majalah percik
TRANSCRIPT
-
8/9/2019 majalah percik
1/60
-
8/9/2019 majalah percik
2/60
Dari Redaksi 1
Suara Anda 2
Laporan Utama
Data AMPL Mungkinkah Terintegrasi? 3
Beda Definisi, Beda Hasil 5
Menuju Integrasi Data AMPL 6
Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS:
Masyarakat Belum Sadar Data 7
Kasubdit Data dan Informasi, Ditjen Cipta Karya:
Perlu Konsensus Bersama 8
Teropong
Bantul Amburadul 9Sanitasi dalam Kondisi Darurat 13
Peraturan
PP No. 2 Tahun 2006 14
Wawancara
Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan, Ir. Sri Bebassari, MSc:
Master Plan Persampahan Mutlak 15
Reportase
Kampung Agrowisata di Sudut Jakarta 20
Kisah
Pengelolaan Sampah Gaya Komunitas Rungkut Lor 22
Studi
Kajian Ekonomi Dampak Investasi Air Minum TerhadapPerekonomian di Indonesia 24
Program
Sekilas tentang ISSDP 27
Inovasi
Insinerator Ramah Lingkungan 29
Wawasan
Air Mengalir dari Negara ke Swasta 31
Misteri Lorong Waktu Peradaban Teknologi Keairan 33
Tantangan Penyediaan Air Baku dalam Pemenuhan
Kebutuhan Air Minum 37
Pengelolaan DAS (Hulu) Terpadu untuk Kesejahteraan Rakyat 41
Seputar AMPL 45Seputar WASPOLA 47
Info CD 48
Info Buku 49
Info Situs 50
Agenda 51
Pustaka AMPL 52
MajalahPercik dapat diakses di situs AMPL: http://www.ampl.or.id
Media Informasi Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan
Diterbitkan oleh:
Kelompok Kerja Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan
(Pokja AMPL)
Penasihat/Pelindung:
Direktur Jenderal Cipta Karya
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Penanggung Jawab:
Direktur Permukiman dan Perumahan,
BAPPENASDirektur Penyehatan Air dan Sanitasi,
DEPKES
Direktur Pengembangan Air Minum,
Dep. Pekerjaan Umum
Direktur Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman,
Dep. Pekerjaan Umum
Direktur Bina Sumber Daya Alam dan
Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI
Direktur Penataan Ruang dan
Lingkungan Hidup, DEPDAGRI
Pemimpin Redaksi:
Oswar Mungkasa
Dewan Redaksi:
Supriyanto, Johan Susmono,
Indar Parawansa, Bambang Purwanto
Redaktur Pelaksana:
Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,
Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,
Essy Asiah, Mujiyanto
Desain/Ilustrasi:
Rudi Kosasih
Produksi:
Machrudin
Sirkulasi/Distribusi:
Agus Syuhada
Alamat Redaksi:
Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat.
Telp./Faks.: (021) 31904113
http://www.ampl.or.id
e-mail: [email protected]
Redaksi menerima kiriman
tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan
dengan air minum dan penyehatan lingkungan
dan belum pernah dipublikasikan.
Panjang naskah tak dibatasi.
Sertakan identitas diri.
Redaksi berhak mengeditnya.
Silahkan kirim ke alamat di atas.
-
8/9/2019 majalah percik
3/60
Pertengahan tahun ini, Indonesia
dibayang-bayangi bencana. Ke-
tika masyarakat di sekitar Gu-
nung Merapi di perbatasan Yogyakarta
dan Jawa Tengah dihantui letusangunung, tiba-tiba mereka dihentakkan
oleh gempa berkekuatan 5,9 skala
Richter. Sekitar 6.000 orang meninggal
dunia, dan ratusan ribu jiwa kehilangan
tempat tinggal yang hancur dan rusak
akibat musibah itu.
Belum usai musibah itu ditangani,
bencana datang lagi. Semburan lumpur
panas membanjiri kawasan di Sidoarjo,
Jawa Timur. Lagi-lagi masyarakat men-
jadi korban kecerobohan proses eksplo-
rasi minyak. Meski tak ada korban,mereka harus menyingkir dari tempat
tinggalnya karena genangan lumpur
pekat yang mengeluarkan bau tak se-
dap. Sekitar 3.000 jiwa mengungsi, pu-
luhan hektar sawah terendam, dan per-
ekonomian terganggu karena luapan
lumpur menghadang jalur transportasi.
Banjir lumpur itu belum bisa ditangani.
Justru muncul sumber lumpur baru.
Tiba-tiba kita dikejutkan lagi adanya
banjir bandang yang melanda delapan
kabupaten di Sulawesi Selatan. Hampir200 orang meninggal dunia dan 145
lainnya hilang. Ratusan rumah hancur
dilanda air bah yang datang tiba-tiba
ketika orang sedang terlelap. Gelom-
bang pengungsian kembali mengalir.
Dan konon pemerintah kehabisan dana
cadangan untuk bencana.
Apa yang melanda negeri ini bisa
menunjukkan potret buruk lingkungan
kita. Selain itu kita juga bisa melihat
betapa belum ada penanganan yang
memadai menghadapi kondisi itu.Padahal, seharusnya kita lebih siap
mengingat kita memang berada di wi-
layah yang rawan bencana. Walhasil ki-
ta hanya bisa mengelus dada dan me-
minta kepada Yang Maha Esa untuk
tidak menurunkan bencana berikutnya
seraya meminta ampun atas segala per-
buatan buruk kita terhadap alam-Nya.
Di sisi lain, mari kita bantu saudara
kita!
Berkaitan dengan itu, Percik kali ini
mencoba meneropong kondisi darurat
di wilayah Bantul pascagempa. Ka-
bupaten di selatan Yogyakarta ini dipi-
lih karena daerah inilah yang mengala-mi kerusakan paling parah dan korban
jiwa paling banyak. Tentu kita akan
melihat bagaimana kondisi air minum
dan penyehatan lingkungannya. Kami
berharap potret tersebut nantinya bisa
menjadi pelajaran bagi kita semua
khususnya dalam menyiapkan tanggap
bencana di sektor air minum dan penye-
hatan lingkungan.
Di rubrik wawancara, kami meng-
hadirkan 'Ratu' sampah Sri Bebassari
untuk memperbincangkan kondisi sam-pah kita saat ini dan apa yang harus kita
lakukan ke depan. Persoalan ini penting
mengingat kita sudah dalam kondisi
darurat sampah. Kasus di Kota Ban-
dung bisa menjadi contoh buruk penge-
lolaan sampah kota, dan mungkin hal
yang sama terjadi di kota-kota lain.
Butuh kepedulian yang lebih terhadap
masalah ini dari semua stakeholder.
Kalau tidak kita akan kedatangan
'hantu' sampah yang sangat menakut-
kan.
Sedangkan di laporan utama, kami
mengajak pembaca untuk menyimak
pembahasan tentang data AMPL. Fakta yang ada menunjukkan ternyata kita
memiliki banyak data dalam sektor
yang sama. Setiap instansi memiliki
data dan kriteria sendiri. Akibatnya ada
tumpang tindih. Data siapa yang benar?
Tak ada yang tahu pasti. Mengapa itu
bisa terjadi? Jelas kondisi ini bisa mem-
pengaruhi perencanaan pembangunan
ke depan dan akurasi penilaian keber-
hasilan pembangunan.
Pembaca, di tengah carut marut
kondisi kita, kami mengikuti pameranlingkungan hidup di Balai Sidang
Jakarta.Alhamdulillah, banyak pengun-
jung yang menyapa kami di Stand Pokja
AMPL-WASPOLA. Puluhan pengun-
jung pun berlanggananPercik dan ber-
diskusi mengenai sektor AMPL. Semoga
jalinan komunikasi seperti ini tak
berhenti.
Wassalam.
DARI REDAKSI
Percik Juni 2006 01
FOTO:DORMARINGAN HS
Suasana stand Pokja AMPL-WASPOLA ramai didatangi pengunjung.
-
8/9/2019 majalah percik
4/60
Rubrik Teknologi
Terima kasih atas kiriman Percik
yang terbaru, April 2006. Media jurnal
ini bagus dan informatif.Kalau boleh, perlu juga re-
portase mengenai pengalaman-
pengalaman di negara-negara
lain dalam hal air minum dan
penyehatan lingkungan ini, baik
skala komunitas lingkungan
maupun skala kota. Juga perlu
ada rubrik mengenai penera-
pan-penerapan appropriate
technology mulai dari yang
sudah ada turun temurun dari
nenek moyang kita, misalnyakincir air di sumatera barat,
sampai dengan yang mutakhir
dan mengupas bagaimana tek-
nologi itu diterapkan dan apa
kekurangannya, bagaimana sebenarnya
kekurangan-kekurangan itu bisa diatasi
dengan teknologi atau pengetahuan
masa kini.
Salam dan selamat berjuang mema-
jukan bangsa.
Max PohanStaf Ahli Menteri PPN
Bidang Pemantauan Pembangunan
Beberapa kali kami telah menyajikan
rubrik teknologi. Kami sangat berterima
kasih atas masukan tersebut. (Redaksi)
Menuju Bebas BAB
Sembarangan
Kecamatan Lembak terletak di kabu-paten Muara Enim Propinsi Sumatera
Selatan yang terdiri atas 18 desa, ber-
penduduk + 29.306 jiwa, 7.531 Kepala Ke-
luarga (KK). Masyarakat banyak meng-
andalkan hasil pertanian karet. Kondisi
sanitasinya belum baik. Penduduk yang
memiliki dan memanfaatkan jamban kelu-
arga hanya 2.818 KK, atau sekitar 37,41
persen dari total KK dengan jumlah jam-
ban 2.308 unit, untuk seluruh kecamatan
Lembak.
Kondisi ini mendorong Puskesmas
Lembak membuat sebuah gebrakan
menuju Free Open Defecation dengan
menerapkan metode CLTS. Pada 4-7 Juli
2005, diadakan pelatihan CLTS di kabu-
paten Muara Enim, dan tiga orang petugas
Puskesmas Lembak yakni dua sanitarian
dan saya sendiri. Selanjutnya kami meng-
adakan pelatihan CLTS pada 8-11 Pebruari
kepada seluruh staf Puskesmas Lembak.
Setelah pelatihan terbentuklah tim CLTS
di Puskesmas Lembak yang terdiri darisepuluh orang, dan kami menamakan
diri 'Tim Pemicu Penggerak Perubahan',
kemudian tim ini menyusun rencana
kerja dalam menindak lanjuti pelatihan
tersebut. Sebelumnya kami juga meng-
adakan sosialisasi CLTS dalam beberapa
kesempatan seperti rapat koordinasi
kecamatan yang dihadiri oleh camat, staf
kecamatan, kepala kepala instansi, selu-
ruh kepala desa di wilayah kecamatan
Lembak, kemudian pada pertemuan
PKK, dan bidan desa.Kemudian kami mengadakan pemi-
cuan di seluruh desa di wilayah Puskes-
mas Lembak setiap hari sejak tanggal 22
Pebruari 2006-31 Maret 2006. Dan
pada setiap hari Sabtu, desa yang telah
dipicu pada minggu tersebut kami ajak
menghadiri pertemuan di Puskesmas
Lembak untuk membuat kesepakatan
desa masing masing, menyaksikan ta-
yangan perkembangan CLTS di India,
Bangladesh, dan Desa Babat-desa di
Lembak yang telah bebas BAB semba-
rangan-untuk menambah wawasan dan
memotivasi langkah mereka. Mereka
terpicu. Mereka mempunyai strategimasing-masing dalam hal me-
nindaklanjuti tekad mereka di
desa dengan membentuk ke-
lompok-kelompok kecil.
Setiap desa berlomba-lom-
ba untuk segera menyatakan
desa mereka bebas dari BAB,
bahkan kelompok-kelompok
kecil yang dibentuk di desa
juga berlomba menyelesaikan
pembuatan jamban yang men-
jadi tanggung jawab kelom-poknya. Bahkan Desa Tanjung
Tiga rela menunda ngetam
(panen padi) demi membuat
WC yang memang hasilnya ter-
wujud dalam dua minggu. Bahkan ada
desa yang tak kebagian kloset di toko
karena stok habis.
