documentm4

5
GAMBARAN UMUM PATIENT SAFETY Saat ini isu global yang sangat penting dalam pelayanan keseatan adala keselamatan pasien !patient sa"ety#$ Isu ini p%aktis mulai dibi&a%akan kembali pada taun '(((an) se*ak lapo%an da%i Institute o" Medi&ine !I+M# yang mene%bitkan lapo%an, To e%% is uman) building a sa"e% ealt system) yang memuat data mena%ik tentang -e*adian Tidak .ia%apkan/ -T. !Ad0e%se E0ent#$ +%ganisasi keseatandunia !12+# *uga tela menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien seubungan dengan data -T. di Ruma Sakit di be%bagai nega%a menun*ukan angka yang tidak ke&il be%kisa% 3 4 567$ Ge%akan keselamatan pasien dalam konteks pelayanan keseatan saat ini dite%ima se&a%a luas di selu%u dunia$ 12+ kemudian melun&u%kan p%og%am 1o%ld Allian&e "o% Patient Sa"ety pada taun '((8$ .i dalam p%og%am itu dikatakan ba9a keselamatan pasien adala p%insip "undamental pelayanan pasien sekaligus komponen k%itis dalam mana*emen mutu$ .i Indonesia sendi%i) Pe%impunan Ruma Sakit Selu%u Indonesia !PERSI# tela membentuk -omite -eselamatan Pasien Ruma Sakit !--P4RS# pada tanggal 5 :uni '((;) dan tela mene%bitkan Panduan Tu*u <angka Menu*u -eselamatan Pasien$ Panduan ini dibuat sebagai dasa% implementasi keselamatan pasien di %uma sakit$ .alam pe%kembangannya) -omite Ak%editasi Ruma Sakit !-ARS# .epa%temen -eseatan tela pula menyusun Standa% -eselamatan Pasien Ruma Sakit dalam inst%umen Standa% Ak%editasi Ruma Sakit$ Ak%editasi %uma sakit saat ini adala sya%at mutlak yang a%us dipenui setiap %uma sakit sebagai amanat Undang4undang no$ 88 taun '((= tentang Ruma Sakit$ Se*ak be%lakunya UU No$ >/5=== tentang Pe%lindungan -onsumen dan UU No$ '=/'((8 tentang P%aktik -edokte%an) mun&ul be%bagai tuntutan ukum kepada dokte% dan %uma sakit$ Sala satu &a%a mengatasi masala ini adala dengan pene%apan sistem keselamatan pasien di %uma sakit$ -eselamatan pasien sebagai suatu sistem di dalam %uma sakit sebagaimana dituangkan dalam inst%umen standa% ak%editasi %uma sakit ini dia%apkan membe%ikan asuan kepada pasien dengan lebi aman dan men&ega &ede%a akibat melakukan atau tidak melakukan tindakan$ .alam pelaksanaannya keselamatan pasien akan banyak menggunakan p%insip dan metode mana*emen %isiko mulai dan identi"ikasi) asesmen dan pengolaan %isiko$ Pelapo%an dan analisis insiden keselamatanpasien akan meningkatkan kemampuan bela*a% da%i insiden yang te%*adi untuk men&ega te%ulangnya ke*adian yang sama dikemudian a%i$ ASPE- 2U-UM -ESE<AMATAN PASIEN !PATIENT SAFETY# Menu%ut pen*elasan Pasal 83 UU -eseatan No$ 36 taun '((= yang dimaksud dengan keselamatan pasien !patient sa"ety# adala p%oses dalam suatu %uma sakit yang membe%ikan pelayanan pasien yang lebi aman$ Te%masuk didalamnya asesmen %esiko) identi"ikasi) dan mana*emen %esiko te%adap pasien) pelapo%an dan analisis insiden) kemampuan untuk bela*a% dan menindaklan*uti insiden) dan mene%apkan solusi untuk mengu%angi se%ta meminimalisi% timbulnya %isiko$ Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adala keselamatan medis !medi&al e%%o%s#) ke*adian yang tidak dia%apkan !ad0e%se e0ent#) dan nya%is te%*adi !nea% miss#$ Menu%ut Institute o" Medi&ine !I+M#) -eselamatan Pasien !Patient Sa"ety# dide"inisikan sebagai"%eedom "%om a&&idental in*u%y$ A&&idental in*u%y disebabkan ka%ena e%%o% yang meliputi kegagalan suatu pe%en&anaan atau memakai %en&ana yang sala dalam men&apai tu*uan$ A&&idental in*u%y *uga akibat da%imelaksanakan suatu tindakan!