lpmgb vol 47 nomor 2 agustus 2013

71

Upload: rizka

Post on 16-Dec-2015

61 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penelitian vulkano

TRANSCRIPT

  • Gambar Sampul

    Biotechnology LEMIGAS Culture Collections (BLCC)

  • i

    Volume 47, No. 2 Agustus 2013

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk mempromosikan kegiatan penelitian pengembangan, perekayasaan teknologi dan pengkajian di bidang minyak dan gas bumi yang telah dilakukan oleh

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS

    Alamat RedaksiSub Bidang Informasi, Bidang Afi liasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos: 6022/KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT: No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon: 7394422 - ext. 1222, 1223, 1274, Faks: 62 - 21 - 7246150, E-mail: [email protected] Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL) diterbitkan sejak tahun 1970 yang telah berganti nama menjadi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi, terbit 3 kali setahun. Redaksi menerima Naskah Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi.

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS. Penanggung Jawab: Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur: Ir. Daru Siswanto.

    Pemimpin Redaksi : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia)

    Wakil Pemimpin Redaksi : Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia)

    Redaktur Pelaksana : Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geofi sika)

    Dewan Redaksi : 1. Prof. Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia) 2. Prof. M. Udiharto (Biologi) 3. Prof. Dr. E. Suhardono (Kimia Industri) 4. Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan) 5. Dr. Mudjito (Geologi Minyak) 6. Dr. Adiwar (Proses Separasi) 7. Dr. Oberlin Sidjabat (Kimia dan Katalis)

    Redaksi : 1. Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan) 2. Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Perminyakan) 3. Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi) 4. Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan) 5. Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia)

    Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan) 2. Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi)) 3. Prof. Dr. Wahjudi Wiratmoko Wisaksono (Energi dan Lingkungan) 4. Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan) 5. Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro)

    Sekretaris : Urusan Publikasi

    Penerbit : Bidang Afi liasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS

    Pencetak : Grafi ka LEMIGAS

    ISSN : 2089-3396

  • ii

    DAFTAR ISI HalamanDAFTAR ISI ii

    PENGANTAR iii

    LEMBAR SARI DAN ABSTRACT iv

    SELEKSI MIKROBA DAN NUTRISI YANG BERPOTENSIMENGHASILKAN BIOSURFAKTAN UNTUK MEOR Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani 59 - 67

    PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGKAJI PERMASALAHANSOSIAL PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN TUAIndah Crystiana dan Trimuji Susantoro 69 - 77

    PENINGKATAN SIFAT ALIR DAN STABILITAS BIODIESEL DENGAN PROSES HIDROGENASI PARSIAL (BAGIAN I):PENGGUNAAN Ni-Al2O3 SEBAGAI KATALISOberlin Sidjabat 79 - 85

    PENINGKATAN PEROLEHAN RESERVOIR MINYAK RDENGAN INJEKSI ALKALI-SURFAKTAN-POLIMERPADA SKALA LABORATORIUMEdward ML Tobing dan Hestuti Eni 87 - 96

    MANFAAT SURFAKTAN DARI BAKTERI LAUT HIDROKARBONOKLASTIKUNTUK AKSELERATOR PROSES HIDROKARBON MINYAK BUMIDurrotun Najiyah, Nuning Vita Hidayati dan Cut Nanda Sari 97 - 104

    PEMBUATAN RANCANG BANGUN ADSORBER PENGHILANG MERKURIBERSKALA PILOT PADA INDUSTRI GAS BUMILisna Rosyamati, Nofrizal, Yayun Andriani dan Nanang Hermawan 105 - 114

    Volume 47, No. 2, Agustus 2013

    ISSN : 2089-3396

  • iii

    PENGANTAR

    Pembaca yang Budiman,

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mempunyai peranan penting dalam penyebaran informasi hasil-hasil penelitian dan kajian migas bagi masyarakat dunia ilmu pengetahuan dan industri migas di Indonesia.

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Volume 47 No. 2 Agustus 2013 menyajikan beberapa tulisan hasil studi dan penelitian, yakni:

    1. Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR; 2. Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua; 3. Peningkatan Sifat Alir dan Stabilitas Oksidasi Biodiesel dengan Proses Hidrogenasi Parsial (Bagian I): Penggunaan Ni-Al2O3 sebagai Katalis; 4. Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak 'R' dengan Injeksi Alkali-Surfaktan-Polimer pada Skala Laboratorium; 5. Manfaat Surfaktan dari Bakteri Laut Hidrokarbonoklastik untuk Akselerator Proses Hidrokarbon Minyak Bumi; 6. Pembuatan Rancang Bangun Adsorber Penghilang Merkuri Berskala Pilot pada Industri Gas Bumi . Tim Redaksi berharap Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi Agustus 2013 ini bisa menjadi rujukan bagi para penulis/peneliti. Oleh karena itu saran dan masukan pembaca sangat diharapkan untuk lebih sempurnanya terbitan Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi berikutnya.

    Dewan redaksi dan dewan penerbit, serta penanggung jawab majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mengucapkan terima kasih kepada para penulis, penelaah dan penyunting yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi ini.

    Jakarta, Agustus 2013

    Redaksi

  • iv

    Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.

    ISSN : 2089-3396 Terbit : Agustus 2013

    LEMBAR SARI DAN ABSTRACT

    Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEORLembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2 Agustus 2013 hal. 59 - 67ABSTRAK

    Biosurfaktan merupakan surfaktan yang dihasilkan oleh mikroba dari golongan bakteri hidrokarbonoklastik yang memiliki kemampuan menurunkan tegangan antar muka. Faktor keberhasilan dalam produksi biosurfaktan ditentukan dari jenis mikroba dan nutrisi yang digunakan. Kegiatan penelitian ini terdiri atas empat tahapan yaitu aktivasi dan kultivasi mikroba, seleksi mikroba penghasil biosurfaktan, kurva pertumbuhan mikroba, seleksi nutrisi. Aktivasi dan kultivasi mikroba dilakukan dalam tiga tahapan dengan masa inkubasi masing-masing tahapan yaitu 37oC selama 24 jam. Hasil seleksi mikroba penghasil biosurfaktan diperoleh tiga jenis mikroba dari tujuh mikroba yang diuji, berdasarkan indikasi luasnya zona lisis yang terbentuk pada media agar darah yaitu, BLCC B-3, BLCC B-4 dan BLCC B-5. Hasil uji lanjut terhadap ketiga mikroba tersebut pada media minyak dengan mengukur tegangan antar muka (IFT), menghasilkan dua mikroba dengan nilai IFT yang terendah yaitu BLCC B-3 dan BLCC B-5. Hasil screening nutrisi berdasarkan pengukuran Tegangan Antar Muka (IFT), Viskositas, Total Plate Count (TPC), dan pH, menunjukkan media BC-4 dan media PA-4 mendukung aktivitas mikroba dalam memproduksi biosurfaktan.Kata kunci: seleksi mikroba, seleksi nutrisi, produk-si biosurfaktan

    ABSTRACT

    Biosurfactant is a surfactant derived from hydrocarbonoclastic bacteria which are capable to reduce surface tension. The successful biosurfactant productions are determined by nutrition and microbial species. This research consists of 4 main steps: activation and cultivation of microbes, microbial growth curves, screening of surfactant producing bacteria, and screening of nutrition. Microbial activation and cultivation conducted in 3 sequential cultivation in 24 hours incubation time at 37oC. Screening of surfactant producing bacteria from 7 microbial isolates obtained 3 isolates which show positive result based on diameter of hemolytic area on blood agar. They are BLCC B-3, BLCC B-4 and BLCC B-5. The interfacial tension (IFT) examination result from these 3 isolates showed that BLCC B-3 and BLCC B-5 had the lowest IFT value. The result of nutrition screening based on IFT, viscosity, Total Plate Count, and pH show that BC-4 and PA-4 media are the best composition of media that support the microbes in producing surfactants.

    AuthorKeywords: microbe screening, nutrition screening, biosurfactant production.

    Indah Crystiana dan Tri Muji Susantoro (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2 Agustus 2013 hal. 69 - 77

  • v

    ABSTRAK

    Kajian ini bertujuan memetakan lokasi sumur-sumur tua di lapangan X dan lapangan Y. Lapangan X di wilayah kota madya dan lapangan Y berlokasi di wilayah kabupaten di Cekungan Sumatera Selatan. Pemetaan kondisi penggunaan lahan dilakukan pada setiap sumur. Hasilnya digunakan untuk menganalisis kemungkinan permasalahan sosial yang timbul dalam pengembangan lapangan tua tersebut. Teknologi penginderaan jauh digunakan untuk memetakan lokasi sumur. Data tersebut menggunakan Citra Ikonos 1 meter. Penggunaan citra Ikonos diharapkan dapat mengidentifi kasi lokasi sumur dan penggunaan lahan detil di sekitarnya. Hasilnya menunjukan bahwa citra Ikonos mampu memetakan lokasi-lokasi sumur di Lapangan X dan Y. Hasil lainnya menunjukkan dengan citra Ikonos mampu untuk menginterpretasi penggunaan lahan secara detil. Hal ini dapat menjadi kunci untuk identifi kasi permasalahan sosial pada pengembangan lapangan tua. Kajian permasalahan pada pengembangan sumur tua menggunakan buffer dengan pusat kepala sumur pada radius 100 meter. Hal ini untuk menganalisis area yang harus bebas dari kegiatan sosial masyarakat. Survey lapangan dilakukan untuk validasi lokasi sumur dan interpretasi citra Ikonos. Hasil kajian membuktikan citra satelit Ikonos mampu untuk mengidentifi kasi lokasi sumur dan permasalahan sosial yang terjadi pada rencana pengembangan sumur tua. Kata kunci: Citra Ikonos, sumur tua, permasalahan sosial, penggunaan lahan.

    ABSRACT

    The Aims of this research is mapping of wells location in X fi eld and Y Field. X fi eld is located in the municipality and Y fi eld is located in the district of South Sumatera Basin. Mapping of landuse is conducted for all of well. The Result of landuse mapping is used for analyzing the possibility of social problem on Brown fi eld development. Remote sensing technology is conducted to map of wells location. In this research is using Ikonos Imagery with 1 meter of spatial resolution. The use of Ikonos imagery is expected to identify of wells location and detail landuse. The Result of this research showing that Ikonos imagery has capability to map well location and detail landuse at X and Y Field. Landuse is key of identifi cation of social problem on Brown Field

    development. Research of social problem in Brown Field Development is using buffer for well head in radius 100 meter. The function of buffer is for analysing the area that free for other activities, mainly social activities. Field survey is conducted to validate wells location and landuse interpretation results. The Result of research is proving that Ikonos imagery has capability for identifying of wells location and social problem in Brown Field development planning.

    AuthorKeywords: Ikonos Imagery, old well, social problem, landuse.

