lp tb paru
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAFASAN
“ TB PARU”
Oleh :
Nama : Putu Eka Trisnanda Oktapiani
Tingkat : 1.1 Reguler
Nim : p07120013004
Politeknik Kesehatan Denpasar
Jurusan Keperawatan
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
“ TB PARU”
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi TB Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007). Tuberkulosis (TBC
atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan
bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering
terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain
manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada
manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus
limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (obat
anti TBC)
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
B. Penyebab TB Paru
Penyebab penyakit TBC adalah diakibatkan adanya infeksi dari kuman
(bakteri) yang bernama Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-
paru. Selain itu bakteri penyebab TBC ini juga menyerang organ tubuh lainnya
seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, bahkan bisa
menyerang otak.
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman
terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3
tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam
tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Penyakit TBC adalah jenis penyakit yang mudah menular, media
penularannya bisa melalui cairan di dalam saluran nafas yang keluar ketika
penderita batuk atau bersin kemudian terhirup oleh orang lain yang berada di
lingkungan sekitar penderita TBC tsb.
Virus TuberkulosisBakteri penyebab TBC akan tertidur dan tidak akan
menyerang terhadap orang yang mempunyai tubuh sehat dengan asupan gizi cukup
dan daya tahan tubuh yang baik. Bakteri TBC lebih mudah menular dan menyerang
terhadap orang-orang yang mengalami kekurangan gizi dan daya tahan tubuh yang
buruk. TBC bisa juga menginfeksi orang yang tinggal di lingkungan dengan udara
buruk dan mengandung banyak kuman TBC. Gizi buruk dan lingkungan yang
buruk bisa menyebabkan kuman (bakteri) TBC yang tertidur pulas di dalam tubuh
menjadi aktif.
Serangan infeksi kuman TBC seringkali muncul tanpa disertai tanda-tanda
atau gejala khas apapun, biasanya indikasi yang muncul cuma batuk-batuk ringan
dan hali ini sering dianggap remeh dan tidak dihiraukan oleh calon penderita.
Seorang penderita infeksi TBC paru-paru dapat dengan mudah menularkan kuman
(bakteri) TBC kepada orang lain di lingkungan sekitarnya baik itu di rumah,
sekolah atau tempat kerja (kantor). Jika sudah menjadi kuman yang aktif di dalam
tubuh, kuman TBC akan terus merusak jaringan paru-paru hinggga menimbulkan
tanda-tanda dan gejala yang khas ketika penyakitnya sudah dalam keadaan cukup
parah.
C. Epidemiologi TB Paru
Setiap tahunnya sekitar 4 juta penderita baru tuberkulosis paru menular di
dunia, ditambah lagi dengan penderita yang tidak menular. Artinya setiap tahun di
dunia ini akan ada sekitar 8 juta penderita tuberkulosis paru, dan akan ada sekitar 3
juta orang meninggal oleh karena penyakit ini. Ditahun 1990 tercatat ada lebih dari
45 juta kematian di dunia karena berbagai sebab, dimana 3 juta diantaranya (7%)
terjadi karena kasus tuberkulosis. Selain itu 25% dari seluruh kematian yang
sebenarnya dapat dicegah terjadi akibat tuberkulosis. Tahun 1990 dikawasan Asia
Tenggara telah muncul 3.1 juta penderita baru tuberkulosis dan terjadi lebih dari
satu juta kematian akibat penyakit ini. Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang
sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi
sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan
pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse
chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada
sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini
disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita
menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta
penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara
berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian,
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di
negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita
dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada
semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan
kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.
Pada tahun 2005 di Asia Tenggara ada lebih dari 8,8 juta penderita baru
tuberkulosis dan lebih dari 1,6 juta kematian. Hampir 10 tahun lamanya Indonesia
menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru
pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian
kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Data Badan Kesehatan
Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di
Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara
dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika
Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO Global Tuberculosis Control 2010).
Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh
kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB
baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB
Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan
ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps).
Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003 sampai
tahun 2008 (dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai
2008 semuanya sama (91%).