Sejak metode CLTS diterapkan sela-
ma 5 minggu, sudah 1097 unit jamban
yang bertambah dengan KK pengguna
jamban 1956 KK. Beberapa desa yang
baru beberapa hari dipicupun sudahmengalami penambahan jamban. Hasil
pemantauan sampai dengan 4 April
2006 yang kami lakukan, pengguna
jamban yang tadinya hanya 37,41
persen menjadi 62,95 persen.
Pemicuan biasanya kami lakukan di
luar jam kerja siang-sore hari. Selain itu
selalu kami lakukan kunjungan ulang
untuk melihat perkembangan sekaligus
mengabadikan hasil kerja mereka.
Kiranya tulisan ini dapat berman-
faat bagi pembaca dan memotivasi kitakhususnya petugas kesehatan untuk
lebih peduli pada masyarakat di wilayah
kerja masing-masing. Pengalaman kami
memfasilitasi tidaklah sulit, yang pen-
ting ada tekad yang kuat dan kemauan.
Drg. P. Agustine SiahaanKepala Puskesmas
Kec. Lembak Kab. Muara Enim,
Sumatera Selatan
SUARA ANDA
Percik Juni 2006 2
FOTO:AGUSTINE SIAHAAN
-
8/9/2019 majalah percik
5/60
Penyelenggaraan pembangunan
negara yang baik ditandai dengan
adanya keterbukaan, akuntabili-
tas dan melibatkan partisipasi ma-
syarakat. Proses perencanaan pemba-
ngunan berjalan berdasarkan atas datadasar, kecenderungan perkembangan,
proyeksi kebutuhan, dan alokasi sum-
ber-sumber daya.
Pasal 31 Undang-undang No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Peren-
canaan Nasional menyebutkan bahwa
perencanaan pembangunan harus di-
dasarkan pada data-data dan informasi
yang akurat dan dapat dipertanggung-
jawabkan. Konsekuensinya, kebutuhan
data yang dapat diandalkan menjadi
keniscayaan. Penggunaan data yang
akurat dan up to date akan mendorong
efisiensi pembangunan, tepat guna, dan
tepat sasaran.Secara umum data memiliki tiga
fungsi utama yakni bahan informasi,
alat ukur, alat pembanding. Sebagai
bahan informasi, data bisa menun-
jukkan capaian pembangunan, apa yang
sudah dilaksanakan, mana yang belum,
termasuk bagian mana yang belum
tersentuh pembangunan. Dengan data
dapat diukur sejauh mana pembangun-
an itu telah mencapai target yang dite-
tapkan. Sedangkan sebagai pemban-
ding, data dapat berfungsi untuk me-
nunjukkan efektifitas suatu kegiatan.
Selain mempunyai fungsi, data juga
memiliki peran. Data berperan dalamperencanaan sampai dengan pengukur-
an pencapaian pembangunan, sebagai
bahan pengambilan kebijakan/keputus-
an (Decission Supporting System), alat
kontrol untuk mencegah pengulangan
kesalahan dan pengulangan program-
/kegiatan, dan mendukung penyeleng-
garaan pemerintahan yang transparan,
akuntabel dan partisipatif.
LAPORAN UTAMA
Percik Juni 2006 3
Data Air Minum
dan Penyehatan LingkunganMungkinkah Terintegrasi?
ILLUSTRASI: www.rudikoz.com
-
8/9/2019 majalah percik
6/60
Melihat peran data pembangunan
tersebut, ketersediaan data menjadi
kunci pembangunan. Bisa dibayangkan
bagaimana kebijakan akan diambil
sementara data-data pendukung yang
dijadikan pijakan bagi keputusan itutidak memenuhi syarat. Dapat diduga,
hasilnya bisa jadi melenceng dari harap-
an atau bahkan tak sesuai sama sekali
dengan prediksi.
Di negara-negara maju, database
pembangunan mendapat perhatian
penting. Sistem informasi data yang di-
terapkan memungkinkan semua data
bisa tersedia sesuai dengan kebutuhan.
Kondisi ini memungkinkan pelaksana-
an pembangunan menjadi efisien dan
efektif serta terukur.
Data AMPL Indonesia
Indonesia yang merdeka sejak 1945
seharusnya telah memiliki database
pembangunan secara rinci. Namun
fakta menunjukkan lain. Sistem pen-
dataan pembangunan belum berjalan
sesuai dengan harapan. Banyak data
pembangunan yang masih sulit didapat-
kan hingga kini. Kalau pun ada sering
tidak lengkap. Tak heran bila data terse-
but tidak memungkinkan untuk dianali-sa dan dijadikan dasar pengambilan
kebijakan.
Kenyataan itu mencakup pula data
sektor air minum dan penyehatan ling-
kungan (AMPL). Padahal pembangun-
an sektor ini telah mulai berlangsung
secara menyeluruh dan sistematis sejak
PELITA I. Hanya saja pembangunan
sarana fisik itu tidak diikuti dengan
pendataan secara terpadu. Berbagai
institusi terkait mengeluarkan data
AMPL. Misalnya Departemen Kesehat-an, Departemen Pekerjaan Umum, atau
Departemen Dalam Negeri memiliki da-
ta masing-masing. Bisa diduga muncul
angka yang berbeda untuk kategori
yang sama dan kelompok sasaran yang
sama.
Hal ini bisa dimaklumi mengingat
setiap institusi akan lebih fokus ter-
hadap angka pencapaian pembangunan
yang dilaksanakan oleh institusi yang
bersangkutan. Perbedaan data tersebut
juga disebabkan oleh adanya perbedaan
pada penggunaan definisi, kategorisasi
variabel yang digunakan, metode pe-
ngambilan data, dan kehandalan sum- ber daya manusia yang mengolah dan
mengelolanya.
Berbagai jenis data itu tentu tak bisa
disatukan begitu saja. Di sisi lain data
pembangunan harus tersedia. Jalan ke-
luarnya yakni menggunakan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) sebagai lembaga pemerintah yang
berwenang mengeluarkan data. Data
AMPL ini diambil berdasarkan hasil
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SU-
SENAS). Data hasil SUSENAS tersebutdigunakan sebagai acuan khususnya
dalam mengevaluasi pencapaian target
MDGs.
Ketersediaan data AMPL di data
BPS sangat terbatas. Mengapa? Karena
data AMPL belum dipandang sebagai
variabel yang perlu diperlakukan secara
khusus dibanding sektor lain, misalnya
survei pertanian atau survei volume
penjualan beras. Dalam SUSENAS,
kavling pertanyaan untuk sektor ini pun
sangat terbatas. Misalnya, tidak adadata dari BPS berapa sumur gali yang
memenuhi syarat jarak minimal 10
meter dari tempat pembuangan tinja.
Survei ini hanya mempertanyakan hal-
hal global.
Ketiadaan data rinci inilah yang
mendorong instansi terkait di luar BPS
mengadakan survei yang lebih khusus.
Instansi tersebut membutuhkan data
sesuai kebutuhannya. Dengan demikian
setiap instansi menggunakan pende-
katan yang dianggap sesuai dengan datayang dibutuhkannya.
Sayangnya selama proses pendataan
berlangsung, koordinasi antar-instansi
dan intansi dengan BPS sebagai sur-
veyor resmi negara belum terjalin de-
ngan baik. Di sana-sini ditemukan tum-
pang tindih data. Perbedaan definisi di
tingkat institusi dan masyarakat terus
terjadi. Seringkali fasilitas AMPL tidak
terdata secara akurat di tingkat masya-
rakat karena didefinisikan secara berbe-
da. Persepsi masyarakat dengan pe-
ngumpul data (surveyor) yang berbeda
mengakibatkan fasilitas yang sama
ditempatkan pada kelompok data ber- beda. Perbedaan data juga bisa terjadi
karena perbedaan kriteria teknis terha-
dap prasarana dan sarana.
Tantangan ke Depan
Ketiadaan data baku yang bisa
menggambarkan kondisi riil sektor
AMPL sekaligus bisa dipergunakan
acuan oleh semua stakeholder, jelas ti-
dak menguntungkan dari sisi pemba-
ngunan dan penilaian pihak luar. Ini
bisa menunjukkan belum adanya kepe-merintahan yang baik (good gover-
nance). Oleh karena itu, perlu ada siner-
gi antarstakeholder dan antarstake-
holderdengan BPS.
Banyak hal yang bisa dikerjakan
bersama di antaranya melakukan anali-
sis komparasi bagaimana data sektor
AMPL saat ini didefinisikan, dikum-
pulkan dan diagregasikan. Penting pula,
pihak-pihak tersebut mengidentifikasi
kembali kategori data AMPL yang dibu-
tuhkan baik di tingkat nasional maupundaerah dalam rangka sinkronisasi de-
ngan SUSENAS yang dilakukan oleh
BPS, serta mengidentifikasi peran dan
tanggung jawab stakeholder dalam
pengelolaan data AMPL.
Yang tak kalah pentingnya yaitu
membangun konsensus bersama an-
tarstakeholder AMPL dalam pengkla-
sifikasian, metoda pengumpulan serta
pengelolaan data AMPL terutama un-
tuk data dasar (base line) dan peman-
tauan MDGs. Di sini, stakeholder ha-rus duduk bersama untuk membahas
dan membicarakan hal itu. Peme-
rintah daerah alangkah baiknya ikut
pula dalam pembahasan ini karena
merekalah ujung tombak pengumpul-
an data di daerah. Pemda pula yang
mengenali data AMPL di daerahnya
dan yang bisa memverifikasi data yang
dikeluarkan BPS. MJ
LAPORAN UTAMA
Percik Juni 2006 4
-
8/9/2019 majalah percik
7/60
Definisi memegang perananpenting dalam pendataan. Per-
bedaan pendefinisian akan
mengakibatkan hasil yang berbeda sa-
ma sekali. Karena itu, persamaan pen-
definisian menjadi hal pertama dan
utama sebelum proses pendataan ber-
langsung. Jika tidak, hasilnya pasti akan
lain-lain. Ini seperti yang terjadi dalam
penyajian data air minum dan penye-
hatan lingkungan (AMPL) Indonesia se-
lama ini.
Tabel 1 memberikan contoh definisi yang berbeda pada sektor air minum
untuk membedakan sumber air yang
berkategori baik dan tidak baik antara
laporan Pemantauan MDGs di Indone-
sia dan BPS (Susenas 2002).
Tabel tersebut menunjukkan dalam
hal sumber air bersih terlindungi,
MDGs menjadikan hidran umum ma-
suk kategori sumber air bersih terlin-
dungi, sedangkan BPS tidak memasuk-
kannya. Bisa jadi BPS menganggap hi-
dran sebagai bagian dari sistem sam-
bungan perpipaan karena sumber airnya
berasal dari jaringan pipa. Sebaliknya
MDGs menjadikan hidran umum berdiri
sendiri karena sistem distribusinya sangat
berbeda kendati sumbernya sama.
Yang lebih nyata perbedaannya da-
lam memandang sumber air tak terlin-
dungi. Dalam kategori ini BPS mema-
sukkan sungai dan lain-lain. Sedangkan
MDGs tidak mengkategorikannya seba-
gai sumber air tak terlindungi, dan me-
masukkan gerobak dorong (penjaja air
keliling) ke dalamnya.
Definisi yang digunakan oleh media
sumber tersebut juga belum sesuai dengan
definisi sumber air dan sarana sanitasi
yang layak (improved) dan tidak layak (un-
improved) yang saat ini digunakan untuk
memantau pencapaian MDG's sektor Per-
mukiman dan Perumahan di tingkat glo-
bal. Selain perbedaan antar-institusi, ada
perbedaan di masyarakat. Perbedaan itumenyangkut persepsi antara masyarakat
dan pengumpul data. Ini memungkinkan
fasilitas yang sama ditempatkan pada ke-
lompok data yang berbeda-beda.