    Oberlin Sidjabat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)Peningkatan Sifat Alir dan Stabilitas Oksidasi Biodiesel dengan Proses Hidrogenasi Parsial (Bagian I): Penggunaan Ni-Al2O3 sebagai KatalisLembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2 Agustus 2013 hal. 79 - 85

    ABSTRAK

    Biodiesel merupakan bahan bakar nabati sebagai substitusi minyak diesel/solar yang menjanjikan. Namun masih ada permasalahan dalam hal mutu seperti kestabilan oksidasi dan sifat alirnya yaitu titik tuang dan titik kabut yang sangat penting dalam utilisasi secara komersial. Karakteristik tersebut sangat tergantung pada komponen bahan bakunya yang mengandung asam lemak tak-jenuh.yang mudah teroksidasi membentuk polimer-polimer serta pengaruh kondisi lingkungannya. Untuk mengatasi permasalahan ketidak stabilan produk biodiesel, konsentrasi asam lemak tak jenuh perlu diturunkan melalui proses hidrogenasi parsial dengan bantuan katalis nikel (Ni) berpenyangga (support) alumina (Al2O3). Proses hidrogenasi parsial dilakukan dengan sistem reaktor autoclave berpengaduk dengan temperatur 80oC dan tekanan atmosfir. Karakteristik stabilitas oksidasi dapat meningkat untuk memenuhi spesifi kasi yang ditentukan (>10 jam), juga sifat alirnya meningkat secara signifi kan dengan penggunaan katalis nikel tersebut. Kata kunci: biodiesel, hidrogenasi parsial, katalis nikel, stabilitas oksidasi, titik kabut, titik tuang

  • vi

    ABSTRACT

    Biodiesel is vegetable fuel as promising fuel for substituted diesel oil. However it has some problems for its fuel quality such as oxidation stability and fl owing characteristics that is pour point and cloud point, which are very important in commercial utilization. Such characteristics depend on the components that contained in the feedstock such as unsaturated fatty acids which easier oxidised to form polymer and its environment conditions. In order to solve the problem of unstable biodiesel product, the concentration of unsaturated fatty acids should be reduced by partial hydrogenation processing with Nickel (Ni) supported on alumina (Al2O3) as catalyst. Partial hydrogenation processing was conducted by autoclave stirred reactor with temperature 80oC and atmosperic pressure. Characteristic of oxidation stability increase to meet the specifi cation (>10 hours), also fl owing characteristics increase signifi cantly by using such catalyst.

    AuthorKeywords: biodiesel, partial hydrogenation, nickel catalyst, oxidation stability, cloud point, pour point

    Edward ML Tobing dan Hestuti Eni (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak R dengan Injeksi Alkali-Surfaktan-Polimer pada Skala LaboratoriumLembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2 Agustus 2013 hal. 87 - 96

    ABSTRAK

    Kumulatif perolehan minyak reservoir R setelah dilakukan injeksi air sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 33.51% OOIP. Upaya untuk meningkatkan perolehan minyak pada reservoar tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan metodr Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasil pemilihan metode EOR terhadap karakteristik fl uida dan batuan reservoar R menunjukkan bahwa metode yang cocok adalah injeksi Alkali Surfaktan Polimer (ASP). Tulisan ini menyajikan hasil studi laboratorium peningkatan perolehan minyak pada reservoir R dengan injeksi ASP. Dan tujuan studi tersebut adalah untuk mengetahui penambahan perolehan minyak dengan

    menginjeksikan ASP pada batuan reservoir R. Berdasarkan hasil uji compatibility, interfacial tension, reologi, thermal stability, filtrasi dan adsorpsi pada fl uida injeksi ASP, maka diperoleh konsentrasi optimum dari masing-masing fl uida injeksi tersebut. Mengacu pada konsentrasi optimum fl uida injeksi ASP tersebut, kemudian dilakukan uji core fl ooding berdasarkan rancangan fl uida injeksi yang sudah ditentukan. Hasil utama dari uji core fl ooding tersebut menunjukkan adanya peningkatan perolehan minyak sebanyak 9.94% OOIP. Bila hasil uji laboratorium tersebut diaplikasikan pada skala lapangan dengan menginjeksikan fl uida ASP melalui sumur injeksi di reservoar R, serta memenuhi persyaratan secara teknik, maka diperkirakan penambahan produksi minyak sebanyak 3.88 juta bbl. Kata kunci: injeksi alkali-surfaktan-polimer, perolehan minyak.

    ABSTRACT

    Cumulative oil recovery reservoir R after water injection until the end of 2012 was 27.87% OOIP. Efforts to improve oil recovery in reservoir R can be done by applying the method of Enhanced Oil Recovery (EOR). The result of screening EOR method to the characteristics of the reservoir rock and fl uid R shows that the most suitable method is to inject Alkaline Surfactant Polymer (ASP). This paper presents the results of a laboratory study of enhanced oil recovery in reservoir R with ASP injection. And the purpose of the study is to investigate the addition of oil recovery by injecting ASP in reservoir rocks R. Based on the results of compatibility, interfacial tension, rheology, thermal stability, fi ltration and adsorption test on ASP injection fl uid, the optimum concentration of each of the injection fl uid is obtained. Based on the optimum concentration of the ASP injection fl uid, then test core fl ooding refers to the design of the injection fl uid was determined. The main results of core fl ooding tests show an increase in oil recovery 9.94% OOIP. When the results of the laboratory test was applied to the fi eld scale by injecting ASP fl uid through injection wells in the reservoir R, as well as satisfy the technical requirements, the additional oil production is estimated to 3.88 million bbl.Keywords: alkaline-surfactant-polymer injection, oil recovery.

  • vii

    Durrotun Najiyah1), Nuning Vita Hidayati1) dan Cut Nanda Sari2) (1Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman; 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)Manfaat Surfaktan dar i Bakter i Laut Hidrokarbonoklastik untuk Akselerator Proses Hidrokarbon Minyak BumiLembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2 Agustus 2013 hal. 87 - 94

    ABSTRAK

    Pencemaran yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi telah banyak terjadi di perairan darat maupun laut. Berbagai upaya telah dilakukan salah satunya yaitu penambahan senyawa surfaktan sintetik ke perairan. Pemakaian surfaktan sintetik ternyata akan menjadi limbah yang menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga diperlukan upaya untuk menaggulanginya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi bakteri laut hidrokarbonoklastik (Halobacillus trueperi dan Rhodobacteraceae bacterium) dalam memproduksi biosurfaktan. Penelitian dibagi menjadi 5 perlakuan, yaitu kontrol (Media+Minyak Bumi dan Media+Minyak Jelantah), Media+Minyak Bumi+Halobacillus trueperi, Media+Minyak Bumi+Rhodobacteraceae bacterium, Media+Minyak Jelantah+Halobacillus trueperi dan Media+ Minyak Jelantah+Rhodobacteraceae bacterium. Parameter pengukuran meliputi diameter zona bening (uji bakteri penghasil biosurfaktan) bobot biomasa, bobot endapan asam, dan tegangan permukaan (produksi biosurfaktan). Hasil penelitian menunjukkan R. bacterium dengan sumber karbon minyak jelantah lebih berpotensi memproduksi biosurfaktan dibandingkan dengan bakteri H. truperi. Produksi biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri R. bacterium sebesar 0,7047 g/L. Isolat bakteri R. bacterium dapat menurunkan tegangan permukaan dari 40,80 mN/m hingga mencapai 30,09 mN/m, kemampuan menurunkan hingga 30,09 mN/m sehingga biosurfaktan yang di produksi bakteri ini dapat digunakan sebagai akselerator biodegradasi hidrokarbon pencemaran minyak bumi di laut.K a t a k u n c i : b i o s u r f a k t a n b a k t e r i l a u t hidrokarbonoklastik, akselerasi biodegradasi Crude oil

    ABSTRACT

    Pollution has occurred on landwater and seawater caused by oil spills from petroleum hydrocarbons. Numerous attempts have been made, one of which is the addition of synthetic surfactant compounds into the water. The use of synthetic surfactants is apparently going to be waste that causes damage to the environment, so it takes effort to menaggulanginya. This research aims to know the potential of marine hidrokarbonoklastik bacteria (Halobacillus trueperi and Rhodobacteraceae bacterium) in producing biosurfactant. The research is divided into 5 treatments, namely control (Petroleum Media and Media Oil Jelantah), Petroleum Halobacillus trueperi Media, Media Rhodobacteraceae bacterium Petroleum Oil Media Jelantah Media trueperi and Halobacillus Oil Jelantah Rhodobacteraceae bacterium. Parameters measured is the diameter of the clear zone (biosurfaktan-producing bacteria test) weights, weights biomass sludge acid, and surface tension (biosurfaktan production). The results showed r. bacterium with carbon jelantah oil biosurfaktan producing more potent than the bacteria h. truperi. Biosurfaktan productions produced by r. bacterium of 0,7047 g/l. Isolates of bacteria r. bacterium can lower the surface tension of 40,80 mN/m until you reach 30,09 mN/m, ability to 30,09 mN/m so that the biosurfaktan in the production of these bacteria could be used as an accelerator of hydrocarbon biodegradation of oil pollution at sea.

    AuthorKeywords: biosurfactant, marine bacteria hidrocarbonoklastik, acceleration biodegradation hidrocarbon

    Lisna Rosmayati, Nofrizal, Yayun Andriani dan Nanang Hermawan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS)Pembuatan Rancang Bangun Adsorber Penghilang Merkuri Berskala Pilot pada Industri Gas BumiLembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2 Agustus 2013 hal. 105 - 114

    ABSTRAK

    Penelitian pembuatan adsorber merkuri dalam skala pilot telah dilakukan melalui tiga tahap yaitu

  • viii

    aktivasi adsorben karbon aktif tempurung kelapa dalam skala besar, pembuatan alat pilot adsorber merkuri berskala pilot dan uji kinerja alat untuk mengetahui kemampuan penyerapan adsorben terhadap merkuri. Aktivasi karbon aktif tempurung kelapa dilakukan pada temperatur tinggi menggunakan activator ZnCl2. Adsorber merkuri berskala pilot dibuat dari bahan stainlessteel yang terdiri dari separator dan dua adsorber. Uji kinerja alat dilakukan dengan mengukur konsentrasi merkuri dalam gas bumi sebelum dan sesudah melewati kolom adsorber. Hasil uji kinerja alat selama sekitar 9 jam menunjukkan adanya penurunan konsentrasi merkuri dengan efisiensi penyerapan adsorben hampir mencapai 100% pada tekanan gas 100 psia, temperatur 37oC dan laju alir gas 50 Cuft/jam.Kata kunci: adsorber, merkuri, gas bumi.

    ABSTRACT

    Research of pilot plan mercury adsorber has been done by three stages, fi rstly was activation of

    coconut shell as activated carbon on a large scale, secondly was designed a pilot plan of mercury adsorber and the last stage was performance test to determine the ability of the adsorbent to absorb mercury. Coconut shell activated carbon was activated at high temperature using ZnCl2 as activator. However, the pilot plan mercury adsorber was designed with stainlessteel material consisting separator and two adsorbers. The performance test of was done by measuring the concentration of mercury in gas before and after the adsorption column approximately 9 hours. The test condition as follows; gas pressure 100 psia, temperature of 37C and the gas fl ow rate 50 CUFT / hour. The test result showed the mercury concentration was decrease signifi cantly with the effi ciency of mercury absorption almost 100%.

    AuthorKeywords: adsorber, mercury, natural gas.

  • ix

  • 59

    Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR(Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani)

    Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR Cut Nanda Sari dan Yanni KussuryaniPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGASJl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta SelatanTelepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150Email: [email protected]; [email protected]

    Teregistrasi I tanggal 27 Mei 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 25 Juni 2013Disetujui terbit tanggal: 30 Agustus 2013

    ABSTRAK

    Biosurfaktan merupakan surfaktan yang dihasilkan oleh mikroba dari golongan bakteri hidrokarbonoklastik yang memiliki kemampuan menurunkan tegangan antar muka. Faktor keberhasilan dalam produksi biosurfaktan ditentukan dari jenis mikroba dan nutrisi yang digunakan. Kegiatan penelitian ini terdiri atas empat tahapan yaitu aktivasi dan kultivasi mikroba, seleksi mikroba penghasil biosurfaktan, kurva pertumbuhan mikroba, seleksi nutrisi. Aktivasi dan kultivasi mikroba dilakukan dalam tiga tahapan dengan masa inkubasi masing-masing tahapan yaitu 37oC selama 24 jam. Hasil seleksi mikroba penghasil biosurfaktan diperoleh tiga jenis mikroba dari tujuh mikroba yang diuji, berdasarkan indikasi luasnya zona lisis yang terbentuk pada media agar darah yaitu, BLCC B-3, BLCC B-4 dan BLCC B-5. Hasil uji lanjut terhadap ketiga mikroba tersebut pada media minyak dengan mengukur tegangan antar muka (IFT), menghasilkan dua mikroba dengan nilai IFT yang terendah yaitu BLCC B-3 dan BLCC B-5. Hasil screening nutrisi berdasarkan pengukuran Tegangan Antar Muka (IFT), Viskositas, Total Plate Count (TPC), dan pH, menunjukkan media BC-4 dan media PA-4 mendukung aktivitas mikroba dalam memproduksi biosurfaktan.Kata kunci: seleksi mikroba, seleksi nutrisi, produksi biosurfaktan.

