lp stroke hemoragik setap adiatma kgd
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT
DI RUANG ICU
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
SETAP ADIATMA
070112b065
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2013
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Anatomi Fisiologi Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area
sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang
penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan
kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua
pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga
kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis,
yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak
dan bercabang kira-kira setinggi chiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris,
arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah
dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus
sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena
jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
3. Defenisi Stroke
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan
olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena
dan kapiler. (UPF, 1994).
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda
dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA
( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam
beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne,
2002, hal 2131)
Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State.
Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 –
85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24
jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.
C. ETIOLOGI
1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling
sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab
utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan
umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding
pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak
berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi
menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina
elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh
materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat –
tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus
tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang
makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas
dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding
pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin
difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Embolisme
Embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama
stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak
ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian –
bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah
arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua
kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi.
Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan
mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat
bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim
akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa
bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru
sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut
- serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai
sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan
ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.
4. Faktor resiko tak terkendali
Yang termasuk dalam kelompok faktor ini adalah usia, jenis kelamin, garis
keturunan, dan ras atau etnik tertentu.
a. Usia
Semakin bertambah tua usia anda, makin tinggi resikonya. Setelah berusia
55 tahun, resikonya berlipat ganda setiap kurun waktu 10 tahun. Dua pertiga dari
semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi itu
tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke
dapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih beresiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyumpulkan 1,25 lebih tinggi dari pada wanita, tetapi serangan stroke pada
pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih
tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya
wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih
besar.
c. Keturunan sejarah stroke dalam keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan
cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga
dapat mendukung resiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil)
mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor
risiko stroke yang lain.
d. Ras dan etnik
Ada beberapa resiko stroke di antara kelompok ras dan etnik. Timbulnya
stroke yang menyebabkan kematian di antara orang Afro-Amerika hampir dua
kali lipat dibandingkan orang Amerika kulit putih. Pada usia antara 45 hingga 55
tahun tingkat kematian yang disebabkan stroke pada orang Afro-Amerika
mencapai empat sampai lima kali lipat dibandingkan pada orang Amerika kulit
putih. Tetapi, setelah usia 65 tahun, tingkat kematian karena stroke pada orang
Amerika kulit putih meningkat dengan pesat dan menyamai tingkat kematian
pada orang Afro-Amerika. Orang Afro-Amerika juga cenderung terpengaruh
penyakit genetik, seperti diabetes dan anemia sel sabit yang lebih memungkinkan
terjadinya serangan stroke.
5. Faktor resiko terkendali
Ada pula faktor-faktor resiko yang sebenarnya dapat dikendalikan dengan
bantuan obat-obatan atau perubahan gaya hidup.
a. Hipertensi
Hipertensi (takanan darah tinggi) merupakan faktor resiko utama yang
menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hepertensi memiliki
faktor resiko stroke empat hinngga eman kali lipat dibandingkan orang yang
tanoa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen paisen stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke.
b. Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor resiko berikutnyha adalah penyakit jantung,
terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan
denyut jantung yang tidak teratur dibilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri
ini mencapai empat kali lebih cepat di bandingkan di bagian-bagian lain jantung.
Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi
pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat
mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80
tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kamatian pada satu di antara
empat kasus stroke.
c. Diabetes
Penderita diabetes memiliki resiko tiga kali lipat terkena stroke dan
mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Selain itu, resiko tersebut akan
menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar resiko
stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap
hipertensi.
d. Kadar Kolesterol Darah
Penilitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol
seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam
tubuh dan berpengaruh pada resiki aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol dibawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan diatas 240 mg/dl sudah
berbahaya dan menempatkan seseorang pada resiko terkena penyakit jantung dan
stroke.
Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat olahraga
yang teratur dapat menurunkan resiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus
tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor resiko stroke yang sebenarnya paling mudah
diubah. Perokok berat menghadapi resiko lebih besar dibandingkan perokok
ringan. Merokok hampir melipatgandakannresiko stroke iskemik, terlepas dari
faktor resiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan resiko subarakniod
hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian strke,
yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya
atau lebih tua. Sesungguhnya, resiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhebti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti
merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor
penggumpal darah) lebih benyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.
f. Alkohol Berlebihan
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan
darah sehingga memperbasar resiko stroke, baik yang iskemik maupun yang
hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlabihan dapat mengurangi
daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya aspirin. Dengan
demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh
dari bahaya stroke iskemik. Pada edisi 18 november, 2000 dari The new England
Journal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau
22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol satu kali
sehari. Ternyata, jasilnya menunjukkan adanya penurunan resiko stroke secara
menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brighem and Women’s Hospital di Boston
beserta rekan-rekan juga menumukan bahwa manfaat ini masih terlihat pada
konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun demikian, dislipin menggunakan
manfaat alkohol dalam konsumsi cukup sulit dikendalikan dan efek samping
alkohol justru lebih berbahaya.
g. Obat-obatan Terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya
dapat menyebabkan stroke, disamping memicu faktor resiko yang lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga
menyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi
lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah.
Marijuana mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor
resiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah
naik turun dengan cepat. Keadaan ini pula punya potensi merusak pembuluh
darah.
h. Cedera kepala dan Leher
Cedera kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan perdarahan
didalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama pada stroke hemoragik.
Cedera pada leher, bila terkait pada robeknya tulang punggung atau pembuluh
karotid-akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau adanya
tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berpera,
terutama pada orang dewasa usia muda.
i. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor resiko lain
dan membentuk resiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan tubuh
biasanya melakukan perlawanan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan
perdarahan dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi
kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dala, darah yang memicu
resiko stroke embolik-iskemik.
D. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah ( makin lambat atau cepat )
pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler ) atau oleh
karena gangguan umum ( hipoksia karena gangguan paru dan jantung ).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan :
1) Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2) Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan CVA.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik, dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400
mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-
arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-
cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif
yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat
masuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan
ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan. Bila terjadi
hipoksia seperti halnya pada stroke, metabolisme di otak segera mengalami perubahan,
kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi antara 3-10 menit. Tiap kondisi yang
menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan anoksia (kekurangan oksigen
jaringan yang tersedia bagi proses metabolic). Hipoksia menyebabkan iskemia otak,
Iskemia otak dalam waktu singkat (kurang dari 10-15 menit) menyebabkan defisit
sementara dan bukan defisit permanen. Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan
sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai udem otak.
Dengan stroke trombotik dan embolik maka besarnya bagian otak yang mengalami
iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dimana stroke akan meluas setelah
serangan pertama. Dapat terjadi edema serebral masif dan peningkatan TIK, pada titik
herniasi dan kematian setelah trombolik terjadi pada area yang luas. Prognosisnya
tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya serangan.
E. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan berbagi defisit neurologis ,bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat ), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya.
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit mtr neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan pada dari otak. Disfungsi motor yang
paling umum adalah hemiplegia(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disatria (kesulitan berbicara),ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara),yang terutama
ekspresif atau represif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya),seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke
dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual,gangguan dlam hubungan visual –
spasial dan kehilangan sensori.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan
korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang
terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi
tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi
tersebut ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak mampu melihat
makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat. Penting
untuk perawat secara konstan mengingatkan pasien tentang sisi lain tubuhnya,
mempertahankan kesejajaran ekstremitas dan, bila mungkin menempatkan ekstemitas
dimana pasien mampu melihatnya.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kpasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikol yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas , kesulitan dalam pemhaman , lupa, dan
kurang motivasi ,yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalh frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh
respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalh psikologik lain juga
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi,
dendam, dan kurang kerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarus sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
keetidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang – kadang setelah stroke kandung kemih menjadi
atonik, kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang –
kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini , dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Ketika tonus otot
meningkat dan reflek tendon kembalimtonus kandung kemih meningkat dan reflek
tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan spastisitas kandung kemih
dapat terjadi. Karena indera kesadaran pasien kabur, inkontinensia urinarus menetap
tau retensi urinarus mungkin simptomatik karena kerusakan otak bilateral.
Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
F. PATHWAYS
G. KOMPLIKASI
Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja. Gangguan
emosianal dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak ditempat tidur adalah
bonus yang tak dapat dihindari.
1. Depresi
Inilah dampak yang paling menyulitkan penderita dan orang-orang yang ada
disekitarnya. Oleh karena keterbatasannya karena lumpuh, sulit berkomunikasi dan
sebagainya,
2. Darah Beku
Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki
sehingga menyebabkan pembengkakan yang mengganggu. Selain itu, pembekuan
darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru (emboli
paru-paru) sehingga penderita sulit bernafas dan dalam beberapa kasus mengalami
kematian.
3. Memar
Jika penderita stroke mengalami lumpuh, tidak masalah seberapa parahnya,
penderita harus sering dipindahkan dan digerakkan secara teratur agar bagian pinggu,
pantat, sendi kaki, dan tumit tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur. Bila
luka-luka tidak dirawat, bisa terjadi infeksi. Keadaan ini akan menjadi semakin buruk
bila penderita dibiarkan terbaring ditempat tidur yang basah karena keringat.
4. Otot Mengerut dan Sendi Kaku
Kurang gerak dapat mengakibatkan sendi menjadi kaku dan nyeri. Misalnya,
jika otot-otot betis mengerut, kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan tumit
menyentuh lantai. Hal ini biasanya ditangani dengan fisioterapi.
5. Pneumonia (radang paru-paru)
Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke membuat pasuen
mungkin mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering batuk-batuk
sehingga caiaran terkumpul di paru-paru dan selanjutnya dapat mengakibatkan
pneumonia.
6. Nyeri Pundak
Otot-otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi-sendi pundak akan mudah
cidera pada waktu penderita diganti pakaiannya, diangkat, atau ditolong untuk
berdiri. Untuk mencegahnya, biasanya tangan yang terkulai ditahan dengan sebilah
papan atau kain khusus yang dikaitkat ke pundak, atau leher agar bertahan pada
posisi yang benar. Jadi, bial anda menolong penderita stroke untuk berdiri, lakukan
dengancara yang benar agar tidak membuat otot-otot daerah tersebut terbebani terlalu
berat.
H. AKIBAT/DAMPAK STROKE
Akibat stroke ditentukan oleh bagian mana otak yang cidera, tetapi perubahan-
perubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi bagian kanan atau kiri
otak, pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Lumpuh
Kelumpuhan sebagia tubuh (himiplagia) adalah cacat yang paling umum
akibat stroke. Bila stroke menyerang kiri otak, tarjadi himiplegia kanan. Kelumpuhan
terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan termasuk tenggorokan dan
lidah. Bila dampak lebih ringan, biasanya bagian yang terkena dirasakan tidak
bertenaga (hemiparesis kanan). Bila yang terserang adalah bagian kanan otak, yang
terjadi adalah hemiplagia kiri dan yang lebih ringan disebut hemiparesis kiri.
Bagaimanapun, pasien stroke hemiplegi atau hemiperesis akan mengalami kesulitan
melaksanakan kegiatan sehari-harinya seperti berjalan, berpakaian, makan, atau
mengendalikan buang air besar atau kecil.
2. Perubahan Mental
Stroke tidak selalu membuat mantal penderita menjadi merosot dan beberapa
perubahan biasanya bersifat sementara. Setelah stroke memang dapat terjadi
gangguan pada daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan fungsi
intelektual lainnya. Semua hal tersebut dengan sendirinya mempengaruhi penderita.
Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali menurunkan semangat hidupnya sehingga
muncul dampak emosional yang lebih berbahaya. Ini terutama juga disebabkan kini
pebderita kehilangan kemampuan-kemampuan tertentu yang sebelumnya fasih
dilakukan.
3. Gangguan Emosional
Oleh karena pada umumnya pasien stroke tidak mampu berdiri lagi, sebagian
besar mengalami kesulitan mengendalikan emosi. Penderita mudah merasa takut,
gelisah, marah dan sedih atas kekurangan fisik dan mental mereka. Perasaan seperti
ini tentunya merupakan tanggapan yang wajar sebagai trauma psikologis akibat
stroke meskipun gangguan emosional dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga
disebabkan pengaruh kerusakan otak secara fisik.
4. Kehilangan Indra Perasa
Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan indra merasakan (sensorik),
yaitu rangsang sentuh atau jarak. Cacat sensorik dapat menggangu kemampuan
pasien mengenal benda yang sedang dipegangnya. Dalam kasus yang ekstrem, pasien
bahkan tidak mampu mengenali anggota tubuhnya sendiri.