Di samping masalah definisi, ada beda
pendekatan yang digunakan oleh masing-
masing institusi sesuai kebutuhan dan ke-
pentingannya (service provider point of
view). Tabel 2 menggambarkan salah satu
contoh ketidaksinkronan data dari berba-
gai institusi yang ada.
Data dalam tabel 2 menunjukkanUNICEF dan WHO keduanya mengambil
data dari SUSENAS tapi perbedaan
angkanya sangat jauh. Mana yang benar?
Tentu semua data itu benar karena
masing-masing memiliki argumentasi
tersendiri. Persoalannya sekarang,
apakah perbedaan itu akan terus
dilestarikan? Dalam hal data, perlu ada
integrasi. (MJ/GUS)
LAPORAN UTAMA
Percik Juni 2006 5
Beda Definisi, Beda Hasil
Penerbit
Data
UNICEF
WHO
Pekerjaan
Umum
Direktori
PERPAMSI
BPS
(non pipa)
Wilayah
Perkotaan
Perdesaan
Total
Perkotaan
Perdesaan
Total
Perkotaan
Perdesaan
Total
Perkotaan
Perdesaan
Total
Perkotaan
1994
43,0
1996
89,1
61,5
71,4
54,4
34,3
41,5
1997
90,8
65,7
75,0
72,8
45,2
55,4
1998
90,8
67,3
76,4
55,2
35,9
43,1
36,8
36,8
62,2
1999
91,7
67,7
77,1
55,5
35,6
43,4
2000
90,1
68,7
78,2
51,7
51,7
2001
90,6
67,0
77,2
2002
91,4
68,5
78,7
61,4
40,8
50,0
Sumber
SUSENAS
Penghitungan
SUSENAS
untuk MDG's
DGURD, PU
PERPAMSI
BPS
Tabel 2Cakupan Pelayanan Air Minum dari Berbagai Institusi
Tabel 1Kategori Sumber Air Bersih
Menurut BeberapaLaporan Statistik
1995
87,3
57,4
67,7
52,6
30,8
38,5
63,6
BPS
1. air kemasan
(termasuk isi ulang)
2. sumur
tak terlindungi
3. mata air
tak terlindungi
4. sungai
5. lain-lain
(danau, waduk, dll)
Laporan MDGsIndonesia
1. gerobak dorong
2. air kemasan
3. air dari truk tangki
4. sumur
tak terlindungi
5. mata air
tak terlindungi
BPS
1. sambungan pipa
2. sumur bor
3. sumur terlindungi
4. mata air terlindungi
5. air hujan
Laporan MDGsIndonesia
1. sambungan pipa
2. hidran umum
3. sumur bor
4. sumur terlindungi
5. mata air
terlindungi
6. air hujan
SUMBER AIR BERSIH TERLINDUNGI SUMBER AIR BERSIH TAK TERLINDUNGI
-
8/9/2019 majalah percik
8/60
Integrasi data mau tidak mau harusdilakukan oleh semua stakeholder
data air minum dan penyehatan
lingkungan (AMPL) mengingat kebu-
tuhan yang mendesak. Tentu prosesnya
tidak mudah. Masing-masing pihak
harus meninggalkan pola-pola pengelo-
laan data 'maunya sendiri', tumpang
tindih, dan tidak terorganisasi dengan
baik.
Dalam kerangka pengelolaan data
yang lebih integral dan handal, perlu
sejumlah langkah, antara lain denganmelakukan analisis komparasi bagaima-
na data sektor AMPL saat ini didefini-
sikan, dikumpulkan, dan diagregasi ter-
utama oleh BPS dan institusi terkait.
Selanjutnya kategori data yang ada
diidentifikasi sesuai kebutuhkan baik di
tingkat nasional maupun daerah dalam
rangka sinkronisasi dengan SUSENAS
yang dilakukan oleh BPS. Selain itu,
perlu ada identifikasi kembali peran dan
tanggung jawab stakeholderdalam pe-
ngelolaan data AMPL. Proses tersebuttidak bisa tidak membutuhkan langkah
bersama seluruh stakeholder. Ini bertu-
juan membangun konsensus bersama
atas masalah ini.
Di luar itu, Pemerintah
Daerah pun memiliki peran
yang tidak bisa dielakkan.
Pemda perlu lebih proaktif da-
lam mengenali kondisi data
AMPL di daerahnya. Dengan
demikian, pengelolaan data
AMPL menjadi suatu jejaringsinergis yang terhubungkan baik
vertikal maupun horizontal.
Melalui proses tersebut diharap-
kan pengelolaan data menjadi
efektif, efisien, dan tetap achie-
veble dan reasonable.
Langkah Awal
Dalam kurun waktu tahun
2006 ini, Pokja AMPL yang terdiri atasstakeholderAir Minum dan Penyehatan
Lingkungan, menyusun program untuk
mewujudkan tujuan di atas. Program ini
terdiri atas berbagai komponen, yaitu:
Pengajuan usulan perubahan data
dalam SUSENAS-BPS
Komponen ini mencakup kegiat-
an-kegiatan antara lain pertemuan
serial, lokakarya, proses pengajuan
usulan, pelaksanaan atas usulan
perubahan tersebut dalam kerangka
kegiatan SUSENAS-BPS tahun 2007mendatang.
Pengembangan jejaring yang sinergis
dalam pengelolaan data dan infor-
masi antarstakeholderAMPL
Kegiatan-kegiatan yang termasuk
dalam komponen ini antara lain:
Konsolidasi data dan informasi
termasuk di dalamnya hasil-hasil
penelitian dan studi dari masing-
masing stakeholderdengan aktivi-
tas kompilasi, kategorisasi, inter-
exchange, dan publikasi/penerbit-an (buku, CD, website).
Konsolidasi program pengelolaan
data AMPL dari masing-masing
stakeholder.
Grand design pengelolaan data AMPL dimulai dengan analisis
komparasi data berupa studi pe-
ngelolaan data AMPL pada tiap
Departemen Teknis.
Sosialisasi di daerah mengenai pen-
tingnya penyusunan basis data AMPL
sebagai bahan dalam pemantauan
pencapaian MDGs.
Kegiatan dalam komponen ini
antara lain:
Mengomunikasikan mengenai arti
penting pengelolaan data bagi dae-rah dalam tiap kesempatan penye-
lenggaraan program-program
AMPL lainnya.
Memantau dan mengevaluasi per-
kembangan pelaksanaan pengelo-
laan data AMPL di daerah.
Memfasilitasi daerah dalam ke-
rangka pengelolaan data.
Program ini didukung oleh seluruh
pihak yang peduli atas pengembangan
data sektor Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan, seperti: Bappenas, BPS,Departemen Pekerjaan Umum, Depar-
temen Kesehatan, Departemen Dalam Ne-
geri, dan Kementrian Lingkungan Hidup.
Lembaga internasional pun terlibat.
Mereka antara lain: UNICEF,
dan AusAID melalui program
WASPOLA. Dengan dukungan
seluruh stakeholder ini, diha-
rapkan pengelolaan data AMPL
bisa terlaksana lebih terpadu
dan menyeluruh namun tetap
efektif dan efisien.Memang, hasil belum ter-
lihat nyata. Namun dari ber-
bagai kegiatan yang melibat-
kan stakeholder terkait, at-
mosfer menuju integrasi data
AMPL sudah mulai terasa.
Kita berharap, integrasi data
AMPL bukan lagi sekadar
mimpi. (GUS/MJ)
LAPORAN UTAMA
Percik Juni 2006 6
Menuju Integrasi Data AMPL
1.
2.
3.
ILUSTRASI:RUDI KOSASIH
-
8/9/2019 majalah percik
9/60
-
8/9/2019 majalah percik
10/60
B agaimana konsep pengelola-an data dan informasi di Cip-ta Karya?
Sebelum terbentuknya kembali
Ditjen Cipta Karya, terdapat beberapa
aplikasi pengolahan data. Struktur or-
ganisasi-saat itu Ditjen TPTP-dibagi
berdasarkan wilayah, dan wilayah diba-
gi menjadi sektor. Masing-masing di-
rektorat berorientasi pada data yang di-
butuhkan sesuai dengan lingkup tugas-
nya dengan metode pengumpulan data
yang belum sama, tergantung dana danwaktu pengumpulan yang tersedia. Be-
lum ada upaya integrasi yang optimal.
Sejak terbentuknya Ditjen Cipta Karya
kembali 2005, ada Subdit Data dan In-
formasi, di bawah Dit Bina Program
yang bertugas melakukan pengumpulan
dan pengolahan data serta pelaporan
kemajuan pelaksanaan pembangunan
bidang Cipta Karya. Kami bersyukur
bahwa dalam Renstra Dep PU 2005-
2009, Pengelolaan Data dan Penyebar-
luasan Informasi merupakan prioritasyang harus dikembangkan.
Apa saja kendala pengelolaan
data?
Bila melihat ke belakang, terutama
pengalaman 1 tahun terakhir ini kenda-
lanya sangat banyak. Paling tidak ada
empat yaitu pertama data. Pemeliha-
raan data yang sudah ada kurang dan
jarang di-back-up. Sering ada bypass
prosedur dalam pencarian data sehing-
ga membuat file menjadi besar. Kedua,masalah aplikasi. Selama ini banyak
aplikasi yang disusun pihak ketiga tidak
menyerahkan source programnya dan
source kodenya kepada pengelola data.
Beberapa aplikasi tidak dapat diguna-
kan melalui jaringan karena platform
berbeda. Yang ketiga kendala hard-
ware. Pengadaan hardware tidak ter-
koordinasi. Proses peremajaan hard-
wareyang kurang mengantisipasi kebu-
tuhan beban, kecepatan, dan kemam-puan penyimpanan. Yang terakhir,
kendala SDM. SDM belum siap dengan
perubahan teknologi informasi.IT min-
dedbelum membudaya.
Bagaimana langkah mengatasi
kendala tersebut?
Kami sedang menyiapkan konsep
Rencana Induk Sistem Informasi Ma-
najemen (RI SIM). Mudah-mudahan
selesai akhir tahun ini. Bila konsep RI
SIM jadi, nanti akan langsung disosiali-sasikan ke semua stakeholders tentang
rencana pengembangannya ke depan.
Sering ada data sektor yang di-
keluarkan oleh instansi/departe-
men lain berbeda, tanggapan An-
da?
Ya harus dilihat latar belakangnya.
Mirip seperti di unit kerja di lingkungan
kami. Masing-masing instansi mengam-
bil data sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya. Dalam hal ini kamiakan melihat data mana yang terbaru,
dan apakah instansi yang mempublika-
sikan data tersebut memiliki kompeten-
si dalam mengeluarkannya.
Apa kira-kira penyebab perbe-
daan ini?
Seperti yg disampaikan sebelumnya,
karena kepentingan masing-masing ins-
tansi yang berbeda, dan tujuan pengum-pulan data itu untuk apa? Kadang-kadang
ada instansi yang mempublikasikan data
tanpa melihat fungsi instansi tertentu yang
seharusnya mempublikasikannya.
Upaya apa saja yang telah dila-
kukan untuk menjembatani per-
bedaan ini?
Perlu ada konsensus di antara instansi
yang terlibat, siapa yang bertanggung
jawab terhadap data apa. Dengan BAPPE-
NAS dan BPS kita sudah melakukan hal iniuntuk data AM dan PLP. Kita duduk ber-
sama menyamakan persepsi, definisi, in-
dikator, variabel, dan tata cara pengum-
pulan datanya sesuai dengan standar BPS,
jadi keabsahannya dapat terjamin. BPS
merupakan instansi yang bertanggung
jawab dalam penyajian data nasional. Kita
dan BAPPENAS serta BPS akan uji coba
tahun ini, dan akan melakukan SUSENAS
2007 nanti.
Sejauh mana hubungan Dep.PU dengan BPS dalam kerangka
Sistem Statistik Nasional ini?