    ABSTRACT

    Biosurfactant is a surfactant derived from hydrocarbonoclastic bacteria which are capable to reduce surface tension. The successful biosurfactant productions are determined by nutrition and microbial species. This research consists of 4 main steps: activation and cultivation of microbes, microbial growth curves, screening of surfactant producing bacteria, and screening of nutrition. Microbial activation and cultivation conducted in 3 sequential cultivation in 24 hours incubation time at 37oC. Screening of surfactant producing bacteria from 7 microbial isolates obtained 3 isolates which show positive result based on diameter of hemolytic area on blood agar. They are BLCC B-3, BLCC B-4 and BLCC B-5. The interfacial tension (IFT) examination result from these 3 isolates showed that BLCC B-3 and BLCC B-5 had the lowest IFT value. The result of nutrition screening based on IFT, viscosity, Total Plate Count, and pH show that BC-4 and PA-4 media are the best composition of media that support the microbes in producing surfactants.Keywords: microbe screening, nutrition screening, biosurfactant production.

    I. PENDAHULUAN

    Di beberapa negara telah dilakukan penelitian untuk menguras sisa cadangan minyak dengan teknik produksi tersier menggunakan surfaktan. Surfaktan ini dirancang khusus untuk mengeluarkan

    minyak dari formasi geologi dengan menurunkan tegangan antarmuka minyak-air yang merupakan parameter utama dalam EOR (Lake 1989; Fox et al., 1993). Nilai tegangan antarmuka antara minyak dan air yang rendah (ultra low), dapat diperoleh dengan menggunakan senyawa aktif permukaan

  • 60

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 59 - 67

    yang berasal dari produk mikroba. Senyawa tersebut biasa disebut dengan biosurfaktan. Teknik ini merupakan suatu langkah maju karena sangat potensial untuk memperoleh sisa-sisa minyak dari reservoir (Ban & Kato, 1993). Oleh karena itu perlu diproduksi biosurfaktan dengan sistematika pengolahan yang cermat dengan mikroba yang tepat. Untuk mendapatkan mikroba yang potensial, perlu dilakukan suatu penelitian seleksi mikroba penghasil biosurfaktan dan seleksi nutrisi pendukung aktivitas metabolisme mikroba penghasil surfaktan.

    A. Deskripsi Biosurfaktan

    Biosurfaktan adalah senyawa aktif permukaan ekstraselular yang disekresi sel-sel mikroba yang ditumbuhkan pada hidrokarbon tertentu, juga memungkinkan dihasilkan dari subtrat lain seperti karbohidrat (Chopinean et al., 1988). Keutamaan kultur mikroba adalah kemampuannya mengekskresi relatif besar atau substansi aktif permukaan yang mengemulsi, atau membasahi fase hidrokarbon sehingga pembuatannya tersedia untuk absorpsi selular (Margaritis et al., 1979).

    Biosurfaktan terdiri dari molekul-molekul hidrofi lik dan hidrofobik seperti halnya surfaktan kimia. Biosurfaktan mempunyai sifat yang sama seperti surfaktan sintetik dengan berbagai karakteristik, sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan udara-air, dan tegangan antarmuka dalam cairan-cairan misalnya minyak dan air dan cairan-padatan. (Jack, 1993). Biosurfaktan dapat membentuk partikel-partikel misel, pengemulsi hidrokarbon, dan mengubah karakteristik permukaan batuan.

    Daya tarik biosurfaktan meningkat akhir-akhir ini karena sangat potensial menurunkan tegangan antarmuka pada konsentrasi rendah dan homogen (Cooper & Zajic, 1980), sangat bervariasi sehingga luas fungsinya, ramah lingkungan, disintesis oleh beragam mikroba, kemungkinan memproduksinya melalui fermentasi. Potensinya dapat diterapkan untuk perlindungan lingkungan, recovery minyak, kesehatan, dan proses industri makanan. Hal yang terpenting adalah diterima lingkungan karena terdegradasi dengan cepat dan mempunyai toksisitas yang rendah daripada surfaktan sintetik (Margaritis et al., 1979; Chopinean et al., 1988; Desai & Banat, 1997). Produksi melalui sintesis mikroba lebih sederhana daripada produksi surfaktan sintetik (Cooper & Zajic, 1980). Perkembangan bioteknologi

    mempercepat pengembangan metode biologi untuk memproduksi surfaktan dalam skala industri.

    B. Biosintesis Biosurfaktan

    Dalam struktur amphifi lik, sisi hidrofobik adalah asam lemak rantai panjang, hidroksi asam lemak, atau alkil (-hidroksi asam lemak, dan sisi hidrofi lik karbohidrat, asam karboksilat, fosfat, asam amino, peptida siklik, atau alkohol. Dua jalur metabolik primer yaitu hidrokarbon dan karbohidrat tercakup dalam sintesis hidrofobik dan hidrofi lik. Jalur untuk sintesis dua kelompok prekursor ini beragam dan menggunakan seperangkat enzim spesifi k. Dalam berbagai kasus, enzim pertama untuk sintesis prekursor ini adalah enzim regulator, oleh karena itu di samping keragaman, ada beberapa kesamaan umum sintesis dan regulasinya. Kemungkinan sintesis sisi hidrofobik dan sisi hidrofi lik yang berbeda dari biosurfaktan dan ikatannya adalah: i) hidrofi lik dan hidrofobik disintesis secara de novo oleh dua jalur yang independen; ii) hidrofi lik disintesis de novo sedangkan sintesis hidrofobik diinduksi oleh subtrat; iii) hidrofobik disintesis de novo, sedangkan sintesis hidrofi lik tergantung subtrat; iv) sintesis hidrofobik dan hidrofi lik tergantung subtrat (Desai & Banat, 1997).

    C. Kinetika Produksi Biosurfaktan

    Kinetika produksi biosurfaktan menunjukkan berbagai variasi di antara berbagai sistem. Parameter kinetika dapat dikelompokkan ke dalam tipe: i) Produksi yang berasosiasi dengan pertumbuhan,

    yaitu hubungan yang pararel antara pertumbuhan, penggunaan subtrat dan produksi biosurfaktan. Produksi biosurfaktan pararel dengan pertumbuhan pada subtrat hidrokarbon dan non hidrokarbon selama fase pertumbuhan eksponensial, namun produksi emulsifier terus berlanjut setelah pertumbuhan berhenti (Rosenberg et al., 1979). Produksi rhamnolipida oleh beberapa Pseudomonas spp, glikoprotein AP-6 oleh Pseudomonas fl uorescent 378, zat aktif permukaan oleh Bacillus cereus IAF 346, dan biodispersan oleh Bacillus sp galur IAF-343 adalah contoh produksi biosurfaktan yang berasosiasi dengan pertumbuhan (Desai & Banat, 1997);

    ii) Produksi di bawah kondisi terbatas. Produksi di bawah kondisi pembatasan pendukung

  • 61

    Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR(Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani)

    pertumbuhan, mempunyai karakteristik peningkatan yang tajam dalam produksi biosurfaktan sebagaimana hasil pembatasan satu atau lebih komponen medium. Penelitian menunjukkan produksi biosurfaktan yang berlebihan oleh Pseudomonas spp jika kultur telah mencapai fase stasioner karena keterbatasan nitrogen dan besi (Desai & Banat, 1997);

    iii) Produksi oleh sel mati. Produksi oleh sel mati merupakan tipe produksi biosurfaktan yang tidak terjadi multiplikasi sel. Sel terus menggunakan sumber karbon untuk sintesis biosurfaktan. Contoh tipe ini rhamnosa dari Pseudomonas spp, dan Pseudomonas aeruginosa CFTR-6, sophorolipida oleh Torulopsis bombicola, dan Candida apicola, cellobiolipida oleh Ustilago maydis, tre-halosa tetraester oleh Rhodococcus erythropolis, lipida mannosilerithritol oleh Candida antartica. Biosurfaktan yang diproduksi oleh sel-sel mati sangat menguntungkan untuk mengurangi biaya pemanenan produk, karena fase pertumbuhan dan fase pembentukan produk dapat dipisahkan (Desai & Banat, 1997);

    iv) Produksi dengan penambahan prekursor. Berbagai penelitian telah dipublikasikan, bahwa penambahan prekursor biosurfaktan ke dalam medium menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam produksi. Sebagai contoh penambahan senyawa lipofi lik ke dalam kultur medium T. magnoliae, T. bombicola, dan T. apicola IMET 43747, menghasilkan peningkatan produksi biosurfaktan dengan hasil kurang lebih 120-150 mg/l, Hal yang sama, peningkatan produksi biosurfaktan yang mengandung monosakarida, disakarida, atau trisakarida yang berbeda terjadi pada Arthrobacter paraffmeus DSM 2567, Corynebacterium spp, Nocardia spp, dan Brevibacterium spp dengan penambahan gula dalam medium pertumbuhan (Desai & Banat, 1997).

    II. TAHAPAN PENELITIAN

    A. Aktivasi dan Kultivasi Biakan Mikroba

    Aktivasi mikroba dilakukan bertujuan untuk mengaktifkan biakan mikroba yang akan digunakan dalam percobaan. Aktivasi pertama dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 ose biakan murni mikroba ke dalam tabung reaksi yang telah berisikan masing-

    masing 10 mL media NB, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Aktivasi kedua dilakukan dengan menginokulasikan 1 mL kultur aktivasi pertama ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 mL NB baru, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Aktivasi ketiga dilakukan sama halnya seperti aktivasi pertama dan kedua, yaitu dengan cara menginokulasikan 10 mL biakan kultur aktivasi kedua ke dalam erlenmeyer 200 mL yang telah berisi 90 mL medium NB, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur biakan mikroba yang telah aktif kemudian dikultivasi.

    Kultivasi biakan mikroba pada prinsipnya sama seperti yang dilakukan pada saat aktivasi biakan mikroba, hanya saja media dan kultur cair mikroba yang digunakan dalam volume besar. Kultivasi dilakukan bertujuan untuk mendapatkan stok kultur aktif mikroba dalam jumlah optimum. Kultur mikroba yang telah dikultivasi selanjutnya dapat digunakan dalam percobaan dan pembuatan kurva tumbuh.

    B. Seleksi Mikroba Penghasil Biosurfaktan

    Seleksi atau penapisan mikroba dilakukan dengan tujuan mendapatkan mikroba yang potensial menghasilkan biosurfaktan, dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama yaitu uji awal pada media agar darah, dan tahapan kedua uji lanjut pada media minyak. Melalui uji awal pada media agar darah ini dapat diamati mikroba-mikroba yang menghasilkan biosurfaktan melalui indikasi adanya zona bening pada permukaan agar darah (Gambar 1).

