lp askep seminar igd

21
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA BERAT PADA NN. T (16 TAHUN) DI UNIT GAWAT DARURAT RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL MANAGEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Oleh 1. Vika Asyharul Ulya 22020112120003 2. Lastina Fachrunnisa 22020112140013 3. Karlinda Nuriya Afifah 22020112130032 4. Nurlela Fitriani 22020112130046 5. Amanat Buya PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2015

Upload: vika-asyharul-ulya

Post on 05-Jan-2016

118 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Laporan pendahuluan CKB

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Askep Seminar Igd

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA BERAT PADA NN. T (16 TAHUN)

DI UNIT GAWAT DARURAT RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL

MANAGEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Oleh

1. Vika Asyharul Ulya 22020112120003

2. Lastina Fachrunnisa 22020112140013

3. Karlinda Nuriya Afifah 22020112130032

4. Nurlela Fitriani 22020112130046

5. Amanat Buya

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

Page 2: Lp Askep Seminar Igd

CEDERA KEPALA

A. Pengertian Cedera Kepala

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau

tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan

serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang

mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala

atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma

tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba,

iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan

otak (B.Batticaca, 2008).

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak.

Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit

neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya

(Smeltzer & Bare, 2001).

B. Etiologi

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas

(Mansjoer, 2000). Penyebab cedera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas,

perkelahian, terjatuh, dan cedera olah raga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh

peluru atau pisau (Corwin, 2001).

Menurut Hudak dan Gallo (1996) mendeskripsikan bahwa penyebab cedera kepala

adalah karena adanya trauma rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:

1. Trauma Primer

Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselarasi dan deselerasi).

2. Trauma Sekunder

Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui, akson) yang meluas, hipertensi

intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi siskemik.

Page 3: Lp Askep Seminar Igd

C. Klasifikasi

Menurut Batticaca (2008) cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan:

1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak

a. Cedera kepala terbuka

b. Cedera kepala tertutup

2. Cedera pada jaringan otak (secara anatomis)

a. Commusio serebri (gegar otak)

b. Edema serebri

c. Contusio serebri (memar otak)

d. Laserasi

- Hematoma epidural

- Hematoma subdural

- Perdarahan sub arakhnoid

3. Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme)

a. Cedera tumpul

- Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)

- Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)

b. Cedera tembus

c. Luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya

Selain itu cedera kepala dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow

Coma Scale) yaitu:

1. Cedera Kepala Ringan (CKR)

a. GCS > 13

b. Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak

c. Tidak memerlukan tindakan operasi

d. Lama dirawat di RS < 48 jam

2. Cedera Kepala Sedang (CKS)

a. GCS 9-13

b. Ditemukan kelainan pada CT scan otak

c. Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial

d. Dirawat di RS setidaknya 48 jam

3. Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <9

Page 4: Lp Askep Seminar Igd

a. Hematom epidural adalah suatu hematom yang cepat terakumulasi diantara

tulang tengkoral dan durameter, biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri

meningea media. Jika tidak diatasi akan membawa kematian.

b. Hematom subdural terjadi ketika vena diantara durameter dan perenkim otak

robek. Pasien dapat kehilangan kesadaran saat terjadi cedera dan dapat timbul

higroma.

c. Kontusio adalah perdarahan kecil (petechiae) disertai edema pada parenkim

otak. Dapat timbul perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau ditempat

yang berlawanan dari cedera (contre coup).

d. Hematom intraserebral biasanya terjadi karena cedera kepala berat, ciri khasnya

adalah hilang kesadaran dan nyeri kepala berat setelah sadar kembali.

e. Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan yang terdapat pada ruang

subaraknoid, biasanya disertai hilangnya kesadaran, nyeri kepala berat dan

perubahan status mental yang cepat.

D. Patofisiologi

Cedera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cedera kulit kepala, tulang

kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Cedera bervariasi dari luka kulit

yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak,

cedera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.

Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek

terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung

terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga,

dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi

tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak

oleh kompresi, goresan, atau tekanan.

Cedera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak,

laserasi substansia alba, cedera robekan, atau hemmorarghi. Sebagai akibat, cedera

skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada

pada area cedera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah,

peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial)

(Huddak & Gallo, 2000:226).

Pengaruh umum cedera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan

cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan

Page 5: Lp Askep Seminar Igd

tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak.

rauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang

terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan

yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga

banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh

darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun

intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak

menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan

menyebabkan edema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi

pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada

kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan Steroid adrenal

sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan

anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and Wilson, 2006:1010).

E. Manifestasi Klinis

1. Berdasarkan anatomis

a. Gegar otak (comutio selebri)

- Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran

- Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit

- Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah

- Kadang amnesia retrogard

b. Edema serebri

- Pingsan lebih dari 10 menit

- Tidak ada kerusakan jaringan otak

- Nyeri kepala, vertigo, muntah

c. Memar otak (kontusio selebri)

- Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi

tergantung lokasi dan derajad

- Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan

- Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)

- Penekanan batang otak

- Penurunan kesadaran

- Edema jaringan otak

Page 6: Lp Askep Seminar Igd

- Defisit neurologis

- Herniasi

d. Laserasi

- Hematoma Epidural

Penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid

(pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan

penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):

Kacau mental → koma

Gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi

Pupil isokhor → anisokhor

- Hematoma subdural

Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,

biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.

Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan

epidura

Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan

berbulan-bulan

Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)

Perluasan massa lesi

Peningkatan TIK

Sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang

Disfasia

- Perdarahan sub arachnoid

Nyeri kepala hebat

Kaku kuduk

2. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)

a. Cedera kepala Ringan (CKR)

- GCS 13-15

- Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit

- Tidak ada fraktur tengkorak

- Tidak ada kontusio celebral, hematoma

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)   

- GCS 9-12

Page 7: Lp Askep Seminar Igd

- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24

jam

- Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

- GCS 3-8

- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam

- Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

(Hudak dan Gallo, 2001:226)

F. Diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik (George, 2009)

Glasgow Coma Scale (GCS)

Membuka Mata (E)

Spontan 4

Terhadap suara 3

Dengan rangsang nyeri 2

Tidak ada reaksi 1

Respons Verbal (V)

Baik, tidak ada disorientasi 5

Kacau/confused 4

Tidak tepat 3

Mengerang 2

Tidak ada jawaban 1

Respons Motorik (M)

Menurut perintah 6

Melokalisasi nyeri 5

Reaksi menghindar 4

Reaksi fleksi (dekortikasi) 3

Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2

Tidak ada reaksi 1

2. Pengkajian Pascatrauma (Post-Traumatic/PTA)

Menurut George (2009) indeks lain yang digunakan secara luas untuk menentukan

tingkat cedera kepala. PTA didefinisikan sebagai lamanya waktu setelah cedera

Page 8: Lp Askep Seminar Igd

kepala saat pasien merasa bingung, disorientasi, penurunan kosentrasi, atensi

menurun, dan/atau ketidakmampuan untuk membentuk memori baru.

PTA ≤ 1 hari Perbaikan yang cepat dan sepenuhnya dengan terapi sesuai.

Pada beberapa kasus ditemukan disabilitas yang menetap,

biasanya post-ok syndrome.

PTA > 1 hari

sampai < 1 minggu

Masa penyembuhan lebih panjang, beberapa minggu

sampai bulan. Penyembuhan sepenuhnya sangat mungkin

dengan perawatan yang baik.

PTA 1-2 minggu Penyembuhan memerlukan waktu beberapa bulan, pada

beberapa pasien masih terdapat gejala sisa. Pada umumnya

dapat kembali bekerja, pasien dapat melakukan aktivitas

sosial dengan perawatan yang baik.

PTA 2-4 minggu Proses penyembuhan berlangsung lama, biasanya 1 tahun

atau lebih. Didapatkan defisit permanen, sebagian tidak

dapat melakukan aktivitas fungsional (bekerja atau

melakukan aktivitas sosial)

PTA > 4 minggu Terdapat defisit dan disabilitas yang permanen dibutuhkan

pelatihan dan perawatan jangka panjang

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut George (2009) pemeriksaaan penunjang yang dapat menunjang diagnosa

pada pasien cedera kepala berat antara lain:

1. Foto Polos Kepala

Foto polos kepala/otak memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam

mendeteksi perdarahan intrakranial. Pada era CT scan, foto polos kepala mulai

ditinggalkan.

2. CT Scan Kepala

CT scan kepala merupakan standard baku untuk mendetaksi perdarahan intrakranial.

Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT scan,

sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengan indikasi

tertentu seperti:

a. Nyeri kepala hebat

b. Adanya tanda-tanda fraktur basis kranii

Page 9: Lp Askep Seminar Igd

c. Adanya riwayat cedera yang berat

d. Muntah lebih dari 1 kali

e. penderita lansia (usia > 65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia

f. Kejang

g. Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat-obatan antikoagulan

h. Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis.

i. Rasa baal pada tubuh

j. Gangguan keseimbangan atau berjalan

3. MRI Kepala

MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan,

kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI. Namun, dibutuhkan

waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT scan sehingga tidak sesuai

dalam situasi gawat darurat.

4. PET dan SPECT

Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Computer

Tomography (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase akut

dan kronis meskipun CT Scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak

memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifisitas penemuan abnormalitas tersebut

masih dipertanyakan. Saat ini, penggunaan PET atau SPECT pada fase awal kasus

CKR masih belum direkomendasikan.

H. Pengkajian Primer

1. Airway

Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.

2. Breathing

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama

pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu

pernapasan, pernapasan cuping hidung.

3. Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

4. Disability

Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.

5. Exposure

Page 10: Lp Askep Seminar Igd

Suhu, lokasi luka.

I. Pengkajian Sekunder

Menurut Jackson (2009) pengkajian sekunder yang dapat dilakukan antara lain:

a. Symtom (gejala)

“Apa yang Anda rasakan?”, “Apa yang membuat Anda datang ke rumah sakit?

(Keluhan utama pasien).

b. Alergy (alergi)

“Apakah Anda alergi terhadap sesuatu?” (obat-obatan, makanan, lateks, dan

sebagainya). “Apa yang terjadi ketika Anda menggunakan sesuatu yang

menyebabkan Anda alergi?” (mencari tahu jenis jenis reaksi alergi yang pernah

dialami).

c. Medication (obat-obatan)

“Apakah Anda sedang mengkonsumsi obat-obatan?”, “Untuk apa Anda

mengkonsumsi obat tersebut?”, “Kapan terakhir kali Anda mengkonsumsi obat

tersebut?” (diresepkan, obat bebas, herbal, dan sebagainya).

d. Past medical history (riwayat penyakit dahulu)

“Pernahkah Anda mengalami masalah ini sebelumnya?”, “Apakah Anda

memiliki masalah kesehatan lainnya?”

e. Last oral intake (asupan makan terakhir)

“Kapan terakhir kali Anda makan atau minum?”,”Apa yang terakhir kali Anda

makan?”.

f. Event leading up to illness or injury

“Bagaimana Anda bisa mengalami cedera ini?”

J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cedera kepala

adalah sebagai berikut:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral dan peningkatan tekanan

intrakanial

2. Nyeri akut b.d trauma jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakanial

3. Resiko peningkatan tekanan intra canial b.d adanya proses desak ruang akibat

penumpukan cairan atau darah dalam otak

4. Resiko kekurangan volume cairan b.d perdarahan

Page 11: Lp Askep Seminar Igd

5. Resiko infeksi b.d trauma benda tumpul

K. Intervensi keperawatan

DX 1 : perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral dan peningkatan

tekanan intrakranial

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perubahan perfusi

jaringan ... dengan kriteria hasil :

- Tidak terjadi peningkatan TIK

- TTV klien dalam batas normal

TD : 110/70 – 120/80 mmHg

N : 60 – 100 x/menit

RR : 18 – 24 x/menit

S : 36o C – 37.5oC

Intervensi Rasional

1. Pantau status neurologis (kesadaran)

klien secara teratur

2. Pantau TTV

3. Evaluasi keadaan pupil

4. Anjurkan klien untuk meningggikan

kepala 15-30o atau kepala

disejajarkan

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian diuretik

1. Mengkaji adanya

kecenderungan pada

penurunan tingkat kesadaran

dan potensial peningkatan

TIK

2. Mempertahankan aliran darah

ke otak yang konsisten

3. Untuk menentukan apakah

batang otak masih baik

4. Meningkatkan aliran balik

vena dari kepala sehingga

akan mengurangi kongesti

dan edema

5. Diuretik dapat digunakan

pada fase akut untuk

menurunkan air dari sel otak

Dx 2 : Nyeri akut b.d trauma jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakanial

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan skala nyeri berkurang

dari 10 menjadi 5 dengan kriteria hasil :

Page 12: Lp Askep Seminar Igd

- Skala nyeri klien berkurang dari 10 menjadi 5

- Klien mengungkapkan nyaman

- Klien tidak terlihat lelah

- TTV dalam rentan normal

TD dalam batas normal 110/80 mmHg

N : 60-90 x/menit

RR : 18 – 24 x/menit

Suhu 36o – 37.5o C

Intervensi Rasional

1. Observasi keadaan umum

klien

2. Monitor TTV klien

3. Ajarkan latihan teknik

relaksasi

4. Buat posisi kepala sejajar

dengan kaki

5. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian analgetik

1. Untuk mengetahui kondisi kesadaran

klien

2. Untuk mengetahui nyeri klien

3. Membantu mengurangi nyeri

4. Mengurangi nyeri dan rasa mual

muntah

5. Mengurangi rasa nyeri dan sakit

kepala

Dx : Resiko peningkatan tekanan intra canial b.d adanya proses desak ruang akibat

penumpukan cairan atau darah dalam otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan peningkatan TIK tidak

terjadi dengan kriteria hasil :

- Kesadaran stabil composmentis

- Pupil isokor

- Tidak ada mual muntah

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kesadaran klien

2. Monitor TTV

3. Kaji kemampuan sensorik

dan motorik

4. Bantu klien untuk

menghindari batuk, muntah

atau mengejan saat BAB

1. Untuk mengetahui kondisi klien

2. Dapat membantu mengetahui

keadaan klien

3. Mengetahui kemajuan klien

4. Agar TIK tidak meningkat

5. Mengencerkan darah yang membeku

diserebral

Page 13: Lp Askep Seminar Igd

5. Berikan cairan infus Manitol

Dx 4 : Resiko kekurangan volume cairan b.d perdarahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan dan

elektrolit dipertahankan dalam batas normal dengan kriteria hasil :

- Nadi klien dalam batas normal (60-90 x/menit)

- Suhu klien dalam batas normal (36oC – 37.50C)

- Tidak ada tanda dehidrasi (mata tidak cekung, ubun-ubun tidak cekung)

- Elastisitas turgot kulit baik

- Mukosa bibir lembab

Intervensi Rasional

1. Beri dan pantau cairan IV

kolaborasi dengan tim medis

2. Monitor intake dan output

cairan

3. Kaji TTV, turgor

kulit,membran mukosa dan

status mental

4. Tutup luka dengan hecting

situasional

5. Monitor status hidrasi

1. Mengganti cairan yang hilang secara

berlebih

2. Untuk mengevaluasi keefektifan

intervensi

3. Untuk mengkaji hidrasi

4. Mencegah terjadinya perdarahan

5. Untuk mengevaluasi keefektifan

intervensi

Dx 5 : Resiko infeksi b.d trauma benda tumpul

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x ... diharapkan tanda-

tanda dari infeksi (demam tinggi, warna kulit kemerahan, dll) tidak muncul dengan

kriteria hasil :

- Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukkan perilaku hidup sehat

1. Tutup luka dengan hecting

dengan prinsip steril

2. Berikan injeksi ATS dan

antibiotik kolaborasi dengan

tim medis

1. Untuk menghentikan perdarahan

2. Untuk mencegah terjadinya infeksi

3. Mengetahui infeksi sedini mungkin

sehingga dapat melakukan intervensi

yang tepat

Page 14: Lp Askep Seminar Igd

3. Kaji luka klien dan tanda-

tanda infeksi (rubor, dolor,

kalor, tumor, fungtiolessa)

4. Rawat luka dengan prinsip

steril

4. Menjaga luka tetap bersih dan

meminimalkan kontaminasi silang

dengan perawat kepada klien

Page 15: Lp Askep Seminar Igd

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, E. J. 2001. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

George Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.

Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo. 1996. Keprawatan Kritis Vol II. Jakarta: EGC.

Jackson, Marilynn & Lee Jackson. 2009. Seri paduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer & Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.