dan gizi.

    Masyarakat tinggal diarahkan. Mereka

    mudah untuk diajak partisipasi. Mereka

    juga punya kesadaran yang tinggi untuk

    segera bangkit kembali. Bahkan ada

    yang bertekad untuk tidak mengan-

    dalkan bantuan pemerintah.

    (Mujiyanto,berdasarkan

    pantauan hari ke-4--6 pasca bencana)

    TEROPONG

    Percik Juni 2006 11

    B isa dijelaskan kondisiPDAM Bantul karena gem-pa bumi Sabtu lalu?

    PDAM Bantul mengelola 12 sistem

    penyediaan air bersih yang terletak di

    beberapa kecamatan. Dari jumlah ter-

    sebut, pada hari kelima (Rabu/7/6)

    ini sebanyak delapan sistem IPA telah bisa beroperasi, sedangkan empat

    yang lain belum bisa beroperasi. Ma-

    sih ada trouble. Yang belum berope-

    rasi yaitu di Dlingo, Trimulyo, Sran-

    dakan, dan Plandak. Penyebabnya

    aliran listrik mati.

    Apakah dari yang berfungsi

    itu sudah normal?

    Belum maksimal, tapi paling tidak

    sudah bisa berproduksi lagi. Itu tadi

    karena listriknya dan yang kedua

    karena jaringan distribusi juga ter-

    ganggu. Sejauh ini jaringan distribusi

    yang rusak sekitar 10 persen. Tak

    heran maka di beberapa lokasi air yang kita hasilkan masih terlihat

    keruh karena mungkin ada kebocor-

    an. Kami akan terus perbaiki.

    Berapa jumlah pelanggan

    yang terganggung salurannya?

    Sekitar 2.000 pelanggan dari

    11.500 pelanggan PDAM Bantul yang

    ada. Karena perlu diketahui ke-

    banyakan rakyat Bantul tinggal di de-

    sa-desa dan memenuhi kebutuhan air

    bersihnya dari sumur gali dan sumurpompa. Air di sini sangat bagus dan

    dangkal.

    Apa upaya PDAM mengha-

    dapi kondisi bencana ini, teruta-

    ma bagi pelanggan?

    Kami menyediakan hidran umum.

    Sampai sekarang kami telah menyedi-

    YUDI INDARTO,Direktur Administrasi PDAM Kabupaten Bantul

    FOTO:MUJIYANTO

  • 8/9/2019 majalah percik

    14/60

    TEROPONG

    Percik Juni 2006 12

    B isa Anda jelaskan kondisilayanan kesehatan di Ka-bupaten Bantul?

    Saat ini semua layanan kesehatan

    Puskesmas kolaps. Ini terjadi karena

    hampir 65 persen Puskesmas yang

    ada hancur atau rusak sehingga tak

    bisa digunakan untuk melayani

    masyarakat.

    Bagaimana layanan terha-

    dap korban gempa?

    Saat ini kami telah memperoleh

    bantuan dokter sebanyak 500 dokter

    umum dan 50 dokter spesialis, di-tambah sekitar 1.000 perawat, leng-

    kap dengan obat-obatannya. Kami

    juga menerima bantuan rumah sakit

    lapangan. Alhamdulillah RSUD

    masih bisa berfungsi. Ada tiga rumah

    sakit lapangan dengan kapasitas

    masing-masing 100 tempat tidur.

    Rumah sakit itu ada di lapangan

    Dwiwindu, RS PKU Muhammadiyah,

    dan RS Panembahan Senopati. Jadi

    kalau ada masyarakat yang sakit,

    mereka langsung kami arahkan kerumah sakit lapangan tersebut.

    Semua layanan gratis, termasuk yang

    ada di rumah sakit swasta. Pe-

    merintah akan menanggung semua

    biayanya.

    Berapa lama kondisi darurat

    ini akan berlangsung?

    Kurang lebih selama 10 hari.

    Setelah itu apa rencana beri-

    kutnya?

    Kami sudah mengantisipasi bah-

    wa setelah bencana ini akan muncul

    penyakit-penyakit karena kondisi

    lingkungan yang jelek. Ini bisa terja-

    di karena banyak sarana sanitasi

    yang rusak sehingga masyarakat

    buang air besar sembarangan. Ini

    kan berbahaya. Makanya saat ini pun

    kami sudah mulai melakukan pe-

    nyemprotan untuk membasmi lalat.Kami juga terus mengimbau ma-

    syarakat agar hati-hati dalam buang

    air besar. Kami juga terus berkoordi-

    nasi dengan instansi terkait untuk

    menyediakan air bersih guna me-

    menuhi kebutuhan masyarakat.

    Penyakit apa saja yang sudah

    mulai terdeteksi?

    Infeksi saluran pernafasan atas

    (ISPA), kulit berupa gatal-gatal,

    diare, mata, dan THT.

    Langkah apa saja yang Anda

    ambil setelah kondisi darurat?

    Kami ingin Puskesmas segera

    berfungsi kembali. Kami ingin agar

    gedung Puskesmas yang hancur

    segera bisa dibangun kembali de-

    ngan lebih cepat. Ini sangat pen-

    ting. Selain itu, kami bekerja sama

    dengan dinas PU akan segera mem-

    bangun MCK bagi warga yang ter-

    timpa bencana.

    Apakah masih ada bantuan

    yang diperlukan?

    Dari sisi medis sudah cukup

    dalam masa tanggap darurat ini.

    Namun setelahnya kami butuh tena-

    ga kesehatan lingkungan, surveil-

    lance, dan ahli gizi. (MJ)

    akan 50 unit hidran umum ke posko-

    posko pengungsian. Kapasitasnya satu

    HU sekitar 3.000 liter. Ini tidak hanya

    untuk pelanggan kami tapi juga untuk

    masyarakat. Hidran-hidran itu kamisuplai air dari IPA-IPA yang ada meng-

    gunakan truk tangki yang jumlahnya 18

    unit.

    Apakah HU yang ada cukup?

    Kalau bicara cukup, belum cukup.

    Idealnya minimal ada 150 unit hidran

    umum. Tapi memang banyak keterba-

    tasan yang kami miliki.