    Uji lanjut pada media minyak dilakukan untuk mengamati pengaruh biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba terhadap tegangan antar muka antara

    Gambar 1Skema kerja seleksi mikroba

    pada media agar darah

  • 62

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 59 - 67

    fase minyak dan fase media. Tahapan kerja pada kegiatan ini adalah sebagai berikut: pertama dipilih mikroba-mikroba dengan luas zona bening terluas dari tahapan kegiatan seleksi mikroba menggunakan agar darah. Mikroba-mikroba terpilih ini kemudian dikultivasi untuk mendapatkan stok kultur yang optimum. Setelah kultivasi dilakukan selanjutnya mikroba ditumbuhkan pada media yang telah dicampur minyak. Percobaan ini diinkubasi selama tujuh hari pada suhu 37oC dan pengukuran tegangan antar muka (IFT) dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-7 pengamatan.

    C. Kurva Pertumbuhan Mikroba

    Kurva pe r tumbuhan menggambarkan pertumbuhan mikroba di dalam suatu kultur. Kurva tumbuh dibuat dengan metode cawan hitung Total Plate Count (TPC). Biakan mikroba yang telah diaktivasi diambil sebanyak 15 mL dengan Optical Dencity (OD) 0,5 (106 sel/mL). Kemudian dimasukkan ke dalam dua erlenmeyer 500 mL yang berisikan masing-masing 285 mL medium NB. Pembuatan kurva tumbuh dimulai dengan mengukur OD setiap 2 jam selama 24 jam menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm, dilanjutkan dengan menghitung koloni mikroba. Sebelum pengukuran kurva tumbuh dimulai, OD mikroba diukur terlebih dahulu menggunakan spektrofotometer. Biakan mikroba yang digunakan dalam pembuatan kurva tumbuh memiliki OD 0,08 sampai 0,1. (Cappucino dan Sherman, 1987).

    Perhitungan koloni dilakukan dengan membuat seri pengenceran dalam akuades. Satu mL biakan dicuplik dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisikan 9 mL akuades sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2 dilakukan dengan memindahkan 1 mL dari pengenceran 10-1 ke dalam tabung reaksi yang berisikan 9 mL akuades. Proses ini terus dilakukan hingga diperoleh pengenceran 10-13. Penanaman biakan dilakukan secara duplo, dengan cara 1 mL dari masing-masing pengenceran tersebut disebar dengan menggunakan triglaski ke dalam cawan petri yang berisi 10 mL medium Nutrient Agar (NA) steril. Biakan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan aturan perhitungan untuk metode cawan hitung. Data yang dimasukkan dalam perhitungan adalah yang memenuhi persyaratan 30-300 koloni

    dalam satu cawan. Asumsi dasar dari perhitungan ini adalah satu koloni berasal dari satu sel bakteri.

    Penentuan umur inokulum yang terbaik dilakukan dengan menghitung laju pertumbuhan dari L. bulgaricus dan S. thermophillus. Laju pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus (Fardiaz, 1992):

    dengan Nt adalah jumlah sel pada waktu t, No adalah jumlah sel awal, Tt adalah waktu t dan To adalah waktu awal. Umur inokulum terbaik ditunjukkan oleh waktu dengan laju pertumbuhan mikroba yang tertinggi.

    D. Seleksi Nutrisi

    Seleksi nutrisi memiliki tujuan memilih nutrisi yang potensial mendukung aktivitas metabolisme mikroba memproduksi biosurfaktan. Kegiatan ini dilakukan setelah seleksi mikroba, karena mikroba hasil seleksi akan digunakan dalam tahapan kegiatan ini. Nutrisi yang digunakan yaitu media BC untuk mikroba BLCC B-3 dan media PA untuk mikroba BLCC B-5. Media BC dan PA masing-masing terdiri dari lima formulasi. Formulasi dirancang berdasarkan kombinasi antara penggunaan variasi konsentrasi Mineral Salt Medium (MSM) 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan penggunaan media spesifi k mikroba BLCC B-3 dan media spesifi k BLCC B-5 (Tabel 1).

    Parameter yang digunakan terdiri dari pengukuran pH, Populasi Bakteri/Total Plate Count (TPC), Tegangan Antar Muka/Interfacial Tension (IFT), dan Viskositas. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-7.

    III. HASIL UJI DAN PEMBAHASAN

    A. Aktivasi dan Kultivasi Biakan Mikroba

    Aktivasi mikroorganisme pada medium NB menunjukkan pertumbuhan mikroba sudah dapat diamati setelah masa inkubasi 24 jam. Setelah kultur mikroba yang digunakan berada dalam kondisi aktif, maka kultur siap digunakan sebagai inokulum atau stok kultur untuk percobaan dan pembuatan kurva tumbuh. Berdasarkan kurva pertumbuhan dapat diketahui umur mikroba terbaik untuk digunakan dalam proses fermentasi.

    )(lnlnToTt

    NoNt P

  • 63

    Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR(Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani)

    B. Hasil Seleksi Mikroba

    1. Hasil Uji pada Media Agar DarahMetode hidrolisis agar darah merupakan salah

    satu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya biosurfaktan yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yaitu dengan indikasi terbentuknya zona hidrolisis (zona lisis) di sekeliling koloni. Metode hidrolisis agar darah dilakukan dengan mengacu pada surfaktan yang merupakan biosurfaktan yang potensial dari kelompok antibiotik lipopeptida yang menyebabkan lisis sel-sel eritrosit dan penghambat pembekuan darah (Anonim, 2004). Gambar 2 menunjukkan pembentukan zona hidrolisis yang dihasilkan oleh mikroba pada percobaan ini.

    Berdasarkan Gambar 2 dan Tabel 2 memperlihatkan pembentukan diameter zona bening (clear zone) terbesar pada isolat BLCC B-3 diikuti BLCC B-5 dan BLCC B-4. Sementara BLCC B-1, BLCC B-2, BLCC B-6, dan BLCC B-7 juga memperlihatkan zona bening, namun diameternya tidak sebesar BLCC B-3, BLCC B-4, dan BLCC B-5. Dari uji mikroba pada agar darah, dipilih tiga jenis mikroba yaitu BLCC B-3, BLCC B-4, dan BLCC B-5. Terhadap tiga mikroba yang dipilih ini selanjutnya dilakukan uji lanjut pada media minyak.2. Hasil Uji Pada Media Minyak

    Hasil uji pada media minyak dari aktivitas biosurfaktan mengakibatkan menurunnya tegangan antar muka/interfacial tension (IFT) mikroba BLCC B-3 dari 7.43 mN/m menjadi 2.15 mN/m. Begitu juga halnya dengan mikroba BLCC B-5, tegangan antar muka turun dari 7.15 mN/m menjadi 2.75 mN/m. Sementara itu mikroba BLCC B-4 juga menunjukkan penurunan tegangan antar muka, akan tetapi penurunan yang terjadi tidak setinggi BLCC B-3 dan BLCC B-5 yaitu dari 7.10mN/m turun menjadi 5.25 mN/m (Tabel 3). Dengan demikian dari hasil percobaan seleksi mikroba penghasil biosurfaktan, diperoleh dua mikroba potensial yaitu BLCC B-3 dan BLCC B-5 yang selanjutnya akan digunakan dalam percobaan seleksi nutrisi.

    Selama proses metabolisme, mikroorganisme penghasil biosurfaktan mampu membentuk emulsi dari senyawa-senyawa hidrofobik yang larut dalam air. Emulsi yang dihasilkan berbentuk misel-misel atau gelembung-gelembung yang bertahan cukup lama sebelum pecah kembali tergantung

    kestabilannya. Kemampuan biosurfaktan untuk membentuk misel serta menempati antar permukaan berpengaruh terhadap turunnya nilai tegangan permukaan (IFT).

    Jumlah gelembung misel yang semakin banyak menunjukkan bahwa biosurfaktan yang dihasilkan

    Konsentrasi MSM (%) Formulasi BLCC B-3 Formulasi BLCC B-5

    5 BC-1 PA-1

    10 BC-2 PA-2

    15 BC-3 PA-3

    20 BC-4 PA-4

    25 BC-5 PA-5

    Tabel 1Formulasi media mikroba BLCC B-3 dan BLCC B-5

    Gambar 2Pembentukan zona hidrolisis

    pada medium agar darah

    No. Sampel Pembentukan Zona Hidrolisis

    1. BLCC B-1 ++

    2. BLCC B-2 ++

    3. BLCC B-3 ++++++++

    4. BLCC B-4 ++++

    5. BLCC B-5 +++++

    6. BLCC B-6 +++

    7. BLCC B-7 ++

    Keterangan: ++ = Luas pembentukan zona bening

    Tabel 2Ketebalan zona hidrolisis

    yang terbentuk pada medium agar darah

  • 64

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 59 - 67

    semakin banyak jumlahnya, sedangkan semakin lama gelembung misel bertahan setelah pengocokan menunjukkan tingkat kestabilan emulsi yang dihasilkan semakin tinggi. Untuk aplikasinya di lapangan turunnya tegangan antar muka minyak dengan air, menyebabkan tekanan kapiler yang bekerja pada daerah penyempitan pori-pori batuan reservoir akan berkurang, sehingga sisa minyak yang terperangkap dalam pori-pori batuan mudah didesak dan dapat dikeluarkan (Desai & Banat, 1997).

    C. Kurva Pertumbuhan Mikroba

    Kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan optimum dan pembentukan optimum metabolit yang dihasilkan oleh suatu mikroba. Pada saat mikroba sangat aktif dalam metabolisme atau memiliki aktivitas sel tertinggi umumnya terjadi pada fase logaritmik. Penggunaan inokulum sesuai kondisi tersebut diatas menyebabkan akan menggunakan substrat pada awal fermentasi sehingga tidak membutuhkan waktu adaptasi. (Maldonado, 1975 dalam Rosdyana, 2004).

    Kurva pertumbuhan BLCC B-3 (Gambar 3) tidak menunjukkan adanya fase adaptasi. Mikroba BLCC B-3 dapat tumbuh dengan baik pada medium pertumbuhan yang digunakan dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang ada (Fardiaz, 1992). Bakteri dalam medium tersebut akan langsung menggunakan substrat, dan aktif mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (Widiyanti, 2002).

    Pertumbuhan mikroba BLCC B-3 terlihat dalam fase logaritmik, pertumbuhan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti kandungan nutrisi, pH, kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Selama fase logaritmik mikroba tumbuh dengan laju pertumbuhan maksimum (m). Laju pertumbuhan

    Hari ke-0 Hari ke-7 Persentase Penurunan

    BLCC B-3 7.43 2.15 71%

    BLCC B-4 7.10 5.25 26%

    BLCC B-5 7.15 2.75 61%

    Interfacial Tension (mN/m)Jenis Mikroba

    Tabel 3Analisis tegangan antar muka (interfacial tension) mikroba penghasil biosurfaktan

    maksimum berbeda-beda tergantung pada: 1) spesies mikroba, 2) kondisi kultur dan 3) panjang rantai molekul substrat (Rachman, 1989). Fase logaritmik kurva tumbuh mikroba BLCC B-3, ditunjukkan dari jam ke-0 sampai jam ke-14, kemudian dilanjutkan dengan fase stasioner. Fase stasioner merupakan fase dimana semua sel mikroba berhenti membelah atau bila sel yang hidup dan sel yang mati mencapai keseimbangan (Fardiaz, 1992). Berdasarkan kurva pertumbuhan umur inokulum mikroba BLCC B-3 yang paling baik digunakan sesuai percobaan yaitu 14 jam.

