lp meningioma seminar

29
A. Pengertian Meningioma adalah adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun dibagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisfer otak semua lobusnya. Kebanyakan mengioma bersifat jinak (benign). Mardjono, 2003) Kraniotomi adalah mencakup pada pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intracranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi tekanan intrakranial, mengevaluasi bekuan darah dan mengontrol haemoragi. (Brunner & Studdarth, 2002) Klasifikasi tumor otak Berdasarkan jenis tumor: a. Jinak 1. Acoustic neuroma 2. Meningioma Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak. 3. Pituitary adenoma 4. Astrocytoma (grade I) b. Malignant

Upload: yenikiki

Post on 26-Dec-2015

737 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan meningioma

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Meningioma Seminar

A. Pengertian

Meningioma adalah adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput

pelindung otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun

dibagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisfer otak semua

lobusnya. Kebanyakan mengioma bersifat jinak (benign). Mardjono, 2003)

Kraniotomi adalah mencakup pada pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk

meningkatkan akses pada struktur intracranial. Prosedur ini dilakukan untuk

menghilangkan tumor, mengurangi tekanan intrakranial, mengevaluasi bekuan darah dan

mengontrol haemoragi. (Brunner & Studdarth, 2002)

Klasifikasi tumor otak

Berdasarkan jenis tumor:

a. Jinak

1. Acoustic neuroma

2. Meningioma

Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan

sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua

sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini

sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop

radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.

3. Pituitary adenoma

4. Astrocytoma (grade I)

b. Malignant

1. Astrocytoma (grade 2,3,4)

2. Oligodendroglioma

Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul

hingga 10 tahun.Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi

bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan

pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.

3. Apendymoma

Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim

yang menutup ventrikel.Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat

terjadi di setiap bagian fosaventrikularis.Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-

Page 2: Lp Meningioma Seminar

anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan

reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan

letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.

Berdasarkan lokasi

a. Tumor supratentorial

Hemisfer otak, terbagi lagi :

1. Glioma :

a) Glioblastomamultiforme

Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer

otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpuskolosum.

b) Astroscytoma

c) Oligodendroglioma

Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri

dari sel-sel oligodendroglia.Tumor relative avaskuler dan cenderung

mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa

muda.

2. Meningioma

Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel

mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.

Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatanduramater yang

lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran

araknoid. Pada kompartemensupratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat

dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena

merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat

perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%),

Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculumsellae (10%),

Konveksitasserebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh

lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh

pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada

meningioma konveksitas 70% ada di regiofrontalis dan asimptomatik sampai

berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sellaturcika

(tuberkulumsellae, planumsphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan

segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.

Page 3: Lp Meningioma Seminar

b. Tumor infratentorial

1. Schwanomaakustikus

2. Tumor metastasisc

Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak

dan dapat berasal dari setiap tempat primer.Tumor primer paling sering berasal

dari paru-paru dan payudara.Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin,

saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak.

3. Hemangioblastoma

Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskulerembriologis yang paling sering

dijumpai dalam serebelum.

B. Etiologi

Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan

virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa

kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor.

Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa

penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara

meningioma dengan trauma.

Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Meningioma sedikit lebih banyak

pada wanita. Neurofibroma. Neurilema dan glioma sering berhubungan dengan

neurofibromatosis. Sementara itu neurofibromatosis tergolong pada kelainan perkembangan dari

neuroektoderm dan mesoderm yang disebut fakomatosa. Contoh fakomatosa lain misalnya

tuberosklerosis yang selalu disertai peningkatan insidensi tumor otak.

Radiasi merupakan satu faktor untuk timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi dan toksin

belum dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak. Tetapi bahan insdustri tertentu

seperti nitrosourea adalah karsinogen yang paten, setidak – tidaknya pada kelinci percobaan.

Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat imunosupresan seperti pada

transplantasi ginjal, sumsum tulang dan pada AIDS.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin hal

ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Para ahli tidak

memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian

besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Faktor-

faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada

penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma, Pada beberapa kasus ada

hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga

disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan

Page 4: Lp Meningioma Seminar

berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma

dengan trauma.

Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan

dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma.

Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion

bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti.

C. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade

eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema

peritumoral. Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial.

Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi

terbanyak pada daerah parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior.

Tumor otak menyebabkan timbulnya ganguan neurologik progresif. Gejala-gejalanya

timbul dalam rangkaian kesatuan sehingga menekankan pentingnya anamnesis dalam

pemeriksaan penderita. Gejala-gejala sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.

Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan

fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intra kranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat

penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan

kerusakan jaringan neural. Disfungsi terbesar terjadi pada tumor infiltratif yang tumbuh paling

cepat (glioblastoma multiforma).

Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis

jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya

fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan

kompresi, infasi, dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista

yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi

lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma hingga saat ini masih menjadi

perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya

progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen,

dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex

diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik

biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah.

Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin

juga ditemukan konsisten pada meningioma.

Page 5: Lp Meningioma Seminar

Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada

meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang

ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara bermakna

tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan

hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.

Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak menginvasi

otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan faktor yang penting dalam

pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode

peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.

Pathways (Terlampir)

D. Manifestasi Klinis

Menurut lokasi tumor:

a. Lobus Frontalis

Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan: depresi, bingung, tingkah laku aneh,

sulit memberi argumentasi/menilai benar atau tidak, hemipresis, ataksia, dan

gangguan bicara.

b. Kortekpresentalis Posterior

Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari

c. Lobus parasentralis

Kelemahan/kelumpuhan pada ekstremitas bawah

d. Lobus Oksipitalis

Kejang, gangguan penglihatan

e. Lobus Temporalis

Tinnitus, halusinasi pendengaran, afasiasensorik, kelumpuhan otot wajah

f. Lobus Parietalis

Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokasi sensorik, gangguan penglihatan.

g. Cerebellum

Papiloedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitassendi

Tanda dan Gejala Umum:

a. Nyeri kepala berat pada pagi hari, semakib bertambah bila batuk atau membungkuk

b. Kejang

c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial: pandangan kabur, mual, muntah,

penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.

Page 6: Lp Meningioma Seminar

d. Perubahan kepribadian

e. Gangguan memori

f. Gangguan alam perasaan

Menurut Brunner dan Studdarth (2000) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan

craniotomy antara lain:

a. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusing

b. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserbrasi dan gangguan tanda

vital an fungsi pernafasan.

c. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah proyektil,

pusing, dan peningkatan tanda-tanda vital.

Komplikasi

a. Edema serebral

b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral

c. Syok hipovolemik

d. Hydrocephalus

e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis

g. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar

trombo phlebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena

dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan

tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.

h. Infeksi

i. Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling

sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus aureus, organisme garam positif

stapylococus mengakibatkan pernanahan, untuk menghindari infeksi luka yang paling

penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.

j. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi

luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-

organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi

luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.

Page 7: Lp Meningioma Seminar

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan post craniotomy meliputi hal-

hal yang dibawah ini:

a. Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI dapat dengan cermat

mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan

jaringan otak. Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72

jam setelah injuri.

b. Angiografi serebral

Menunjukkan anomaly sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak sekunder

menjadi oedema, perdarahan, trauma.

c. EEG berkala

Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas

elektrik otak.

d. Foto rontgen, mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis

(perdarahan/edema), fragmen tulang.

e. PET (Post Emission Tomograph), mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak

f. Kadar Elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan

tekanan intracranial

g. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan kesadaran.

h. Analisa Gas Darah

Adalah suatu test diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirsi dapat

digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah oksigenasi dan status asam basa.

F. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan post operasi craniotomy mencakup:

a. Mengurangi edema serebral

Pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari

area otak. Cairan ini kemudian disekresikan melalui dieresis osmotic. Deksametason

dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 jam sampai 72 jam,

selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.

Page 8: Lp Meningioma Seminar

b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang

Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu diatas 37,5 C dan untuk nyeri. Sering

kali pasien mengalami sakit kepala setelah craniotomy, biasanya sebagai akibat saraf

kulit kepala diregangkan dan diiritsi selama pembedahan. Kodein diberikan lewat

parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala.

c. Memantau TIK. Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada

pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior.

Penatalaksanaan Pokok:

a. Perbaiki dan jaga jalan nafas

b. Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adekuat

c. Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4

jam )

d. Pertahankan normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke

serebral.

e. Terapi cedera cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi CT Scan jika terjadi

kemunduruan secara klinis.

f. Terapi cedera-cedera lainnya dengan tepat

g. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.

- Pendarahann sistem pencernaan

- DIC

- Edema paru neurogenik

- Abnormallitas hormone endokrin

h. Perawatan Secara Umum:

- Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 15 - 30 ganti posisi secara

berkala

- Observasi GCS/respon pupil tiap jam

- Lakukan suction minimal 1 kali tiap shift dan sesuai kebutuhan

- Beri analgesic sesuai kebutuhan

- Berikan nutrisi yang adekuat

- Hilangkan infeksi

- Profilaksis untuk kejang

Page 9: Lp Meningioma Seminar

i. Ventilasi

- Mode control SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan

secara penuh. Tujuan diberikan ventilator: PO2 > 80 mmHg, PCO2 < 35 mmHg

- Hiperventilasi (PCO2 < 35)

- Acute: menurunnya aliran darah serebral, menurunnya tekanan darah intracranial

- 4-8 jam: ditoleransi

- > 8 jam: berulang, meningkatnya tekanan intracranial jika PCO2 meningkat

- Kronik: akibatnya sangat buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya

aliran darah serebral.

- PEEP: kadar rendah, tidak disukai karena dapat meningkatkan tekanan

intracranial

- Gunakan 10 cm H2O jika : paru-paru colaps, FIO2 50%

- Hindari penggunaan PEEP > 0 cm H2O tanpa dilakukan monitoring tekanan

intracranial

- Dapat menaikkan pemberian sedative atau lognocain sebelum suction dilakukan

j. Sirkulasi

- Peratahankan tekanan darah dalam batas normal

- Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi SIADH

- Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan

- Kontrol tekanan darah

- Tekanan Perfusi Serebral (CPP)

CPP = MAP-ICP

- Hasil yang diharapkan CPP > 60

- Jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui pertahankan MAP 90 mmHg.

G. Pengkajian Primer

a. Airway

Perlu dikaji apakah ada sumbatan/benda asing, massa leher, tonsil yang membesar yang dapat

menghambat jalan napas pasien.

b. Breathing

Kaji apakah terjadi perubahan pola nafas, adanya bunyi napas tambahan, stridor, tersedak,

ronkhi, mengi, positif.

Page 10: Lp Meningioma Seminar

c. Circulation

Pantau adanya perubahan tekanan darah atau perubahan frekuensi jantung dan klasifikasi

perdarahan yang terjadi.

d. Disability

Yang dikaji adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Dalam mengkaji dapat

menggunakan GCS maupun AVPU. Biasanya pasien mengalami kehilangan kesadaran

sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sirkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal

pada ekstremitas. perubahan dalam penglihatan, gangguan pengecapan dan juga penciuman.

Selain itu juga kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman, pendengaran, sangat

sensitif terhadap sentuhan dan getaran, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam

menentukan posisi tubuh

e. Exposure

Kaji adanya jejas atau luka lain di seluruh tubuh pasien, ukur suhu tubuh pasien.

H. Pengkajian Sekunder

a. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

Periksa adanya lesi, perdarahan, laserasi, memar, maupun hematom. Observasi adanya gigi

yang tanggal maupun gigi palsu. Cek adanya fraktur pada daerah servikal, dada, pelvis, tulang

belakang, dan ekstremitas.

b. Aktivitas / istirahat

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat

menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat

menjalani perawatan di RS.

c. Sirkulasi

Riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi arterial, frekuensi nadi

yang bervariasi, disritmia, perubahan irama EKG, Bruits pada arteri karotis, femoralis, iliaka

yang abnormal

d. Integritas Ego

Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri

e. Eliminasi

Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi abdomen, bising usus

f. Makanan/cairan

Kemampuan untuk makan/menelan, perubahan nafsu makan, mual muntah, kehilangan

sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM, penngkatan lemak dalam

darah, obesitas.

g. Neurosensori

Lima area pengkajian neurologik yaitu:

Page 11: Lp Meningioma Seminar

1. Fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, daya pikir, status emosional,

persepsi, kemampuan motorik, kemampuan bahasa.

2. Fungsi syaraf cranial meliputi nervus cranial I sampai XII

3. Fungsi sensori meliputi sensasi taktil, sensasi nyeri dan suhu, vibrasi dan propiosepsi,

merasakan posisi, dan integrasi sensasi

4. Fungsi motorik meliputi ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, keseimbangan dan

koordinasi

5. Fungsi Refleks meliputi refleks brakoiradialis, patella, ankle, kontraksi abdominal, dan

babinski.

h. Nyeri / kenyamanan

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien

merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,

kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

i. Keamanan

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan

kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS

j. Interaksi social

Masalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi

I. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak,

hipoksemia (dampak dari anestesi), edema cerebral, area pembedahan di sekitar medulla

oblongata atau pons.

2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema jaringan cerebral, penurunan

perfusi sistemik atau hilangnya perfusi cerebral karena embolus atau sumbatan aliran darah

cerebral.

3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan tonus otot sensori, kerusakan

neuromuskular akibat perdarahan otak.

4. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan invasif (craniotomy) dan luka

insisi yang buruk.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskular (akibat

perdarahan otak).

6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lama dan

tipe tindakan pembedahan.

Page 12: Lp Meningioma Seminar

J. Rencana Keperawatan

NO.DIAGNOSA

KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA

HASILINTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola

nafas berhubungan

dengan gangguan

integritas jaringan otak,

hipoksemia (dampak

dari anestesi), edema

cerebral, area

pembedahan di sekitar

medulla oblongata atau

pons.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, pola nafas dapat efektif

dengan kriteria hasil:

1. Oksigenasi yang adekuat

dapat dipertahankan

2. Menunjukkan jalan nafas

yang paten (irama dan

frekuensi dalam rentang

normal: 18-25 x/menit

tanpa ada suara nafas

tambahan)

3. Tanda-tanda vital dalam

rentang normal:

TD: 120/80 - 130/90

mmHg

HR: 60-100 x/menit

RR: 18-25 x/menit

t: 36-37 oC

1. Kaji frekuensi, kedalaman,

keteraturan pernafasan dan ekspansi

dada

2. Kaji bunyi nafas setiap 2-4 jam

3. Evaluasi nilai AGD sesuai

kebutuhan

4. Gunakan oksimetri yang tersedia

untukmemantau saturasi oksigen

dan pantau CO2

5. Pertahankan hiperventilasi jika

diperlukan ventilator mekanik

6. Waspada terhadap dampak obat-

obat depresan

7. Lakukan suction sesuai kebutuhan,

berikan hiperventilasi sebelum

prosedur dilakukan

2. Gangguan perfusi

jaringan cerebral

berhubungan dengan

edema jaringan cerebral,

penurunan perfusi

sistemik atau hilangnya

perfusi cerebral karena

embolus atau sumbatan

aliran darah cerebral.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, gangguan perfusi

jaringan cerebral dapat

teratasi dengan kriteria hasil:

1. Tingkat kesadaran

meningkat (GCS > 9)

2. Tidak ada tanda-tanda

peningkatan tekanan

itrakranial ( ≤ 15 mmHg)

3. Tekanan darah dalam

rentang normal (120/80 –

130/90 mmHg)

1. Ukur TIK dengan akurat dan pantau

hasil pengukuran secara kontinyu

2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur

15o - 30o sepanjang waktu

3. Gunakan sistem pengkajian

neurologi secara konsisten, misal

skala koma Glasglow

4. Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam:

a. Tingkat kesadaran

b. Ukuran pupil, reaksi pupil

terhadap cahaya

c. Kesamaan pupil

d. Gerakan ekstremitas

Page 13: Lp Meningioma Seminar

e. Beri sedikit stimlasi untuk

mendapatkan reaksi pasien

f. Kesesuaian respon pasien

terhadap lingkunagan atau

stimulasi

g. Ada tidaknya refleks – refleks

h. Semua gerakan involunter seperti

kejang, kedutan atau fungsi

motorik asimetris

i. Tekanan darah

j. Frekuensi dan irama jantung

k. Frekuensi dan irama pernafasan

l. Parameter hemodinamik

5. Hindari peningkatan tekanan

intrathoraks, batuk, muntah dan

valsava manuver

6. Jika ventilasi dikontrol oleh

ventilator mekanik, pertahankan

PCO2 yang rendah (18-25) untuk

mencegah vasodolatasi cerebral

7. Berikan obat kontikosteroid sesuai

instruksi dokter

8. Beri diuretik yang menurunkan

volume jaringan (seperti manitol)

sesuai instruksi dokter

3. Gangguan persepsi

sensori berhubungan

dengan penurunan

kesadaran (tonus otot

sensori), kerusakan

neuromuskular akibat

perdarahan otak

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, gangguan persepsi

sensori dapat teratasi dengan

kriteria hasil:

1. Kesadaran mulai

membaik

2. Tingkat kesadaran

meningkat (GCS > 9)

1. Kaji kesadaran klien

2. Pantau perubahan orientasi klien

3. Catat adanya perubahan spesifik

yang terjadi pada klien

4. Berikan stimulasi yang bermanfaat

bagi klien

4. Gangguan rasa nyaman:

nyeri berhubungan

dengan tindakan invasif

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, nyeri dapat teratasi

1. Jelaskan dan bantu klien dengan

tindakan pereda nyeri

Page 14: Lp Meningioma Seminar

(craniotomy) dan luka

insisi yang buruk

dengan kriteria hasil:

1. Klien tidak gelisah

2. Secara subyektif

melaporkan nyeri

berkurang

3. Dapat mengidentifikasi

aktivitas yang dapat

menurunkan skala nyeri

nonfarmakologi dan invasif

2. Ajarkan teknik relaksasi: teknik-

teknik untuk menurunkan

ketegangan otot rangka, yang dapat

menurunkan intensitas nyeri dan

tingkatkan relaksasi masase

3. Anjurkan istirahat bila terasa nyeri

dan berikan posisi yang nyaman

4. Kolaborasi pemberian analgesik

5. Gangguan mobilitas

fisik berhubungan

dengan kelemahan,

kerusakan

neuromuskular (akibat

perdarahan otak)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, gangguan mobilitas fisik

dapat teratasi dengan kriteria

hasil:

1. Mempertahankan posisi

yang optimal

2. Mempertahankan

kekuatan dan fungsi

bagian tubuh yang sakit

1. Kaji derajat imobilisasi pasien

2. Ubah posisi pasien secara teratur

3. Bantu pasien untuk melakukan

latihan rentang gerak

4. Sokong kepala dan badan

6. Resiko infeksi

berhubungan dengan

tindakan invasif,

penurunan tingkat

kesadaran, lama dan tipe

tindakan pembedahan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24

jam, resiko infeksi dapat

teratasi dengan kriteria hasil:

1. Tidak terjadi infeksi

nosokomial

2. Jumlah leukosit dalam

batas normal (4,8-10,8 x

103/µl)

1. Gunakan teknik steril yang ketat

selama pemantauan TIK dan

pertahankan sistem drainase

ventrikuler eksternal

2. Lakukan dressing dengan teknik

steril

3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP

4. Berikan antibiotik sesuai pesanan

5. Pantau dan catat adanya kebocoran

CSS dari hidung, telinga atau daerah

tempat pemasaran pemantauan TIK

Page 15: Lp Meningioma Seminar

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Denizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F. 2009. Analysis of

Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online: Hindawi Publishing

Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article ID 689430, 8 pages

Doenges, M. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien. (edisi ke-3). Jakarta: EGC

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi: Pertama. Jakarta: EGC

Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Herdman, T. Heather. 2011. NANDA International : Diagnosa Keperawatan ; Definisi dan Klasifikasi

2012 – 2014. Jakarta: EGC

Hudak, Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi: 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Mardjono, M. & Sidharta, P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universtas

Indonesia

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, H.A. & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &

NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing

Pierce dan Borley. 2006. Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi: 6 Volume 2.

Jakarta: EGC

Reeves, C. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, S.C. 2010. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

Page 16: Lp Meningioma Seminar

Weiner, Howard L. 2001. Buku Saku Neurolologi. Jakarta: EGC

Widagdo, Wahyu. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta: Trans Info Media

Page 17: Lp Meningioma Seminar

PATHWAYS

Prosedur operasi invasif

Pembedahan “Craniotomy”

Perdarahan otak Prosedur anestesi

Luka insisi buruk (stimulasi nyeri)

Kerusakan neuromuskuler

Aliran darah ke otak ↓

Penekanan pada sumsum saraf pusat (SSP)

Mengaktivasi reseptor nyeri

Trauma jaringan

Paralitis Penurunan tonus otot sensori

Penurunan suplay O2 ke otak

Hipoksia jaringan

Penurunan RR

Perubahan persepsi sensori

Gangguan metabolisme

Asam laktat ↑

Oedem otak

Penekanan pusat pernafasan

Penekanan pada sistem cardiovaskuler

Penurunan kerja organ pernafasan

Penurunan Cardiac Output (COP)

Melalui sistem saraf asceden reseptor nyeri

Penurunan kelembaban luka

Merangsang thalamus & korteks serebri

Infasi bakteri

Resiko Infeksi

Kelemahan pergerakan

sendi

Kontraktur

Gangguan perfusi jaringan

Gangguan mobilitas fisik

Muncul sensasi nyeri

Gangguan rasa nyaman: nyeri

Penurunan ekspansi paru

Ketidakadekuatan suplai O2

Pola nafas tidak efektif

Suplai darah berkurang

Penurunan aliran darah

Sumber:

Page 18: Lp Meningioma Seminar

KASUS SEMINAR

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGIOMA

RSUD KRATON PEKALONGAN

Disusun Oleh:

Diana Rahmawati 220201111300

Anggi Faizal Handuto 220201111300

Nita Rachmawati 220201111300

Yeni Kiki Simarmata 22020111140110

Fikih Diah Kusuma 22020111130098

PRAKTIK KLINIK TAHAP AKADEMIK

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

Page 19: Lp Meningioma Seminar