    Maksudnya?

    Dana untuk alokasi itu tidak ada.Kami masih mengajukan. Belum tahu

    kapan akan cair. Di sisi lain kami

    sendiri mengalami musibah. Hampir

    80 persen SDM kami mengalami musi-

    bah. Satu di antaranya meninggal

    dunia atas nama Sarjono. Praktis

    operasional terganggu. Perlu diketahui,

    operasionalisasi saat ini justru

    dilakukan oleh pihak luar yang mem-

    bantu seperti SDM dari PDAM lain

    yang terjun langsung baik sebagai

    sopir, operator IPA dan sebagainya.Kami sendiri belum normal. Tapi kami

    harus tetap buka dari pagi hingga

    pukul 21.00.

    Mengenai soal listrik, apakah

    PDAM Bantul tak memiliki ca-

    dangan pembangkit sendiri?

    Kami cuma satu unit jenset keliling.

    Jadi gak mungkin itu digunakan, kare-

    na semuanya butuh listrik. Makanya

    kami menunggu listrik dari PLN.

    Apa yang mendesak diper-

    lukan oleh PDAM Bantul?

    Dalam kondisi darurat seperti

    sekarang kami butuh SDM. Selain itu

    kami butuh truk tangki untuk mendis-

    tribusikan air. Selama ini kami hanya

    punya dua unit. (MJ)

    dr. SITI NOORZAENAB, MKes,Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

    FOTO:MUJIYANTO

  • 8/9/2019 majalah percik

    15/60

    Setelah peristiwa gempa bumi

    pada hari Sabtu tanggal 27 Mei

    2006 pada pukul 05.53 WIB,

    yang menghancurkan 200.000 rumah

    dan menewaskan lebih dari 6.200 orang

    di Yogyakarta dan Jawa Tengah, perto-

    longan darurat telah datang dan

    menghilangkan penderitaan sebagian

    besar dari korban gempa tersebut.

    Pada tahap selanjutnya, sarana air

    bersih dan sanitasi darurat harus secaratepat direncanakan dan dibangun

    secepatnya untuk mengurangi risiko

    menyebarnya penyakit di dalam penam-

    pungan. Penampungan-penampungan

    menyediakan ruang untuk 150-500

    orang/penampungan dan dibangun di

    dekat rumah-rumah korban gempa

    yang rusak. Pos Koordinasi (Posko)

    menghubungkan bantuan darurat kepa-

    da masyarakat yang berada di tempat

    penampungan di sekitarnya. Kasus per-

    tama dari munculnya penyakit diaretelah terjadi saat ini.

    Pengalaman berharga dari peristiwa

    di Aceh yang dapat diambil adalah per-

    lunya untuk mengurangi volume air

    limbah domestik di tempat penampung-

    an karena tangki septik yang ada tidak

    dirancang untuk menyerap air

    limbah domestik dalam volume

    yang besar. Kapasitas dari truk

    tinja untuk mengumpulkan

    limbah tersebut juga sangat

    terbatas, begitu pula dengankapasitas pengolahan air lim-

    bah dan lumpur tinja domestik.

    Instalasi pengolahan air limbah

    di Sewon, Kabupaten Bantul

    mengalami retak-retak pada

    strukturnya akibat gempa.

    Pengoperasian secara terus-

    menerus akan mengakibatkan

    terjadinya polusi air tanah di

    sekitar wilayah tersebut.

    Konsep penerapan sanitasi dalam

    kondisi darurat yakni:

    Pengurangan air limbah dengan

    membatasi jumlah air bersih yang di-

    gunakan dan memisahkan grey

    water (air yang telah digunakan un-

    tuk mencuci, mandi) dengan blackwater (air hasil pembilasan kotoran

    di toilet)

    Pengolahan blackwater mengguna-

    kan prinsip DEWATS yang dimodifi-

    kasi, dimana tangki air telah dimo-

    difikasi dan diatur untuk mencapai

    reactor anaerobic 8 tingkat.

    Sedimentasi dan infiltrasi dari grey-

    waterdan blackwateryang telah dio-

    lah

    Pemisahan dari sub-unit (tangki) dan

    dihubungkan dengan penghubung yang fleksibel dari silikon untuk

    membuat stabil dari goncangan yang

    masih terjadi setelah peristiwa gempa

    bumi.

    Unit akan mencakup sebuah tangki

    untuk air bersih. Tidak akan ada pipa

    air yang diinstalasikan ke ruang toilet.

    Pengguna harus membawa wadah air 8

    liter ke dalam toilet. Ini untuk memas-

    tikan penggunaan air yang minimal dan

    efektif. Sistem perpipaan dalam ruang

    toilet akan meningkatkan volume air

    limbah yang dihasilkan lebih dari 8

    liter, seperti yang terjadi di Aceh.

    Seorang operator akan dipekerjakan

    dan digaji sebesar Rp 600.000,- (setara

    dengan 50 euro) per bulannya. Ini un-tuk memastikan kebersihan dari sarana

    yang digunakan.

    Pengolahan air limbah yang diterap-

    kan dengan prinsip DEWATS akan

    mengurangi BOD dan COD, yang meru-

    pakan indikator untuk polusi organik

    dalam blackwaterlebih dari 90 persen.

    Untuk mempercepat pengoperasian/pe-

    manasan, lumpur anaerobik dari insta-

    lasi DEWATS yang telah ada di Yog-

    yakarta (ada lebih dari 10 unit DEWATS

    yang beroperasi) akan diinjeksi kedalam reaktor selama permulaan peng-

    operasian unit tersebut.

    Biaya untuk sebuah sarana tersebut

    bagi 200 orang adalah Rp 32.000.000,-

    (setara dengan 3.000 euro), waktu mak-

    simal setelah identifikasi lokasi yang

    dibutuhkan sampai dengan permu-

    laan pengoperasian adalah 5 hari.

    Pe-fabrikasi (pra-pembuatan) unit-

    unit tersebut sudah mulai diajukan

    oleh BORDA-Yogyakarta bekerja

    sama dengan LSM lokal LPTP.Lokasi tepatnya sedang dalam pro-

    ses identifikasi. Upaya ini didukung

    oleh Water & Sanitation Coordina-

    tion Group yang diketuai oleh

    UNICEF. Sumber pendanaan untuk

    pelaksanaan sanitasi dalam kondisi

    darurat ini berasal dari donasi pri-

    badi.* BORDA Representative Indonesia

    TEROPONG

    Percik Juni 2006 13

    Sanitasi

    dalam Kondisi DaruratOleh: Frank W. Fladerer *

    1.

    2.

    3.

    4.

  • 8/9/2019 majalah percik

    16/60

    Akhir Januari lalu pemerintah

    mengeluarkan Peraturan Peme-

    rintah baru yang berkaitan de-

    ngan tata cara pengadaan pinjaman

    dan/atau penerimaan hibah serta pene-rusan pinjaman dan/atau hibah luar

    negeri. Peraturan ini secara garis besar

    mengatur kewenangan meminjam;

    sumber, jenis dan persyaratan pinjam-

    an; perencanaan dan pengadaan pin-

    jaman; pelaksanaan dan penatausahaan

    pinjaman; tata cara penerusan pinjam-

    an; pelaporan, monitoring, evaluasi,

    dan pengawasan; pembayaran pin-

    jaman; dan transparansi dan akun-

    tabilitas.

    Berdasarkan PP ini, yang berhakmeminjam kepada pihak asing yaitu

    pemerintah melalui menteri. Sedang-

    kan kementerian Negara/lembaga/pe-

    merintah daerah dilarang melakukan

    perikatan dalam bentuk apapun yang

    dapat menimbulkan kewajiban untuk

    melakukan pinjaman luar negeri.

    Pemerintah dapat meminjam

    dan/atau menerima hibah dari luar ne-

    geri yang bersumber dari negara asing,

    lembaga multilateral, lembaga keuang-

    an dan non keuangan asing, serta lem- baga keuangan non asing. Bentuk pin-

    jaman ini bisa pinjaman lunak, kredit

    ekspor, pinjaman komersial, dan pin-

    jaman campuran.

    Rencana kebutuhan pinjaman disu-

    sun lima tahunan berdasarkan prioritas.

    Kementerian Negara/lembaga menga-

    jukan usulan kegiatan prioritas yang

    dibiayai oleh pinjaman luar negeri

    dan/atau hibah kepada Menteri Peren-

    canaan. Usulan itu termasuk kegiatan

    yang pembiayaannya akan diterushi-

    bahkan kepada pemerintah daerah atau

    sebagai penyertaan modal negara kepa-da BUMN. Sedangkan pemerintah

    daerah bisa mengajukan usulan kegiat-

    an investasi untuk mendapatkan pene-

    rusan pinjaman luar negeri dari peme-

    rintah kepada Menteri Perencanaan.

    Hal yang sama bisa dilakukan BUMN.

    Usulan kegiatan Kementerian Ne-

    gara/Lembaga, pemerintah daerah, dan

    BUMN harus dilampiri kerangka acuan

    kerja dan dokumen studi kelayakan.

    Khusus usulan pemerintah daerah

    harus ditambah surat persetujuan dariDPRD. Semua usulan akan dinilai oleh

    Menteri Perencanaan sesuai prioritas

    bidang pembangunan yang dapat dibi-

    ayai pinjaman luar negeri.

    Alokasi pinjaman itu didasarkan

    atas pertimbangan kebutuhan riil pem-

    biayaan luar negeri, kemampuan mem-

    bayar kembali, batas maksimum kumu-

    latif pinjaman, kemampuan penyerapan

    pinjaman, serta risiko pinjaman. Bila

    usulan kegiatan disetujui, selanjutnya

    akan ada negosiasi dengan pemberi pin-jaman setelah kriteria kesiapan kegiatan

    dipenuhi.

    Mengenai penatausahaan pinjaman,

    kegiatannya mencakup administrasi

    dan akuntansi pengelolaan pinjaman

    dan/atau hibah luar negeri. Jumlah

    yang tercatat dalam naskah perjanjian

    pinjaman luar negeri (NPPLN) ditu-

    angkan dalam dokumen satuan anggar-

    an untuk selanjutkan dituangkan dalam

    dokumen pelaksanaan anggaran. Pena-

    rikan pinjaman dan/atau hibah luar ne-

    geri harus tercatat dalam realisasi

    APBN. Kementerian Negara/Lembaga wajib memprioritaskan penyediaan

    dana/porsi rupiah lainnya yang di-

    persyaratkan dalam NPPLN/NPHLN.

    Dana yang belum selesai digunakan di-

    tampung dalam dokumen anggaran ta-

    hun berikutnya.

    Tentang peneruspinjaman pinjam-

    an/hibah kepada pemerintah dae-

    rah/BUMN, penetapannya dilaksana-

    kan sebelum ada negosiasi dengan pem-

    beri pinjaman. Pertimbangan yang di-

    pakai adalah kemampuan membayarkembali dan kapasitas fiskal daerah ser-

    ta pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

    Pelaporan kegiatan dilakukan triwu-

    lanan. Laporan itu meliputi proses

    pengadaan barang/jasa, realisasi penye-

    rapan pinjaman, dan kemajuan fisik

    kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh

    Menteri, Menteri Perencanaan, dan

    Menteri pada Kementerian Nega-

    ra/Lembaga. Mereka bisa menyelesai-

    kan pelaksanaan kegiatan yang lambat

    atau penyerapan pinjaman yang ren-dah, termasuk melakukan pembatalan

    pinjaman.

    Dalam rangka transparansi dan

    akuntabilitas, Menteri menyelengga-

    rakan publikasi informasi mengenai

    pinjaman dan/atau hibah luar negeri

    yang meliputi kebijakan, jumlah dan

    posisi, sumber, dan jenis pinjaman

    dan/hibah luar negeri. (MJ)

    PERATURAN

    Percik Juni 2006 14

    Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006

    Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau

    Penerimaan Hibah serta Penerusan

    Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri

  • 8/9/2019 majalah percik

    17/60

    Bagaimana Anda melihat per-

    masalahan sampah di Indo-nesia saat ini?

