lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/subagyo-s.e.-s.h.-m.…  · web viewutilisasi...

35
UTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN DALAM MENJANGKAU KELOMPOK MISKIN PEREMPUAN Subagy o Afwan Hariri Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Sukar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Merdeka Malang Abstrak: The purpose of this study is to identify potential savings and loans groups and social gathering within the framework of developing a model of utilization groups as intermediary financial institutions to reach poor women . So that the output of the research is the model that will be the preparation of guide books . As a research development , in the early stages of this study used a qualitative approach and continued at a later stage using the experimental , where there is a model to be tested . The results of this study in the first phase is the discovery that supports the potential for the utilization of group gathering effort that includes : Accuracy of coverage of the target , the ability of the group as collateral , the existence of good organizational governance , institutionalized social capital , and the efficient management mechanism . Utilization Model Group and the Savings and Loans arisan Women were divided into three (3 ) stages of the process , namely the instruments of policy , instruments and Capacity Building Channeling Pattern . The framework of the model will be developed utilization patterns that form the basis of the development of the program , while the implementation of this program will require more guidance includes some general guidelines and implementation guides . The results of this study resulted in a model that comes with a program guide . Keywords : Group arisan and Savings and Loans , mediating Microfinance Institutions Kemiskinan menjadi salah satu problematika pembangunan dalam kurun waktu yang telah lama dan mendorong masalah ini menjadi obyek kajian yang mendalam dari beberapa pemikir pembangunan. Pada ranah tersebut kemiskinan menjadi bahan perdebatan konsepsional. Bank Dunia (1992) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memperoleh standar hidup yang minimal. Definisi lebih utuh dikemukakan

Upload: others

Post on 25-Aug-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

UTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN

DALAM MENJANGKAU KELOMPOK MISKIN PEREMPUAN

SubagyoAfwan Hariri

Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang

SukardiFakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Merdeka Malang

Abstrak: The purpose of this study is to identify potential savings and loans groups and social gathering within the framework of developing a model of utilization groups as intermediary financial institutions to reach poor women . So that the output of the research is the model that will be the preparation of guide books . As a research development , in the early stages of this study used a qualitative approach and continued at a later stage using the experimental , where there is a model to be tested . The results of this study in the first phase is the discovery that supports the potential for the utilization of group gathering effort that includes : Accuracy of coverage of the target , the ability of the group as collateral , the existence of good organizational governance , institutionalized social capital , and the efficient management mechanism . Utilization Model Group and the Savings and Loans arisan Women were divided into three (3 ) stages of the process , namely the instruments of policy , instruments and Capacity Building Channeling Pattern . The framework of the model will be developed utilization patterns that form the basis of the development of the program , while the implementation of this program will require more guidance includes some general guidelines and implementation guides . The results of this study resulted in a model that comes with a program guide .

Keywords : Group arisan and Savings and Loans , mediating Microfinance Institutions

Kemiskinan menjadi salah satu problematika pembangunan dalam kurun waktu yang telah lama dan mendorong masalah ini menjadi obyek kajian yang mendalam dari beberapa pemikir pembangunan. Pada ranah tersebut kemiskinan menjadi bahan perdebatan konsepsional. Bank Dunia (1992) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memperoleh standar hidup yang minimal. Definisi lebih utuh dikemukakan oleh Chambers (1987), bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu keadaan melarat dan ketidakberuntungan , suatu keadaan kekurangan (deprivation).

Posisi perempuan dalam kemiskinan muncul kemudian mewarnai diskursuspersoalan kemiskinan, dimana perempuan berada pada posisi yang paling rentan dalampersoalan kemiskinan Hal ini dapat dijelaskan melalui adanya proses sub ordinasi perempuan

dalam keluarga-keluarga miskin. Ketidaksetaraan di dalam alokasi sumber daya dalam rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan perempuan mengalami bentuk dan dampak yang kemiskinan yang berbeda. (Akatiga,2003).

Berbagai usaha penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan corak dan ragam intervensi dengan fokus utama mengungkit kondisi kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan menjadi trend pola penanggulangan kemiskinan yang diinisiasi oleh pemerintah. Berbagai skema program pemberdayaan selalu memasukkan instrumen dana, baik dalam bentuk dana bergulir maupun dana hibah dalam pengelolaan lembaga keuangan mikro yang dibentuk khusus bagi kegiatan program terkait. Kinerja program sangat ditentukan oleh kinerja kelembagaan program, baik pada level konsultan maupun kelompok sasaran. Hasil

Page 2: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

kajian dan evaluasi berbagai program penanggulangan kemiskinan terkait kinerja lembaga mikro kreditnya, menyebutkan angka kredit macet relatif tinggi, tata kelola kurang baik, kurang terbangunnya trust, terdapat bias pemahaman antara stimulan dengan dana hibah sehingga mengabaikan keberlanjutan dana bergulir (Hariri, 2008; LSPK, 2008).

Usaha menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan sebenarnya telahberkembang dalam masyarakat secara mandiri.Usaha-usaha membangun aksi kolektif sudah banyak dilakukan dan merupakan bagian modal sosial yang berkembang di Indonesia. Aktifitas gotong royong dan arisan merupakan tradisi resiprositas antar individu dalam kelompok yang sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Selama kurun waktu tersebut keberadaan kelompok aksi kolektif masyarakat belum optimal menjadi bagian dari instrumen dalam program pemberdayaan masyarakat. Keberadaan kelompok arisan dan simpan pinjam perempuan belum pernah dioptimalkan sebagai instrumen program kemiskinan, padahal perempuan sebagai kelompok paling rentan dalam problem kemiskinan akan mudah dijangkau melalui pengembangan komunitas yang berbasis pada aktifitas keuangan mikro.(Cheston & Kuhn, 2006); (Vonderlack and Mark Schreiner, 2001). Sebagai sebuah asosiasi lokal, arisan memiliki potensi modal sosial dalam penanggulangan kemiskinan (Sukardi; 2007). Kelompok arisan dan simpan pinjam perempuan memiliki potensi sebagai lembaga keuangan mikro dimana kelompok ini memenuhi kriteria keberlanjutan lembaga keuangan mikro sebagaimana dikemukakan oleh Yaron (1994) dan Snow (1999) dalam Subagyo (2009). Bahkan dalam penelitian Subagyo (2009) di Kota Mojokerto terdapat kelompok arisan dan simpan pinjam yang mendapat intervensi dana pemerintah yang berkinerja baik serta mampu bermitra dengan lembaga keuangan mikro formal.

Arisan dan simpan pinjam adalah tradisi dalam memutar simpanan dan pinjamansecara berkelompok, tradisi arisan merupakan tradisi yang khas Indonesia dan merupakanmekanisme kerja yang menggambarkan kerjasama dan gotong royong dalam

pemenuhan finansial secara berkelompok dengan menggunakan pendekatan metode mikro kredit (Conroy, 1999). Fakta menunjukkan bahwa aktifitas dari asosiasi arisan ini banyak diikuti oleh kelompok perempuan. Kelompok-kelompok arisan perempuan ini banyak ditemui di masyarakat. Organisasi perempuan PKK banyak menggunakan arisan sebagai media untuk mengikat partisipasi anggotanya. Fakta ini kemudian dapat mendukung keyakinan bahwa dalam mengorganisir upaya-upaya pemberdayaan terhadap kaum perempuan asosiasi sosial arisan dapat dijadikan media yang efektif.

Temuan penelitian Subagyo dan Hariri(2009) menunjukkan bahwa Kelompok Arisan dan Simpan Pinjam yang beranggotakan perempuan keberadaannya inheren dengan aktifitas organisasi PKK. Bahkan bisa dikatakan bahwa kegiatan arisan dan simpan pinjam merupakan salah satu program kegiatan PKK yang eksistensinya terjaga sejak lama. Aktifitas ini ada pada semua jenjang organisasi mulai dari tingkat kelurahan, RW, RT bahkan sampai dasa wisma termasuk pada turunan aktifitas organisasi PKK seperti Posyandu dan Kader Kesehatan.

Beberapa studi yang ada (Cheston & Kuhn, 2006); (Vonderlack and Mark Schreiner,2001) menjelaskan bahwa keterlibatanperempuan dalam program berbasis keuangan mikro membuat mereka lebih respek terhadap komunitasnya, termasuk respek terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam komunitas. Kelompok perempuan akan mengambil peranan yang lebih besar dalam kontribusinya terhadap komunitas, mengorganisasikan perubahan sosial dan berpartisipasi aktif pada pertemuan-pertemuan pengambilan keputusan. Di sisi yang lain kelompok perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dalam persoalan kemiskinan di Indonesia. Oleh karenanya, menggunakan basis kelompok arisan perempuan melalui pengembangan kelompok menjadi alternatif lembaga keuangan mikro layak menjadi jalan keluar atau metode alternatif penganggulangan kemiskinan. Hal ini sebagaimana dilakukan di Bangladesh melalui Grameen Bank yang

Page 3: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

berbasiskan pengorganisasian kelompok perempuan dimana hingga tahun 2003, 95% nasabah dari grameen bank adalah kaum perempuan. (Kobeissi and Damonpour, 2003). Di sisi lain pemerintah banyak melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah melalu pendekatan intervensi dana bergulir.

Intervensi uang dalam berbagai usaha pemberdayaan masyarakat dan program penanggulangan kemiskinan masih diyakini sebagai alat yang efektif. Setidaknya hal itu tercermin pada mekanisme dana bergulir yang digunakan sebagai pendekatan pada berbagai program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu Taskin) paling tidak beberapa proyek yang eksis dalam kurun waktu terakhir dan menjadi pilihan strategis pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Terlebih dorongan dalam pencapaian MDGs menjadikan pemerintah mengalokasikan dana lebih bagi upaya penanggulangan kemiskinan.

Beberapa kajian menemukan dan meyakini bahwa keberadaan ataupengembangan keuangan mikro menjadi jalan keluar dalam rangka menjangkau keterbatasanmodal dan pemenuhan hidup bagi kelompok miskin (Jansen, et. All, 2004; Cheston & Kuhn,2006; Vonderlack and Mark Schreiner, 2001, Morduch, 1999 ). Belajar dari keberhasilanGrameen Bank, hal yang paling mengesankan,disamping pelayanan kreditnya tidak membutuhan jaminan atau agunan adalah bahwa sebagian besar nasabah Grameen Bank membayar angsuran secara tepat waktu. Sejak1995 Grameen melaporkan bahwa tingkat pengembalian pinjaman adalah 98%. Secarateori dan hasil kajian menunjukkan bahwamekanisme tanggung renteng (joint-liability) yang membuat sukses capaian tingkat pengembalian tersebut.. Namun itu hanya satu dari beberapa aspek yang membedakan operasi Grameen Bank dengan sektor perbankan formal. Mekanisme lain yang diterapkan oleh Grameen adalah inovasi pelayanan termasuk

jadwal pembayaran mingguan, peningkatan skala pinjaman secara progresif serta fokus pada nasabah perempuan.(Morduch, 1999). Hingga tahun 2003, 95% nasabah dari Grameen Bank adalah kaum perempuan. (Kobeissi and Damonpour, 2003)

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro formal sebagai output program-program pemberdayaan masyarakat memberikan potensi besar dan jalan keluar perkreditan bagi UMKM terlebih masyarakat miskin yang selama ini jauh dari akses kredit dan permodalan. Pilihan strategi dan pendekatan yang mengakomodir potensi-potensi lokal seperti kearifan lokal yang tercermin dalam bentuk asosiasi-asosiasi sosial yang berkembang di masyarakat akan lebih meningkatkan daya jangkau lembaga keuangan mikro sampai pada level grass root dengan tetap menjamin kelestarian dana dan keberlanjutan lembaga.

Namun demikian kinerja kelembagaan lembaga –lembaga keuangan mikro yangterbentuk sebagai out put berbagai programpemberdayaan masyarakat masih jauh dari harapan, banyak persoalan penyelewengan danaoleh pengurus, kredit macet dan sebagainyayang terjadi. Sementara kelompok sasaran yang dibentuk sebagai syarat untuk mengakses permodalan dana bergulir dibentuk secara instan dan terkesan dipaksakan. Persoalan inilah yang kemudian menjadikan kelompok- kelompok penerima manfaat tersebut tidak efektif menjadi media bagi masyarakat miskin sasaran untuk keluar dari persoalan kemiskinannya, Justru yang terjadi adalah lemahnya komitmen antar anggota kelompok serta potensi konfik yang tinggi. Sementara itu ada kelompok-kelompok yang sudah lama eksis di masyarakat dan memiliki kinerja kelembagaan yang baik, justru tidak pernah tersentuh oleh program dengan dalih tidak sesuai dengan manual dan standart program yang telah ditetapkan.

Menurut Yaron (1994) dalam Arsyad (2008) menyatakan bahwa ada empat syarat utama yang harus dipenuhi agar Lembaga Keuangan Mikro memiliki sustanabilitas yang tinggi. Pertama, LKM tersebut harus memiliki suku bunga pinjaman posistif yang cukup tinggi sehingga mampu menutup biaya-biaya

Page 4: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

keuangan yang tidak bersubsidi (kelompok arisan dan simpan pinjam PKK merupakan salah satu LKM yang tidak bersubsidi) untuk mempertahankan nilai riil ekuitasnya, Kedua, LKM tersebut harus harus dapat mencapai tingkat pengembalian yang tinggi. Ketiga, LKM tersebut harus menawarkan tingkat suku bunga simpanan yang tinggi, untuk menjamin agar tabungan sukarela meningkat secara signifikan sehingga mampu membiayai portofolio pinjaman, Keempat, LKM harus efisien (termasuk biaya transaksi dan administrasi yang rendah) dalam mekanisme pemberian kreditnya. Kelompok arisan dan simpan pinjam memenuhi kriteria sebagaimana dipersyaratkan Yaron untuk sustanabilitas sebagai lembaga keuangan mikro.(Subagyo dan Hariri, 2009)

LKM di Indonesia menurut BankIndonesia dibagi menjadi dua kategori yaituLKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union.

Arisan sebagai salah satu bentukLembaga Keuangan Mikro, jumlahnya sangat banyak dan kemampuan menjangkau sasaran lebih besar dibandingkan dengan Lembaga Keuangan Mikro Lainnya. Sebagaimana dilaporkan oleh Laporan Bank Indonesia dan GTZ tahun 2000 yang memperkirakan jumlah lembaga arisan dan simpan pinjam informal tersebut mencapai 350.000 unit dan mampu menjangkau hampir 5.000.000 anggota. Jumlah tersebut melampaui daya jangkau BKD dan LDKP yang notabene lembaga kredit yang diorientasikan bagi usaha mikro dan masyarakat miskin bentukan pemerintah. (Conroy, 2001). Kelebihan lainnya adalah, arisan merupakan salah satu bentuk asosiasi sosial dalam masyarakat yang telah berkembang sejak lama dan banyak digunakan kelompok perempuan.

Bouman et all (1990) dalam Arsyad(2008) mengkategorisasikan arisan dan simpan

pinjam sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) informal, yaitu kelompok pembiayaan dimana orang-orang menyetorkan simpanannya dan meminjamkannya secara eksklusif terutama kepada yang lain (anggota kelompok tersebut), atau pada orang di luar kelompok tersebut (non-anggota). Kelompok ini terdiri atas para individu yang secara teratur atau tidak teratur menyimpan dana pada seorang pemimpin kelompok. Kelompok yang lazim disebut sebagai arisan ini (rotating savings and credit associations-ROSCAs) pada umumnya adalah kelompok tetangga dekat yang terdiri atas 10 sampai 40 orang (terutama perempuan) yang diorganisasi menjadi kelompok-kelompok koperasi (dimana setiap partisipan memperoleh sejumlah yang telah diberikan). Kelompok ini mampu memainkan peran sosial yang sangat penting. Sebagai contoh, para perempuan yang bertetangga dapat menyelenggarakan acara-acara yang berkaitan dengan peringatan agama, pertemuan arisan dan lainnya. (Arsyad, 2008)

Bentuk asosiasi sosial, arisan memiliki kekuatan bertahan dalam jangka waktu yanglama. Hal ini disebabkan oleh kekuatan normadan modal sosial dalam masyarakat seperti adanya kepercayaan, prinsip saling tolong menolong dan gotong royong. Dengan demikian arisan bisa menjadi alternatif solusi finansial sekaligus ruang bagi para anggotanya untuk menuangkan bentuk-bentuk kepedulian sesama. Nilai-nilai kepercayaan yang berkembang bisa menjadi salah satu bentuk jaminan moral sebagai pengganti kolateral dalam perjanjian kredit.

Penelitian Sukardi (2007) menunjukkan karakteristik arisan sebagai salah satu bentuk asosiasi sosial yang beroperasi berdasar resiprositas finansial dengan karakteristik yang khas, dimana kelompok arisan beroperasi dalam upaya mengatasi kelangkaan finansial/modal,keanggotaannya bersifat sukarela, proses pengambilan keputusan melalui permufakatan semua anggota, terbentuk atas prakarsa masyarakat/ anggota yang bersepakat membentuk sehingga tidak bias kekuasaan, produk modal sosial yang dihasilkan adalah pertukaran (reprositas) dan

Page 5: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

kepercayaan serta sanksi yang terbangun adalah sanksi sosial dan pengucilan.

Penelitian Subagyo dan Hariri (2009)menghasilkan satu temuan bahwa kelompok arisan dan simpan pinjam perempuan lebihmemiliki performance yang lebih baikdibandingkan dengan lembaga keuangan mikro formal yang sudah ada di lokasi yang sama. Indikatornya adalah terkait dengan transparansi dan akuntabilitas yang terbangun sebagai nilai baku yang diyakinin oleh para anggota. Keberadaan anggota yang dalam lingkup kecil dan saling mengenal satu sama lain turut memberikan kontribusi bagi terwujudnya kinerja keuangan dari kelompok tersebut.

Snow (1999) dalam Arsyad (2008)menjelaskan bahwa Lembaga Keuangan Mikro yang sustainable selalu menyatu (embedded) dan terkait dengan jaringan institusi lokal yang ada. Oleh karenanya, sustanabilitas harus terbangun secara sosial dan ekonominya harus dibuat untuk memenuhi tujuan tertentu. Selanjutnya Arsyad (2008) mengutip pendapat Cernea (1993) mengungkapkan bahwa separuh lebih (13 proyek) dari 25 proyek Bank Dunia di Asia, Afrika dan Amerika Latin tidak lagi memiliki pengaruh terhadap pembangunan dan tidak mampu menghasilkan manfaat yang diharapkan, penyebab utama dari kegagalan tersebut salah satunya adalah karena mengabaikan pengaruh faktor-faktor kelembagaannya, budaya, motif, nilai-nilai yang mengatur tingkah laku mereka—dalam rancangan proyeknya dan kurangnya institusi pendukung dan partisipasi akar rumput.

Tujuan khusus penelitian adalah menemukan dan mengembangkan model idealutilisasi kelompok arisan dan simpan pinjamsebagai intermediasi lembaga keuangan mikro. Artinya secara resiprokal kelompok arisan dan simpan pinjam bisa mengakses lembaga keuangan mikro dalam memperbesar akumulasi modal yang berputar dalam kelompoknya, di sisi lain sebagai peran dan fungsi lembaga keuangan mikro dapat menjangkau kelompok sasaran secara tepat, terutama terkait upaya penanggulangan kemiskinan pada kelompok perempuan.

METODE

Untuk memastikan mencapai hasil penelitian yang secara nyata dapat dievaluasi dan diukur, penelitian ini dilakukan dengan rancangan eksperimental. Pada tahap awal dilakukan survey terbatas untuk memperoleh gambaran nyata calon sasaran penelitian, sekaligus melakukan evaluasi secara mendalam pada beberapa kelompok potensial, untuk kemudian dilakukan analisis untuk menentukan kelompok terpilih yang akan di dalami. Untuk memperdalam diagnosis, dilakukan FGD partisipatif serta wawancara mendalam. Hasil dari diagnosis kemudian dikembangkan dalam penyusunan model.

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini dilakukan secara purposive dengan kriteriaketersedian jaringan dan sumber daya penelitianini serta mengacu pada road map penelitian sebelumnya yaitu Kabupaten Tulungagung danKota Mojokerto. Kabupaten Tulungagungmerupakan lokasi penelitian sebelumnya yang terkait penelitian Sukardi (2007) mengenai potensi berbagai asosiasi sosial yang digunakan dalam berbagai penanggulangan kemiskinan. Kota Mojokerto merupakan lokasi penelitian Subagyo dan Hariri (2010) tentang potensi kelompok arisan sebagai lembaga keuangan mikro. Sedangkan pemilihan desa/kelurahan secara purposive dengan kriteria keberagaman karakteristik wilayah antara rural, sub urban dan urban. Dengan karakteristik tersebut dipilih masing 3 desa/kelurahan di Kabupaten Tulungagung dan Kota Mojokerto. Metode pengujian model dilakukan melalui proses evaluasi partisipatif pelaku dan informan dalam penelitian ini. Sedangkan validasi model menggunakan kegiatan workshop yang melibatkan pakar dan pelaksana program penanggulangan kemiskinan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Corak Basis Sosial Kelompok

Bouman et all (1990) dalam Arsyad (2008) mengkategorisasikan arisan dan simpan pinjam sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) informal, yaitu kelompok

Page 6: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

pembiayaan dimana orang-orang menyetorkan simpanannya dan meminjamkannya secara eksklusif terutama kepada yang lain (anggota kelompok tersebut), atau pada orang di luar kelompok tersebut (non-anggota). Kelompok ini terdiri atas para individu yang secara teratur atau tidak teratur menyimpan dana pada seorang pemimpin kelompok. Kelompok yang lazim disebut sebagai arisan ini (rotating savings and credit associations-ROSCAs) pada umumnya adalah kelompok tetangga dekat yang terdiri atas 10 sampai 40 orang (terutama perempuan) yang diorganisasi menjadi kelompok-kelompok koperasi (dimana setiap partisipan memperoleh sejumlah yang telah diberikan). Kelompok ini mampu memainkan peran sosial yang sangat penting. Sebagai contoh, para perempuan yang bertetangga dapat menyelenggarakan acara-acara yang berkaitan dengan peringatan agama, pertemuan arisan dan lainnya. (Arsyad, 2008)

Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan organisasi formal yang selama ini menjadi basis kegiatan sosial perempuan tidak hanya di pedesaan, namun juga dikawasan perkotaan. Organisasi yang awalnya merupakan program pemerintah yang bersifat top down era jaman Presiden Suharto tersebut hingga saat masih menjadi aternatif media berkumpul kaum perempuan disamping organisasi massa perempuan maupun organisasi ritual keagamaan. Bahkan hingga kini berkembang pula menjadi nama generik bagi kelompok arisan dan simpan pinjam yang berbasiskan kewilayahan, seperti RW, RT maupun dasa wisma.

Kasus yang terjadi di Desa Gendingan tersebut menunjukkan bahwa PKK seringkali menjadi lebel identitas kelompok arisan, atau justru eksistensi kelompok ditunjukkan melalui kegiatan arisan dan simpan pinjam dan bukan kegiatan pelaksanaan program PKK yang semestinya.

Eksistensi PKK secara organisasi nampak di Kota Mojokerto, artinya kegiatan PKK nampak pada kegiaan Posyandu Balita dan Lansia, pengumpulan iuran dana sosial kesehatan dan bersalin (DASOLIN) dan lain sebagainya. Fakta tersebut nampak di seluruh lokasi penelitian ini yaitu di Kelurahan

Gedongan, Kelurahan Kedundung dan Kelurahan Blooto. Namun demikian, kegiatan arisan dan simpan pinjam selalu nampak ada pada setiap jenjang organisasi PKK yang aktif di Kota Mojokerto ini. Keberadaan kegiatan arisan dan simpan pinjam dalam aktifitas organisasi PKK motif nya adalah sebagai pengikat keanggotaan, daya tarik untuk datang pertemuan, serta nilai tambah bagi anggota untuk menyelesaikan persoalan-persoalan finansial rumah tangga.

Kegiatan arisan juga nampak pada aktifitas kegiatan sosial keagamaan seperti halnya kelompok yasinan dan tahlilan. Sebagaimana nampak pada kelompok yasinan hari senin desa Sobontoro Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Kelompok Yasinan yang berdiri sejak 1990 didirikan oleh Ibu Sujirah (Alm). Awalnya arisan ini hanya senilai Rp. 500,- dan hasil yang diperoleh sekali putaran adalah sebesar Rp.30.000,- untuk membantu biaya konsumsi bagi tuan rumah yang ketempatan kegiatan yasinan. Arisan yang dikelompok ini lebih bersifat pelembagaan tukar menukar sumber daya antar anggota (resiprositas) dalam menghadapi even kegiatan yasinan. Kelompok yang beranggotakan 125 orang ini dipecah lagi menjadi kelompok- kelompok kecil semacam kelompok kerja yang bertugas mempersiapkan kegiatan yasinan di rumah yang mendapatkan arisan.

Kewilayahan sebagai basis keanggotaan kelompok sedikit banyak mampu menciptakan kohesitifitas yang tinggi dalam kelompok sebagai modal terciptanya modal sosial kepercayaan antar anggota. Semua kelompok dalam penelitian ini memiliki batas kewilayahan dalam keanggotannya, mulai RW, RT dan Dasa Wisma, bahkan kelompok Yasinan di desa Sobontoro pun juga berbasis kewilayahan Dusun. Basis kewilayahan inilah yang mengikat para anggota dengan menggunakan simbolisasi organisasi PKK maupun aktifitas keagamaan. Sedangkan latar belakang anggota sangatlah heterogen, walaupun ada kecenderungan relatif sama pada beberapa lokasi penelitian ini.

Kekuatan figur utama dalam kelompok merupakan jaminan bagi keberlangsungan

Page 7: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

kelompok. Keberadaan aktor-aktor tersebut lebih disebabkan karena legitimasi sosialnya dimasyarakat, seperti status ekonomi (kaya), status pendidikan (pengetahuan dan pengalaman), serta posisi struktural (istri ketua RT/RW). Pada lokasi penelitian di Tulungagung, keberadaan kelompok tidak tergantung pada fungsi organisasi PKK (walaupun budaya kelompok arisan tetap diawali karena adanya program PKK), tapi lebih pada keberadaan aktifitas sosial kemasyarakatan dan keagamaan, serta kepedulian beberapa tokoh utama dalam kelompok yang kebetulan juga aktifis pada berbagai kegiatan kemasyarakatan. Sedangkan untuk Kota Mojokerto, eksistensi kelompok lebih didominasi oleh keberadaan organisasi PKK yang eksis.

Kelompok Sebagai Media RelasiKepentingan

tukar antar anggota. Hal ini nampak pada kelompok Arisan di Desa Sobontoro Kecamatan Boyolangu Kab. Tulungagung, dimana arisan berfungsi sebagai media gotong royong dalam membiayai pelaksanaan kegiatan yasinan secara bergilir. Bahkan ada sebagian anggota yang oleh karena suatu hal tertentu tidak bisa aktif dalam kegiatan, mereka tetap mengikuti arisan dengan harapan pada saatnya mereka aktif lagi, posisi keanggotaannya tetap terjaga. Nampak pula dalam kutipan transkripsi FGD di desa Gendingan Kecamatan Kedungwaru kab Tulungagung diatas, yaitu pemanfaatan pinjaman pada kelompok untuk saling membantu (buwuh) antara anggota yang memiliki hajat. Maknanya adalah, anggota menggantungkan aspek kebutuhan relasionalitas antar sesama mereka dalam masyarakat melalui wadah arisan dan simpan pinjam dengan menggunakan uang sebagai alatnya.