    Pada kurva pertumbuhan mikroba BLCC B-5 terlihat adanya fase adaptasi singkat pada jam ke-0 hingga jam ke-4 (Gambar 4). Menurut Fardiaz (1992) lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) medium dan lingkungan pertumbuhan. Jika

    medium dan lingkungan pertumbuhan sama

    Gambar 3Kurva pertumbuhan mikroba BLCC-3 dalam medium NB

    Kondisi lingkungan: suhu 37oC, pH awal medium 6,8

  • 65

    Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR(Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani)

    seperti medium dan lingkungan pertumbuhan yang digunakan sebelumnya, fase adaptasi terjadi dalam waktu singkat atau bahkan tidak diperlukan. Jika kondisi lingkungan dan nutrien berbeda dengan yang digunakan sebelumnya, maka diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesis enzim-enzim.

    2) jumlah inokulum. Semakin tinggi jumlah awal sel mikroba yang digunakan maka akan mempercepat fase adaptasi. Sementara itu menurut Rachman (1989), lamanya fase adaptasi sangat tergantung dari kondisi fisiologi mikroorganisme yang digunakan.Pada penelitian ini jumlah mikroba BLCC B-5

    yang digunakan belum optimum, hal ini terlihat dari saat dimulainya siklus pertumbuhan, mikroba membelah dengan kecepatan rendah. Namun selanjutnya mikroba mulai aktif membelah, terlihat pada jam ke-4 hingga jam ke-14 terjadinya fase logaritmik dan kemudian diikuti dengan fase kematian. Lama fase adaptasi yang terjadi pada kurva pertumbuhan BLCC B-5 terjadi tidak begitu lama, hal ini menandakan mikroba telah aktif membelah. Berdasarkan hasil pengujian ini, umur inokulum mikroba BLCC B-5 yang paling baik digunakan yaitu 14 jam. Bila dibandingkan antara pertumbuhan BLCC B-5 dengan BLCC B-3, pertumbuhan BLCC B-3 lebih baik karena tidak mengalami fase adaptasi.

    C. Hasil Seleksi Nutrisi

    Nutrisi merupakan faktor penting pendukung aktivitas metabolisme, karena ketersediaan nutrisi yang diperlukan berpengaruh terhadap proses pembelahan sel mikroba dan produktivitas biosurfaktan. Untuk itu formulasi nutrisi yang tepat dan sesuai sangat diperlukan.

    Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa parameter selama 7 hari inkubasi seperti terlihat pada Tabel 4, menunjukkan formula nutrisi BC-4 terbaik untuk pertumbuhan mikroba BLCC B-3. Hasil analisis IFT yang mempunyai korelasi dengan produksi biosurfaktan, memperlihatkan penurunan tertinggi yaitu mencapai 80%. Kondisi ini menunjukkan adanya produksi biosurfaktan yang signifikan. Penurunan IFT diikuti dengan menurunnya viskositas mencapai 67%. Dalam pertumbuhan tersebut juga dihasilkan produk lain yaitu bioasam, ditandai dengan adanya penurunan pH sekitar 31%. Bioasam pada kisaran tertentu dapat membantu memperbesar porositas batuan reservoir.

    Sementara itu dari hasil TPC mikroba BLCC B-3 dengan nutrisi BC-4 menunjukkan peningkatan

    Hari ke-0 Hari ke-7 % Penurunan Hari ke-0 Hari ke-7 % Penurunan Hari ke-0 Hari ke-7 % Penurunan

    BC - 1 8.73 7.43 14 5.36 3.68 31 2.12 1.33 37

    BC - 2 8.23 7.22 12 5.45 3.48 36 2.56 1.39 45

    BC - 3 7.36 6.01 18 5.12 2.67 47 2.60 0.65 75

    BC - 4 7.76 5.33 31 5.77 1.89 67 2.45 0.48 80

    BC - 5 7.34 5.12 30 5.43 3.95 27 2.76 0.67 75

    Jenis Nutrisi (BLCC B-3)

    pH Viskositas (mPas) Interfacial Tension (IFT)(mN/m)

    Tabel 4Hasil analisis untuk melihat pengaruh aktivitas mikroba BLCC B-3 terhadap variasi formula nutrisi

    Gambar 4Kurva Pertumbuhan Mikroba BLCC B-5 dalam medium NB

    Kondisi lingkungan:suhu 37oC, pH awal medium 6,8

  • 66

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 59 - 67

    populasi mikroba dari log jumlah sel 2 sel/mL menjadi log jumlah sel 7.78 sel/mL (Gambar 5). Peningkatan populasi mikroba dalam media BC-4 tertinggi bila dibandingkan dengan nutrisi yg lain. Dalam kegiatan lebih lanjut formula nutrisi BC-4 berpotensi mendukung pertumbuhan populasi mikroba BLCC B-3 dalam produksi biosurfaktan.

    Berdasarkan hasil analisis seperti terlihat pada Tabel 5 dan Gambar 6, menunjukkan media PA-1 tidak baik untuk pertumbuhan mikroorganisme BLCC B-5. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan mikroorganismenya cenderung menurun. Namun dalam kondisi pertumbuhan tidak baik, terjadi penurunan IFT mencapai 55% dan peningkatan viskositasnya 44%. Dalam kondisi demikian mikroorganisme dapat mensintesis berbagai enzim untuk aktivitas metabolismenya. Produk yang bersifat surfaktan dihasilkan dalam kondisi tersebut, disamping itu dapat juga dihasilkan produk ekstraseluler seperti polisakarida yang dapat meningkatkan viskositas liquid media dilingkungannya.

    Mikroorganisme BLCC B-5 tumbuh dan berkembang biak dengan baik dalam media PA-3 dan PA-4, dan selama 7 hari inkubasi pertumbuhannya tidak berbeda jauh dalam kedua media tersebut. Pada perioda waktu tersebut terjadi penurunan IFT maupun viskositas yang cukup tinggi. Dalam kaitannya dengan penurunan IFT, walaupun perbedaan tidak mencolok namun dalam media PA-4 lebih baik dari pada media PA-3. Dengan demikian media PA-4 dipilih sebagai media mikroba BLCC B-5 untuk penelitian lebih lanjut.

    Sementara itu hasil TPC mikroba BLCC B-5 pada nutrisi PA-4 menunjukkan peningkatan populasi mikroba dari log jumlah sel 2sel/mL menjadi log jumlah sel 6.48sel/mL (Gambar6). Peningkatan

    populasi merupakan indikasi adanya pertumbuhan mikroba. Menurut Fardiaz (1992), pertumbuhan dapat

    Hari ke-0 Hari ke-7 %Penurunan Hari ke-0 Hari ke-7%

    Penurunan Hari ke-0 Hari ke-7%

    PenurunanPA - 1 7.20 6.96 3 2.41 3.48 44% * 3.34 1.48 55

    PA - 2 7.38 7.29 1 3.45 3.78 9 * 4.36 4.04 7

    PA - 3 6.94 6.35 8 3.33 3.21 3 3.72 2.15 42

    PA - 4 6.73 5.76 14 3.21 3.14 2 3.76 2.14 43

    PA - 5 5.85 5.30 9 3.17 3.08 2 3.67 2.25 38

    Keterangan: *Presentase naik

    Jenis Nutrisi (BLCC B-5)

    Viskositas (mPas) Interfacial Tension (IFT)(mN/m)

    Tabel 5Hasil analisis untuk melihat pengaruh aktivitas mikroba BLCC B-5 terhadap variasi formula nutrisi

    Gambar 5Uji populasi mikroba BLCC B-3pada beberapa variasi nutrisi

    Gambar 6Uji populasi mikroba BLCC B-5pada beberapa variasi nutrisi

  • 67

    Seleksi Mikroba dan Nutrisi yang Berpotensi Menghasilkan Biosurfaktan untuk MEOR(Cut Nanda Sari dan Yanni Kussuryani)

    didefi nisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme uniselular (bersel tunggal), pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah sel yang berarti juga pertambahan jumlah organisme, misalnya pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur mikroba.

    IV. KESIMPULAN

    1. Hasil seleksi mikroba dari tujuh mikroba terpilih yang berpotensi menghasilkan biosurfaktan adalah BLCC B-3 dan BLCC B-5.

    2. Pertumbuhan optimum mikroba BLCC B-3 dan BLCC B-5 yaitu pada umur inkubasi 14 jam.

    3. Hasil seleksi nutrisi berdasarkan pengukuran pH, Total Plate Count (TPC), Interfacial tension (IFT), dan viskositas menunjukkan media BC-4 untuk BLCC B-3 dan media PA-4 untuk BLCC B-5 optimal mendukung aktivitas mikroba dalam memproduksi biosurfaktan.

    KEPUSTAKAAN

    1. Anonim, 2004. Biochemical & Reagents for life Science Research. Singapura: SIGMA.

    2. Ban, T., and Kato, T. 1993, Aqueous Microbial Biosurfactant Solution Exhibiting Ultralow Tension at Oil Water Interfaces, Di dalam: Premuzic E, Woohead A, editor. Microbial Enhancement of Oil Recovery Recent Advances. Proceeding of the International Conference on Microbial Enhanced Oil Recovery. J. Elsevier. Amsterdam.

    3. Cappucino, J. G., and Sherman. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc. California.

    4. Chopinean et al. 1988, Production of Biosurfactant from Sugar Alkohol and Vegetable Oil Catalyzed by lipasesin a Non Aqueous Medium, Biotechnol. Bioeng. 31:208-214.

    5. Cooper DG and Zajic JE. 1980, Surface-Active Compounds from Microorganisms, Adv. Appl. Microbiol. 26: 229-253.

    6. Desai, J. D., and Banat, I. M. 1997, Microbial Production of Surfactant by Anthrobacter paraffi neus

    ATCC 19558, J. Biotech. Bioeng. 24:165-175.7. Fardiaz, S. 1992, Mikrobiologi Pangan I, PT.

    Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.8. Fox, S. L et al., 1993, Comperative Analysis of

    Microbially Mediated Oil Recovery by Surfactant Produced by Bacillus licheniformis and Bacillus subtilis, Di dalam: Premuzic E, Woohead A, editor, Microbial Enhancement of Oil Recovery Recent advances, Proceedings of the 1992 International Conferences on Microbial Enhanced Oil Recovery. Amsterdam: Elsevier.

    9. Jack TR. 1993, MORE to MEOR: an overview of Microbially Enhanced Oil Recovery in Microbial Enhancement of Oil Recovery Recent Advances, Di dalam: Premuzic E, Woohead A, editor, Microbial Enhancement of Oil Recovery Recent Advances, Proceedings of the 1992 International Conferences on Microbial Enhanced Oil Recovery, Amsterdam: Elsevier Lake, L. W. 1989. Enhanced Oil Recovery, New Jersey : Prentice Hall.

    10. Margaritis et al., 1979, Production and Surface Active Properties of Microbial Surfactant, Biotech. Bioeng. 21: 1151-1162.

    11. Marshall KC. 1980. Reactions of Microorganism, Ion and Macromolecules at Interfaces. Contemporary Microbial Ecology. London. Academic Press.

    12. Rachman, A. 1989, Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

    13. Rosdyana, A. 2004. Optimasi Produksi Vinegar Dari Buah Nanas (Ananas comosus) Menggunakan Metoda Quick Proccess Dengan Melibatkan Ragi Saccharomyces cerevisiae dan Bakteri Acetobacter aceti. Skripsi. Departemen Biologi. Institut Teknologi Bandung.

    14. Rosenberg E et al., 1979, Emulsifi er of Arthrobacter RAG-1: Specifi city of Hydrocarbon Substrat, Appl. Environ. Microbiol, 37: 409-413.

    15. Widiyanti, D. 2002. Pembuatan Keju dari Bahan Baku Keledai dengan Proses Fermentasi oleh Bakteri Lactobacillus bulgaricus (Luerssen & Kuhn) Holland dan Jamur Penicillium roqueforti Thom. Skripsi. Departemen Biologi. Institut Teknologi Bandung.

