mahalnya pendidikan di indonesia

11
Penyebab Mahalnya Biaya Sekolah di Indonesia Pendidikan mahal! Koreksi, yang betul adalah biaya sekolah mahal. Pendidikan tidak pernah mahal karena pendidikan berarti usaha penanaman nilai-nilai kehidupan. Ini adalah porsinya orang tua, bukan sekolah. Biaya sekolah mahal! Nah, ini baru pas. Sudah banyak yang menulis mengenai mahalnya biaya sekolah di Indonesia dan penyebabnya. Secara umum, pemerintah dipersalahkan karena kurang memberikan anggaran lebih banyak kepada Departemen DikNas. Tulisan ini mencoba menelaah besarnya biaya sekolah di Indonesia lewat komponen-komponen penyebab mahalnya biaya sekolah itu sendiri. Besarnya biaya belajar para siswa di Indonesia disebabkan oleh tiga hal. Seragam sekolah adalah penyebab pertama mahalnya biaya bersekolah para siwa di Indonesia. Aneh, kok seragam sekolah? Tentu saja. Tidak ada anak Indonesia yang mau bersekolah jika mereka tidak memilik seragam. Bahkan mereka yang bisa bersekolah tanpa seragam pun justru merasa belum menjadi murid sungguhan karena belum punya seragam sekolah. Tanpa disadari, komponen kecil yang satu ini menjadi momok tersendiri bagi para orang tua murid dan murid sekolah di Indonesia. Tak perlu susah memikirkannya seperti apa. Saat anak masuk sekolah pertama kali, kelas satu SD, mereka sudah wajib memiliki seragam. Sekaya apapun anak tersebut, dia tidak boleh menjadi murid di suatu sekolah apabila ia belum memilik seragam. Kalau anak orang kaya saja tidak boleh bersekolah tanpa seragam apalagi orang miskin. Tidak sampai di situ saja, membeli seragam sekolah pun tidak bisa cuma sekali. Seiring dengan perkembangan fisik anak, orang tua setiap tahun harus memperbaharui baju sekolah anak mereka. Makin cepat perkembangan fisik seorang anak, makin sering pula orang tua harus membeli seragam baru bagi anaknya. Kalau anaknya cuma

Upload: eli-nira

Post on 08-Aug-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

Penyebab Mahalnya Biaya Sekolah di IndonesiaPendidikan mahal! Koreksi, yang betul adalah biaya sekolah mahal. Pendidikan tidak pernah mahal karena pendidikan berarti usaha penanaman nilai-nilai kehidupan. Ini adalah porsinya orang tua, bukan sekolah. Biaya sekolah mahal! Nah, ini baru pas. Sudah banyak yang menulis mengenai mahalnya biaya sekolah di Indonesia dan penyebabnya. Secara umum, pemerintah dipersalahkan karena kurang memberikan anggaran lebih banyak kepada Departemen DikNas. Tulisan ini mencoba menelaah besarnya biaya sekolah di Indonesia lewat komponen-komponen penyebab mahalnya biaya sekolah itu sendiri. Besarnya biaya belajar para siswa di Indonesia disebabkan oleh tiga hal.