    Masalah persampahan belum men-

    jadi prioritas dibandingkan dengan

    pembangunan di bidang lain. Padahal

    ini masalah kebersihan. Kebersihan

    adalah investasi, sama dengan kea-

    manan. Harusnya keduanya sejajar. Ka-

    lau negara kita aman dan bersih, in-

    vestor kan akan datang. Bolehlah ke-

    amanan itu nomor satu, tapi kebersihan

    jangan nomor 100. Mungkin nomor li-

    ma, sembilan, atau sepuluh besarlah.Faktanya kebersihan sekarang nomor

    100, sedangkan keamanan nomor 1. Ini

    berbuntut pada pendanaan dan seba-

    gainya. Biar runtut, saya selalu melihat-

    nya secara sistematis. Minimal perma-

    salahan ini kita tinjau dari lima aspek

    pendekatan yakni aspek hukum, kelem-

    bagaan/institusi, pendanaan, sosial bu-

    daya, dan aspek teknologi. Sekarang ini

    kebanyakan orang hanya melihat dari

    aspek teknologi saja. Akhirnya tidaktuntas karena hanya satu aspek.

    Bisa dijelaskan permasalahan

    sampah ini dari aspek hukum?

    Undang-undang sampah baru RUU

    yang setingkat lebih tinggi dari draft

    akademis. Sekarang Menteri LH dan

    Menteri hukum sedang menyiapkan.

    Namun ada kabar baik yaitu DPR

    menunggu. Dulu kan katanya DPR

    menghambat dan sebagainya, sekarang

    malah ada permintaan dari DPR komisi7. Mungkin dalam hal ini DPR lebih

    maju. Kita tunggu saja. Nanti kalau ada

    undang-undangnya akan diikuti dengan

    peraturan-peraturan pemerintah dan

    peraturan di bawahnya sebagai payung

    kita untuk bertindak.

    Kalau kita bandingkan dengan

    negara lain seperti Jepang--jangan ha-

    nya melihat teknologinya-negara terse-

    but telah memiliki UU Persampahan

    yang melibatkan 16 menteri pada saat

    penyusunannya dan langsung dipimpin

    oleh perdana menteri. Di situ terlihat

    bagaimana pemerintah melihat priori-

    tas di bidang persampahan. Jadi kita

    jangan melihat sepotong-sepotong, Je-

    pang kok bisa begini, bisa begitu. Un-

    dang-undangnya saja sudah dibuat 20

    tahun yang lalu. Dan undang-undang

    persampahan itu telah diikuti oleh

    enam undang-undang lainnya yang le- bih spesifik. Ada UU tentang recycle,

    extended producer responsibility. Kita

    sekarang baru mulai karena tiga tahun

    yang lalu saya ketemu dengan komisi

    VIII DPR yang lama yang meminta

    menteri LH untuk menyusun UU ten-

    tang persampahan. Sampai sekarang

    masih dalam bentuk draft RUU.

    Kalau menunggu lahirnya

    undang-undang kan lama, bagai-

    mana dengan sekarang?Kita harus mengefektifkan peratur-

    an-peraturan yang sudah ada, baik per-

    aturan di tingkat RT sampai di tingkat

    nasional. Sebelum ada UU kita pakai

    yang ada dulu. Tapi itu belum bisa

    secara menyeluruh. Banyak perda yang

    umurnya sudah agak lama dan isinya

    masih parsial misalnya tentang iuran,

    retribusi, sanksi, dan denda. Di tingkat

    RT pun harus diatur bahkan sampai

    tingkat rumah tangga pun harus ada

    peraturan. Misalnya si ibu mengerjakanapa, bapak apa, anak apa. Anak harus

    membuang sampah pada tempatnya

    dan sebagainya.

    Persampahan dilihat dari as-

    pek kelembagaan seperti apa?

    Kalau di tingkat nasional, seperti di

    Jepang, sampai 16 menteri, kita lihat

    berapa instansi yang terlibat di tingkat

    WAWANCARA

    Percik Juni 2006 15

    Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan, Ir. Sri Bebassari, MSc

    Master Plan Persampahan Mutlak

    Sampah menjadi

    bom waktu yang bisa me-

    ledak setiap saat dan

    menelan korban. Ledak-

    an itu sudah dimulai.

    Tempat Pembuangan

    Akhir (TPA) Leuwigajah

    di Bandung, sebagai con-

    toh, telah merenggut pu-

    luhan nyawa. Hal yang

    serupa bukan tidak

    mungkin terjadi di kota-kota lain mengingat

    kondisi TPA-TPA yang ada tak jauh berbeda.

    Di sisi lain, saat ini belum ada kebijakan

    yang jelas tentang persampahan di In-

    donesia. Masing-masing instansi atau peme-

    rintah daerah berkreasi sendiri-sendiri,

    malah dengan egonya sendiri, mengatasi

    persoalan sendiri. Bukannya

    penyelesaian yang didapat-

    kan, justru permasalahan ba-

    ru. Persampahan seolah men-

    jadi benang kusut yang sulit

    terurai.

    Bisakah persoalan di de-

    pan mata ini dipecahkan?

    Percik mewawancarai Ir. Sri

    Bebassari, MSc, Direktur

    Eksekutif Dana Mitra Ling-

    kungan yang telah berkecimpung lebih dari

    26 tahun di bidang ini. Ia sempat mendapat

    sebutan 'Ratu Sampah' karena dedikasi dan

    kepakarannya mengurusi barang kotor terse-

    but. Sebelum menjadi direktur eksekutif, ia

    adalah peneliti di Badan Pengkajian dan

    Penerapan Teknologi (BPPT).

    FOTO:MUJIYANTO

  • 8/9/2019 majalah percik

    18/60

    propinsi, kabupaten/kota, kecamatan,

    desa/kelurahan, hingga ke RT. Ini meli-

    batkan multidisiplin, multisektoral.

    Jadi tidak hanya masalah teknologi.

    Nah sekarang kalau di Indonesia, palingtinggi hanya sampai tingkat dinas.