&ommission# atau tidak mengambil tindakanyang sea%usnya diambil !omission#$ A&&idental in*u%y dalam p%akteknya akan be%upa ke*adian tidak diinginkan/-T. !ad0e%se e0ent# atau ampi% te%*adi ke*adian tidak diinginkan !nea% miss#$ Nea% miss ini dapat disebabkan ka%ena, 5$ kebe%untungan !misal , pasien te%ima suatu obat kont%a indikasi tetapi tidak timbul %eaksi obat# '$ pen&egaan !suatu obat dengan o0e%dosis letal akan dibe%ikan) tetapi sta" lainmengetaui dan membatalkannya sebelum obat dibe%ikan# 3$ pe%inganan !suatu obat dengan o0e% dosisletal dibe%ikan) diketaui se&a%a dini lalu dibe%ikan antidotenya# Tu*uan yang ingin di&apai ole masya%akat globalte%adap pene%apan keselamatan pasien adala, 5$ Identi"y patients &o%%e&tly '$ Imp%o0e e""e&ti0e &ommuni&ation 3$ Imp%o0e te sa"ety o" ig4ale%t medi&ations 8$ Eliminate 9%ong4site) 9%ong4patient) 9%ong p%o&edu%e su% ;$ Redu&e te %isk o" ealt &a%e4asso&iated in"e&tions 6$ Redu&e te %isk o" patient a%m "%om "alls Ge%akan keselamatan pasien adala suatu p%og%am yang belum diimplementasikan diselu%u dunia) ka%ena itu masi dimungk pengembangan dalam implementasinya$ .i Indonesia) PER mensosialisasikan langka4langka yang dipakai untuk implem di %uma sakit selu%u Indonesia$ <angka4langka implementasi keselamatan pasien te%sebut ad 5$ Membangun budaya keselamatan pasien !?%eate a &ultu%e t open and "ai%#$ '$ Memimpin dan mendukung sta" !Establis a &lea% and st%on on Patient Sa"ety t%ougout you% o%gani@ation# 3$ Menginteg%asikan kegiatan4kegiatan mana*emen %isiko systems and p%o&esses to manage you% %isks and identi"y and tings tat &ould go 9%ong# 8$ Meningkatkan kegiatan pelapo%an !Ensu%e you% sta"" &an e %epo%t in&idents lo&ally and nationally# ;$ Melibatkan dan be%komunikasi dengan pasien !.e0elop 9ays &ommuni&ate openly 9it and listen to patients# 6$ Bela*a% dan be%bagi pengalamantentang keselamatan pasien !En&ou%age sta"" to use %oot &ause analysis to lea%n o9 an in&idents appen# $ Mene%apkan solusi4solusi untuk men&ega &ide%a !Embed le t%oug &anges to p%a&ti&e) p%o&esses o% systems#$ Bisnis utama %uma sakit adala me%a9at pasien yang sakit d tu*uan aga% pasien sege%a sembu da%i sakitnya dan seat ke seingga tidak dapat ditole%ansi bila dalam pe%a9atan di %u pasien men*adi lebi mende%ita akibat da%i te%*adiny sebena%nya dapat di&ega) dengan kata lain pasien a%us keselamatannya da%i akibat yang timbul ka%ena e%%o%$ Bila p keselamatan pasien tidak dilakukan akan be%dampak pada te%* tuntutan seingga meningkatkan biaya u%usan ukum) men e"isisiensi) se%ta ke%ugian lainnya$ Element keselamatan pasien te%di%i da%i, Ad0e%se d%ug e0ents !A.E#/ medi&ation e%%o%s !ME# Rest%aint use Noso&omial in"e&tions Su%gi&al misaps P%essu%e ul&e%s Blood p%odu&t sa"ety/administ%ation Antimi&%obial %esistan&e Immuni@ation p%og%am Falls Blood st%eam C 0as&ula% &atete% &a%e Systemati& %e0ie9) "ollo94up) and %epo%ting o" patient/0isito% in&ident %epo%ts Pendekatan Penanganan -T. atau E%%o% Menu%ut :ames Reason dalam 2uman e%%o% management , models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penangana e%%o% atau -T.$ 5$ pendekatan pe%sonal$ Pendekatan ini mem"okuskan pada tindakan yang tidakaman) melakukan pelangga%an p%osedu%) da%i o%ang4o%ang yang u*ung tombak pelayanan keseatan !dokte%) pe%a9at) ali bed anestesi) "a%masis dll#$ Tindakan tidak aman ini dianggap b p%oses mental yang menyimpang sepe%ti muda lupa)ku%ang pe%atian) moti0asi yang bu%uk)tidakati4ati) dan semb%ono$ Seingga bila te%*adi suatu -T. akan di&a%i siapa yang be%b