Seragam sekolah adalah penyebab pertama mahalnya biaya bersekolah para siwa di Indonesia. Aneh, kok seragam sekolah? Tentu saja. Tidak ada anak Indonesia yang mau bersekolah jika mereka tidak memilik seragam. Bahkan mereka yang bisa bersekolah tanpa seragam pun justru merasa belum menjadi murid sungguhan karena belum punya seragam sekolah. Tanpa disadari, komponen kecil yang satu ini menjadi momok tersendiri bagi para orang tua murid dan murid sekolah di Indonesia. Tak perlu susah memikirkannya seperti apa. Saat anak masuk sekolah pertama kali, kelas satu SD, mereka sudah wajib memiliki seragam. Sekaya apapun anak tersebut, dia tidak boleh menjadi murid di suatu sekolah apabila ia belum memilik seragam. Kalau anak orang kaya saja tidak boleh bersekolah tanpa seragam apalagi orang miskin. Tidak sampai di situ saja, membeli seragam sekolah pun tidak bisa cuma sekali. Seiring dengan perkembangan fisik anak, orang tua setiap tahun harus memperbaharui baju sekolah anak mereka. Makin cepat perkembangan fisik seorang anak, makin sering pula orang tua harus membeli seragam baru bagi anaknya. Kalau anaknya cuma satu masih enak. Bagaimana yang anakya lebih dari satu? Punya dua pasang anak kembar? Belum sampai di situ, seragam siswa SD, SMP, dan SMA memiliki perbedaan. Baju seragam putih tapi celananya merah (SD), biru (SMP), dan abu-abu (SMA). Dan yang membuat lebih repot lagi adalah kecenderungan setiap sekolah untuk mengharuskan siswanya memakai seragam khusus, batik, pada hari tertentu. Seolah belum cukup membebani orang tua siswa dengan membeli seragam harian, misalnya putih abu-abu (SMA), orang tua harus mengeluarkan anggaran lagi untuk membeli seragam batik. Entah siapa pula yang mengeluarkan gagasan ini kepada sekolah-sekolah di negara ini. Padahal dulu, murid sekolah, SMP dan SMA, hanya memekai seragam harian saja tanpa ada keharusan memakai baju batik pada hari khusus. Dengan cara ini, pemerintah dan sekolah telah sukses melakukan konspirasi dalam membuat biaya bersekolah menjadi lebih mahal dibandingkan dua dekade yang lalu. Kalau argumentasi ini masih diragukan, bagi anda yang sudah memiliki anak, mulailah berhitung tentang uang yang sudah dihabiskan untuk biaya seragam anak anda sendiri mulai dari SD hingga SMA.

Page 2: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

Cari lagi bon-bon pembelian seragam sekolah itu dan jangan lupa untuk menyesuaikan uang yang telah dikeluarkan dulu dengan tingkat inflasi sekarang.

Beban biaya sekolah juga disebabkan oleh komponen buku pelajaran. Dari dulu sampai sekarang, orang tua murid harus menyediakan sendiri buku pelajaran sekolah bagi anak-anak mereka. Buku apa yang digunakan oleh murid sekolah tergantung dari persetujuan bisnis antara pihak sekolah dan penerbit buku. Seandainya orang tua murid harus membeli buku dari penerbit A dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar, maka ini bukan perkara besar. Sayangnya, pengandaian itu selamanya terjadi dalam kenyataan. Tidak jarang harga buku yang dijual di sekolah lebih tinggi daripada harga pasar, harga toko buku. Ini bisa terjadi karena, satu, adanya oknum sekolah yang ingin meraup keuntungan sendiri dan karena penerbit buku harus membayar komisi besar kepada sekolah sehingga mereka membebankan biaya komisi itu pada orang tua murid. Dalam situasi ini, orang tua murid yang kritis bisa saja menolak membeli buku dari sekolah dan mencari sendiri di toko buku yang ada di sekitarnya, yang tentunya tidak bisa dilarang oleh pihak sekolah. Namun yang terjadi pada anak orang tua murid itu bisa ditebak. Anak itu akan disindir dan dicela oleh oleh pihak sekolah--guru, staf sekolah atau, bahkan, kepala sekolahnya sendiri. Yang dilakukan oleh pihak sekolah jelas salah sedangkan yang dilakukan oleh orang tua murid adalah benar. Dan yang menjadi korban adalah si murid itu sendiri. Dia menderita dan bisa mengalami depresi. Tidak membeli buku dari sekolah tiba-tiba menjadi sebuah dosa atau aib bagi diri murid itu. Pengadaan buku secara gratis dengan sistem online oleh DikNas, seperti yang dilakukan tahun lalu, ternyata belum bisa menyelesaikan persoalan mahalnya pengadaan buku. Belum tersediannya fasilitas internet yang menjangkau masyarakat di daerah pedesaan atau terpencil menjadi kendala bagi para murid dan orang tuanya. Pun, seandainya mereka memiliki akses ke internet, biaya pencetakan buku menjadi kendala lainnya. Untuk membuat masalah menjadi lebih rumit, DikNas memilik hobi untuk mengganti-ganti kurikulum nasional sesuka hatinya. Penggantian kurikulum jelas akan berimbas pada buku pelajaran para murid. Sewaktu bersekolah dulu, buku pelajaran saya masih bisa dipakai oleh adik saya, yang duduk dua kelas di bawah saya, karena kurikulum nasional tidak mengalami perubahan yang berarti, dari tahun 1984 loh.

Biaya-biaya tambahan saat bersekolah menjadi penyebab ketiga dari mahalnya bersekolah di Indonesia. Biasanya, pengeluaran rutin orang tua murid untuk biaya sekolah anaknya adalah:

    1.    Iuran sekolah (bulanan, puji syukur kalau tidak pernah naik)    2.    Seragam (tahunan, syukur kalau badan anaknya tidak melebar ke samping)    3.    Buku pelajaran (tahunan, Berat memang kalau anak terus naik kelas tapi

Page 3: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

siapa yang mau anaknya tidak pernah naik kelas)    4.    Biaya Study Tour (biasanya cuma sekali, buat SMP dan SMA, dan ini juga tergantung tempat tujuan kunjungannya, makin jauh makin mahal)

Sayangnya, pengeluaran rutin ini menjadi tidak rutin apabila sekolah menambahkan biaya lain yang tidak jelas. Misalnya biaya acara pesta perpisahan untuk murid tingkat akhir. Biaya ini harusnya tidak dibebanka bagi murid kelas satu dan dua. Kalau murid kelas tiga ingin mengadakan pesta perpisahan sendiri, mereka harusnya mengumpulkan uang dari diri mereka sendiri. Contoh biaya tidak jelas lainnya adalah penggalangan dana untuk keperluan yang dibuat-dibuat, seperti, pelepasan pensiun pegawai sekolah, pembelian sarana sekolah, penggalangan dana untuk guru yang sedang berduka atau melahirkan, dan lainnya. Lah, itu anggaran sekolah dari pemerintah dikemanakan? Masak untuk acara seperti itu masih orang tua murid pula yang harus menanggungnya. Ada guru yang pensiun, orang tua murid pula yang menanggung pesangonnya. Situ enak, orang tua murid yang susah. Permasalahan ini menjadi berat kerena, terkadang, biaya sekolah yang tidak rutin ini sifatnya tidak boleh sukarela. Saya tidak keberatan dengan kegiatan penggalangan dana untuk kegiatan sosial seperti bantuan bagi korban bencana alam, teman sekolah yang berduka, pembelian kupon PMI atau acara sekolah (Pentas Seni). Kegiatan yang disebutkan tadi memang memiliki misi sosial dan tidak terkesan menguntungkan satu pihak tertentu.

Dari ketiga hal yang sudah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa menggratiskan biaya sekolah di Indonesia adalah hal yang hampir mustahil. Ini sangat diyakini karena pemerintah Indonesia tidak akan pernah punya uang untuk memberi seragam apalagi memperbaharui seragam sekolah setiap murid di Indonesia. Pemeritah juga tidak akan sanggup memberikan buku-buku gratis apabila kurikulum nasional terlalu sering berganti-ganti. Dan yang lebih mustahil adalah membuat anggaran untuk mendanai kegiatan-kegiatan sekolah yang di luar kurikulum dan di luar urusan mengajar belajar. Karena itu, setiap usaha untuk menggratiskan biaya bersekolah para murid di negara ini sebaiknya dialihkan pada pencarian cara untuk mengurangi biaya sekolah para murid-murid Indonesia. Sikap ini jauh lebih realistis dan layak untuk diperjuangkan oleh para anggota DPR, staf DikNas, dan seluruh rakyat Indonesia.