Temuan penting penelitian tahap awal menunjukkan bahwa keberadaan kelompok arisan dan simpan pinjam telah menjelma menjadi wadah relasi kepentingan kelompok perempuan termasuk kelompok rentan miskin di dalamnya. Relasi kepentingan yang nampak utamanya adalah dalam aspek pengaman pengelolaan ekonomi rumah tangga.

Aspek pengaman pengelolaan ekonomi rumah tangga dengan skema yang mudah dansederhana tersebut hanya bisa terlayani melaluikelompok arisan dan simpan pinjam informal, yang sulit disamai jangkauannya oleh Lembaga Keuangan Formal lainnya. Anggota kelompok memanfaatkan mekanisme arisan dan simpan pinjam sebagai media memutar uang keperluan rumah tangganya, sekaligus sebagai katup pengaman bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang mendesak. Bagi kelompok rentan miskin arisan dan simpan pinjam merupakan media sandaran yang paling mungkin terjangkau dalam kapasitas keterbatasan aset jaminan yang mereka miliki. Temuan penelitian ini sejalan yang ada di Kelurahan Kedundung Kecamatan Magersari dan Kelurahan Blooto Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

Fakta lainnya yang mengemuka adalah sebagai ajang resiprositas atau media saling

Motif sebagai alat untuk mengakses informasi dan sumberdaya dalam jaringan struktural nampak pada temuan penelitian ini di Desa Pulosari Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. Usaha untuk menghidupkan kembali kelompok arisan dan simpan yang sudah vakum adalah untuk mengaktifkan kembali PKK sebagai representasi organisasi perempuan di level pedesaan. Hasil dari aktifnya kembali organisasi PKK tersebut adalah dicapainya kemitraan dengan Dinas Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur melalui program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

KRPL memberikan bantuan berupa natura secara individu yaitu ayam, bibitpertanian, bibit ikan tapi syaratnya harusmembentuk pra koperasi, sehingga para anggota tetap wajib menghimpun modal melalui simpanan wajib dan simpanan pokok. Inisiasi awalnya dari PPL yang menganggap kondisi cocok untuk diajukan KRPL. Keperluan untuk budidaya bibit diberi, untuk perawatan pinjam koperasi, utamanya untuk konsumsi rumah tangga dan jika berlebih disalurkan melalui koperasi

Keberadaan pihak eksternal, baik pemerintah maupun lembaga keuangan lainnyamampu membuat kelompok untuk memiliki

Page 8: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

peluang bersinergi dalam rangka mengakses sumberdaya serta melakukan aksi-aksi kolektif bagi kelompok. Maraknya keberadaan program- program pemberdayaan masyarakat atau yang sejenis, paling tidak mampu menginspirasi bangkit dan semakin eksisnya kelompok ini. Khusus mengenai beberapa program penanggulangan kemiskinan yang saat ini ada, tercatat hanya 1 kelompok yaitu Kelompok Arisan dan Simpan Pinjam RT 03 RW 02Kelurahan Gedongan Kecamatan MagersariKota Mojokerto yang mampu bersinergi dan mengakses program tersebut. Sementara 5 kelompok lainnya belum mengakses berbagai program penanggulangan kemiskinan yang ada. Terungkap juga bahwa kendala kelompok ini tidak dapat mengakses berbagai program penanggulangan kemiskinan yang ada disebabkan oleh batasan kriteria yang sulit dipenuhi kelompok.

Pemanfaatan kelompok untuk bersinergi dan mengakses Lembaga Keuanganlain nampak pada kelompok Arisan dan SimpanPinjam Kasan Anom Desa GendinganKecamatan Kedungwaru Kab. Tulungagung. Fakta yang terjadi di Kelompok Kasan Anom sebenarnya merupakan strategi marketing dari pihak lembaga keuangan dalam hal ini Bank BTPN Syariah. Penempatan segmen pasar kelompok arisan oleh Bank sangatlah strategis untuk memasarkan skema kredit mikro tanpa agunan yang berlabel syariah. Keberadaan kelompok yang sudah eksis dan memiliki pranata kelola yang baik merupakan salah satu nilai yang setara dengan nilai agunan yang semestinya dipersyaratkan.

Kelompok selalu mempertimbangkan kemudahan dari mekanisme pencairan pinjaman dan nilai tambah yang diperoleh kelompok dalam memutuskan lembaga keuangan untuk meminjam. Beberapa anggota kelompok menyinggung persoalan harus tanggung renteng dalam satu kelompok (mengutip mekanisme pemberian bantuan pinjaman berbasis kelompok yang digulirkan melalui program penanggulangan kemiskinan). Alasan keberatan terhadap mekanisme tanggung renteng adalah bahwa sulit menemukan kelompok yang memiliki kemampuan dan jenis usaha yang sama. Fakta

lain juga terungkap dalam FGD di Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, bahwa untuk mengajukan pinjaman ke PNPM prosesnya rumit termasuk harus menyusun proposal.

Keberadaan kelompok sebagai media aksi kolektif nampak pada fakta penelitian diKelurahan Kedundung Kecamatan MagersariKota Mojokerto. Institusi kelompok juga dimanfaatkan sebagai media sosialisasi daninformasi terkait berbagai program darikelurahan, kesehatan dan pembinaan- pembinaan lainnya.

Pada beberapa wilayah, keberadaanorganisasi kelompok arisan dan simpan pinjam yang diikuti oleh perempuan menjadi alternatif media sosial dalam mengatasi berbagai persoalan kemasyarakatan. Sebagaimana fakta penelitian ini di Desa Sobontoro Kecamatan Boyolangu Kab. Tulungagung dimana kelompok ini juga mengendalikan sistem jaminan sosial bagi warganya khususnya bagi dhuafa dan anak yatim. Pilihan program- program sosial tambahan yang dikelola kelompok mengkover pada masalah-masalah kemiskinan khususnya bagi kelompok perempuan yang merupakan bagian dari anggotanya. Fenomena penyisihan dan mekanimsme pengumpulan dana sosial melalui media kelompok arisan dan simpan pinjam juga nampak di 5 kelompok lainnya yang menjadi lokasi penelitian ini.

Fakta-fakta penelitian ini yang menunjukkan gambaran adanya relasikepentingan sosial dalam kelompok arisan dansimpan pinjam, selanjutnya disebut sebagai modal sosial oleh Fukuyama (1992). Modalsosial selanjutnya dimaknai sebagaikarakteristik jaringan sosial, pola timbal balik (resiprositas) dan kewajiban-kewajiban bersama. Oleh karena itu, sejak abad XVIII, para pelopor madzab ekonomi klasik telah menegaskan bahwa tatanan ekonomi dunia baru yang akan berlangsung harus tidak boleh meninggalkan keberadaan potensi dan peran keterlibatan apa yang disebut dengan istilah'kontrak sosial’ (social contract). (Supriono;2009).

Potensi Utilisasi Kelompok

Page 9: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

Temuan penelitian Subagyo dan Afwan Hariri (2010) yang juga merupakan bagian dari road map penelitian ini sebelumnya menunjukan bahwa kelompok arisan dan simpan pinjam mampu untuk dikembangkan sebagai Lembaga Keuangan Mikro Formal. Hal ini menilik pada indikator yang dikemukakan oleh Yaron dalam Arsyad (2008), bahwasanya ada empat syarat utama yang harus dipenuhi agar Lembaga Keuangan Mikro memiliki sustanabilitas yang tinggi. Pertama, LKM tersebut harus memiliki suku bunga pinjaman posistif yang cukup tinggi sehingga mampu menutup biaya-biaya keuangan yang tidak bersubsidi (kelompok arisan dan simpan pinjam PKK merupakan salah satu LKM yang tidak bersubsidi) untuk mempertahankan nilai riil ekuitasnya, Kedua, LKM tersebut harus harus dapat mencapai tingkat pengembalian yang tinggi. Ketiga, LKM tersebut harus menawarkan tingkat suku bunga simpanan yang tinggi, untuk menjamin agar tabungan sukarela meningkat secara signifikan sehingga mampu membiayai portofolio pinjaman, Keempat, LKM harus efisien (termasuk biaya transaksi dan administrasi yang rendah) dalam mekanisme pemberian kreditnya.

Namun demikian penelitian tersebut juga menemukan sebuah konstrain bagi usahapengembangan kelompok arisan dan simpanpinjam menjadi LKM formal, yaitu, kelompok arisan dan simpan pinjam merupakan kelompok eksklusif dengan tingkat kohesi sosial yang tinggi antar anggotanya. Bekerjanya interaksi sosial dalam kelompok arisan dilandasi oleh karakter eksklusifitas kelompok tersebut. Hal inilah yang membuat keanggotaan kelompok ini tidak bisa menjadi masal karena keterbatasan dalam homogenitasnya. Hal inilah yang membuat LKM kelompok arisan dan simpan pinjam tidak bisa memiliki jangkauan yang luas, serta mengakumulasi kapital dalam jumlah besar dengan memperbanyak layanan kepada nasabah. Di samping itu, kekuatan kelompok dalam bentuk sistem nilai dan budaya yang menjadi modal sosial kelompok belum diyakini akan mampu bertahan ketika kelompok menstransformasikan dirinya menjadi berfungsi

sebagai lembaga keuangan mikro.(Subagyo danAfwan Hariri, 2010)

Hal tersebut selanjutnya yang menghasikan rekomendasi bahwa keberadaan LKM harus berbasis komunitas dan sangat mungkin terfokus pada peran mediasi atau chanelling bagi lembaga keuangan mikro yang lain, utamanya dalam menjangkau kelompok rentan miskin. Oleh karena itu fakta-fakta temuan penelitian ini merupakan justifikasi bahwa potensi utilisasi kelompok arisan dan simpan pinjam sebagai pemediasi sangatlah besar. Komponen potensi-potensi tersebut nampak sebagai berikut:

a. Daya Jangkau Terhadap Sasaran

Keberadaan kelompok arisan dan simpan pinjam perempuan menyebar dan selalu ada menjadi ruang para perempuan dalam berkumpul, utamanya ketika menjadi aktifitas organisasi PKK. Mulai dari lingkup yang besar di tingkat kelurahan /desa sampai dengan pada wilayah administrasi paling kecil, yaitu RT dan bahkan Dasa Wisma. Pada lingkup wilayah RT dan Dasa Wisma kegiatan arisan dan simpan pinjam yang menyatu menjadi kegiatan PKK seolah menjadi kewajiban bagi seluruh Rumah Tangga yang ada dalam wilayah tersebut. Sehingga menjadi tidak terbantahkan bahwa dalam setiap kelompok pasti terdapat kelompok perempuan rentan miskin. Keberadaan kelompok arisan yang juga mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan kaum miskin melalui skema pinjaman mikro dengan proses cepat, serta ketersediaan alokasi dana sosial menjadikan tempat berlindung bagi kelompok miskin dari berbagai himpitan persoalan kemiskinannya. Sehingga untuk menemukan kelompok miskin perempuan, maka kelompok- kelompok arisan dan simpan pinjam yang berbasis wilayahlahlah tempatnya.

Pengalaman empirik yang dilakukan oleh Kelompok Arisan Yasinan Desa SobontoroKecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagungterkait mekanisme dana sosial, menunjukkan bahwa mereka memiliki data base yang sangatvalid by name dan by address rumah tanggamiskin dengan standar kemiskinan yang lebih

Page 10: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

riil dan sesuai dengan ukuran standar setempat di wilayahnya.

Tersedianya mekanisme pendataan dan validasi rumah tangga miskin seperti yangdilakukan di Desa Sobontoro tersebut, memberikan jaminan bahwa program-programsantunan yang dilaksanakan bisa tepat sasaran. Di samping itu, operasi kelompok pada wilayah yang sangat sempit (RT/dasa wisma) akanmampu juga menjamin target jangkauan yang lebih tepat. Hal ini bila dibandingkan denganberbagai program charity sejenis yang pernah dilakukan oleh pemerintah, semisal Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin(Raskin) yang sering terdengar muncul banyak persoalan dalam kaitannya dengan ketepatansasaran.

Pengalaman terbaik dalam mengelola anggota dan kelompok yang efektif dilakukanoleh Kelompok Arisan dan Simpan Pinjam diKelurahan Gedongan Kecamatan MagersariKota Mojokerto, dimana mereka menerapkan sistem pengelolaan berjenjang, mengacu pada bangunan struktur organisasi PKK pada level RT, dimana di dalam struktur organisasi PKK RT ada kelompok dasa wisma, yang beranggotakan kurang lebih sepuluh rumah tangga. Sehingga pada tingkat RT terdapat beberapa dasa wisma. Dasa wisma inilah yang kemudian menjadi kepanjangan tangan kelompok pada tingkat RT untuk mengkoordinasikan pada kelompok-kelompok yang lebih kecil. Sehingga detail persoalan yang terjadi pada masing-masing dasa wisma dapat teridentifikasi untuk dicarikan solusinya pada level pertemuan tingkat RT. Model ini terbukti efektif dalam mekanisme pengelolaan simpan pinjam dengan skala anggota yang lebih besar. Ketika jumlah anggota menjadi kendala bagi terciptanya keeratan sosial (kohesi), maka model berjenjang yang diterapkan ini mampu menjadi solusi.

b. Kelompok Sebagai Jaminan

Kelompok arisan dan simpan pinjam yang terlembagaan secara informal seringkali menjadi kendala terkait dengan asumsi kelayakan lembaga dalam hal pengelolaan dana. Aspek legalitas seringkali menjadi syarat

bagi pihak-pihak penyedian bantuan dana termasuk lembaga keuangan yang sangat sulit dipenuhi oleh kelompok ini. Sisi lain kelompok justru merasa bahwa aspek legalitas dan formalitas justru akan membuat kelompok kurang fleksibel dan cenderung membutuhkan mekanisme yang lebih rumit. Kelompok arisan dan simpan pinjam memiliki perputaran dana arisan dan simpan pinjam selama satu tahun, dan sangat mungkin setiap tahun terjadi perubahan mekanisme yang ditetapkan dan disepakati oleh para anggota.

Lembaga keuangan ataupun para penyandang dana bantuan selalu memilikiorientasi bahwa dana yang disertakan kepada kelompok harus terjamin pada berbagai aspek,yaitu jaminan pengembalian menjadi syarat mutlak bagi Lembaga Keuangan dan syarat pertanggungjawaban dan ketepatan sasaran bagipara penyandang dana bantuan termasuk pemerintah. Mengacu pada syarat jaminantersebut, sebenarnya keberadaan kelompok beserta eksistensinya selama bertahun-tahun dalam mengelola dana arisan dan simpanpinjam sudahlah sangat memadai. Belum lagi variabel karakteristik kelompok dananggotanya; mereka merupakan warga setempat, menjadikan kelompok sebagai orientasi kepentingannya, landasan pranata-pranata sosial yang dimiliki termasuk keberadaan sangsi sosial dan moral.

Kelompok Arisan Kasan Anom DesaGendingan Kecamatan Kedungwaru KabupatenTulungagung mampu bersinergi dengan Lembaga Keuangan (Bank BTPN Syariah) dalam mengakses pinjaman tanpa agunan dengan hanya menggunakan jaminan selalu hadir dalam setiap pertemuan kelompok yang juga dihadiri oleh pihak bank BTPN Syariah. Pertemuan kelompok yang dilakukan dua minggu sekali tersebut juga merupakan jadwal pembayaran angsuran dan dilakukan ditempat pertemuan kepada petugas Bank BTPN Syariah yang hadir. Agenda pertemuan yang lainnya adalah kegiatan pembinaan mengenai pengelolaan ekonomi rumah tangga oleh petugas BTPN Syariah. Sementara peserta yang berhalangan hadir dalam pertemuan, walaupun membayar angsuran dikenai denda sebesar Rp.50.000,-. Uang denda tersebut kemudian

Page 11: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

menjadi kas kelompok yang digunakan untuk keperluan kelompok termasuk dana sosial.

Sinergi dengan program dana bergulir pemerintah dilakukan oleh Kelompok Arisan diKelurahan Gedongan Kecamatan MagersariKota Mojokerto. Kelompok ini memperoleh dana bergulir tanpa bunga dalam programUPPKS dari BKKBN dan sudah berjalanselama dua periode lunas. Selain itu, kelompok ini juga memperoleh pinjaman bergulir dariprogram PNPM Perkotaan, walaupun untukkepentingan tersebut kelompok tersebut harus bermetamorfosis secara administrasi sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (organisasi yang harus dibentuk untuk mengakses bantuan dana tersebut). Skema jasa sebesar 1,5 % yang dibebankan oleh Program PNPM diputar dalam kelompok dengan besaran bunga yang lebih besar, dan jangka waktu yang lebih pendek. Selisih pendapatan dari bunga pinjaman dan beban jasa PNPM digunakan untuk pemupukan modal simpan pinjam kelompok. Sebagian lagi dialokasikan sebagai dana sosial kelompok.

Kredibilitas kelompok juga terbangun melalui keberadaan figur atau tokoh yang bisamerepresentasikan nilai dari komponen modalsosial yang berkembang dalam komunitas tersebut. Keberadaan tokoh kunci dalam setiap kelompok ditengara sebagai agen penggerak kelompok arisan dan simpan pinjam, disamping berfungsi juga sebagai legitimasi nilai kepercayaan (trust). Ibu Maria Rosita, seorang sarjana pertanian dan aktif dalam berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan mampu membangkitkan lagi komunitas perempuan di wilayahnya melalui kelompok arisan setelah bertahun-tahun vakum. Dia mampu membangkitkan spirit para perempuan untuk berdaya melalui kelompok arisan dan simpan pinjam di Desa Pulosari Kecamatan Ngunut Kab Tulungagung hingga memperoleh kepercayaan melalui program KRPL dari Dinas Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur yang kemudian dikembangkan menjadi Pra Koperasi. Di Mojokerto terdapat Ibu Nur Laila Ketua sekaligus penggerak kelompok Arisan dan Simpan Pinjam di Kelurahan Gedongan yang sempat memperoleh penghargaan tingkat nasional sebagai tim pelaksanan UPPKS BKKBN. Dan banyak lagi para pengurus

kelompok arisan dan simpan pinjam perempuan lain yang hadir sebagai figur dan agen penggerak kelompoknya.

c. Keberadaan Good OrganizationalGovernance

Kelompok arisan dan simpan pinjam yang bersifat informal, bukan berarti bahwa kelompok tersebut tidak memiliki tata kelola yang baik. Justru penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur tata kelola yang baik bagi sebuah organisasi (good organizational governance) terpola dengan baik yang berbasiskan pada pranata-pranata sosial/modal sosial yang dimiliki oleh kelompok. Prinsip- prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan demokrasi terbangun secara alamiah

Kajian Cheston & Kuhn, (2006); Vonderlack and Mark Schreiner, (2001)menjelaskan bahwa keterlibatan perempuandalam program berbasis keuangan mikro membuat mereka lebih respek terhadap komunitasnya, termasuk respek terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam komunitas. Kelompok perempuan akan mengambil peranan yang lebih besar dalam kontribusinya terhadap komunitas, mengorganisasikan perubahan sosial dan berpartisipasi aktif pada pertemuan-pertemuan pengambilan keputusan. Senada dengan kajian tersebut, fakta penelitian ini menemukan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok dalam pengambilan keputusan sangatlah tinggi, walaupun tidak semua aturan yang disepakati tertulis sebagai aturan kelompok.

Model pengambilan keputusan yang dibuat melalui mekanisme pertemuan anggota merupakan model musyawarah permufakatan yang terbangun dalam suasana yang sangat egaliter, walaupun suasananya jauh dari kesan formal. Proses tersebut menunjukkan tingkat demokratisasi yang tinggi terkait proses-proses pengambilan keputusan dalam kelompok.

Model transparansi yang dikembangkan oleh kelompok arisan dan simpan pinjam, lebihbersifat keterbukaan informasi terkait perputaran dana simpan pinjam baikdiumumkan secara lesan maupun tertuang dalam buku pencatatan pengurus yang boleh

Page 12: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

dilihat oleh semua anggota. Semua kelompok arisan dan simpan pinjam yang diteliti memiliki buku pencatatan yang sangat variatif walaupun masih sederhana. Bahkan beberapa menerbitkan buku saku yang menjadi pegangan bagi peminjam maupun penabung yang ditulis dan dibangun dengan sistem yang masih bersifat manual.

Sistem akuntabilitas terbangun melalui landasan nilai kepercayaan (trust) antar anggotayang sangat tinggi, serta berhasilnya kelompoktersebut menemukan orang-orang yang layak dipercaya sebagai pengurus kelompok. Poin inilah yang menjadi salah satu kekuatan modal sosial yang dimiliki oleh kelompok sebagaimana telah di bahas di bagian lain laporan penelitian ini. Hal ini senada dengan temuan penelitian Arsyad (2008) yang dikutip oleh Subagyo dan Afwan Hariri (2010), dimana pengalaman Lembaga Perkreditan Desa (LPD di Bali, dimana institusi-institusi informal, seperti peraturan adat (norma dan sanksi sosial), kohesi sosial, dan penggunaan mekanisme sosial dalam menyeleksi pelamar kredit dan menegakkan pelunasan melalui keterlibatan orang-orang lokal yang menjadi bagian yang dipercaya oleh masyarakat atau kelompok komunitas.

Implementasi dari sistem akuntabilitas yang terbangun nampak juga dalam mengacupada pembagian alokasi kewenangan antarpengurus, antara yang mengelola tabungan, pinjaman dan pemegang uang, bahkan juga memisah kewenangan pada pengelola dana sosial. Semua pemegang kewenangan juga mengembangkan sistem pencatatan dan pembukan walaupun sangat sederhana serta ada mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban pengurus yang tidak hanya dilakukan diakhir periode arisan dan simpan pinjam saja, bahkan mekanisme pelaporan secara lesan diberikan kepada seluruh anggota pada setiap jadwal pertemuan arisan yang mereka lakukan.

d. Modal Sosial yang Terlembagakan

Kekuatan utama yang dimiliki oleh kelompok arisan dan simpan pinjam adalah keberadaan modal sosial yang berkembang di dalamnya. Kekuatan tesebut menjadi semacam

perekat bagi eksistensi kelompok, serta rasa memiliki yang akuat dari anggotanya terhadap organisasi. Sebagaimana disampaikan oleh Ancok (2003) sebagai berikut:

―Organisasi sosial yang tradisional dibangun masyarakat untuk kepentingan bersama. Mereka terlibat dalam organisasi di dasari oleh kontrak sosial. Para anggota berkumpul diikat oleh kepentingan emosional dan sosial, tidak menekankan pada kepentingan materi. Selain itu para anggota berpartisipasi dalam kegiatan organisasi sejak perencanaan sampai dengan implementasi kegiatan. Partisipasi penuh seperti ini akan menimbulkan rasa memiliki organisasi (sense of ownership)‖.

Keterlibatan anggota kelompok dalam setiap proses organisasi yang didasari oleh kepentingan emosional dan sosial telah mampu membangun suatu sistem pranata/norma dalam kelompok. Kepentingan emosional dan sosial mewujud sebagai konteks dalam berjejaring antar sesama anggota dan partisipasi penuh dari seluruh anggota telah menjadi dasar terbangunnya rasa saling percaya antar anggota. Keberadaan nilai/norma bersama yang menjadi landasan dalam berjejaring antar anggota ini yang kemudian disebut sebagai dimensi dari modal sosial (Dasgupta dan Serageldin, 1999). Sedangkan Fukuyama (1995) memberikan penegasan bahwa nilai norma yang berasal dari kepercayaan (trust)—lah yang dimaknai sebagai dimensi modal sosial. Supriyono, dkk (2009) menyatakan bahwa, beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah jati diri modal sosial yang sebenarnya.

Page 13: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

Pendapat Supriyono dkk (2009) diatas menjadi bingkai dalam mencandra fakta-fakta empirik dalam lapangan penelitian ini. Fenomena di seluruh lokasi penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme penetapan aturan dan mekanisme arisan serta simpan pinjam dilakukan dengan melibatkan seluruh anggota dalam momentum pertemuan yang dilaksanakan pada awal arisan, termasuk bila terjadi perubahan aturan di tengah perjalanan. Persoalan-persoalan mengenai perputaran dana dan keanggotaan juga tidak luput dari arena partisipasi anggota pada momentum pertemuan rutin.

Keterbukaan dan ketersediaan ruang dialektika bagi seluruh anggota terhadap persoalan-persoalan kelompok memberikan makna bahwa sikap partisipatif nampak dalam proses dinamika kelompok. Sehingga keberadaan nilai ini menjadi unsur bagi keberadaan modal sosial dalam kelompok arisan dan simpan pinjam.

Sikap saling memperhatikan menjadi salah satu dimensi modal sosial dalamkelompok arisan dan simpan pinjam nampak pada keberadaan dana sosial sebagai mediamembangun kepedulian antar sesama anggota kelompok, termasuk kegiatan saling membantu pada anggota yang memiliki hajat, salingmengunjungi bila ada anggota yang sakit dan kesusahan. Mekanisme dana sosial ada yangbersifat wajib dimana besarnya ditentukan dan disepakati oleh kelompok dan sukarela. Danasosial sukarela ada yang bersifat spontanitas bila ada anggota yang memerlukan bantuanatau rutin setiap kegiatan pertemuan melaluimedia kotak amal. Hal ini nampak pada praktek yang dilakukan pada kelompok yasinan di Desa Sobontoro tulungagung dan kelurahan Gedongan Kota Mojokerto.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa terdapat sistem atau nilai solidaritas dari semuaanggota kelompok untuk berbagi di tengahketerbatasan sumberdaya kelompok yang di miliki. Berapapun dana pinjaman yang tersedia akan didistribusikan secara merata terhadap seluruh anggota kelompok yang membutuhkan pinjaman. Sistem solidaritas tersebut menunjukkan bahwa terdapat sikap saling

memperatikan antara sesama anggota kelompok.

Kelompok arisan Yasinan di desaSobontoro Tulungagung bahkan memang ditujukan dalam membangun mekanismegotong royong antar anggota dalampelaksanaan kegiatan Yasinan yang bergilir dari rumah ke rumah anggota. Fakta lain juga nampak sebagaimana telah terungkap di awal pembahasan mengenai relasi kepentingan dan kelompok menunjukkan bahwa motif anggota untuk berkelompok adalah untuk bisa melakukan transaksi sosial untuk saling memberi dan menerima.