Upload: nia-anafilaksis

Post on 06-Oct-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

apa ja

TRANSCRIPT

GAMBARAN UMUM PATIENT SAFETY

Saat ini isu global yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan adalah keselamatan pasien (patient safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000an, sejak laporan dari Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: To err is human, building a safer health system, yang memuat data menarik tentang Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse Event).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka yang tidak kecil berkisar 3 - 16%. Gerakan keselamatan pasien dalam konteks pelayanan kesehatan saat ini diterima secara luas di seluruh dunia. WHO kemudian meluncurkan program World Alliance for Patient Safety pada tahun 2004. Di dalam program itu dikatakan bahwa keselamatan pasien adalah prinsip fundamental pelayanan pasien sekaligus komponen kritis dalam manajemen mutu.

Di Indonesia sendiri, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005, dan telah menerbitkan Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien. Panduan ini dibuat sebagai dasar implementasi keselamatan pasien di rumah sakit. Dalam perkembangannya, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan telah pula menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi rumah sakit saat ini adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi setiap rumah sakit sebagai amanat Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, muncul berbagai tuntutan hukum kepada dokter dan rumah sakit. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit. Keselamatan pasien sebagai suatu sistem di dalam rumah sakit sebagaimana dituangkan dalam instrumen standar akreditasi rumah sakit ini diharapkan memberikan asuhan kepada pasien dengan lebih aman dan mencegah cedera akibat melakukan atau tidak melakukan tindakan. Dalam pelaksanaannya keselamatan pasien akan banyak menggunakan prinsip dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan risiko. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien akan meningkatkan kemampuan belajar dari insiden yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dikemudian hari.

ASPEK HUKUM KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)

Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk didalamnya asesmen resiko, identifikasi, dan manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).

Menurut Institute of Medicine (IOM), Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan/KTD (adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena:

1. keberuntungan (misal : pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat)

2. pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan)

3. peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya)

Tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat global terhadap penerapan keselamatan pasien adalah:

1. Identify patients correctly

2. Improve effective communication

3. Improve the safety of high-alert medications

4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery

5. Reduce the risk of health care-associated infections

6. Reduce the risk of patient harm from falls

Gerakan keselamatan pasien adalah suatu program yang belum lama diimplementasikan diseluruh dunia, karena itu masih dimungkinkan pengembangan dalam implementasinya. Di Indonesia, PERSI telah mensosialisasikan langkah-langkah yang dipakai untuk implementasi di rumah sakit seluruh Indonesia.