“pendidikan bukan segala-galanya tapi semua hal berawal dari pendidikan !!!! ”

Page 4: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

itulah yang diteriakkan mahasiswa pada rakyat tentang urgensi pendidikan. sejauh yang terjadi, pendidikan tidak dapat dinimati oleh seluruh rakyat. mahalnya biaya pendidikan membuat rakyat terpaksa untuk memilih, bertahan hidup atau mempertahankan prinsip yang membuat mereka tercekik. inilah hidup. inilah pendidikan. dan kebanyakan orang menyatakan pasrah akan nasib anak-anaknya.

 

ada sebuah keluarga dimana terdiri dari seorang ayah, satu orang putri dan 3 orang putra. beruntung, satu anaknya sudah bekerja dan berkeluarga. satu lagi bekerja diluar negri dengan kabar tidak jelas.

pekerjaan sang Ayah tak tentu. terkadang membuat batu bata untuk dijual, seringkali mengerjakan sawah tetangganya. mungkin sekali waktu menjadi buruh bangunan. apapun dilakukan sang ayah. segala hal menjadi mungkin untuk mendapatkan sesuap nasi. sang Ayah berusaha mencari nafkah untuk putranya yang masih bersekolah di pendidikan dasar. hingga tubuhnya kurus dan wajahnya sangat lelah.

sang ibu membantu apa yang bisa dilakukannya. menanam padi, menyiangi rumput di sawah. memungut padi yang tercecer di persawahan ketika panen tiba. apapun untuk menambah penghasilan. mungkin sesekali membantu sang suami membuat batu bata dibawah terik matahari.

yang terjadi kemudian adalah mereka makan setiap hari dengan makanan apa adanya. berhutang untuk melengkapi kebutuhan pokok. berhutang untuk membayar biaya pendidikan. dan yang mereka tahu, biaya pendidikan itu bukan hanya membayar setoran bulanan atau SPP. bukan hanya membayar iuran menjelang 14 Agustus (pramuka) atau 17 Agustus (kemerdekaan) tapi membayar buku tulis yang harus dibeli, buku pelajaran yang terpaksa difotokopi,membayar tiket masuk kolam renang beserta transportasinya, seragam, uang jajan, iuran PMI dsb.dan itu semua harus dipenuhi untuk menikmati pendidikan dasar. mereka harus memutar otak, bagaimana caranya mendapatkan hutangan. sungguh menyakitkan.

Page 5: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

dalam keadaan yang serba tidak menyenangkan, sang Ayah tetap memikirkan untuk melakukan banyak hal bagi orang-orang disekitarnya. mereka nyata-nyata hidup disamping rumah saya. mereka bukan siapa-siapa melainkan keluarga saya.

 

sang Ayah mengajari saya bagaimana melafazkan kalimat-kalimat Nya dalam temaram lampu minyak. dalam hening hujan, di antara nyanyian kodok. dalam hebatnya nyamuk-nyamuk berkerumun dan itu dilakukan tanpa meminta imbalan apapun. dan itu dilakukan hingga saya mengkhatamkan Alquran. lagi-lagi, adakah yang salah dengan keluarga itu hingga harus berhutang beras untuk makan sehari-hari. adakah kekhilafan yang telah mereka perbuat hingga kehidupan menjadikan mereka serba terbatas untuk menikmati hidup secara layak.