    Dinas kebersihan misalnya. Jadi segala-

    galanya ditanggung oleh dinas kebersih-

    an. Padahal dia sebenarnya hanya

    pelaksana saja. Yang mendisain sebe-

    narnya yang lebih tinggi apakah

    Bappeda, wakil walikota, atau kalau di

    tingkat propinsi wakil gubernur dan

    sebagainya. Mereka inilah yang me-

    mungkinkan untuk mengakomodasi

    dinas-dinas terkait tadi. Kalau hanya

    dinas kebersihan, dia tidak akan bisamengait dinas yang setingkat. Ketika

    saya terlibat dalam penilaian Adipura,

    biasanya kota-kota yang memperoleh

    Adipura itu walikota atau wakilnya yang

    mengordinasikan kegiatan kebersihan

    ini. Nanti di tingkat RT pun seperti itu.

    Lembaga institusi apa yang harus

    dibentuk dan siapa yang bertanggung

    jawab. Ini pembangunan institusi.

    Dalam rangka emergency mungkin kita

    perlu adanya lembaga yang sifatnya

    sementara. Kalau kita boleh belajar dariprogram KB yang cukup berhasil, itu

    kan juga ada badan khusus yang disebut

    BKKBN. Itupun konon baru tahun ke-9,

    BKKBN berhasil membuat KB Mandiri.

    Untuk sampah pun kita harus membuat

    badan khusus seperti itu yang bersifat

    sementara dan bisa dibubarkan sewak-

    tu-waktu kalau keadaan telah lebih

    baik. Apalagi kalau kita lihat TPA di

    seluruh Indonesia, semuanya sudah

    masuk stadium 5. Ini bom waktu kare-

    na TPA di Indonesia di bawah standar.

    Idealnya seperti apa badan

    khusus itu?

    Kurang lebih seperti BKKBN. Di

    sana berkumpul orang-orang profesio-

    nal yang punya ilmu dan komitmen.

    Tidak memikirkan jabatan. Dan badan

    ini akan menyelamatkan karena sia-

    papun yang jadi presiden, badan ini

    secara fungsional terus berjalan. Saya

    pikir banyak orang yang memiliki kapa-

    sitas itu. Sekarang ini kan belum ada

    mekanisme yang bisa menampung

    teman-teman seperti ini.

    Bagaimana dengan pendana-

    an?

    Kita harus menggunakan filosofi

    bahwa kebersihan adalah investasi

    seperti halnya keamanan. Jadi sebe-

    narnya masih cost center. Ini adalah

    industri jasa. Bukan profit center, yang

    bicara soal benefit. Makanya hati-hati

    dengan pendekatan waste to product,

    yang akhir-akhir ini sering saya

    luruskan karena saya dulu juga berangkat dari teknologi. Waste to

    product harus hati-hati karena dalam

    pengelolaan kebersihan, produk-pro-

    duk yang dihasilkan dari pengolahan

    seperti daur ulang kertas, kompos dan

    sebagainya adalah produk sampingan.

    Produk utamanya adalah kebersihan.

    Industrinya adalah industri jasa. Con-

    toh, cleaning service suatu gedung itu

    dibayar karena jasanya membersihkan.

    Artinya memindahkan sampah dari titik

    A ke titik B. Apalagi kalau ada industri yang bisa mengurangi dan mengolah,

    maka dia harus juga dibayar dari

    jasanya. Perkara dia memiliki produk

    sampingan seperti kompos, itu adalah

    bonus mereka. Dan mereka akan bisa

    kuat di bisnis itu karena bisa bersaing.

    Kalau kita anggap produk sampingan

    sebagai produk utama maka kita akan

    terjebak menjadi pabrik dan perhi-tungan biaya produksi. Akhirnya kom-

    pos pun tak bisa bersaing dengan

    pupuk-pupuk lain.

    Perusahaan yang mengurangi,

    mengolah, sampah harus mendapatkan

    insentif karena dia bisa mengurangi

    biaya TPA, biaya transportasi. Jadi ada

    tiga income bagi perusahaan yakni jasa

    kebersihan, insentif, dan produk sam-

    pingan. Ini yang tidak disadari oleh

    teman-teman yang bertindak sebagai

    decision makermaupun yang berbisnisdi bidang ini. Banyak sekali MoU de-

    ngan swasta yang akhirnya tidak tuntas

    karena pandangan bisnisnya selalu

    membuat pabrik. Meskipun saya juga

    tidak menutup mata bahwa ada se-

    kelompok orang yang tanpa dibayar

    insentifnya mereka bisa tetap hidup

    dari berjualan barang bekas. Tapi ber-

    jualan barang bekas itu berbeda dengan

    kebersihan. Ada atau tidak ada keber-

    sihan, memang mereka jual barang

    bekas. Mereka sebenarnya bisa lebihmaju jika digandengkan dengan jasa

    cleaning service dia. Inilah satu

    pengembangan konsep extended pro-

    ducer responsibility, bahwa produsen

    WAWANCARA

    Percik Juni 2006 16

    FOTO:MUJIYANTO

  • 8/9/2019 majalah percik

    19/60

    yang menghasilkan limbah-limbah ru-

    mah tangga harus terlibat dalam me-

    ngelola limbah-limbah mereka yang

    menjadi limbah domestik. Misalnya

    limbah makanan kecil, batere dan seba-

    gainya, maka produsen harus bekerjasama dengan mereka yang mengolah

    atau mengumpulkan. Sekarang ikatan

    itu tidak ada. Seolah-olah produsen tak

    terlibat lagi ketika ada limbahnya. Maka

    harus ada kerja sama win-win solution.

    Karena sumber utama sampah itu

    bukan konsumen tapi produsen, terma-

    suk industri pertanian.

    Tentang anggaran pemerintah?

    Kita juga harus bijaksana dalam

    menyusun anggaran, berapa APBN, APBD, sampai anggaran rumah untuk

    kebersihan. Perencanaan kota-kota di

    Indonesia kebanyakan masih mempri-

    oritaskan pada hal-hal yang sifatnya ter-

    lihat langsung oleh mata. Kalau dimisal-

    kan rumah, dana kita itu lebih banyak

    untuk ruang tamu atau teras diban-

    dingkan untuk WC atau tempat sampah.

    Ini harus dievaluasi. Mungkin anggaran

    untuk WC bisa lebih mahal dari ruang

    tamu. Karena itu anggaran untuk TPA

    sampah kota bisa lebih mahal darianggaran airport. Saat ini airport, mall,

    dan sebagainya sudah internasional tapi

    TPA yang ada masih primitif. Ini per-

    juangan bagaimana agar seimbang. Jadi

    faktor pendanaan ini tidak sesederhana

    yang dibicarakan orang. Ini dimulai dari

    perhitungan anggaran belanja negara.

    Kalau kita bandingkan dari pengalaman

    beberapa negara, biaya operasionalnya

    saja berkisar antara Rp. 300-500 ribu

    per ton, itu dari mulai pengumpulan,

    pengangkutan, pengolahan, sampaipembuangan. Sedangkan untuk inves-

    tasi, dananya berkisar Rp 100 juta-Rp. 1

    milyar/ton/hari. Dari sini bisa dihitung

    berapa rupiah per bulan per rumah.

    Dengan TPA yang standar sanitary

    landfill, tanpa dikurangi, maka per

    rumah kena Rp. 50-Rp. 100 ribu. Kita

    jangan berpikir mahal murah dulu, tapi

    berapa warga yang bisa bayar, dan bera-

    pa persen yang harus disubsidi. Subsidi

    itu makin lama makin berkurang seper-

    ti subsidi BBM. Dengan kesadaran yang

    semakin meningkat, pelayanan makin

    baik, orang akan bersedia membayar.

    Faktanya mereka yang high income te-lah membayar Rp. 50-Rp. 60 ribu/ru-

    mah tangga. Namun sebagian besar

    rakyat kita hanya membayar Rp. 5 ribu.

    Jadi tidak hanya ini harus teknologi

    begini, tapi juga berapa harganya, bera-

    pa kita harus bayar dan berapa tahun.

    Misalnya sistem pengumpulan, trans-

    portasi, dan sebagainya. Semua dihar-

    gai. Sebenarnya hitungan itu sudah ada,

    tapi orang yang mengerti hitungan ini

    belum didengar. Dan biasanya kalau

    belum stadium 5, resep belum dibeli,dokter juga belum didengar. Kalau kota

    kita bersih dan aman, investasi akan

    datang, kesejahteraan akan meningkat,

    dan ekonomi akan meningkat. Kalau

    ada yang bilang komoditi sampah itu

    adalah emas, oke saja tapi itu hanya

    sebagian dari keseluruhan. Yang saya

    agak risau, ada pihak-pihak yang

    mengetahui sebagian kecil dari per-

    masalahan sampah seolah-olah sudah

    tahu semua sehingga keluar pernyataan

    bahwa satu-satunya cara dengan tekno-logi atau solusi ini. Jadi jangan sampai

    ada pernyataan yang masih parsial.

    Yang tahu teknologi bilangnya harus

    teknologi. Yang tahu pemberdayaan

    bilangnya harus partisipasi masyarakat.

    Padahal semua penting dan harus di-

    mulai dari kebijakan pemerintah.

    Bagaimana dengan aspek sosi-

    al budaya?

    Ini juga penting. Masyarakat harus

    disadarkan bahwa kita semua adalahprodusen sampah. Tidak ada orang di

    dunia yang tidak buang sampah. Rata-

    rata setengah kilogram per orang per

    hari. Kita bisa hitung. Makanya DKI

    bisa 6.000 ton per hari. Masyarakat

    harus dilibatkan sejak awal peren-

    canaan. Untuk merencanakan, sosial-

    isasi, penyuluhan, pendidikan, tentang

    persampahan itu harus didisain, diren-

    canakan oleh ahlinya. Ahli komunikasi,

    ahli sosiologi, pendidikan, psikologi,

    ulama dan sebagainya. Mereka harus

    dilibatkan semua, bukan hanya disain

    mesinnya. Kalau kita belajar dari keja-

    dian TPST Bojong dan pembangunanTPA lain diprotes, ini karena disain

    untuk partisipasi masyarakat masih

    belum profesional karena tidak didisain

    oleh ahlinya. Yang ada hanya disain

    teknologi, ada investasi. Harusnya kalau

    untuk membangun TPA itu 100 juta,

    berapa persen untuk membangun

    manusianya. Seharusnya untuk manu-

    sianya ini 10-30 persen. Ini jauh lebih

    sulit dan jauh lebih lama dibandingkan

    dengan membangun mesin. Beda kota

    juga beda perlakuan dan waktu. Varia- bel disainnya lebih banyak dan kom-

    pleks. Kalau bicara mesin kita bicara ku-

    antitatif dan itu lebih mudah. Makanya

    saya wanti-wanti sekali setiap peren-

    canaan jangan lupa itu [faktor manu-

    sia]. Minimal 10 persen. Kalau ini tidak

    didisain dari awal dengan benar, di

    belakangnya biaya sosial bisa lebih dari

    30 persen.

    Disain sosial ini harus pula meng-

    kombinasikan antara bottom up dan

    social engineering yang didisain dariatas. Partisipasi masyarakat itu bisa

    direkayasa oleh sistem yang baik.

    Misalnya kita lihat Singapura yang

    memiliki sistem hukum yang kuat, kita

    tidak akan berani buang sampah sem-

    barangan. Kita akan nurut. Kita dire-

    kayasa oleh sistem sampah Singapura.

    Di Indonesia saya juga melihat ada

    beberapa tempat seperti itu. Misalnya di

    tempat rekreasi Ancol, sistem kebersih-

    annya sudah cukup ketat. Tempat sam-

    pah bersih, pengawas sampah juga ada.Jumlah dan jarak tempat sampah juga

    hampir memenuhi standar. Kita tidak

    berani sembarangan buang sampah.

    Makanya kita juga disiplin. Sistem

    mempengaruhi kita. Pertanyaannya

    mahal nggak kita ke sana? Mahal. Tapi

    kan tetap laku. Sebetulnya orang mau

    bayar. Sebenarnya Indonesia juga bisa.