Landasan terpenting bagi berbagai dimensi dalam modal sosial sebagaimana dikemukakan oleh Fukuyama (1995) diatas adalah keberadaan kepercayaan (trust). Temuan penelitian ini sebagaimana juga temuan penelitian sebelumnya oleh Subagyo dan Afwan Hariri (2009) rasanya tidak terbantahkan bahwa, kelompok arisan dan simpan pinjam memiliki landasan nilai yang paling kuat adalah kepercayaan. Bentuk kelompok yang lebih bersifat informal, mekanisme dan aturan yang disepakati tanpa tertulis, namun disisi lain eksistensi kelompok yang telah berlangsung lama menjadikan sebuah kesimpulan bahwa komponen kepercayaan (trust) telah menjadi pondasi yang kuat bagi eksistensi kelompok selama bertahun-tahun. Keberadaan rasa saling percaya ini jugalah yang menyebabkan bahwa kelompok ini memiliki pola pengelolaan yang sangat efisien serta low cost. Sehingga pada penelitian sebelumnya oleh Subagyo dan Afwan Hariri (2009) dengan menggunakan indikator-indikator yang dikembangkan oleh Arsyad (2008) berani ditegaskan bahwa keberadaan kelompok arisan dan simpan pinjam memiliki potensi sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Hanya saja persoalan jangkauan yang terbataslah yang membatasi kelompok ini ini menjadi LKM yang lebih besar.

Fakta-kata penelitian yang telah dipaparkan diatas telah menunjukkan identitas modal sosial dalam kelompok arisan dan simpan pinjam. Identitas tersebut terwakili dalam karakteristik adanya kepercayaan (trust) yang melandasi norma tata kelola kelompok, aktifitas kerjasama yang terwujud dalam saling

Page 14: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

memberi dan menerima (resiprositas) serta keberadaan jejaring sosial antar anggota. Dalam dimensi yang lain, Chambers (1987) menyinggung bahwa keberhasilan usaha pemberdayaan masyarakat termasuk di dalamnya dalam rangka menanggulangi masalah-masalah kemiskinan harus mengapresiasi keberadaan potensi-potensi sosial lokal yang bernama modal sosial.

Selanjutanya Arsyad (2008) mengutip pendapat Cernea (1993) mengungkapkan bahwa separuh lebih (13 proyek) dari 25 proyek Bank Dunia di Asia, Afrika dan Amerika Latin tidak lagi memiliki pengaruh terhadap pembangunan dan tidak mampu menghasilkan manfaat yang diharapkan, penyebab utama dari kegagalan tersebut salah satunya adalah karena mengabaikan pengaruh faktor-faktor kelembagaannya, budaya, motif, nilai-nilai yang mengatur tingkah laku mereka—dalam rancangan proyeknya dan kurangnya institusi pendukung dan partisipasi akar rumput.

e. Mekanisme Pengelolaan yang EfisienSemua kelompok arisan dan simpan

pinjam memiliki mekanisme dana sosial bagipara anggotanya. Dana sosial di pungut kepada setiap anggota bersamaan dengan pembayaran dan penarikan arisan yang dilakukan sebulansekali. Besarnya dana sosial yang dibayarkan setiap anggota sesuai dengan ketentuan masing-masing kelompok, variatif untuk masing- masing kelompok. Namun rata-rata besarnyadana sosial yang dipunut adalah Rp. 1000,- per anggota. Dana yang terkumpul kemudiandipergunakan untuk membantu ataumemberikan santuan kepada para anggotanya yang kebetualan menerima musibah sakit atau ada anggota keluarga yang sakit atau meninggal. Bahkan bila di akhir periode dana sosial tersebut tidak terserap oleh anggota, maka dana sosial tersebut akan diberikan sebagai santunan kepada anggota masyarakat di

lingkungan kelompok tersebut, walaupun bukan anggota, semisal orang jompo, yatim piatu, atau siapapun yang terkena musibah.

Kelompok arisan dan simpan pinjam memiliki tingkat efisiensi biaya operasionalkelompok yang tinggi. Semua kelompok tidakmengalokasikan biaya atau honorarium bagi pengurus mengingat pengurus dipilih berdasarkan kesukarelaan dan kepercayaan dari para anggotanya, serta ruang lingkup wilayah jangkauan LKM yang terbatas dan aktifitas pelayanan yang rata-rata satu bulan sekali mengikuti jadwal kegiatan arisan. Ruang lingkup dan frekwensi kegiatan kelompok yang terbatas dengan jadwal yang sudah rutin, tersebut mengurangi secara signifikan beban operasional kelompok. Kelompok arisan dan simpan pinjam dalam operasionalisasinya tidak memerlukan sekretariat, karena aktifitas rutin yang dilakukan selalu berpindah dari satu rumah ke rumah masing-masing anggota secara bergiliran.

Model Utilisasi Kelompok Arisan danSimpan Pinjam

Model Utilisasi Kelompok Arisan dan Simpan Pinjam Perempuan dibagi dalam 3 (tiga) tahapan proses, yaitu Instumen Kebijakan, Instrumen Capacity Building dan Pola Channeling. Kerangka pemikiran dari model utilisasi yang dikembangkan akan menjadi pola dasar pengembangan yang berupa program, sedangkan dalam implementasinya program ini akan lebih banyak membutuhkan beberapa panduan yang meliputi panduan umum dan panduan pelaksanaan. Hasil penelitian pada tahun pertama ini menghasilkan model yang dilengkapi dengan penaduan program sebagaimana terlampir dalam laporan ini. Sedangkan model yang dihasilkan pada gambar di bawah ini:

Page 15: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

INSTRUMEN KEBIJAKAN

PEMERINTAH PUSATA. REDESIGN PROGRAM

PENANGGULANGAN KEMISKINAN YANG LEBIH MENGAPRESIASI KEBERADAAN KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN

B. MEMBANGUN SISTEM ASURANSI KREDIT BAGI KEMUNITAS / KELOMPOK

MODEL UTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI

INTERMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN UNTUK MENJANGKAU KELOMPOK

MISKIN PEREMPUAN

DANA/KEPERCAYAAN

INSTRUMEN CAPACITY BUILDING

ASSESTMENT KELOMPOK

PELATIHAN MEMBANGUN KAPASITAS KELOMPOK

1. PEMULIAAN INSTITUTIONAL GOVERNANCE BERBASIS MODAL SOSIALA. SISTEM TRANSPARANSI

BANK INDONESIAMENDORONG PERBANKAN UNTUK MENYALURKAN KREDIT TANPA AGUNAN (KTA) BERBASIS KOMUNITAS

PEMERINTAH DAERAHA. REDESIGN PROGRAM

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DAERAH

B. INISIASI DANA HIBAH / PENYERTAAN MODAL KEPADA KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN

LEMBAGA KEUANGAN

KELOMPOK ARISAN

GARANSI

B. SISTEM AKUNTABILITAS C. PARTISIPATIFD. DEMOKRATISE. KESETARAAN/KEADILAN

2. MENINGKATKAN KINERJAKELOMPOKA. PERTUMBUHAN MODAL(MEMBENTUK CADANGANMODAL, MENEKAN NON PERFORMING LOAN)B. PENINGKATAN KESEJAHTERAAN ANGGOTA

KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM KREDIBEL

Gambar 1. Model Utilisasi Kelompok

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kelompok arisan dan simpan pinjam menjelma menjadi berbagai alat dan mekanisme kepentingan bagi para anggotanya, utamanya terlait dengan media memutar uang keperluan rumah tangganya, sekaligus sebagai katup pengaman bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang mendesak. Bagi kelompok rentan miskin arisan dan simpan pinjam merupakan media sandaran yang paling mungkin terjangkau dalam kapasitas keterbatasan aset jaminan yang mereka miliki. sebagai ajang resiprositas atau media saling tukar antar anggota, dimana arisan berfungsi sebagai media gotong royong dalam membiayai pelaksanaan kegiatan yasinan secara bergilir. Kelompok

arisan dan simpan pinjam juga lebih banyak berfungsi sebagai media untuk melakukan aksi- aksi kolektif kelompok perempuan dalam menyelesaikan persoalan-persoalannya.

Para ahli ada yang mengelompokkan arisan dan simpan pinjam dalam kategori Lembaga Keuangan Mikro (yang bersifat informal). Potensi pengembangan kelompok ini luar biasa untuk dikembangkan, paling tidak mengacu pada kriteria: Pertama, LKM tersebut harus memiliki suku bunga pinjaman posistif yang cukup tinggi sehingga mampu menutup biaya-biaya keuangan yang tidak bersubsidi (kelompok arisan dan simpan pinjam PKK merupakan salah satu LKM yang tidak bersubsidi) untuk mempertahankan nilai riil ekuitasnya, Kedua, LKM tersebut harus harus dapat mencapai tingkat pengembalian yang tinggi. Ketiga, LKM tersebut harus menawarkan tingkat suku bunga simpanan yang tinggi, untuk menjamin agar tabungan sukarela meningkat secara signifikan sehingga mampu membiayai portofolio pinjaman, Keempat,

Page 16: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

LKM harus efisien (termasuk biaya transaksi dan administrasi yang rendah) dalam mekanisme pemberian kreditnya.