Langkah-langkah implementasi keselamatan pasien tersebut adalah:

1. Membangun budaya keselamatan pasien (Create a culture that is open and fair).

2. Memimpin dan mendukung staf (Establish a clear and strong focus on Patient Safety throughout your organization)

3. Mengintegrasikan kegiatan-kegiatan manajemen risiko (Develop systems and processes to manage your risks and identify and assess things that could go wrong)

4. Meningkatkan kegiatan pelaporan (Ensure your staff can easily report incidents locally and nationally)

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien (Develop ways to communicate openly with and listen to patients)

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien (Encourage staff to use root cause analysis to learn how and why incidents happen)

7. Menerapkan solusi-solusi untuk mencegah cidera (Embed lessons through changes to practice, processes or systems).

Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya resiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, serta kerugian lainnya.

Element keselamatan pasien terdiri dari:

Adverse drug events (ADE)/ medication errors (ME)

Restraint use

Nosocomial infections

Surgical mishaps

Pressure ulcers

Blood product safety/administration

Antimicrobial resistance

Immunization program

Falls

Blood stream vascular catheter care

Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports

Pendekatan Penanganan KTD atau Error

Menurut James Reason dalam Human error management : models and management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD.

1. pendekatan personal.

Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah.

2. Pendekatan sistem

Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja.

Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.

Penyebab utama terjadinya errors, antara lain:

1. Communication problems

2. Inadequate information flow

3. Human problems

4. Patient-related issues

5. Organizational transfer of knowledge

6. Staffing patterns/work flow

7. Technical failures

8. Inadequate policies and procedures

(AHRQ Publication No. 04-RG005, December 2003) Agency for Healthcare Research and Quality

PENDEKATAN KOMPREHENSIF PENGKAJIAN KESELAMATAN PASIEN

Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.

1. Struktur

Kebijakan dan prosedur organisasi : periksa apakah telah terdapat kebijakan dan prosedur tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien.

Fasilitas : Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?

Persediaan : Apakah hal hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di ruang emergency, ruang ICU.

2. Lingkungan

Pencahayaan dan permukaan : berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera

Temperature : pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan seperti ruang operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat operasi bedah tulang suhu ruangan akan berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari semen

Kebisingan : lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat tenaga kesehatan sedang memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan kondisi pasien.

Ergonomik dan fungsional : ergonomik berpengaruh terhadap penampilan seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah sudah disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat sudah mencerminkan keselamatan pasien.

3. Peralatan dan teknologi

Fungsional : tenaga kesehatan harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.

Keamanan : Alatalat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat meningkatkan keselamatan pasien.

4. Proses

Desain kerja : Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan.

Karakteristik risiko tinggi : melakukan tindakan yang terusmenerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem pengingat untuk mengurangi kesalahan.

Waktu : waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah tergambar saat ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada pasien pasien emergensi, oleh karena itu pada saatsaat tertentu waktu dapat menentukan apakah pasien selamat atau tidak.

Perubahan jadual dinas tenaga kesehatan juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena tenaga kesehatan sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh.

Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostik atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian antibiotic atau trombolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadap diagnosis dan pengobatan.

Efisiensi : keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.

5. Orang

Sikap dan motivasi ; sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang. Sikap dan motivasi yang negatif akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.

Kesehatan fisik : kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.

Kesehatan mental dan emosional : hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan kebutuhan dan masalah pasien. Tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahankesalahan dalam bertindak.

Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan : tenaga kesehatan memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alatalat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan penyakitpenyakit yang sebelumnya belum tren seperti perawatan flu babi (swine flu).

Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi ; kognitif sangat berpengaruh terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah, dan mengkomunikasikan halhal yang baru.

6. Budaya

Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan keselamatan pasien.

Pilosofi tentang keamanan ; keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan nilai yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan.

Jalur komunikasi : jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang menerima laporan).

Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming) merupakan phenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas.

Staff : kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting adalah sistem kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, stress dan sakit.

PATIENT SAFETY DI INDONESIA

Indonesia memulai gerakan keselamatan pasien pada tahun 2005 yaitu dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dan telah menerbitkan Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien. Panduan ini dibuat sebagai dasar implementasi keselamatan pasien di rumah sakit. Dalam perkembangannya, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan telah pula menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit. Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit, menurunkan KTD di rumah sakit, terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit

2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit.

