pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga …
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN EKONOMI MELALUI PENYALURAN
TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS
TUNARUNGU DI BALAI REHABILITASI SOSIAL
PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK RUNGU WICARA
(BALAI MELATI) JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos.)
Oleh:
Syilfa Fauziyyah Syam
NIM 11170541000094
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442H / 2021M
PEMBERDAYAAN EKONOMI MELALUI PENYALURAN
TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS
TUNARUNGU DI BALAI REHABILITASI SOSIAL
PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK RUNGU WICARA
(BALAI MELATI) JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos.)
Oleh
Syilfa Fauziyyah Syam
NIM : 11170541000094
Pembimbing
Ahmad Darda, M.Pd.
NIP : 198405152015031001
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021 M
i
ABSTRAK
Penyandang disabilitas tunarungu merupakan bagian dari
kehidupan sosial yang sering sekali terkucilkan dikarenakan
kekurangan fisik yang mereka miliki, yang juga disebabkan karena
sulitnya untuk berkomunikasi dengan penyandang tunarungu.
Dengan melihat permasalahan tersebut, penyandang tunarungu
akan terus mengalami ketidakberdayaan. Balai Melati sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI yang mempunyai
tugas melaksanakan rehabilitasi sosial kepada penyandang
disabilitas rungu wicara, adalah lembaga yang tepat untuk
penyandang tunarungu mendapatkan pelayanan untuk menjadi
berdaya. Karena Balai Melati mempunyai program pelayanan yang
akan diberikan kepada penerima manfaat (PM) untuk mengatasi
permasalahan mereka. Salah satunya yaitu pelaksana penyaluran
tenaga kerja yang dinilai dapat membantu PM untuk berdaya
terutama dalam segi ekonomi, agar mereka tidak lagi merasa
terkucilkan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
mengumpulkan data melalui 14 informan, dengan cara teknik
wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan penelusuran online.
Teknik pemilihan informan tersebut berdasarkan teknik purposive
sampling, yang didasarkan karena peran dan pengalaman yang
dimiliki oleh informan.
Penelitian ini menghasilkan temuan terkait proses
pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja
disabilitas tunarungu dengan rentang waktu data penyaluran tahun
2018-2020 yang dilakukan oleh Balai Melati yakni melalui
beberapa tahapan pemberdayaan yaitu tahap engagement,
assessment, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan terminasi.
Dan menghasilkan empat indikator hasil pemberdayaan dalam
aspek ekonomi, yaitu kebebasan untuk melakukan aktivitas
keseharian dengan mandiri, kemampuan membeli kebutuhan
sehari-hari, kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersier, memiliki jaminan ekonomi didalam kehidupannya.
Kata Kunci : Pemberdayaan Ekonomi, Penyaluran Tenaga
Kerja, Penyandang Disabilitas Tunarungu.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahhiim,
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT. yang tidak pernah berhenti memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran Tenaga Kerja
Penyandang Disabilitas Tunarungu di Balai Rehabilitasi
Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai
Melati) Jakarta Timur”. Sholawat serta salam semoga tercurah
kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. keluarga, sahabat, dan
pengikutnya.
Skripsi ini adalah bentuk awal penulis untuk membahagiakan
kedua orang tua dengan menjadi Sarjana Sosial. Dan dengan
terselesaikannya skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak mudah
mencapai titik ini sendirian, banyak pihak yang membantu dalam
kelancaran dalam pembuatan skripsi ini, mereka lah yang berperan
dalam mendorong penulis untuk mencapai semua ini. Maka dari
itu, penulis mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada
mereka yang telah membantu penulis melalui proses ini dari awal
sampai skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Suparto, Ph.D, M.Ed. sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wakil Dekan Bidang
Akademik Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzamanm, S.Ag.,
MSW., Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Bapak Dr.
iii
Sihabudim Noor, MA., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
Bapak Cecep Sastrawidjaya, M.Si.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si. sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu
Hj. Nunung Khoiriyah, MA. sebagai Sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ahmad Darda, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing
skripsi yang mau meluangkan waktunya untuk memberikan
arahan kepada penulis, dan juga terimakasih sudah
mempermudah proses penulisan skripsi, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
4. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh Dosen Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang sudah banyak
mendedikasikan dirinya untuk mengajarkan banyak ilmu
selama masa kuliah. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat
bermanfaat bagi penulis, menjadi amal jariah untuk Ibu/Bapak
dosen, aamiin.
6. Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik
Rungu Wicara (Balai Melati) terkhusus kepada Ibu Dra. Puti
Chairida Anwar, MM sebagai Kepala Balai Melati. Bapak
Romal Uli Jaya Sinaga, Ibu Sherly, Ibu Diah, Ibu Irma, Bapak
Sulis, Ibu Ambar, Ibu Dewi, juga kepada seluruh guru
instruktur keterampilan dan tidak lupa kepada teman – teman
iv
tunarungu alumni Balai Melati yang telah menjadi informan
dalam penelitian ini.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Syamsuddin serta kepada Ibu
Yuhanah, penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya
untuk semua yang pernah mereka berikan. Terimakasih telah
berusaha keras untuk membesarkan dan menyayangi penulis
hingga saat ini. Mah, pah, terimakasih banyak ya, semoga
melalui gelar ini, penulis menjadi pribadi yang bisa
membanggakan mamah dan bapak seterusnya. Aamiin.
8. Abang Ikhsan Fadillah Syam yang selalu bersedia diganggu
komputernya untuk mengerjakan skripsi, dan adik Rihhadatul
Maulida Syam yang telah menjadi moodboster sekaligus
moodbraker di hidup penulis.
9. Suci Anggraini, Sarda Merliyanti, Eliza Fitri, Ulfa Nuril
Fauziah, Mia Miranda sebagai teman setia yang menemani
penulis dari Sekolah Menengah Pertama sampai saat ini.
10. Yunita Indrasari, Virgina Rizky Adinda, dan Yang-yang
Erindah Soca sebagai teman yang selalu menemani penulis di
saat masa-masa perkuliahan, teman yang penulis cari disaat
ada tugas perkelompok, dan teman sharing tentang
penyusunan skripsi ini. Terimakasih yaaa.
