selasa, 2 november 2010 | media indonesia truk tidak … filenimbulkan efek domino pada mahalnya...

1
Megapolitan | 5 SELASA, 2 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA S EKITAR 60% dari 14 ribu unit truk dan kon- tainer yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, tak laik jalan. Kondisi itu menjadi alas- an bagi petugas melakukan pungli termasuk terhadap truk yang laik jalan. Tiap hari pungli yang mengalir dari 14 ribu truk ke petugas sekitar Rp1,4 miliar. “Kendaraan yang paling banyak terkena pungli, yaitu kendaraan tidak laik jalan, ter- utama ketika mengurus surat jalan,” kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Soedirman di Ja- karta, kemarin. Surat jalan itu, ujar Soedir- man, harus dikantongi awak truk baru bisa beroperasi. “Pe- ngurusan surat jalan sesuai prosedur resmi. Itu bisa mema- kan waktu hingga semalam. Ini yang membuat pihak truk membayar pungli Rp50.000- Rp100.000 di tempat pengurus- an surat itu,” katanya. Sebagai pemilik 50 unit truk pengangkut mobil yang berope- rasi di Pelabuhan Tanjung Pri- ok, Soedirman mengeluhkan pungli itu. “Kalau mereka (pe- tugas) menilai kendaraan kami tidak laik jalan, kendaraan bisa ditahan di pelabuhan semalam- an,” ujarnya. Penilaian tidak laik jalan dari petugas, menurut Soedirman, mengada-ada karena kenda- raan yang beroperasi itu sebe- narnya sudah mengantongi uji kir (pemeriksaan) kendaraan. Uji kir itulah syarat untuk me- ngurus surat jalan. Maraknya pungli di Pelabuh- an Tanjung Priok dikeluhkan Wakil Ketua Umum Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (Ar- din) Herman Heru Suprobo dan Sekretaris Umum Himpu- nan Pengusaha Muda Indone- sia (Hipmi) DKI Jaya Andhika Anindyaguna. “Sekarang pungli sudah terang-terangan, kalau tidak diberi (uang pelicin), barang bisa lama ditahan walau- pun semua prosedur sudah dipenuhi,” keluh Herman. Praktik pungli, ujar Her- man, bukan saja merugikan pemilik barang, melainkan me- nimbulkan efek domino pada mahalnya barang yang dibeli masyarakat. Andhika meminta aparat penegak hukum menin- dak tegas pelaku pungli. Sebelumnya, Ketua Ang- kutan Khusus Pelabuhan (Ang- suspel) Tanjung Priok, Organda DKI Jakarta Gumilang Tarigan mengeluhkan setiap truk dike- nai pungli Rp100.000 per hari. Jadi, sambungnya, total pungli dari 14 ribu truk di Pelabuhan Tanjung Priok yang mengalir ke petugas sebesar Rp1,4 miliar per hari. Menggerogoti Menteri Koordinator Pereko- nomian Hatta Rajasa mengakui pungli itu. ”Soal pungutan liar itu, kami sudah tahu. Yang penting bagaimana kita mem- berantasnya. Memberantas ekonomi biaya tinggi yang menggerogoti kita,” kata Hatta di kantornya, kemarin. Pungli yang begitu kasatma- ta malah dibantah Kepala Ad- ministrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Priok Susetyo W Hadi. Susetyo mengaku belum mene- rima laporan adanya pungli. “Oh, saya justru baru mende- ngar adanya pungutan liar itu karena selama ini tidak ada la- poran apa-apa tentang pungli. Nanti kami tinjau lapangan dulu. Kalau terbukti ada yang tertangkap basah melakukan pungli, kami akan tindak te- gas,” janjinya. (*/J-5) [email protected] KEPOLISIAN Sektor Tanjung Priok menghentikan praktik pungutan liar (pungli) yang ter- jadi di jalan alternatif dadakan di sisi Jalan RE Martadinata, Ja- karta Utara, yang ambles pada pertengahan Oktober lalu. Pasalnya, pungli itu telah meresahkan pengendara mo- tor yang kerap melintas di jalan itu. Untuk sekali melintas, mereka harus merogoh kocek Rp1.000. Padahal dalam satu hari pe- ngendara motor bisa lewat jalan itu lebih dari satu kali. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila dalam tempo setengah bulan, uang hasil pungli men- capai ratusan juta. “Jumlah pungli secara ke- seluruhan diprediksi lebih dari Rp107.276.500. Jumlah itu hanya merupakan data dari pungli yang dilakukan dari pukul 06.00 hingga 14.00 WIB. Selebihnya, warga RW 15 masih bergantian melakukan pungli yang tidak jelas peruntukan uang tersebut,” kata Kepala Polsek Tanjung Priok Komisa- ris Budhi Herdi Susianto di lokasi pungli, kemarin. Pihak kepolisian kini telah mengamankan empat orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Mereka adalah warga RW 15 Solobone, Pa- panggo, Tanjung Priok, berini- sial JN, HD, US, dan AG. Pungutan liar itu sendiri dilakukan dengan dalih pem- bangunan Masjid Nurul Iman di Jalan Pelita VI RT 08/RW 15 Solobone, Papanggo, Tanjung Priok, atau sekitar 50 meter dari jembatan rel. Namun Kepala Yayasan Al- warizu Iskandar menolak dika- takan pihaknya melakukan pungli. Menurutnya, pungutan itu bersifat sukarela. Pihaknya merasa berhak meminta pu- ngutan karena sebelumnya telah memperbaiki jembatan kayu yang melintang di atas Kali Tirem tersebut. “Kalau memang betul ada pemaksaan dalam meminta sumbangan, itu bukan kami,” ujar Iskandar. Jalan itu sendiri akan kem- bali dibuka hari ini. Namun untuk mencegah berlanjutnya pungli di tempat tersebut, Ka- polsek berjanji menyiagakan personelnya serta menambah beberapa fasilitas jalan seperti penerangan jalan dan tanda rambu lalu lintas. “Soal sumbangan masjid, kami memperbolehkan asal mereka hanya menaruh kotak amal atau sejenisnya di pinggir jalan. Jika ada masyarakat yang memang ingin menyumbang, mereka bisa langsung me- masukkan uang di kotak ter- sebut tanpa merasa dipaksa,” pungkas Budhi. (*/J-2) Truk tidak Layak Jadi Sasaran Empuk Pungli RE Martadinata Capai Rp107 Juta Cerpenis Hamsad Rangkuti Terkapar karena Sampah C ERPENIS Hamsad Rangkuti rindu rumah. Sudah tujuh hari ia dirawat di kelas II ruang Bougeville Rumah Sakit Bhakti Yudha, Jalan Sawangan Raya, Pancoran Mas, Kota Depok. Namun, tekanan darah sang novelis tetap saja menanjak. Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka tahun 2001 itu mengalami tekanan darah tinggi berawal dari masalah sampah. “Pemerintah Kota Depok membangun tempat sampah di tanah kami tanpa seizin kami,” keluh Rangkuti, 67, yang hasil karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa asing. Tanah ukuran 5 x 12 meter yang dijadikan tempat pembuangan sampah berjarak tujuh meter di belakang rumah Rangkuti di Jalan Bangau 6 No 286 Kelurahan Depok Jaya, Pancoran Mas. Sejak lahan yang dibeli dari PT Perumnas itu menjadi TPS, tensi penulis novel Ketika Lampu Berwarna Merah itu mulai terganggu. Berulang kali pria kelahiran Titikuning, Medan, itu mengirimkan surat protes kepada Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail agar tanahnya tidak dijadikan TPS, tetapi tak digubris. “Itulah awal naiknya tekanan darah Bapak,“ Nurwindasari, 54, istri Rangkuti, menguraikan. Sampah warga setiap hari menumpuk di sana. Petugas datang sekali sebulan bahkan terkadang dua bulan sekali. Ketika angin mengarah ke rumah Rangkuti, bau tak sedap memenuhi seluruh ruangan dan bau-bau itu menempel di pakaian. Keluarga Rangkuti sering batuk-batuk dan mengalami gangguan pernapasan. “Bau sampah sangat menyengat. Kami tidak kuat lagi. Tapi pemerintah bertindak otoriter. Mereka tidak mau menerima keluhan kami,” lanjut Nurwindasari. Bau tak sedap membuat Rangkuti susah tidur. Tekanan darahnya pun naik ke angka 170/100. Nurwindasari membawa suaminya berobat ke puskesmas. Bukannya semakin turun, tekanan darah Rangkuti malah naik. Mereka buru-buru pergi berobat ke klinik 24 jam yang tak jauh dari rumah, tetapi belum juga ada perubahan berarti. Melihat kondisi sik sang penyair yang juga dikenal jago melukis itu kian melemah, Nurwindasari memutuskan membawa ke Rumah Sakit Bhakti Yudha pada 26 Oktober 2010. Tujuh hari menjalani perawatan, lagi-lagi tekanan darah tak bergeser dari 170/100. Padahal, biaya pengobatan terus bertambah yang per harinya minimal Rp500 ribu. Bagi keluarga sederhana seperti Rangkuti, angka tersebut cukup memberatkan. Sudah beberapa sobat datang menjenguk, antara lain, Sori Siregar, Marthin Alaeda, Bahrudin Aritonang dari Badan Pemeriksa Keuangan, Ratna Diyah Wulan dari PT Gramedia, serta Daniel Eliyas, juga cerpenis. “Kedatangan mereka sedikit menghibur. Mereka semua mendoakan supaya Bapak dapat sembuh dan bisa kembali berkarya,” tutur Nurwindasari. Kemarin, mantan Pemimpin Redaksi Horison itu kehilangan sabar. Meski dokter meminta ia bertahan, Rangkuti memaksa pulang. “Saya ingin pulang, jenuh di sini terus,” tegasnya. Sang istri pun tak berani menentang. Rangkuti pulang dengan kondisi tensi darah tetap tinggi. (Kisar Radjagukguk/J-1) Pungutan liar (pungli) Rp1,4 miliar per hari di Pelabuhan Tanjung Priok yang menggerogoti perekonomian RI sudah kasatmata. Namun, pihak pelabuhan tetap membantah. Muhammad Fauzi Soal pungutan liar itu, kami sudah tahu. Yang penting bagaimana kita memberantasnya.’’ JALAN PINTAS: Warga meminta bayaran sukarela kepada pengendara sepeda motor yang melewati jalan pintas samping jalan RE Martadinata, Jakarta Utara, Selasa (12/10). DIRAWAT: Cerpenis senior Hamsad Rangkuti dirawat di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok, kemarin. MI/KISAR RAJAGUKGUK MI/RAMDANI Hatta Rajasa Menko Perekonomian

Upload: vuongdang

Post on 30-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SELASA, 2 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Truk tidak … filenimbulkan efek domino pada mahalnya barang yang dibeli masyarakat. Andhika meminta aparat penegak hukum menin-dak tegas

Megapolitan | 5SELASA, 2 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

SEKITAR 60% dari 14 ribu unit truk dan kon-tainer yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung

Priok, Jakarta Utara, tak laik jalan. Kondisi itu menjadi alas-an bagi petugas melakukan pungli termasuk terhadap truk yang laik jalan. Tiap hari pungli yang mengalir dari 14 ribu truk ke petugas sekitar Rp1,4 miliar.

“Kendaraan yang paling banyak terkena pungli, yaitu kendaraan tidak laik jalan, ter-utama ketika mengurus surat jalan,” kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Soedirman di Ja-karta, kemarin.

Surat jalan itu, ujar Soedir-man, harus dikantongi awak truk baru bisa beroperasi. “Pe-ngurusan surat jalan sesuai pro sedur resmi. Itu bisa mema-kan waktu hingga semalam. Ini yang membuat pihak truk membayar pungli Rp50.000-Rp100.000 di tempat pengurus-an surat itu,” katanya.

Sebagai pemilik 50 unit truk pengangkut mobil yang berope-rasi di Pelabuhan Tanjung Pri-ok, Soedirman mengeluhkan pungli itu. “Kalau mereka (pe-tugas) menilai kendaraan kami tidak laik jalan, kendaraan bisa ditahan di pelabuhan semalam-an,” ujarnya.

Penilaian tidak laik jalan dari

petugas, menurut Soedirman, mengada-ada karena kenda-raan yang beroperasi itu sebe-narnya sudah mengantongi uji kir (pemeriksaan) kendaraan. Uji kir itulah syarat untuk me-ngurus surat jalan.

Maraknya pungli di Pelabuh-an Tanjung Priok dikeluhkan Wakil Ketua Umum Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (Ar-din) Herman Heru Suprobo dan Sekretaris Umum Himpu-nan Pengusaha Muda Indone-sia (Hipmi) DKI Jaya Andhika Anindyaguna.

“Sekarang pungli sudah terang-te rangan, kalau tidak diberi (uang pelicin), barang bi sa la ma ditahan walau-pun semua prosedur sudah dipenuhi,” keluh Herman.

Praktik pungli, ujar Her-man, bukan saja merugikan pe milik barang, melainkan me-nimbulkan efek domino pada

mahalnya barang yang dibeli masyarakat. Andhika meminta aparat penegak hukum menin-dak tegas pelaku pungli.

Sebelumnya, Ketua Ang-kutan Khusus Pelabuhan (Ang-suspel) Tanjung Priok, Organda DKI Jakarta Gumilang Tarigan mengeluhkan setiap truk dike-nai pungli Rp100.000 per hari. Jadi, sambungnya, total pungli dari 14 ribu truk di Pelabuhan Tanjung Priok yang mengalir ke petugas sebesar Rp1,4 miliar per hari.

MenggerogotiMenteri Koordinator Pereko-

nomian Hatta Rajasa mengakui pungli itu. ”Soal pungutan liar itu, kami sudah tahu. Yang penting bagaimana kita mem-berantasnya. Memberantas ekonomi biaya tinggi yang menggerogoti kita,” kata Hatta di kantornya, kemarin.

Pungli yang begitu kasatma-ta malah dibantah Kepala Ad-ministrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Priok Susetyo W Hadi. Susetyo mengaku belum mene-rima laporan adanya pungli. “Oh, saya justru baru mende-ngar adanya pungutan liar itu karena selama ini tidak ada la-poran apa-apa tentang pungli. Nanti kami tinjau lapangan dulu. Kalau terbukti ada yang tertangkap basah melakukan pungli, kami akan tindak te-gas,” janjinya. (*/J-5)

[email protected]

KEPOLISIAN Sektor Tanjung Priok menghentikan praktik pungutan liar (pungli) yang ter-jadi di jalan alternatif dadakan di sisi Jalan RE Martadinata, Ja-karta Utara, yang ambles pada pertengahan Oktober lalu.

Pasalnya, pungli itu telah me resahkan pengendara mo-tor yang kerap melintas di ja lan itu.

Untuk sekali melintas, mereka harus merogoh kocek Rp1.000. Padahal dalam satu hari pe-ngendara motor bisa lewat jalan itu lebih dari satu kali. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila dalam tempo setengah bulan, uang hasil pungli men-capai ratusan juta.

“Jumlah pungli secara ke-seluruhan diprediksi lebih dari Rp107.276.500. Jumlah itu hanya merupakan data dari pungli yang dilakukan dari pukul 06.00 hingga 14.00 WIB. Selebihnya, warga RW 15 masih bergantian melakukan pungli yang tidak jelas peruntukan uang tersebut,” kata Kepala Polsek Tanjung Priok Komisa-ris Budhi Herdi Susianto di lokasi pungli, kemarin.

Pihak kepolisian kini telah mengamankan empat orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Mereka adalah warga RW 15 Solobone, Pa-panggo, Tanjung Priok, berini-sial JN, HD, US, dan AG.

Pungutan liar itu sendiri dilakukan dengan dalih pem-bangunan Masjid Nurul Iman di Jalan Pelita VI RT 08/RW 15 Solobone, Papanggo, Tanjung Priok, atau sekitar 50 meter dari jembatan rel.

Namun Kepala Yayasan Al-warizu Iskandar menolak dika-takan pihaknya melakukan pungli. Menurutnya, pungutan itu bersifat sukarela. Pihaknya merasa berhak meminta pu-ngutan karena sebelumnya telah memperbaiki jembatan kayu yang melintang di atas Kali Tirem tersebut.

“Kalau memang betul ada pemaksaan dalam meminta sumbangan, itu bukan kami,”

ujar Iskandar.Jalan itu sendiri akan kem-

bali dibuka hari ini. Namun untuk mencegah berlanjutnya pungli di tempat tersebut, Ka-polsek berjanji menyiagakan personelnya serta menambah beberapa fasilitas jalan seperti penerangan jalan dan tanda rambu lalu lintas.

“Soal sumbangan masjid, kami memperbolehkan asal mereka hanya menaruh kotak amal atau sejenisnya di pinggir jalan. Jika ada masyarakat yang memang ingin menyumbang, mereka bisa langsung me-masukkan uang di kotak ter-sebut tanpa merasa dipaksa,” pungkas Budhi. (*/J-2)

Truk tidak LayakJadi Sasaran Empuk

Pungli RE Martadinata Capai Rp107 Juta

Cerpenis Hamsad Rangkuti Terkapar karena Sampah

CERPENIS Hamsad Rangkuti rindu rumah. Sudah tujuh hari ia dirawat di kelas II ruang Bougeville Rumah Sakit

Bhakti Yudha, Jalan Sawangan Raya, Pancoran Mas, Kota Depok. Namun, tekanan darah sang novelis tetap saja menanjak.

Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka tahun 2001 itu mengalami tekanan darah tinggi berawal dari masalah sampah.

“Pemerintah Kota Depok membangun tempat sampah di tanah kami tanpa seizin kami,” keluh Rangkuti, 67, yang hasil karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa asing.

Tanah ukuran 5 x 12 meter yang dijadikan tempat pembuangan sampah berjarak tujuh meter di belakang rumah Rangkuti di Jalan Bangau 6 No 286 Kelurahan Depok Jaya, Pancoran Mas. Sejak lahan yang dibeli dari PT Perumnas itu menjadi TPS, tensi penulis novel Ketika Lampu Berwarna Merah itu mulai terganggu.

Berulang kali pria kelahiran Titikuning, Medan, itu mengirimkan surat protes kepada Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail agar tanahnya tidak dijadikan TPS, tetapi tak digubris. “Itulah awal naiknya tekanan darah Bapak,“ Nurwindasari, 54, istri Rangkuti, menguraikan.

Sampah warga setiap hari menumpuk di sana. Petugas datang sekali sebulan bahkan terkadang dua bulan sekali. Ketika angin mengarah ke rumah Rangkuti, bau tak sedap memenuhi seluruh ruangan dan bau-bau itu menempel di pakaian.

Keluarga Rangkuti sering batuk-batuk dan mengalami gangguan pernapasan. “Bau sampah sangat menyengat. Kami tidak kuat

lagi. Tapi pemerintah bertindak otoriter. Mereka tidak mau menerima keluhan kami,” lanjut Nurwindasari.

Bau tak sedap membuat Rangkuti susah tidur. Tekanan darahnya pun naik ke angka 170/100. Nurwindasari membawa suaminya berobat ke puskesmas.

Bukannya semakin turun, tekanan darah Rangkuti malah naik. Mereka buru-buru pergi berobat ke klinik 24 jam yang tak jauh dari rumah, tetapi belum juga ada perubahan berarti.

Melihat kondisi fi sik sang penyair yang juga dikenal jago melukis itu kian melemah, Nurwindasari memutuskan membawa ke Rumah Sakit Bhakti Yudha pada 26 Oktober 2010.

Tujuh hari menjalani perawatan, lagi-lagi tekanan darah tak bergeser dari 170/100. Padahal, biaya pengobatan terus bertambah yang per harinya minimal Rp500 ribu. Bagi keluarga sederhana seperti Rangkuti, angka tersebut cukup memberatkan.

Sudah beberapa sobat datang menjenguk, antara lain, Sori Siregar, Marthin Alaeda, Bahrudin Aritonang dari Badan Pemeriksa Keuangan, Ratna Diyah Wulan dari PT Gramedia, serta Daniel Eliyas, juga cerpenis.

“Kedatangan mereka sedikit menghibur. Mereka semua mendoakan supaya Bapak dapat sembuh dan bisa kembali berkarya,” tutur Nurwindasari.

Kemarin, mantan Pemimpin Redaksi Horison itu kehilangan sabar. Meski dokter meminta ia bertahan, Rangkuti memaksa pulang.

“Saya ingin pulang, jenuh di sini terus,” tegasnya. Sang istri pun tak berani menentang. Rangkuti pulang dengan kondisi tensi darah tetap tinggi. (Kisar Radjagukguk/J-1)

Pungutan liar (pungli) Rp1,4 miliar per hari di Pelabuhan Tanjung Priok yang menggerogoti perekonomian RI sudah kasatmata. Namun, pihak pelabuhan tetap membantah.

Muhammad Fauzi

Soal pungutan liar itu, kami sudah tahu. Yang penting bagaimana kita memberantasnya.’’

JALAN PINTAS: Warga meminta bayaran sukarela kepada pengendara sepeda motor yang melewati jalan pintas samping jalan RE Martadinata, Jakarta Utara, Selasa (12/10).

DIRAWAT: Cerpenis senior Hamsad Rangkuti dirawat di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok, kemarin.

MI/KISAR RAJAGUKGUK

MI/RAMDANI

Hatta RajasaMenko Perekonomian