lp tumor paru

21
BAB I KONSEP MEDIS A. DEFENISI Tumor paru adalah neoplasma atau pertumbuhan jaringan baru yang abnormal di organ paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Tumor paru jika dibiarkan dapat berkembang menjadi kanker paru. biasanya tumor ini berkembang di saluran napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium akut. Berdasarkan data epidemiologi, lebih dari 90% tumor paru-paru merupakan tumor ganas, dan sekitar 95% tumor ganas ini termasuk karsinoma bronkogenik. Sedangkan 10% lebihnya adalah tumor jinak yang terdiri dari Hamartoma, fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik, papiloma, leiomiofibroma. Adapun derajat keganasan pada tumor ganas paru berdasarkan TNM (Tumor primer, kelenjar getah bening regional, dan Metastase) sebagai berikut: Stadium TNM Occult carcinoma 0 Tx N0 M0 Tis N0 M0 T1 N0 M0

Upload: sitisari2

Post on 25-Jul-2015

1.335 views

Category:

Documents


225 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Tumor Paru

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

Tumor paru adalah neoplasma atau pertumbuhan jaringan baru yang

abnormal di organ paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah

dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Tumor paru jika dibiarkan dapat

berkembang menjadi kanker paru. biasanya tumor ini berkembang di saluran

napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan

tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium

akut.

Berdasarkan data epidemiologi, lebih dari 90% tumor paru-paru

merupakan tumor ganas, dan sekitar 95% tumor ganas ini termasuk karsinoma

bronkogenik. Sedangkan 10% lebihnya adalah tumor jinak yang terdiri dari

Hamartoma, fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik,

papiloma, leiomiofibroma.

Adapun derajat keganasan pada tumor ganas paru berdasarkan TNM

(Tumor primer, kelenjar getah bening regional, dan Metastase) sebagai

berikut:

 Stadium  TNM

Occult carcinoma

0

IA

IB

IIA

IIB

IIIA

IIIB

IV

Tx  N0  M0

Tis  N0  M0

T1  N0  M0

T2  N0  M0

T1  N1  M0

T2  N1  M0, T3 N0  M0

T1  N2  M0, T2 N2  M0, T3  N1 M0, T3 N2  M0

Seberang T  N3  M0, T4  seberang N  M0

Seberang T  seberang N  M1

Kategori TNM untuk Kanker Paru :

T :     Tumor Primer

To :     Tidak ada bukti ada tumor primer 

Page 2: Lp Tumor Paru

Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan

sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak

secara radiologis atau bronkoskopis.

Tis : Karsinoma in situ 

T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi

oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi

tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus

utama). Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas

pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.

T2    :  Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :

Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina,

dapat mengenai pleura visceral

Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif  yang

meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru. 

T3 :  Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding

dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum

atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm

sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis

atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.

T4    : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung,

pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang

disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral

pada lobus yang sama dengan tumor primer.

N :    Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx :    Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai

No :    Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus

ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung

N2    : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau

KGB subkarina

Page 3: Lp Tumor Paru

N3    : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB

skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral

M : Metastasis (anak sebar) jauh

Mx    :  Metastasis tak dapat dinilai

Mo    :  Tak ditemukan metastasis jauh

M1 :  Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor

primer dianggap sebagai M1

B. ETIOLOGI

Etiologi yang pasti dari tumor paru masih belum diketahui, namun

diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan karsinogenik

merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan

predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status

imunologis. Adapun faktor resiko terjadinya tumor paru adalah:

1. Pajanan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat

karsinogenik, seperti: rokok, asbestos, radiasi ion, radon, aren,

kromium, nikel, dan lain-lain.

2. Polusi udara

3. Genetic, terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan

dalam kanker paru yakni proto oncogen, tumor suppressor gen, dan

gene encoding enzyme.

4. Nutrisi, Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang

dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus

timbulnya tumor

C. PATOFISIOLOGI

Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat

initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan

perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya

penyakit tumor. Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau

biologis yang berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar

dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang

Page 4: Lp Tumor Paru

lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya

formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai

tahunan.

Tumor paru yang terdapat pada bronkus dapat menyebabkan ulserasi

bronchus yang memicu terjadinya reaksi radang pada bronkus dan

menghasilkan produksi secret yang banyak hingga merangsang refleks batuk

yang dapat memberi efek anoreksia dan penurunan intake. Selain itu,

metaplasia sel skuamosa pada bronchus dapat menyebabkan obstruksi bronkus

hingga mengakibatkan empisema dan terjadi gangguan pertukaran gas.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu:

1. Mulai secara tersembunyi selama beberapa puluh tahun dan sering

asimtomatik sampai tahap akhir

2. Gejala yang paling sering adalah batuk kering tak produktif, pada tahap

akhir batuk menghasilkan dahak kental dan purulen. Batuk yang

menunjukkan perubahan dalam karakter harus menimbulkan kecurigaan

terhadap adanya kanker paru.

3. Sesak nafas, hal ini diakibatkan pembesaran tumor dan akibat kolapsnya

paru.

4. Mengi terjadi jika mengalami obstruksi secara parsial, pengeluaran sputum

yang berwarna merah darah adalah hal yang umum terjadi pada pagi hari.

5. Demam yang terjadi berulang mungkin terjadi pada beberapa pasien.

6. Nyeri adalah gejala akhir, seringkali berhubungan dengan metastasis

tulang. Nyeri dada, kekakuan, suara sesak, disfalgia, edema pada leher

dan kepala dan gejala-gejala infusi pleural atau pericardial terlihat jika

tumor menyebar pada struktur yang berdekatan dan pada nodus limfe.

7. Tempat metastasis yang umum adalah nodus limfe, tulang, otak, paru

kolateral dan kelenjar adrenal.

8. Kelemahan, anoreksia, penurunan BB dan anemia akan terjadi pada tahap

akhir.

Page 5: Lp Tumor Paru

E. KOMPLIKASI

1. Hematorak

2. Pneumotorak

3. Empiema

4. Endokarditis

5. Abses paru

6. Atetektasis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Thorax

Suatu diafragma yang meninggi mungkin menunjukkan suatu tumor yang

mengenai syaraf frenikus. Pembesaran bayangan jantung mungkin

menunjukkan efusi pericardial yang ganas. Perhatian kebanyakan tumor

perifer tidak dapat dilihat pada rontgen dada sampai ukurannya lebih besar

dari 1 cm.

2. Sitologi sputum

Pada pemeriksaan sitologi sputum dapat membantu menegakkan kasus

hingga 70%. Sputum untuk sampel sitologi sebaiknya diterima oleh

laboratorium dalam 2 jam setelah ekspectorasi/ pengeluaran. Sampel

dinihari tidak diperlukan.

3. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah suatu usaha untuk menilai bronkus dengan alat

bronkoskop. Alat ini sendiri terdiri dari dua macam. Yang pertama disebut

dengan “bronchoscope rigid” yang digunakan untuk memudahkan aspirasi

pada pendarahan yang masif dari saluran nafas dan menilai kelainan yang

letaknya lebih proksimal. Yang kedua yang umum digunakan pada masa

kini, yakni “bronkoskop fiberoptik” yang terdiri dari alat teleskop dan

fiberoptik.

Indikasi bronchoscope rigid adalah Untuk menilai karsinoma dan

pembuluh darah, Korpus alienum, Bronkiolit, dan Stenosis trakea.

Indikasi fiberoptik adalah Biopsi trakeobonkial, Lavase bronkopulmonal.

Page 6: Lp Tumor Paru

4. Aspirasi pleura dan biopsi

Aspirasi merupakan tindakan yang harus dilakukan jika pasien dengan

tumor paru mempunyai effusi pleura. Effusi tak selalu akibat dari

penyebaran tumor ke pleura,  tetapi mungkin akibat dari reaksi pneumonia

pada tumor atau obstruksi limfatik.

5. Biopsi jarum percutan

Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis tumor perifer yang sulit

dibiopsi denag tehnik transbronchial.

6. Biopsi dugaan metastasis

Kelenjar getah bening perifer dapat diaspirasi dengan menggunakan jarum

halus dan bahannya diperiksa secara sitologis.

7. Mediatinoscopy

8. Tehnik ini digunakan untuk mengambil sampel kelenjar limfa mediatinum

yang mengalami pembesaran, hal ini dilakukan jika tidak nampak tumor

pulmonal

G. PENATALAKSANAAN

Modalitas tindakan sangat tergantung pada jenis histologis, derajat dan

performans status penderita

Tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1. Tindakan pembedahan

Tindakan pembedahan diindikasikan pada jenis NSCLC (Non Small Cell

Lung Cancer) stadium I dan II serta pembedahan selektif pada jenis

NSCLC stadium IIIa

2. Radioterapi

Radioterapi diindikasikan untuk

a. Penderita yang memungkinkan untuk operasi tetapi toleransi operasi

rendah

b. Penderita tumor jenis SCLC (Small Cell Lung Cancer)

c. Penderita tumor jenis NSCLC stadium lanjut

d. Terapi bedah tambahan pada pre dan paska operasi

Page 7: Lp Tumor Paru

Radioterapi dibagi atas

a. Radioterapi definitif : radiasi ditujukan kepada tumor primer, kelenjar

getah bening hilus atau kelenjar getah bening mediatinal

b. Radioterapi paliatif : radiasi hanya ditujukan pada daerah tumor

primer, tujuannya meningkatkan kualitas hidup pederita

3. Kemoterapi

Kemoterapi diindikasikan pada:

a. Penderita yang operable tetapi toleransi operasi rendah

b. Penderita tumor jenis SCLC

c. Penderita tumor jenis NSCLC stadium lanjut

d. Terapi bedah tambahan pada pre dan paska operasi

Tumor pada jenis SCLC (Small Cell Lung Cancer) umumnya sangat

sensitif terhadap kemoterapi Regimen CAP II , dimana:

a. C adalah siklofosfamid dengan dosis 400mg/m2

b. A adalah adriamisin dengan dosis 40 mg/m2

c. P adalah platamine (cisplatin) dengan dosis 60 mg/m2

Regimen diberikan sebanyak 6 kali dg interval waktu 3 minggu.

Parameter yang diperhatikan selama pemberian CAP II adalah

laboratorium (Hb, leukosit, ureum, kreatinin, bilirubin, SGOT, SGPT)

Page 8: Lp Tumor Paru

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Riwayat

2. Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen,

penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan

jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.

3. Kebutuhan dasar:

a. Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya sekret dan terjadi

kesulitan menelan (disfagia), penurunan berat badan.

b. Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)

c. Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada.

d. Aktivitas : keletihan, kelemahan

4. Pemeriksaan fisik pada pernapasan

Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena

erosi kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap

akibat akumulasi sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor,

infeksi saluran pernapasan berulang, nyeri dada karena penekanan saraf

pleural oleh tumor, efusi pleura bila tumor mengganggu dinding paru,

disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.

5. Pemeriksaan kardiovaskuler dan sirkulasi

Pucat, sianosis, diaphoresis, hipotensi, bradycardi, tachycardi, arrytmia

pada atrial maupun ventrikular, penurunan cardiac out put, shock.

6. Nutrisi

Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia.

7. Psikososial

Takut, cemas, tanda –tanda kehilangan.

8. Tanda vital

Peningkatan suhu tubuh, takipnea

9. Data Penunjang

a. Foto dada, PA dan lateral

Page 9: Lp Tumor Paru

b. CT scan/MRI

c. Bronchoscope

d. Sitologi dan biopsy kelenjar getah bening leher.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret

pada jalan nafas, keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, invasi massa ke pleura,

dinding dada

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi yang tidak adekuat.

5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang

meningkat.

6. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/perubahan status

kesehatan, adanya ancaman kematian.

C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret

pada jalan nafas, keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan

Tujuan : Klien Menunjukkan prilaku mencapai bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil: menunjukkan patensi jalan napas, cairan secret mudah

dikeluarkan bunyi napas jelas, dan pernapasan tak bising

Intervensi dan Rasional

a. Kaji pola napas klien

Rasional: Perubahan pola nafas klien yang bertambah buruk, frekwensi

yang cepat merupakan indikasi terjadinya hambatan yang di akibatkan

oleh sekresi jalan nafas

b. Kaji Vital Sign setiap 8 jam

Rasional: Vital sign merupakan gambaran keadaan umum klien dan

dapat di jadikan sebagai indikasi unutk pemberian tindakan keperawatan

selanjutnya

Page 10: Lp Tumor Paru

c. Atur posisi baring yang dapat melonggarkan jalan nafas

Rasional: Posisi yang tidak menekan diafragma akan mempermudah

ekspansi atau pengembangan paru dan posisi yang tepat yang dapat

mempermudah mengeluarkan sekresi

d. Ajarkan teknik batuk yang efektif

Rasional: Teknik batuk yang efektif dapat menghasilkan udara paru

yang maksimal sehingga dapat mengurangi penumpukan sekresi yang

berlebihan disaluran nafas dan dapat meningkatkan rasa nyaman.

e. Beri minum air hangat.

Rasional: Mengencerkan secret

f. Penatalaksanaan pemberian obat bronkodilator, antitusif, vitamian,

antibiotic

Rasional: Antibiotik menghambat dan membunuh kuman, antitusif

menurunkan rangsangan batuk, vitamian meningkatkan ketahanan tubuh,

bronkodilator melegakan pernapasan

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, invasi massa ke pleura,

dinding dada

Tujuan : Nyeri hilang/berkurang, klien tidak mengeluh nyeri

Kriteria Hasil: Pasien menyatakan nyeri berkurang hingga mencapai tingkat

nyeri ringan , Skala nyeri menjadi 1-3, Pasien merasa nyaman setelah nyeri

berkurang, Pasien mulai banyak bergerak dan tidak tampak hati-hati.

Ekspresi wajah rileks.

Intervensi dan Rasional

a. Kaji Penyebab, lokasi dan intensitas nyeri

Rasional: Mengetahui penyebab, lokasi dan intensitas nyeri sehingga

dapat menetapkan intervensi selanjutnya

b. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.

Rasional: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan

intervensi, menentukan efektivitas terapi.

c. Observasi tanda-tanda vital

Rasional: memantau perkembangan pasien

d. Beri Posisi yang menyenangkan

Page 11: Lp Tumor Paru

Rasional: Memberikan posisi yang membuat klien lebih rileks sehingga

e. Ajarkan teknik relaksasi yakni nafas dalam

Rasional: Meningkatkan suplai oksigen sehingga jaringan di sekitar otak

dapat merelaksasikan jaringan yang terganggu dan dapat mengurangi

nyeri

f. Batasi pengunjung dan beri lingkungan yang nyaman

Rasional: Dapat mengurangi rangsangan eksternal yang bisa memicu

adanya rangsangan nyeri

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun

Tujuan: aktivitas kembali normal dengan

Kriteria hasil: tidak lemah, sianosis hilang, tidak sesak

Intervensi dan Rasional

a. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama perawatan,

dorong penggunaan manajemen stress dan pengalihan yang cepat

Rasional: dengan tindakan ini menurunkan stress dan rangsangan

berlebihan

b. Perhatikan dispneu, peningkatan kelemahan, perubahan tanda vital

takikardia selama dan setelah aktivitas

Rasional: menetapkan kemampuan pasien dan memudahkan pilihan

intervensi

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat

Rasional: menghemat energy untuk penyembuhan, pembatasan aktivitas

berdampak positif terhadap pasien dalam perbaikan kegagalan

pernapasan

d. Bantu aktivitas perawatan diri. Berikan peningkatan aktivitas selama

fase penyembuhan

Rasional: menimbulkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai

serta pergerakan otot.

Page 12: Lp Tumor Paru

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi yang tidak adekuat

Tujuan : Nutrisi terpenuhi ditandai adanya peningkatan nafsu makan dan

penambahan berat badan.

Kriteria hasil: pasien dapat menghabiskan porsi makannya dan IMT dalam

batas normal: 21-23 kg/m2

Intervensi dan Rasional

a. Kaji kebiasaan makan, kesulitan makan

Rasional: Anoreksia sering terjadi karena dispnue atau produksi sputum

dan efek obat batuk

b. Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi

sering sesuai dietnya

Rasional: Makan dalam porsi kecil sedikit tapi sering dapat merangsang

nafsu makan dan memudahkan untuk diterima oleh lambung

c. Observasi dan catat masukan makanan pasien

Rasional: Mengawasi masukan makanan kalori atau kualitas kekurangan

konsumsi makanan

d. Timbang berat badan tiap hari

Rasional: mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi

nutrisi

e. Pemberian makanan diet TKTP

Rasional: Makanan TKTP dapat mengganti, membuat sel-sel baru

(regenerasi) dalam tubuh

f. Kolaborasi pemberian obat : Vitamin B Comp.

Rasional: Untuk menambah nafsu makan

5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang

meningkat.

Tujuan : pola tidur klien membaik

Kriteria Hasil: pasien mengatakan tidur nyenyak dan tidak terbangun di

malam hari.

Intervensi dan Rasional

a. Kaji waktu dan lamanya klien tidur

Page 13: Lp Tumor Paru

Rasional: Jumlah jam tidur yang kurang dan pola tidur yang tidak

teratur menggambarkan adanya gangguan istirahat tidur

b. Rapikan tempat tidur klien

Rasional: Tempat tidur yang rapi dan bersih memberi rasa nyaman

untuk tidur

c. Beri posisi yang menyenangkan yang tidak menekan jalan nafas

Rasional: Posisi yang menyenagkan dan tidak menekan diafragma akan

mempermudah ekspansi paru sehingga klien dapat memulai untuk tidur

nyenyak,

d. Ciptakan lingkungan yang tenang

Rasional: Lingkungan yang tenang dapat merangsang klien untuk tidur

6. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/perubahan status

kesehatan, adanya ancaman kematian

Tujuan :klien tidak merasakan kecemasan

Kriteria Hasil: mengakui dan mendiskusikan takut/masalah, menunjukkan

rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks

Intervensi dan Rasional

a. Kaji persepsi klien terhadap penyakitnya

Rasional: Persepsi yang positif membantu kerja sama dalam proses

perawatan dan dapat mengurangi kecemasan

b. Beri support pada klien bahwa ia akan sembuh

Rasional: Support yang mendukung dap-at melegakan perasaan klien

dan mengurangi kecemasan

c. Anjurkan keluarga untuk selalu dekat dengan pasien

Rasional: Menghilangkan rasa keterasingan sehingga cemas berkurang

d. Beri dorongan spiritual pada klien

Rasional: Meyakinkan klien, selain dengan pengobatan dan perawatan

masih ada yang berkuasa untuk menyembuhkan penyakitnya

Page 14: Lp Tumor Paru

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges E Mailyn, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. EGC: Jakarta.

Junadi, Purnawan. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III. <http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21094549.pdf > diakses tanggal 23 Maret 2012

Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Edisi 6. Volume I. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Vol 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.