Hingga tahun 2005, untuk pengum-
pulan data dan informasi bidang per-
mukiman kami telah bekerja sama de-
ngan BPS. Saat itu masih ada Ditjen Pe-
rumahan dan Permukiman. Mulai
2006, fungsi tersebut diambil alih oleh
Ditjen Cipta Karya. Saat ini sedang dila-
kukan penataan kembali beberapa per-
tanyaan untuk SUSENAS 2007 me-
nyangkut bidang AM dan PLP kerja samadengan BAPPENAS dan BPS. Diharap-
kan ke depan hal ini bisa berlanjut
mengingat data yang dikumpulkan ha-
rus time-series, dan kami menyadari
bahwa potensi BPS sangatlah kompeten
dalam melakukan survei dan pengolah-
an data, yang akhirnya menjadi dasar
kami dalam mengimplementasikan ke-
bijakan yang ditetapkan. (MJ/GUS)
LAPORAN UTAMA
Percik Juni 2006 8
Kasubdit Data dan Informasi, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Dep. PU, Dwityo A. Soeranto
Perlu Konsensus BersamaFOTO: ISTIMEWA
-
8/9/2019 majalah percik
11/60
TEROPONG
Percik Juni 2006 9
Saat itu waktu menunjukkan pu-
kul 05.53 WIB. Banyak warga
Yogya dan sekitarnya masih
asyik di rumah. Mereka menikmati
sarapan pagi sebelum beranjak bekerja.
Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat.
Gempa bumi terjadi. Data Badan
Meteorologi dan Geofisika menun-
jukkan angka 5,9 pada skala Richter.
Orang-orang tunggang langgang menye-
lamatkan diri keluar rumah. Sebagianlagi kalah cepat dengan runtuhnya
rumah mereka. Mereka tertimpa rerun-
tuhan. Ada yang hanya terluka, tapi ada
yang meninggal dunia.
Suasana panik menyelimuti daerah
bencana sesaat setelah gempa. Ini gara-
gara berhembus isu tsunami. Orang
berlarian menuju ke arah utara. Jalan-
jalan ke arah kota Yogyakarta dari arah
Bantul (di selatan) padat dipenuhi ken-
daraan dan orang-orang yang berlarian.
Dalam keramaian itu pun kecelakaan
tak terelakkan. Beberapa orang terluka.
Hingga akhirnya isu tsunami tak ter-
bukti. Warga pun kembali. Sebagian
masih bisa bersyukur karena rumahnya
hanya rusak ringan. Banyak yang lain
harus meneteskan air mata karena
kehilangan sebagian anggota keluarga
dan tempat tinggalnya.
Di hari kelima pasca bencana, puing-
puing rumah masih teronggok di tem-patnya. Mereka belum berpikir untuk
membersihkan puing-puing itu. Seba-
gian besar masih berpikir untuk men-
dapatkan bantuan makanan yang pem-
bagiannya masih belum merata hingga
seminggu bencana. Daerah-daerah yang
jauh dari akses jalan raya kondisinya
menyedihkan karena kurang pasokan
bahan pangan dan obat-obatan.
Beberapa eskavator yang datang da-
ri berbagai daerah untuk membantu
membersihkan puing rumah terpaksa
hanya diparkir di kantor Dinas Cipta
Karya. Masyarakat belum mau puing
rumahnya dibersihkan karena mereka
mendengar pernyataan Wapres YusufKalla bahwa korban gempa akan didata
untuk mendapatkan bantuan Rp. 10
juta-Rp. 30 juta setiap rumah tergan-
tung kerusakannya. Mereka baru mau
membongkar puing-puing itu setelah
pendataan berakhir.
Dalam kondisi darurat, mereka me-
milih bertahan di tenda-tenda darurat.
Tidak seperti di Aceh, di mana peng-
ungsi terkonsentrasi di barak-barak
pengungsian, warga Yogyakarta dan
sekitarnya lebih suka berada di sekitarreruntuhan rumah mereka. Mereka
membangun tempat tinggal sementara
dari tenda maupun seng-seng bekas. Be-
berapa di antara mereka malah hanya
beratap langit. Mereka beralasan ingin
menjaga barang-barang mereka.
Apalagi beredar berita banyak terjadi
pencurian. Tak heran mereka mencuri-
gai setiap yang datang ke daerah mere-
ka tanpa identitas atau sekadar ingin
melihat-lihat kehancuran yang terjadi.
Air Lumayan, BAB SembaranganAir Lumayan, BAB Sembarangan
TAK ADA YANG MENDUGA. SEMUANYA BERJALAN BEGITU CEPAT. DALAM SEKE-JAP, HUNIAN LULUH LANTAK. SEKITAR6.000 JIWA MEREGANG NYAWA. RA-TUSAN RIBU ORANG KEHILANGAN RUMAH. KABUPATEN BANTUL MENJADI DAERAH
YANG PALING PARAH KONDISINYA. YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA BERDUKA.
-
8/9/2019 majalah percik
12/60
Sebuah tulisan besar misalnya berbunyi,
''Kami bukan tontonan'', atau ''Ini bu-
kan daerah wisata gempa''.
Kondisi AMPLSecara umum kondisi air bersih bagi
masyarakat masih tersedia. Sumur-su-
mur warga yang umumnya berupa su-
mur gali masih bisa dipakai kendati ha-
rus ada upaya untuk membersihkan da-
ri puing-puing reruntuhan. Sementara
warga yang menggunakan sumur pom-
pa, kini beralih ke sumur timba.
Ketua RT 8/13 Dusun Kanubayan,
Desa Trirenggo, Kec. Bantul, Kab.
Bantul, Karyadi mengungkapkan air tak
menjadi masalah. Hanya saja karena lis-trik padam, mereka terpaksa harus me-
nimba di sumur, sementara biasanya
mereka tinggal pencet tombol pompa,
air langsung mengalir.
Lain lagi di RT 02 Dusun Sawungan,
Desa Sumbermulyo, Kec. Bambangli-
puro, Bantul, air sumur memang masih
bisa dipakai tapi agak bau dan keruh.
''Tapi masih lumayan, kita bisa pakai,''
kata Sukindro, warga setempat sambil
menunjukkan adanya puing-puing tem-
bok yang masuk ke lubang sumur.Di RW 39 Derman, Desa Sumber-
mulyo, kecamatan yang sama rumah
yang rusak mencapai 90 persen. Sumur
mereka yang 90 persen menggunakan
pompa ikut tak berfungsi. ''Makanya di
sini air agak kekurangan,'' kata Ketua
RW Suwandi, DS.
Air memang cukup untuk meme-
nuhi kebutuhan air minum dan masak
tapi tidak cukup untuk mandi setiap
hari dua kali seperti biasanya. ''Seka-
rang kita paling mandi sekali, itu punmenunggu kalau sudah malam karena
tempatnya terbuka,'' kata Sukindro.
Masalah air ini pun telah mendapat
perhatian. Satu unit mobil pengolah air
bersih hasil kerja sama Ditjen Cipta
Karya-LAPI ITB-Kodam III Siliwangi
diperbantukan untuk memproduksi air
bersih. Penyaluran dilakukan oleh re-
lawan dari instansi daerah lain yang
datang membantu beserta peralatan-nya. Hidran umum juga ditempatkan di
25 titik rawan air. UNICEF saat itu akan
membantu 50 hidran umum dan ratus-
an jerigen air bersih. Air cukup kendati
masih belum mencukupi standar.
Yang menjadi masalah justru per-
soalan sanitasi. Bersamaan dengan run-
tuhnya rumah-rumah warga, WC pun
ikut hancur. Di daerah Bantul khusus-
nya, kamar mandi dan WC dibangun
menempel dengan rumah. Kondisi ini
telah mengubah perilaku warga dalam
buang air besar (BAB). Mereka kembali
BAB sembarangan.Sungai menjadi pilihan utama.
''Kebetulan kita dekat dengan Sungai
Winongo dan Kalisoro. Lagipula airnya
mengalir. Ya ini kan darurat. Mau
apalagi karena MCK ikut tertimbun,''
kata Suwandi. Menurutnya, pihaknya
sangat paham bahwa persoalan sanitasi
ini penting tapi warga saat ini perlu res-
cue (penyelamatan) terlebih dahulu.
''Saya baru memikirkan sanitasi setelah
hari kedelapan. Tapi itu baru mikir lho,
entah dilaksanakan atau tidak,'' katamantan anggota DPRD ini.
''Ya sekarang jadi tren pagi. Sebelum
subuh orang-orangpada ke sungai,'' ka-
ta Sukindro. Warga tak mau buang air
di sekitar reruntuhan. ''Warga di sini
malu kalau buang air sembarangan di
dekat rumah. Paling hanya anak-anak
yang buang hajat di dekat reruntuhan
rumah,'' katanya sambil menunjuk
TEROPONG
Percik Juni 2006 10
Bantul 223.117 779.287 4.143 8.673 3.353 71.763 71.372 73.669 236 401 268
Sleman 95.865 364.258 243 689 2.539 19.113 27.687 49.065 2 159 281
Yogyakarta 48.808 205.625 204 245 73 7.186 14.561 21.230 22 144 104
Kln. Progo 19.090 74.976 23 282 1.897 4.527 5.178 8.501 1 20 110 11 177 123 39 57
Gng. Kidul 43.042 179.631 84 1.086 0 12.581 5.950 18.178 307 11 135 280 120
Daerah Istimewa Yogyakarta
Lokasi Korban Kerusakan (Rumah Penduduk) Fasilitas Umum
KK Jiwa Meninggal Lk Berat Lk Ringan Roboh Berat Rin gan Tempat Ibadah Sekolah Bang Pemerintah
Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan
Total 429.922 1.603.777 4.697 18.837 7.862 115.170 124.748 170.643 1 20 653 282 1.016 1.056 120 39 57
Secara umum kondisi air bersihbagi masyarakat masih tersedia.
Sumur-sumur warga yangumumnya berupa sumur gali
masih bisa dipakai kendati harusada upaya untuk membersihkan
dari puing-puing reruntuhan.Sementara warga yang
menggunakan sumur pompa,kini beralih ke sumur timba.
Tabel Jumlah Korban dan Kerusakan Akibat Gempa
Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: Media Center Pemda Propinsi DIY, 17 Juni 2006
Lokasi Korban Kerusakan (Rumah Penduduk) Fasilitas Umum
KK Jiwa Meninggal Lk Berat Lk Ringan Roboh Berat Rin gan Tempat Ibadah Sekolah Bang Pemerintah
Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan
Kab. Klaten 1.045 18.127 29.988 62.979 98.552 46 230 22 76 430 439
Kab. Magelang 1.318 5.108 10 386 386 546 1 20 54 56 36 60Kab. Boyolali 4 300 307 696 708 2 1
Kab. Sukoharjo 3 67 51 1.808 2.475 27 45 6 14 7
Kab. Wonogiri 0 4 17 12 74 25
Kab. Purworejo 1 4 10 214 780 26 87
Total 1.318 5.108 1.063 18.502 30.759 66.095 103.136 47 303 208 163 482 507
Jawa Tengah
Total DIY&Jateng 431.240 1,608.885 5.760 37.339 145.929 190.843 273.779 653 329 1.319 1.264 283 521 564
Kab. Bantul
Kab. Sleman
Kota Yogyakarta
Kab. Kulon Progo
Kab. Gunung Kidul
Lokasi
Lokasi
1.608.885
-
8/9/2019 majalah percik
13/60
sebuah sungai yang jaraknya sekitar
200 meter dari kampung.
Selain faktor keterpaksaan, ada pula
faktor trauma. Ini seperti yang dialami
oleh warga Kampung Pajimatan, DesaGirirejo, Kec. Imogiri Bantul. ''Warga
justru saya anjurkan buang hajat di su-
ngai, lha wong mereka masih takut.
Jangan-jangan ada gempa lagi. Kalau
saya sendiri, ke sungai lebih tenang,''
kata Abdul Gani, penasihat LPMD kam-
pung tersebut. Di daerah ini, warga juga
memanfaatkan MCK umum yang ada di
terminal Imogiri, namun jumlahnya
tidak mencukupi.