11. Siti Mariyam, Ulfa Noviyanti, Aulia Rahmah, Anisya
Marsella sebagai teman kelas yang menemani penulis sejak
semester 1 sampai akhir semester ini, teman-teman yang
selalu mencairkan suasana di kelas. Terimakasih sudah
membuat warna tersebut.
v
12. Putri Noviyanti, Seno Adrian Nugroho, Teguh Prakoso,
Syahrul Furqan sebagai teman bermain yang sering merawat
mental penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
13. Seluruh teman-teman HMJ Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terutama angkatan 2017.
14. Seluruh teman-teman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
terutama teman-teman angkatan 2017.
15. Seluruh teman juga kerabat yang tidak dapat disebutkan
namanya satu-persatu tapi tidak mengurangi rasa terimakasih
penulis kepada kalian.
16. Dan yang terakhir ucapan banyak-banyak terimakasih kepada
diri sendiri karena sudah mau berusaha melewati proses yang
panjang ini, semoga kelak gelar Sarjana Sosial ini akan
bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang banyak, aamiin.
Jakarta, Agustus 2021
Penulis,
Syilfa Fauziyyah Syam
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................... x
DAFTAR TABEL...................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Batasan Masalah.............................................................. 12
C. Rumusan Masalah ........................................................... 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ...................................................... 13
2. Manfaat Penelitian .................................................... 14
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................. 14
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian ............................................... 18
2. Jenis Penelitian .......................................................... 19
3. Macam dan Sumber Data .......................................... 19
a. Data Primer ......................................................... 19
b. Data Sekunder ..................................................... 20
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi ............................................................. 20
b. Wawancara .......................................................... 20
c. Dokumentasi ....................................................... 21
d. Penelusuran Data Online ..................................... 21
vii
5. Teknik Pemilihan Informan ...................................... 22
6. Analisis data .............................................................. 23
7. Keabsahan data.......................................................... 24
8. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................... 25
9. Pedoman Penulisan Skripsi ....................................... 25
G. Sistematika Penulisan...................................................... 25
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Teori Pemberdayaan Ekonomi
1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi ......................... 27
2. Tujuan Pemberdayaan ............................................... 30
3. Proses Pemberdayaan ................................................ 32
4. Strategi Pemberdayaan .............................................. 37
5. Indikator Pemberdayaan............................................ 39
B. Teori Disabilitas Tunarungu
1. Pengertian Disabilitas................................................ 42
2. Pengertian Tunarungu ............................................... 43
3. Klasifikasi Tunarungu ............................................... 44
4. Karakteristik Tunarungu ........................................... 47
5. Prinsip Pendidikan Anak Disabilitas ......................... 48
6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu ........................ 50
C. Teori Tenaga Kerja
1. Pengertian Tenaga Kerja ........................................... 52
2. Kewajiban Tenaga Kerja ........................................... 54
3. Perlindungan Tenaga Kerja ....................................... 55
D. Kerangka Berpikir ........................................................... 58
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Sejarah Balai Melati ........................................................ 62
viii
B. Lokasi Balai Melati ......................................................... 64
C. Visi, Misi, dan Motto Balai Melati ................................. 64
1. Visi ............................................................................ 64
2. Misi ........................................................................... 64
3. Motto ......................................................................... 65
D. Tugas, Fungsi, dan Peran Balai Melati
1. Tugas ......................................................................... 65
2. Fungsi ........................................................................ 65
3. Peran .......................................................................... 66
E. Dasar Hukum .................................................................. 67
F. Struktur Organisasi Balai Melati ..................................... 69
G. Sumber Daya Manusia .................................................... 69
H. Sarana dan Prasarana Balai Melati .................................. 70
I. Sumber Dana Balai Melati .............................................. 73
J. Kerja Sama Balai Melati ................................................. 74
K. Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati ................... 74
L. Sasaran dan Kriteria Penerima Manfaat .......................... 76
M. Program Balai Melati ...................................................... 76
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................... 80
A. Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran
Tenaga Kerja Penyandang Disanbilitas Tunarungu di
Balai Melati ..................................................................... 81
1. Pendekatan Awal dan Penerimaan ............................ 81
2. Asesmen (Assessment) .............................................. 88
3. Rencana Intervensi .................................................... 90
4. Intervensi ................................................................... 95
5. Reunifikasi/ Reintegrasi .......................................... 109
ix
6. Terminasi................................................................. 118
7. Bimbingan Lanjut.................................................... 121
B. Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran
Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas
Tunarungu……………………………………………..122
BAB V PEMBAHASAN
A. Analisis Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui
Penyaluran Tenaga Kerja oleh Balai Melati ................. 129
1. Tahap Persiapan (engagement) .............................. 132
2. Tahap Pengkajian (assessment) .............................. 135
3. Tahap Perencanaan ................................................. 137
4. Tahap Pelaksanaan ................................................. 140
5. Tahap Evaluasi ....................................................... 145
6. Tahap Terminasi ..................................................... 147
B. Analis Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran
Tenaga Kerja oleh Balai Melati.....................................149
1. Kebebasan Mobilitas ............................................... 150
2. Kemampuan Membeli Komoditas Kecil ................. 150
3. Kemampuan Membeli Komoditas Besar ................ 151
4. Jaminan Ekonomi dan Kontribusi Terhadap
Keluarga .................................................................. 152
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 154
B. Saran .............................................................................. 158
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 159
LAMPIRAN ............................................................................ 164
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik Data Penyandang Disabilitas Dengan Status