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Penilaian keselamatan yang dipakai Indonesia saat ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh KARS.

Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari dari 7 standar, yakni:

1. Hak pasien

2. Mendididik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Untuk mencapai ke tujuh standar di atas Panduan Nasional tersebut Departemen Kesehatan RI menganjurkan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2. Pimpin dan dukung staf

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko

4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.

Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan.

Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.

2. Pastikan Identifikasi Pasien.

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dan sebagainya.

Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.

Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.

Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.

Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai home medication list, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).

Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).

8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.

Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.

9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan / observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

MANAJEMEN RISIKO PATIENT SAFETY

Keselamatan pasien harus dilihat dari sudut pandang risiko klinis. Sekalipun staf medis rumah sakit sesuai kompetensinya memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi dan standar pelayanan, namun potensi risiko tetap ada, sehingga pasien tetap berpotensi mengalami cedera. UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, masyarakat, dan sumber daya manusia, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, serta memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan rumah sakit.

The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) memberikan pengertian manajemen risiko sebagai aktivitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh rumah sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan tersebut meliputi identifikasi risiko hukum (legal risk), memprioritaskan risiko yang teridentifikasi, menentukan respons rumah sakit terhadap risiko, mengelola suatu kasus risiko dengan tujuan meminimalkan kerugian (risk control), membangun upaya pencegahan risiko yang efektif, dan mengelola pembiayaan risiko yang adekuat (risk financing).

Manajemen risiko yang komprehensif meliputi seluruh aktivitas rumah sakit, baik operasional maupun klinikal, oleh karena risiko dapat muncul dari kedua bidang tersebut. Bahkan akhir-akhir ini meliputi pula risiko yang berkaitan dengan managed care dan risiko kapitasi, merger dan akuisisi, risiko kompensasi ketenagakerjaan, corporate compliance dan etik organisasi.

Manajemen risiko klinik merupakan upaya yang cenderung proaktif, meskipun sebagian besarnya merupakan hasil belajar dari pengalaman dan menerapkannya kembali untuk mengurangi atau mencegah masalah yang serupa di kemudian hari. Pada dasarnya manajemen risiko merupakan suatu proses siklik yang terus menerus, yang terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Risk Awareness.

Pada tahap ini diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam sistem bedah sentral memahami situasi yang berisiko tinggi di bidangnya masing-masing dan aktivitas yang harus dilakukan dalam upaya mengidentifikasi risiko. Risiko tersebut tidak hanya yang bersifat medis, melainkan juga yang non medis, sehingga upaya ini melibatkan manajemen, komite medis, dokter, perawat bedah, perawat anestesi, pengendali gas sentral, pelaksana pemeliharaan ruang bedah dan instrument, dan lain-lain. Self-assessment, sistem pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko (incidence report) dan audit klinis dalam budaya non-blaming merupakan sebagian metode yang dapat digunakan untuk mengenali risiko.

2. Risk control (and or Risk Prevention).

Manajemen merencanakan langkah-langkah praktis dalam menghindari dan atau meminimalkan risiko dan melaksanakannya dengan tepat. Dalam bidang medis, manajemen harus bekerjasama erat dan saling mendukung dengan komite medis. Langkah-langkah tersebut ditujukan kepada seluruh komponen sistem, baik perangkat keras, perangkat lunak maupun sumber daya manusianya. Langkah dimulai dengan penilaian risiko (risk assessment) tentang derajat dan probabilitas kejadiannya, dilanjutkan dengan upaya mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution), atau bila tidak mungkin maka dicari upaya menguranginya (control solution) baik terhadap probabilitasnya maupun terhadap derajat keparahannya, atau apabila hal itu juga tidak mungkin maka dicari jalan untuk mengurangi dampaknya.

Tindakan dapat berupa pengadaan, perbaikan dan pemeliharaan bangunan dan instrumen yang sesuai dengan persyaratan; pengadaan bahan habis pakai sesuai dengan prosedur dan persyaratan; pembuatan dan pembaruan prosedur, standar dan check-list; pelatihan penyegaran bagi personil, seminar, pembahasan kasus, poster, stiker, dan lain-lain.

3. Risk containment

Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien, dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.

4. Risk transfer

Akhirnya apabila risiko itu terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada sistem asuransi.

Pemahaman manajemen risiko sangat bergantung kepada sudut pandangnya. Dari segi bisnis dan industri asuransi, manajemen risiko cenderung untuk diartikan sepihak, yaitu untuk tujuan meningkatkan keuntungan bisnis dan pemegang sahamnya. Dalam bidang kesehatan dan keselamatan lebih diartikan sebagai pengendalian risiko salah satu pihak (pasien atau masyarakat) oleh pihak yang lain (pemberi layanan). Sementara di dalam suatu komunitas pemberi layanan kesehatan itu sendiri, yaitu pengelola rumah sakit dan para dokternya, harus diartikan sebagai suatu upaya kerjasama berbagai pihak untuk mengendalikan risiko bersama.

Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them), kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them). Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ), dalam rangka memaksimalkan patient safety, menyatakan bahwa terdapat beberapa elemen yang harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah medical errors. Elemen-elemen tersebut diterapkan bersama-sama dengan menerapkan manajemen risiko yang bertujuan mengurangi atau menyingkirkan risiko. Elemen-elemen untuk mencegah medical errors tersebut, adalah:

1. Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh sistem sumber daya manusia dari sejak perekrutan (kredensial), supervisi dan disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu kesalahan dan kebiasaan menghukum pelakunya harus dikikis habis agar staf rumah sakit dengan sukarela melaporkan kesalahan kepada manajemen dan atau komite medis, sehingga pada akhirnya dapat diambil langkah-langkah pencegahan kejadian serupa di kemudian hari.

2. Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien, dalam hal ini manajemen dan komite medik. Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam menjalankan program-program manajemen risiko, termasuk ronde rutin bersama ke unit-unit klinik.

3. Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya tentang keselamatan pasien dan bagaimana mengidentifikasi errors, serta upaya-upaya meningkatkan keselamatan pasien.

4. Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang beranggotakan staf interdisiplin dan bertugas mengevaluasi laporan-laporan yang masuk, mengidentifikasi petunjuk adanya kesalahan, mengidentifikasi dan mengembangkan langkah koreksinya.

5. Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.

6. Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak menimbulkan kesalahan baru.

TINJAUAN HUKUM KESELAMATAN PASIEN DI INDONESIA

Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang diwujudkan dalam bentuk peraturan hukum,baikperundangan-undangan maupun peraturan hukum lainnya. Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan namun berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang diperintahkan oleh perundangan-undangan. Undang-undang sebagai wujud peraturan hukum dan sumber hukum formal merupakan alat kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat sebagai warga negara.

UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar dimaksud dilakukan dengan melakukan pelaporan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan, rumah sakit menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan (Pasal 46).

Organ untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena UU Rumah Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk Dewan Pengawas. Dewan yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan dan tokoh masyarakat itu bersifat independen dan non struktural. Salah satu tugas Dewan adalah mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah Sakit juga mengamanatkan pembentukan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia. Badan yang bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan itu berfungsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi Badan terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal 57).

Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan tersebut adalah:

1. Pasal 5 ayat (2), menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

3. Pasal 24 ayat (1), menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

4. Pasal 53 ayat (3), menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.

5. Pasal 54 ayat (1), menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.

Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan telah pula menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari dari 7 standar, yakni:

1. Hak pasien

2. Mendididik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Akreditasi rumah sakit saat ini adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi setiap rumah sakit sebagai amanat Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Tanggung Jawab Hukum Keselamatan Pasien

Kerugian yang diderita pasien serta tanggung jawab hukum yang ditimbulkannya berpotensi untuk menjadi sengketa hukum. Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien.

Tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009:

1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam:

Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit

Pasal 45 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009

1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.