macam macam delik dalam hukum pidana

16
Pembagian Delik dalam Hukum Pidana Istilah Delik atau ‘strafbaar feitlazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum ( wederrechtelijk atau on rechtmatige ). Tindak pidana dapat terjadi dengan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang , seperti dalam hal pencurian, penipuan, penggelapan, dan pembunuhan. Di sisi lain, tindak pidana juga dapat terjadi karena diabaikannya atau dilalaikannya untuk melakukan suatu perbuatan yang diharuskan oleh undang-undang, seperti dalam hal keharusan menolong seseorang yang jiwanya dalam keadaan terancam atau keharusan memenuhi panggilan pengadilan untuk di dengar kesaksiannya dalam sidang pengadilan.

Upload: rinofebrianto

Post on 08-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

HUKUM PIDANA

TRANSCRIPT

Pembagian Delik dalam Hukum Pidana 

Istilah Delik atau ‘strafbaar feit’ lazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijk atau on rechtmatige). Tindak pidana dapat terjadi dengan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, seperti dalam hal pencurian, penipuan, penggelapan, dan pembunuhan.

Di sisi lain, tindak pidana juga dapat terjadi karena diabaikannya atau dilalaikannya untuk melakukan suatu perbuatan yang diharuskan oleh undang-undang, seperti dalam hal keharusan menolong seseorang yang jiwanya dalam keadaan terancam atau keharusan memenuhi panggilan pengadilan untuk di dengar kesaksiannya dalam sidang pengadilan.

Sedangkan dalam Hukum Perdata istilah delik tidak lazim digunakan. Untuk menyebut seseorang melakukan delik, biasanya digunakan istilah seseorang telah melakukan wanprestasi. Namun demikian, perbuatan yang tergolong bersifat wanprestasi pada dasarnya merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang (onrechtmatige). Sebagai contoh dalam kasus

utang-piutang. Seorang debitur dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah diterimanya dari pihak kreditor  atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.

Secara umum, pengertian delik, baik dalam lapangan Hukum Pidana maupun Hukum Perdata, dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. Definisi semacam ini mensyaratkan bahwa sanksi itu diancamkan terhadap seseorang yang perbuatannya dianggap oleh pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, dan oleh sebab itu pembuat undang-undang bermaksud untuk mencegahnya dengan sanksi tersebut. Perlu dicatat bahwa fakta tentang delik bukan hanya terletak pada suatu perbuatan tertentu saja, melainkan juga pada akibat-akibat dari perbuatan tersebut.

Macam-Macam DelikPembagian delik menurut H.A.Abu Ayyub

Saleh, meliputi:Delik kejahatan adalah rumusan delik yang biasanya disebut delik hukuman, ancaman hukumannya lebih berat. 

Delik pelanggaran adalah biasanya disebut delik undang-undang yang ancaman hukumannya memberi alternatif bagi setiap pelanggarnya. Delik formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan tanpa melihat akibatnya. Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP. Delik materiil adalah jika yang dilarang itu selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si pembuat delik. Contoh: delik pembunuhan pasal 338, Undang-undang hukum pidana, tidak menjelaskan bagaimana cara melakukan pembunuhan, tetapi yang disyaratkan adalah akibatnya yakni adanya orang mati terbunuh, sebagai tujuan si pembuat/pelaku delik. Delik umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secara umum. Contoh: penerapan delik kejahatan dalam buku II KUHP, misalnya delik pembunuhan pasal 338 KUHP. Delik khusus atau tindak pidana khusus hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dalam kualitas tertentu, misalnya tindak pidana korupsi, ekonomi, subversi dan lain-lain. 

Delik biasa adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan. Delik dolus adalah suatu delik yang dirumuskan dilakukan dengan sengaja. Contoh: pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan dan lain-lain. Delik kulpa yakni perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hatinya atau karena salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain menjadi korban. Contoh: seorang sopir yang menabrak pejalan kaki, karena kurang hati-hati menjalankan kendaraannya. Delik berkualifikasi adalah penerapan delik yang diperberat karena suatu keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Contoh: pasal 363 KUHP, pencurian yang dilakukan pada waktu malam, atau mencuri hewan atau dilakukan pada saat terjadi bencana alam dan lain-lain, keadaan yang menyertainya itulah yang memberiatkan sebagai delik pencurian yang berkualifikasi. Delik sederhana adalah suatu delik yang berbentuk biasa tanpa unsur dan keadaan yang

memberatkan. Contoh: pasal 362 KUHP tentang delik pencurian biasa. Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi. Contoh: seseorang masuk dalam rumah langsung membunuh, tidak mencuri dan memperkosa. Delik berlanjut  (Voortgezettelijke Handeling) adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berlanjut, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan. Delik komisionis adalah delik yang karena rumusan Undang-undang bersifat larangan untuk dilakukan.  Contoh: perbuatan mencuri, yang dilarang adalah mencuri atau mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam Pasal 362 KUHP. Delik omisionis adalah delik yang mengetahui ada komplotan jahat tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP, jadi sama dengan mengabaikan suatu keharusan. Delik aduan adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan

penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban. Contoh: pencurian keluarga pasal 367 KUHP, delik penghinaan pasal 310 KUHP, delik perzinahan pasal 284 KUHP. R. Soesilo dalam bukunya dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 88) membagi delik aduan menjadi dua jenis yaitu:

a.Delik aduan absolut, ialah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan berikutnya, 332, 322, dan 369. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi: “..saya minta agar peristiwa ini dituntut”.Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya, jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap perzinahan (Pasal 284) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak dapat

menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan penuntutan.

b. Delik aduan relatif, ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam Pasal 367, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan ini dapat dibelah. Misalnya, seorang bapa yang barang-barangnya dicuri (Pasal 362) oleh dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini harus bersembunyi: “,,saya minta supaya anak saya yang bernama A dituntut”.

Untuk delik aduan, pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia (lihat Pasal 74 ayat [1] KUHP). Dan orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan (lihat Pasal 75 KUHP).

Lebih lanjut, Soesilo menjelaskan bahwa terhadap pengaduan yang telah dicabut, tidak dapat diajukan lagi. Khusus untuk kejahatan berzinah dalam Pasal 284 KUHP, pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan. Dalam praktiknya sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim masih menanyakan kepada pengadu, apakah ia tetap pada pengaduannya itu. Bila tetap, barulah dimulai pemeriksaannya.\

Di sisi lain, tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

Dari rumusan Pasal 285 KUHP di atas dapat diketahui bahwa perkosaan adalah delik biasa, dan bukan delik aduan. Karena itu, polisi dapat memproses kasus perkosaan tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban. Jadi, tidak semua pasal dalam KUHP tentang kesusilaan termasuk dalam delik aduan. Untuk dapat mengetahui apakah suatu pengaturan mengenai suatu tindak pidana merupakan delik aduan atau delik biasa, kita harus melihat konstruksi dari pasal yang mengatur.

Ketentuan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan yaitu antara lain Pasal 81 (perkosaan anak) dan Pasal 82 (pencabulan anak). Pasal 81 UU Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:“(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.” Pasal 82 UU Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).” Dari rumusan Pasal 81 dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak di atas, terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi delik ini untuk dilaporkan oleh korbannya. Dengan demikian, delik perkosaan dan pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban).