lk tb paru

43
LAPORAN KASUS SEORANG PEREMPUAN 24 TAHUN DENGAN KELUHAN BATUK LAMA DAN BERAT BADAN TURUN Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Radiologi di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang Pembimbing: dr. Zakiyah, Sp.Rad Disusun oleh : Danang Ari Wicaksono (H2A008042) KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI 1

Upload: idha-kurniasih

Post on 30-Nov-2015

257 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LK TB Paru

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 24 TAHUN DENGAN KELUHAN BATUK

LAMA DAN BERAT BADAN TURUN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase

Radiologi di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang

Pembimbing:

dr. Zakiyah, Sp.Rad

Disusun oleh :

Danang Ari Wicaksono

(H2A008042)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO

SEMARANG

2013

1

Page 2: LK TB Paru

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : DANANG ARI WICAKSONO

Nim : H2A008042

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang

Bidang pendidikan : Radiologi

Judul Kasus : TB PARU AKTIF

Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp. Rad

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Maret 2013

Pembimbing

dr. Zakiyah, Sp. Rad

2

Page 3: LK TB Paru

DAFTAR MASALAH

Tanggal Masalah Aktif

22-02-2013 TB Paru Demam, sesak nafas, batuk, penurunan berat badan,

nafsu makan berkurang, keringat dingin pada malam

hari

Tanggal Masalah Pasif Keterangan

22-02-2013 JAMKESMAS Biaya pengobatan menggunakan jamkesmas

3

Page 4: LK TB Paru

LAPORAN KASUS

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas

Nama : Ny. Pasmini

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Alamat : Jl. Grendem RT 03/II Campurejo Boja

Kendal

Ruang : Mawar M.4

No. CM : 40-83-61

Tanggal Masuk : Minggu, 17 Maret 2013

Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 22 Maret 2013

Biaya pengobatan : JAMKESMASNAS

B. Keluhan Utama :

Pasien datang dengan keluhan kedua kaki bengkak

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan kedua kaki bengkak (+), demam

(+), sesak nafas (+) ketika batuk, batuk (+) berdahak, dahak warna kuning

kehijauan (+), lemes (+), pusing (-). Sesak yang dirasakan pasien tidak

dipengaruhi cuaca, emosi, dan alergen. Pasien juga tidak mengeluh nyeri

dada. Pasien juga mengeluh sering keluar keringat dingin pada malam hari

(+). Nafsu makan menurun (+), mual (+), muntah (-), BAB dan BAK

dalam batas normal, tidak nyeri.

2 bulan SMRS pasien mengeluh demam pada waktu sore hari tidak

sampai menggigil, badan terasa pegal-pegal, batuk (+) berdahak, nafsu

4

Page 5: LK TB Paru

makan berkurang. Kemudian pasien memeriksakan ke puskesmas diberi

obat keluhan hilang.

1 bulan SMRS pasien mengeluh keluhan yang sama kemudian

memeriksakan ke puskesmas untuk yang kedua kalinya akan tetapi

keluhan tidak kunjung hilang. Pasien merasa tubuhnya semakin kurus

dalam kurun waktu 1 bulan. Kaki pasien semakin lama semakin

membesar. Pasien mengaku bulan kemarin BB : 52 kg, BB sekarang 41

kg.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat sakit seperti ini : Disangkal

2. Riwayat penyakit TB Paru : Disangkal

3. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal

4. Riwayat penyakit kencing manis : Disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

6. Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal

7. Riwayat penyakit asma : Disangkal

8. Riwayat sakit di ginjal : Disangkal

9. Riwayat tranfusi darah : Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat sakit seperti ini : Disangkal

2. Riwayat penyakit TB Paru : Disangkal

3. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal

4. Riwayat penyakit kencing manis : Disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

6. Riwayat penyakit asma : Disangkal

7. Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien dulu bekerja sebagai buruh pabrik. Semenjak sakit ini

pasien keluar dari tempat kerjanya. Pasien mempunyai seorang suami

5

Page 6: LK TB Paru

dan 1 anak. Pasien tinggal serumah bersama ayah ibunya. Biaya

pengobatan ditanggung Jamkesmasnas.

G.Riwayat Pribadi

1. Riwayat merokok : Disangkal

2. Riwayat konsumsi alkohol : Disangkal

3. Riwayat minum jamu : Disangkal

4. Riwayat konsumsi kopi : Disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada hari Jumat 22 Februari 2013

Keadaan umum : baik, Compos mentis

Tanda vital : Tensi : 100/90 mmHg

Nadi : 87 x/menit, irama reguler, isi dan

tegangan cukup

Frekuensi respirasi : 24 x/menit, reguler

Suhu : 37,50C (per axiller)

Status gizi : BB : 41 kg

TB : 155 cm

BMI : 17,08kg/m2

KESAN : Underweight

Kulit : Warna kuning/ikterik (-), kering (-), peteki (-),

ekimosis (-)

Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,

bergelombang, mudah rontok (-), luka (-)

Wajah : Tampak pucat (-)

Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva palpebra anemis

(+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan

subkonjungtiva (-/-), pupil bulat isokor dengan

diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+),

edema palbebra (-/-),eksopthalmus (-/-)

6

Page 7: LK TB Paru

Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),

nyeri tekan tragus (-/-), membran timpani intak

(+/+)

Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),

fungsi penghidu normal

Mulut : bibir sianosis (-), bibir pucat (-), gusi berdarah

(-), bibir kering (-), stomatitis (-), luka pada

sudut bibir (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-),

faring hiperemis (-)

Leher : bentuk simetris (+), pembesaran kelenjar tiroid

(-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher

kaku (-), distensi vena-vena leher (-),

peningkatan JVP (-)

Thorax : bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal

(-), spider nevi (-), pernafasan torakoabdominal,

sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla

(-/-), KGB supraklavikuler (-/-), KGB

infraklavikuler (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VII 2 cm lateral

LMCS, tidak kuat angkat.

Perkusi : Batas jantung

kiri bawah : ICS V, 2 cm medial linea midclavicularis

sinistra

kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra

kanan atas : ICS II linea sternalis dextra

pinggang : SIC III linea parasternalis sinistra

Kesan : konfigurasi jantung normal

Auskultasi : Reguler

7

Page 8: LK TB Paru

Bunyi jantung I-II reguler

Bising (-), Gallop (-)

Pulmo

Depan :

Inspeksi : Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga

mendatar (-), pengembangan dada simetris kanan = kiri,

sela iga melebar (-), retraksi intercostal (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan melemah

Perkusi : Kanan : sonor seluruh lapang paru

Kiri : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi

basah halus (-/-), ronki basah kasar (+/+)

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut datar, benjolan (-), striae (-),

ikterik (-), spider naevi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi

(-)

Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskuler (-), Hepar :

tidak teraba, Lien : tidak teraba

Ektremitas : Superior Inferior

Akraldingin

Oedem

Pucat

Gerak

Reflex fisiologis

Reflex patologis

-/-

-/-

-/-

Dalam batas normal

+/+

-/-

-/-

+/+

-/-

Dalam batas normal

+/+

-/-

8

Page 9: LK TB Paru

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. PEMERIKSAAN DARAH (18 Februari 2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Darah rutin :

Leukosit

Eritrosit

Hemoglobin

Hematokrit

MCV

MCH

MCHC

Trombosit

Diff count :

Eosinofil absolute

Basofil absolute

Netrofil absolute

Limfosit absolute

Monosit absolute

Eosinofil

Basofil

Netrofil

Limfosit

Monosit

Tanggal 18-02-13

Kimia klinik :

Glukosa sewaktu

Ureum

Kreatinin

Kalium

Natrium

H 12,03

L 3,57

L 9,20

H 29,6

82,90

L 25,80

L 31,10

472

L 0,02

0,10

H 10,08

L 0,86

H 1,06

L 0,20

0,10

H 83,80

L 7,10

H 8,80

120

16

L 0,48

5,1

1,33

103/ul

106/ul

g/dl

%

Fl

Pg

g/dl

103/ul

103/ul

103/ul

103/ul

103/ul

103/ul

%

%

%

%

%

mg/dL

mg/dL

mg/dL

mmol/L

mmol/L

3,8-10,6

4,4-5,9

13,2-17,3

40-52

80-100

26-34

32-36

150-440

0,045-0,44

0-0,2

1,8-8

0,9-5,2

0,16-1

2-4

0-1

50-70

25-40

2-8

< 125

10,0-50,0

0,6-0,9

3,5-5,0

135-145

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI (Tanggal 25 Februari 2013)

BTA Sputum :

Sewaktu : negatif

9

Page 10: LK TB Paru

Pagi : positif (1)

Sewaktu : positif (1)

PEMERIKSAAN DARAH (1 Maret 2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Darah rutin :

Leukosit

Eritrosit

Hemoglobin

Hematokrit

MCV

MCH

MCHC

Trombosit

RDW

Diff count :

Eosinofil absolute

Basofil absolute

Netrofil absolute

Limfosit absolute

Monosit absolute

Eosinofil

Basofil

Netrofil

Limfosit

Monosit

Tanggal 1-03-13

Kimia klinik :

Kalium

Natrium

Chlorida

Calsium

Albumin

H 20,71

L 3,23

L 8,20

H 27,40

84,80

L 25,40

L 29,90

257

H 18,8

L 0,03

0,50

H 18,12

1,24

H 1,27

L 0,10

0,20

H 87,60

L 6,00

6,10

3,8

L 134

101

8,4

L 2,5

103/ul

106/ul

g/dl

%

Fl

Pg

g/dl

103/ul

%

103/ul

103/ul

103/ul

103/ul

103/ul

%

%

%

%

%

mmol/L

mmol/L

mmol/L

mg/dL

g/dL

3,8-10,6

4,4-5,9

13,2-17,3

40-52

80-100

26-34

32-36

150-440

11,5-14,5

0,045-0,44

0-0,2

1,8-8

0,9-5,2

0,16-1

2-4

0-1

50-70

25-40

2-8

3,5-5,0

135-145

95,0-105

8,1-10,4

3,2-5,2

10

Page 11: LK TB Paru

2. Pemeriksaan Radiologi

X foto Thoraks tanggal 18 Februari 2013

Pembacaan : x foto thoraks PA

Costa : tidak tampak dicontinuitas, fissure

Sudut costofrenicus : kanan tak tampak, kiri lancip

Diafragma : kiri setinggi costa XI, kanan tidak terlihat

Pulmo : -corakan bronkovaskuler tak jelas

: -tampak bercak kesuraman kanan tengah

: -kesuraman homogen pada kanan tengah

Cor : batas suram

11

Page 12: LK TB Paru

KESAN :

Cor : batas suram

Pulmo : TB paru aktif

- Efusi pleura dextra

- Fibrosis

IV. Diagnosa

- TB paru

V. Planning terapi

a. Terapi Non farmakologi :

- Istirahat cukup

- Makan makanan yang bergizi

b. Terapi Farmakologi :

- 2 RHZE/ 4 R3H3

- Paracetamol 3 x 1 jika demam

- Vitamin B complex 2 x 1

c. Monitoring :

- Keadaan umum

- Vital sign

- Keluhan pasien

Evaluasi klinis (keluhan, BB, pemeriksaan fisik)

Evaluasi bakteriologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)

Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)

Evaluasi efek samping secara klinis

o Dari awal sebaiknya diperiksa fungsi hepar, ginjal dan darah

lengkap.

Evaluasi keteraturan berobat

12

Page 13: LK TB Paru

d. Edukasi

- Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien

- Edukasi rencana pengobatan dan keraturan dalam minum obat

- Menjelaskan efek samping obat yang dimnum

- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

13

Page 14: LK TB Paru

PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis

menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini

merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma

pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel

(cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi

kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang

efektif.

B. ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran

sekitar 0,4 x 3 µm (Brooks,et al 2004).

(Daniel, 1999)Gambar 2.1

Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam

Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan

pewarnaan tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiri atas

asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang

menyebabkan kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Daniel,

1999).

14

Page 15: LK TB Paru

Di dalam jaringan Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai parasit

intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah aerob,

sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Bahar,

2007).      

   

C. CARA PENULARAN

Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada

waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di

udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain

bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam

tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh

lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan,

atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2006).

D. PATOFISIOLOGI

Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TBC. Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga

sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil

berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan

peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kumanTBC ke kelenjar

limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara

terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6

minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi

tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer

tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan

tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat

menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa

kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-

15

Page 16: LK TB Paru

kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya

dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.

Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat

terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer

adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

E. RESIKO PENULARAN

Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI)

di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah

dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya diantara

1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi

tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang

akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).

F. GEJALA KLINIS

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus

yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak

terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan

diagnosa secara klinik.

GEJALA SISTEMIK/UTAMA

1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti

influenza dan bersifat hilang timbul.

2. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

3. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

GEJALA KHUSUS

1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

16

Page 17: LK TB Paru

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",

suara nafas melemah yang disertai sesak.

2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,

pada muara ini akan keluar cairan nanah.

4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,

adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),

badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak

menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah

terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada inspeksi hemi torak kanan dan kiri simetris

dengan gerakan yang statis dan dinamis. Retraksi interkostal (-) kecuali pada TBC

kronis akibat dari fibrosis jaringan paru.Pada TB paru lanjut dengan fibrosis yang

luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila TB mengenai

pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan terlihat

tertinggal dalam pernapasan, palpasi fremitus melemah karena cavitas maupun

infiltrate, perkusi memberikan suara pekak / redup ( infiltrat yang luas ),

auskultasi memberikan suara bervariasi bisa yang lemah sampai tidak terdengar

sama sekali, kadang juga terdapat suara tambahan (ronkhi basah, kasar). Dalam

penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan

didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin

yang positif (Bahar, 2007).

17

Page 18: LK TB Paru

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan

keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada

pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah

apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai

tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang

pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan

dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka

bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut

tuberkuloma (Depkes RI, 2006).

Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan

densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan

penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu

bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus

yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah

lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti

infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema

(Bahar, 2007).

Sebagaimana gambar TB paru yang sudah lanjut pada foto rontgen dada di

bawah ini :

(Bahar, 2007) Gambar 2.2 Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada

18

Page 19: LK TB Paru

I. DIAGNOSIS

Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang

dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak

secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua

dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu

diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan

spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita

diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak

mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.Apabila fasilitas

memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila

tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya

kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan,

namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :

Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau

hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung

diagnosis TB.

1. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA

negatif rontgen positif.

2. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk

difoto rontgen dada.

J. PENATALAKSANAAN

Prinsip pengobatan

Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di

mana obat bersifat membunuh kuman–kuman yang sedang tumbuh

(metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh

kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif).

Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut

membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil

19

Page 20: LK TB Paru

yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari

angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT

mempunyai sifat bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya bersifat

bakteriostatik dan masih berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap

obat. Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik,

sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih bawah (Bahar & Amin,

2007).

Kemoterapi TB

Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak

tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid (H),

Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R)

dan Pirazinamid (Z). Sejak tahun 1994 program pengobatan TB di Indonesia telah

mengacu pada program Directly observed Treatment Short-course (DOTS) yang

didasarkan pada rekomendasi WHO, strategi ini memasukkan pendidikan

kesehatan, penyediaan OAT gratis dan pencarian secara aktif kasus TB.

Pengobatan ini memiliki 2 prinsip dasar : Pertama, terapi yang berhasil

memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya peka terhadap obat tersebut

dan salah satu daripadanya harus bakterisidik. Obat anti tuberkulosis mempunyai

kemampuan yang berbeda dalam mencegah terjadinya resistensi terhadap obat

lainnya. Obat H dan R merupakan obat yang paling efektif, E dan S dengan

kemampuan mencegah, sedangkan Z mempunyai efektifitas terkecil. Kedua,

penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan

gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeleminasi

basil yang persisten (Bahar & Amin, 2007).

Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu 18-24

bulan untuk jaminan menjadi sembuh. Dengan metode DOTS pengobatan TB

diberikan dalam bentuk kombinasi dari berbagai jenis OAT, dalam jumlah yang

cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh.

Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap

intensif penderita mendapat obat baru setiap hari dan diawasi langsung untuk

mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua jenis OAT terutama Rifampisin.

20

Page 21: LK TB Paru

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar

penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan

intensif. Pengawasan ketat dalam tahap ini sangat penting untuk mencegah

terjadinya kekebalan obat. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih

sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk

membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya

kekambuhan (Bahar & Amin, 2007; Depkes RI, 2006).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis

pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian

pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-

obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol

dan Streptomisin. Obat-obatan lapis dua mencakup Rifabutin, Ethionamid,

Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar

Streptomycin dan Quinolones. Obat lapis kedua ini dicadangkan untuk pengobatan

kasus-kasus multi drug resistance. Obat tuberkulosis yang aman diberikan pada

perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol (Bahar & Amin,

2007).

Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Jenis dan Sifat OAT

Jenis OAT Sifat Keterangan

Isoniazid (H) Bakterisid

Terkuat

Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam

keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang

berkembang. Mekanisme kerjanya adalah

menghambat cell-wall biosynthesis pathway

Rifampisin

(R)

Bakterisid Rifampisin dapat membunuh kuman semi-dormant

(persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid.

Mekanisme kerjanya adalah menghambat

polimerase DNA-dependent ribonucleic acid (RNA)

M. Tuberculosis

Pirazinamid Bakterisid Pirazinamid dapat membunuh kuman yang berada

21

Page 22: LK TB Paru

(Z) dalam sel dengan suasana asam. Obat ini hanya

diberikan dalam 2 bulan pertama pengobatan.

Streptomisin

(S)

Bakterisid obat ini adalah suatu antibiotik golongan

aminoglikosida dan bekerja mencegah pertumbuhan

organisme ekstraselular.

Etambutol (E) Bakteriostatik -

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007).

Regimen pengobatan (metode DOTS)

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat

mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan

strategi DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat

mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu

WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien

menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat

pada tabel di bawah ini (Bahar & Amin, 2007) :

Tabel 2.2 Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori Pengobatan

Kategori

pengobatan TB Pasien TB

Paduan pengobatan TB alternatif

Fase awal

(setiap hari / 3 x

seminggu)

Fase lanjutan

I Kasus baru TB paru dahak

positif ; kasus baru TB paru

dahak negatif dengan

kelainan luas di paru; kasus

baru TB ekstra-pulmonal

berat

2 EHRZ (SHRZ)

2 EHRZ (SHRZ)

2 EHRZ (SHRZ)

6 HE

4 HR

4 H3 R3

II Kambuh, dahak positif;

pengobatan gagal;

pengobatan setelah terputus

2 SHRZE / 1

HRZE

2 SHRZE / 1

HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

III Kasus baru TB paru dahak 2 HRZ atau 6 HE

22

Page 23: LK TB Paru

negatif (selain dari kategori I)

; kasus baru TB ekstra-

pulmonal yang tidak berat

2H3R3Z3

2 HRZ atau

2H3R3Z3

2 HRZ atau

2H3R3Z3

2 HR/4H

2 H3R3/4H

IV Kasus kronis (dahak masih

positif setelah menjalankan

pengobatan ulang )

TIDAK DIPERGUNAKAN

(merujuk ke penuntun WHO guna

pemakaian obat lini kedua yang

diawasi pada pusat-pusat spesialis)

(Crofton, 2002; Bahar & Amin, 2007)

Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program

penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah (Bahar & Amin, 2007):

Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.

Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama

2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan

diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau

4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase

intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah

negatif atau tidak.

Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E,

setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila

sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum

BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1

bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat

dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan, obat

dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.

Kategori III : 2HRZ/2H3R3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan

dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.

Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup

23

Page 24: LK TB Paru

Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya

harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja

sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda

(MDR-TB).

Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).

Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II

pada tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2

minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif (Depkes RI, 2006).

Dosis obat

Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara

harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien (Bahar &

Amin, 2007):

Tabel 2.3 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia

Jenis Dosis

Isoniazid (H) harian : 5mg/kg BB

intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu

Rifampisin (R) harian = intermiten : 10 mg/kgBB

Pirazinamid (Z) harian : 25mg/kg BB

intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu

Streptomisin (S) harian = intermiten : 15 mg/kgBB

usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari

usia > 60 th : 0,50 gr/hari

Etambutol (E) harian : 15mg/kg BB

intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007)

Kombinasi obat

Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat

kombinasi dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk

menggantikan paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan

OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian

24

Page 25: LK TB Paru

obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet

OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya

(jumlah tablet yang diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, paduan ini

dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1 masa pengobatan. Dosis paduan

OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat dilihat pada tabel di bawah ini

(Depkes RI, 2006) :

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori I : 2(RHZE)/4(RH)3

Berat badan Tahap Intensif tiap hari selama

56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan 3x seminggu selama

16 minggu

RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT

> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2006)

Tabel 2.5 Dosis Paduan OAT KDT Kategori II: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3

Berat

badan

Tahap Intensif tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan3x seminggu

RH (150/150) + E (400)

Selama 58 hari Selama 28 hari Selama 2 Minggu

30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 500mg

Streptomisin inj

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab

Etambutol

38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 750mg

Streptomisin inj

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab

Etambutol

55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg

Streptomisin inj

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab

Etambutol

> 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg

Streptomisin inj

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab

Etambutol

(Depkes RI, 2006)

Tabel 2.6 Dosis OAT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

25

Page 26: LK TB Paru

RHZE (150/75/400/275)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

(Depkes RI, 2006)

Efek samping pengobatan

Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit

sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat

diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat

mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat

diteruskan dengan OAT yang lain (Bahar & Amin 2007).

Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien,

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.7 Efek Samping Pengobatan dengan OAT

Jenis Obat Ringan Berat

Isoniazid (H) tanda-tanda keracunan pada

syaraf tepi, kesemutan, nyeri

otot dan gangguan kesadaran.

Kelainan yang lain menyerupai

defisiensi piridoksin (pellagra)

dan kelainan kulit yang

bervariasi antara lain gatal-

gatal.

Hepatitis, ikhterus

Rifampisin (R) gatal-gatal kemerahan kulit,

sindrom flu, sindrom perut.

Hepatitis, sindrom respirasi

yang ditandai dengan sesak

nafas, kadang disertai dengan

kolaps atau renjatan (syok),

purpura, anemia hemolitik yang

akut, gagal ginjal

Pirazinamid (Z) Reaksi hipersensitifitas : Hepatitis, nyeri sendi, serangan

26

Page 27: LK TB Paru

demam, mual dan kemerahan arthritis gout

Streptomisin (S) Reaksi hipersensitifitas :

demam, sakit kepala, muntah

dan eritema pada kulit

Kerusakan saraf VIII yang

berkaitan dengan keseimbangan

dan pendengaran

Etambutol (E) Gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman

penglihatan

Buta warna untuk warna merah

dan hijau

(Depkes RI, 2006; Bahar & Amin, 2007)

Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan pemeriksaan

kontrol, seperti (Bahar & Amin, 2007):

a. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai Etambutol

b. Tes audiometri bagi pasien yang memakai Streptomisin

c. Pemeriksaan darah terhadap enzim hepar, bilirubin, ureum/kreatinin, darah

perifer dan asam urat (untuk pasien yang menggunakan Pirazinamid)

K. KOMPLIKASI

Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,

empiema, laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut

dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor

pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi

pada TB milier dan kavitas TB) (Bahar, 2007).

27

Page 28: LK TB Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, TY,. Chairil, AS,. 2002. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.

2. Amirudin, Rifai. 2007. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 415-419

3. Arsyad, Zulkarnain. 1996. Evaluasi FaaI Hati pada Penderita Tuberkulosis

Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis dalam Cermin Dunia

Kedokteran No. 110, 1996 15.

4. Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 988-994.

5. Bahar, A., Zulkifli Amin. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 995-

1000.

6. Bayupurnama, Putut. 2007. Hepatoksisitas karena Obat dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI;471-474.

7. Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2004. “Jawetz, Melnick &

Adelbergh’s: Mikrobiologi Kedokteran”. Buku I, Edisi I, Alih bahasa:

Bagian Mikrobiologi FKU Unair, Jakarta : Salemba Medika.

8. Crofton, John. 2002. Tuberkulosis Klinis Edisi 2. Jakarta : Widya Medika.

9. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam

Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta.

11. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit,

Huriawati Hartanto, Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani. Jakarta: EGC.

12. Thomson, A.D dan Cotton, R.E. 1997. Catatan Kuliah Patologi. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

28

Page 29: LK TB Paru

13. Widmann. 1995. Tinjauan Klinis Atas Pemeriksaan Laboratorium.

Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.

14. World Health Organization. 1993. Treatment of Tuberculosis : Guidelines

for National programmes. Geneva : 3-15

15. World Health Organization. 2010. Epidemiologi tuberkulosis di Indonesia

diakses pada 17 Februari 2013 pukul 19.00 WIB

<http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-indonesia/article/

55/000100150017/2>

29