lp sol good.docx
DESCRIPTION
irmaTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN DEWASA II
SOL (Space Occupying Lession)
OLEH:
Irma Ariani (010109a055)
Iwan Wahyudi (010109a057)
Juris Purnama P (010109a060)
Kadek Oka Aryana (010109a062)
Kartiko Heri C (010109a063)
Komariatu Astuti (010109a065)
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Jl. Gedongsongo, Candirejo – Ungaran
Tahun Ajaran 2011/2012
Kata Pengantar
Puji syukur kehadihat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayangnya
hingga selesainya laporan pendahuluan tentang SOL (Space Occupying Lession) ini,
shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan terbaik Rasulullah
Muhammad saw. Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada pihak-pihak yang
membantu penyusunan laporan pendahuluan ini.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan lebih lanjut.
Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diagnosis tumor otak memulai perjalanan ragu, takut, dan harapan bagi
pasien dan nya saga manusia family.The adalah interminglet dengan masalah
yang berkaitan dengan sugtre dan kerugian signifikan fungsi logis neuroligic,
pilihan pengobatan, dan kualitas hidup. pengetahuan abbroad terbaik
menyediakan profesional kesehatan dengan informasi dan keterampilan untuk
merawat pasien dan keluarga dengan cara yang sensitif compasionate, dan
humanistik. dalam hal ini rangka prinsip-prinsip dasar, conseps terkait dengan
tumor otak explorer.
Lokasi anatomi mengacu pada lokasi lesi mengacu pada tentorium sebagai
titik acuan membedakan antara supratentorial series, yang menandakan tumor e
terletak di atas tentorium (belahan otak), dan infratentorial series, yang
menandakan suatu tumor yang terletak di bawah tentorium tersebut (batang otak
dan otak kecil).
Cara kedua dalam memandang lokasi anatomi tumor otak adalah dengan
situs sebenarnya lesi, seperti lobus frontal, lobus temporal, pons atau otak kecil.
Mengetahui lokasi lesi membantu untuk memprediksi defisit kemungkinan
berdasarkan pemahaman tentang fungsi normal dari daerah anatomis.
( Maise, K dkk, 1992 )
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang SOL ( Brain Tumor ) serta
mengaplikasikan ke dalam proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian dari SOL
(Space Occupying Lession)
b. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang penyebab/etiologi dari
SOL (Space Occupying Lession)
c. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang patofisiologi dan
pathway dari SOL (Space Occupying Lession)
d. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis dari
SOL (Space Occupying Lession)
e. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang komplikasi dari SOL
(Space Occupying Lession)
f. Untuk mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan diagnostik dari
SOL (Space Occupying Lession)
g. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan medis
dari SOL (Space Occupying Lession)
h. Untuk dapat mengaplikasikan proses keperawatan tentang SOL (Space
Occupying Lession) ( pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, evaluasi ).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar SOL (Space Occupying Lession)
1. Pengertian SOL (Space Occupying Lession)
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah
tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long C , 1996 :
130).
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intracranial
yang menenpati ruang di dalam tengkorak. Tumor-tumor selalu tumbuh
sebagai massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk
kedalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dan infiltrasi
jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau
semua kejadian patofisiologi sebagai berikut :
a. Peningkatan tekanan intrakranial ( TIK ) dan edema serebral .
b. Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurologi fokal
c. Hidrosefalus
d. Gangguan fungsi hipofisis
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
a. Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
- Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
Tumor-tumor otak primer menunjukan kira-kira 20% dari semua
penyebab kematian karena kanker, di mana sekitar 20% sampai 40% dari
semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat-tempat lain.
Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar system saraf pusat tetapi jejas
metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal
bagian bawah, pankreas, ginjal, dan kulit ( melanoma )
Insiden tertinggi Pada tumor otak dewasa terjadi pada dekade kelima
keenam dan ketujuh, dengan tingginya insiden pada pria. Pada usia dewasa,
tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan
mendukung sistem otak dan medulla spnalis) dan merupakan supratentoral
(terletak diatas penutup serebelum). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya
menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernapasan
atau adanya peningkatan TIK
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2167)
2. Klasifikasi Tumor Otak
Klasifikasi tumor otak diantaranya
a. Tumor-tumor yang berasal dari jaringan otak
Gliomas : tumor penginfiltrasi yang dapat menyerang beberapa bagian
otak : biasanya bagian ini banyak pada bagian otak.
1) Astrositoma (derajat 1 dan 2)
2) Glioblastoma (derajat 3 dan 4 astrositoma)
3) Apendimoma
4) Meduloblastoma
5) Oligodendroglioma
6) Kista koloid
b. Tumor yang muncul dari pembungkus otak :
Meningioma : terbungkus dalam kapsul, dapat dipastikan dengan baik,
pertumbuhan keluar jaringan otak : menekan dari pada menginvasi otak.
c. Tumor yang berkembang didalam atau pada saraf kranial
Neuroma akustik : diturunkan dari lapisan pembungkus saraf akustik saraf
optik spongioblastoma polar.
d. Lesi metastatik
Paling umum dari paru dan payudara
e. Tumor kelenjar tanpa duktus
1) Hipofisis
2) Dinealis
f. Tumor pembuluh darah
1) Hemagioblastoma
2) Angioma
g. Tumor-tumor congenital
Tumor Spesifik
1) Glioma maligna biasanya banyak terjadi pada eoplasma otak yang
jumlahnya kira-kira 45% dari semua tumor otak. Biasanya tumor-
tumor ini tidak dapat dibuang secara oral, karena tumor menyebar
dengan infirtrasi ke dalam sekitas jaringan saraf dan hal ini tidak
dipertimbangkan untuk untuk direksi Tnpa menyebabkan kerusakan
sekalu pada struktur vital.
2) Adenoma hipofisis (kelenjar pituitary) adalah kelenjar yang relative
kecil terletak pada sela tursika. Kelenjar ini menenmpel pada
hypothalamus melalui sebuah tangkai pendek ( tangkai hipofisial ) dan
dibagi menjadi dua lobus anterior (adeno hipofisis) dan posterior
(neuro hipofisis). Lobus anterior mengeluarkan hormone pertumbuhan,
hormone adreno kortikotrofik (ACTH), hormone perangsang –tiroid
(TSH) prolaktin, hormon-hormon perangsang folikel (FSH), dan
hormon luteinizing (LH) hipofisis posterior menyimpan dan
melepaskan hormon antidiuretik ( vasopressin ) dan oksitosin.
Efek tekanan tumor-tumor hipofisi menunjukan kira-kira 2-8%
dari semua tumor otak dan menyebabkan gejala-gejala akibat tekanan
pada struktur sekitar atau terjadi perubahan hormon ( hiperfungsi dan
hipofungsi . tekanan dari adenoma hipofungsi mungkin mendesak
saraf-saraf optic, khiasma optic, atau saluran optic atau diatas
hypothalamus atau pada ventrikel ketiga bila tumor-tumor menyerang
sinus kavernosa atau meluas ke dalam tulang sphenoid. Pengaruh
tekanan menyebabkan sakit kepala, gangguan fungsi pengelihatan,
gangguan hipothalanus (misal: gangguan tidur, nafsu makan
menurun,suhu dan emosi) peningkatan TIK dan pembesaran serta
erosi sella tursika.
Efek hormoral fungsi hipofisis yang terdapat tumor dapat
menghasilkan satu atau lebih hormon normal yang dihasilkan oleh
hipofisis anterior. Hormon-hormon ini dapat menyebabkan adenoma
hipofisis penyekresi prolaktin (prolaktinoma), sekresi hormon
pertumbuhan oleh adenoma hipofisis yang menyebabkan akromegali
pada orang dewasa dan produksi ACTH oleh adenoma hi[pofisis yang
meningkat pada penyakit chushing. Sekresi TSH atau FSH -LH pada
adenoma tidak sering terjadi. Dimana kedua hormon pertumbuhan
dan prolaktin relative biasa dihasilkan oleh adenoma.
Pasien wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang menyekresi
kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenorea
atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu). Pasien pria
dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme.
Akromegali disebabkan oleh kelebihan hormon pertumbuhan,
menimbulkan pembesaran tangan dan kaki distorsi gambaran wajah,
dan tekanan pada saraf-saraf perifer ( sidrom entrapment )
h. Angioma otak (bentuk pembesaran massa pada pembuluh darah abnormal
yang dapat di dal.am atau diluar daerah otak ). Beberapa kehidupan yang
terdapat angioma menyebabkan gejala-gejala, pada tumor otak lainnya
muncul gejala –gejala. Kadang- kadang diagnose member kesan dengan
adanya angioma yang lain di beberapa tempat dalam kepala atau dengan
sebuah bruit ( suara abnormal ) terdengar sampai di tengkorak. Karena
dinding-dinding pembuluh darah pada angioma tipis, maka pasien beresiko
terhadap adanya cedera vascular serebral ( stroke ). Adanya perdarahan
serebral pada orang di bawah 40 tahun member kesan munkin adanya
angioma,
i. Neuroma akustik adalah sebuah tumor pada saraf cranial kedelapan, saraf
untuk pendengaran dan keseimbangan. Itu biasanya muncul juga dalam
meatus audotori internal, di mana ini sering berkembang sebelum
pengisian serebelopontin berhenti/.
Neuro akustik dapat tumuh lambat dean mencapai ukuran besar
sebelu diagnose di tegakan. Pasien biasanya mengalami kehilangan
pendengaran, tinnitus dan episode vertigo dan gaya berjalan
semponyongan. Akibat tumor menjadi membesar, sensasi nyeri pada
wajah dapat terjadi pada sisi wajah yang sama, sebagai hasil dari tekanan
tumorpada saraf cranial kelima.
Dengan menggunakan teknik sinar x yang diperbaiki dan
penggunaan mikrosop operasi dan istrumen bedah mikro, sehingga tumor-
tumor besar yang dapat diangkat melaui kraniotomi relative kecil.
Beberapa tumor-tumor ini cocok untuk radioterapi stereotaktik dari
beberapa pembedahan.
(Smeltzer & Bare, 2001)
Tumor otak dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yang
membedakan, termasuk primer atau sekunder, asal neuroembrionik, aksial
intra-aksial atau ekstra, ganas atau jinak, dan tumor anak atau orang dewasa.
a. Primary Versus Secondary Brain Tumors
Tumor otak primer berasal dari sel-sel dan struktur biasanya ditemukan di
dalam otak. Metastasis tumor otak berasal dari struktur luar otak, paling
sering dari tumor primer dari payudara, paru-paru, saluran pencernaan, dan
genitourinari. Karsinomatosis adalah suatu kondisi dimana karsinoma
tersebar luas di seluruh tubuh. Kadang-kadang menggunakan
menggambarkan beberapa metastasis lesi pada otak atau meninges.
b. Neuroembrionic Origins
Sistem saraf berasal dari lapisan (luar) ectodermal embrio tersebut. Pada
16 hari lempeng saraf muncul, berubah ke alur saraf dan tabung saraf pada
minggu ketiga sel neuroectodermal tidak dimasukkan ke dalam tabung
bentuk saraf saraf puncak. Tabung saraf dan pial neural berisi dua jenis sel
dibedakan disebut neuroblasted dan glioblasts (spongioblasts). yang
neuroblasts menjadi unit dasar dari struktur dalam sistem saraf, dan disebut
neuron. yang glioblasts dari berbagai sel yang mendukung, melindungi,
dan metabolik yang membantu neuron. mereka kolektif disebut sel glial.
Sel glial dibagi lagi menjadi astrosit (sel berbentuk bintang),
oligodendrocytes (sel glial dengan proses view), dan sel ependymal (garis
ventrikel). Ini adalah dasar untuk kategori luas dari tumor otak yang
disebut glioma. Glioma lebih lanjut dibagi lagi ke dalam astrocytomas,
oligodendrogliomas, dan ependymomas.
c. Intra-Axial Versus Extra –Axial Brain Tumors.
Intra tumor otak aksial terletak dalam neuraxis pusat (hemisfer serebral,
batang otak, dan otak kecil). Mereka berasal dari sel prekursor neurologlial
dan kebanyakan ditemukan di bagian putih. Ekstra-aksial tumor otak
terletak di luar neuraxis Tengah. Mereka timbul dari saraf kranial, kelenjar
hipofisis, atau meninges.
( Maise, K dkk, 1992 )
3. Etiologi SOL ( Brain Tumor )
Para insiden tahunan tumor otak di amerika serikat adalah perkiraan
menjadi 17500 primer intrakranial neoplas sekunder Neoplasma dan 17400
dan tumor metastasis intrakranial adalah dari pada orang dari segala usia,
dengan halaman insidence keluar engcuring pada anak usia dini dan dalam
lima, enam dan dekade ketujuh. insident yang lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita (9,6 vs 7,9 / 100.000) sebuah insident tinggi
glioma ganas dan neuromas adalah huruf pada pria, memakai insidence dari
meningioma dan pituitari adenoma lebih tinggi pada wanita. penyebab tumor
otak primer tidak diketahui. noda tumor tampaknya memiliki dasar bawaan
(epidermoid, dermoid, dan tumor teratoid dan craniophryngiomas). Lainnya
mungkin berhubungan dengan faktor herediter (penyakit huruf reckling
Hausen, untuk sklerosis berous, dan font Hippel-Lindau penyakit).
( Maise, K dkk, 1992 )
Penyebab tumor masih sedikit yang diketahui. Meningioma sedikit
lebih banyak pada wanita. Radiasi merupakan suatu faktor untuk tumbuhnya
tumor otak, trauma, infeksi dan toksin belum dapat dibuktikan sebagai
penyebab tumor otak. Tetapi bahan industri tertentu seperti nitrosurea adalah
korsinogen yang potensial. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang
mendapat imunosupresan seperti transplantasi ginjal, sumsum tulang dan
pada AIDS (Mansjoer, A, 1999).
Menurut Reeves (2001), tumor otak dapat terjadi karena adanya hal-hal
sebagai berikut :
a. Faktor genetik jenis meningioma, astrositoma, dan nodula fibroma dapat
ditemukan pada anggota keluarga
b. Paparan bahan kimia yang bersifat karsinogenik, misal : methyl
cholantrone/netrosethil urea
c. Virus
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tumor otak menunjukkan
manifestasi klinis yang tersebar bila tumor ini menyebabkan peningkatan TIK
(Tekanan Intrakranial) serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat dari tumor
yang mengganggu bagian spesifik dari otak.
a. Gejala peningkatan tekanan intrakranial
Gejala-gejala peningkatan TIK disebabkan oleh tekanan-tekanan
yang berangsur-angsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor.
Pengaruhnya adalah gangguan keseimbangan yang nyata antara otak,
cairan cerebrospinal dan darah serebral, semua terletak didalam
tengkorak. Sebagai akibat dari pertumbuhan tumor, maka kompensasi
penyesuaian diri dapat dilakukan melalui penekanan pada vena-vena
intracranial, melalui penurunan volume cairan cerebrospinal (melalui
peningkatan absorbsi dan menurunkan produksi). Penurunan sedang pada
aliran darah serebral dan menurunnya massa jaringan otak intraseluler dan
ektraseluler.
Bila kompensasi ini semua gagal, pasien mengalami tanda dan
gejala peningkatan TIK. Gejala-gejala peningkatan TIK menurut Menurut
Smeltzer dan Bare (2001 :
1) Sakit kepala
Meskipun tidak selalu ada, tetapi ini banyak terjadi di pagi hari
dan menjadi buruk oleh karena batuk, menegang atau melakukan
gerakan yang tiba-tiba. Keadaan ini disebabkan oleh serangan tumor,
tekanan atau penyimpangan struktur sensitive nyeri, atau oleh karena
edema yang mengiringi adanya tumor.
Sakit kepala selalu digambarkan dalam atau meluas atau
dangkal tapi terus menerus. Tumor frontal menghasilkan sakit pada
frontal bilateral, tumor kelenjar hipofisis menghasilkan nyeri dan
menyebar antara dua pelipis (bitemporal), sebelum menyebabkan sakit
kepala yang terletak pada daerah suboksipital bagian belakang kepala.
2) Muntah
Kadang-kadang dipengaruhi oleh asupan makanan, yang selalu
disebabkan adanya iritasi pada pusat vagal dimedula. Jika muntah
dengan tipe yang kuat, ini digambarkan sebagai muntah proyektil.
3) Papiledema (edema pada saraf optik)
Peningkatan tekanan perioptic menghambat drainase vena dari
daerah kepala optik dan retina, sehingga mengakibatkan papilledema.
b. Gejala terlokalisasi
Lokasi gejala-gejala terjadi spesifik sesuai dengan gangguan daerah
otak yang terkena, menyebabkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal,
seperti ketidaknormalan sensori dan motorik, perubahan penglihatan dan
kejang
a Tumor korteks motorik memanifestasikan diri dengan menyebabkan
gejala seperti kejang-kejang yang terletak pada satu sisi tubuh, yang
disebut kejang jacksonian.
b Tumor lobus oksipital menimbulkan manifestasi visual, hemianopsia
homonimus kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang
pandangan pada sisi yang berlawanan dari tumor) dan halusinasi
penglihatan.
c Tumor serebelum menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi lesi, otot tidak terkoordinasi dan nistagmus
(gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya menunjukkan
gerakan horizontal.
d Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian,
perubahan status emosional dan tingkah laku dan disintregasi perilaku
mental. Pasien sering menjadi ekstrem yang tidak teratur dan kurang
merawat diri.
e Tumor sudut serebelopontin biasanya diawali pada sarung saraf akustik
dan memberi rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteritik
gejala pada tumor otak
1) Pertama, tinitus dan kelihatan vertigo, gangguan fungsi saraf
kedelapan
2) Berikutnya kesemutan dan rasa gatal-gatal pada bagian wajah dan
lidah (berhubungan dengan saraf kranial kelima)
3) Selanjutnya terjadi kelemahan atau paralisis (keterlibatan saraf
kranial ketujuh)
4) Akhirnya karena pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin
ada abnormalitas pada fungsi motorik
f Tumor intrakranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada
lansia.
( Smeltzer & Bare, 2001)
5. Patofisiologi
a. Hipotesis Monro-Kellie
Patofisiologi tumor otak didasarkan pada pemahaman tentang
Monro-Kellie hipotesis, yang menyatakan bahwa otak telah membatasi
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan intra kranial
(intra cranial presure/ICP) normal dengan penurunan (1) volume jaringan
otak, (2) cairan serebrospinal (CSF), dan (3) volume darah serebral
(CBV). Kemampuan untuk mengimbangi dan mencegah kenaikan pesat
dalam tekanan intra kranial.
Pemindahan Volume Cairan serebrospinal. Pertama, volume CSF
dalam ventrikel dan ruang subarachnoid menurun. Hal ini dilakukan
dengan menggeser beberapa CSF melalui foramen magnum ke dalam
ruang suarachnoid tulang belakang. Ketika batas kompensasi CSF yang
melampaui, tekanan dalam ventrikel dan meningkatkan subarachnoid
ruang. Hal ini, pada gilirannya, meningkatkan tekanan di dalam tangki air
dan ruang subarachnoid lumbar. Jika monitor ICP di tempat atau jika
punture lumbal dilakukan, tekanan akan recoeded sebagai yang
ditinggikan. Kedua, peningkatan tekanan perioptic menghambat drainase
vena dari daerah kepala optik dan retina, sehingga mengakibatkan
papilledema.
Komponen intrakranial lain yang telah membatasi kemampuan
kompensasi adalah CBV venula Pertama dalam jaringan sekitar tumor
yang dikompresi. Kompresi mengangkat tekanan kapiler dan
menyebabkan edema vasogenic. Setelah edema dimulai, dapat
melanggengkan siklus meningkatnya edema lebih. Kedua, untuk
penyerapan cairan serebrospinal (CSF) terjadi, tekanan dalam ruang
subarachnoid harus lebih besar dari tekanan pada sinus venouses.
Tekanan vena meningkat yang disebabkan oleh tumor menurun
penyerapan CSF dan menghasilkan peningkatan volume CSF dan
tekanan. Jika tekanan CSF peningkatan terjadi secara perlahan,
vasodilatasi arteri dan hasil arteriol. Jika tekanan ventrikel meningkat
dengan cepat, tekanan darah arteial juga harus bangkit dengan cepat
untuk mencegah kolaps vaskuler. Baroreseptor di pemicu sinus karotis
sinus karotis refleks. Efek diamati adalah tekanan darah meningkat,
terutama komponen sistolik, dengan bradikardia bersamaan.
(Risingsystolic tekanan darah, tekanan nadi melebar, dan bradikardia
secara kolektif dikenal sebagai respons Cushing). Ketiga, statis vena
serebral dan peningkatan bersamaan di tingkat CO2 memicu pusat
vasomotor meduler menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi ini
meningkatkan CBV intrakranial. Salah satu batas kompensasi tercapai,
ICP naik.
b. Pertumbuhan Tumaor Dan Pengaruh Pada Otak
Sebuah tumor otak biasanya akan tumbuh sebagai massa bola
sampai menemukan struktur yang lebih kaku, seperti tulang atau cerebri
falx. Para encocounter dengan zat aplastik memerlukan perubahan dalam
contor neoplasma tersebut. Celss neoplastik juga dapat tumbuh difus
ruang infiltratingtissue, karena beberapa sel tanpa membentuk massa
definete. Ukuran tumor disebabkan karena mulai larges en proliferasi sel
atau sebagai hasil dari nekrosis, akumulasi cairan, perdarahan, atau
akumulasi dari produk oleh degenerasi dalam gumpalan itu.
Tumor mempengaruhi otak melalui kompresi jaringan serebral,
invasi atau infiltrasi jaringan otak, dan kadang-kadang erosi satu.
Mekanisme ini memicu perubahan patofisiologi edema serebral dan
meningkatkan ICP.
c. Edema Serebral
Pada pasien dengan tumor otak, edema vasogenic berkembang
pada jaringan sekitarnya dari tumor karena kompresi. Pada tingkat sel,
permeabilitas meningkat dari sel-sel endotel kapiler dari hasil materi
putih di otak rembesan plasma ke dalam ruang ekstraseluler dan antara
lapisan selubung mielin. Hal ini mengubah potensial listrik dari sel dan
mengganggu aktivitas selular. Edema otak juga dapat berkembang
dengan cepat dari perubahan dalam penghalang darah-otak yang
disebabkan oleh zat yang dilepaskan dari sel tumor. Sebagai edema otak
terus berkembang, dapat menyebabkan tanda dan gejala peningkatan ICP.
d. Peningkatan Tekanan intrakranial
Tanda dan gejala peningkatan ICP akan berkembang sebagai
tumor tumbuh dan meningkatkan edema serebral. Perlahan-lahan tumbuh
alow tumor untuk kompensasi yang lebih besar dari isi intrakranial dari
yang berkembang pesat tumor. Namun, sebagai batas akomodasi volume
intrakranial dan kompensasi tercapai, kenaikan ICP dan gejala
peningkatan ICP menjadi jelas. Ini dimulai periode dekompensasi.
Tanda-tanda dan gejala peningkatan ICP dapat mencakup salah satu atau
semua hal berikut:
a. Deterrioration di tingkat kesadaran (kebingungan, gelisah, pingsan,
koma)
b. Abnormal fungsi pupil
c. Defisit dalam gerakan luar mata
d. Defisit motoris (paresis, kelumpuhan, sikap abnormal)
e. defisit sensoris
f. Perubahan fungsi pernafasan dan tanda-tanda vital lainnya
Pada orang dewasa, tumor otak yang paling berada di wilayah
supratentorial. Sebagai ICP mulai meningkat. Tanpa pengobatan definitif
dan managemen ICP meningkat, akan berakibat kematian.
( Maise, K dkk, 1992 )
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gejala-
gejalanya terjadi berurutan. Gangguan neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor: gangguan fokal
disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan
otak, dan infiltrasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada
tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya glioblastoma multi forme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor
yang tumbuh menyebar menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan
suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan
fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
serebrovaskuler primer.
Serangkaian kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan
neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah
ke otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema
sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pertumbuhan
tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengambil
tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya.
Mekanismemya belum seluruhnya di pahami, tatapi diduga disebabkan
oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan
edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan intrakaranial dan meningkatkan tekanan
intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan cerebrospinal dari ventrikel lateral
ke ruangan subarachnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila
terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari
atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak
berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intara
kranial, olume cairan cerebrospinal, kandungan cairan intra sel, dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak di obati
mengakibatkan hernia unkus atau serebelum. Hernia unkus timbul bila
girus medialis bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior
melalui insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon menyabakan hilangnya kesadaran dan menekan
saraf otak ke tiga. Pada herniasi serebelum, tonsil serebelum tergeser ke
bawah melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior. Kompresi
medula oblongata dan henti pernapasan terjadi dengan cepat. Perubahan
fisologis lain yang terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial yang
cepat adalah bradikardia proresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan
nadi) dan ganguan pernapasan.
(Price &Wilson, 1995).
6. Komplikasi
a. Metastase serebral
Jumlah yang berarti pada pasien yang menderita komplikasi
sistem saraf pusat sebagai hasil kanker sistematik dan penurunan
neurologik disebabkan oleh metastase ke otak. Lesi metatase serebral
adalah komplikasi neurologik yang paling banyak terjadi akibat kangker
sistemik. Kenyataannya keadaan klinik lebih penting bagi banyak pasien
daripada semua bentuk kehidupan kangker yang lama sebagai akibat dari
pengobatan.
Gejala neurologik dan tanda yang terdiri dari sakit kepala,
gangguan gaya berjalan, keburukan pengelihatan, perubahan keperibadian,
perubahan kemampuan mengingat (hilangnya memori dan kebingungan),
kelemahan fokal, paralisis, afasia dan kejang. Masalah-masalah ini dapat
merusak kehidupan antara pasien dan keluarga.
(Smeltzer & Bare, 2002, hal 2172).
b. Meningitis
Meningitis adalah radang pada maningen (memberan yang
mengelilingi otak dan medulla sepinalis) dan disebabkan oleh virus,bakteri
atau organ-organ jamur. Meningitis selanjutnya diklasifikasikan sebagai
asepsis, sepsis, dan tuberkulosa. Meningitis aseptik mengacu pada salah
satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi,limfoma,leukemia,atau
darah dari ruang subarachnoid. Meningitis sepsis menunjukkan meningitis
yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus,
stafilokokus atau basilus influenza. Meningitis tuberkulosa disebabkan
oleh basilus tuberkel. Infeksi meningeal umumnya di hubungkan dengan
satu atau dua jenis: melalui salah satu aliran darahsebagai konsenkuensi
dari infeksi-infeksi bagian lain,seperti selulitis,atau penekanan langsung
seperti didapat setelah cedera traumatic tulang wajah. Dalam jumlah kecil
pada beberapa kasus merupakan iatrogenikatau hasil sekunder prosedur
invasife (seperti pungsi lubang) atau alat-alat infasi (seperti alat pemantau
TIK).
(Smeltzer & Bare, 2002, hal 2175).
c. Meningitis Bakteri
Sampai saat ini bentuk paling signifikan dari meningitis adalah tipe
bakteri. Baktri yang paling sring di jumpai pada meningitis bakteri akut
yaitu Neiserriya meningidis (meningitis meningokokus), Streptococcus
pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influensae (pada anak-anak
dan dewasa muda). Dari ketiga organism ini jumlahnya sekitar 75% dar
kasus-kasus meningitis bakteri.
Bentuk penularannya melalui kontak langsung, yang mncangkup
droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman
(paling sering) atau infeksi dari orang lain. Pada hasilnya, banyak yang
tidak dikembangkan menjadi infeksi tetapi menjadi carrier. Insiden
tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif, yang
terjadi pada lansia, sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah
saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respon imun.
Meningitis bakteri merupakan endemik di Amerika serikat dan
seluruh dunia,dan paling sering terjadi pada musim dingin dan musim
semi. Secara keseluran, insiden meningitis bakteri mengalami kemunduran
dalam dunia bagian barat yg diperlihatkan secara primer dengan setandar
kebersihan dan kehidupan soial yang baik. Kejangkitan paling mungkin
terjadi di antara orang yang hidup dalam kondisi padat seperti kota,
lingkungan institusi yang padat,instalasi militer atau penjara, demikian
juga terjadi di daerah pedesaan. Pada sebagian kecil negara, meningitis
menjadi masalah kesehatan mayoritas.
(Smeltzer & Bare, 2002, hal 2175).
d. Infeksi Intracranial :Abses Otak
Abses otak merupakan kumpulan dari unsure-unsur infeksius
dalam jaringan otak. Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari
trauma intrakranial atau pembedahan; melalui penyebaran infeksi dari
daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis
media, sepsis gigi; atau melalui penyebatran infeksi dari organ lain (abses
paru-paru, endokarditis infeksi);dan dapat menjadikan komplikasi yang
berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak merupakan
komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak
adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang sistem imunnya
disupresi baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak
maka perlu dilakukan pengobatan yang tepat pada otetis media,
mastoeditis, sinusitis, infeksi gigi dan infeksi sistemik.
(Smeltzer & Bare, 2002, hal 2177).
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer & Bare (2001), untuk membantu menentukan
lokasi jejas yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan, diantaranya :
a. Pencitraan CT : memberikan informasi spesifik yan menyangkut jumlah
ukuran dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya edema serebral skunder.
Alat ini juga memberi informasi tentang sistem ventrikuler.
b. MRI : membantu dalam mendiagnosis tumor otak. Ini dgiunakan untuk
menghasilkan deteksi jejas yang kecil, alat ini umumnya juga memabantu
dalam mendeteksi tumor-tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis,
dimana tulang mengganggu dalam gamaran yang menggunakan CT
c. Elektroensefalogram (EEG) : dapat menditeksi gelomang otak abnormal
pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk
mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
d. Penelitian sitologis pada cairan serebrospinal (CSF) dapat dilakukan
untuk mendeteksi sel-sel ganas, karena tumor-tumor pada sistem saraf
pusat mampu menggusur sel-sel kedalam cairan serebrospinal.
(Smeltzer & Bare, 2002)
8. Penatalaksanaan
a. Pendekatan pembedahan konfensional memerlukan insisi tulang
(kraniotomi). Pendekatan ini digunakan untuk mengobati pasien
meningioma, neuroma akustik, astrositoma kistik, pada serebelum, kista
koloid pada ventrikel ketiga, tumor kongenital seperti kista dermoid dan
beberapa glanuloma.
b. Pendekatan stereotaktik : meliputi penggunaan kerangka tiga dimensi yang
mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi
pencitraan multipel (sinar x, CT) yang lengkap digunakan untuk
menentukan lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau radiasi
dapat dilepaskan dengan pendekatan stereotaktik.
c. Modalitas tindakan lain terdiri dari kemoterapi dan terapi sinar radiasi
eksternal, dimana digunakan hanya salah satu model atau kombinasi.
(Smeltzer & Bare, 2002)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data dasar
Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: pusing
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Apakah klien pernah terpajan zat kimia tertentu
b) Penyakit terdahulu
4) Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan, kaki hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, masalah
dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot, otot spastik.
5) Sirkulasi
Gejala : Perubahan pada tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikasrdia yang
diselingi bradikardia).
6) Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan implusif.
7) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
8) Makanan atau cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selama makan.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan.
9) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstremitas.
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
Gangguan pada pengecapan dan penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan
Hemiparese, quadriplesia.
Postur (dekortisasi, desererasi), kejang.
Kehilangan sensasi sebagian tubuh.
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
10) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri kepala dengan intensitas berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah meringis kesakitan, respon menarik diri, gelisah
tidak bisa beristirahat atau tidur, merintih.
11) Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea,
potensial obstruksi.
12) Keamanan
Gejala : Pemajanan bahan kimia dan toksik, karsinogen, pemajanan
sinar matahari berlebihan
Tanda : Gangguan penglihatan, gangguan kognitif, gangguan
rentang gerak.
13) Interaksi sosial
Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disatria (Maryiln, Doengoes. 2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronak b/d peningkatan tekanan intrakranial
b. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d hipoksia jaringan serebral
c. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d ostruksi jalan napas
d. Pola napas tidak efektif b/d penekanan pada medula oblongata
e. Perubahan persepsi sensori visual/penglihatan b/d gangguan penglihatan
f. Kerusakan komunikasi verbal b/d afasia sensorik, kesulitan bicara
g. Resty injury b/d kejang, tidak terkoordinasinya otot-otot. Gangguan
penglihatan.
3. Rencana Keperawatan
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
1 Nyeri b/d peningkatan
TIK
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam
diharapkan nyeri
berkurang dengan KH :
a Pasien melaporkan
nyeri berkurang skala
nyeri : 1-3/4-6
b Ekspresi wajah
tampak rileks
c Tanda-tanda vital
dalam batan normal
N : 60-100x/menit
RR: 16-24x/ menit
a Tinggikan kepala pasien 15-
45 derajat.
b Ajarkan teknik relaksasi dan
motivasi pasien untuk
melakukannya
c Pertahankan lingkungan
yang tenang, suyi dan
pencahayaan yang
redup/turunkan stimulasi
eksternal
d Berikan kompres dingin
pada kepala
e Anjurkan pasien untuk
a. Meningkatkan aliran balik
vena dari kepala, sehingga
akan mengurangi resiko
terjadinya peningkatan TIK.
b. Membantu untuk
mengurangi rasa sakit
c. Tindakan ini meningkatkan
istirahat dan menurunkan
rangsangan, membantu
menurunkan TIK
d. Meningkatkan rasa nyaman
dengan menurunkan
vasodilatasi
e. Aktivitas yang dilakukan
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
mengurangi aktivitas
f Masase pada daerah kepala/
leher/ lengan, jika pasien
dapat mentoleransi sentuhan
g Kolaborasi : berikan
analgesik sesuai indikasi
terus menerus dapat
meningkatkan TIK dengan
menimbulkan efek stimulasi
kumulatif.
f. Menghilangkan ketegangan
dan meningkatkan relaksasi
otot
g. Pemberian obat analgesik
dilakukan guna mengganggu
atau memblok tranmisi
stimulus agar terjadi
perubahan persepsi dengan
cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
2 Perubahan perfusi
jaringan serebral b/d
hipoksia jaringan
serebral
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam
diharapkan
- GCS : E5 M6 V4
- Tidak ada tanda-tanda
peninkatan TIK
(nyeri, papil edema,
muntah proyektil)
- Fungsi motorik dan
sensori normal
- TTV dalam batas N
N : 60-80x/ menit
RR : 16-24x/ menit
S : 36,5-37,5 ºC
TD :
- Sistol : 100-
130
a Pantau status neurologis
secara teratur.
b Pertahankan kepala/ leher
pada posisi tengah atau pada
posisi netral, sokong dengan
gulungan handuk kecil atau
bantal kecil
c Turunkan stimulasi eksternal
dan berikan kenyamanan
a. Mengkaji adanya
kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK
dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi,
perluasan dan
perkembangan kerusakan
SSP
b. Kepala yang miring pada
salah satu sisi menekan vena
jugularis dan menghambat
aliran darah vena yang
selanjutnya akan
meningkatkan TIK
c. Memberikan efek
ketenangan, menurunkan
reaksi fisiolgis tubuh dan
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
- Diastol : 60-
90
d Bantu pasien untuk
menghindari/ membatasi
batuk, muntah, pengeluaran
feses yang dipaksakan/
mengejan jika mungkin
Kolaborasi:
e Tinggikan kepala pasien 15-
45º sesuai indikasi/ yang
dapat ditoleransi
f Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi
meningkatkan istirahat untuk
mempertahankan atau
menurunkan TIK
d. Aktivitas ini akan
meningkatkan tekanan intra
toraks dan intra abdomen
yang dapat meningkatkan
TIK
e. Meningkatkan aliran balik
vena dari kepala, sehingga
akan mengurangi kongesti
dan edema atau resiko
terjadinya PTIK
f. Menurunkan hipoksemia,
yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
yang meningkatkan TIK
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
3 Bersihan jalan napas
tidak efektif b/d
obstruksi jalan napas
Setelah dilakukan
tindakan kep selama
3x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas
efektif dengan KH :
a RR : 16-24x/ menit
b Suara napas vesikuler
(fase I:E : 1:2)
c Sianosis tidak ada
a Mengatur posisi tidur semi
atau high fowler
b Memersihkan sekret dari
mulut, suction jika
memungkinkan
Kolaborasi:
c Memberikan O2 sesuai
indikasi
a. Memberikan kesempatan
paru-paru berkembang
secara maksimal akibat
diafragma turun kebawah
b. Membersihkan saluran
napas secara mekanis pada
pasien yang tidak dapat
melakukannya dikarenakan
ketidak efektifan batuk atau
penurunan kesadaran.
c. Berfungsi meningkatkan
kadar tekanan parsial O2
dan CO2 dalam darah
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
4 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan
tindakan kep selama
1x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas
efektif dengan KH :
d RR : 16-24x/ menit
e Dispnea berkurang
f Ekspasi paru adekuat
ka=ki
g Pergerakan dada
simetris/ tidak ada
retraksi
a Atur posisi pasien semi
fowler
b Apabila pasien sudah sadar,
anjurkan untuk latihan napas
dalam
c Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian th/ O2
d Monitor pemberian O2
a. Posisi semi fowler akan
mengurangi penekanan isi
ronga perut terhadap
diaphragma, sehingga
ekspansi paru tidak
terganggu
b. Napas dalam akan
memfasilitasi
pengembangan maksimum
paru-paru/saluran udara
kecil.
c. Pemerian th/O2 dapat
meningkatkan oksigenasi
otak untuk mencegah
hipoksia
d. Untuk mencegah
pemberian O2 berlebihan,
iritasi saluran napas
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
5 Perubahan sepsi sensori
penglihatan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan bersihan jalan
napas efektif dengan
KH :
Pasien tidak menunjukan
tanda-tanda cidera
a Orientasikan pasien terhadap
lingkungan, staf, orang lain
diareanya
b Dorong orang terdekat untuk
tingal dengan pasien
c Lakukan tindakan untuk
membantu pasien untuk
menangani keterbatasan
penglihatan, misal dengan
mengatur perabot, ingatkan
memutar kepala ke subyek
yang terlihat
a. Memberikan peningkatan
kenyamanan dan
menurunkan cemas dan
disorientasi
b. Menurunkan kebingungan
c. Menurunkan bahaya
keamanan sehubungan
dengan perubahan lapang
pandang/ kehilangan
penglihatan
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
6 Kerusakan komunikasi
verbal
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan kerusakan
komunikasi verbal dapat
diminimalkandengan
KH :
- Pasien menggunakan
metode komunikasi
dimana kebutuhan
dapat diekspresikan
- Pasien menggunakan
sumber-sumber
dengan tepat
a. Bedakan antara afasia
dengan disatria
a. Intervensi yang dipilih
tergantung pada tipe
kerusakan
Afasia : g3 dalam
menggunakan dan
menginterprestasikan
simbol-simbol bahasa dan
mungkin melibatkan
komponen sensorik dan
motorik
Disatria : dapat memahami,
membaca dan menulis
bahasa tetapi mengalami
kesulitan membentuk/
mengucapkan kata
sehubungan kelemahan dan
paralisis dari otot-otot
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
b. Tunjukkan obyek dan minta
pasien untuk menyebutkan
benda tersebut
c. Berikan metode komunikasi
alternatif/ seperti menulis
d. Anjurkan keluarga/orang
terdekat mempertahankan
usahanya untuk
berkomunikasi dengan
pasien
e. Diskusikan mengenai hal-hal
yang dikenal pasien, seperti
pekerjaan, keluarga, hobi
daerah oral
b. Melakukan penilaian
terhadap kerusakan motorik
c. Memberikan komunikasi
tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan
d. Mengurangi isolasi sosial
pasien dan meningkatkan
penciptaan komunikasi
yang efektif.
e. Meningkatkan percakapan
yang bermakna dan
memberikan kesempatan
untuk ketrampilan praktis
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
7 Resiko injury b/d kejang Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan injury tidak
terjadi dengan KH:
Pasien tidak mengalami
injury saat kejang
a. Gali bersama-sama dengan
pasien stimulasi yang dapat
menjadi pencetus kejang.
b. Berikan keamanan pada
pasien dengan memberi
penghalang tempat tidur,
pertahankan penghalang
tempat tidur tetap terpasang.
c. Tinggallah bersama pasien
dalam waktu beberapa lama
selama/setelah kejang.
d. Masukkan jalan napas
buatan yang terbuat dari
plastik, biarkan pasien
a. Beberapa obat dan
stimulasi lain (kurang tidur,
lampu yang terlalu
terang)dapat meningkatkan
aktivitas otak, yang
meningkatkan resiko
terjadinya kejang.
b. Melindungi pasien jika
terjadi kejang.
c. Meningkatkan keamanan
pasien.
d. Menurunkan resiko
terjadinya trauma mulut.
Hari/
TglNo Dianosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
menggigit benda lunak
diantara gigi-gigi.
e. Atur kepala tempatkan diatas
area yang empuk/lunak
f. Berikan obat sesuai indikasi
seperti fenitoin (dilantin),
diazepam (valium),
fenoorbital (lumina)
e. Menurunkan resiko trauma
fisik.
f. Merupakan indikasi untuk
penanganan dan
pencegahan kejang.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Melakukan aktivitas merawat diri sepanjang waktu yang
memungkinkan :
1) Menggunakan alat-alat bantu atau menerima bantuan.
2) Jadwal periode istirahat berkala untuk memberikan partisipasi dalam
perawatan diri.
b. Mempertahankan status nutrisi yang optimal bila memungkinkan
1) Makan dan menerima makanan dalam keterbatasan kondisi
2) Menerima bantuan untuk makan bila diindikasikan
c. Melaporkan ansietas berkurang
1) Gelisah berkurang dan tidur lebih baik
2) Mengungkapkan kekuatiran tentang kematian
3) Berpartisipasi dalam aktivitas pribadi yang penting selama mungkin
d. Anggota keluarga mencari bantuan sesuai kebutuhan
1) Menunjukkan kemampuan untuk mandi, makan dan perawatan untuk
pasien
2) Mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran pada tenaga kesehatan
yang tepat
3) Mendiskusikan dan mencari perawatan hospice sebagai pilihannya.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung : Yayasan IADK
Maise, K., Walker, R., Gargan, R., & Victor, J. 1992. Intracranial Arterial Cisplatin
Associated Optic and Otic Toxicity. Archives of Neurology, 49, 83-86.
Mansyoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI.
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah V Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Sylvia. A Price. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Jilid l. Jakarta:
EGC.