lkm & pemberdayaan ekonomi

29
PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT Oleh: Sri Maryati (Staf Pengajar Jurs IE-FEUA, [email protected] ; mobile: 08126735758) ABSTRAK Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis. Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan mikro yang selama ini belum terjangkau oleh jasa pelayanan keuangan perbankan khususnya bank umum. Otonomi daerah semakin membuka peluang mendorong peningkatan kegiatan perekonomian daerah, terutama di daerah luar Jawa, yang selama ini mengalami ketinggalan dibanding daerah di Jawa. Kegiatan bisnis daerah yang semakin berkembang tersebut pada gilirannya akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah, termasuk dalam hal ini adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Kehadiran LKM diharapkan akan semakin meningkatkan bisnis daerah yang bersangkutan, melalui berbagai produk yang ditawarkannya. Hal ini tentunya juga akan mendorong perekonomian daerah. Kata Kunci: LKM, Pembiayaan usaha, pengembangan usaha, ekonomi daerah Diskusi Aktual kota Solok, November 2014 1

Upload: srie-maryati

Post on 25-Jul-2015

268 views

Category:

Economy & Finance


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lkm & pemberdayaan ekonomi

PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

Oleh:Sri Maryati

(Staf Pengajar Jurs IE-FEUA, [email protected]; mobile: 08126735758)

ABSTRAK

Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan mikro yang selama ini belum terjangkau oleh jasa pelayanan keuangan perbankan khususnya bank umum.

Otonomi daerah semakin membuka peluang mendorong peningkatan kegiatan perekonomian daerah, terutama di daerah luar Jawa, yang selama ini mengalami ketinggalan dibanding daerah di Jawa. Kegiatan bisnis daerah yang semakin berkembang tersebut pada gilirannya akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah, termasuk dalam hal ini adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Kehadiran LKM diharapkan akan semakin meningkatkan bisnis daerah yang bersangkutan, melalui berbagai produk yang ditawarkannya. Hal ini tentunya juga akan mendorong perekonomian daerah.

Kata Kunci: LKM, Pembiayaan usaha, pengembangan usaha, ekonomi daerah

Diskusi Aktual kota Solok, November 20141

Page 2: Lkm & pemberdayaan ekonomi

PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

1. Latar BelakangKeberadaan lembaga keuangan dalam suatu perekonomian dewasa ini sudah merupakan kebutuhan yang tak terelakan, namun karena alasan rasionalitas ekonomi, lembaga keuangan lebih memilih perkotaan sebagai basis operasional mereka meskipun mayoritas penduduk hidup di daerah pedesaan. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan jasa keuangan.

Untuk itu, upaya perluasan jangkaun pelayanan keuangan terus dilakukan dengan menerapkan program “Keuangan Inklusif” yakni merupakan suatu kondisi di mana seluruh lapisan masyarakat memiliki akses terhadap sistem keuangan.Bukan hanya terhadap perbankan, tapi lembaga keuangan lainnya. Di Indonesia menurut kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia, hanya 32 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses ke perbankan, sedangkan menurut Bank Dunia hanya 20% dari penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses ke perbankan. Untuk mewujudkan keuangan inklusif maka diperlukan upaya melalui edukasi keuangan terhadap masyarakat dan meningkatkan jangkauan distribusi lembaga keuangan sampai ke daerah pelosok.

Financial inclusion pada dasarnya merupakan koreksi terhadap financial exclution yaitu sebuah kondisi financial yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja. Definisi lain dari financial Inclusion menurut World Bank (2008) dan European Commision (2008) adalah sebagai suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan baik dalam bentuk harga ataupun non harga terhadap akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.

Salah satu lembaga keuangan yang diharapkan mampu melayani masyarakat yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi adalah Lembaga Keuangan Mikro (Microfinance). Lembaga ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat semenjak dua dasawarsa terakhir. Hal ini didororong oleh keberhasilan program Grameen Bank yang diperkenalkan oleh Muhammad Yunus (peraih nobel perdamaian tahun 2006) di Bangladesh pada awal tahun 1980. Sejak itu, institusi keuangan dunia mulai menaruh perhatian yang besar kepada pembiayaan mikro dalam upaya mengentaskan kemiskinan, dan juga memperoleh keuntungan secara ekonomi.

Dalam aktivitas ekonomi masyarakat di Indonesia, keberadaan lembaga keuangan mikro bukan hal baru. Lembaga

Diskusi Aktual kota Solok, November 20142

Page 3: Lkm & pemberdayaan ekonomi

keuangan ini sudah berkembang sejak lama dan telah menjadi topik pembicaraan para pakar dan praktisi ekonomi kerakyatan antara lain Martowijoyo (2002), Sumodiningrat (2003), Budiantoro (2003), Ismawan (2002), Syukur (2002) dan lain-lain. Momentum pembahasan LKM senantiasa terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan, belum secara spesifik sebagai fasilitasi pembiayaan masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman di Bangladesh dimana Grameen Bank telah berhasil mengentaskan kemiskinan dengan pembiayaan mikronya.

Menurut Wijono (2005), LKM di dalam masyarakat Indonesia sudah banyak dibentuk dan tersebar mulai dari perkotaan sampai perdesaan, atas prakarsa pemerintah, swasta maupun kalangan lembaga swadaya masyarakat dalam bentuknya yang formal, non formal, sampai informal dengan karakteristiknya masing-masing. Namun LKM tersebut memiliki fungsi yang sama sebagai intermediasi dalam aktivitas ekonomi masyarakat.

Dengan semakin dinamis dan terbukanya persaingan dalam aktivitas ekonomi masyarakat Indonesia dewasa ini, maka keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) menjadi faktor kritikal dalam  usaha penanggulangan kemiskinan mengingat jumlah penduduk miskin masih cukup besar. Menurut Krishnamurti (2003) dalam Ashari (2006: 153) peningkatan akses dan pengadaan sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat membangun keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan, melalui:

1. Tingkat konsumsi yang  lebih pasti dan tidak  befluktuasi 2. Mengelola risiko dengan lebih baik 

3. Secara  bertahap memiliki kesempatanuntuk membangun aset 

4. Mengembangkan  kegiatan usaha mikronya

5. Menguatkan kapasitas perolehan pendapatannya 

6. Dapat merasakan tingkathidup yang lebih baik.

Tanpa akses yang memadai pada LKM, hampir seluruh rumah tangga miskin akan  bergantung pada kemampuan  pembiayaannya sendiri yang sangat terbatas atau pada lembaga keuangan informal seperti rentenir, tengkulak atau pelepas uang yang sangat memberatkan mereka karena biaya untuk peminjaman dana yang besar. Kondisi ini jelas membatasi kemampuan kelompok miskin untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari peluang pembangunan akibatnya mereka akan semakin sulit untuk bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.

Diskusi Aktual kota Solok, November 20143

Page 4: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Akan tetapi, keberadaan LKM yang seharusnya penting sebagai penopang perekonomian masyarakat khususnya kelompok miskin ternyata belum memiliki wujud yang jelas. Hal ini diantaranya disebabkan oleh begitu banyak dan beragamnya lembaga keuangan mikro dan jenis layanan keuangan mikro yang berkembang di Indonesia. Kondisi tersebut membuat mapping atau pemetaan, pengawasan serta evaluasi layanan keuangan ini sulit dilakukan. Tumpang tindihnya aturan, kewenangan dan cakupan luas layanan lembaga keuangan mikro juga turut memberikan andil dalam sulitnya menerapkan strategi pengembangan yang tepat untuk LKM. Keadaan ini menyebabkan tingkat keberlangsungan usaha atau sustainability LKM maupun program keuangan mikro menjadi rendah. Sehingga hanya beberapa LKM yang mampu bertahan dan bersaing baik dengan sesama LKM maupun jenis layanan perbankan yang lebih modern.

2. Pendekatan Teoritis

Konsep mikro kredit pertama kali dicetuskan dalam pertemuan the World Summit on Micro Credit di Washington tanggal 2-4 Februari 1997, yang menyatakan bahwa mikro kredit adalah program atau kegiatan yang memberikan pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya. Selain itu Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis (Rudjito, 2003).

Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun. Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro inilah yang disebut dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran transaksi jasa (payment services) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Sedangkan menurut Direktorat Pembiayaan Departemen Pertanian Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang dikembangkan berdasarkan semangat untuk

Diskusi Aktual kota Solok, November 20144

Page 5: Lkm & pemberdayaan ekonomi

membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin baik untuk kegiatan konsumtif maupun produktif. (dalam Ashari; 2006148);

LKM merupakan lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat pendorong pembangunan bagi masyarakat khususnya di kawasan perdesaan. (Hadinoto, 2005; 72). Sedangkan menurut Tohari (2003), Lembaga keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal, dan informal. Dengan kata lain, LKM merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

Menurut Holloh , Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga yang biasanya memberikan layanan kredit kepada kelompok/usaha berpendapatan kecil/mikro dimana kredit mikro bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan akses layanan keuangan dari LKM (Holloh, 2001:17).

Undang Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, mendefenisikan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Definisi tersebut menyiratkan bahwa LKM merupakan sebuah institusi profit motive yang juga bersifat social motive, yang kegiatannya lebih bersifat community development dengan tanpa mengesampingkan perannya sebagai lembaga intermediasi keuangan.

Sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, LKM juga melaksanakan kegiatan simpan pinjam, yang aktifitasnya disamping memberikan pinjaman namun juga dituntut untuk memberikan kesadaran menabung kepada masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka tidak terjebak pada aktivitas konsumtif dan mampu mendorong kea rah aktivitas produktif.

Dari berbagai konsep tentang lembaga keuangan mikro baik yang dikemukan oleh para ahli maupun institusi, dapat

Diskusi Aktual kota Solok, November 20145

Page 6: Lkm & pemberdayaan ekonomi

disimpulkan ada tiga elemen penting dari pengertian lembaga keuangan mikro yaitu:

1) Menyediaka berbagai jenis pelayanan jasa keuangan; seperti tabungan (simpanan) dan pembiayaan (pinjaman) serta jasa pembayaran.

2) Memberikan jasa keuangan bagi masyarakat berpendapatan rendah yang tidak terlayani atau terpingirkan oleh lembaga keuangan formal yang berorientasi pasar dengan tujuan bisnis mencari keuntungan.

3) Menggunakan prosedur dan mekanisme pelayanan yang kontektual dan fleksibel sesuai dengan kondisi masyarakat yang dilayani.

Selanjutnya jika dilihat dari bentuknya, maka LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dapat dibedakan atas;

1) Lembaga formal seperti, koperasi dan bank desa.2) Lembaga semi formal, seperti organisasi kemasyarakatan

atau lembaga swadaya masyarakat.3) Sumber pembiayaan informal; seperti renteneer

Sedangkan Bank Indonesia mengkategorikan LKM di Indonesia menjadi :

1) Lembaga Keuangan Bank, seperti: BRI unit desa, BPR dan BKD

2) Lembaga Keuangan Bukan Bank, Koperasai Simpan pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Baitul Maal Wattamwill (LKM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), arisan, dan bentuk lainnya.

Di Indonesia hingga saat ini telah berkembang lima model pelayanan keuangan mikro, yaitu: (Gema PKM Indonesia, 2007)

1) Saving led microfinance: yaitu pelayanan keuangan mikro yang bertumpu pada mobilisasi dan penggalian sumber dana dari tabungan anggota kelompok atau koperasi sebagai pijakan untuk mengembangkan jasa pelayanan keuangan.

2) Credit led microfinance: pelayanan keuangan mikro yang tumbuh berdasarkan keyakinan bahwa tujuan masyarakat bergabung dengan kelompok dimotivasi untuk memperoleh kredit. Oleh karena itu, suatu lembaga keuangan disamping memobilisasi tabungan anggota, juga menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk memperoleh sumber dana bagi peningkatan pencairan kredit (pengalaman Bangladesh).

