ru tb paru

18
PENDAHULUAN Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis 1 Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan Tuberkulosis paru sebagai global health emergency sebab dianggap sebagai masalah kesehatan dunia dimana kurang lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh kuman ini. 2 Indonesia merupakan negara dengan prevalensi Tb kelima tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, Tb menempati rangking 3 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakn 0,24%. Menurut laporan penanggulangan Tb global oleh WHO tahun 2004, angka insidens Tb tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk) . 3 Diagnosis Tb paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan menemukan kuman batang tahan asam pada pemeriksaan bakteriologis. 2 Komplikasi pada Tb Paru dapat berupa efusi pleura yang merupakan proses penumpukan cairan dalam rongga pleura yang dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan tekanan osmotik koloid dalam pleura dan tekanan hidrostatik kapiler pulmonal atau akibat proses 1

Upload: jenly-bonde

Post on 24-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ru tb

TRANSCRIPT

Page 1: RU TB Paru

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim

paru, disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis1

Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan Tuberkulosis paru sebagai

global health emergency sebab dianggap sebagai masalah kesehatan dunia dimana

kurang lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh kuman ini.2 Indonesia merupakan

negara dengan prevalensi Tb kelima tertinggi di dunia setelah Cina dan India.

Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional

2001, Tb menempati rangking 3 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi

nasional terakhir TB paru diperkirakn 0,24%. Menurut laporan penanggulangan Tb

global oleh WHO tahun 2004, angka insidens Tb tahun 2002 mencapai 555.000 kasus

(256 kasus/100.000 penduduk) .3

Diagnosis Tb paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang dengan menemukan kuman batang tahan asam pada

pemeriksaan bakteriologis.2

Komplikasi pada Tb Paru dapat berupa efusi pleura yang merupakan proses

penumpukan cairan dalam rongga pleura yang dapat terjadi akibat gangguan

keseimbangan tekanan osmotik koloid dalam pleura dan tekanan hidrostatik kapiler

pulmonal atau akibat proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler

pembuluh darah pleura meningkat dan menyebabkan sel mesotelial berubah menjadi

kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura terjadi

karena adanya cairan efusi yang disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari

jaringan nekrosis, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga

pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh

TBC biasanya unilateral dan jarang yang masif.4

Saat ini akan dilaporkan sebuah kasus seorang pasien Tuberkulosis paru

dengan Efusi Pleura

1

Page 2: RU TB Paru

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, 18 tahun belum menikah, pekerjaan mahasiswa, pendidikan

terakhir SLTA, suku Papua, masuk rumah sakit melalui IRDM pada tanggal 17 Juli

2014 dan selanjutnya dirawat di irina C dengan keluhan sesak napas. Sesak

berlangsung terus menerus sejak 2 hari SMRS, tidak berkurang dengan posisi duduk

atau istirahat. Batuk sejak 2 bulan yang lalu bersifat hilang timbul, disertai lendir

warna putih, tidak pernah batuk darah. Demam sumer-sumer sejak 1 bulan yang lalu,

disertai dengan keringat malam hari dimana penderita sampai 4 kali ganti pakaian

karena basah dan menyebabkan penderita terganggu waktu tidur. Penurunan berat

badan 10 kg dalam 4 bulan terakhir. Sakit kepala, nyeri menelan, nyeri dada, mual,

muntah disangkal penderita. BAB/BAK tidak ada kelainan. Penderita pernah dirawat

di RS Teling 1 tahun yang lalu dengan keluhan batuk-batuk dan disarankan minum

obat 6 bulan namun penderita menolak. Ayah penderita mempunyai keluhan seperti

ini dan sudah minum obat 6 bulan selesai 2 tahun yang lalu. Penderita tidak merokok

dan tidak minum alkohol.

Pemeriksaan keadaan umum penderita tampak sakit sedang dengan kesadaran

compos mentis dan pemeriksaan tanda vital penderita didapatkan tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 100×/menit reguler, respirasi 36×/menit dan suhu badan 37,9 C.

Pemeriksaan fisik, pada kepala konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada,

pada pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+0cm, pada pemeriksaan thorax didapatkan

inspeksi gerakan pernapasan dinding dada kanan tertinggal pada saat gerakan napas

dinamis, palpasi stem fremitus kanan menurun setingggi ICS III, perkusi paru kanan

redup setinggi ICS III ke bawah, auskultasi paru kanan suara napas menghilang

setinggi ICS III ke bawah, terdapat rhonki, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan

jantung didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak tampak, palpasi iktus kordis tidak

teraba, perkusi didapatkan batas kanan jantung di sela iga V garis sternalis dextra,

serta batas kiri jantung di sela iga VI midclavicula sinistra, auskultasi ditemukan

M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, tidak ditemukan bising dan gallop. Pada

pemeriksaan abdomen, inspeksi terlihat datar, tidak ada tanda-tanda pelebaran

pembuluh darah vena, palpasi terasa lemas, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium,

2

Page 3: RU TB Paru

hepar dan lien tidak teraba, balotemen tidak teraba, perkusi timpani, nyeri ketok

kostovertebra tidak ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas tidak ada

edema pada kedua kaki, tidak ada tremor, tidak ada deformitas pada jari, jari tabuh

tidak ada, kuku sianosis tidak ada, capillary refill time (CRT) kurang dari dua detik,

tidak ada atrofi otot, bengkak pada sendi tidak ada, gerakan aktif dan pasif normal,

kekuatan otot normal. Pada pemeriksaan refleks fisiologis tidak ditemukan kelainan,

tidak ditemukan reflex patologis.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium Hb 11,9 gr/dL;

hematokrit 33,7 %; leukosit 11.000/mm3; trombosit 339.000/mm3; MCH 25,1 pg;

MCHC 33,3 g/dl; MCV 75,3 fl; GDS 109 mg/dL; kreatinin darah 0,81 mg/dL; ureum

darah 17,9 mg/dl; natrium serum 135 mmol/L; kalium serum 3,7 mmol/L; klorida

serum 102 mmol/L; pada pemeriksaan radiologis didapatkan kesimpulan efusi pleura

diparu kanan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka

penderita didiagnosis kerja dengan efusi pleura paru dextra ec suspek tuberkulosis

paru.

Penanganan pada penderita ini diberikan O2 2-4 L/menit, , IVFD Nacl 0,9 % 8

gtt/m, Ambroxol 3 x 1 tab, Parasetamol 3 x 500mg (k/p), diet tinggi kalori tinggi

protein (TKTP). Penderita direncanakan untuk pemeriksaan sputum BTA 3 kali,

Direncanakan untuk terapi obat antituberkulosis (OAT), kultur sputum dan tes

sensitivitas, LED, SGOT, SGPT, protein total, albumin, blood smear, pro pungsi

efusi pleura dan analisa cairan pleura.

Hari perawatan kedua sampai ketiga, pasien mengeluh masih sesak, batuk

berkurang, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 100 kali per menit, respirasi 32 kali per

menit, suhu badan 37,2 oC. terapi sebelumnya dilanjutkan, direncanakan untuk

dikonsul divisi paru dan konsul gizi, dilakukan pungsi pleura keluar cairan

kekuningan vol 100 cc.

Hari perawatan keempat sampai keenam, sesak berkurang, batuk tidak ada,

Tekananan darah 110/79 mmgHg, nadi 90 kali per menit, respirasi 28 kali permenit,

suhu badan 36,3 oC. Hasil pemeriksaan sputum BTA 3X didapatkan kesimpulan

3

Page 4: RU TB Paru

positif dua. Terapi ditambahkan Rifampisin 450 mg 1x1, Isoniazid 300 mg 1x1,

Pirazinamid 500 mg 1x2, Etambutol 500 mg 1x2, Vitamin B6 1x1

Hari perawatan ketujuh sampai kedelapan, sesak berkurang, batuk tidak ada.

Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 90 kali per menit, respirasi 28 kali per menit,

suhu badan 36,3 oC. Hasil pemeriksaan lab MCH 24 pg; MCHC 32,6 g/dl; MCV 73,7

fl; Hemoglobin 10,7gr/dl ; Leukosit 10.600/uL; Eritrosit 4,45 106u/L; Hematokrit

32,8 %; Trombosit 314 103uL; LED 85; Eosinofil 0; Basofil 0; Netrofil batang 10;

Limfosit 9; Monosit 12; Asam urat 3,3; Protein Total 7,2 g/dl; SGOT 44 u/L ; SGPT

28u/L; Albumin 2,3 g/dl; Globulin 4,7 g/dl; Anti HIV Non reaktif. Dilakukan pungsi

pleura kedua keluar cairan kurang jernih kekuningan sebanyak 500 cc.

Hari perawatan kesembilan, keluhan tidak ada. Tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 80 kali per menit, respirasi 28 kali per menit, suhu badan 36,3, oC. terapi

sebelumnya dilanjutkan. Hasil sitologi cairan pleura : makroskopik memberikan

gambaran cairan putih kekuningan dengan ukuran 11 cc, mikroskopik memberikan

gambaran hapusan hanya terdiri dari sel-sel lekosit pmn sedikit limfosit, latar

belakang kotor, tidak didapati sel-sel epitel pada sediaan ini, kesimpulannya radang

kronis supurativa.

Pasien dipulangkan dengan terapi Rifampisin 450mg 1x1, Isoniazid 300 mg

1x1, Pirazinamid 500mg 1x1, Etambutol 500 mg 1x1, Ambroxol 30 mg 3x1. Pasien

kemudian dianjurkan untuk kontrol di poliklinik Paru BLU RSUP Prof dr. R.D

Kandou Manado.

PEMBAHASANTuberkulosis (TB) paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis

dengan penularan melalui droplet nuclei yang mengandung kuman yang dibatukkan

atau dibersinkan penderita. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

menempel pada saluran napas atau jaringan paru dimana hal ini dipengaruhi oleh

mekanisme pertahanan imunologis orang tersebut. Kuman ini akan menyerang paru-

paru sebagai tempat infeksi primer. Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan laboratorium.

4

Page 5: RU TB Paru

Gejala klinis TB paru dapat berupa batuk > 3 minggu atau batuk darah akibat

iritasi bronkus dengan sifat non produktif (batuk kering) atau produktif (batuk

berdahak) dan pada keadaan lanjut dapat terjadi hemoptoe akibat pembuluh darah

pecah, kavitasi atau ulkus dinding bronkus, sesak napas akibat proses infiltrasi atau

kavitasi parenkim paru, nyeri dada biasanya oleh pleuritis, anoreksia, tidak ada nafsu

makan, berat badan menurun, keringat malam hari, mialgia, malaise dan sebagainya.5

Pada pasien ini ditemukan sesak nafas, batuk sejak 2 bulan, demam summer-sumer,

keringat malam, penurunan nafsu makan yang disertai dengan penurunan berat badan.

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan TB paru dapat ditemukan ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus.

Pada pasien ini ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, IMT 16,80

(Underweight), demam, kepala konjungtiva anemis. Apabila infiltrat agak luas maka

pada pemeriksaan toraks akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara

napas bronkial disertai suara napas tambahan seperti ronki basah kasar dan nyaring,

tetapi bila infiltrat diliputi penebalan pleura atau efusi pleura maka gerakan

pernapasan dinding dada yang kena akan tertinggal, stem fremitus akan berkurang,

perkusi redup dan suara napas akan melemah atau menghilang5. Pemeriksaan fisik

toraks ditemukan inspeksi pergerakan dinding dada kanan tertinggal pada saat

gerakan napas dinamis. Palpasi stem fremitus dada kanan kurang dari dada kiri pada

lapangan dada tengah dan bawah. Perkusi paru kiri sonor sedangkan paru kanan

hipersonor setinggi ICS II-III dan redup setinggi ICS III ke bawah. Auskultasi paru

kanan suara napas menghilang setinggi ICS III ke bawah, sedangkan paru kiri

terdegar suara napas, dengan ditemukan ronki.

Selain gejala klinis dan pemeriksaan fisis diperlukan juga pemeriksaan

penunjang diantaranya pemeriksaan radiologi, laboratorium termasuk bakteriologis.

Pemeriksaan radiologis merupakan cara untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi

lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau

segmen apikal lobus bawah) tetapi juga dapat mengenai lobus bawah (bagian inferior)

atau daerah hilus. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru

misalnya cairan dibagian bawah paru pada efusi pleura atau empiema dan bayangan

5

Page 6: RU TB Paru

radiolusen di pinggir paru dan pleura yaitu pneumotoraks6. Pada pasien ini dari hasil

pemeriksaan radiologi perselubungan pada daerah basal paru kanan sehingga sudut

kostofrenikus tak tampak dan dinyatakan sebagai efusi pleura. Efusi pleura pada

tuberkulosis paru merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus

subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hematogen

dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh

rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis, sehingga tuberkuloprotein yang ada

didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat. Efusi yang disebabkan oleh TB biasanya unilateral dan jarang yang masif.6

Pemeriksaan laboratorium juga penting dalam menegakkan diagnosis TB

paru, dimana pada saat TB paru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit

meningkat dengan hitung jenis terjadi pergeseran ke kiri, jumlah limfosit masih

dibawah normal, laju endap darah mulai meningkat. Laju endap darah (LED) pada

pasien tuberkulosis mengalami peningkatan karena disebabkan oleh Tuberkulosis

dapat menyebabkan bertambahnya jumlah leukosit berkaitan dengan fungsinya

sebagai pertahanan tubuh, sehingga pengendapan darah melaju lebih cepat karena

bertambahnya jumlah sel darah. Hal ini menyebabkan volume plasma menjadi

semakin tinggi. Laju endap darah jam dibutuhkan karena data ini dapat dipakai

sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai biologi penderita sehingga dapat

digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan

sebagai predeteksi tingkat penyembuhan. Laju endap darah sering meningkat pada

proses aktif. Peningkatan LED biasanya terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan

fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis tetapi Laju endap darah yang

normal tidak menyingkirkan tuberkulosis7. Pada pasien ini LED juga mengalami

peningkatan dimana nilai LED pada pasien ini adalah 30, sedangkan LED pada orang

normal adalah 0-15 dan juga terdapat sedikit peningkatan leukosit yaitu 11.000/mm3,

sedangkan kadar leukosit pada orang normal adalah 7.000-10.000.

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu

dilakukan pada pasien dengan efusi pleura untuk membantu menegakan diagnosis.

Interpretasi hasil yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif

6

Page 7: RU TB Paru

dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat pada pemeriksaan

sitologi cairan pleura untuk TB Paru dapat ditemukan secara makroskopik

memberikan gambaran cairan keruh, dan mikroskopik memberikan gambaran sel

leukosit meningkat, predominasi limfosit matur.7 Pada pasien ini didapatkan

kesimpulan hasil sitologi cairan pleura : makroskopik memberikan gambaran cairan

putih kekuningan dengan ukuran 11 cc, mikroskopik memberikan gambaran hapusan

hanya terdiri dari sel-sel lekosit pmn sedikit limfosit. Latar belakang kotor, tidak

didapati sel-sel epitel pada sediaan ini. Kesimpulannya radang kronis supurativa.

Khusus untuk penanganan efusi pleura dapat dilakukan pungsi efusi pleura hasilnya

adalah cairan warna keruh sebanyak ± 500 cc dan telah dilakukan analisis cairan

pleura tersebut untuk melihat apakah cairan ini berupa transudat atau eksudat dan

mencari etiologi dari efusi tersebut.

Pemeriksaan bakteriologis dengan memeriksa sampel sputum untuk

menemukan kuman batang tahan asam Mycobacterium tuberculosis sebagai gold

standart diagnosis tuberkulosis. Pada pasien ini dikategorikan sebagai tuberkulosis

kategori 1 dimana pada penderita didapatkan hasil sputum BTA positif dua, dan

penderita dikategorikan kasus baru karena baru pertama kali mendapatkan

pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yaitu Rihampisin, Isoniazid, Pirazinamid,

Etambutol selama 6 bulan.

Terapi non farmakologis yang dapat dianjurkan pada pasien TB paru seperti

istirahat, diet tinggi kalori dan tinggi protein disertai peningkatan asupan nutrisi,

vitamin dan mineral. Diet dilakukan dengan memberikan makanan secukupnya untuk

memenuhi kebutuhan zat gizi, mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.

Prinsip diet adalah dengan memberikan makanan tinggi kalori dan protein, vitamin

dan mineral cukup, makanan mudah dicerna dan tidak merangsang, bentuk makanan

bisa cair atau lunak tergantung kondisi pasien.8

Komplikasi pada penderita ini berupa komplikasi ekstra paru yaitu efusi pleura

yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan prognosis penderita ini. Prognosis

pada kasus TB paru adalah dubia tergantung derajat keparahan penyakit, kepatuhan

pasien dalam pengobatan, sensitivitas bakteri, gizi, status imun dan komorbiditas.

7

Page 8: RU TB Paru

Pada kasus ini prognosisnya yaitu dubia ad bonam karena pada pasien ini telah

mendapatkan penanganan dan telah diterapi dengan penanganan tuberkulosis paru

kategori 1, tetapi dibutuhkan juga kepatuhan dari pasien dalam melakukan

pengobatan. 9

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus tuberkulosis paru dengan efusi pleura yang

dirawat di Irina C BLU RSUP Prof. R. D. Kandou Manado. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pasien diberikan obat antituberkulosis serta terapi penunjang lainnya.

8

Page 9: RU TB Paru

Daftar Pustaka

1. Amin Zulkifli, Bahar Azril Tuberkulosis Paru dalam Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publising; 2009. Hal 998-1003.

2. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 90-92.

3. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 63-67.

4. Richard W.Light Update on tuberculous pleural effusion Journal compilation © 2010 Asian Pacific Society of Respirology 451–458.

5. Hoffman CJ. Churchyard cj. Pulmonary Tuberculosis In Adult Chapter 29 Karen Steingart, Andrew Ramsay, David W. Dowdy,

6. Yeon Joo Jeong Kyung Soo Lee Pulmonary Tuberculosis: Up-to-Date Imaging and Management AJR:191, September 2008.

7. Madhukar Pai. Serological tests for the diagnosis of active tuberculosis: relevance for India. Indian J Med Res 135, May 2012, pp 695-702.

8. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data Guideline 2013: Nutritional care and support for patients with tuberculosis.

9. Alimuddin Zumla, M.D., Ph.D., Mario Raviglione, M.D., Richard Hafner, M.D., and C. Fordham von Reyn, M.D. Tuberculosis n engl j med 368;8 nejm.org february 21, 2013

9

Page 10: RU TB Paru

Lampiran

Gambar 1 : Foto Pasien

Gambar 2 : Foto thorax sebelum pungsi

10

Page 11: RU TB Paru

Gambar 3 : Foto thoraks setelah punksi

11

Page 12: RU TB Paru

Hasil Sitologi Cairan Pleura

12