Perilaku seperti ini telah memun-
culkan persoalan. Sampai 1 Juni 2006(hari kelima pasca bencana) semua ru-
mah sakit dan posko kesehatan mela-
porkan telah menangani pasien pende-
rita diare baik dewasa maupun anak-
anak. Serangan diare ini sudah diduga
sebelumnya. Perkembangan penyakit
itu sangat memungkinkan karena kon-
disi sanitasi lingkungan yang buruk dan
bertumpuknya sampah di mana-mana
yang mengundang datangnya lalat.
Fasilitas MCK yang ada tak mencukupi.
Selain diare, penyakit lainnya yangdiprediksi yaitu ISPA (infeksi saluran
pernafasan atas), dan cacar di kalangan
anak balita.
Bantuan WC darurat memang be-
lum masuk. Inisiatif sudah ada. Misal-
nya Pemda DKI mengirimkan beberapa
unit toilet umum yang diletakkan di la-
pangan Desa Trirenggo, Bantul, tepat di
depan rumah dinas bupati yang menja-
di Posko Satkorlak daerah. Jumlah ini
sangat tidak memadai dibandingkan lu-
asnya daerah bencana.Di bidang persampahan, dalam kon-
disi darurat, belum ada perhatian. Da-
pat dipastikan sampah puing (debris)
akan sangat melimpah. Puing-puing itu
praktis belum dibersihkan sama sekali
karena butuh tenaga yang banyak. Be-
berapa keluarga korban dari luar daerah
berinisiatif datang khusus untuk mem-
bersihkan puing-puing tersebut.
Jumlah rumah yang berhasil dibersih-
kan sangat sedikit. Beberapa warga me-
manfaatkan kembali sisa-sisa bangunan
yang masih bisa dipakai untuk mem-
bangun kembali rumah mereka.Sementara itu, Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) Yogyakarta yang ter-
letak di Sewon, Bantul terlihat masih
aman. Hanya jalan di sekeliling IPAL itu
retak-retak. Diduga retakan ini pun ter-
jadi di bagian dasar IPAL. Namun itu
perlu pembuktian dan agak sulit dila-
kukan karena IPAL tak bisa di-stop peng-
operasiannya. Sejauh ini warga sekitar
belum mengeluh ada bocoran limbah ke
sumur-sumur mereka.
Ke depan, pada masa recovery, re-
konstruksi, dan rehabilitasi, perlu ada
tenaga-tenaga handal di bidang penye-hatan lingkungan, surveillance, dan gizi.
Masyarakat tinggal diarahkan. Mereka
mudah untuk diajak partisipasi. Mereka
juga punya kesadaran yang tinggi untuk
segera bangkit kembali. Bahkan ada
yang bertekad untuk tidak mengan-
dalkan bantuan pemerintah.
(Mujiyanto,berdasarkan
pantauan hari ke-4--6 pasca bencana)
TEROPONG
Percik Juni 2006 11
B isa dijelaskan kondisiPDAM Bantul karena gem-pa bumi Sabtu lalu?
PDAM Bantul mengelola 12 sistem
penyediaan air bersih yang terletak di
beberapa kecamatan. Dari jumlah ter-
sebut, pada hari kelima (Rabu/7/6)
ini sebanyak delapan sistem IPA telah bisa beroperasi, sedangkan empat
yang lain belum bisa beroperasi. Ma-
sih ada trouble. Yang belum berope-
rasi yaitu di Dlingo, Trimulyo, Sran-
dakan, dan Plandak. Penyebabnya
aliran listrik mati.
Apakah dari yang berfungsi
itu sudah normal?
Belum maksimal, tapi paling tidak
sudah bisa berproduksi lagi. Itu tadi
karena listriknya dan yang kedua
karena jaringan distribusi juga ter-
ganggu. Sejauh ini jaringan distribusi
yang rusak sekitar 10 persen. Tak
heran maka di beberapa lokasi air yang kita hasilkan masih terlihat
keruh karena mungkin ada kebocor-
an. Kami akan terus perbaiki.
Berapa jumlah pelanggan
yang terganggung salurannya?
Sekitar 2.000 pelanggan dari
11.500 pelanggan PDAM Bantul yang
ada. Karena perlu diketahui ke-
banyakan rakyat Bantul tinggal di de-
sa-desa dan memenuhi kebutuhan air
bersihnya dari sumur gali dan sumurpompa. Air di sini sangat bagus dan
dangkal.
Apa upaya PDAM mengha-
dapi kondisi bencana ini, teruta-
ma bagi pelanggan?
Kami menyediakan hidran umum.
Sampai sekarang kami telah menyedi-
YUDI INDARTO,Direktur Administrasi PDAM Kabupaten Bantul
FOTO:MUJIYANTO
-
8/9/2019 majalah percik
14/60
TEROPONG
Percik Juni 2006 12
B isa Anda jelaskan kondisilayanan kesehatan di Ka-bupaten Bantul?
Saat ini semua layanan kesehatan
Puskesmas kolaps. Ini terjadi karena
hampir 65 persen Puskesmas yang
ada hancur atau rusak sehingga tak
bisa digunakan untuk melayani
masyarakat.
Bagaimana layanan terha-
dap korban gempa?
Saat ini kami telah memperoleh
bantuan dokter sebanyak 500 dokter
umum dan 50 dokter spesialis, di-tambah sekitar 1.000 perawat, leng-
kap dengan obat-obatannya. Kami
juga menerima bantuan rumah sakit
lapangan. Alhamdulillah RSUD
masih bisa berfungsi. Ada tiga rumah
sakit lapangan dengan kapasitas
masing-masing 100 tempat tidur.
Rumah sakit itu ada di lapangan
Dwiwindu, RS PKU Muhammadiyah,
dan RS Panembahan Senopati. Jadi
kalau ada masyarakat yang sakit,
mereka langsung kami arahkan kerumah sakit lapangan tersebut.
Semua layanan gratis, termasuk yang
ada di rumah sakit swasta. Pe-
merintah akan menanggung semua
biayanya.
Berapa lama kondisi darurat
ini akan berlangsung?
Kurang lebih selama 10 hari.
Setelah itu apa rencana beri-
kutnya?
Kami sudah mengantisipasi bah-
wa setelah bencana ini akan muncul
penyakit-penyakit karena kondisi
lingkungan yang jelek. Ini bisa terja-
di karena banyak sarana sanitasi
yang rusak sehingga masyarakat
buang air besar sembarangan. Ini
kan berbahaya. Makanya saat ini pun
kami sudah mulai melakukan pe-
nyemprotan untuk membasmi lalat.Kami juga terus mengimbau ma-
syarakat agar hati-hati dalam buang
air besar. Kami juga terus berkoordi-
nasi dengan instansi terkait untuk
menyediakan air bersih guna me-
menuhi kebutuhan masyarakat.
Penyakit apa saja yang sudah
mulai terdeteksi?
Infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA), kulit berupa gatal-gatal,
diare, mata, dan THT.
Langkah apa saja yang Anda
ambil setelah kondisi darurat?
Kami ingin Puskesmas segera
berfungsi kembali. Kami ingin agar
gedung Puskesmas yang hancur
segera bisa dibangun kembali de-
ngan lebih cepat. Ini sangat pen-
ting. Selain itu, kami bekerja sama
dengan dinas PU akan segera mem-
bangun MCK bagi warga yang ter-
timpa bencana.
Apakah masih ada bantuan
yang diperlukan?
Dari sisi medis sudah cukup
dalam masa tanggap darurat ini.
Namun setelahnya kami butuh tena-
ga kesehatan lingkungan, surveil-
lance, dan ahli gizi. (MJ)
akan 50 unit hidran umum ke posko-
posko pengungsian. Kapasitasnya satu
HU sekitar 3.000 liter. Ini tidak hanya
untuk pelanggan kami tapi juga untuk
masyarakat. Hidran-hidran itu kamisuplai air dari IPA-IPA yang ada meng-
gunakan truk tangki yang jumlahnya 18
unit.
Apakah HU yang ada cukup?
Kalau bicara cukup, belum cukup.
Idealnya minimal ada 150 unit hidran
umum. Tapi memang banyak keterba-
tasan yang kami miliki.
Maksudnya?
Dana untuk alokasi itu tidak ada.Kami masih mengajukan. Belum tahu
kapan akan cair. Di sisi lain kami
sendiri mengalami musibah. Hampir
80 persen SDM kami mengalami musi-
bah. Satu di antaranya meninggal
dunia atas nama Sarjono. Praktis
operasional terganggu. Perlu diketahui,
operasionalisasi saat ini justru
dilakukan oleh pihak luar yang mem-
bantu seperti SDM dari PDAM lain
yang terjun langsung baik sebagai
sopir, operator IPA dan sebagainya.Kami sendiri belum normal. Tapi kami
harus tetap buka dari pagi hingga
pukul 21.00.
Mengenai soal listrik, apakah
PDAM Bantul tak memiliki ca-
dangan pembangkit sendiri?
Kami cuma satu unit jenset keliling.
Jadi gak mungkin itu digunakan, kare-
na semuanya butuh listrik. Makanya
kami menunggu listrik dari PLN.
Apa yang mendesak diper-
lukan oleh PDAM Bantul?
Dalam kondisi darurat seperti
sekarang kami butuh SDM. Selain itu
kami butuh truk tangki untuk mendis-
tribusikan air. Selama ini kami hanya
punya dua unit. (MJ)
dr. SITI NOORZAENAB, MKes,Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul
FOTO:MUJIYANTO
-
8/9/2019 majalah percik
15/60
Setelah peristiwa gempa bumi
pada hari Sabtu tanggal 27 Mei
2006 pada pukul 05.53 WIB,
yang menghancurkan 200.000 rumah
dan menewaskan lebih dari 6.200 orang
di Yogyakarta dan Jawa Tengah, perto-
longan darurat telah datang dan
menghilangkan penderitaan sebagian
besar dari korban gempa tersebut.
Pada tahap selanjutnya, sarana air
bersih dan sanitasi darurat harus secaratepat direncanakan dan dibangun
secepatnya untuk mengurangi risiko
menyebarnya penyakit di dalam penam-
pungan. Penampungan-penampungan
menyediakan ruang untuk 150-500
orang/penampungan dan dibangun di
dekat rumah-rumah korban gempa
yang rusak. Pos Koordinasi (Posko)
menghubungkan bantuan darurat kepa-
da masyarakat yang berada di tempat
penampungan di sekitarnya. Kasus per-
tama dari munculnya penyakit diaretelah terjadi saat ini.
Pengalaman berharga dari peristiwa
di Aceh yang dapat diambil adalah per-
lunya untuk mengurangi volume air
limbah domestik di tempat penampung-
an karena tangki septik yang ada tidak
dirancang untuk menyerap air
limbah domestik dalam volume
yang besar. Kapasitas dari truk
tinja untuk mengumpulkan
limbah tersebut juga sangat
terbatas, begitu pula dengankapasitas pengolahan air lim-
bah dan lumpur tinja domestik.
Instalasi pengolahan air limbah
di Sewon, Kabupaten Bantul
mengalami retak-retak pada
strukturnya akibat gempa.
Pengoperasian secara terus-
menerus akan mengakibatkan
terjadinya polusi air tanah di
sekitar wilayah tersebut.
Konsep penerapan sanitasi dalam
kondisi darurat yakni:
Pengurangan air limbah dengan
membatasi jumlah air bersih yang di-
gunakan dan memisahkan grey
water (air yang telah digunakan un-
tuk mencuci, mandi) dengan blackwater (air hasil pembilasan kotoran
di toilet)
Pengolahan blackwater mengguna-
kan prinsip DEWATS yang dimodifi-
kasi, dimana tangki air telah dimo-
difikasi dan diatur untuk mencapai
reactor anaerobic 8 tingkat.
Sedimentasi dan infiltrasi dari grey-
waterdan blackwateryang telah dio-
lah
Pemisahan dari sub-unit (tangki) dan
dihubungkan dengan penghubung yang fleksibel dari silikon untuk
membuat stabil dari goncangan yang
masih terjadi setelah peristiwa gempa
bumi.
Unit akan mencakup sebuah tangki
untuk air bersih. Tidak akan ada pipa
air yang diinstalasikan ke ruang toilet.
Pengguna harus membawa wadah air 8
liter ke dalam toilet. Ini untuk memas-
tikan penggunaan air yang minimal dan
efektif. Sistem perpipaan dalam ruang
toilet akan meningkatkan volume air
limbah yang dihasilkan lebih dari 8
liter, seperti yang terjadi di Aceh.
Seorang operator akan dipekerjakan
dan digaji sebesar Rp 600.000,- (setara
dengan 50 euro) per bulannya. Ini un-tuk memastikan kebersihan dari sarana
yang digunakan.
Pengolahan air limbah yang diterap-
kan dengan prinsip DEWATS akan
mengurangi BOD dan COD, yang meru-
pakan indikator untuk polusi organik
dalam blackwaterlebih dari 90 persen.
Untuk mempercepat pengoperasian/pe-
manasan, lumpur anaerobik dari insta-
lasi DEWATS yang telah ada di Yog-
yakarta (ada lebih dari 10 unit DEWATS
yang beroperasi) akan diinjeksi kedalam reaktor selama permulaan peng-
operasian unit tersebut.
Biaya untuk sebuah sarana tersebut
bagi 200 orang adalah Rp 32.000.000,-
(setara dengan 3.000 euro), waktu mak-
simal setelah identifikasi lokasi yang
dibutuhkan sampai dengan permu-
laan pengoperasian adalah 5 hari.
Pe-fabrikasi (pra-pembuatan) unit-
unit tersebut sudah mulai diajukan
oleh BORDA-Yogyakarta bekerja
sama dengan LSM lokal LPTP.Lokasi tepatnya sedang dalam pro-
ses identifikasi. Upaya ini didukung
oleh Water & Sanitation Coordina-
tion Group yang diketuai oleh
UNICEF. Sumber pendanaan untuk
pelaksanaan sanitasi dalam kondisi
darurat ini berasal dari donasi pri-
badi.* BORDA Representative Indonesia
TEROPONG
Percik Juni 2006 13
Sanitasi
dalam Kondisi DaruratOleh: Frank W. Fladerer *
1.
2.
3.
4.
-
8/9/2019 majalah percik
16/60
Akhir Januari lalu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Peme-
rintah baru yang berkaitan de-
ngan tata cara pengadaan pinjaman
dan/atau penerimaan hibah serta pene-rusan pinjaman dan/atau hibah luar
negeri. Peraturan ini secara garis besar
mengatur kewenangan meminjam;
sumber, jenis dan persyaratan pinjam-
an; perencanaan dan pengadaan pin-
jaman; pelaksanaan dan penatausahaan
pinjaman; tata cara penerusan pinjam-
an; pelaporan, monitoring, evaluasi,
dan pengawasan; pembayaran pin-
jaman; dan transparansi dan akun-
tabilitas.
Berdasarkan PP ini, yang berhakmeminjam kepada pihak asing yaitu
pemerintah melalui menteri. Sedang-
kan kementerian Negara/lembaga/pe-
merintah daerah dilarang melakukan
perikatan dalam bentuk apapun yang
dapat menimbulkan kewajiban untuk
melakukan pinjaman luar negeri.
Pemerintah dapat meminjam
dan/atau menerima hibah dari luar ne-
geri yang bersumber dari negara asing,
lembaga multilateral, lembaga keuang-
an dan non keuangan asing, serta lem- baga keuangan non asing. Bentuk pin-
jaman ini bisa pinjaman lunak, kredit
ekspor, pinjaman komersial, dan pin-
jaman campuran.
Rencana kebutuhan pinjaman disu-
sun lima tahunan berdasarkan prioritas.
Kementerian Negara/lembaga menga-
jukan usulan kegiatan prioritas yang
dibiayai oleh pinjaman luar negeri
dan/atau hibah kepada Menteri Peren-
canaan. Usulan itu termasuk kegiatan
yang pembiayaannya akan diterushi-
bahkan kepada pemerintah daerah atau
sebagai penyertaan modal negara kepa-da BUMN. Sedangkan pemerintah
daerah bisa mengajukan usulan kegiat-
an investasi untuk mendapatkan pene-
rusan pinjaman luar negeri dari peme-
rintah kepada Menteri Perencanaan.
Hal yang sama bisa dilakukan BUMN.
Usulan kegiatan Kementerian Ne-
gara/Lembaga, pemerintah daerah, dan
BUMN harus dilampiri kerangka acuan
kerja dan dokumen studi kelayakan.
Khusus usulan pemerintah daerah
harus ditambah surat persetujuan dariDPRD. Semua usulan akan dinilai oleh
Menteri Perencanaan sesuai prioritas
bidang pembangunan yang dapat dibi-
ayai pinjaman luar negeri.
Alokasi pinjaman itu didasarkan
atas pertimbangan kebutuhan riil pem-
biayaan luar negeri, kemampuan mem-
bayar kembali, batas maksimum kumu-
latif pinjaman, kemampuan penyerapan
pinjaman, serta risiko pinjaman. Bila
usulan kegiatan disetujui, selanjutnya
akan ada negosiasi dengan pemberi pin-jaman setelah kriteria kesiapan kegiatan
dipenuhi.
Mengenai penatausahaan pinjaman,
kegiatannya mencakup administrasi
dan akuntansi pengelolaan pinjaman
dan/atau hibah luar negeri. Jumlah
yang tercatat dalam naskah perjanjian
pinjaman luar negeri (NPPLN) ditu-
angkan dalam dokumen satuan anggar-
an untuk selanjutkan dituangkan dalam
dokumen pelaksanaan anggaran. Pena-
rikan pinjaman dan/atau hibah luar ne-
geri harus tercatat dalam realisasi
APBN. Kementerian Negara/Lembaga wajib memprioritaskan penyediaan
dana/porsi rupiah lainnya yang di-
persyaratkan dalam NPPLN/NPHLN.
Dana yang belum selesai digunakan di-
tampung dalam dokumen anggaran ta-
hun berikutnya.
Tentang peneruspinjaman pinjam-
an/hibah kepada pemerintah dae-
rah/BUMN, penetapannya dilaksana-
kan sebelum ada negosiasi dengan pem-
beri pinjaman. Pertimbangan yang di-
pakai adalah kemampuan membayarkembali dan kapasitas fiskal daerah ser-
ta pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
Pelaporan kegiatan dilakukan triwu-
lanan. Laporan itu meliputi proses
pengadaan barang/jasa, realisasi penye-
rapan pinjaman, dan kemajuan fisik
kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh
Menteri, Menteri Perencanaan, dan
Menteri pada Kementerian Nega-
ra/Lembaga. Mereka bisa menyelesai-
kan pelaksanaan kegiatan yang lambat
atau penyerapan pinjaman yang ren-dah, termasuk melakukan pembatalan
pinjaman.
Dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas, Menteri menyelengga-
rakan publikasi informasi mengenai
pinjaman dan/atau hibah luar negeri
yang meliputi kebijakan, jumlah dan
posisi, sumber, dan jenis pinjaman
dan/hibah luar negeri. (MJ)
PERATURAN
Percik Juni 2006 14
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006
Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau
Penerimaan Hibah serta Penerusan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
-
8/9/2019 majalah percik
17/60
Bagaimana Anda melihat per-
masalahan sampah di Indo-nesia saat ini?
Masalah persampahan belum men-
jadi prioritas dibandingkan dengan
pembangunan di bidang lain. Padahal
ini masalah kebersihan. Kebersihan
adalah investasi, sama dengan kea-
manan. Harusnya keduanya sejajar. Ka-
lau negara kita aman dan bersih, in-
vestor kan akan datang. Bolehlah ke-
amanan itu nomor satu, tapi kebersihan
jangan nomor 100. Mungkin nomor li-
ma, sembilan, atau sepuluh besarlah.Faktanya kebersihan sekarang nomor
100, sedangkan keamanan nomor 1. Ini
berbuntut pada pendanaan dan seba-
gainya. Biar runtut, saya selalu melihat-
nya secara sistematis. Minimal perma-
salahan ini kita tinjau dari lima aspek
pendekatan yakni aspek hukum, kelem-
bagaan/institusi, pendanaan, sosial bu-
daya, dan aspek teknologi. Sekarang ini
kebanyakan orang hanya melihat dari
aspek teknologi saja. Akhirnya tidaktuntas karena hanya satu aspek.
Bisa dijelaskan permasalahan
sampah ini dari aspek hukum?
Undang-undang sampah baru RUU
yang setingkat lebih tinggi dari draft
akademis. Sekarang Menteri LH dan
Menteri hukum sedang menyiapkan.
Namun ada kabar baik yaitu DPR
menunggu. Dulu kan katanya DPR
menghambat dan sebagainya, sekarang
malah ada permintaan dari DPR komisi7. Mungkin dalam hal ini DPR lebih
maju. Kita tunggu saja. Nanti kalau ada
undang-undangnya akan diikuti dengan
peraturan-peraturan pemerintah dan
peraturan di bawahnya sebagai payung
kita untuk bertindak.
Kalau kita bandingkan dengan
negara lain seperti Jepang--jangan ha-
nya melihat teknologinya-negara terse-
but telah memiliki UU Persampahan
yang melibatkan 16 menteri pada saat
penyusunannya dan langsung dipimpin
oleh perdana menteri. Di situ terlihat
bagaimana pemerintah melihat priori-
tas di bidang persampahan. Jadi kita
jangan melihat sepotong-sepotong, Je-
pang kok bisa begini, bisa begitu. Un-
dang-undangnya saja sudah dibuat 20
tahun yang lalu. Dan undang-undang
persampahan itu telah diikuti oleh
enam undang-undang lainnya yang le- bih spesifik. Ada UU tentang recycle,
extended producer responsibility. Kita
sekarang baru mulai karena tiga tahun
yang lalu saya ketemu dengan komisi
VIII DPR yang lama yang meminta
menteri LH untuk menyusun UU ten-
tang persampahan. Sampai sekarang
masih dalam bentuk draft RUU.
Kalau menunggu lahirnya
undang-undang kan lama, bagai-
mana dengan sekarang?Kita harus mengefektifkan peratur-
an-peraturan yang sudah ada, baik per-
aturan di tingkat RT sampai di tingkat
nasional. Sebelum ada UU kita pakai
yang ada dulu. Tapi itu belum bisa
secara menyeluruh. Banyak perda yang
umurnya sudah agak lama dan isinya
masih parsial misalnya tentang iuran,
retribusi, sanksi, dan denda. Di tingkat
RT pun harus diatur bahkan sampai
tingkat rumah tangga pun harus ada
peraturan. Misalnya si ibu mengerjakanapa, bapak apa, anak apa. Anak harus
membuang sampah pada tempatnya
dan sebagainya.
Persampahan dilihat dari as-
pek kelembagaan seperti apa?
Kalau di tingkat nasional, seperti di
Jepang, sampai 16 menteri, kita lihat
berapa instansi yang terlibat di tingkat
WAWANCARA
Percik Juni 2006 15
Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan, Ir. Sri Bebassari, MSc
Master Plan Persampahan Mutlak
Sampah menjadi
bom waktu yang bisa me-
ledak setiap saat dan
menelan korban. Ledak-
an itu sudah dimulai.
Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Leuwigajah
di Bandung, sebagai con-
toh, telah merenggut pu-
luhan nyawa. Hal yang
serupa bukan tidak
mungkin terjadi di kota-kota lain mengingat
kondisi TPA-TPA yang ada tak jauh berbeda.
Di sisi lain, saat ini belum ada kebijakan
yang jelas tentang persampahan di In-
donesia. Masing-masing instansi atau peme-
rintah daerah berkreasi sendiri-sendiri,
malah dengan egonya sendiri, mengatasi
persoalan sendiri. Bukannya
penyelesaian yang didapat-
kan, justru permasalahan ba-
ru. Persampahan seolah men-
jadi benang kusut yang sulit
terurai.
Bisakah persoalan di de-
pan mata ini dipecahkan?
Percik mewawancarai Ir. Sri
Bebassari, MSc, Direktur
Eksekutif Dana Mitra Ling-
kungan yang telah berkecimpung lebih dari
26 tahun di bidang ini. Ia sempat mendapat
sebutan 'Ratu Sampah' karena dedikasi dan
kepakarannya mengurusi barang kotor terse-
but. Sebelum menjadi direktur eksekutif, ia
adalah peneliti di Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT).
FOTO:MUJIYANTO
-
8/9/2019 majalah percik
18/60
propinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
desa/kelurahan, hingga ke RT. Ini meli-
batkan multidisiplin, multisektoral.
Jadi tidak hanya masalah teknologi.
Nah sekarang kalau di Indonesia, palingtinggi hanya sampai tingkat dinas.
Dinas kebersihan misalnya. Jadi segala-
galanya ditanggung oleh dinas kebersih-
an. Padahal dia sebenarnya hanya
pelaksana saja. Yang mendisain sebe-
narnya yang lebih tinggi apakah
Bappeda, wakil walikota, atau kalau di
tingkat propinsi wakil gubernur dan
sebagainya. Mereka inilah yang me-
mungkinkan untuk mengakomodasi
dinas-dinas terkait tadi. Kalau hanya
dinas kebersihan, dia tidak akan bisamengait dinas yang setingkat. Ketika
saya terlibat dalam penilaian Adipura,
biasanya kota-kota yang memperoleh
Adipura itu walikota atau wakilnya yang
mengordinasikan kegiatan kebersihan
ini. Nanti di tingkat RT pun seperti itu.
Lembaga institusi apa yang harus
dibentuk dan siapa yang bertanggung
jawab. Ini pembangunan institusi.
Dalam rangka emergency mungkin kita
perlu adanya lembaga yang sifatnya
sementara. Kalau kita boleh belajar dariprogram KB yang cukup berhasil, itu
kan juga ada badan khusus yang disebut
BKKBN. Itupun konon baru tahun ke-9,
BKKBN berhasil membuat KB Mandiri.
Untuk sampah pun kita harus membuat
badan khusus seperti itu yang bersifat
sementara dan bisa dibubarkan sewak-
tu-waktu kalau keadaan telah lebih
baik. Apalagi kalau kita lihat TPA di
seluruh Indonesia, semuanya sudah
masuk stadium 5. Ini bom waktu kare-
na TPA di Indonesia di bawah standar.
Idealnya seperti apa badan
khusus itu?
Kurang lebih seperti BKKBN. Di
sana berkumpul orang-orang profesio-
nal yang punya ilmu dan komitmen.
Tidak memikirkan jabatan. Dan badan
ini akan menyelamatkan karena sia-
papun yang jadi presiden, badan ini
secara fungsional terus berjalan. Saya
pikir banyak orang yang memiliki kapa-
sitas itu. Sekarang ini kan belum ada
mekanisme yang bisa menampung
teman-teman seperti ini.
Bagaimana dengan pendana-
an?
Kita harus menggunakan filosofi
bahwa kebersihan adalah investasi
seperti halnya keamanan. Jadi sebe-
narnya masih cost center. Ini adalah
industri jasa. Bukan profit center, yang
bicara soal benefit. Makanya hati-hati
dengan pendekatan waste to product,
yang akhir-akhir ini sering saya
luruskan karena saya dulu juga berangkat dari teknologi. Waste to
product harus hati-hati karena dalam
pengelolaan kebersihan, produk-pro-
duk yang dihasilkan dari pengolahan
seperti daur ulang kertas, kompos dan
sebagainya adalah produk sampingan.
Produk utamanya adalah kebersihan.
Industrinya adalah industri jasa. Con-
toh, cleaning service suatu gedung itu
dibayar karena jasanya membersihkan.
Artinya memindahkan sampah dari titik
A ke titik B. Apalagi kalau ada industri yang bisa mengurangi dan mengolah,
maka dia harus juga dibayar dari
jasanya. Perkara dia memiliki produk
sampingan seperti kompos, itu adalah
bonus mereka. Dan mereka akan bisa
kuat di bisnis itu karena bisa bersaing.
Kalau kita anggap produk sampingan
sebagai produk utama maka kita akan
terjebak menjadi pabrik dan perhi-tungan biaya produksi. Akhirnya kom-
pos pun tak bisa bersaing dengan
pupuk-pupuk lain.
Perusahaan yang mengurangi,
mengolah, sampah harus mendapatkan
insentif karena dia bisa mengurangi
biaya TPA, biaya transportasi. Jadi ada
tiga income bagi perusahaan yakni jasa
kebersihan, insentif, dan produk sam-
pingan. Ini yang tidak disadari oleh
teman-teman yang bertindak sebagai
decision makermaupun yang berbisnisdi bidang ini. Banyak sekali MoU de-
ngan swasta yang akhirnya tidak tuntas
karena pandangan bisnisnya selalu
membuat pabrik. Meskipun saya juga
tidak menutup mata bahwa ada se-
kelompok orang yang tanpa dibayar
insentifnya mereka bisa tetap hidup
dari berjualan barang bekas. Tapi ber-
jualan barang bekas itu berbeda dengan
kebersihan. Ada atau tidak ada keber-
sihan, memang mereka jual barang
bekas. Mereka sebenarnya bisa lebihmaju jika digandengkan dengan jasa
cleaning service dia. Inilah satu
pengembangan konsep extended pro-
ducer responsibility, bahwa produsen
WAWANCARA
Percik Juni 2006 16
FOTO:MUJIYANTO
-
8/9/2019 majalah percik
19/60
yang menghasilkan limbah-limbah ru-
mah tangga harus terlibat dalam me-
ngelola limbah-limbah mereka yang
menjadi limbah domestik. Misalnya
limbah makanan kecil, batere dan seba-
gainya, maka produsen harus bekerjasama dengan mereka yang mengolah
atau mengumpulkan. Sekarang ikatan
itu tidak ada. Seolah-olah produsen tak
terlibat lagi ketika ada limbahnya. Maka
harus ada kerja sama win-win solution.
Karena sumber utama sampah itu
bukan konsumen tapi produsen, terma-
suk industri pertanian.
Tentang anggaran pemerintah?
Kita juga harus bijaksana dalam
menyusun anggaran, berapa APBN, APBD, sampai anggaran rumah untuk
kebersihan. Perencanaan kota-kota di
Indonesia kebanyakan masih mempri-
oritaskan pada hal-hal yang sifatnya ter-
lihat langsung oleh mata. Kalau dimisal-
kan rumah, dana kita itu lebih banyak
untuk ruang tamu atau teras diban-
dingkan untuk WC atau tempat sampah.
Ini harus dievaluasi. Mungkin anggaran
untuk WC bisa lebih mahal dari ruang
tamu. Karena itu anggaran untuk TPA
sampah kota bisa lebih mahal darianggaran airport. Saat ini airport, mall,
dan sebagainya sudah internasional tapi
TPA yang ada masih primitif. Ini per-
juangan bagaimana agar seimbang. Jadi
faktor pendanaan ini tidak sesederhana
yang dibicarakan orang. Ini dimulai dari
perhitungan anggaran belanja negara.
Kalau kita bandingkan dari pengalaman
beberapa negara, biaya operasionalnya
saja berkisar antara Rp. 300-500 ribu
per ton, itu dari mulai pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, sampaipembuangan. Sedangkan untuk inves-
tasi, dananya berkisar Rp 100 juta-Rp. 1
milyar/ton/hari. Dari sini bisa dihitung
berapa rupiah per bulan per rumah.
Dengan TPA yang standar sanitary
landfill, tanpa dikurangi, maka per
rumah kena Rp. 50-Rp. 100 ribu. Kita
jangan berpikir mahal murah dulu, tapi
berapa warga yang bisa bayar, dan bera-
pa persen yang harus disubsidi. Subsidi
itu makin lama makin berkurang seper-
ti subsidi BBM. Dengan kesadaran yang
semakin meningkat, pelayanan makin
baik, orang akan bersedia membayar.
Faktanya mereka yang high income te-lah membayar Rp. 50-Rp. 60 ribu/ru-
mah tangga. Namun sebagian besar
rakyat kita hanya membayar Rp. 5 ribu.
Jadi tidak hanya ini harus teknologi
begini, tapi juga berapa harganya, bera-
pa kita harus bayar dan berapa tahun.
Misalnya sistem pengumpulan, trans-
portasi, dan sebagainya. Semua dihar-
gai. Sebenarnya hitungan itu sudah ada,
tapi orang yang mengerti hitungan ini
belum didengar. Dan biasanya kalau
belum stadium 5, resep belum dibeli,dokter juga belum didengar. Kalau kota
kita bersih dan aman, investasi akan
datang, kesejahteraan akan meningkat,
dan ekonomi akan meningkat. Kalau
ada yang bilang komoditi sampah itu
adalah emas, oke saja tapi itu hanya
sebagian dari keseluruhan. Yang saya
agak risau, ada pihak-pihak yang
mengetahui sebagian kecil dari per-
masalahan sampah seolah-olah sudah
tahu semua sehingga keluar pernyataan
bahwa satu-satunya cara dengan tekno-logi atau solusi ini. Jadi jangan sampai
ada pernyataan yang masih parsial.
Yang tahu teknologi bilangnya harus
teknologi. Yang tahu pemberdayaan
bilangnya harus partisipasi masyarakat.
Padahal semua penting dan harus di-
mulai dari kebijakan pemerintah.
Bagaimana dengan aspek sosi-
al budaya?
Ini juga penting. Masyarakat harus
disadarkan bahwa kita semua adalahprodusen sampah. Tidak ada orang di
dunia yang tidak buang sampah. Rata-
rata setengah kilogram per orang per
hari. Kita bisa hitung. Makanya DKI
bisa 6.000 ton per hari. Masyarakat
harus dilibatkan sejak awal peren-
canaan. Untuk merencanakan, sosial-
isasi, penyuluhan, pendidikan, tentang
persampahan itu harus didisain, diren-
canakan oleh ahlinya. Ahli komunikasi,
ahli sosiologi, pendidikan, psikologi,
ulama dan sebagainya. Mereka harus
dilibatkan semua, bukan hanya disain
mesinnya. Kalau kita belajar dari keja-
dian TPST Bojong dan pembangunanTPA lain diprotes, ini karena disain
untuk partisipasi masyarakat masih
belum profesional karena tidak didisain
oleh ahlinya. Yang ada hanya disain
teknologi, ada investasi. Harusnya kalau
untuk membangun TPA itu 100 juta,
berapa persen untuk membangun
manusianya. Seharusnya untuk manu-
sianya ini 10-30 persen. Ini jauh lebih
sulit dan jauh lebih lama dibandingkan
dengan membangun mesin. Beda kota
juga beda perlakuan dan waktu. Varia- bel disainnya lebih banyak dan kom-
pleks. Kalau bicara mesin kita bicara ku-
antitatif dan itu lebih mudah. Makanya
saya wanti-wanti sekali setiap peren-
canaan jangan lupa itu [faktor manu-
sia]. Minimal 10 persen. Kalau ini tidak
didisain dari awal dengan benar, di
belakangnya biaya sosial bisa lebih dari
30 persen.
Disain sosial ini harus pula meng-
kombinasikan antara bottom up dan
social engineering yang didisain dariatas. Partisipasi masyarakat itu bisa
direkayasa oleh sistem yang baik.
Misalnya kita lihat Singapura yang
memiliki sistem hukum yang kuat, kita
tidak akan berani buang sampah sem-
barangan. Kita akan nurut. Kita dire-
kayasa oleh sistem sampah Singapura.
Di Indonesia saya juga melihat ada
beberapa tempat seperti itu. Misalnya di
tempat rekreasi Ancol, sistem kebersih-
annya sudah cukup ketat. Tempat sam-
pah bersih, pengawas sampah juga ada.Jumlah dan jarak tempat sampah juga
hampir memenuhi standar. Kita tidak
berani sembarangan buang sampah.
Makanya kita juga disiplin. Sistem
mempengaruhi kita. Pertanyaannya
mahal nggak kita ke sana? Mahal. Tapi
kan tetap laku. Sebetulnya orang mau
bayar. Sebenarnya Indonesia juga bisa.
Kita juga ingin masyarakat memilah
WAWANCARA
Percik Juni 2006 17
-
8/9/2019 majalah percik
20/60
sampah kering dan basah. Itu bisa ber-
jalan bila sistemnya sudah disediakan.
Misalnya gerobak, dan truknya sudah
terpilah. Sistem pengumpulannya juga
sudah terpilah. Tanpa itu nggak bisa.
Jadi partisipasi masyarakat bisa
direkayasa oleh sistem.
Aspek teknologi?
Kita harus sepakat bahwa semua
teknologi punya kelebihan dan keku-
rangan masing-masing sehingga haruskombinasi, harus integrasi. Tidak ada
satu teknologi pun yang bisa menyele-
saikan masalah sampah dengan tuntas.
Teknologi harus didisain sesuai dengan
kebutuhan setempat. Antara kota met-
ropolitan dan kota kecil berbeda. Kita
harus hati-hati dengan teknologi yang
datang dari 'investor'. Kadang-kadang
mereka sebagai pedagang hanya meng-
anggap produk mereka paling bagus.
Untuk itu kita harus mendisain master
plan sendiri karena kita yang punyarumah. Ibarat membangun rumah, kita
harus menggambar dulu rumah kita,
mungkin dengan bantuan arsitek. Se-
telah itu baru ketahuan berapa luas ru-
mah kita dan apa saja kebutuhannya
serta berapa harganya. Baru setelah itu
kita cari investor. Jangan terbalik, jus-
tru konsep datang dari investor atau
pedagang. Jadi semua kota di Indonesia
harus punya master plan pengelolaan
sampah sendiri. Jangan ragu-ragu me-
ngeluarkan dana untuk membuat mas-
ter plan ini. Kalau itu kita runut secara
kepala dingin, semua itu bisa kita
lakukan.
Yang penting lagi dalam peren-
canaan teknologi, kita harus tahu kapan
jangka pendek, jangka menengah, jang-
ka panjang, dan kapan emergency.
Kalau emergency, ibarat orang sakit,
sudah harus masuk ICU. Kita harus beliteknologi semahal apapun. Kita tidak
bicara mahal murah, tapi bagaimana
masalah itu selesai dulu. Setelah itu kita
baru merencanakan yang reguler.
Misalnya bagaimana mengurangi sam-
pah di TPS, atau lebih bagus mengu-
rangi sampah di rumah, dan lebih bagus
lagi mengurangi sampah di produsen.
Ini perlu waktu. Jangan ada lagi yang
mengatakan yang penting mengurangi
sampah di rumah, olah dulu yang di
TPA. Semua penting. Tapi kalau berbi-cara emergency, kita harus beli teknolo-
gi semahal apapun. Untuk DKI misal-
nya, kita harus beli teknologi dengan
kapasitas besar yang harganya bisa tril-
yun. Mungkin setelah 5 tahun kita tak
beli lagi obat ini, cukup dengan obat
reguler. Jangka menengah, kita bisa
mengurangi sampah di TPS, itu bisa
mengurangi sampah 50 persen. Jangka
panjangnya kita mengurangi sampah di
rumah. Jangka panjang sekali mengu-
rangi sampah di produsen. Nanti petani
pisang tak lagi kirim pisang ke Jakarta
dengan kulitnya, tapi sudah jadi kripik
misalnya. Ini menyangkut sistem.
Dengan kondisi persampahan
yang runyam seperti sekarang,
adakah prioritas misalnya di ting-
kat nasional, atau di daerah mana
dulu?
Kita harus sepakat dulu bahwa kon-
disi kita sudah emergency sampah.
Makanya sikap yang kita ambil haruslah
menunjukkan kondisi tersebut. Kita
harus membuat yang agak mahal. Lima
aspek itu dibikin bersama-sama. Kalauperlu bikin badan khusus sekarang,
badan emergency. Seperti ketika ada
masalah bank, pemerintah bikin BPPN.
Kalau perlu ada SK Presiden. Dari aspek
hukum, kita bikin peraturan tingkat
lokal karena tingkat nasional kan lama.
Kita beli teknologi yang handal. Tapi
secepatnya teknologi, butuh 3 tahun.
Misalnya insinerator. OK berapa tril-
yun? TPA harus betul-betulsanitary
landfill, yang harga operasionalnya 100
ribu per ton. Akhirnya keluar daruratsampah sekian trilyun. Tapi transparan.
Masyarakat juga bisa apa, mengurangi
di rumah. Kalau nggak,bayar 100 ribu.
Ini karena dalam keadaan darurat.
Mengapa pemerintah belum
melihat ini sebagai masalah pri-
oritas?
Karena ilmu ini masih jarang.
Bagaimana membuat pemerin-
tah peduli?Kita bersyukur DPR sebagai institusi
politik telah peduli. Tinggal pemerintah
mau cepat atau lambat. Bahkan DPR
telah mengancam bila sampai 2005
RUU ini belum beres, mereka akan
menjadikannya hak inisiatif. Ini berarti
di tingkat nasional kita sudah bisa
sounding bahwa ini penting. Sekarang
kalau sudah kejadian seperti ini, guber-
WAWANCARA
Percik Juni 2006 18
FOTO:MUJIYANTO
-
8/9/2019 majalah percik
21/60
nur dan walikota sudah mulai perhati-
an. Cuma masih berpikir mahal murah.
Maunya murah. Padahal di manapun
WC itu lebih mahal dari ruang tamu
karena butuh teknologi. Orang masihsulit menerima, seolah airport harus
lebih mahal dari TPA. Mengubah cara
berpikir ini tidak gampang. Singapura
saja butuh 30 tahun baru law enforce-
ment, belum budaya. Jadi tidak semu-
dah membalik tangan karena mengubah
cara berpikir.
Mengapa TPA di Indonesia ti-
dak memenuhi standar?
Pada saat mendisain TPA 10-20
tahun lalu, ini adalah proyek pemerin-tah di bawah departemen PU. Rencana
semula sanitary landfill. Sayangnya ini
tidak dikawal oleh pengetahuan tentang
harga sanitary landfill itu sendiri.
Mungkin saat mendisain tidak lengkap.
Karena sanitary landfillharganya seki-
an trilyun dengan biaya operasi 100 ribu
per ton. Kalau tidak jangan bilang sani-
tary landfill. Ini syarat. Setelah sekian
puluh tahun terjadi dan berdampak,
orang terperangah.
Bagaimana dampak otonomi
daerah dalam persampahan?
Otonomi daerah ini sangat berpe-
ngaruh. Idealnya setiap kota punya TPA
sendiri. Tapi pada suatu saat akan lebih
murah kalau punya TPA bersama.
Seperti yang sekarang kajiannya sedang
dilakukan oleh pemerintah pusat bahwa
untuk Jabotabek untukwaste manage-
ment corporation, itu mungkin kita
perlu satu perusahaan besar untuk
mengelola TPA bersama. Pada kenya-taannya ada kota yang sulit mencari
lahan, sementara ada lahan milik pe-
merintah daerah yang lain. Di sini harus
ada kerja sama dan koordinasi. Juga
ada semangat bersama, misalnya Ja-
karta buang sampah ke Bekasi, kan
orang Bekasi yang bekerja di Jakarta
pun membuang sampah di Jakarta.
Tadi Anda menyebut harus ada
kepedulian produsen untuk me-
ngurangi sampah. Bisa dijelas-
kan?
Secara internasional beberapaperusahaan besar telah ikut dalam pro-
gram extended producer responsibility,
bahwa mereka harus bertanggung ja-
wab terhadap sampah yang mereka
keluarkan baik sampah di pabrik yang
dikenal sebagai good house keeping dan
juga sampah yang di luar pabrik. Se-
karang memang belum ada peraturan-
nya. Tapi beberapa perusahaan sudah
mulai melaksanakan.
Apa yang bisa dilakukan ma-syarakat menghadapi kondisi
emergency sampah ini?
Masyarakat mau tidak mau harus
mengurangi sampah, hingga mengolah
di rumah. Ada teknologi sederhana yang
bisa disosialisasikan. Misalnya pengom-
posan. Masyarakat juga harus rela kalau
suatu saat harus bayar terhadap tek-
nologi yang diambil oleh pemerintah.
Biar bagaimanapun akan lebih mahal
dibanding mengolah sendiri.
Bagaimana pendidikan kepe-
dulian terhadap masyarakat, kira-
kira seperti apa?
Pendidikan harus dengan segala
macam arah dan ujicoba. Harus ada
contoh. Saya punya contoh di Rawasari
Jakarta Pusat bahwa TPS itu bisa ber-
sih, tidak bau. Ini sama dengan orang
dulu tidak pernah membayangkan ada
WC di kamar. Begitu ada contoh, orang
langsung percaya. Jadi pendidikan tidak
hanya dengan pidato. Harus ada reka-
yasa. Bikin TPA yang benar satu, TPS
yang benar satu, bikin truk yang benarsatu. Jadi kalau suatu saat kita akan ba-
ngun TPA orang bisa menerima. Tentu
ini butuh waktu karena perlu ada per-
ubahan budaya.
Bagaimana mengubah pola pi-
kir yang selalu melihat sesuatu
yang fisik sebagai tujuan?
Itu kesalahan bersama. Kita selalu
melihat fisik dan instan. Sementara
kebersihan, kesehatan, dan pendidikan
itu kan sulit diraba dan kontinyu. Itumasalah antropologi sampai sosial
budaya. Kita selalu melihat sesuatu
sebagai materi. Contoh orang melihat
orang dari rumahnya yang bagus, bukan
imannya yang bagus. Kalau ada kepala
daerah yang agak maju, bikinlah badan
fungsional. Siapapun kepala daerahnya,
badan ini akan menyinambungkan sis-
tem. Kita kawinkan karena biasanya pe-
jabat itu kan politik, ada masa jabatan,
sementara badan ini kan tidak. Ini akan
bisa dirasakan hasilnya.
Adakah negara yang meng-
alami masalah yang mirip dengan
Indonesia yang berhasil meng-
atasi permasalahan ini?
Kalau dekat Filipina. Dua atau tiga
tahun lalu juga menghadapi masalah
sampah. Ratusan orang meninggal ter-
timbun. Tapi sekarang mereka punya
undang-undang dan banyak gerakan-
gerakan secara massal dalam persam-
pahan. Malaysia, di mana pemerintahtidak lagi mendesentralisasi masalah
persampahan ini. TPA di sana dibangun
oleh pemerintah puast. Pemerintah
daerah hanya dibebani sebagian dari
operasional dan itu lebih kecil. Laksana
orang tua dan anak, suatu saat masalah
harus diselesaikan oleh orang tua. Cina,
sangat cepat antisipasinya terhadap
masalah ini. mujiyanto
WAWANCARA
Percik Juni 2006 19
Idealnya setiap kota punya
TPA sendiri. Tapi pada suatu saat
akan lebih murah kalau punya TPA
bersama. Seperti yang sekarangkajiannya sedang dilakukan oleh
pemerintah pusat bahwa untuk
Jabotabek untuk waste management
corporation, itu mungkin kita perlu
satu perusahaan besar untukmengelola TPA bersama.
-
8/9/2019 majalah percik
22/60
Pot-pot bunga berjajar di pinggir
jalan. Ada yang diletakkan di
tanah, ada yang di atas pagar
tembok, ada yang digantung. Beberapa
pohon besar tumbuh di halaman warga
yang sempit. S