3) Micro banking: yaitu perbankan yang secara khusus didesain untuk menjalankan pelayanan keuangan mikro,

Diskusi Aktual kota Solok, November 20146

Page 7: Lkm & pemberdayaan ekonomi

seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta bank-bank umum yang mengembangkan unit-unti pelayanan keuangan mikro.

4) Linkage model: adalah pelayanan keuangan mikro yang memadukan pendekatan perbankan dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Dalam pola ini, perbankan menjalankan pelayanan keuangan dengan memanfaatkan atau bekerja sama dengan lembaga yang sudah ada di masyarakat, yaitu KSM, sehingga lahirlah model Pola Hubungan Bank dan KSM (PHBK).

5) Enhanced linkage program: adalah pelayanan keuangan mikro yang merupakan bentuk pengembangan dari linkage model dengan memadukan pendekatan perbankan, lembaga keuangan mikro, dan usaha mikro itu sendiri. Bank menyalurkan kredit kepada pengusaha mikro melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Pola ini disebut sebagai Pola Hubungan Bank dan LKM (PHBL). Pada Microcredit Summit di Washington pada tahun

1997 telah disepakati bahwa lembaga keuangan mikro merupakan suatu metode yang efektif untuk menanggulangi kemiskinan, bahkan telah merumuskan empat kriteria utama keunggulan lembaga keuangan mikro dalam mengatasi masalah kemiskinan, yaitu:

1) Mampu menjangkau masyarakat yang paling miskin2) Mampu menjangkau dan memberdayakan perempuan3) Dapat membangun kelembagaan yang berkelanjutan

secara finansial4) Dampak kegiatannya dapat terukur dengan jelas

3. Peran LKM dalam Intermediasi Keuangan

Dalam aktivitas perekonomian, lembaga keuangan memegang peran strategis sebagai intermediator keuangan, dimana lembaga keuangan menghimpun dana dari unit surplus baik rumah tangga, sektor usaha , maupun pemerintah, dan kemudian disalurkan kepada pelaku ekonomi yang mengalami defisit dana. Dengan kata lain, intermediasi keuangan adalah kegiatan pengalihan dana dari unit surplus dana (ultimate lenders) kepada unit defisit dana (ultimate borrowers).

Gambar 1

Diskusi Aktual kota Solok, November 20147

Page 8: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Sumber: Dahlan Siamat, 2002.

Selanjutnya jika dilihat dari aktivitas lembaga keuangan sebagai intermediator keuangan, maka peran lembaga keuangan dalam perekonomian adalah sebagai berikut:

1) Pengalihan aset atau asset transmutation, lembaga keuangan mampu melakukan pengalihan bentuk dari kewajiban menjadi aset.

2) Likuiditas (likuidity), berkaitan dengan kemampuan lembaga keuangan menyediakan uang tunai pada saat dibutuhkan, baik oleh pemilik dana (ultimate lenders) maupun oleh pihak yang membutuhkan dana (ultimate borrowers).

3) Realokasi pendapatan (income realocation), lembaga keuangan membantu masyarakat baik secara individu maupun badan usaha untuk dapat menyisihkan dan merealokasikan pendapatan sekarang guna menghadapi berbagai kemungkinan pada masa yang akan datang.

4) Transaksi (transaction), lembaga keuangan memberikan jasa-jasa untuk mempermudah transaksi moneter dalam perkonomian.

5) Effisiensi (efficiency), lembaga keuangan dapat mendorong penurunan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanan yang lebih luas karena lembaga keuangan merupakan media pertemuan unit surplus dana dengan unit defisit dana secara tidak lansung,

Diskusi Aktual kota Solok, November 20148

Page 9: Lkm & pemberdayaan ekonomi

serta dapat menekan terjadinya moral hazard dan misrepresentation.

Jika peran intermediasi dapat dilakukan dengan baik maka lembaga keuangan akan dapat mendorong terwujudnya nilai tembah dalam perekonomian, demikian juga halnya dengan lembaga keuangan mikro yang memberikan layanan keuangan pada masyarakat berpendapatan rendah dengan skala usaha ekonomi yang masih sangat terbatas. Keberadaan LKM akan mendorong kelompok masyarakat ini menciptakan nilai tambah dalam perekonomian.

Menurut UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM di Indonesia diharapkan akan dapat menjadi salah satu pilar dalam proses intermediasi keuangan terutama bagi usaha mikro, kecil dan menengah. LKM juga diharapkan dapat meningkatkan financial inclusion, sehingga semua lapisan masyarakat dapat memiliki akses terhadap jasa layanan keuangan. Karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat komunal atau gotong royong amat sesuai dengan ciri dari LKM yang merupakan sebuah community bank.

4. Peran LKM dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pemberdayaan (empowerment ) merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pemikiran dan kebudayaan masyarakat. Pemberdayaan memiliki dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya, dalam arti memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mengambil keputusan terkait dengan aspek kehidupan mereka. Adapun kecenderungan sekunder, merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi keputusan dan pilihan mereka.

Pemberdayaan masyarakat (empowerment development) sebagaisebuah strategi pembangunan sudah semakin diterima oleh masyarakat maupun pemerintah, bahkan konsep ini telah berkembang sebagai pemikiran ilmiah dengan berbagai konsep dan teori sesuai latarnelakang keilmuan para pemikir yang mendiskusikan konsep tersebut.

Meskipun dalam kenyataannya strategi pemberdayaan ini masih belum maksimal diaplikasikan dalam upaya pembangunan

Diskusi Aktual kota Solok, November 20149

Page 10: Lkm & pemberdayaan ekonomi

nasional dan daerah. Hal ini diantaranya disebabkan oleh masih ada para pemikir maupun praktisi yang belum memahami dan menyakini bahwa upaya pemberdayaan dan partisipatif dapat digunakan sebagai alternatif dalam memecahkan persoalan pembangunan yang dihadapi. Di sisi lain konsep pembangunan yang selama ini diterapkan belum mampu menjawab tuntutan yang menyangkut keadilan dan pemerataan serta keberpihakannya kepada masyarakat, sehingga pembangunan yang digagas belum mampu mengangkat penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Upaya meningkatkan keberpihakan pembangunan kepada kepentingan masyarakat, melalui pembangunan Lembaga Keuangan Mikro pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari upaya pemberdayaan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Berbagai kendala dalam penerapan disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menyikapi tentang pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini membutuhkan suatu konsep ideal tentang pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan ekonomi melalui peningkatan peran Lembaga Keuangan Mikro, langkah ini dinilai sangat strategis dalam menunjang pertumbuhan ekonomi mikro berbasis kerakyatan karena mayoritas pelaku usaha di Indonesia adalah usaha mikro, kecil dan menengah.

Belajar dari pengalaman Grameen Bank di Bangladesh, yang didirikan oleh Prof. M. Yunus, pemenang Nobel Perdamaian tahun 2006, dengan membuat sebuah program trobosan pengentasan kemiskinan yang memberikan pinjaman sebesar US $ 147.000 untuk 40.000 orang pengemis di Bangladesh pada tahun 1997. Dari dana pinjaman ini para pengemis melakukan usaha yang dapat dilakukan sambil mengemis, seperti; membuat anyaman dan sulaman, menjual permen dan korek api. Kepada para pengemis ini diberikan lencana sebagai tanda mereka adalah nasabah dari Grameen Bank. Pada tahun 2005, ternyata 7.483 orang telah berhenti mengemis, karena mereka telah mempunyai lapangan usaha baru dan merasa malu mengemis lagi dengan memakai lencana nasabah Grameen Bank, lencana ini telah mampu membangkitkan rasa percaya diri dan harga diri mereka untuk berusaha keluar dari lingkaran kemiskinan.

Ada 7 (tujuh) Prinsip utama yang dikembangkan oleh Grameen Bank dalam penyaluran pinjaman kepada masyarakat miskin yaitu:

1) Grameen Bank adalah milik anggotanya (92% saham milik anggotanya)

2) Memberikan prioritas pinjaman pada anggota masyarakat yang paling miskin

Diskusi Aktual kota Solok, November 201410

Page 11: Lkm & pemberdayaan ekonomi

3) Sasaran utama pinjaman yang diberikan adalah kaum perempuan

4) Pinjaman yang diberikan tanpa agunan5) Para peminjam yang menentukan jenis usaha yang akan

dilakukan dalam upaya memperoleh pendapatan dan membayar pinjaman

6) Grameen Bank memberikan bantuan informasi dan sarana konsultasi agar usaha peminjam berhasil

7) Para peminjam membayar bunga sesuai keperluan untuk menjaga agar Grameen Bank tetap mandiri.

Di Indonesia berbagai kajian tentang peran LKM dalam perekonomian dan pemberdayaan masyarakat telah banyak dilakukan oleh para ahli dan pengamat diantaranya studi yang dilakukan oleh Rahmat Hendrayana & Sjahrul Bustaman (2007), terhadap Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di kawasan Jawa dan Luar Jawa (NTB dan Sulawesi Selatan), dengan menggunakan metode group interview dan individual indepth interview. Hasil studi dengan pendekatan deskriptif kualitatif ini menunjukkan bahwa :

1) Keberadaan LKM telah diakui masyarakat dan memiliki peran strategis sebagai intermediasi aktivitas ekonomi yang tidak terjangkau oleh jasa pelayanan Bank Umum

2) Pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan tetapi masih fokus pada kegiatan non pertanian (perdagangan), sedangkan di kawasan pedesaan aktivitas pertanian masih sangat dominan.

3) Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian adalah aspek legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan usaha tani, karakteristik usaha tani, serta kebutuhan akan bimbingan tekhnis nasabah pengguna jasa pelayanan LKM.

4) Untuk menumbuhkembangkan LKM pertanian di kawasan pedesaan diperlukan pelatihan dan pembinaan terhadap SDM pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan bantuan tekhnis.

Ashari (2006: 152) menyatakan bahwa “Potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat besar.” Setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argumen  tersebut, yaitu:

1. LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan lokasi pelaku usaha sehingga dapat dengan mudah diakses oleh pelaku saha tersebut

Diskusi Aktual kota Solok, November 201411

Page 12: Lkm & pemberdayaan ekonomi

2. Masyarakat berpendapatan rendah lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak  prosedur karena desakan kebutuhan mereka yang harus segera dipenuhi

3. Karakteristik pinjaman pada umumnya membutuhkan platfond kredit yang tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan  finansial LKM. 

4. Dekatnya lokasi LKM dan pelaku usaha memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usaha masyarakat pengguna jasanya sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlahnya.

5. Adanya keterkaitan socio-cultural serta hubungan yang bersifat personal- emosional diharapkan dapat mengurangi sifat moral hazard dalam  pengembalian kredit.

Jadi, peran LKM yang didukung dengan kemudahan akses, prosedur, dan kedekatan terhadap masyarakat akan membantu keberdayaan masyarakat khususnya kelompok miskin terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain atau dirinya sendiri yang amat terbatas serta  dapat meningkatkan taraf hidup dirinya dan keluarganya.

Menurut Ismawan (1994); peran KLM dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di era otonomi daerah adalah :

1) Mendukung pemerataan pertumbuhan; jangkauan pelayanan LKM yang luas dan efektif mampu melayani berbagai kelompok usaha mikro akan mendorong perkembangan usaha mikro menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi terwjdnya pemerataan pertumbuhan.

2) Mengatasi kesenjangan kota dan desa; jangkauan LKM yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan dan akan dapat mengurangi kesenjangan antara desa dan kota.

3) Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil; selama ini usaha besar mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil, dengan dukungan pembiayaan usaha kecil yang diberikan LKM, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi.

4) Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat; masyarakat desa mempunyai

Diskusi Aktual kota Solok, November 201412

Page 13: Lkm & pemberdayaan ekonomi

kemampuan menabung yang cukup tinggi, akan tetapi kemampuan memanfaatkan kredit kurang dari setengahnya (Bank Indonesia). Kelebihan dana inilah yang dimanfaatkan untuk pembiayaan di kawasan perkotaan. Hal ini memperlihatkan bahwa askes faktor produksi dari masyarakat desa, telah diserap oleh masyarakat kota, sehingga kota berkembang lebih pesat sementara desa akan mengalami kemandekan.

5) Meningkatkan kemandirian daerah; faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) merupakan kekuatan yang dimiliki oleh daerah, harus dapat dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, agar ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, dan investasi ekonomi rakyat akan berkembang pesat. Hal ini akan mendorong kemandirian daerah sekaligus kemandirian nasional.

Dengan demikian, era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Peningkatan peran LKM, mendorong kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, yang akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Masyarakat yang mandiri akan menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi dengan memanfaatkan sumberdaya ekonomi yang dimiliki.

5. Membangun Lembaga Keuangan Mikro yang Sehat dan Kuat

Keterbatasan ketersediaan lapangan pekerjaan, dan desakan kebutuhan telah menjadi pendorong utama semakin banyaknya masyarakat yang berusaha mandiri, hal ini tentunya akan membuka lapangan kerja baru, pendapatan penduduk akan meningkat, daya belinya juga meningkat, sehingga tingkat perekonomian masyarakat yang bersangkutan juga meningkat, yang pada akhirnya dapat mengurangi atau mengentaskan kemiskinan yang ada di tengah masyarakat.

Dalam menjalankan usahanya LKM masih menghadapi permasalahan yang pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam hal-hal yang bersifat internal dan eksternal. Permasalahan internal meliputi keterbatasan sumberdaya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga kurang efisien serta keterbatasan modal. Sementara masalah yang bersifat eksternal meliputi kemampuan monitoring yang belum efektif, pengalaman yang Diskusi Aktual kota Solok, November 2014

13

Page 14: Lkm & pemberdayaan ekonomi

lemah serta infrastruktur yang kurang mendukung. Kondisi ini tentunya akan berakibat pada keterbatasan jangkauan pelayanan LKM terhadap usaha mikro yang seharusnya dapat menjangkau secara luas, sehingga pengembangan LKM yang sehat dan kuat akan sangat penting dalam membantu pengembangan usaha dan peningkatan investasi bagi usaha mikro dan kecil.

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat LKM agar menjadi lembaga keuangan yang sehat dan kuat diantaranya adalah :

1) Perkuatan permodalan dan manajemen

2) Penggalangan dukungan dan fasilitasi pembiayaan UMKM dengan LKM

3) Penggalangan partisipasi berbagai pihak dalam rangka penguatan LKM (Academics Bussiness & Government (ABG), Masyarakat baik dalam maupun luar negeri)

4) Optimalisasi pendayagunaan potensi sumber dana pembiayaan di daerah (Bagian Laba BUMN, Dana Bergulir, Yayasan, Bantuan Luar Negeri)

5) Training bagi pengelola LKM, untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pengelola LKM;

6) Perlu adanya lembaga penjamin untuk menjamin kredit LKM dan tabungan nasabah LKM.

Pengembangan LKM harus didasarkan pada azas demokrasi ekonomi, desentralisasi, kemandirian, undiscriminative, dan perlindungan bagi stakeholder yang berkepentingan. Prinsip yang perlu diterapkan adalah membangun keberdayaan ekonomi rakyat melalui pengembangan kapasitas (capacity building), yang mencakup aspek-aspek : 1) kelembagaan; 2) pendanaan, 3) pelayanan. Di samping itu masalah internal yang harus dibenahi adalah masalah efisiensi, keterbatasan SDM dan teknologi (Krisnamurthi,2002)

Dalam rangka mewujudkan LKM yang profesional dan efektif  dalam melayani berbagai kebutuhan masyarakat terhadap jasa keuangan, maka pengembangan LKM harus mengacu prinsip utama yang disyaratkan oleh Microcredit Summit, dimana ada empat prinsip utama yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengembangan LKM yaitu:

Diskusi Aktual kota Solok, November 201414

Page 15: Lkm & pemberdayaan ekonomi

1) Reaching the poorest; harus mampu menjangkau masyarakat paling miskin, namun secara ekonomi mereka aktif (economically active) dan memiliki semangat entrereneurship.

2) Reaching and empowering women; karena wanita merupakan korban yang paling menderita dalam kemiskinan, oleh sebab itu mereka harus menjadi fokus utama. Di samping itu, dari pengalaman lapangan di berbagai negara menunjukkan bahwa wanita merupakan peminjam, pemakai dan pengembali kredit yang baik.

3) Building financially sustainable institution; keberadan LKM harus terjamin keberlanjtannya agar secara terus menerus dapat melayani masyarakat miskin, sehingga semakin banyak yang terlayani, maka secara financial LKM harus mampu memanfaatkan sumber daya yang ada.

4) Measurable impact ; dampak dari kehadiran LKM dapat diukur sehingga evaluasi dapat dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk perbaikan kinerja kelembagaan.

Factor-faktor yang mempengaruhi pengembangan LKM menurut hasil studi dari ADB dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Parianom, 2010);

Gambar 2. Faktor Penentu Pengembangan LKM

   

Sumber: ADB, 2000 (dalam Parianom, 2010)

Diskusi Aktual kota Solok, November 201415

Page 16: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa upaya pengembangan LKM harus memperhatikan banyak aspek, baik aspek makro maupun aspek mikro. Keterlibatan pemerintah sebagai penentu kebijakan, kondisi masyarakat, infrastruktur, lingkungan dan kelembagaan harus menjadi perhatian karena hal tersebut sangat penting artinya untuk mewujudkan LKM yang sehat dan kuat. Keberadan LKM yang sehat dan kuat amat penting bagi peningkatan dan panguatan usaha rakyat, khususnya usaha mikro, kecil dan menengah.

6. Alternative Sumber Pembiayaan Mikro di Sumatera Barat

Di Sumatera Barat saat ini terdapat 7 BPRS dari 109 BPR, disamping itu ada lembaga pembiayaan berskala mikro yang peroperasi di tengah masyarakat baik lembaga keuangan formal maupun non formal. Alternative sumber pembiayaan mikro formal di wilayah Sumatera Barat diantaranya adalah,

1) Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A); pendirian lembaga ini diprakarsai oleh Masril Koto pada tahun 2007, pemuda putus sekolah ini memiliki semangat untuk keluar dari lingkaran kemiskinan, tidak hanya bagi keluarganya tetapi juga masyarakat di desanya, Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam . LKMA yang pertama didirikannya bernama LKMA Prima Tani, lembaga pembiayaan yang tumbuh dari semangat kebersamaan untuk maju bersama dalam wadah koperasi, lembaga ini sangat berperan sebagai sumber pembiayaan bagi petani untuk mengembangkan usaha produktif.

Pada saat pendiriannya LKMA memiliki modal sebesar Rp 15.000.000 dari penjualan saham yang berharga Rp 100.000,- dan pada saat ini telah memiliki asset senilai Rp 250 Milyar degan lebih dari 500 unit dan menyerap tenaga kerja lebih dari 1.500 orang anak keluarga petani di seluruh wilayah Sumatera Barat. Berbagai penghargaan juga telah diraih seperti “danamon Award” dan “Indonesia Berpresatsi Award”. Kesuksesan ini tentunya tidak diraih dengan mudah, banyak tantangan dan hambatan yang telah berhasil dilewati, kesuksesan ini juga tidak terlepas dari peran berbagai lembaga pendukung, diantaranya AFTA merupakan yayasan yang didirkan oleh Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas, peran para pemuka adat dan masyarakat juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Bahkan mesjid menjadi media penting untuk membicarakan berbagai permaslahan dalam bisnis lembaga ini.

Diskusi Aktual kota Solok, November 201416

Page 17: Lkm & pemberdayaan ekonomi

2) Kredit Mikro Nagari (KMN): merupakan pembiayaan yang bersumber dari dana APBD Propinsi Sumatera Barat pada periode 2007-2010, dana yang dialokasikan untuk setiap nagari adalah sebesar Rp 300.000,- dengan target penerima adalah Rumah Tangga Miskin (RTM), dimana tujuan penyaluran KMN adalah untuk memberikan stimulasi tambahan modal usaha bagi keluarga miskin baik secara berkelompok maupun individual di tingkat nagari agar mereka mampu mengembangkan usaha mereka menjadi usaha yang mandiri dan berkelanjutan, dimana jumlah nagari dan kelurahan di Sumatera Barat adalah ± 800. Namun Program ini terhenti pada tahun 2011 karena banyak dana pembiayaan yang macet. Hal ini disebabkan oleh lembaga yang mengelola di nagari kurang berkompeten dalam mengelola dana. Dari 19 kota kabupaten, yang membentuk lembaga khusus untuk mengelola dana ini hanya kabupaten Agam dengan mendirikan LKM Madani yang berbasis masjid di setiap nagari di wilayah ini. Di daerah lainnya KMN dikelola oleh POKJA (Kelompok Kerja) yang dibentuk oleh Nagari dengan tenaga pengelola berasal dari masyarakat nagari yang pada umumnya belum berpengalaman mengelola lembaga keuangan. Akibatnya program ini belum dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

3) BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) –KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah); Sejarah keberadaan BMT di Indonesia tidak terlepas dari dibentuknya Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK). Yayasan ini dibentuk sekitar bulan Maret tahun 1995 melalui prakarsa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) beserta Bank Muamalatyang merupakan bank pertama di Indonesia dengan prinsip syariah. Sedangkan untuk di Sumatera Barat, khususnya di kabupaten Agam dan Kota Padang lembaga ini merupakan lembaga yang dibentuk pasca penyaluran KMN.

Dari hasil evaluasi, program pengelolaan KMN/KMK yang dilakukan oleh lembaga pengelola ternyata kurang efektif, karena tenaga pengelola pada lembaga pengelola KMN tidak memiliki kompetensi yang memadai. Berkaca dari program tersebut yang mengalami kegagalan, maka Pemerintah Kota Padang pada tahun 2010 merealisasikan alokasi anggaran Kredit Mikro Kelurahan (KMK) melalui Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal Wat Tamwil (KJKS-BMT) Padang Amanah Sejahtera. Lembaga ini merupakan lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang menyelenggarakan simpan pinjam dalam bentuk koperasi jasa

Diskusi Aktual kota Solok, November 201417

Page 18: Lkm & pemberdayaan ekonomi

keuangan syariah, yang memadukan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat.

Pada tahun 2010 tersebut Pemerintah Kota Padang merealisasikan anggaran KMK melalui KJKS BMT di 54 kelurahan, dengan masing-masing kelurahan memperoleh dana sebesar Rp 300.000.000,- dengan jumlah keseluruhan untuk 54 kelurahan sebesar Rp 16.200.000.000,-. Alokasi dana anggaran ini berasal dari APBD Provinsi Sumatera Barat dan Kota Padang. Hingga saat ini pemda kota masih berkomitmen untuk mendukung peran lembaga ini dalam mendorong UMKM dan masyarakat miskin di kota ini. Untuk itu pemerintah kota menempatkan dua orang tenaga pengelola yang terlatih dalam pengelolaan lembaga keuangan khususnya koperasi yang biaya gajinya dibayarkan oelh APBD kota Padang. Sejalan dengan itu, MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) Provinsi Sumatera Barat juga mendorong pendirian satu desa satu BMT di wilayah Sumatera Barat dengan dukungan pelatihan bagi tenaga pengelola.

4) LPN (Lumbung Pitih Nagari); merupakan lembaga yang dibentuk dan tumbuh berkembang di tengah masyarakat lokal sejak zaman pemerintahan Belanda. Kemudian di era gubernur Azwar Annas, LPN ditata dan dibenahi menjadi lembaga formal di Nagari (bentuk pemerintahan terendah di Minang Kabau). Namun dengan aturan Deregulasi Perbankan maka LPN menjadi BPR, akan tetapi di era otonomi daerah setelah kembali ke konsep Nagari, maka LPN kembali tumbuh di dalam masyarakat Minang Kabau.

Model organisasi LPN pasca otonomi daerah ini meniru koperasi dimana masyarakat yang ingin menjadi anggota harus menyetorkan sejumlah dana untuk simpanan wajib. Manajemen LPN direkrut dari anggota masyarakat desa dengan pengendalian internal dilakukan oleh pengurus LPN. Pengurus desa tidak bertanggung jawab dalam pengawasan LPN. Sedangkan Supervisi dan pengawasan eksternal dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dengan pendampingan dari Bank Pembangunan Daerah.

5) BAZNAS (Badan amil Zakat Nasional): adalah lembaga yang menghimpun dana zakat, infak dan sadaqah serta waqaf tunai dari masyarakat. Di kota Padang, penyaluran dana dilakukan melalui program yang disebut dengan DBU (Dana Bantuan Usaha). Merupakan dana yang disalurkan untuk usaha produktif dan dikembalikan tanpa imbalan (balas jasa) pada pengeolala dana alam hal ini BAZNAS kota Padang. Kajian

Diskusi Aktual kota Solok, November 201418

Page 19: Lkm & pemberdayaan ekonomi

yang dilakukan oleh Rizki (2014) memperlihatkan bahwa dana DBU ini lebih banyak disalurkan untuk usaha perdagangan karena perputarannya cepat dan pengembaliannya lancar.

Disamping lembaga keuangan formal di atas, terdapat berbagai bentuk dan pola pembiayaan informal di Sumatera Barat yang dikelola secara individual oleh anggota masyarakat. Mulai dalam bentuk arisan (julo-julo) hingga dalam bentuk pinjaman harian, mingguan dan bulanan. Dimana nilai bunga atau balas jasa yang harus dibayar oleh peminjam sangat besar. Bentuk dan pola pembiayaan ini beragam sesuai dengan wilayah dan kondisi daerah dimana pembiayaan tersebut beroperasi. Di kawasan pesisir misalnya, pembiayaan dilakukan harian, diberikan pada saat melaut dan harus dikembalikan setelah hasil tangkapan terjual. Sedangkan di daerah pertanian diberikan pada saat tanam lalu harus dibayar pada saat panen. dan di daerah perdagangan lebih bervariasi bentuk dan jangka waktu pembiayaannya.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa berbagai bentuk dan sumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal dan informal di Sumatera Barat merupaan dinamika dan sekaligus tantangan bagi pengembangan LKM di wilayah ini untuk memperluas jangkauan layanan dengan mengembangkan pola pembiayaan dan simpanan “bajapuik” yang selama ini telah dikenal masyarakat Sumatera Barat sebagai potensi kearifan lokal yang menjadi ciri khas LKM di wilayah ini.

7. Penutup

Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM)  memerankan posisi yang penting. Era otonomi daerah merupakan peluang bagi pengembangan LKM untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat yang ada di daerah. Dengan kata lain peran Lembaga Keuangan Mikro di era Otonomi daerah semakin penting. Untuk itu lembaga keuangan mikro perlu berinovasi guna mengantisipasi peluang bisnis yang semakin terbuka, khususnya dalam hal peningkatan aksesibilitas dan pelayan produk / jasa.

Struktur masyarakat Indonesia yang amat heterogen sangat membutuhkan adanya lembaga keuangan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing kelompok. Karakter orang Indonesia yang bersifat komunal sangat sesuai dengan jenis lembaga keuangan yang bersifat community banking. Lembaga keuangan mikro yang kuat tentunya akan berdampak positif

Diskusi Aktual kota Solok, November 201419

Page 20: Lkm & pemberdayaan ekonomi

pada pengembangan usaha mikro kecil dan menengah di seluruh Indonesia

Banyaknya jenis dan macam LKM di Indonesia amat menyulitkan baik dalam pemantauan usaha maupun pemberian bantuan untuk pengembangan usaha. Untuk itu keberadaan LKM di Indonesia amat membutuhkan sebuah payung berupa perundangan yang komprehensif. Hal ini sudah dapat diatasi dengan diberlakukannya UU No 1 tahun 2013, dengan adanya peraturan ini diharapkan akan dapat memperkuat status legal dari LKM,disamping juga melindungi para nasabah dari situasi atau keadaan yang dapat merugikan mereka, baik nasabah penabung maupun peminjam

Dalam rangka mewujudkan LKM yang sehat dan kuat, maka pengaturan serta pembinaan dan pengawasan terhadap LKM yang berkesinambungan harus dilakukan agar lembaga ini semakin mampu berdiri sejajar dengan lembaga keuangan perbankan yang telah berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian peningkatan financial inclusion bagi masyarakat kecil akan mampu memberikan sumbangan yang besar dalam proses pembangunan

Masih rendahnya jangkauan jasa keuangan perbankan pada masyarakat semakin mendorong upaya pengembangan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia menjadi prioritas dan seharusnya difasilitasi oleh pemerintah pusat dan daerah mengingat peran LKM yang telah terbkti mampu menjangkau dan memberikan jasa layanan keuangan masyarakat secara lebih luas.

8. DAFTAR PUSTAKA

Adrimas. 1993. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Agung. I Gusti, Pasay. Haidy, dan Suguharso. 1994. Teori Ekonomi Mikro Suatu Analisis Produksi Terapan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Antonio, Muhammad Safi’i. 1999. Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan. Jakarta: Tazkia Institute.