  • 68

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 59 - 67

  • 69

    Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua (Indah Crystiana dan Tri Muji Susantoro)

    Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua Indah Crystiana dan Tri Muji SusantoroPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGASJl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta SelatanTelepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150Email: [email protected]; [email protected]

    Teregistrasi I tanggal 18 Juni 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 11 Juli 2013Disetujui terbit tanggal: 30 Agustus 2013

    ABSTRAK

    Kajian ini bertujuan memetakan lokasi sumur-sumur tua di lapangan X dan lapangan Y. Lapangan X di wilayah kotamadya dan lapangan Y berlokasi di wilayah kabupaten di Cekungan Sumatera Selatan. Pemetaan kondisi penggunaan lahan dilakukan pada setiap sumur. Hasilnya digunakan untuk menganalisis kemungkinan permasalahan sosial yang timbul dalam pengembangan lapangan tua tersebut. Teknologi penginderaan jauh digunakan untuk memetakan lokasi sumur. Data tersebut menggunakan Citra Ikonos 1 meter. Penggunaan citra Ikonos diharapkan dapat mengidentifi kasi lokasi sumur dan penggunaan lahan detil di sekitarnya. Hasilnya menunjukan bahwa citra Ikonos mampu memetakan lokasi-lokasi sumur di Lapangan X dan Y. Hasil lainnya menunjukkan dengan citra Ikonos mampu untuk menginterpretasi penggunaan lahan secara detil. Hal ini dapat menjadi kunci untuk identifi kasi permasalahan sosial pada pengembangan lapangan tua. Kajian permasalahan pada pengembangan sumur tua menggunakan buffer dengan pusat kepala sumur pada radius 100 meter. Hal ini untuk menganalisis area yang harus bebas dari kegiatan sosial masyarakat. Survey lapangan dilakukan untuk validasi lokasi sumur dan interpretasi citra Ikonos. Hasil kajian membuktikan citra satelit Ikonos mampu untuk mengidentifi kasi lokasi sumur dan permasalahan sosial yang terjadi pada rencana pengembangan sumur tua. Kata kunci: Citra Ikonos, Sumur Tua, Permasalahan Sosial, Penggunaan Lahan.

    ABSRACT

    The Aims of this research is mapping of wells location in X fi eld and Y Field. X fi eld is located in the municipality and Y fi eld is located in the district of South Sumatera Basin. Mapping of landuse is conducted for all of well. The Result of landuse mapping is used for analyzing the possibility of social problem on Brown fi eld development. Remote sensing technology is conducted to map of wells location. In this research is using Ikonos Imagery with 1 meter of spatial resolution. The use of Ikonos imagery is expected to identify of wells location and detail landuse. The Result of this research showing that Ikonos imagery has capability to map well location and detail landuse at X and Y Field. Landuse is key of identifi cation of social problem on Brown Field development. Research of social problem in Brown Field Development is using buffer for well head in radius 100 meter. The function of buffer is for analysing the area that free for other activities, mainly social activities. Field survey is conducted to validate wells location and landuse interpretation results. The Result of research is proving that Ikonos imagery has capability for identifying of wells location and social problem in Brown Field development planning.Keywords: Ikonos Imagery, Old Well, Social Problem, Landuse.

    I. PENDAHULUAN

    Cadangan minyak bumi secara umum terus mengalami penurunan. Di lain pihak harga minyak

    terus naik. Kondisi mengakibatkan seluruh stake holder berusaha mencari cadangan baru, termasuk di dalamnya mengembangkan lapangan-lapangan

  • 70

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 69 - 77

    tua. Terlebih di Indonesia banyak lapangan tua yang sudah ditinggalkan, padahal secara umum masih mempunyai potensi untuk diproduksikan kembali.Usaha untuk mengembangkan dan mengaktifkan kembali lapangan tua merupakan alternatif tercepat untuk penambahan cadangan migas baru. Selain kesempatan investasi di wilayah kerja baru, peluang investasi terbuka untuk mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi di lapangan-lapangan tua. Mengingat terms and conditions-nya dibedakan dari kontrak bagi hasil konvensional. Pada pengusahaan dan pemroduksian minyak di Sumur Tua, Pemerintah c.q Menteri ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Berdasarkan Permen MESDM No. 01/2008 ini KUD, BUMD, Usaha Kecil atau Koperasi berkesempatan mengusahakan dan memproduksikan minyak di Sumur Tua bekerja sama dengan Kontraktor KKS dengan mekanisme imbal hasil (Kementerian ESDM, 2011).

    Pemerintah berupaya mengembangkan Lapangan tua (Brown Field) dan lapangan kecil (Marginal Field) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi minyak yang memungkinkan Indonesia memperpanjang cadangan minyak. Pengembangan lapangan tua telah dikaji oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi. SKK Migas bersama Kontraktor KKS telah menginventarisasi sumur-sumur lama yang masih berpotensi untuk diproduksikan kembali (reaktivasi). Sumur-sumur lama tersebut sebelumnya ditinggalkan karena berbagai penyebab. Berdasarkan pendataan yang dilakukan, kandidat sumur-sumur untuk direaktivasi sebagian besar berada di wilayah kerja PT Pertamina EP. Sumur yang telah diinventarisasi sebanyak 5.144 sumur dan setelah dievaluasi hanya terdapat 1.755 sumur yang secara teknis dapat diproduksikan kembali. Sumur-sumur tersebut terdapat di region Sumatera sebanyak 454 sumur, di region Jawa sebanyak 437 sumur, dan di region Kalimantan sebanyak 864 sumur. Selama 2012, jumlah sumur yang sudah direaktivasi sebanyak 154 sumur, dimana sebanyak 118 sumur direaktivasi menjadi sumur produksi dan 36 sumur direaktivasi menjadi sumur injeksi. Kegiatan tersebut berhasil menambah produksi (initial gain) minyak bumi sebesar 18,6 BOPD/sumur dan gas bumi sebesar 2,7 MMSCFD/sumur. Pada tahun 2013 direncanakan 130 sumur akan direaktivasi, dan diperkirakan

    memberikan kontribusi produksi sekitar 953 BOPD (SKK MIGAS, 2013).

    Diterangkan oleh Kementerian ESDM (2013) pemerintah menawarkan 13 ribu sumur minyak bumi tua kepada KUD dan BUMD untuk diproduksi kembali, melalui kerja sama Kontrak Jasa dengan KKKS dan PT Pertamina. Langkah ini diharapkan bisa menambah produksi minyak nasional sekitar 5 ribu hingga 12 ribu barel per hari (bph). Saat ini setidaknya terdapat sumur tua minyak bumi aktif 745 dan non aktif 13.079. Sebagian besar berada di wilayah kerja migas PT Pertamina. Sebagian lainnya berada di wilayah kerja perusahaan KKKS. Sumur tua yang tersebar di berbagai lokasi di Indonesia ini adalah sumur yang dioperasikan hingga tahun 1970.

    Kegiatan pengelolaan sumur tua secara sosial mempunyai resiko konflik yang tinggi. Hal ini disebabkan banyak sumur tua yang terletak di permukiman atau lokasi strategis lainnya. Oleh karena itu dalam rangka mengkaji kondisi sumur tua diperlukan informasi mengenai kondisi terkini dari masing-masing sumur tua tersebut. Hal tersebut penting untuk menganalisis cara penanggulangan permasalahan sosial yang akan muncul. Selama ini pemetaan sumur tua langsung dilakukan melalui survei lapangan. Padahal hal ini mengalami hambatan yang cukup tinggi dan memerlukan waktu yang lama. Hambatan tersebut diantaranya koordinat sumur lama pada umumnya koordinat lokal dan bergeser dengan lokasi yang sebenarnya sehingga banyak sumur yang tidak dapat ditemukan. Salah satu alternatif yang baik untuk mengkaji kondisi sumur tua adalah dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi.

    Citra satelit terutama citra resolusi tinggi dengan kenampakan yang detil mampu digunakan untuk interpretasi lokasi sumur dengan baik berikut dengan penggunaan lahan disekitarnya. Sumur-sumur tua terutama yang berlokasi di daerah terbuka dapat terlihat dengan baik dengan citra Ikonos. Diterangkan oleh Wiji (2001) Citra Ikonos dapat memberikan informasi yang aktual sesuai dengan kondisi di lapangan sesuai dengan waktu perekamannya. Kemampuan tersebut memungkinkan akan mendapat informasi yang lebih lengkap dan terkini mengenai kondisi wilayah yang akan dikaji.

    Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk memetakan lokasi sumur-sumur tua di lapangan X

  • 71

    Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua (Indah Crystiana dan Tri Muji Susantoro)

    yang berlokasi di wilayah kotamadya dan lapangan Y yang berlokasi di wilayah kabupaten di Cekungan Sumatera Selatan. Selain itu dilakukan pemetaan kondisi penggunaan lahan disetiap sumur untuk dapat menganalisis kemungkinan permasalahan sosial yang timbul dalam pengembangan lapangan tua tersebut. Dimana kondisi penggunaan lahan di sekitar sumur tua dari lapangan tua dapat memberikan gambaran peluang terjadinya konfl ik dengan masyarakat sekitar sehingga dapat diantisipasi dampak negatifnya.

    II. LANDASAN TEORI

    Penel i t ian dengan menggunakan data penginderaan jauh untuk kegiatan migas telah banyak dilakukan, diantaranya untuk pemetaan tumpahan minyak (Fingas and Brown, 2005: Hengstermann and Robbe, 2008). Penggunaan data penginderaan jauh lainnya di bidang migas adalah mendeteksi pengaruh kegiatan migas terhadap lingkungan dengan menggunakan berbagai data citra (Kumpula, et.al, 2010) dan penggunaan data citra satelit untuk pemetaan geologi dan eksplorasi diantaranya dilakukan oleh Drury, 1987; Gupta, 2003; Sabins, 1987; Sarp, 2005; Ouattara, 2004; Gloaguen et al., 2007. Penelitian lainnya yang ada diantaranya analisis perkembangan vegetasi pada Lapangan minyak Gudong dengan data penginderaan jauh (Xiaqin, et al., 2005);

    Pada penelitian ini digunakan citra non foto atau biasa dikenal dengan citra satelit. Dan citra satelit yang digunakan yaitu Citra Ikonos. Satelit ini diluncurkan tahun 1999. Ikonos membawa satu sensor pankromatik dan satu sensor multispectral. Ikonos adalah satelit observasi bumi komersial pertama dengan resolusi mencapai satu meter, resolusi tersebut sangat menguntungkan dalam kemampuannya pengenalan lahan hingga tingkat detil. Resolusi spatial 1 meter yang dihasilkan oleh Citra Ikonos tersebut adalah sebanding dengan resolusi medan (ground resolution distance) foto udara skala 1 : 40.000 dengan resolusi fi lm 40 lines/mm (Rifai, 2009).

    Citra Ikonos dapat diaplikasikan untuk pemetaan sumberdaya alam daerah pedalaman dan perkotaan, analisis bencana alam, kehutanan, pertanian, pertambangan, teknik konstruksi, pemetaan perpajakan, dan deteksi perubahan. Selain itu citra Ikonos mampu menyediakan data yang relevan untuk studi lingkungan. Keunggulan yang dimiliki

    oleh Citra Ikonos digunakan dalam penelitian ini sebagai panduan untuk pemetaan penggunaan lahan pada lapangan tua yang akan dikembangkan. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh kondisi aktivitas penduduk di sekitar sumur.