Kesejahteraan 40% Terendah di Indonesia ................................... 4
Gambar 1.2 Grafik Proporsi Pekerja Disabilitas Usia 15 Tahun
Keatas ............................................................................................ 8
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ................................ 61
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Balai Melati ........................... 69
Gambar 3.2 Sarana Prasarana Balai Melati .............................. 73
Gambar 3.3 Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati.......... 75
Gambar 4.1 Surat Permohonan ................................................. 85
Gambar 4.2 Surat Pernyataan ................................................... 85
Gambar 4.3 Surat Pernyataan Hasil Sleksi ............................... 86
Gambar 4.4 Kontrak Perjanjian dan Layanan .......................... 86
Gambar 4.5 Berita Acara Penerimaan PM ............................... 87
Gambar 4.6 Pelaksanaan Rencana Intervensi ........................... 91
Gambar 4.7 Jadwal Kegiatan PM Balai Melati Tahun 2021 ..... 96
Gambar 4.8 Pelaksanaan Keterampilan Softskill ..................... 99
Gambar 4.9 Ruang Keterampilan Menjahit Putra .................. 102
Gambar 4.10 Pelaksanaan Keterampilan Komputer............... 203
Gambar 4.11 Pelaksaan Keterampilan Desain Grafis ............ 105
Gambar 4.12 Ruangan dan Pelaksanaan Keterampilan Kerajinan
Tangan ....................................................................................... 106
Gambar 4.13 Pelaksanaan Keterampilan Tata Boga .............. 107
Gambar 4.14 Pelaksanaan Keterampilan Tata Rias................. 109
Gambar 4.15 Notulensi CC .................................................... 112
Gambar 4.16 Proses Rekrutmen Alfamidi ............................... 114
xi
Gambar 4.17 Proses Tes Rekrutmen PT. Omron Manufacturing
Indonesia ................................................................................... 114
Gambar 4.18 PM Menjadi Training di Alfamidi ..................... 114
Gambar 4.19 Pelaksanaan Wisuda Tahun 2020 ...................... 121
Gambar 4.20 Berita Acara Terminasi ...................................... 120
Gambar 4.21 D Bersama Teman – teman Burger King .......... 123
Gambar 4.22 F Bersama Teman-teman PT. Omron
Manufacturing Indonesia .......................................................... 124
Gambar 4.20 B Bekerja di Alfamidi ........................................ 125
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Penyandang Disabilitas Dengan Status
Kesejahteraan 40% Terendah di Indonesia ................................... 3
Tabel 1.2 Gambaran Daftar Informan ....................................... 23
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia Balai Melati ......................... 69
Tabel 3.2 Sarana Prasarana Balai Melati ................................... 70
Tabel 3.3 Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati ............. 74
Tabel 4.1 Responden Penelitian ................................................ 80
Tabel 4.2 Keterampilan Softskill ............................................... 98
Tabel 4.3 Data Penyaluran PM ................................................. 116
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian ............................................ 164
Lembar Wawancara 1 ......................................................... 164
Lembar Wawancara 2 ......................................................... 173
Lembar Wawancara 3 ......................................................... 180
Lembar Wawancara 4 ......................................................... 185
Lembar Wawancara 5 ......................................................... 190
Lembar Wawancara 6 ......................................................... 193
Lembar Wawancara 7 ......................................................... 195
Lembar Wawancara 8 ......................................................... 197
Lembar Wawancara 9 ......................................................... 199
Lembar Wawancara 10 ....................................................... 201
Lembar Wawancara 11 ....................................................... 202
Lembar Wawancara 12 ....................................................... 204
Lembar Wawancara 13 ....................................................... 206
Lembar Wawancara 14 ....................................................... 208
Lampiran 2 Cover Persetujuan Proposal Skripsi ................... 210
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di Balai
Melati ...................................................................................... 211
Lampiran 4 Surat Keterangan Dari Balai Melati .................... 212
Lampiran 5 Dokumentasi Lain-Lain ....................................... 213
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan
sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya.
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih
organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tubuh tersebut timbul suatu
keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan
tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi
pada : (a) alat fisik indra, misalkan kelainan pada indra
pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan
(tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara)
(Efendi 2006, 4). World Health Organization (WHO)
mendefinisikan disabilitas sebagai individu yang memiliki
keterbatasan atau kurangnya (yang disebabkan oleh
kekurangsempurnaan fisik) kemampuan untuk menjalankan
aktivitas dalam cara yang dikategorikan normal untuk manusia
(Mercer 2007, 21).
Pada abad keduapuluh, hampir di semua masyarakat barat,
disabilitas telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan
tubuh, yaitu meliputi orang pincang, duduk di kursi roda, menjadi
korban keadaan seperti kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit
jiwa, dan gangguan jiwa. Orang-orang yang memiliki kekurangan
biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan pelayanan
2
sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga
(Mercer 2007, 1).
Penyandang cacat dipandang sebagai kelompok orang yang
tidak beruntung karena mereka dipandang tidak mampu menikmati
keuntungan material dari kehidupan sosial kontemporer.
Identifikasi kecacatan sebagai sebuah bentuk opresi atau
penindasan sosial yang spesifik berangkat dari subordinasi
kelompok yang disebabkan karena kelemahan yang mereka miliki,
kelompok masyarakat yang dikategorikan dalam cara seperti ini
dilihat sebagai sebuah kelompok sosial yang berbeda, yaitu
kelompok masyarakat yang dipandang memiliki kekurangan atau
kelemahan tubuh atau tidak normal dan diperlakukan berbeda
(Mercer 2007, 31).
Kelainan atau keturunan pada aspek fisik, mental, maupun
sosial yang dialami oleh seseorang akan membawa konsekuensi
tersendiri bagi penyandangnya, baik secara keseluruhan atau
sebagian, baik yang bersifat objektif maupun subjektif. Kondisi
kelainan yang disandang seseorang ini akan memberikan dampak
kurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun
psikososialnya. Pada gilirannya kondisi tersebut dapat menjadi
hambatan yang berarti bagi penyandang kelainan dalam meniti
tugas perkembangannya (Efendi 2006, 14).
Data populasi penyandang disabilitas di Indonesia masih belum
akurat, seperti yang dikatakan Bapak Dr. Ir. Harry Hikmat, M.Si.
selaku Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial Republik
Indonesia di dalam web www.Liputan6.com seperti berikut :
3
“Kita belum punya data nasional penyandang disabilitas yang
menggambarkan keseluruhan populasi dengan ragam
disabilitas dan karakteristik dari masing-masing disabilitas”
ujar Harry dalam webinar Dewan Pers, ditulis Kamis
(10/8/2020). (Ansori 2020, 1)
Menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui
web www.tnp2k.go.id Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) adanya data jumlah individu penyandang
disabilitas menurut kelompok usia dan jenis kelamin di Indonesia,
tetapi data ini terbatas hanya 40% dengan status kesejahteraan
terbawah.