Antonio, Muhammad Safi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Artika, Ida Bgs Eka, Peranan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) Dalam Menggerakkan Kegiatan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Nusa Tenggara Barat, Media Informasi Ilmiah Universitas Islam Al-Azhar, AVESINA, Vol 2 Nomor 2, Desember 2010, ISSN : 2086 – 8960

Diskusi Aktual kota Solok, November 201420

Page 21: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Azhari, 2006, Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 4, No. 2 Juni 2006, hal 146-164.

Azriani, Z, Harianto & Nunung Nuryatono, 2008, Peranan Bank Perkreditan Rakyat Terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat, Forum Pascasarjana Vol. 31 No. 3 Juli 2008: 173-188, IPB Bogor.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Survei Industri Mikro dan Kecil 2009.

Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2010. Sumatera Barat dalam Angka Tahun 2010.

Bank Indonesia .2010. Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2010.

----------------------2014, Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2014.

Baskara, I Gde Kajeng, 2013, Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia, jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Agustus 2013, FEB Universitas Udayana, Denpasar-Bali.

Case. K, Fair.R. 2003. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro, Edisi Ketujuh. Indonesia: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Dernburg.Thomas, Dougall.Duncan. 1982. Ekonomi Makro Perhitungan, Analisis, dan Kebijaksanaan Perekonomian. Jakarta Pusat: Erlangga.

Ekonomi Neraca 2010. Dampak Ekonomi Gempa Sumatera Barat. Diakses pada tanggal 11 November 2010.

Firdaus, Muhammad. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta : Bumi Aksara.

Gandhiar, Nova, 2013. Peran Kredit BPR Bank Pasar Pada Perkembangan UMKM Di Kota Pontianak, Jurnal Curvanomic ,Vol 2, No 2. Pontianak.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar. 2005. Ekonomertika Dasar. Jakarta : Erlangga.

Diskusi Aktual kota Solok, November 201421

Page 22: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Gusman, Hadi. 2010. Persepsi Mahasiswa Ekonomi terhadap Perbankan Syariah (Studi Kasus pada Fakultas Ekonomi Universitas Andalas). Skripsi: Universitas Andalas, Padang.

Hamdan, Wijaya. 2006. Analisis Komparatif Resiko Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan BPR Syariah. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol. 4 No. 7 Juni 2006. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.

Herry dkk. 2006. Studi Peningkatan Peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam Pembiayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Sumatera Barat. Jurnal Penelitian kerjasama antara Bank Indonesia dan Centre for Banking Research Universitas Andalas. Diakses pada tanggal 20 Desember 2010.

-------------2009, Kajian Pelaksanaan Penyaluran KMN di Sumatera Barat, BAPPEDA Sumatera Barat.

Husein, Umar. 1996. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Yogyakarta: Liberty.

Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah. 2008. Statistik Usaha Mikro Kecil Menengah tahun 2007-2008.

Laudin, Afriadi. 2010. Kebijakan Pengembangan Industri Sumatera Barat. Bukittinggi: Workshop Pengembangan Industri Elektronika di Luar Pulau Jawa dan Batam.

Lembaga Pengkajian Koperasi dan UKM. 2006. Kajian Dampak Program Perkreditan dan Perkuatan permodalan Usaha Kecil Menengah terhadap Perekonomian Daerah. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No. 1 tahun 2006. Diakses pada tanggal 25 Desember 2010.

Malik, Rachmawati dan Siringongingo, Hotniar. 2007. Analisis Pengaruh Kredit, Aset, dan Jumlah Pegawai terhadap Pendapatan Usaha Kecil Menengah (UKM) Penenrima Kredit Bank Perkreditan Rakyat. Jurnal Ekonomi Universitas Gunadarma.

Malik, Tajuddin. 2008. Pengaruh Pemberian Kredit Kepada Sektor Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Di Sulawesi Selatan. Jurnal STIE LPI, September 2008 Vol. 5 N0.2: 65-75. Diakses pada 7 Oktober 2010.

Mankiw, Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Nachrowi, Djalal dkk. 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Diskusi Aktual kota Solok, November 201422

Page 23: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Nicholson, Walter. 2002. Mikro Ekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Ocky, Farah Margaretha. 2007. Pengaruh Bank Relationship terhadap Profitabilitas Perusahaan di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 3 No.3 Desember 2007: 237-252. Diakses pada tanggal 12 Januari 2011.

Pariamon, R, 2010, Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Untuk Pembangunan Ekonomi Pedesaan.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali.

PT. BPRS Ampek Angkek Candung. 2011. Laporan Keuangan 2008-2009.

Safitri, Fera. 2009. Analisis Peranan Pembiayaan Mikro oleh LKM Agam Madani Terhadap Pendapatan Pengusaha Industri Kecil di Kabupaten Agam. Skripsi: Universitas Andalas. Padang.

Samuelson, Nordhaus. 2004. Ilmu Makro Ekonomi, Edisi Tujuh Belas. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.

Sari, Zurnelia, 2013, Analisis Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan Melalui KJKS LKM (Studi Pada Kota Padang, UNP, Padang,

Singarimbun. M , Effendi. S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Statistik Indonesia. 2009.

Sugianto, Catur. 1994. Ekonometrika Terapan, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Sumitro, Warkum. 1996. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (Bamui dan Takaful) di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Survei Industri Mikro dan Kecil. 2010. Industri Mikro dan Kecil Indonesia tahun 2010.

Todaro, Michael P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Walpole, E. Ronald. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wijono, WW, 2005, Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus, Desember 2005, Jakarta.

Diskusi Aktual kota Solok, November 201423

Page 24: Lkm & pemberdayaan ekonomi

Zahro, Binti Inazatuz, 2010, Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Lkms) Serta Pengaruhnya Terhadap Usaha Mikro,Kecil Dan Menengah (Umkm)Sebagai Penggerak Perekonomian Di Indonesia,FEB Universitas Airlangga, Surabaya.

Zain, Yunus.dkk. 2007. Skema Pembiayaan Perbankan Daerah Menurut Karakteristik UMKM pada Sektor Ekonomi Unggulan di Sulawesi Selatan. Jurnal penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Diskusi Aktual kota Solok, November 201424