D. Pathofisiologi TB Paru
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu
yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain
dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
E. Gejala Klinis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Aplikasi
NANDA NIC NOC. 2013):
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah
sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam
hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi
hilang timbul secara tidak teratur.
6) Keringat mlam
7) Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
8) Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limposit
9) Pada anak :
a. Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebabyang jelas atau gagal
tumbuh
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
c. Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
d. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didadapt tergantung dari
luasnya kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit, sulit
sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnyat terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior dan daerah apeks
lobus inferior. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah suara
nafas bronchial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda penarikan
paru, diafragma, dan mediastinum.
Pada tuberkulosis pleura, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi akan ditemukan suara yang
pekak, dan auskultasi suara nafas melemah hingga tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, yang tersering ditemukan di daerah leher atau ketiak.
2. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan ini mempunyai arti penting untuk menegakkan
diagnosis. Bahannya bisa berupa dahak/sputum, cairan pleura, cairan
serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, fese, dan jaringan biopsy (termasuk
biopsi jarum halus).
Cara pengambilan dahak 3 kali disebut dengan sistem SPS, yaitu
Sewaktu-Pagi-Sewaktu, atau dapat pula setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan sputum ditampung dalam pot bermulut lebar,
berpenampang 6 cm yang tidak mudah pecah dan tidak bocor. Baham
pemeriksaan hasil biopsi jarum halus dibuat menjadi sediaan apus kering di
gelas objek sebelum dikirimkan ke laboratorium.
Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan
kultur. Pemeriksaan mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau
dengan fluorosens pewarnaan auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan
kultur dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan menggunakan
media Lowenstein-jensen, ataupun media agar.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:
3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif
1 positif + 2 negatif à ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif à
BTA positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif adalah:
Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral atau bilateral
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
Fibrotik
Kalsifikasi
chest x-ray tuberculosis 3. Schwarte atau penebalan pleura
4. Uji Tuberculin
Uji tuberkulin (tes Mantoux) menjadi alat diagnostik utama pada
kasus TB anak maupun dewasa. Sebanyak 0,1 ml tuberkulin jenis PPD-RT
23 2 TU atau PPD-S 5 TU disuntikan intrakutan di bagian volar lengan
bawah. Setelah 48-72 jam, daerah suntikan dibaca dan dilaporkan diameter
indurasi yang terjadi dalam satuan milimeter. Perlu diperhatikan bahwa
diameter yang diukur adalah diameter indurasi bukan diameter eritema!
Untuk meminimalkan kesalahan pengukuran, lakukan palpasi secara halus
pada daerah indurasi, lalu tentukan tepinya.
Hasil uji tuberkulin dapat dipengaruhi oleh status BCG . Pengaruh
BCG terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5
tahun setelah penyuntikan. Jadi, ketika membaca uji tuberkulin pada anak di
atas 5 tahun, status BCG dapat dihiraukan.
Uji tuberkulin dinyatakan positif apabila diameter indurasi ≥5 mm
pada anak dengan faktor risiko seperti menderita HIV dan malnutrisi berat;
dan ≥10 mm pada anak lain tanpa memandang status BCG. Pada anak balita
yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin
disebabkan oleh BCG selain oleh infeksi TB. Bila indurasi ≥15 mm lebih
mungkin karena infeksi TB daripada BCG.
5. Interferon gamma.
Dasar pemikirannya adalah bahwa Mycobacterium tuberculosis
dalam makrofag akan dipresentasikan ke sel Th (Thelper) 1 melalui major
histocompatibility complex (MHC) kelas II. Sel Th1 selanjutnya akan
mensekresi IFN g yang akan mengaktifkan makrofag sehingga dapat
menghancurkan kuman yang telah difagosit. Sitokin IFN-g yang disekresi
oleh Th1 tidak hanya berguna untuk meningkatkan kemampuan makrofag
melisiskan kuman tetapi juga mempunyai efek penting lainnya yaitu
merangsang sekresi tumor necrosis factor (TNF) a oleh sel makrofag. Hal
ini terjadi karena substansi aktif dalam komponen dinding sel kuman yaitu
lipoarabinomannan (LAM) yang dapat merangsang sel makrofag
memproduksi TNF-a. Respons DTH pada infeksi TB ditandai dengan
peningkatan sensitiviti makrofag tidak teraktivasi terhadap efek toksik
TNF-a. IFN g inilah yang kemudian dideteksi sebagai petandan telah terjadi
rekasi imun akibat infelsi tuberculosis.
F. Penatalaksanaan
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga bagian:
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan kontak,yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB paru BTA positif. Mass chest X-ray,yaitu pemeriksaan
massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya:
Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan Penghuni rumah tahanan
Siswa-siswi pesantren,Vaksinasi BCG, yaitu reaksi positif jika setelah
mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari 7hr setelah penyuntikan. Kemoprokfilaksis,yaitu dengan
menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12bln dengan tujuan menghancurkan
atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
Komunikasi,informasi,dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis ke pada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah
atau petugas LSM.
2. Pengobatan Tuberkolosis Paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati,juga untuk
mencegah kematian,kekambuhan,resistensi terhadap OAT,serta memutuskan mata
rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide
dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
a) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
b) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
d) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
e) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
3. Penatalaksanaan Terapeutik
Nutrisi adekuat Kemoterapi :
Isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktif
diberikan selama 18-24bln,dosis 10-20 mg/kg BB /hr melalui oral.
Kombinasi (NH,rifampicin,dan pyrazinamid) diberikan selama 6bln.
Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuskuler) dan
ethambutol.
Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat anti TB,untuk
mengurangi respon peradangan,misalnya pada meningitis.
Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil.Dilakukan dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak.
Pencegahan :
Menghindari kontak dengan orang yang terifeksi basil TB,pertahanan intake
nutrisi yang yang adekuat.Pemberian imunisasi BCG untuk menigkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi basil TB virulen.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan
apakah keluhan batuk bersifat non produktif / produktif / sputum
bercampur darah.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi
alasan utama untuk meminta pertolongan kesehatan.Hal ini
disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan
nafas.Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-
bercak darah.
c) Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal lainnya.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB
2) Keluhan sistemis
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore
atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan
semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek.
b) Keluhan sistemis lainnya:
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan
biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-bulan.
Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak
napas-walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pengkajian yang mendukung :
1) Sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk
lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang
memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
2) Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh
klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi
obat OAT dan antitusif.
3) Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi
yang timbul.
4) Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat
badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada
klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses
penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual
yang sering disebabkan karena meminum OAT.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah
3. Data Bio, Psiko, Sosial, Spiritual
1. Bernapas
a. Batuk produktif atau tidak produktif.
b. Nafas pendek.
c. Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi
2. Makan dan Minum
a. Anorexia.
b. Tidak dapat mencerna makanan.
c. Penurunan BB.
3. Eliminasi
Tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam mixi ataupun
defekasi.
4. Gerak dan Aktivitas
a. Kelelahan umum dan kelemahan.
b. Nafas pendek karena bekerja.
5. Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur pada malam hari.
6. Kebersihan Diri
Tidak bisa dikaji.
7. Pengaturan Suhu Tubuh
Demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
8. Rasa Aman
Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
9. Rasa Nyaman
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang, gelisah dan cemas
10. Sosialisasi dan Komunikasi
a. Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
b. Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan
kapasitas fisik untuk melaksankan peran
11. Rekreasi
Tidak dapat dikaji.
12. Belajar
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pasa penderita yang bisa mengakibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
13. Bekerja
Klien merasa sesak ketika bekerja.
14. Spiritual
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktivitas ibadah klien.
4. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem integumen
Inspeksi : Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor
kulit menurun
2. Sistem pernapasan
Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas
melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring
3. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas yang berhubungan dengan Obstruksi jalan
napas, Spasme jalan napas, Mucus dalam jumlah yang berlebihan, Eksudat dalam
alveoli, Materi asing dalam jumlah napas, Adanya jalan napas buatan, Sekresi
yang tertahan/sisa sekresi, Sekresi dalam bronki.
2. Resiko infeksi, Faktor Risiko :Penyakit kronis, Pengetahuan yang kurang untuk
menghindari pamajanan patogen, Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi, Ketidakmampuan untuk mencerna
makanan, Faktor psikologis.
5. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, Tidak
familiar dengan sumber informasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Hari,
tgl,
jam
No.
DxTujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. x 24 jam
klien akan:
- 0403. Respiratory status :
Ventilation
- 0410. Respiratory status :
Airway patency
- 0402. Respiratory Status: Gas
Exchange
- 1918. Aspiration Prevention,
yang dibuktikan dengan indikator
sebagai berikut:
(1-5 = tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau
selalu)
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
- Mampu
mengidentifikasikan dan
3160. Airway Suctioning
Aktivitas keperawatan:
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning.
3. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat
dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
3140. Airway Management
Aktivitas keperawatan:
1. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
2 2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. x 24 jam
klien akan:
- 0702. Immune Status
-0703. Infection Severity
- 1807. Knowledge : Infection
control
- 1004. Nutritional status
- 1101. Tissue Integrity: Skin &
Mucous membranes, yang
dibuktikan dengan indikator
sebagai berikut:
(1-5 = tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau
selalu)
6540. Infection Control
Aktivitas keperawatan:
1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
Kriteria Hasil :
- Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya,
- Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas
normal
- Menunjukkan perilaku hidup
sehat
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
6550. Infection Protection
Aktivitas keperawatan:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3 3 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. x 24 jam
klien akan:
- 0002. Energy conservation
- 0300. Self Care : ADLs, yang
dibuktikan dengan indikator
sebagai berikut:
(1-5 = tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau
selalu)
Kriteria Hasil :
- Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
- Mampu melakukan aktivitas
sehari hari (ADLs) secara mandiri
0180. Energy Management
Aktivitas keperawatan:
1. Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
2. Dorong anak untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
3. Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber
energi tangadekuat
5. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
4310. Activity Therapy
Aktivitas keperawatan:
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
4 4 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. x 24 jam
klien akan:
- 1008. Nutritional Status : food
and Fluid Intake
- 1006. Weight : Body Mass,
yang dibuktikan dengan indikator
1100. Nutrition Management
Aktivitas keperawatan:
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk
sebagai berikut:
(1-5 = tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau
selalu)
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
1160. Nutrition Monitoring
Aktivitas keperawatan:
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
5 5 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. x 24 jam
klien akan:
- 1803. Kowledge : disease
process
- 1805. Kowledge : health
behavior, yang dibuktikan dengan
indikator sebagai berikut:
(1-5 = tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau
selalu)
Kriteria Hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit,
5602. Teaching : Disease Process
Aktivitas keperawatan:
1. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
kondisi, prognosis dan program
pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
- Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Online.TBC di Indonesia Peringkat ke
4 .http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di-indonesia-peringkat-ke-5.html. .
(Diakses tanggal 9 November 2014, Pukul : 19.00 WITA)
E.Doenges, Marilynn dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Fauliza,Zaifuddin.2012.Online.Asuhan Keperawatan pada Pasien TB
Paru.http://fauliza.blogspot.com/2012/02/TB Paru.html. (Diakses tanggal 9
November 2014, Pukul : 19.00 WITA)
Martin Tucker, Susan. dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan.
Diagnosis dan Evaluasi.Jakarta :EGC
Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC
Nugroho, Taufan.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam.Yogyakarta: Nuhamedika
Nurarif, Amin Huda & Kusumna, Hardi.2013.Aplikasi Asuhan
KeperawatanBerdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic Noc. Yogyakarta:
MedAction
Puspitasari, Retno.2014.Online.Asuhan Keperawatan pada Paesien TB
Paru.http://retnopuspasari.blogspot.com/2014/04/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-TB Paru.html.(Diakses tanggal 9 November 2014, Pukul : 19.00
WITA)
Brunner & Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 1. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC.