lp tb paru

21
LAPORAN PENDAHULUAN Nama Mahasiswa : Mubin Barid Nim. : 105070209111001 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERKULOSIS PARU I. KONSEP MEDIS A. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. B. Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang). C. Patofisiologi Mycobacterium TBC Masuk jalan napas Tinggal di Alveoli

Upload: mubin-ebine-barid

Post on 31-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP TB Paru

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Mubin Barid

Nim. : 105070209111001

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN TUBERKULOSIS PARU

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tubeculosis.

B. Proses Penularan

Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei

yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita

ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam

ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah

sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang

gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan

pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam

udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut

di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.

Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering),

M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka

terbuka pada kulit (lebih jarang).

C. Patofisiologi

Mycobacterium TBC

Masuk jalan napas

Tinggal di Alveoli

Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe

Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat

Elastik & tebal.

Kalsifikasi

- Batuk Alaveolus tidak

- Spuntum purulen Exudasi kembali saat

- Hemoptisis ekspirasi

- BB menurun Nekrosis/perkejuan

Gas tidak dapat

Kavitasi berdifusi dgn. Baik.

Sesak

Page 2: LP TB Paru

Kuman

Infeksi primer

Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi menyebar

keseluruh

ghon tubuh scra bronchogen ,

limfogen dan hematogen

Infeksi post primer Kuman dormant

Muncul bertahun kemudian

Diresorpsi kembali/sembuh Membentuk jar. keju Sarang meluas

Jika dibatukkan sembuh dgn.

membentuk kavitas. Jar. Fibrotik

.

Kavitas meluas Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh

Membentuk sarang tuberkuloma

.

D. Gambaran Klinik

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang

mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala

umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak

jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik

dan gejala sistemik:

1. Gejala respiratorik, meliputi:

Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur

darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau

bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat

banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya

batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-

hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

2

Page 3: LP TB Paru

Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul

apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:

Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari

mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya

sedang masa bebas serangan makin pendek.

Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta

malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi

penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul

menyerupai gejala pneumonia.

E. Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan

riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu

faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai

berikut:

1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

- Dengan atau tanpa gejala klinik

- BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan

positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

- Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

- Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif

- BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

3. Bekas TB Paru dengan kriteria:

- Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang

tidak berubah.

- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

F. Penanggulangan Khusus Pasien

a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur

- menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara

pemberian.

- Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat

b. Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur

- Teruskan pengobatan lama 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap

bulan.

- Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat

- Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih

sensitif.

3

Page 4: LP TB Paru

c. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai

rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik atau secara

biakan )

1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama

2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi

3. Roentgen paru sebagai evaluasi.

4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid

jangka lama)

5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi

6. Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis.

G. Pemeriksaan diagnosis.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan serangkaian tindakan dimulai dari anamnese,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan dapat berupa

pemeriksaan bakteri, radiologi dan tes Tuberculin ( Dep Kes RI, 1995 dalam Sumerti, 2002).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakan dengan pemeriksaan 3

spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS).

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS Batang

Tahan Asam ( BTA ) hasilnya positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto

rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

Berikut ini beberapa kesimpulan dari pemeriksaan Tuberkulosis yaitu:

- Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB

BTA positif

- Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Bila

memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti biakan.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotika spektrum luas

(misalnya Kotimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,

namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

- Kalau hasil SPS positif didiagnosa sebagai penderita TB BTA positif

- Kalau hasil tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung

diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB didiagnosis sebagai penderita TB BTA

negatif rontgen positif, bila hasil rontgen tidak mendukung TB penderita tersebut bukan

TB.

Di Indonesia pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan

diagnosis TB pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi

dengan Mycobacterium Tuberculosis karena tingginya prevalensi Tuberkulosis. Suatu uji

Tuberculin positif hanya menunjukan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan

Mycobacterium Tuberculosis. (Dep Kes RI 2002:14).

H. Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru

Pencegahan penularan pada dasarnya dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu: pencegahan

tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan

khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta

terapi yang tepat, dan pencegahan ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan

cacat dan rehabilitasi. Pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab,

lingkungan serta peningkatan daya tahan. Menurunkan faktor penyebab adalah dengan

4

Page 5: LP TB Paru

memutuskan rantai penularan, berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik rumah,

peningkatan daya tahan tubuh seperti perbaikan status gizi dan imunisasi BCG (bacillus

calmette guerine) yang diberikan kepada bayi baru lahir sampai dengan bayi usia 12 bulan

kurang satu hari, untuk anak diatas satu bulan diberikan vaksin apabila test mantoux negatif.

Pencegahan tingkat dua ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita

(suspect) atau yang terancam akan menderita melalui diagnosis dini dan terapi yang tepat.

Pencegahan tingkat 3 berfokus pada pencegahan agar tidak mengalami kecacatan atau

kelainan menetap (permanent) dan tindakan rehabilitasi ( Noernasry, 1998 dalam Wahyu,

2004).

I. Terapi

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga

mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta

memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)

dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan

obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO

adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat

tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat,

derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada

tabel berikut:

Obat Anti TB

EsensialAksi Potensi

Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)

Per HariPer Minggu

3 x 2 x

Isoniazid (H)

Rifampisin (R)

Pirasinamid (Z)

Streptomisin (S)

Etambutol (E)

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakteriostatik

Tinggi

Tinggi

Renda

h

Renda

h

Renda

h

5

10

25

15

15

10

10

35

15

30

15

10

50

15

45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu

berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan

bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu

pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly

Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang

terdiri dari lima komponen yaitu:

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam

penanggulangan TB.

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang

pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat

dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama

dimana penderita harus minum obat setiap hari.

5

Page 6: LP TB Paru

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

J. Efek samping obat

Isoniazid (INH):gangguan fungsi hati, sakit kepala, mengantuk, kejang, rash, mulut

terasa kering, gangguan buang air kecil, gangguan gastrointestinal.

Rifampisin : gangguan gastrointestinal, trombositopenia, sindroma influensa,

leukopenia.

Pirazinamid : anoreksia, mual kemerahan pada kulit.

Etmbutol : nyeri abdomen, malaise, gelisah

K. Komplikasi Pneumothorax pada Tuberkulosis Paru

Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura.

Normalnya pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap

rongga dada. Udara masuk dalam rongga pleura melalui 3 jalan, yakni:

1. Udara atmosfir masuk ke dalam rongga pleura melalui penetrasi di dinding dada

misalnya pada trauma (pneumothorax traumatik).

2. Pembentukan gas oleh mikroorganisme dalam dinding pleura pada penyakit ifeksi

paru (pneumothorax spontan)

3. Pneumothorax artifisial yang sengaja dilakukan melalui tidakan pembedahan pada

trauma.

Penumothorax pada TB paru merupakan pneumothorax spontan yang timbul

akibat nekrosis jaringan yang menjalar sampai pinggir jaringan parut parenkim paru,

membentuk bulla yang selanjutnya robek ke dalam pleura.

II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu

dikaji adalah:

1. Aktivitas/istirahat:

Gejala:

- Kelelelahan umum dan kelemahan

- Dispnea saat kerja maupun istirahat

- Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan

atau berkeringat

- Mimpi buruk

Tanda:

- Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja

- Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)

2. Sirkulasi

Gejala:

- Palpitasi

Tanda:

- Takikardia, disritmia

- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)

- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal

- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam

mediatinum)

6

Page 7: LP TB Paru

- TD: hipertensi/hipotensi

- Distensi vena jugularis

3. Integritas ego:

Gejala:

- Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah

keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.

Tanda:

- Menyangkal (khususnya pada tahap dini)

- Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.

- Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)

4. Makanan dan cairan:

Gejala:

- Kehilangan napsu makan

- Penurunan berat badan

Tanda:

- Turgor kulit buruk, kering, bersisik

- Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan

5. Nyeri dan Kenyamanan:

Gejala:

- Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang

- Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke

bahu, leher atau abdomen.

Tanda:

- Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

6. Pernapasan:

Gejala:

- Batuk (produktif atau tidak produktif)

- Napas pendek

- Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi

Tanda:

- Peningkatan frekuensi pernapasan

- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,

leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat

- Pengembangan dada tidak simetris

- Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi

hiperresonan di atas area yang telibat.

- Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral

- Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi

- Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek

(crackels posttussive)

- Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah

- Deviasi trakeal

7. Keamanan:

Gejala:

- Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.

7

Page 8: LP TB Paru

Tanda:

- Demam ringan atau demam akut.

8. Interaksi Sosial:

Gejala:

- Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular

- Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk

melaksanakan peran

9. Penyuluhan/pembelajaran:

Gejala:

- Riwayat keluarga TB

- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk

- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB

- Tidak berpartisipasi dalam terapi.

B. Tes Diagnostik

Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:

Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil

Sputum:

-Kultur

-Ziehl-Neelsen

Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer)

Foto thorax

Histologi atau kultur jaringan

(termasuk bilasan lambung, urine,

cairan serebrospinal, biopsi kulit)

Biopsi jarum pada jaringan paru

Darah:

-LED

Mycobacterium tuberculosis positif pada

tahap aktif, penting untuk menetapkan

diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan

terhadap obat.

BTA positif

Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau

lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan

adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk

menunjukkan keaktivan penyakit.

Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada

area paru, simpanan kalsium lesi sembuh

primer, efusi cairan, akumulasi udara, area

cavitas, area fibrosa dan penyimpangan

struktur mediastinal.

Hasil positif dapat menunjukkan serangan

ekstrapulmonal

Positif untuk gralunoma TB, adanya giant cell

menunjukkan nekrosis.

Indikator stabilitas biologik penderita, respon

terhadap pengobatan dan predeksi tingkat

8

Page 9: LP TB Paru

-Limfosit

-Elektrolit

-Analisa Gas Darah

Tes faal paru

penyembuhan. Sering meningkat pada

proses aktif.

Menggambarakan status imunitas penderita

(normal atau supresi)

Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi

cairan pada TB paru kronis luas.

Hasil bervariasi tergantung lokasi dan

beratnya kerusakan paru

Penurunana kapasitas vital, peningkatan

ruang mati, peningkatan rasio udara residu

dan kapasitas paru total, penurunan saturasi

oksigen sebagai akibat dari infiltrasi

parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru

dan penyaki pleural

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas,

penurunan kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk

menghindari pemajanan patogen.

2. Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara, nyeri

dada, proses inflamasi.)

3. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis,

kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

4. (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru,

atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.

5. Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang

pengetahuan tentang pengamanan drainase.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status

metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.

7. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan

penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,

keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

4.1 Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan

kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan

patogen.

Intervensi dan Rasional:

1. Kaji fase patologis penyakit (aktif/tidak aktif) dan potensi penyebaran infeksi melalui

droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.

9

Page 10: LP TB Paru

- Membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan

untuk mencegah reaktivasi dan komplikasi.

2. Jelaskan penyebab penyakit, proses dan upaya pencegahan penularan yang dapat

dilakukan klien (Anjurkan klien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan sekret pada

tisu sekali pakai dan menghindari meludah).

- Pemahaman klien tentang bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran

kemungkinan transmisi dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil

langkah untuk mencegah penularan kepada orang lain.

3. Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga, teman karib)

- Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah

penyebaran/terjadinya infeksi.

4. Identifikasi faktor risiko individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme,

merokok, malnutrisi, minum obat imunosupresant/kortikosteroid, adanya penyulit

DM)

- Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup

dan menghindari hal-hal yang dapat menghambat penyembuhan penyakit.

5. Awasi peningkatan suhu tubuh klien

- Reaksi demam merupakan indikator adanya infeksi lanjut.

6. Tekankan pentingnya melanjutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang

diprogramkan.

- Fase aktif berakhir 2-3 hari setelah periode kemoterapi awal tetapi pada

caverne atau lesi yang luas risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3

bulan.

7. Tekankan pentingnya mengikuti pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks)

sesuai jadual yang ditetapkan.

- Pemeriksaan diagnostik tersebut merupakan satu-satunya alat evaluasi

keberhasilan terapi, bukan berdasarkan kemajuan klinis penyakit.

4.2 Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara dalam rongga

pleura, nyeri dada, proses inflamasi)

Intervensi dan Rasional:

1. Identifikasi etiologi/faktor pencetus (kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi,

komplikasi ventilasi mekanik)

- Pemahaman penyebab kolaps paru penting untuk pemasangan WSD yang

tepat dan memilih tindakan terapeutik lainnya.

2. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan

perubahan tanda vital

- Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat

stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat

hipoksia.

3. Auskultasi bunyi napas.

- Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus,

segmen paru atau seluruh area paru (unilateral).

4. Kaji pengembangan dada dan posisi trakea.

- Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang

sehat pada tension pneumothorax.

10

Page 11: LP TB Paru

5. Kaji fremitus.

- Suara dan taktil fremitus menurun pada jaringan yang terisi cairan dan udara

seperti pada pneumothorax.

6. Kaji area nyeri bila klien batuk atau napas dalam.

- Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan

mengurangi trauma.

7. Pertahankan posisi nyaman (biasanya dengan meninggikan kepala tempat tidur).

Balik ke sisi yang sakit dan dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

- Meningkatkan inspirasi minimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi

pada sisi yang sehat.

8. Bila dipasang WSD:

8.1 Periksa pengontrol penghisap, jumlah hisapan yang benar.

- Mempertahankan tekanan negatif intrapleural yang meningkatkan ekspansi

paru optimum.

8.2 Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang

ditentukan.

- Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara

atmosfir masuk kedalam pleura.

8.3 Observasi gelembung udara dalam botol penampung

- Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan keluarnya udara dari pleura

sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seioring

dengan bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya gelembung udara dapat

menunjukkan bahwa ekspansi paru sudah optimal atau tersumbatnya selang

drainase.

9. Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril, observasi tanda

yang dapat menunjukkan berulangnya pneumothorax seperti napas pendek,

keluhan nyeri.

- Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pneumothorax.

4.3 Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan,

upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

Intervensi dan Rasional:

1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan

penggunaan otot asesori)

- Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan

akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya

dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan kerja

pernapasan..

2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya

hemoptisis.

- Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak

adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka

bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.

3. Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu pasien latihan napas dalam dan batuk

yang efektif.

11

Page 12: LP TB Paru

- Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas.

Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan

sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

4. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.

- Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan

pembersihan jalan napas.

5. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)

- Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan diperlukan bila pasien tidak

mampu mengeluarkan sekret.

6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti agen mukolitik, bronkodilator dan

kortikosteroid.

- Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk

memudahkan pembersihan.

- Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkial

sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.

- Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila

reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

4.4 (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,

kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.

Intervensi dan Rasional:

1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi

thorax dan kelemahan.

- TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil

bronkopenumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura dan

fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan ,

dispnea berat dampai distres pernapasan.

2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit,

termasuk membran mukosa dan kuku.

- Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat

menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.

3. Tunjukkan dan dorong pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk pasien

dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.

- Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan

jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan

mengurangi napas pendek

4. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-

hari sesuai keadaan pasien.

- Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapsan dan

dapat menurunkan beratnya gejala.

5. Kolaborasi pemeriksaan AGD

- Penurunan kadar O2 (PaO2) dan atau saturasi, peningkatan PaCO2

menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.

6. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan.

- Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan

ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.

12

Page 13: LP TB Paru

4.5 Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang

pengetahuan tentang pengamanan drainase.

Intervensi dan Rasional:

1. Diskusikan dengan klien tujuan/fungsi pemasangan drainase dada.

- Informasi tentang bagaimana sistem kerja dan tujuan drainase memberi rasa

tenang kepada klien dan mengurangi ansietas.

2 Pastikan keamanan unit drainase (sambungan selang, kemungkinan terlepas,

terlipat/tersumbat, teregang)

- Memastikan selang tidak terlepas atau teregang yang dapat menimbulkan rasa

nyeri pada klien serta memastikan funsi drainase berjalan semestinya.

3. Awasi sisi lubang insersi pemasangan selang, amati kondisi kulit, ganti kasa

pentup steril setiap hari atau setiap kali bila kotor atau basah.

- Tindakan deteksi dini komplikasi pemasangan drainase dan mencegah

komplikasi lebih lanjut.

4. Pastikan keamanan pemasangan drainase bila klien harus meninggalkan unit

perawatan untuk tujuan pemeriksaan atau terapi (periksa batas cairan dalam botol,

ada tidaknya gelembung udara, perlu tidaknya selang diklem sementara).

- Meningkatkan kontinuitas evaluasi optimal selama pemindahan.

4.6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status

metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.

Intervensi dan Rasional:

1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat

badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan

diare.

- Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan

intervensi yang tepat.

2. Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)

- Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.

3. Pantau asupan dan haluaran, timbang berat badan secara periodik (sekali

seminggu).

- Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum

dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.

- Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat untuk

mengobatan sistem respirasi yang dapat merangsang pusat muntah.

5. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.

- Memaksimalkan asupan nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta

menurunkan iritasi saluran cerna.

6. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.

- Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehuvungan dengan status

hipermetabolik klien.

7. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum dan

albumin.

13

Page 14: LP TB Paru

- Menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi

selanjutnya.

4.7 Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan

penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan

kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Intervensi dan Rasional:

1. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan,

kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, suasana yang tepat).

- Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional

dan lingkugan yang kondusif.

2. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan

alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.

- Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobtan dan mencegah putus

berobat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai.

3. Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi

penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan

pendengaran, vertigo).

- Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang

memerlukan evaluasi lanjut.

4. Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein

dan kalori yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari.

- Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan

metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan

kemandirian klien dalam perawatan penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

14

Page 15: LP TB Paru

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,

Jakarta

Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu

Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

15