    Sumur tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seperti yang tertuang dalam batasan atau defi nisi sumur tua dalam Permen ESDM No. 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi Pada Sumur Tua disebutkan bahwa yang dimaksud sumur tua adalah sumur-sumur Minyak Bumi yang dibor sebelum tahun 1970 dan pernah diproduksikan serta terletak pada lapangan yang tidak diusahakan pada suatu Wilayah Kerja yang terikat Kontrak Kerja Sama dan tidak diusahakan lagi oleh Kontraktor . Sumur-sumur migas itu pada umumnya saat ini sudah bercampur dengan kegiatan sosial masayarakat, karena sumur-sumur itu sudah dikelola sejak jaman Belanda. Kondisi tersebut sangatlah berbahaya bagi keselamatan penduduk sekitar sumur.

    Pada pengembangan sumur tua pihak kontraktor harus mematuhi Peraturan Ditjen Migas yaitu SNI 13-6910-2002 tentang Operasi Pemboran Darat yang Aman di Indonesia. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa jarak lokasi sumur dengan penduduk minimal 100 meter. Hal tersebut dimaksudkan untuk keamanan kerja baik penduduk setempat maupun yang sedang melakukan kegiatan atau luasan 1 hektar (100 meter x 100 meter) lahan disekitar sumur harus bersih dari kegiatan sosial masyarakat. Pertimbangan tersebut maka pada kegiatan ini dilakukan pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan Ikonos.

    Dijelaskan oleh BPMIGAS (sekarang SKK MIGAS, 2005) bahwa lapangan tua (Brown Field) dan lapangan kecil (Marginal Field) mampu mempertahankan produksi migas Indonesia. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 1. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa dengan adanya lapangan tua dan lapangan kecil bersama dengan optimalisasi pemeliharaan maka penurunan produksi minyak dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu.

    III. METODE PENELITIAN

    Pada Kajian ini dilakukan studi kasus dengan lokasi dibedakan pada lapangan X dan Lapangan Y. Lapangan X merupakan lapangan tua yang berlokasi di wilayah Kotamadya dan Lapangan Y merupakan

  • 72

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 69 - 77

    lapangan tua yang berlokasi di wilayah kabupaten di Cekungan Sumatera Selatan. Pengambilan lokasi yang berbeda dari segi perkembangan wilayahnya sehingga dapat diperoleh informasi tingkat kesulitan pengembangan lapangan tua pada wilayah kotamadya dan kabupaten. Pengambilan lokasi ini berdasarkan pendekatan kewilayahan yang merupakan kombinasi antara analisa keruangan dan lingkungan. Wilayah dihampiri dengan pengertian interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya.

    Data primer yang digunakan adalah citra Ikonos. Data-data pendukung lain yang digunakan adalah peta persil tanah (kepemilikan lahan) yang bersumber dari BPN setempat, peta administrasi kelurahan dari Pemda dan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta peta kawasan

    daya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Vink 1975 dalam Gandasasmita 2001). Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan, terdapat tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, serta faktor kelembagaan. Selain itu faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola penggunaan lahan (Gandasasmita 2001). Hal inilah yang digunakan sebagai dasar bahwa penggunaan lahan dapat dikaitkan untuk menganalisis permasalahan yang mungkin timbul pada pengembangan lapangan tua.

    Survei lapangan dilakukan untuk validasi hasil interpretasi. Survey lapangan dilakukan dengan menggunakan metode stratifi ed proportional random sampling yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan pada setiap jenis penggunaan lahan, jumlah sampel disesuaikan secara proporsional dengan mempertimbangkan luas area keanekaragaman pengggunaan lahan yang tersebar di daerah kritikal atau buffer dan sampelnya terdistribusi secara acak. Data penggunaan lahan yang telah dimutakhirkan ditumpangsusunkan dengan peta kepemilikan lahan dan peta kawasan hutan, sehingga didapatkan penggunaan-penggunaan lahan yang mempunyai permasalahan sosial yang rendah hingga tinggi.

    Gambar 1Profi l Proyeksi Produksi Minyak Indonesia 1994 2015

    (BPMIGAS, 2005)

    hutan dari Kementerian Kehutanan. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan geografi dimana prinsip keruangan sebagai inti analisis geografi (Johnston, 1983; Hagget, 1984).

    Interpretasi citra Ikonos secara on screen digitizing, yaitu mendigitasi penggunaan lahan secara manual langsung di computer. Kemampuan interpretasi penggunaan lahan sekitar sumur dapat dilakukan secara detil karena resolusi spasial Ikonos adalah 1 meter x 1 meter. Pada resolusi tersebut obyek pada ukuran 1 meter x 1 meter diwakili oleh 1 piksel pada citra Ikonos. Interpretasi secara detil dilakukan pada setiap sumur yang akan dikembangkan dan dilakukan validasi pada setiap sumur tersebut. Pada area di sekitar sumur di Citra Ikonos dilakukan buffering 100 meter. Hal ini mengikuti Peraturan Ditjen Migas yaitu SNI 13-6910-2002 tentang Operasi Pemboran Darat yang Aman di Indonesia. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa jarak lokasi sumur dengan penduduk minimal 100 meter. Artinya pada luasan 1 hektar (100 m x 100 m) harus bebas dari kegiatan sosial masyarakat. Hasil bufferring tersebut adalah merupakan batas kritikal kegiatan sosial masyarakat dan merupakan batas titik fokus kajian.

    Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap sumber

  • 73

    Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua (Indah Crystiana dan Tri Muji Susantoro)

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan data penginderaan jauh lokasi sumur dapat dikenali dengan ciri rona dan warna yang cerah atau hijau cerah karena merupakan lahan terbuka yang tidak bervegetasi atau bervegetasi rendah berupa alang-alang. Bentuknya relatif kotak terdapat titik hitam menunjukkan lokasi sumur, ukuran hampir seragam dan pola teratur. Sedangkan tekstur untuk pengenalan lokasi sumur tampak relatif halus karena berupa lahan terbuka untuk lokasi sumur yang aktif atau hamparan alang-alang untuk sumur yang tidak aktif. Untuk unsur situs, lokasi sumur pada umumnya kondisi seperti seperti ditunjukkan pada ciri-ciri di atas terdapat dalam satu komplek, dan berasosiasi dengan jalanan yang berujung pada lahan terbuka dan terdapat komplek pengolahan minyak.

    Berdasarkan data penginderaan jauh lokasi sumur yang ada dapat diidentifi kasi dengan baik. Verifi kasi melalui survey lapangan pada lapangan X dengan sumur yang berjumlah 288 dan lapangan Y dengan jumlah sumur 212 diperoleh data 80% sumur dapat diinterpretasi dari citra Penginderaan jauh. Lokasi sumur yang tidak dapat dideteksi merupakan sumur-sumur yang lokasinya sudah menjadi

    lapangan X penggunaan lahan di sekitar lokasi sumur berada di sekitar kegiatan sosial kemasyarakat yang aktif seperti permukiman yang teratur (kompleks perumahan), permukiman tidak teratur (rumah di pedesaan), ladang, perkebunan, jasa strategis (perhotelan) dan perdagangan. Sedangkan pada lapangan Y berada di perkebunan. Identifi kasi obyek pada interpretasi penggunaan lahan ini hingga pada batas satuan bangunan. Kendala yang dihadapi adalah saat identifi kasi pada bangunan dengan ukuran kecil di bagian kawasan yang padat dengan konfi gurasi bangunan yang sangat kecil.

    Permasalahan sosial yang mungkin timbul dalam pengembangan sumur terutama terkait dengan pembebasan lahan area sumur. Peluang konflik dengan penduduk akan terjadi karena perdasarkan interpretasi penggunaan lahan, lokasi sumur tua merupakan kawasan permukiman, pertanian dan

    penggunaan lahan lainnya, seperti permukiman, kebun, industri ataupun kegiatan sosial lainnya. Pada lapangan tua migas, sumur-sumur yang sudah dianggap tidak produktif pada umumnya sudah banyak yang hilang tertimbun secara alami atau sudah berubah bentuk penggunaan lahannya sehingga tidak dapat diinterpretasi dari penginderaan jauh. Pada saat survey lapangan sumur yang tidak dapat diinterpretasi di citra penginderaan jauh dilakukan validasi melalui informasi penduduk lokal terutama dari tetua kampung. Sumur-sumur yang tidak teridentifi kasi ini diperlukan lokasinya untuk menghindari bahaya yang mengancam jika dilakukan pengembangan sumur.

    Pada penelitian ini, selain dilakukan intepretasi lokasi sumur juga dilakukan intepretasi penggunaan lahan. Intepretasi penggunaan lahan ini digunakan untuk mengetahui kegiatan sosial kemasyarakatan di sekitar lokasi sumur. Dari hasil interpretasi, pada

    Gambar 2Contoh kenampakan lokasi sumur pada Citra Ikonos di lapangan

    X dan lapangan Y

    Gambar 2Contoh kenampakan sumur pada citra Ikonos dan kondisi di

    lapangan dimana kepala sumur sudah tidak ada lagi

  • 74

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 69 - 77

    salah satu jalur alternatif yang bisa dilakukan oleh operator sebelum pengembangan lapangan. Faktor inilah yang menjadi alasan dan memperkuat mengapa perlu digunakan citra satelit beresolusi tinggi dalam hal ini citra Ikonos pada penelitian ini, karena kemampuannya mengenali obyek-obyek di permukaan bumi dengan resolusi 1 meter tersebut. Ini berarti obyek-obyek dipermukaan bumi yang mempunyai ukuran 1 meter x 1 meter dapat dicitra.

    Pada kajian ini dilakukan juga tumpang susun lokasi sumur dengan data persil tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Tumpang

    perkebunan bahkan hotel dan perkantoran lainnya terutama di lapangan X yang berlokasi di wilayah kotamadya. Tumpang susun (overlay) antara lokasi sumur dan penggunaan lahan diperoleh data lokasi-lokasi sumur berdekatan dan atau berada di lokasi kegiatan sosial kemasyarakatan. Kondisi tersebut menyulitkan dalam pengembangan lapangan terutama pengaktifan sumur kembali dengan injeksi atau EOR (Enhanced Oil Recovery). Hal ini dikhawatirkan apabila ada semburan minyak/lumpur/gas (blow up) terjadi di sekitar kegiatan masyarakat. Ganti untung untuk upaya pembebasan lahan merupakan

    Gambar 3Contoh kondisi sumur tua yang berada di lingkungan permukiman padat dan teratur

  • 75

    Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua (Indah Crystiana dan Tri Muji Susantoro)

    susun ini dilakukan untuk mengetahui lahan-lahan yang telah atau yang belum mempunyai kekuatan hukum (tersertifi kasi). Hal ini untuk memudahkan dalam ganti untung dan memudahkan dalam administrasi yaitu terkait dengan status kepemilikan lahannya. Lahan-lahan yang terkena dampak pengembangan lapangan. Berdasarkan data BPN setempat merupakan lahan-lahan yang sudah bersertifi kat atau setidaknya sudah memiliki surat ukur/gambar ukur maka secara tidak langsung tanah itu sudah sah secara hukum merupakan milik pribadi,

    Gambar 4Contoh sumur tua yang sudah tertimbun

    dan berdiri bangunan/rumah

    Gambar 5Contoh sumur tua yang berada di dekat kawasan hotel

  • 76

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 69 - 77

    sehingga menyulitkan dalam proses pengembangan sumur tua (Gambar 3).

    Berdasarkan buffer, pada lokasi penelitian diperoleh fakta-fakta bahwa kegiatan strategis masyarakat ada yang terlalu dekat dengan sumur. Kegiatan strategis tersebut seperti adanya rumah, hotel, perkantoran, dan perkebunan pada jarak kurang dari 50 meter. Pada umumnya kondisi ini terjadi karena ketidaktahuan penduduk akan bahaya yang timbul jika melakukan kegiatan di daerah sumur tersebut. Ditambah lagi untuk sumur-sumur yang sudah lama ditinggalkan dan tidak terurus keberadaannya sangat rentan untuk diambil alih oleh penduduk. Hal itu terjadi karena biasanya kondisi bekas lapangan migas yang umumnya relatif datar dan terbuka, sehingga memungkinkan untuk dijadikan tempat tinggal atau kegiatan-kegiatan sosial lainnya tanpa dihiraukan bahaya yang akan muncul. Pada Gambar 3 contoh sumur yang akan dikembangkan yang berada di tengah-tengah permukiman penduduk yang padat dan teratur. Pada Gambar 3 tersebut garis kuning menunjukkan batas berdasarkan SNI 13-6910-2002, jadi di dalam garis tersebut seharunya bebas dari kegiatan sosial penduduk.

    Pada kajian ini melalui survey lapangan ditemukan sumur yang sudah berada tepat di rumah penduduk. Data ini diperoleh berdasarkan pengakuan penduduk setempat, dimana ditemukan lokasi sumur tua yang sekarang berada tepat di atas dapur rumah warga. Hal ini tentunya mengkhawatikan apabila lapang tersebut mengandung gas dan terjadi kebocoran dari sumur yang ditimbun oleh warga karena dianggap tidak aktip. Bahaya lain yang timbul adalah keracunan gas methan atau sulfur yang mungkin keluar dari sumur tersebut. Gambar 4 adalah contoh lokasi sumur yang berada di dalam rumah.

    Hasil interpretasi dan didukung oleh survey lapangan ditemukan sumur tua yang lokasinya di dalam kawasan komersial yang berupa hotel dan pusat kegiatan masyarakat (perkantoran dan pertokoan). Kondisi tersebut tidaklah mengherankan karena pada umumnya lapangan tua migas di Indonesia saat ini banyak yang sudah berkembang pesat menjadi kawasan permukiman, hotel dan perkantoran yang tumbuh menjadi kawasan komersial tersebut. Pada daerah yang berkembang di dekat sumur tua tersebut sebuah perkebunan hal tersebut tidaklah terlalu sulit untuk dilakukan negosiasi tentang pengantian ganti untung, tetapi akan berbeda jika yang berkembang

    adalah hotel berbintang atau kawasan perkantoran. Gambar 5 menunjukkan contoh sumur tua berada di dekat hotel berbintang.

    V. KESIMPULAN

    Identifi kasi permasalahan sosial yang ada dalam perencanaan pengembangan lapangan tua dapat dilakukan melalui interpertasi citra satelit resolusi tinggi (IKONOS). Kemampuan ini terbukti dalam kajian di lapangan X dan Y di cekungan Sumatera Selatan. Lokasi sumur 80% dapat diinterpretasi melalui citra Ikonos. Hasil interpretasi penggunaan lahan dari citra IKONOS menunjukkan bahwa sumur-sumur pada lapangan tua sudah beralih fungsi menjadi kawasan komersial, pertanian, perkebunan dan permukiman. Berdasarkan data BPN di lapangan X (kotamadya) lokasi sumur sudah tersertifi kasi menjadi tanah penduduk setempat. Hal ini perlu menjadi pertimbangan untuk merencanakan pengembangan sumur tua. Kehati-hatian dalam pendekatan dengan masyarakat untuk sosialisasi dan negosiasi rencana pembebasan lahan sangat diperlukan.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada PT Pertamina EP dan instansi terkait yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi sehingga proses penyusunan penelitian ini dapat terselesaikan.

    KEPUSTAKAAN

    1. BPMIGAS, 2005. Peranan Strategis Litbang Migas dalam Menunjang Industri Migas dan Kebijakan Pemerintah. Luncheon Talk 40 Tahun Lemigas.

    2. Barlowe, R. 1986. Land Resource Economics. The Economics of Real Estate.Prentice-Hall Inc. New York, 653 p.

    3. Brown, C.E and MF. Fingas, 2005. A review of Current Global Oil Spill Surveillance, Monitoring and Remote Sensing Capabilities, Proceedings of the Twenty-Eighth Artic and Marine Oil Spill Program Technical Seminar. Environment Canada, Ottawa, Ontario, pp 789-798.

    4. Drury, S.A.1987. Image Interpretation in Geology. Department of Earth Sciences. The Open University. Allen & Unwin. London.

    5. Gandasasmita K, 2001. Analisis Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Daerah Aliran Sungai

  • 77

    Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua (Indah Crystiana dan Tri Muji Susantoro)

    Cimanuk Hulu Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

    6. Gloaguen, R., P. R. Marpu and I. Niemeyer, 2007. Automatic Extraction of Faults and Fractal Analysis from Remote Sensing Data. Nonlin Processes Geophys., 14. 131- 138.

    7. Gupta, R.P., 1991. Remote Sensing Geology. Department of Sciences. University of Roorkee. India.

    8. Hagget, Peter. (1984). Geography: A Modern Synthesis. New York: Harper and Row.

    9. Hengsterman, T and N Robbe, 2008. Airborne oil Spill Remote Sensing. Hydro International. Vol 10. Pp 10-15.

    10. Johnston, R.J. (1983). Philosophy and Human Geography: An Introduction To Comtemporary Approach. London : Edward Arnold.

    11. Kementerian ESDM, 2011. Peluang Investasi Sektor ESDM (Buku). Diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

    12. Kementerian ESDM, 2013. 13 ribu Sumur Minyak Bumi Tua ditawarkan Kepada KUD dan BUMD. http://www.esdm.go.id/berita/40-migas/1636-13-ribu-sumur-minyak-bumi-tua-ditawarkan-kepada-kud-dan-bumd.html.

    13. Kumpula, T., BC. Forbes and Stammler, 2010 Remote Sensing and Local Knowledge of Hydrocarbon Exploitation; The Case of Bovanenkovo, Yamal Peninsula, West Siberia, Rusia. Artic. VOl. 63. No 2 (June, 2010) P. 165-178.

    14. Ouattara, T., R. Couture, P.T. Bobrowsky and A. More, 2004. Remote Sensing and Geosciences. Geological Survey of Canada. Ottawa.

    15. Permen ESDM No. 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi Pada Sumur Tua.

    16. Rifai M. 2009.Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Identifi kasi Objek-Objek Kekotaan. Jurnal ruang VOLUME 1 NOMOR 1 September 2009. Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Universitas Tadulako.

    17. Sabin, F.F. 1987. Remote Sensing Principles and Interpretation. W. H. Freeman and Company. New York.

    18. Sarp, G., 2005. Lineament Analysis from Satellite Images, North-West of Ankara, Thesis. The Graduate School of Natural and Applied Sciences of Middle East Technical University. http.etd.lib.metu.edu.tr/upload/12606520/index.pdf.

    19. SNI 13-6910-2002 tentang Operasi Pemboran Darat yang Aman di Indonesia.

    20. Suara merdeka, 2005. Caltek Pacifi k Nyatakan Minat Kembangkan Lapangan Migas Marginal. http://www.merdeka.com/ekonomi/nasional/caltex-pacifi k-nyat-akan-minat-kembangkan-lapangan-migas-marginal-1gholo8.html.

    21. SKKMIGAS, 2013. Laporan Tahunan 2012. http://www.skkmigas.go.id/wp-content/uploads/2012/08/Laporan-Tahunan-2012.pdf.

    22. Wiji L. 2001. Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Identifi kasi Obyek Pajak Bumi Dan Bangunan. http://bumipenjelajah.blogspot.com/2011/12/pemanfaatan-citra-ikonos-untuk.html.

    23. Xiaoqin, W., W. Qinmin, L. Gaohuan and L. Huiguo, 2005. Vegetation Evolvement Analysis at Gudong Oil Field Using Remote Sensing Data. Geoinformation Science. Vol. 7 No. 4.

  • 78

    Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 47 No. 2, Agustus 2013: 69 - 77

  • 79

    Peningkatan Sifat Alir dan Stabilitas Oksidasi Biodiesel dengan Proses Hidrogenasi Parsial (Bagian I):Penggunaan Ni-Al2O3 sebagai Katalis (Oberlin Sidjabat)

    Peningkatan Sifat Alir dan Stabilitas Oksidasi Biodiesel dengan Proses Hidrogenasi Parsial (Bagian I): Penggunaan Ni-Al2O3 Sebagai KatalisOberlin SidjabatPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGASJl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta SelatanTelepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150Email: [email protected]

    Teregistrasi I tanggal 13 Juni 2013; Diterima setelah perbaikan tanggal 1 Juli 2013Disetujui terbit tanggal: 30 Agustus 2013

    ABSTRAK

    Biodiesel merupakan bahan bakar nabati sebagai substitusi minyak diesel/solar yang menjanjikan. Namun masih ada permasalahan dalam hal mutu seperti kestabilan oksidasi dan sifat alirnya yaitu titik tuang dan titik kabut yang sangat penting dalam utilisasi secara komersial. Karakteristik tersebut sangat tergantung pada komponen bahan bakunya yang mengandung asam lemak tak-jenuh.yang mudah teroksidasi membentuk polimer-polimer serta pengaruh kondisi lingkungannya. Untuk mengatasi permasalahan ketidak stabilan produk biodiesel, konsentrasi asam lemak tak jenuh perlu diturunkan melalui proses hidrogenasi parsial dengan bantuan katalis nikel (Ni) berpenyangga (support) alumina (Al2O3). Proses hidrogenasi parsial dilakukan dengan sistem reaktor autoclave berpengaduk dengan temperatur 80oC dan tekanan atmosfi r. Karakteristik stabilitas oksidasi dapat meningkat untuk memenuhi spesifi kasi yang ditentukan (>10 jam), juga sifat alirnya meningkat secara signifi kan dengan penggunaan katalis nikel tersebut. Kata kunci: biodiesel, hidrogenasi parsial, katalis nikel, stabilitas oksidasi, titik kabut, titik tuang

    ABSTRACT

    Biodiesel is vegetable fuel as promising fuel for substituted diesel oil. However it has some problems for its fuel quality such as oxidation stability and fl owing characteristics that is pour point and cloud point, which are very important in commercial utilization. Such characteristics depend on the components that contained in the feedstock such as unsaturated fatty acids which easier oxidised to form polymer and its environment conditions. In order to solve the problem of unstable biodiesel product, the concentration of unsaturated fatty acids should be reduced by partial hydrogenation processing with Nickel (Ni) supported on alumina (Al2O3) as catalyst. Partial hydrogenation processing was conducted by autoclave stirred reactor with temperature 80oC and atmosperic pressure. Characteristic of oxidation stability increase to meet the specifi cation (>10 hours), also fl owing characteristics increase signifi cantly by using such catalyst. Keywords: biodiesel, partial hydrogenation, nickel catalyst, oxidation stability, cloud point, pour point

    I. PENDAHULUAN

    Bahan bakar biodiesel, merupakan suatu bahan bakar alternatif setara minyak solar, yang diproduksi dari sumber terbarukan seperti minyak nabati dan lemak hewani dengan proses sederhana yaitu transesterifi kasi [1, 2].

    Secara kimia, biodiesel adalah ester metil asam lemak dan hanya disebut biodiesel bila digunakan

    sebagai bahan bakar dalam mesin diesel dan sistem pemanasan[3,4]. Biodiesel mempunyai keuntungan sebagai berikut: (a) mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi; (b) bahan bakar terbarukan, (c) mereduksi emisi gas rumah kaca, (d) dapat terurai atau terdegradasi secara biologi dan tidak toksis, (e) dalam penanganannya sangat aman (titik nyala lebih tinggi dar