Usia <15 Usia 15-44 Usia 45-59 Usia >60
P L P L P L P L
38.335 51.939 184.439 260.718 116.933 149.304 189.119 180.697
Jumlah 1.171.484
Tabel 1.1
Data Penyandang Disabilitas Dengan Status Kesejahteraan
40% Terendah di Indonesia
Sumber : (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan 2021, 1)
4
Gambar 1.1
Grafik Data Penyandang Disabilitas Dengan Status
Kesejahteraan 40% Terendah di Indonesia
Sumber : (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan 2021, 1)
Frank Bowe, dalam Handicapping America , ia membuat daftar
enam kesulitan utama dalam proses memasukkan penyandang
cacat dalam kancah sosial. Yaitu, arsitektural, tindakan,
pendidikan, pekerjaan, legal dan personal. Pengalaman umum
seperti ini menyebabkan timbulnya perasaan di kalangan
penyandang disabilitas sebagai kelompok minoritas yang tertindas.
Pekerjaan pada sebagian besar negara-negara industri adalah
kondisi yang signifikan dalam mengkategorikan orang ke dalam
kelas, status dan kekuasaan. Ini berarti bahwa masyarakat
pinggiran dari pasar kerja mengalami masalah dan kekurangan
ekonomi, politik, dan sosial. Bentuk dari ketidakadilan ini banyak
dialami oleh penyandang disabilitas , Barner dalam (Mercer 2007,
72). Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan ialah pekerjaan
yang bisa ditekuni oleh mereka, sebab dengan kondisi fisik yang
memiliki keterbatasan, akan sulit melakukan pekerjaan yang
dilakukan orang normal lainnya.
5
Ketika para disabilitas ini merasa bahwa diri mereka “berbeda”
dikarenakan adanya kehilangan pada salahsatu potensi alat
indranya yang mengakibatkan terjadinya disfungsi organ tubuh.
Seringkali kecacatan fisik dalam diri seseorang akan dipandang
seperti ketidakmampuan mereka dalam melakukan sesuatu.
Perspektif yang demikian akan membuat gap atau jarak antara
panyandang disabilitas dengan yang normal.
Para teoritisi, seperti Seeman, Selingman, dan Learner
meyakini bahwa ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok
masyarakat merupakan akibat dari proses internalisasi yang
dihasilkan dari interaksi mereka dengan masyarakat. Mereka
menganggap diri mereka sebagai lemah, dan tidak berdaya, karena
masyarakat memang menganggapnya demikian (Suharto 2005,
61). Masyarakat harus memiliki rasa apresiasi terhadap teman
disabilitas, karena kekurangan yang mereka miliki, tidak
menjadikan mereka berbeda dengan manusia pada umumnya.
Semua manusia sama di hadapan Allah , tidak dibeda-bedakan dari
bentuk fisiknya, sebagimana disebutkan dalam hadist riwayat
Muslim Nomor 2564 disebutkan, dari Abu Hurairah, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta
kalian. Akan tetapi Allah hanyalah melihat pada hati dan
amalan kalian.”
6
Sesama makhluk ciptaan Allah SWT. sudah seharusnya kita
bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT. berikan, tidaklah
baik seorang hamba-Nya saling mencela kekurangan yang dimiliki
orang lain. Sebagaimana tertulis dalam Qur’an Surat An-Nahl ayat
78 yang berbunyi.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu
bersyukur.”
Dalam percakapan sehari-hari kondisi anak dengan kelainan
pendengaran diindektikkan dengan istilah tuli, dan pada sapaan
umum disebut tunarungu. Anak berkelainan indra pendengaran
atau tunarungu secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme
pendengaran karena sesuatu dan lain sebab terdapat satu atau lebih
organ mengalami gangguan fisik atau rusak. Akibatnya, organ
tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk
menghantarkan dan mempersepsi rangsang suara yang ditangkap
untuk diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis,
seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indra pendengaran
atau tunarungu, jika dampak dari disfungsi organ organ yang
berfungsi sebagai penghantar dan persepsi pendengaran
mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti program pendidikan
7
anak normal sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus
untuk meniti tugas perkembangannya (Efendi 2006, 6).
Layanan pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas
tunarungu ialah hak yang sudah semestinya mereka dapatkan.
Upaya untuk pendidikan penyandang disabilitas memerlukan
biaya yang tidak murah karena tiap jenis kelainan membutuhkan
perangkat pendidikan yang berbeda. Oleh sebab itu, di kalangan
para birokrat pendidikan kerapkali muncul pemikiran
kontraproduktif jika menyinggung masalah biaya pendidikan
anak berkelainan (Efendi 2006, 1). Tetapi pendidikan atau
pelayanan bagi penyandang disabilitas terutama penyandang
disabilitas tunarungu di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara, Bambu Apus Jakarta Timur,
atau bisa disebut dengan (Balai Melati) sepenuhnya ialah gratis
tidak dipungut biaya dikarenakan Balai Melati ini ialah Balai
yang juga dikelola oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Selain itu, Balai Melati memiliki program kerjasama antara
pihak balai dengan perusahaan-perusahaan konvensional, bentuk
kerjasamanya yaitu adalah penyaluran tenaga kerja yang berasal
dari penerima manfaat di Balai Melati. Dengan dasar hukum
yakni menurut Undang-Undang Dasar 1945 Bab X pasal 27 ayat
2 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Kemudian dalam UU no 13 Tahun 2003 pasal 28 ditegaskan
tentang kesempatan kerja bagi kaum disabilitas yang berbunyi
“Perusahaan atau pengusaha wajib memberikan kesempatan
8
bekerja bagi penyandang disabilitas yang memenuhi syarat dan
keriteria sebesar 1% dari dari jumlah karyawan yang ada di
perusahaannya”. Berdasarkan pernyataan UU diatas anak
tunarungu memperoleh hak dan kesempatan yang setara dengan
orang mendengar di bidang pekerjaan serta kualifikasi jabatan.
Peraturan tersebut di bentuk bertujuan untuk mengurangi tingkat
deskriminasi terhadap penyandang disabilitas (Anggara 2018, 3).
Akses pekerjaan penyandang disabilitas semakin sedikit,
berikut adalah grafik proporsi pekerja disabilitas usia 15 tahun
keatas (2020) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 6 Juli 2020
yang dikutip oleh web https://databoks.katadata.co.id/
Gambar 1.2
Grafik Proporsi Pekerja Disabilitas Usia 15 Tahun Keatas
Sumber : https://databoks.katadata.co.id/
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hanya 0,18% penduduk
usia 15 tahun ke atas dengan disabilitas yang bekerja di Indonesia
pada 2020, turun 0,1 poin dari tahun 2019 sebesar 0,28%.
9
Berdasarkan wilayahnya, persentase pekerja disabilitas di
perkotaan turun dari 0,24% menjadi 0,15%. Di perdesaan,
persentase pekerja disabilitas turun dari 0,34% menjadi 0,20%.
Sebagian besar atau 28,37% pekerja disabilitas berusaha sendiri.
Pekerja disabilitas yang berstatus karyawan mencapai 20,68%.
Kemudian, 19,79% pekerja disabilitas berusaha dengan dibantu
buruh tidak tetap. Pekerja disabilitas yang berstatus bebas di
pertanian sebanyak 5,36%. Pekerja disabilitas yang berusaha
dengan dibantu butuh tetap/dibayar sebesar 3,08%. Sedangkan,
pekerja disabilitas yang berstatus bebas di sektor nonpertanian
mencapai 3,96% (Jayani 2021, 1).
Dalam Web Kumparan.com Mentri Ketenagakerjaan Ida
Fauziyah mencatat ada 20,9 juta penyandang disabilitas yang
memasuki usia kerja hingga Juli 2020, sebanyak 10,9 juta
diantaranya telah memasuki angkatan kerja. Jumlah penyandang
disabilitas yang bekerja 9,91 juta orang, jumlah pengangguran
terbuka penyandang disabilitas 289 ribu orang. Menurut beliau,
penyandang disabilitas masih belum mendapat peluang di dunia
kerja secara optimal, juga akses informasi yang masih terbatas
terkait kesempatan kerja. Karena juga dengan masih rendahnya
tingkat partisipasi kerja penyandang disabilitas dibandingkan
dengan pekerja non-disabilitas, Mentri Ketenagakerjaan Ida
Fauziyah memastikan Kemnaker akan lebih gencar dalam upaya
kepada para penyandang disabilitas agar mendapat akses informasi
peluang kerja yang lebih besar (Kumparan 2020, 1). Adapun
peluang tersebut terdapat dalam kerjasama yang dilakukan oleh
10
Balai Melati dengan mitra perusahaan, untuk melakukan
pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja
penyandang disabilitas tunarungu.
Agar penyandang disabilitas tidak lagi dipresepsikan sebagai
orang yang tidak berguna, mereka harus berdaya terutama dalam
segi ekonomi agar dapat meningkatkan kesejahteraan terutama
bagi diri mereka sendiri. Pada strategi pembangunan sosial oleh
individu menurut (Arieuffaman and Lisma Diawati Fuaida 2011,
106) ialah strategi ini sangat mempercayai bahwa manusia dapat
mengangkat kesejahteraannya sendiri, dan karena itu mereka
harus mampu berfungsi secara efektif dan bekerja dengan percaya
diri dalam konteks budaya enterprise/ usaha.
Karena menurut Hunt dalam buku (Mercer 2007, 15) persepsi
terhadap penyandang cacat sebagai orang yang tidak berguna,
mengalir begitu saja sejak dari sedikitnya keterlibatan mereka
dalam aktivitas ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi dari
kegagalan mereka dalam menyesuaikan diri dengan kelompok
mayoritas, mereka terpola sedemikian rupa sebagai orang yang
“berbeda”.
Qaradhawi dalam buku Adi (2002, 74) menggambarkan
bahwa ajaran agama Islam kurang menghargai para penganggur
dan orang-orang yang hanya menggantungkan hidupnya pada
orang lain. Islam dengan tegas menjelaskan, bahwa setiap
pekerjaan yang halal merupakan pekerjaan yang memiliki tingkat
keutamaan yang tinggi dan angung. Seperti digambarkan dalam
11
hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Al-Miqdam bin
Ma’dikarib, dari Rasulullah SAW bersabda
“Tak ada seorang yang memakan satu makanan pun yang
lebih baik dari hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan
sesungguhnya Nabi Allah Daud as. Memakan makanan dari
hasil usahanya sendiri .”
Meskipun dengan keterbatasan yang dialami para disabilitas
tunarungu pada fungsi pendengaran juga pada kemampuan
berbahasanya, mereka tetap bisa menjalankan pekerjaan normal
(seperti non disabilitas) agar mereka dapat mengembalikan fungsi
sosial mereka, agar dapat memberdayakan ekonomi mereka, dan
juga agar dapat mengangkat derajat mereka, yang semula
dipandang rendah dikarenakan keterbatasan fisik yang dimiliki.
Dan juga menurut Agusmidah (2010, 62) hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak bagi setiap orang termasuk penyandang
cacat, merupakan aplikasi dari pemenuhan hak ekonomi dan sosial
sebagai bagian dari wujud pelaksanaan hak asasi manusia (HAM).
Oleh karena itu, peluang untuk memberdayakan penyandang
disabilitas tunarungu dilakukan oleh Balai Melati melalui
kerjasama dengan perusahaan-perusahaan mitra guna
menyalurkan para penyandang disabilitas dapat bekerja. Dari
penjelasan dalam latar belakang masalah tersebut, maka penulis
tertarik untuk meneliti tentang “Pemberdayaan Ekonomi
12
Melalui Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas
Tunarungu di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati) Jakarta
Timur”.
B. BATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, juga agar
menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka peneliti akan
memfokuskan penelitian mengenai :
1. Penelitian ini membahas tentang pemberdayaan ekonomi
melalui penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas
tunarungu dengan menggunakan tahapan intervensi
proses pemberdayaan ekonomi.
2. Penelitian ini dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai
Melati) Bambu Apus, Jakarta Timur.
3. Penelitian ini membatasi data penelitian penyaluran kerja
yang dilakukan Balai Melati dalam kurun waktu 2018 –
2020
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan pada latar belakang
dan juga identifikasi masalah, maka dapat disusun rumusan
masalah pada penelitian ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pemberdayaan ekonomi melalui
penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas tunarungu
13
di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas
Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati)?
2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan ekonomi melalui
penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas tunarungu
di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas
Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati)?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui rumusan masalah dari penelitian ini,
maka adapun tujuan dari penelitian ini yaitu ;
a. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan
pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga
kerja penyandang disabilitas tunarungu di Balai
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik
Rungu Wicara (Balai Melati).
b. Untuk mendeskripsikan hasil yang didapat oleh
penyandang disabilitas tunarungu dari pemberdayaan
ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja di Balai
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik
Rungu Wicara (Balai Melati).
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai informasi dan memberikan
sumbangan keilmuan dalam bidang kesejahteraan
14
sosial, khususnya di bidang pengetahuan
pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas
tunarungu. Penelitian ini juga dapat dijadikan
tambahan wawasan juga referensi bagi pembaca.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan karena penelitian ini, para pembaca
akan mengetahui bagaimana proses untuk
memberdayakan penyandang disabilitas terutama
pemberdayaan ekonomi. Bermanfaat bagi pembaca
yang ingin menginformasikan teman atau masyarakat
sekitarnya untuk diberdayakan di Balai Melati. Dan
bisa menerapkan ilmu –ilmu pemberdayaan kepada
kawan maupun masyarakat sekitar yang mengalami
masalah disabilitas.
E. TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU
Kajian terdahulu merupakan aspek penting dalam tahap
melakukan penelitian, sebab dengan me-review kajian terdahulu
maka akan memperkaya teori dan pengetahuan, juga untuk
menjadi bahan evaluasi ketika melakukan penulisan penelitian,
sebab kajian terdahulu yang dikumpulkan memiliki pembahasan
yang relevan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini peneliti
membahas pemberdayaan disabilitas tunarungu melalui
penyaluran tenaga kerja oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara atau bisa juga disebut (Balai
Melati). Kajian terdahulu ini juga membahas tentang topik yang
15
relevan yaitu terkait pemberdayaan disabilitas tunarungu, bukan
dengan cara penyaluran tenaga kerja, melainkan beberapa kajian
terdahulu ini memberdayakan disabilitas tunarungu melalui
keterampilan.
Seperti pada penelitian yang dilakukan Hikmah (2014) yang
membahas tentang pemberdayaan keterampilan menyulam bagi
penyandang tuna rungu di SLB Sumber Budi – Jakarta Selatan,
juga pada penelitian Lamuji (2019) yang membahas tentang
pemberdayaan disabilitas dari keterampilan membatik di Batik
Tulis Shihaali - Lampung, pada penelitian Dewi (2017) yang
membahas tentang pemberdayaan disabilitas melalui keterampilan
membatik, menjahit, teknologi informasi komunikasi (TIK), dan
tata rias.
Beberapa kajian terdahulu tersebut membahas topik yang sama
yaitu pembedayaan disabilitas tunarungu melalui keterampilan.
Tujuan penelitian yang dilakukan (Hikmah 2014; Lamuji 2019;
Dewi 2017) ialah untuk mengetahui proses, faktor pendukung dan
penghambat, hasil yang di dapat, juga tentang kebermanfaatan
program tersebut bagi para penyandang disabilitas tersebut. Hasil
dari penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan adanya
keterampilan tersebut, penyandang disabilitas tersebut merasa
lebih percaya diri, bisa hidup bermasyarakat dengan potensi yang
dimilikinya, menjadi mandiri, dan yang lebih penting ialah
menjadikan diri mereka berdaya. Tambahan penghasilan pun
bertambah apabila hasil dari kerjaninan yang mereka buat ini laku
dijual di pameran, maupun di bazar, pemberdayaan dalam segi
16
ekonomi ini berlaku pada penelitian Lamuji (2019), dan Hikmah
(2014).
Selain pemberdayaan disabilitas melalui keterampilan, ada juga
penelitian tentang pemberdayaan disabilitas melalui program
kewirausahaan, seperti budidaya burung puyuh yang dilakukan
oleh Majid (2019), dalam program tersebut menggunakan metode
PLA (Participation Learning and Action) untuk anggota pelatihan,
Selama kegiatan ini ada beberapa pengaruh yang dirasakan
penyandang disabilitas seperti aspek ekonomi, aspek sosial, aspek
pengetahuan dan aspek pengalaman.
Pada kajian penelitian sebelumnya, pemberdayaan dilakukan di
Yayasan-yayasan juga Sekolah Luar Biasa (SLB), berbeda pada
penelitian ini yang dilakukan di tempat kerja (Deaf café and car
wash) yang berlokasi di Cinere Depok, penelitian milik
Rachmawati (2020) ini membahas tentang pemberdayaan soft
skills penyandang disabilitas tunarungu, hasil dari pemberdayaan
yang dirasakan para penyandang disabilitas seperti meningkatnya
kesejahteraan dan kemandirian terutama dalam bidang ekonomi,
meningkatnya keterampilan, juga membuat mereka bisa
mengendalikan diri dari rasa tidak percaya diri.
Untuk menempatkan para disabilitas ke perusahaan ataupun
mitra kerja lain, agar mereka mendapatkan pekerjaan, topik ini
akan dibahas beberapa penelitian berikut:
Pada penelitian Andriyani (2018), tentang pemberdayaan
penyandang disabilitas dalam memperoleh hak pekerjaan melalui
17
pelatihan di Yayasan Lumintu Kabupaten Sudoarjo. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan yang dilakukan
Yayasan Lumintu bekerja sama dengan Dinas Sosial dan
perusahaan mitra. Penelitian Anggara (2018) tentang bimbingan
karir terhadap penyaluran tenaga kerja anak tunarungu pasca
SMALB. Layanan bimbingan karir diberikan kepada siswa untuk
mengetahui potensi yang dimilikinya, dan mampu memahami
konsep diri sendiri. Dalam proses penyaluran tenaga kerja anak
tunarungu dibantu oleh Yayasan Lumintu. Kedua penelitian ini
memiliki hambatan yakni Hambatan yakni kondisi, kemampuan,
serta minat penyandang disabilitas, kriteria perusahaan pada saat
perekrutan, dan minimnya lowongan pekerjaan.
Pembinaan orang dengan disabilitas rungu untuk mendapatkan
pekerjaan ialah penelitian milik Yasin (2020), dari pelayanan yang
diberikan kepada disabilitas rungu, dapat memberi bekal untuk
menyesuaikan agar dapat bisa mendapatkan pekerjaan bagi
disabilitas rungu. Pekerja sosial dapat menjadi peran yang penting
untuk memberi dukungan kepada disabilitas rungu untuk
mendapatkan haknya tersebut. Selain peran pekerja sosial, pada
penelitian Dia (2016) memfokuskan pada peran yang dilakukan
sekolah untuk dapat menyalurkan tenaga kerja alumni.
Setelah mengkaji lebih dalam terkait kajian terdahulu tersebut,
peneliti akan mengkonfirmasi teori-teori yang juga terdapat pada
penelitian sebelumnya, yakni tentang teori pemberdayaan, teori
disabilitas, dan juga teori tenaga kerja. Dilihat dari penelitian-
penelitian sebelumnya, pemberdayaan disabilitas yang dilakukan
18
ialah sebagian besar merupakan pemberdayaan yang fokus kepada
pelatihan keterampilan saja seperti keterampilan menjahit, tata
boga, handycraft, membatik, dan lainnya. Pada penelitian
sebelumnya pun juga ada pemberdayaan disabilitas melalui
program kewirausahaan. Pada penelitian sebelumnya adapun yang
membahas terkait variabel “tenaga kerja” juga, tetapi fokus
permasalahan pada penelitian sebelumnya ialah terkait
implementasi bimbingan karir terhadap penyaluran kerja, juga ada
penelitian tentang peranan sekolah dalam menyalurkan tenaga
kerja. Namun pada penelitian ini, peneliti memberikan makna baru,
pemberdayaan yang akan diteliti yakni memfokuskan kepada
bagaimana proses Balai Melati memberdayakan anak disabilitas
tunarungu dengan penyaluran tenaga kerja.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian yang dikaji penulis yaitu
Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran Tenaga Kerja
Disabilitas Tunarungu oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati) Jakarta Timur.
F. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif, Sugiyono (2010, 9) mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai berikut :
“Metode penelitian yang berlandaskan pada
postpositivisme, digunakan pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai intrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
19
(gabungan), analis data bersifat induktif / kualitatif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.”
2. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Bagdan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati (Moleong 2006, 3).
Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi
tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Jenis penelitian yang akan digunakan ialah menggunakan
format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan
meringkaskan berbagai kondisi berbagai situasi atau berbagai
fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi
objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu
kepermukaan sebagai suatu ciri karakter sifat model/gambaran
tentang kondisi situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin
2007, 68). Penelitian ini, menggambarkan fenomena
penyaluran tenaga kerja yang dilakukan Balai Melati di dalam
pelaksanaan pemberdayaan ekonominya.
3. Macam dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber
data berupa pengamatan atau wawancara secara langsung
20
di lapangan. Dalam penelitian ini data primer yang akan
diperoleh yakni melalui pihak petugas tempat
terlaksananya penelitian yaitu Balai Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai
Melati), dan Penerima Manfaat dari Balai Melati yang
sudah disalurkan bekerja.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber
data secara tidak langsung berupa dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti.
T
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam
mendapatkan data dan informasi untuk dapat menjawab dan
menjelaskan permasalahan ini. Ada beberapa teknik yang
dilakukan dalam pengumpulan data yaitu:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan panca indra
mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra
lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.
karena itu, observasi kemampuan untuk menggunakan
pengaruh pengamatannya melalui hasil kerja panca indra
mata serta dibantu dengan panca indra lainnya (Bungin
2007, 118).
b. Wawancara
21
Wawancara adalah bentuk komunikasi antar dua
orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh
informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu
(Mulyana 2010, 180).
c. Dokumentasi
Metode dokumenter adalah salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi
penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter
adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data
historis. Dengan demikian pada penelitian sejarah, maka
bahan dokumenter memegang peranan yang amat
penting. Sebagian besar data yang tersedia adalah
berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, dan
sebagainya. Sifat utama dari data ini tak terbatas pada
ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada
peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di
waktu silam (Bungin 2007, 108).
d. Penelusuran Data Online
Metode penelusuran data online adalah tata cara
melakukan penelusuran data melalui media online seperti
internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan
fasilitas online, sehingga memungkinkan dalam
memanfaatkan data informasi online yang berupa data
maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin,
22
dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis
(Bungin 2007, 158).
5. Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
berdasarkan atas kesengajaan suatu pertimbangan tertentu
seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang dapat
mamberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti.
Pemilihan informan yang dilakukan oleh peneliti
dilakukan dengan membagi beberapa sumber informan
berdasarkan jabatan pekerjaan informan yang dipilih.
Dikarenakan proses pemberdayaan melalui penyaluran kerja
di Balai Melati dilakukan dengan berbagai sumber jabatan
yang berkepentingan akan hal tersebut. Berikut adalah jumlah
informan dalam penelitian ini :
No Informan Informasi yang dicari Jumlah
1 Kepala Seksi
Rehabilitasi
Sosial
Proses pemberdayaan ekonomi
yang dilakukan oleh Balai
Melati melalui penyaluran
tenaga kerja terhadap Penerima
Manfaat
1
2 Seksi
Assessment
dan
Advokasi
Tahapan proses pelayanan serta
proses pemberdayaan ekonomi
di Balai Melati
2
23
3 Pekerja
Sosial
Informasi mengenai Penerima
Manfaat dan bagaimana proses
penyaluran tenaga kerja
berdampak pada para penerima
manfaat
2
4 Instruktur
Keterampilan
Informasi mengenai
keterhubungan terapi
penghidupan (keterampilan)
dengan kesiapan PM untuk di
dunia kerja
6
5 Penerima
Manfaat
Untuk mengetahui informasi
mengenai hasil pemberdayaan
yang mereka dapat
3
Tabel 1.2
Tabel Gambaran Daftar Informan
6. Analisis Data
Di dalam penelian ini dilakukan melalui tiga tahapan di
dalam melakukan pengolahan data dan analisis data,
dijelaskan sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Dikutip dari (Citra 2020, 14) menurut Miles dan
Huberman dalam buku “Analisis data kualitatif buku
sumber tentang metode-metode baru”, Reduksi data ialah
sebuah proses pemilihan, pemusatan perhatian di dalam
penyederhanaan data, mengabstaksikan dan
mentransformasi data kasar yang munucl di dalam hasil
wawancara. Dan juga merupakan suatu bentuk analisis
24
yang menggolongkan, mengarahkan, dan
mengorganisasikan data sehingga kesimpulan dapat
ditarik dan diverifikasi
b. Tahap Penyajian Data
Data merupakan sejumlah informasi yang
memberikan kemungkinan untuk dapat menarik
kesimpulan dan pengambil tindakan. Kemudian data
yang diperoleh melalui wawancara kepada sasaran
penelitian, dikumpulkan lalu dijadikan dalam bentuk
narasi secara bentuk deskriptif.
c. Penarikan Kesimpulan
Dikutip dari (Samosir 2021, 16) menurut Sugiyono
dalam buku “Metode penelitian kuantitatif, kualitatif,
dan R&D”, tahap penarikan kesimpulan merupakan
tahap terakhir dalam analisis data, penarikan kesimpulan
ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah, setiap
kesimpulan diuji kebenarannya dari temuan-temuan
yang ditemukan.
7. Teknik Keabsahan Data
Menurut Moleong, teknik yang digunakan untuk
mengecek keabsahan data penelitian ialah jenis Triangulasi
Sumber Data, jenis teknik ini digunakan untuk
membandingkan dan juga mengecek kembali informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Lebih
mudahnya, teknik yang membandingkan hasil wawancara
dengan hasil dokumentasi yang didapatkan di lapangan,
dikutip dari (Samosir 2021, 17).
25
8. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai
Melati) yang berlokasi di Jl. Gebang Sari No.38, RT.2/RW.5,
Bambu Apus, Kec. Cipayung, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 13890. Dan untuk waktu
penyelesaian penelitian ini, peneliti membutuhkan waktu
sekitar 5 bulan, yang dimulai dari bulan Februari 2021 – Juni
2021.
9. Pedoman Penulisan Skripsi
Pedoman penulisan penelitian mengacu pada keputusan
rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 tahun 2017
tentang pedoman penulisan karya ilmiah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini meliputi latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian tinjauan terdahulu, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Bab ini meliputi penjabaran terkait teori dari
variabel pemberdayaan ekonomi, disabilitas
26
tunarungu, dan tenaga kerja. Serta menjelaskan
kerangka berfikir di dalam penelitian ini.
BAB III Gambaran Umum Latar Penelitian
Bab ini meliputi gambaran geografis, historis,
sosial budaya, dan sebagainya. Seperti gambaran
umum lokasi penelitan (Balai Melati) yakni terdiri
dari sejarah, lokasi penelitian, visi dan misi, tugas
fungsi dan peran, dasar hukum, struktur organisasi,
SDM, sarana prasarana, sumber dana, kerjasama,
jangkauan wilayah pelayanan, dan program
layanan.
BAB IV Data dan Temuan Penelitian
Bab ini meliputi uraian penyajian data hasil temuan
penelitian mengenai proses pelaksanaan
pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga
kerja di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
BAB V Pembahasan
Bab ini meliputi uraian yang mengaitkan latar
belakang, teori, dan rumusan teori baru dari
penelitian.
BAB VI Penutup
Bab ini meliputi kesimpulan dan saran.
27
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. PEMBERDAYAAN EKONOMI
1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi
Dalam buku Suharto (2005, 58) dijelaskan bahwa ;
“Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang
khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi
kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasan (freedom) , dalam arti bukan saja bebas dalam
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;
(b) menjangkau sumber-sumber yang produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) dapat
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.”
Beberapa pengertian pemberdayaan menurut pada ahli
yang dikutip dalam buku (Suharto 2005, 58-59), diantaranya:
a. Menurut Parson, yang disebut pemberdayaan yaitu
sebuah proses untuk individu dapat berpartisipasi
mengontrol apa-apa saja yang mempengaruhi
kehidupannya. Pemberdayaan juga menekankan
bahwa setiap individu memperoleh keterampilan,
pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang
lain.
28
b. Menurut Rappaport, pemberdayaan adalah suatu cara
dimana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan
untuk mampu menguasai dan berkuasa atas
kehidupannya.
Shardlow dalam buku Isbandi Rukminto Adi (2002, 162),
melihat bahwa pengertian pemberdayaan intinya adalah
pembahasan bagaimana suatu individu, kelompok, maupun
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri
dan berusaha membentuk kehidupan masa depan yang sesuai
dengan keinginan mereka.
Konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai proses
menolong individu, keluarga, kelompok, dan komunitas
untuk meningkatkan kekuatan personal, interpersonal, sosial
ekonomi, dan politik dan pengaruhnya terhadap kualitas
hidup, konsep tersebut merupakan definisi dari Zastrow
dalam buku (Arieuffaman and Lisma Diawati Fuaida 2011,
51)
Dengan demikian, pemberdayaan adalah (a) Sebuah
proses, dimana pemberdayaan merupakan serangkaian
kegiatan yang digunakan untuk keberdayaan kelompok yang
lemah , termasuk individu-individu yang mempunyai
permasalahan kemiskinan di dalam hidup bermasyarakat.
Dan (b) Tujuan, tujuan utama di dalam pemberdayaan adalah
memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok
lemah baik karena kondisi dari dalam maupun kondisi dari
luar (Suharto 2005, 59-60).
29
Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan atau
penguasaan klien salah satunya ialah dalam aktivitas
ekonomi; kemampuan memanfaatkan dan mengelola
mekanisnme produksi, distribusi, dan pertukaran barang
serta jasa.
Pemberdayaan yang melibatkan kegiatan ekonomi
merupakan pemberdayaan dalam bidang ekonomi atau
pemberdayaan ekonomi. