lp stroke non hemoragik
DESCRIPTION
strokTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK
Oleh:
Hanik Fitria Cahyani
PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
STROKE NON HEMORAGIK
A. Pengertian
Strok atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Stroke adalah sindrom yang terjadi dari tanda/gejala
hilangnya fungsi saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau
menit). Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik dan non hemoragik
(Ginsberg, 2008).
Adapun stroke non hemoragik yaitu cedera cerebrovaskular yang tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih. Stroke non hemoragik
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam
suatu pembuluh otak atau organ distal dan trombus yang terlepas dapat menjadi embolus
yang menghalangi aliran darah ke otak. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari dan kesadaran umumnya baik (Muttaqin,
2008). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih (Batticaca, 2008).
B. Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri :
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke
dalam plak atau ulserasi di atasnya disertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut (Smeltzer & Brenda,
2007).
C. Klasifikasi
Klasifikasi stroke non hemoragik berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Transient Ischemic Attack) adalah gangguan fungsi otak singkat yang
reversibel akibat hipoksia serebral. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses bisa berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
3. Stroke komplit. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan namanya stroke ini diawali oleh serangan TIA.
(Muttaqin, 2008).
D. Patofisiologi
Terlampir
E. Manifestasi Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan. Gejala klinis
tersering yang terjadi yaitu hemiparese, dimana pendeita stroke non hemoragik yang
mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan
pada sebelah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi hemiparese
dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat
sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik
(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang
siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi
luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan
gangguan koordinasi (sidrom serebelar) seperti (disekuilibrium (kesembangan tubuh
yang terganggu yang terlihat seseorang akan jatuh kedepan, samping atau belakang),
diskoordinasi muskuler seperti asinergia, dismetria, tremor, dan ataksia (berjalan secara
simpang siur) (Corwin, 2009).
F. Faktor Risiko
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali
ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung
dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4. Hiperkolesterol
LDL adalah lipid yang paling tinggi kadar kolesterolnya. Hiperlipidemia menyatakan
peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini
secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol
total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan
trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di
jantung maupun di otak.
5. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan
predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke.
6. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok
pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang
ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu
juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses
gumpalan darah.
(Smeltzer & Brenda, 2007).
G. Komplikasi
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara
agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah
pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai
hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat
dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki
risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil
dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari
sejak onset stoke.
5. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan
latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari.
(Smeltzer & Brenda, 2007).
H. Pemeriksaan Penunjang
- MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang
peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.
- Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk
mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
- Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
(Batticaca, 2008).
I. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik adalah:
1. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator).
Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal,
tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang
fasilitasnya lengkap.
2. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam. Seperti :
a. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol
dan hindari cairan hipotonik
b. Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.
3. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak
dan perburukan neurologis.
a. Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti,
iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik
b. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran
selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg
c. Pasien adalah kandidat trombolisis intravena. Dengan obat-obat antihipertensi
labetalol, ACE, nifedipin.
Selain itu, pengobatannya bisa dengan :
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang
termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering
ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3
jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat
yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.
4. Terapi Pembedahan
Pasien yang dipertimbangkan untuk menjalankan pembedahan adalah mereka yang
memiliki resiko rendah morbiditas dan mortalitas post operasi dan salah satu dari:
(1) penyakit arteri karotis asimtomatik dengan 50% atau lebih stenosis atau (2)
penyakit arteri karotis dengan 70% atau lebih stenosis. Pada pasien tersebut, insiden
stroke dengan penatalaksaan bedah secara signifikan berkurang dibandingkan
dengan penatalaksaan medis. Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada
pasien post stroke antara lain karotis endarterektomi, Extracranial/Intracranial Arterial
Bypass, Angioplasti dan Sten Intraluminal.
(Batticaca, 2008).
J. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d aterosklerosis, embolisme,
hipertensi
2. Hambatan komunikasi verbal b.d perubahan sistem syaraf pusat
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
K. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d cedera otak, penurunan perfusi serebral, peningkatan TIK, dan hipertensi intrakranial.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... jam terjadi peningkatan kapasitas adaptif intrakranial.
KH : Neurogical status- Kesadaran - Pusat kontrol motorik- Fungsi pusat sensori dan motorik- Tekanan intrakranial- Mengkomunikasikan situasi yang
semestinya- Ukuran pupil- Reactivity pupil- Pola gerakan mata klien- Pola napas- Tekanan darah- Nadi- RR- Hipertermi- Sakit kepalaMeasurement Scale1= severely compromised 2= substantially compromised3= Moderately compromised4= mildly compromised5= not compromised
Neurologic Monitoring- Monitor ukuran, kesimetrisan, bentuk pupil- Monitor tingkat kesadaran klien- Monitor tingkat orientasi klien- Monitor GCS klien- Monitor tanda vital: suhu, tekenan darah, nadi, dan
pernapasan klien- Monitor status pernapasan: AGD, nadi oksimetri,
kedalaman, pola, kecepatan dan kemampuan bernapas klien
- Monitor parameter hemodinamik tindakan invasif yang tepat
- Monitor ICP dan CPP- Monitor refleks corneal- Monitor refleks batuk dan gag- Monitor kekuatan otot, kemampuan berpindah, dan cara
berjalan klien- Monitor kesimetrisan wajah- Monitor gangguan visual klien: diplopia, nistagmus,
pandangan kabur, - Monitor cara bicara klien:kefasihan, aphasia, kesulitan
menemukan kata- Monitor respon terhadap rangsangan: verbal, taktil- Monitor respon terhadap pengobatan- Tingkatkan frekuensi monitoring neurologis sesuai
indikasi- Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan TIK
Circulation status- Tekanan darah sistolik- Tekanan darah diastolik- Tekanan nadi- Tekanan darah rata-rata- Urin output- Kapilery refil- Suara napas tambahan
Measurement Scale1= severely deviation from normal range 2= substantially deviation from normal range3= Moderately deviation from normal range4= mildly deviation from normal range5= not deviation from normal range
ICP monitoring- Ukur peningkatan TIK dengan alat monitoring TIK- Catat adanya peningkatan TIK- Monitor kualitas dan karakteristik peningkatan TIK- Monitor tekanan perfusi serebral- Monitor status neurologis- Monitor intake dan output- Pertahankan sterilitas dari sistem monitor- Monitor temperatur dan jumlah leukosit darah- Berikan antibiotik- Posisikan kepala dan leher dengan posisi netral, hindari
posisi ektrim fleksi panggul- Sesuaikan posisi kepala ntuk mengoptimalkan perfusi
serebral- Beritahu dokter bahwa elevasi PTIK tidak berespon
terhadap protokol pengobatan
Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal, dan gangguan neuromuskuler pada ekstremitas.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... jam klien mampu menunjukkan pergerakan ekstremitas.
KH : - Klien dapat mempertahankan
pergerakan ekstremitas meliputi pergelangan kaki/tangan, siku, jari-jari, panggul, lutut, leher.
Joint mobility :- Tentukan keterbatasan pergerakan sendi - Kolaborasi dengan fisioterapist untuk mendukung
program latihan- Jelaskan pada pasien tentang tujuan latihan- Pantau lokasi ketidaknyamanan selama aktivitas- Jaga pasien dari trauma selama latihan- Bantu posisi optimal untuk pergerakan sendi baik pasif
maupun aktif- Lakukan ROM aktif/pasif sessuai indikasi- Bantu untuk membuat jadwal latihan- Bantu pergerakan sendi secara teratur dalam
mengurangi nyeri, ketahanan, dan kelenturanMuscle control :- Kaji fungsi sensori pasien- Jelaskan rasional latihan tersebut dilakukan- Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat setelah
dilakukan latihan- Pantau respon emosional, dan fungsi kardiovaskuler
selama latihan- Pantau kebenaran tindakan saat latihan mandiri- Kaji kembali progres dari fungsi pergerakan tubuh
pasien
Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak, kelemahan sistem muskuloskeletal.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x... jam komunikasi verbal teratasi.KH :- Menggunakan bahasa lisan- Menggunakan bahasa tulis- Menggunakan bahasa non verbal- Memahami isi dari pesan yang
diterima
Hemodynamic regulation- Kenali adanya perubahan tekanan darah- Auskultasi suara paru dan suara tambahan lainnya- Aukultasi suara jantung- Monitor dan catat HR, ritme, dan denyut jantung- Monitor level elektrolit- Monitor resistensi pembulh darah sistemik dan
pulmonal- Monitor curah jantung- Monitor nadi periperal, capilarely refil, temperatur,
warna ektremitas- Elevasi kepala dengan tepat- Berikan vasodialator/vasokonstriktor sesuai indkasi- Monitor intake output- Pasang kateter urin dengan tepat- Monitr efek pengobatan
DAFTAR PUTAKA
Batticaca, Fransisca B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. 2008
Bulechek, Gloria M. Et al. Nursing Intervention Classification. Fifth Edition. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2004
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC. 2009
Dewanto, George, dkk. Panduan Praktis Diagnosis & tata laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC. 2009
Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Jakata : PT Gelora Aksara Pratama. 2008
Herdman, T. Heather. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. 2012
Johnson, Marion et al. NOC and NIC Lingkages to NANDA-I and Clinical Condition. Supporting Critical Reasoning and Quality Care. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2006
Moorhead, Sue et al. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2004
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : PT Salemba Medika. 2008
Smeltzer, Suzanne., dan Brenda G barre. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol.2. Jakarta : EGC. 2007