 

semua orang boleh berbicara tentang pendidikan, semua berhak membicarakan pendidikan dalam kapasitas masing-masing. semua orang berhak untuk mendapatkan apa yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. pendidikan bukan pilihan, tapi sebuah keharusan untuk hidup lebih baik. apa yang terjadi pada keluarga itu, adalah satu contoh dari jutaan kisah rakyat yang berteriak pasrah akan akses pendidikan. masih ada banyak kisah yang bisa jadi lebih tragis.

mahasiswa, ada kalanya berbicara dan adakalanya bertindak. sedang berada dalam tahap mana wahai kawan seperjuanganku?

Artikel:Mahalnya Biaya Pendidikan Sekarang ini

Judul: Mahalnya Biaya Pendidikan Sekarang iniBahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.Nama & E-mail (Penulis): Putri Sandra N Saya Mahasiswi di Universitas Negeri Malang Topik: Biaya Pendidikan Tanggal: 06 Juni 2007

Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah lagi karena dilihat dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya. Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pendidikan di perguruan tinggi melainkan juga biaya pendidikan di sekolah dasar sampai sekolah menengah keatas walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) semuanya masih belum mencukupi biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.

Pendidikan di Indonesia masih meupakan investasi yang mahal sehingga diperlukan perencanaan keuangan serta disiapkan dana pendidikan sejak

Page 6: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

dini. Setiap keluarga harus memiliki perencanaan terhadap keluarganya sehingga dengan adanya perencanaan keuangan sejak awal maka pendidikan yang diberikan pada anak akan terus sehingga anak tidak akan putus sekolah. Tanggung jawab orang tua sangatlah berat karena harus membiayai anak sejak dia lahir sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

Mahalnya biaya pendidikan sekarang in dan banyaknya masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga tidak begitu peduli atau memperhatikan pentingnya pendidikan bagi sang buah hatinya, sehingga membuat anak putus sekolah, anak tersebut hanya mendapat pendidikan sampai pada jenjang sekolah menengah pertama artau sekolah menengah keatas. Padahal pemerintah ingin menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Jika masalah ini tidak mendapat perhatian maka program tersebut tidak akan terealisasi. Banyak anak yang putus sekolah karena orng tua tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.

Sehingga kami berharap pada pemerintah untuk memberikan kebijakan dan peduli terhadap pendidikan dan masyarakat Indonesia, karena sekarang ini bangsa Indonesia banyak mengalami problema khususnya problema bencana alam yang mengakibatkan rusaknya lembaga pendidikan.

Dampak Mahalnya Pendidikan di Indonesia Secara umum, dampak dari mahalnya biaya pendidikan adalah: 1.LemahnyaSumber Daya ManusiaSalahsatu sektor strategis dalam usaha pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia adalah sektor pendidikan. Sektor pendidikan ini memberikan peran yang sangat besar dalam menentukan kualitas dan standar SDM di Indonesia untuk membangun Indonesia yang lebih baik kedepannya. Sebagai salah satu entity atau elemen yang terlibat secara langsung dalam dunia pendidikan, pelajar merupakan pihak yang paling merasakan seluruh dampak dari perubahan yang terjadi pada sektor pendidikan di Indonesia. Tak peduli apakah dampak tersebut baik atau buruk.Permasalahanyang ikut membawa dampak sangat besar pada pelajar adalah permasalahan mengenai mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Permasalahan ini dinilai sebagai permasalahan klasik yang terus muncul kepermukaan dan belum selesai hingga sekarang. Padahal, tingginya biaya pendidikan saat ini tidak sesuai dengan mutu atau kualitas serta output pendidikan itu sendiri. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari masih tingginya persentase pengangguran terdidik (Sarjana) yaitu sekitar 1,1 juta orang (Data BPS - 2009). Penyebab banyaknya pengangguran terdidik ini terlihat beragam dan menjadi semakin ironis jika dilihat dari mahalnya seorang pelajar (terdidik) telah membayar uang kuliah atau uang sekolah mereka2.LemahnyaTaraf Ekonomi MasyarakatPendidikan memiliki daya dukung yang representatif atas pertumbuhan ekonomi. Tyler mengungkapkan bahwa pendidikan dapat meningkatkan produktivitas kerja seseorang, yang kemudia akanmeningkatakan pendapatannya. Peningkatan pendapatan ini berpengaruh pula kepada pendapatan nasional negara yang bersangkutan, untuk kemudian akan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat berpendapatan

Page 7: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

rendah. Sementara itu Jones melihat pendidikan sebagai alat untuk menyiapkan tenaga kerja terdidik dan terlatih yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jones melihat, bahwa pendidikan memiliki suatu kemampuan untuk menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja potensial, dan menjadi lebih siap latih dalam pekerjaannya yang akan memacu tingkat produktivitas tenaga kerja, yang secara langsung akan meningkatakan pendapatan nasional. Menurutnya, korelasi antara pendidikan dengan pendapatan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun. Sementara itu Vaizey melihat pendidikan menjdi sumber utama bakat-bakat terampil dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediddan tenaga kerja. Ini harus menjadi dasar untuk perencanaan pendidikan, karena pranata ekonomi membutuhkan tenaga- tenaga terdidik dan terlatih. Permasalahan yang dihadapai adalah jarang ada ekuivalensi yang kuat antara pekerjaan dan pendidikan yang dibutuhkan yang mengakibatkan munculnya pengangguran terdidik dant erlatih. Oleh karena itu, pendidikan perlu mengantisipasi kebutuhan. Ia harus mampu memprediksi dan mengantisipasi kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja. Prediksi ketenagakerjaan sebagai dasar dalam perencanaan pendidikan harus mengikuti pertumbuhan ekonomi yang ada kaitannya dengan kebijaksanaan sosial ekonomi dari pemerintah.3.KurangyaKesadaran Masyarakat Akan KesehatanSemakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin sadar akan pentingnya kesehatan. Pada jenjang pendidikan tinggi, peran pendidikan sangat sentral dalam menghasilkan output-output yang akan berkontribusi untuk mentransformasikan pengetahuan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Untuk mereflesikan dan mengimplementasikan manajeman kesehatan yang berkualitas, saat ini telah banyak pendidikan-pendidikan tinggi baik universitas maupun institusi yang telah membuka program kesehatan seperti jurusan kedokteran, manajemen kesehatan, keperawatan, dan sebagainya. Dengan adanya program seperti ini diharapkan terlahir generasi-generasi baru yang paham dan memiliki kemampuan serta kredibiolitas dalam menguapayakan penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Akibat Mahalnya PendidikanJanuary 1st, 2010 • Related • Filed Under

Banyaknya gedung-gedung tinggi di suatu kota tidak menjamin bahwa seluruh rakyat di kota tersebut juga hidup dengan sejahtera dan serba berkecukupan. Jakarta contohnya. Dapat kita lihat dengan mata telanjang bahwa di Jakarta terdapat gedung-gedung yang menjulang tinggi, namun tidak sedikit pula warganya yang hidup di ambang kemiskinan. Apakah penyebabnya?

Page 8: Mahalnya Pendidikan Di Indonesia

Jawabannya adalah, bahwa masyarakat yang hidup penuh dengan kekurangan itu tidak mempunyai pekerjaan yang layak untuk mencukupi hidupnya. Dan faktor yang paling besar dari masalah ini adalah kurangnya latar belakang pendidikan yang dimiliki dari masing- masing individu.

Kurangnya pendidikan menyebabkan seseorang sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dewasa ini, semua pekerjaan yang dianggap mampu untuk mencapai standar dari cukup rata-rata membutuhkan latar belakang pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk biaya dari pendidikan itu sendiri tidaklah sedikit. Dapat dibayangkan bagaimana dengan keluarga yang hidup penuh kekurangan dan ingin memperbaiki kehidupannya sedangkan untuk menyekolahkan anaknya mereka tidak mempunyai cukup dana. Sangat memprihatinkan bukan?