    Kita juga ingin masyarakat memilah

    WAWANCARA

    Percik Juni 2006 17

  • 8/9/2019 majalah percik

    20/60

    sampah kering dan basah. Itu bisa ber-

    jalan bila sistemnya sudah disediakan.

    Misalnya gerobak, dan truknya sudah

    terpilah. Sistem pengumpulannya juga

    sudah terpilah. Tanpa itu nggak bisa.

    Jadi partisipasi masyarakat bisa

    direkayasa oleh sistem.

    Aspek teknologi?

    Kita harus sepakat bahwa semua

    teknologi punya kelebihan dan keku-

    rangan masing-masing sehingga haruskombinasi, harus integrasi. Tidak ada

    satu teknologi pun yang bisa menyele-

    saikan masalah sampah dengan tuntas.

    Teknologi harus didisain sesuai dengan

    kebutuhan setempat. Antara kota met-

    ropolitan dan kota kecil berbeda. Kita

    harus hati-hati dengan teknologi yang

    datang dari 'investor'. Kadang-kadang

    mereka sebagai pedagang hanya meng-

    anggap produk mereka paling bagus.

    Untuk itu kita harus mendisain master

    plan sendiri karena kita yang punyarumah. Ibarat membangun rumah, kita

    harus menggambar dulu rumah kita,

    mungkin dengan bantuan arsitek. Se-

    telah itu baru ketahuan berapa luas ru-

    mah kita dan apa saja kebutuhannya

    serta berapa harganya. Baru setelah itu

    kita cari investor. Jangan terbalik, jus-

    tru konsep datang dari investor atau

    pedagang. Jadi semua kota di Indonesia

    harus punya master plan pengelolaan

    sampah sendiri. Jangan ragu-ragu me-

    ngeluarkan dana untuk membuat mas-

    ter plan ini. Kalau itu kita runut secara

    kepala dingin, semua itu bisa kita

    lakukan.

    Yang penting lagi dalam peren-

    canaan teknologi, kita harus tahu kapan

    jangka pendek, jangka menengah, jang-

    ka panjang, dan kapan emergency.

    Kalau emergency, ibarat orang sakit,

    sudah harus masuk ICU. Kita harus beliteknologi semahal apapun. Kita tidak

    bicara mahal murah, tapi bagaimana

    masalah itu selesai dulu. Setelah itu kita

    baru merencanakan yang reguler.

    Misalnya bagaimana mengurangi sam-

    pah di TPS, atau lebih bagus mengu-

    rangi sampah di rumah, dan lebih bagus

    lagi mengurangi sampah di produsen.

    Ini perlu waktu. Jangan ada lagi yang

    mengatakan yang penting mengurangi

    sampah di rumah, olah dulu yang di

    TPA. Semua penting. Tapi kalau berbi-cara emergency, kita harus beli teknolo-

    gi semahal apapun. Untuk DKI misal-

    nya, kita harus beli teknologi dengan

    kapasitas besar yang harganya bisa tril-

    yun. Mungkin setelah 5 tahun kita tak

    beli lagi obat ini, cukup dengan obat

    reguler. Jangka menengah, kita bisa

    mengurangi sampah di TPS, itu bisa

    mengurangi sampah 50 persen. Jangka

    panjangnya kita mengurangi sampah di

    rumah. Jangka panjang sekali mengu-

    rangi sampah di produsen. Nanti petani

    pisang tak lagi kirim pisang ke Jakarta

    dengan kulitnya, tapi sudah jadi kripik

    misalnya. Ini menyangkut sistem.

    Dengan kondisi persampahan

    yang runyam seperti sekarang,

    adakah prioritas misalnya di ting-

    kat nasional, atau di daerah mana

    dulu?

    Kita harus sepakat dulu bahwa kon-

    disi kita sudah emergency sampah.

    Makanya sikap yang kita ambil haruslah

    menunjukkan kondisi tersebut. Kita

    harus membuat yang agak mahal. Lima

    aspek itu dibikin bersama-sama. Kalauperlu bikin badan khusus sekarang,

    badan emergency. Seperti ketika ada

    masalah bank, pemerintah bikin BPPN.

    Kalau perlu ada SK Presiden. Dari aspek

    hukum, kita bikin peraturan tingkat

    lokal karena tingkat nasional kan lama.

    Kita beli teknologi yang handal. Tapi

    secepatnya teknologi, butuh 3 tahun.

    Misalnya insinerator. OK berapa tril-

    yun? TPA harus betul-betulsanitary

    landfill, yang harga operasionalnya 100

    ribu per ton. Akhirnya keluar daruratsampah sekian trilyun. Tapi transparan.

    Masyarakat juga bisa apa, mengurangi

    di rumah. Kalau nggak,bayar 100 ribu.

    Ini karena dalam keadaan darurat.

    Mengapa pemerintah belum

    melihat ini sebagai masalah pri-

    oritas?

    Karena ilmu ini masih jarang.

    Bagaimana membuat pemerin-

    tah peduli?Kita bersyukur DPR sebagai institusi

    politik telah peduli. Tinggal pemerintah

    mau cepat atau lambat. Bahkan DPR

    telah mengancam bila sampai 2005

    RUU ini belum beres, mereka akan

    menjadikannya hak inisiatif. Ini berarti

    di tingkat nasional kita sudah bisa

    sounding bahwa ini penting. Sekarang

    kalau sudah kejadian seperti ini, guber-

    WAWANCARA

    Percik Juni 2006 18

    FOTO:MUJIYANTO

  • 8/9/2019 majalah percik

    21/60

    nur dan walikota sudah mulai perhati-

    an. Cuma masih berpikir mahal murah.

    Maunya murah. Padahal di manapun

    WC itu lebih mahal dari ruang tamu

    karena butuh teknologi. Orang masihsulit menerima, seolah airport harus

    lebih mahal dari TPA. Mengubah cara

    berpikir ini tidak gampang. Singapura

    saja butuh 30 tahun baru law enforce-

    ment, belum budaya. Jadi tidak semu-

    dah membalik tangan karena mengubah

    cara berpikir.

    Mengapa TPA di Indonesia ti-

    dak memenuhi standar?

    Pada saat mendisain TPA 10-20

    tahun lalu, ini adalah proyek pemerin-tah di bawah departemen PU. Rencana

    semula sanitary landfill. Sayangnya ini

    tidak dikawal oleh pengetahuan tentang

    harga sanitary landfill itu sendiri.

    Mungkin saat mendisain tidak lengkap.

    Karena sanitary landfillharganya seki-

    an trilyun dengan biaya operasi 100 ribu

    per ton. Kalau tidak jangan bilang sani-

    tary landfill. Ini syarat. Setelah sekian

    puluh tahun terjadi dan berdampak,

    orang terperangah.

    Bagaimana dampak otonomi

    daerah dalam persampahan?

    Otonomi daerah ini sangat berpe-

    ngaruh. Idealnya setiap kota punya TPA

    sendiri. Tapi pada suatu saat akan lebih

    murah kalau punya TPA bersama.

    Seperti yang sekarang kajiannya sedang

    dilakukan oleh pemerintah pusat bahwa

    untuk Jabotabek untukwaste manage-

    ment corporation, itu mungkin kita

    perlu satu perusahaan besar untuk

    mengelola TPA bersama. Pada kenya-taannya ada kota yang sulit mencari

    lahan, sementara ada lahan milik pe-

    merintah daerah yang lain. Di sini harus

    ada kerja sama dan koordinasi. Juga

    ada semangat bersama, misalnya Ja-

    karta buang sampah ke Bekasi, kan

    orang Bekasi yang bekerja di Jakarta

    pun membuang sampah di Jakarta.

    Tadi Anda menyebut harus ada

    kepedulian produsen untuk me-

    ngurangi sampah. Bisa dijelas-

    kan?

    Secara internasional beberapaperusahaan besar telah ikut dalam pro-

    gram extended producer responsibility,

    bahwa mereka harus bertanggung ja-

    wab terhadap sampah yang mereka

    keluarkan baik sampah di pabrik yang

    dikenal sebagai good house keeping dan

    juga sampah yang di luar pabrik. Se-

    karang memang belum ada peraturan-

    nya. Tapi beberapa perusahaan sudah

    mulai melaksanakan.

    Apa yang bisa dilakukan ma-syarakat menghadapi kondisi

    emergency sampah ini?

    Masyarakat mau tidak mau harus

    mengurangi sampah, hingga mengolah

    di rumah. Ada teknologi sederhana yang

    bisa disosialisasikan. Misalnya pengom-

    posan. Masyarakat juga harus rela kalau

    suatu saat harus bayar terhadap tek-

    nologi yang diambil oleh pemerintah.

    Biar bagaimanapun akan lebih mahal

    dibanding mengolah sendiri.

    Bagaimana pendidikan kepe-

    dulian terhadap masyarakat, kira-

    kira seperti apa?

    Pendidikan harus dengan segala

    macam arah dan ujicoba. Harus ada

    contoh. Saya punya contoh di Rawasari

    Jakarta Pusat bahwa TPS itu bisa ber-

    sih, tidak bau. Ini sama dengan orang

    dulu tidak pernah membayangkan ada

    WC di kamar. Begitu ada contoh, orang

    langsung percaya. Jadi pendidikan tidak

    hanya dengan pidato. Harus ada reka-

    yasa. Bikin TPA yang benar satu, TPS

    yang benar satu, bikin truk yang benarsatu. Jadi kalau suatu saat kita akan ba-

    ngun TPA orang bisa menerima. Tentu

    ini butuh waktu karena perlu ada per-

    ubahan budaya.

    Bagaimana mengubah pola pi-

    kir yang selalu melihat sesuatu

    yang fisik sebagai tujuan?

    Itu kesalahan bersama. Kita selalu

    melihat fisik dan instan. Sementara

    kebersihan, kesehatan, dan pendidikan

    itu kan sulit diraba dan kontinyu. Itumasalah antropologi sampai sosial

    budaya. Kita selalu melihat sesuatu

    sebagai materi. Contoh orang melihat

    orang dari rumahnya yang bagus, bukan

    imannya yang bagus. Kalau ada kepala

    daerah yang agak maju, bikinlah badan

    fungsional. Siapapun kepala daerahnya,

    badan ini akan menyinambungkan sis-

    tem. Kita kawinkan karena biasanya pe-

    jabat itu kan politik, ada masa jabatan,

    sementara badan ini kan tidak. Ini akan

    bisa dirasakan hasilnya.

    Adakah negara yang meng-

    alami masalah yang mirip dengan

    Indonesia yang berhasil meng-

    atasi permasalahan ini?

    Kalau dekat Filipina. Dua atau tiga

    tahun lalu juga menghadapi masalah

    sampah. Ratusan orang meninggal ter-

    timbun. Tapi sekarang mereka punya

    undang-undang dan banyak gerakan-

    gerakan secara massal dalam persam-

    pahan. Malaysia, di mana pemerintahtidak lagi mendesentralisasi masalah

    persampahan ini. TPA di sana dibangun

    oleh pemerintah puast. Pemerintah

    daerah hanya dibebani sebagian dari

    operasional dan itu lebih kecil. Laksana

    orang tua dan anak, suatu saat masalah

    harus diselesaikan oleh orang tua. Cina,

    sangat cepat antisipasinya terhadap

    masalah ini. mujiyanto

    WAWANCARA

    Percik Juni 2006 19

    Idealnya setiap kota punya

    TPA sendiri. Tapi pada suatu saat

    akan lebih murah kalau punya TPA

    bersama. Seperti yang sekarangkajiannya sedang dilakukan oleh

    pemerintah pusat bahwa untuk

    Jabotabek untuk waste management

    corporation, itu mungkin kita perlu

    satu perusahaan besar untukmengelola TPA bersama.

  • 8/9/2019 majalah percik

    22/60

    Pot-pot bunga berjajar di pinggir

    jalan. Ada yang diletakkan di

    tanah, ada yang di atas pagar

    tembok, ada yang digantung. Beberapa

    pohon besar tumbuh di halaman warga

    yang sempit. S