lp gagal nafas pada pasien di icu

30
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP DR.KARIADI SEMARANG Disusun oleh: MAGHFIROH 22020114210045 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXIV

Upload: mamriahdarwis

Post on 17-Jan-2016

1.653 views

Category:

Documents


558 download

DESCRIPTION

gagal napas pasien ICU

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP DR.KARIADI SEMARANG

Disusun oleh:

MAGHFIROH

22020114210045

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXIV

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

Page 2: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

A. PENGERTIAN

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk

mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon

dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi

difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap

karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi

oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga

menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan

peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg

(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

B. KLASIFIKASI

1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :

a. Gagal napas hiperkapneu

Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu

menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu

PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat

dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial

menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan

hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi

tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari

bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu.

b. Gagal napas hipoksemia

Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi

nilai PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang

membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah

Page 3: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih

sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu.

2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :

a. Gagal napas akut

Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang

ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam

jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul

pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun

fungsional sebelum awitan penyakit timbul.

b. Gagal napas kronik

Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi

pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik

dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia

dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :

a. Kardiak

Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan

PaCO2 akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema

paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya

sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke

interstisial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit

kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan

peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left

ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan

mekanisme backward-forward failure. Penyakit yang menyebabkan

disfungsi miokard :

1) Infark miokard

2) Kardiomiopati

3) Miokarditis

4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :

Page 4: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan

coartasio aorta

6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta

insufisiensi

7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid

insufisiensi.

b. Non cardiac

Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah

maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat

disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak,

dan ARDS

C. ETIOLOGI

Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan

kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :

1. Gangguan ventilasi

Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun

ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran

napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar.

Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun

obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada

pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan

tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema,

bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama

yang disertai dengan sepsis.

2. Gangguan neuromuscular

Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera

spinal, fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan

gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai

dengan depresi saraf pernapasan.

Page 5: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

3. Gangguan/depresi pusat pernapasan

Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma,

infark otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.

4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada

Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan

minute volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering

terjadi pada guillain bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis,

kiposkoliosis, dan obesitas.

5. Gangguan difusi alveoli kapiler

Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas

hipoksemia, seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak),

ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru,

aspirasi, perdarahan masif pulmonal.

6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)

Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan

bronkhiektasis.

D. PATOFISIOLOGI

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas

kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal

nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal

secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.

Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit

paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam.

Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang

memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru

kembali seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami

kerusakan yang ireversibel.

Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat

dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang

mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan

Page 6: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor

otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai

kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi

lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi

pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan

efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid.

Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas

akut.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Tanda

a. Gagal nafas total

1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat

didengar/dirasakan.

2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi

supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada

pada inspirasi

3) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha

memberikan ventilasi buatan

b. Gagal nafas parsial

1) Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan

wheezing.

2) Adanya retraksi dada

2. Gejala

a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2)

b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis

(PO2 menurun)

Page 7: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Analisa Gas Darah Arteri

Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien

mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada

klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan

ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi

kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien.

a. Hipoksemia :

Ringan : PaO2 < 80 mmHg

Sedang : PaO2 < 60 mmHg

Berat : PaO2 < 40 mmHg

b. Hiperkapnia

Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg

Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg

Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg

2. Pemeriksaan Rongent Dada

Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang

tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat

terlihat perpindahan letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks

dan fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya

hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab

paru, dan tumor paru.

3. Pengukuran Fungsi Paru

Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya

gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83%

prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah

dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih

besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.

4. Elektrokardiogram (EKG)

Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai

dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF,

Page 8: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan

aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.

5. Pemeriksaan Sputum

Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu

lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika

dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked),

kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia,

TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan

berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk

sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih

sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.

G. Pengkajian Primer

1. Airway

1. Peningkatan sekresi pernapasan

b. Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing

2. Breathing

a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,

adanya retraksi.

b. Menggunakan otot bantu pernapasan

c. Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis

3. Circulation

a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

b. Sakit kepala

c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,

mengantuk

d. Papil edema

e. Penurunan haluaran urine

4. Disability

Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS,

dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.

Page 9: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

5. Eksposure

Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat,

tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat

secara objektif.

H. Pengkajian sekunder ( Doengoes, 2000)

1. Sistem kardiovaskuler

Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama

gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan

denyut jantung menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau

hipotensi

2. Sistem pernafasan

Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru ,

keganasan, batuk

Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot

asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi :

hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area

berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang,

reduksi ekskursi thorak.

3. Sistem integumen

Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah,

bingung, stupor

4. Sistem musculoskeletal

Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.

5. Sistem endokrin

Terdapat pembesaran kelenjar tiroid

6. Sistem gastrointestinal

Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.

7. Sistem neurologi

Sakit kepala

8. Sistem urologi

Page 10: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

Penurunan haluaran urine

9. Sistem reproduksi

Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada

rahim/serviks.

10. Sistem indera

a. Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa

kebutaan tiba-tiba.

b. Pendengaran : telinga berdengung

c. Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman

d. Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap

e. Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap

panas/dingin tajam/tumpul baik.

11. Sistem abdomen

Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.

12. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat

menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk

Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis

13. Keamanan

Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat

radiasi/kemoterapi

14. Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko keluarga

dengan tuberculosis

I. PENTALAKSANAAN MEDIS

1. Jalan nafas

Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-

obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas.

Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT.

2. Oksigen

Page 11: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari

mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous

Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal

napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada

saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner

dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara

bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta

frekuensi napas tercapai.

3. Bronkhodilator

Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa

jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema

dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit

paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak

ditemukan pada penyakit paru lainnya.

4. Kortikosteroid

Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas

tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel

inflamasi.

5. Fisioterapi dada dan nutrisi

Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana

menyeluruh gagal nafas.

6. Pemantauan hemodinamik

Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung

tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan

hemodinamik yang lebih invasif.

Page 12: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

J. PATHWAY

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar

Penumpukan cairan alveoli

Gangguan endhotelium

kapiler

Cairan masuk ke interstitialOedema pulmo

Peningkatan tekanan jalan nafas

Penurunan complain paru

Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS

Cairan surfaktan menurun

Gangguan pengembangan paru (atelectasis)

Kolaps alveoli

Ventilasi dan perfusi tidak seimbang

GANGGUAN PERTUKARAN GAS

Hipoksemia, Hiperkapnea O2 ↓, CO2 ↑

Tindakan primerA,B,C,D, E

Pemasangan Ventilasi mekanik

RESIKO INFEKSI RESIKO CEDERA

Dyspnea

Sianosis perifer, akral hangat, kulit pucat

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN PERIFER

Adanya usaha peningkatan pernafasan

Tampak adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu pernafsan dan

adanya pernafasan cuping

KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS

Page 13: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan

kemungkinan thrombus atau emboli. (00204)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-

perfusi sekunder terhadap hipoventilasi (00030)

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume

penurunan ekspansi paru (00032)

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya

fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi

jalan nafas

5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT

6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas

stress

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan

kemungkinan thrombus atau emboli. (00204)

Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiTujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan.Kriteria Hasil :1. Tekanan systole dan diastole

dalam rentang yang diharapkan2. Akral hangat3. RR 16-20x/menit4. SpO2 > 98%5. Tidak ada sianosis perifer

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer) (2660)1. Monitor adanya daerah tertentu yang

hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul

2. Monitor adanya paretese3. Instruksikan keluarga untuk

mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi

4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi

Page 14: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

6. Monitor kemampuan BAB7. Kolaborasi pemberian analgetik8. Monitor adanya tromboplebitis9. Diskusikan menganai penyebab

perubahan kondisi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi (00030)

Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiTujuan : Gangguan pertukaran gas efektif Kriteria Hasil : 1. Menunjukkan peningkatan

ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

3. Mendemonstrasikan batuk efektif

4. Suara nafas yang bersih5. Tidak ada sianosis 6. Mampu bernafas dengan

mudah 7. Tidak ada retraksi dada,

pernafasan cuping hidung dan pursed lips

8. Hasil pemeriksaan BGA menunjukkan nilai normal

Airway Management (3140)1. Buka jalan nafas, guanakan teknik

chin lift atau jaw thrust bila perlu2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi3. Identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

suction7. Auskultasi suara nafas, catat adanya

suara tambahan8. Lakukan suction pada mayo9. Berika bronkodilator bial perlu10. Barikan pelembab udara11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.12. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring (3350)1. Monitor rata – rata, kedalaman,

irama dan usaha respirasi2. Catat pergerakan dada,amati

kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

3. Monitor suara nafas, seperti dengkur4. Monitor pola nafas : bradipena,

takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot

5. Catat lokasi trakea6. Monitor kelelahan otot diagfragma

( gerakan paradoksis )7. Auskultasi suara nafas, catat area

Page 15: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama

9. Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen (1910)1. Monitro IV line2. Pertahankanjalan nafas paten3. Monitor AGD, tingkat elektrolit4. Monitor status hemodinamik(CVP,

MAP, PAP)5. Monitor adanya tanda tanda gagal

nafas6. Monitor pola respirasi7. Lakukan terapi oksigen8. Monitor status neurologi9. Tingkatkan oral hygiene

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan

volume penurunan ekspansi paru (00032)

Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektifKriteria Hasil :1. Mendemonstrasikan batuk efektif

dan suara nafas yang bersih2. Tidak ada sianosis dan dyspnea3. Mampu bernafas dengan mudah4. Menunjukkan jalan nafas yang

paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

5. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

6. mudah 7. Tidak ada retraksi dada,

pernafasan cuping hidung dan pursed lips

Airway Managementi (3140)1. Buka jalan nafas, guanakan teknik

chin lift atau jaw thrust bila perlu2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi3. Identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

suction7. Auskultasi suara nafas, catat adanya

suara tambahan8. Lakukan suction pada mayo9. Berikan bronkodilator bila perlu10. Berikan pelembab udara Kassa

basah NaCl Lembab11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.12. Monitor respirasi dan status O2

Oxygen therapy (3320)

Page 16: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

2. Pertahankan jalan nafas yang paten

3. Atur peralatan oksigenasi4. Monitor aliran oksigen5. Pertahankan posisi pasien6. Onservasi adanya tanda

tanda hipoventilasi7. Monitor adanya kecemasan

pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring(6680)1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah3. Monitor VS saat pasien berbaring,

duduk, atau berdiri4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan

bandingkan5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,

dan setelah aktivitas6. Monitor kualitas dari nadi7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan8. Monitor suara paru9. Monitor pola pernapasan abnormal10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban

kulit11. Monitor sianosis perifer12. Monitor adanya cushing triad (tekanan

nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi

jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas

Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas efektif.Kriteria Hasil1. Mendemonstrasikan batuk efektif

dan suara nafas yang bersih2. Tidak ada sianosis dan dyspnea3. Mampu mengeluarkan sputum4. Mampu bernafas dengan mudah,

Menunjukkan jalan nafas yang paten

Airway suction1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal

suctioning2. Auskultasi suara nafas sebelum dan

sesudah suctioning.3. Informasikan pada klien dan keluarga

tentang suctioning4. Minta klien nafas dalam sebelum

suction dilakukan.5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal

untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal

Page 17: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

5. Irama nafas regular6. Frekuensi pernafasan

16-20x/menit, SPO2 > 98%7. Tidak ada suara nafas abnormal)8. Mampu mengidentifikasikan dan

mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan

7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal

8. Monitor status oksigen pasien9. Ajarkan keluarga bagaimana cara

melakukan suksion10. Hentikan suksion dan berikan oksigen

apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin

lift atau jaw thrust bila perlu2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi3. Identifikasi pasien perlunya

pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu6. Keluarkan sekret dengan batuk atau

suction7. Auskultasi suara nafas, catat adanya

suara tambahan8. Lakukan suction pada mayo9. Berikan bronkodilator bila perlu10. Berikan pelembab udara Kassa basah

NaCl Lembab11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.12. Monitor respirasi dan status O2

6. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT

Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi.Kriteria hasil :1. Klien bebas dari tanda dan

gejala infeksi2. Menunjukkan kemampuan

untuk mencegah timbulnya infeksi

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Infection Control (Kontrol infeksi)1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien

lain2. Pertahankan teknik isolasi3. Batasi pengunjung bila perlu4. Instruksikan pada pengunjung untuk

mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan

7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

8. Pertahankan lingkungan aseptik selama

Page 18: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

pemasangan alat9. Ganti letak IV perifer dan line central dan

dressing sesuai dengan petunjuk umum10. Gunakan kateter intermiten untuk

menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik

dan lokal2. Monitor hitung granulosit, WBC3. Monitor kerentanan terhadap infeksi4. Batasi pengunjung5. Saring pengunjung terhadap penyakit

menular6. Partahankan teknik aspesis pada pasien

yang beresiko7. Pertahankan teknik isolasi k/p8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema9. Inspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup12. Dorong masukan cairan13. Dorong istirahat14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik

sesuai resep15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan

gejala infeksi16. Ajarkan cara menghindari infeksi17. Laporkan kecurigaan infeksi18. Laporkan kultur positif

7. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas

stress

Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cidera tidak terjadi pada klien.Kriteria hasil :1. Klien terbebas dari cedera2. Klien mampu menjelaskan

cara untuk mencegah cedera3. Klien mampu menjelaskan

factor resiko dari lingkungan/perilaku personal

4. Mampu memodifikasi gaya

Environment Management (Manajemen lingkungan)1. Sediakan lingkungan yang aman untuk

pasien2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,

sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)

Page 19: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

hidup untukmencegah injury5. Menggunakan fasilitas

kesehatan yang ada6. Mampu mengenali perubahan

status kesehatan

4. Memasang side rail tempat tidur5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman

dan bersih6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang

mudah dijangkau pasien.7. Membatasi pengunjung8. Memberikan penerangan yang cukup9. Menganjurkan keluarga untuk menemani

pasien.10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan11. Memindahkan barang-barang yang dapat

membahayakan12. Berikan penjelasan pada pasien dan

keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

Page 20: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

Daftar Pustaka

Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993

Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997

Mansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius.

Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Penafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

Sarwono.1996. Buku Ajar Penyakit Dalam.Jilid pertama, EdisiKetiga. Jakarta: FKUI

Page 21: Lp Gagal Nafas Pada Pasien Di ICU

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998

Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001

Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.