Kendala yang ditemui kelompok arisan dan simpan pinjam dalam kerangkapengembangannya menjadi Lembaga KeuanganMikro terletak pada karakter eksklusifitas kelompok arisan dan simpan pinjam dengan tingkat kohesi sosial yang tinggi antar anggotanya. Bekerjanya interaksi sosial dalam kelompok arisan dilandasi oleh karakter eksklusifitas kelompok tersebut. Hal inilah yang membuat keanggotaan kelompok ini tidak bisa menjadi masal karena keterbatasan dalam homogenitasnya. Hal inilah yang membuat LKM kelompok arisan dan simpan pinjam tidak bisa memiliki jangkauan yang luas, serta mengakumulasi kapital dalam jumlah besar dengan memperbanyak layanan kepada nasabah. Di samping itu, kekuatan kelompok dalam bentuk sistem nilai dan budaya yang menjadi modal sosial kelompok belum diyakini akan mampu bertahan ketika kelompok menstransformasikan dirinya menjadi berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro.

Keberadaan kelompok yang berbasis komunitas memungkinkan kelompok ini fokuspada peran mediasi atau chanelling bagilembaga keuangan mikro yang lain, utamanya dalam menjangkau kelompok rentan miskin.Oleh karena itu fakta-fakta temuan penelitianini merupakan justifikasi bahwa potensi utilisasi kelompok arisan dan simpan pinjam sebagai pemediasi sangatlah besar. Komponen potensi- potensi tersebut nampak sebagai berikut: Akurasi daya jangkau terhadap sasaran, kemampuan kelompok sebagai jaminan, keberadaan good organizational governance, modal sosial yang terlembagakan, dan mekanisme pengelolaan yang efisien

Model Utilisasi Kelompok Arisan danSimpan Pinjam Perempuan dibagi dalam 3 (tiga) tahapan proses, yaitu Instumen Kebijakan, Instrumen Capacity Building dan Pola Channeling. Kerangka pemikiran dari model utilisasi yang dikembangkan akan menjadi pola dasar pengembangan yang berupa program, sedangkan dalam implementasinya program ini akan lebih banyak membutuhkan beberapa panduan yang meliputi panduan

umum dan panduan pelaksanaan. Hasil penelitian pada tahun pertama ini menghasilkan model yang dilengkapi dengan panduan program.

Saran

Keberadaan lembaga keuangan mikro formal bentukan berbagai program perlu disinergikan dengan keberadaan kelompok-kelompok arisan dan simpan pinjam, begitu pula kemungkinan dari potensi lembaga keuangan seperti perbankan. Keberadaan kelompok arisan dan simpan pinjam dapat berperan sebagai chanelling antar UPK dengan kelompok- kelompok masyarakat yang membutuhkan pinjaman.

Model yang dikembangkan dalam utilisasi kelompok arisan dan simpan pinjamdalam rangka memediasi lembaga keuangan dengan kelompok perempuan miskin tetap sajatidak bisa terlepas dari instrumen intervensi program. Proses intervensi yang dilakukan hendaknya menjaga potensi terjadinya biasbantuan atau hibah. Bila hal ini terjadi, maka program yang disusun tidak akan mampumengubah paradigma tentang bantuan yang seringkali menjadi momok bagi tingginya angka non performing loan dari lembagakeuangan mikro dalam skema dana bergulir sebagaimana yang terjadi pada berbagaiprogram pemerintah. Oleh karena itu penyederhanaan instrumen intervensi dengantetap mengakomodir keberagaman potensi kelompok sasaran setidaknya bisamenghilangkan kesan instrumentatifnya.

DAFTAR RUJUKAN

Akatiga (2003); Perempuan, Kemiskinan dan pengambilan Keputusan; Jurnal Analisis Sosial, Vol. 9 Nomor 2

Ancok,Djamaludin (2003); Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat, Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Arsyad, Lincolin (2008); Lembaga KeuanganMikro; Institusi, Kinerja dan

Page 17: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

Sustanibiltas, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Chambers, Robert, (1987), RuralDevelopment—Putting the Last First, Longman Scientific and Technical, NY.

Cheston, Susy and Lisa Kuhn (2006),Empowering Women Through Microfinance

Chile, Love M, Gareth Simpson, 2004,Spituality and Community Development: Eploring the Individual and the Collective, dalam Community Development Journal, Oxford University Press Vo. 35 No. 2 April

Conroy, John D (2001), The Role of Central Banks in Microfinance in Asia and the Pacific, the African Rural and Agricultural Credit Association

Dhanani, Shafiq dan Inayatul Islam, 2000,Poverty, Inequality and SocialProtection: Lesson from the Indonesian

Crisis, United Nations Support. Fukuyama, Francis, 1999, Social Capital and

Civil Society, paper for delivery at IMF

paper presented at AVERA 1998Conference, University of Sydney, Australia

Kobeissi, Nada and Fariborz Damonpour(2003); From Poor to Entrepreuneur, An Innovative Strategy to Entrepreuneurship and Small Business Deelopment. Journal of Enterprising Culture, Vol. 11. No. 4

Laporan Studi Evaluasi Dampak Proyek Penanggulangan Kemiskinan (P2KP) (2008), Lembaga Studi dan Pengembangan Kewirausahaan (LSPK).

MacIsaac, Norman. (1997) The Role of Microcredit in Poverty Reduction and Promoting Gender Equity: A Discussion Paper, report to CIDA,

Makmun; (2003), Gambaran Kemiskinan DanAction Plan Penanganannya ; JurnalKajian Ekonomi Dan Keuangan, Vol.7, No. 2

Mikkelsen, Britha (2003); Metode PenelitianPartisipatoris dan Upaya-Upaya

Conference on Second Generation Pemberdayaan, Yayasan OborReforms, Ge

Fukyama, Francis,orge Mason University.

2002. Trust KebijakanIndonesia, Jakarta

Morduch, Jonathan, (1999), The Role ofSosial dan Penciptaan Kemakmuran Ssubsidies in Microfinance: Evidence

Terjemahan Ruslani. Yogjakarta: CV.Qalam.

Government of Indonesia and Bank Indonesia. (2000), Memorandum of Economic and Financial Policies: Medium-term Strategy and Policies for 1999/2000 and 2000, Jakarta.

Grootaert, Christian, 1999, Social Capital, Household Welfare and Poverty inIndonesia, In h tt p : / / www . t a n d f . c o.u k / j o u r na l s

Hariri, Afwan, 2009, Prospek Pengembangan Unit Pengelola Keuangan menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)dalam upaya PenanggulanganKemiskinan di Kabupaten Malang, Jurnal Aplikasi Manajemen-JAM;Volume 7 Nomor 1, Pebruari 2009,Terakreditasi.

Kilpatrick, Sue, Rowena Bell,, Ian Falk, 1998, Groups of group : The Role of Group Learning in Building social Capital,

From the Grameen Bank, Journal ofDevelopment Economics - Vol. 601999 229–248, www.elsevier.comrlocatereconbase

Morris, Gayle A.; and Richard L. Meyer.(1993) Women and Financial Services In Developing Countries: A Review of the Literature, Economics and Sociology Occasional Paper No. 2056, The Ohio State University,

Mourad Dakhli And Dirk De Clercq (2004), Human Capital, Social Capital, And Innovation: A Multicountry Study; Entrepreneurship & Regional Development, 16,

Putnam, Robert D. 1993, Making Democracy Work : Civic Traditions in Modern Italy, Princenton University Press, Princenton, New Jersey.

Rudjito (2003), Peran Lembaga KeuanganMikro Dalam Otonomi Daerah GunaMenggerakkan Ekonomi Rakyat dan

Page 18: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2014/08/SUBAGYO-S.E.-S.H.-M.…  · Web viewUTILISASI KELOMPOK ARISAN DAN SIMPAN PINJAM SEBAGAI PEMEDIASI LEMBAGA KEUANGAN. D. A. L. A. M

Menanggulangi Kemiskinan: Studi Kasus Bank Rakyat Indonesia, Jurnal Keuangan Rakyat, Tahun II Nomor 1.

Subagyo (2009), Model PengembanganKelompok Arisan dan Simpan Pinjam Perempuan Menjadi Lembaga Keuangan Mikro dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota Mojokerto, Pelaporan penelitian Hibah Bersaing, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang

Sukardi (2007), Ujicoba Utilisasi Modal Sosial Dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Model Lelang Amal Pada Asosiasi Sosial Lokal Desa Kromasan, Kec. Ngunut, Kabupaten Tulungagung), Penelitian Hibah Bersaing, Lembaga Penelitian Universitas Merdeka Malang

Supriono A, Dance J. Flassy, Sasli Rais (2009), Modal Sosial1: Definisi, Demensi, DanTipologi

(dimuat di http://p2dtk.bappenas.go.id , pada 24 Juni 2009)

Vonderlack, Rebecca M and Mark Schreiner(2001), Women, Microfinance, and

Savings: Lessons and Proposals, Center for Social Development Washington University in St. Louis

White, Ben, Milan Titus and Peter Boomgaard,2002, The Experience of Crisis in Indonesia : Comparative, Local and Historical Dimensions dalam Henk Schulte Nordholt and Irwan Abdullah (ed), 2002, Indonesia : In Search of Transition, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Wijono, Wiloejo Wirjo (2005), PemberdayaanLembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional, Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan, JUrnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus, Departemen Keuangan

World Bank (1992), Poverty ReductionHandbook and Operational Directives, Washington DC

Zeller, Manfred; and Manohar Sharma. (2000),Many borrow, more save, and all insure:Implications for food and micro- finance policy, Food Policy, Vol. 25, pp. 143-167.