Kehilangan kendaki pada kandung kemih merupakan gejala yang biasanya
muncul setelah stroke, dan seringkali menurunkan kemampuan saraf sensorik dan
motorik. Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuuuan untuk merasakan
kebutuhan kencing atau buang air besar. Kehilangan pengendalian kandung kemih
secara permanen setelah stroke tidaklah lazim. Tetapi, meski bersifat sementara
sekalipun, secara emosional ketidakmampuan itu sulit dihadapi oleh pasien stroke.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, perdarahan dan adanya infark
2. Angiografi serebral
Membantu memperlihatkan penyebab dan letak gangguan.
3. Pungsi Lumbal
a. Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral,
dan TIA.
b. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intrakranial.
c. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Analisa Gas Darah: Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
6. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
7. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
8. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawana dari massa yang meluas.
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
J. PENTALAKSANANAN MEDIS
Serangan stroke merupakan momen gawat darurat yang tidaak boleh
disepelekan. Segeralah bertindak bila keluarga , teman, atau tetangga anda
mengalaminya
Panggilah mobil ambulans atau langsung bawa penderita ke unit gawat darurat
rumah sakit terdekat, walaupun gejalany a hanya nampak sebagai jenis stroke ringan
yang bersifat sementara
1. Pertolongan Darurat
Sementara menunggu dokter atau ambulans, lakukan pertolongan sementara
untuk keadaan gawat darurat ini, dengan urutan sebagai berikut :
a. Jika orang itu sadar, tenagngkan dia. Baringkan dengan hati – hati, taruh bantal
dibawah kepalanya dan selimuti
b. Jika orang itu tidak sadar, periksa pernafasannya. Bila masih benapas miringkan
badannya dan biarkan kepalanya diatas lantai. Selimuti dia. Tunggu datangnya
dokter atau paramedis untuk melakukan tindakan penyelamatan lebih
c. Jika pernapasnnya berhenti – kalau anda ahli – segera berikan pernapasan buatan
dari mulut ke mulut (resusitasi). Prioritas utama adalah mengusahakan penderita
bernapas kembali. Ingat bahwa bila pernapasan terhenti dalam 2 – 3 menit akan
tejadi kerusakan otak, dan bila sampai 4 – 6 menit akan terjadi kematian
d. Bila penderita tersebut sebelumnya terjatuh, periksa apakah terjadi pendarahan
hebat. Hentikan pendarahan dengan melakukan penekanan selama 5 menit di atas
lukanya
2. Resusitasi (pertolongan pernapasan)
a. Baringkan korban terlentang di atas permukaan yang keras dan rata. Tekan
bagian dada berulang – ulang sebagai pengganti denyut jantung. Manfaatkan
berat badan anda sebaik – baiknya saat melakukannya dengan meletakkan kedua
tangan anda di atas bagian bawah tulang dada korban. Kedua siku anda tetap
tegak lurus dengan posisi kedua bahu korban tepat di atas kedua tangan anda.
Tekanlah kebawah sekitar 3 sampai 5 cm dengan kecepatan 80 sampai 100 kali
permenitnya. Usahakan penekanan dan pelepasan pada setiap siklus sama
durasinya. Jangan mengentak ke bawah , lalu istirahat.
b. Setelah melakukan 15 kali penekanan, embuskan napas anda dalam mulut
korban sebanyak 2 kali. Setiap 4 siklus dengan 15 kali penekanan, dan 2 kali
embusan napas. Periksa apakah sudah ada denyutan napas. Teruskan tindakan
penyelamatan selama korban belum bernapas atau belum ada denyut jantungnya
3. Pengobatan
Bila gejala – gejala stroke yang dialami penderita berlangsung dalam kurun
waktu yang relatif tidak lama, misalnya selama seminggu sudah seminggu sudah
menunjukan kemajuan yang pesat, kemungkinan besar penderita akan pulih sama
sekali tanpa cacat. Terapi bila setelah dua minggu keadaan pendrita belum
menunjukan kemajuan. Penderita perlu waktu lebih lama di rawat dirumah sakit.
Makin lama penderita dalam keadaan tidak sadar atau koma, semakin kecil
peluangnya untuk pulih total
Umumnya terapi obat merupakan penanganan yang paling paaling lazim
diberikan selama perawatan di rumah sakit maupun setelahnya. Obat apa yang
diberikan tergantung dari jenis stroke yang di alami apakah iskemik atau hemoragik.
Kelompok obat yang paling populer untuk menangani stroke adalah :
a. Antitrombotik
Kelompok antitrombotik diberikan untuk mencegah pembentukan
gumpalan darah yang mungkin tersangkut di pembuluh darh serebral dan
menyebabkan stroke. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
b. Antiplatelet
Adalah jenis obat – obatan yang sifatnya mencegah penggumpalan
dengan mengurangi kegiatan platelet (sel darah) yang sifatnya merangsang
terjadinya penggumpalan. Para dokter memberikan jenis ini untuk mencegah
terjadinya stroke iskemik . obat antiplatelet yang akrab di telinga kita karena
terjual bebas adalah aspirin. Jenis antiplatelet lainnya yang sering diresepkan
oleh dokter adalah clopidogrel dan ticlopidine
c. Antikoagualan
Jenis obat ini digunakan untuk mendurangi resiko stroke dengan
merendam sifat penggumpalan pada darah. Obat anti koagulan yang paling
populer adalah warfarin (dikenal juga sebagai coumadin) dan heparin
d. Trombolitik
Obat trombolitik digunakan untuk mengalami stroke iskemik yang parah
dan berlanjut. Obat – obatan ini dimaksudkan untuk menghentikan stroke dengan
melarutkan gumpalan darah yang menyumbat aliran darah dari jantung ke otak.
Dari kelompok trombolitik, senyawa rt – PA (recombinant tissue
plasminogen activator ) merupakan bentuk rekayasa genetika dari t – PA, zat
trombolitik yang dibuat oleh tubuh. Senyawa ini memberikan efek yang opyimal
bila diberikan melalui infus dalam batas waktu 3 jam setalah memastiakn
bahwa pasien itu benar menderita stroke iskemik sehingga keefektifannys
berkurang
Masalahnya, obat trombolitik dapat meningkatakan pendarahan dan tidak
boleh diberikan untuk kasus stroke hemoragik. Oleh karena itulah, obat ini hanya
boleh digunakan setelah pasien dipastikan secara seksama benar mengalami
stroke iskemik, bukan stroke hemoragik
e. Neuroprotektif
Obat neuroprotektif digunakan untuk melindungi kerusakan lebih lanjut
dari sel saraf otak karena akibat ikutan dari stroke . kelompok ini harus
digunakan dengan sangat hati – hati, karenaefek sampingnya juga berbahaya.
Misalnya, nimodipine, salah satu antagonis kalsium bekerjamengurangi resiko
kerusakan saraf(vasospasme cerebral). Pad pendarahan di dalam otak
(subarachnoid) dengan menghambat kalsium yang berfungasi sebagai pengirim
pesan pada jaringan saraf otak
4. Pembedahan
pembedahan dpat disarankan untuk mencegah stroke , menindak stroke yang
akut, memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah, atau cacat bentuk dan di sekitar
otak.
Pembedahan dapat dilakukan secara darurat untuk menyelamatkan pasien dari
stroke hemoragik yang parah. Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
a. Endarterectomy carotid
Pembedahan enderterktomi karotid (endarterectomy carotid) ini
dilakukan untuk membuang endapan lemak penyumbat dari sebelah dalm
pembuluh karotid, yang berlokasi di leher dan merupakan penyalur darah yang
utama ke otak. Percobaan klinis menunjukan bahwa enderoktoni karotid
merupakan terapi pencegah stroke yang aman dan efektif bagi kebanyakan orang
yang menderita sumbatan pada pembuluh karotid lebih dari 50 persen.
Pembedahan ini lebih efektif bila dilakukan oleh ahli bedah saraf atau pembuluh
darah yang kompeten dan berpengalaman
b. Bypass EC/IC
Merupakan cara pembedahan untuk memulihkan aliran darah ke bagian
otak yang kehilangan darah, dengan cara mengatur kembali aliran pembuluh
darah yang sehat dalam tempurung otak dari pembuluh darah otak yang
tersumbat
Suatu penelitian klinis memperlihatkan , bahwa pada jangka waktu
panjang, EC?IC nampaknya tidak menjamin terjadinya stroke susulan pada pasien
yang menderita aterosklerosis. Kadangkala pembedahan ini dilakukan juga pada
pasien yang menderita gangguan atau kelainan pada pembuluh darahnya
c. Clipping
Merupakan cara pembedahan untuk mengurangi kemungkinan pembuluh
darh pecah dan menyebabkan pendarahan subsrschnoid, yakni menjepit
pembuluh yang bengkak. Maka sering pembedahan ini disebut penjepitan
d. Teknik kumparan lepas
Teknik baru pembedahan ini mulai mendpat perhatian walaupun tindakan
untuk mengtasi pembengkakan pembuluh darah intrakranial ini beresiko tinggi.
Sebuah kumparan kecil, terbuat dari platina, dimasukan melalui pembuluh di
paha dan di antar melalui pembuluh – pembuluh darah lain ke tempat
pembengkakan. Kemidian, kumparan itu dilepas setelah berad di dalm pembuluh
darah yang bengkak tersebut.
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat / cair)
Kelemahan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas
2) Breathing
Gejala:
Tanda: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
3) Circulation
Gejala: Adanya penyakit kardiovaskuler, polisitemia, hipotensi postural.
Tanda :
Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler.
Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung/ kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat
vasomotor)
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
4) Disability
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ),
kelemahan umum.
gangguan penglihatan
5) Exposure
Kaji adanya hematom atau cidera (terutama pada klien stroke yang
mengalami jatuh).
b. Secondary Survey
Pengkajian fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
3) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
4) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
5) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi (berkurangnya
ketajaman sensasi pada satu sisi tubuh).
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
c. Tersiery Survey
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahn perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangn
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan otak,konfusi,
ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi
e. Kurang perawatan diri (higiene,toileting,berpindah,makan) berhubungan dengan
gejala sisa stroke
f. pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
3. Rencana keperawatan
Diagnosa keperawatan 1
Perubahn perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
morotiksensori.
b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan takadanya tanda-tanda
peningkatan TIK
c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan
dengan keadaan/penyebap khusus selama
koma/penurunan perfusi serebral dan
potensial terjadinya peningkatan TIK
2. Pantuan/catat status neurollogis sering
munkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya/standar.
3. Pantau tanda-tanda vital seperti catat
a) Adanya hipertensi atau hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca
1. Mempengaruhi penetapan intervensi,
kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologis atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal
memerlukan tindakan pembedahan dan
pasien harus dipindahkan keruang
keperawatan kritis (ICU) untuk
melakukan pemantuan terhadap
peningkatan TIK.
2. Mengetahui kecenderungan tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK
dan mengetahui lokasi. Luas, dan
kemajuan/resolasi kerusakan SSP. Dapat
menunjukkan TIA yang merupakan tanda
terjadi thrombosis CVS baru.
3.
a) Variasi mungkin terjadi oleh karena
tekanan atau trauma serebral pada daerah
pada kedua lengan
b) Frekuensi dan irama jantung, auskultasi
adanya murmur
c) Catat pola dan irama dari pernafasan,
seperti adanya periode apnea setelah
pernafasan hiperventilasi, pernafasan
Cheyne-strokes
4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk,
reaksinya terhadap cahaya.
vasomotor otak, hipertensi/hipotensi
postural dapat menjadi faktor pencetus.
Hipotensi dapat terjadi karena syok
(kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan
TIK dapat terjadi (karena edema, adanya
formasi bekuan darah). Tersumbatnya
arteri subklavia dapat dinyatakan dengan
adanya perbedaan tekanan pada kedua
lengan
b) Perubahan terutama bradikardia dapat
terjadi sebagai akibat adanya kerusakan
otak. Disritmia dan murmur
mencerminkan adanya penyakit jantung
yang mungkin telah menjadi pencetus
CVS (seperti stroke setelah IM atau
penyakit katup)
c) Ketidakteraturan pernafasan dapat
memberikan gambaran lokasi kerusakan
serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan
untuk intervensi selanjutnya termasuk
kemungkinan perlunya dukungan
terhadap pernafasan (rujuk pada MK,
trauma kranioserebral, DK: pola nafas
takefektif ).
4. Reaksi pupil diatur oleh syarap kranial
okulomotor (III) dan berguna dalam
menentukan apakah batang otak tersebut
masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil
ditentukan oleh keseimbangan antara
persyarapan simpatis dan parasimpatis
yang mempersyarapinya. Respon terhadap
reflek cahaya mengkombinasikan fungsi
dari syaraf kranial optikus (II) dan syaraf
kranial okulomotor (III)
5. Catat perubahan dalam pengelihatan, seperti
adanya kebutaan, gangguan lapang
pandang/kedalaman persepsi
6. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi. Seperti
fungsi bicara jika pasien sadar (rujuk pada
DK komunikasi, kerusakan verbal)
7. Letakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan dan dalam posisi anatomis
(netral)
8. Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan
lingkungan yang tenang; batasi
pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi.
Berikan istirahat secara periodik antara
aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap
prosedur.
9. Cegah terjadinya mengejan saat defeksi, dan
pernafasan yang memaksa (batuk terus-
menerus)
10. Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan
yang meningkat, peka rangsang dan serangan
kejang.
Kolaborasi
1. berikan oksigen sesuai indikasi.
2. Berikan obat sesuai indikasi :
a) Antikoagulasi, seperti natrium warfarin
(Coumadin); heparin, antitrombosit
(ASA); dipiridamol (Persantine).
5. Gangguan pengelihatan yang spesifik
mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus
mendapat perhatian dan mempengaruhi
intervensi yang akan dilakukan
6. Perubahan dalam isi kongnitif dan bicara
merupakan indikator dari lokasi atau
derajat gangguan serebral dan mungkin
mengindikasikan penurunan/peningkatan
TIK
7. Menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral
8. Aktivitas atau stimulasi yang kontinu
dapat meningkatkan TIK istirahat total
dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik/perdarahan
lainnya.
9. Manuver Valsava dapat meningkatkan
TIK dan memperbesar resiko terjadinya
perdarahan.
10. Merupakan indikasi terjadinya iritasi
meningeal. Kejang dapat mencerminkan
adanyapeningkatan TIK/trauma serebral
yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
1. Menurunkan hipoksi yang dapat
menyebapkan vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat/terbentuknya edema
2.
a) Dapat digunakan untuk
meningkatkan/memperbaiki aliran darah
serebral dan selanjutnya dapat mencegah
b) Antifibrolitik, seperti asam aminokaproid
(Americar).
c) Antihipertensi.
d) Vasodilatasi perifer, seperti siklandelat
(Cyclospasmol); papaverin
(Pavabid/Vasospan); isoksupresin
(Vasodilan).
e) Steroid, deksametason (Decadrone)
f) Fenition (Dilantin), fenobarbital.
g) Pelunak feses.
3. Persiapkan untuk pembedahan,
endarterektomi, bypass mikrovaskular.
4. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai
indikasi, seperti masa protrombin, kadar
dilantin.
pembekuan saat embolustrombus
merupakn factor masalahnya.Merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan
hipertensi sebagai akibat dari peningkatan
ressiko pendarahan.
b) Penggunaan dengan hati-hati dalam
pendarahan untuk mencegah lisis bekuan
yang terbentuk dan pendarahan berulang
yang serupa
c) Hipertensi lama/kronis memerlukan
penanganan yang berlebihan
meningkatkan resiko terjadinya perluasan
kerusakan jaringan. Hipertensi sementara
sering kali terjadi selama fase stroke akut
dan penanggulangannya seringkali tanpa
intervensi terapeutik.
d) Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi
kolateral atau menurunkan vasospasme.
e) Penggunaannya controversial dalam
mengendalikan edema serebral.
f) Dapat digunakan untuk mengontrol
kejang dan untuk aktivitas sedative,
catatan; fenobarbital memperkuat kerja
dari antiepilepsi.
g) Mencegah proses mengejan selama
defekasi dan yang berhubungan dengan
peningkatan TIK.
3. Mungkin bermamfaat untuk mengatasi
situasi.
4. Memberikan informasi tentang keefektifan
pengobatan/kadar terapiutik.
Diagnosa keperawatan 2
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangn keseimbangan
dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
a. mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh takadanya
kontraktur, footdrop.
b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
atau kompensasi.
c. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
d. Mempertahankan intigritas kulit.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Kaji kemampuan secara funsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
Klasifikasi melalui skala 0-4. (rujuk pada
MK: Trauma kranioserebral, DK: Mobilitas
Fisik, kerusakan, hal. 282)
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
(telenteng,miring), dan sebagainya dan jika
memungkinkan bias lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau
dua kali sehari jika pasien dapat
mentoleransinya.
4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak
1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan
dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemilihan terhadap intervensi, sebap
teknik yang berbeda digunakan untuk
paralisis spastic dengan flaksid.
2. Menurunkan resiko terjadinya
traumaiskemia jaringan. Daerah yang
terkena mengalami
perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasi dan lebih
besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/dekubitus
3. Membantu mempertahankan ekstensi
pinggul fungsional; tetapi
kemungkinan akan meningkatkan
ansietas terutama mengenai
kemampuan pasien untuk bernafas.
4. Meminimalkan atrofi otot,
aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat
masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti
latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet,
melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.
5. Sokong ekstremitas dalam posisi
fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot
board) selama periode paralisis flaksid.
Pertahankan posisi kepala netral.
6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien
berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
7. Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat
bantu untuk pengaturan posisi atau pembalut
selama periode paralisis spastic.
8. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk
melakukan abduksi pada tangan
9. Tinggikan tangan dan kepala.
10. Tempatkan “ hend roll “ keras pada telapak
tangan dengan jari-jari dan ibu jari-jari saling
berhadap.
11. Posisi lutut dan panggul dalam posisi
ekstensi.
12. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan
ulungan/bantalan trokanter.
meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur. Menurunkan
resiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis jika masalah utamanya
adalah perdarahan. Catatan : stimulasi
yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang.
5. Mencegah kontraktur/footdrop dan
memfasilitasi kegunaanya jika
berfungsi kembali. Paralisis flaksid
dapat mengganggu kemampuannya
untuk menyangga kepala, dilain pihak
paralisis spastic dapat mengarah pada
deviasi kepala ke salah satu sisi.
6. Selama paralisis flaksid, penggunaan
penyangga dapat menurunkan risiko
terjadinya subluksasio lengan dan
“sindrom bahu lengan “
7. Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat
dari otot fleksor lebih kuat
dibandingkan dengan otot ekstensor.
8. Mencegah abduksi bahu dan fleksi
siku.
9. Meningkatkan aliran balik vena dan
membantu mencegah terbentuknya
edema.
10. Alas/dasar yang keras menurunkan
stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari
pada posisi normal (posisi anotomis).
11. Mempertahankan posisi fungsional.
12. Mencegah rotasi eksternal pada
pinggul.
13. Gunakan papan kaki secara berganti, jika
memungkinkan.
14. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan
duduk ( seperti meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat
tidur, biarkan pasien menggunakan.Kekuatan
tangan untuk menyokong berat badan dan
kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit, meningkatkan waktu duduk dan
keseimbangan dalam berdiri seperti letakkan
sepatu yang datar.sokong bagian belakang
dan bawah pasien dengan tangan sambil
meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien,
bantu menggunakan alat pegangan pararel
dan walker.
15. Observasi daerahyang terkena termasuk
warna, edema, atau tanda lain dari gangguan
sirkulasi.
16. Inspeksi kulit terutama pada daerah yang
menonjol secara teratur.lakukan masase
secara hati-hati pada daerah kemerahan dan
berikan alat bantu seperti bantalan lunak kulit
sesuai kebutuhan.
17. Bangunkan dari kursi sesegera mungkin
setelah tanda-tanda vital stabil kecuali pada
hemoragik serebral.
13. Penggunaan yang kontinu (setelah
perubahan pada paralisis flaksid ke
spastik) dapat menyebapkan tekanan
yang berlebihan pada sendi peluru
kaki, meningkatkan spstisitas, dan
secara nyata meningktkan fleksi
plantar.
14. Membantu dalam melatih kembali
jaras saraf, meningkatkan respons
proprionseptik dan motorik
15. Jaringan yang mengalami edema lebih
mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat
16. Titik-titik tekanan pada daerah yang
menonjol paling berisiko untuk
terjadinya penurunan
perfusi/iskemia.stimulasi sirkulasi dan
memberikan bantalan membantu
mencegah kerusakan kulit dan
perkembanganyaa dekubitus.
17. Membantu mentabilkan tekanan darah
(tonus vasemotor
terjaga ).meningkatkan keseimbangan
18. Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air
dan bantu pasien untuk memindahkan berat
badan dengan interval yang teratur.
19. Susun tujuan dengan pasien atau orang
terdekat untuk berpartisipasi dalam
aktivitas /latihan mengubah posisi
20. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan
dan latihan dengan menggunakan ekstermitas
yang tidak sakit untuk menyokong /
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Kolaborasi
1. Berikan tempat tidur dengan matras bulat,
tempat tidur aitr, alat flotasi, atau tempat
tidurkhusus (seperti tempat tidur kinetik)
sesuai indikasi
2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara
aktif, latihan resistif, dan ambulasi fasien
ekstermitas dalam posisi normal dan
pengosongan kantung kemih/ginjal.
Menurunkan resiko terjadinya batu
kandung kemih dan infeksikarena urin
yang statis.
18. Mencegah/ menurunkan tekanan
koksigeal/ kerusakan kulit
19. Meningkatkan harapan terhadap
perkembangan/ peningkatan dan
memberikan prasaan kontrol/
kemandirian
20. Dapat berespon denganbaik jika
daerah yang sakit tidak menjadi lebih
terganggu dan memerlukan dorongan
serta latihan aktif untuk menyatukan
kembali sebagai bagian dari tubuhnya
sendiri
1. Meningkatkan distribusi merata berat
badan yang menurunkan tekanana
pada tulang tertentu dan membantu
untuk mencegah kerusakan
kulit .tempat ini khusus membantu
denagn letak pasien
obesitas,meningkatkan sirkulasi dan
menurunkan terjadinya vena statis
untuk menurunkan resiko terhadap
cedera pada jaringan dan komplikasi
seperti ortostatik
2. Program yang khusus dapat
dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berati /menjaga
3. Bantulah dengan stimulasi elektrik,seperti
TENS sesuai indikasi
4. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik
sesuai indikasi,seperti baklofen, dantrolen
kekurangan tersebut dalam
keseimbangan,koordinasi dan
kekuatan.
3. Dapat membantu memulihkan
kekuatan otot dan meningkatkan
kontrol otot volunter.
4. Mungkin di perlukan untuk
menghilangkan spastisitas pda
ekstermitas yang terganggu
Diagnosa keperawatan 3
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan otak
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
a. menghasilkan pemahaman tentang masalahh komunikasi.
b. membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan,
c. menggunakan sumber dengantepat.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Kaji tipe/derajat dispungsi,seperti pasien
tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri
2. Bedakan antara afasia dan disartria
1. Membantu menentukan daerah dan
derajat kerusakan serebral yang terjadi
dan kesulitan psien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi.pasien
mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang di ucapkan ( afasia
sensori \k/ kerusakan pada aarea wernick)
mengucapkan kata-kata dengan benar
( afasia ekspresif/kerusakna pada area
bicara broca) atau mengalami kerusakan
pada kedua daerah tersebut
2. Intervensi yang di pilih tergantung pada
tipe kerusakannnya. Afasia adalah
gangguan dalam menggunakan dan
mengintepresikan simbol-simbol bahasa
3. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi
dan berikan umpan balik.
4. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah
sederhana seperti buka mata ,tunjuk ke
pintu, ulangi dengan kata atau kalimat
yang sederhana
5. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk
menyebutkan nama benda tersebut
6. Mintalah klien mengucapakan suara
sederhana seperti “sh” atau “pus”
7. Minta pasien menulis nama atau kalimat
dan mungkin melibatkan komponen
sensorik atau motorik, seperti
ketidakmampuan untuk memahami
tulisan / ucapan atau menulis
lkata ,membuat tanda
berbicara .seseorang denag disartia dapat
memahami,membaca dan menulis bahasa
tetapi mengalami kesusliatan
membentuk/mengucapkan kata
sehubungan dengan kelemahan otot
3. Pasien mungkin kehilangan kemampuan
untuk memantauu ucapan yang keluar dan
tidak mmenyadari bahwa komunikasi
yang di ucapkannnya tidak nyaata.uman
balik membantu pasien merealisasikan
kenapa pemberi auhan tidak mengerti /
berepon sesuai dan memberikan
kesempatan untukmengklarisifikasikan
isi/makna yang terkandung di dalam
ucapannya
4. Melakukan penilaina terhdap adanya
kerusakan sensorik ( afasia sensorik)
5. Melakukan penilaina terhadap adanya
kerusakan motorik ( afisia motorik)
se[erti paisen mungkiin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutnya.
6. Mengidenfikasi adanya disastria sesuai
komponen motorik dari bicara (seperti
lidah, gerakan bibir, kontrol napas)nyang
dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
yang pendek. Jika tidak dapat menulis
mintalah pasien untuk membaca kalimat
yang pendek
8. Tempakan tanda pemberitahuan pada
ruang perawat dan ruang pasien tentang
adanya ganguan bicara berikan bel kusus
bila perlu
9. Belikan metode komunikasi alternatif,
sperti menulis , gambar atau beri petunjuk
visual (gerakan tangan, gambar – gambar
kebutuhan atau demontrasi)
10. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien
11. Katakan secara langsung dengan pasien,
bicara perlahan dengan kata tenang
gunakan pertanyaan terbuka dengan
jawaban “ya/tidak” selanjutnya
kembangkan pada pertanyaan yanbga
lebih komplek sesuai dengan respon
pasien
12. Bicaralah dengan nada normaldan hindari
percakapan yang cepat. Berikan pasien
jarak waktu untuk pasien berrespon.
Bicaralah pada pasien tampan tekanan
terhadap sebuah respon
7. Menilai kemampuan menulis ( agrafia )
dan kekurangan dalam membaca yang
benar ( aleksia ) yang juga merupakan
bagian dari apasia sensori dan afasia
sensori
8. Menghilangkan ansientas pasien
sehubungan dengan ketidak mampuan
untuk komunikkasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan
terpenuhi dengan segera. Pengunaan bel
yang dianktifkan dengan tekanan minimal
akan bermamfaat ketika pasien tidak
dapet mengunakan bel reguler
9. Memberikan komunikasi tentang
kebutuhan tentang kebuthan berdasarkan
keadaan/ defisit yang mendasari.
10. Bermamfaat dalam menurunkan bila
tergantunag pada orang lain dan tidak
dapat berkumunikasi secara berarti.
11. Menurunkan kebingungan / ansitas
selama proses komunikasi dan berespon
pada komunikasi dan berespon pada
informasi yang berlebih banyak pada
waktu tertent. Sebagai proses latihan
kembali untuk lebih mengembangkan
kumunikasi lebih lanjut dan lebih
komplek akan menstimulasi memori dan
dapat meningkatakan asiosai ide/ kata
12. Pasien tidak perlu merusak pendengaran,
dan mengikan suara dapat menimbulkan
marah pasien/ menyebabkan kepedihan.
Memokuskan nrespon dafat
13. Anjurkan pengunjung atau orang terdekat
mempertahankan asuhan untuk
berkomunikasi dengan pasien sepeerti
membaca surat, diskusi tentang hal hal
yang terjada pada keluarga.
14. Diskusikan mengenai hal-halyang dikenali
pasien, seperti ; pekerjaan, keluarga, dan
hobi
15. Hangai kemampuan pasien sebelum
menjadi penyakit hidari “ pembicaraan
merendah” atau membuat hal-hal yang
menentang kebanggaan pasien.
Kolaborasi
1. Konsultasi dengan atau rujuk kepada hahli
terpi wicara
mengakibatkan frustasi dan mungkin
menyebabkan pasien terpaksa untuk
bicara “ otomatis “ seperti memutar
balikan kata berbicara kasar atau kotor.
13. Mengurangoi nisolasi pasien dan
meningkatkan penciptaan komunikasi
efektif
14. Menigkatkan percakapan yang bermakna
dan membelikan esempatan yang untuk
ketrampilan praktis
15. Kemapuan pasien untuk merasakan harga
diri, sebab kemampuan intelektual
seringkali tetap baik.
1. Pengkajian secara individual kemmpuan
bicara dan sensori, motorik dan konigtif
berfungsi untuk mengidenfikasi
kekurangan atau kenutuhan terapi.
Diagnosa keperawatan 4
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan otak,konfusi,
ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
Memulai atau mempertahan kan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
Mendemonstasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap atau deposit hasil .
TINDAKAN ATAU INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Lihat kembali proses patologis kondisi
individual.
2. Evaluasi adanya gangguan
penglihatan.catat adanya penurunan lapang
pandang,perubahan ketajaman persepsi
(bidang horizontal/vertical),adanya
diplopia(pandangan ganda).
3. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang
normal.biarkan lampu menyala;letakkan
benda dalam jangkauan lapang penglihatan
yang normal.tutup mata yang sakit juga
perlu .
4. Ciptakan linkungan yang
sederhana,pindahkan prabot yang
membahayakan.
5. Kaji kesadaran sensorik ,seperti
membedakan panas atau dingin,tajam atau
tumpul,posisi bagian tubuh atau otot,rasa
persendian.
6. Berikan stimulasi terhadap rasa
sentuhan,seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh,meraba.biarkan
pasien menyentuh dinding/ batas-batas
1. Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena
membantu dalam
mengkaji/mengantisipasi devisit spesifik
dan perawatan.
2. Munculnya gangguan penglihatan dapat
berdampakl negative terhadap
kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan dan mempelajari kembali
keterampilan motorik dan meningkatkan
resiko terjadinya cidera.
3. Pemberian pengenalan terhadap adanya
orang/benda dapat membantu masalah
persepsi;mencegah pasien dari
terkejut.penutupan mata mungkin dapat
menurunkan kebingungan karna adanya
pandangan ganda.
4. Menurunkan membatasi jumlah stimulasi
penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan terhadap
interperetasi lingkungan;menurunkan
resiko terjadi kecelakaan.
5. Penurunan kesadaran terhadap sensorik
dan kerusakan kerasaan kinetik
berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan /posisi tubuh dan
kessesuaian diri dari gerakan yang
menganggu ambulasi,meningkatkan
resiko terjadinya terauma.
6. Membantu melatih kembali jaras
sensorik untuk menintegrasikan persepsi
dan interpretasi dan stimulasi.membantu
pasien untuk mengorientasikan bagian
lainnya.
7. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan
,kaji adanya lingkungan yang
membahayakan.rekomendasikan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang normal.
8. Catat terhadap tidak adanya perhatian
pada bagian tubuh,segmen
lingkungan,kehilangan kemampuan untuk
mengenali objek yang sebelumnya di kenal
/mampu untuk mengenal anggota keluarga.
9. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya
bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh tertentu.buatlah pasien sadar akan
semua bagian tubuh yang
terabaikan ,,seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit,latihan yang membawa
area yang sakit melewati garis
tengah,ingatkan individu untuk
berpakaian/merawat sisi yang sakit
(“buta”)
10. Observasi respon perilaku pasien seperti
rasa bermusuhan.menangis,efek tidak
sesuai,agitasi,halusinasi,(Rujuk pada
DK:Trauma kranioserebral . DK:proses
pikir,perubahan.hal.280.)
11. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal
yang berlebihan sesuai kebutuhan.
dirinya dan kekuatan penggunaan dari
daerah yang berpengaruh.
7. Meningkatkan keamanan pasien yang
menurunkan resiko terjadinya trauma.
8. Adanya agnosia(kehilangan pemahaman
terhadap pendengaran ,penglihatan ,atau
sensasi yang lain ,meskipun bagian
sensori masih tetap normal)dapat
mengarah pada /mengakibatkan
kerusakan unilateral,ketidak mampuan
untuk mengenali isyarat lingkungan
/makna dari objek tempat umum,tidak
mampu mempertimbangkan perawatan
diri dari disorientasi atau perilaku yang
aneh.
9. Penggunaan stimulasi penglihatan dan
sentuhan membantu dalam
mengintegrasikan kembali sisi yang sakit
dan memungkinkan pasien untuk
mengalami kelalaian sensasi dari pola
gerakan normal.
10. Respon individu dapat bervariasi tetapi
umumnya yan g terlihat seperti emosi
labil,ambang frustasi rendah,apatis.dan
mungkin juga muncul prilaku
inpulsif,mempengaruhi perawatan.
11. Menurut ansietas dan respons emosi yang
12. Bicara dengan tenang,perlahan,dengan
menggunakan kalimat yang
pendek.pertahan kan kotak mat.
13. Lakukan validasi terdapat persepsi pasien
secara teratur pada lingkungan,staf,dan
tindakan yang akan di lakukan
berlebihan /kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebihan.
12. Pasien mungkin mengalami keterbatasan
dalam rentang perhatian atau masalah
pemahaman. Tindakan ini dapat
membantu pasien untuk berkomunikasi.
13. Membantu pasien untuk mengidentifikasi
ketidak-konsistenaan dari persepsi dan
integrasi dan stimulus dan mungkin
menurunkan distorsipersepsi pada realitas
Diagnosa keperawatan 5
Kurang perawatan diri (higiene,toileting,berpindah,makan) berhubungan dengan
gejala sisa stroke
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan
a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
c. Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
TINDAKAN /INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
(dengan menggunakan skala 0-4) untuk
melakukan kebutuhan sehari-hari.
2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien
yang dapat di lakukan pasien
sendiri ,tetapi berikan bantuan sesuai
kbutuhan.
1. Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2. Pasien ini mungkin menjadi sangat
ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang di berikan
bermampaat dalam mencegah
frustasi ,adalah penting bagi pasien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri
sendiri untuk mempertahankan harga diri
3. Sadari perilaku /aktivitas infulsifkarna
gangguan dalam mengambil keputusan.
4. Pertahankan dukungan ,sikap yang
tegas .beri pasien waktu yang cukup
untuk mengerjakan tugasnya.
5. Berikan unpan balik yang positif untuk
setiap usaha yang di lakukan atau
keberhasilannya.
6. Buat rencana terhadap gangguan
penglihatan yang ada ;seperti:
a) Letakkan makanan dan alat-alat
lainnya pada sisi pasien yang tidak
sakit
b) Sesuaikan tempat tidur sehingga sisi
tubuh pasien yang tidak sakit
menghadap ke ruangan dengan sisi
menghadap ke dinding.
c) Posisikan perabot menjauh dinding.
7. Gunakan alat pribadi ,seperti kombinasi
pisau bercabang sikat tangkai
panjang,tangkai panjang untuk
mengambil sesuatu dari lantai kursi mandi
pancuran kloset duduk yang agak tinggi .
8. Kaji kemampuan pasien untuk
berkomunikasi tentang kbutuhannya utuk
menghindari dan atau kemampuan untuk
menggunakan urinal,bedpan.bawa pasien
dan meningkatkan pemulihan.
3. Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi
dan pengawasan tambahan untuk
meningkatkan keamanan pasien.
4. Pasien akan memerlukan empati tetapi pelu
u tuk mengetahwi pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten .
5. Meningkatkan perasaan makna
diri .meningkatkan kemandirian,dan
mendorong pasien untuk berusaha secara
kontinu.
6.
a) Pasien akan dapat melihat untuk
memakan makananya.
b) Akan dapat melihat jika naik /turu dari
tempat tidur ,dapat mengobsevasi orang
yang dating ke ruangan tersebut.
c) Memberi keamanan ketika pasien
bergerak di ruangan untuk menurunkan
resiko jatuh /terbentur perabot tersebut .
7. Pasien dapat menangani diri
sendiri ,meningkatkan kemandirian dan
harga diri.
8. Mungkin mengalami gangguan saraf
kandung kemih,tidak dapat mengatakan
kebutuhannya pada fase pemulihan
akut,tetapi biasanya dapat mengontrol
ke kamar mandi dengan teratur atau
interval waktu tertentu untuk berkemih
jika memungkinkan.
9. Identifikasi kebiasaan depekasi
sebelumnya dan kembalikan kepada
kebiasaan pola normal tersebut.kadar
makanan yang berserat anjurkan untuk
minum banyak dan tingkatkan aktivitas.
Kolaborasi
1. Berikan obat supositoria dan pelunak
feses.
2. Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ahli
terapi okupasi.
kembali fungsi ini sesuai perkembangan
proses penyembuhan.
9. Menkaji perkembangan program latihan
(mandiri) dan membantu dalam
pencegahan konstipasi dan sembelit
(pengaruh jangka panjang).
1. Mungkin dibutuhkan pada awal untuk
membantu menciptakan /meransang fungsi
defekasi teratur.
2. Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembagkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
penyongkong khusus.
4. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah di susun pada tahap pencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C. S. dan Bare B. G. (2002). Buku ajar keperawtan medikal bedah brunner &Suddarth. Edisi 8. Alih bahasa dr. Kuncoro. Jakarta : EGC.
Sudoyo Aru W dkk. (2006). Buku ajar penyakit dalam. Jilid iii edisi iv. Jakarta : FKUI.
Price S. A. dan Wilson L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.Edisi 6. Alih bahasa dr. Brahm U. Jakarta : EGC
Doenges M. E. dkk. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Alih bahasa I Made Kariasa S. Kp. Jakarta : EGC
Potter P. A. dan Perry A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik. Edisi 4. Alih Bahasa Yasmin asih S. Kp. Jakarta : AGC
Wilkinson J. M. dan Ahern N. R. (2012). Buku saku diagnosis keperawtan nic & noc.Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Asty W. S. kep. Jakarta : EGC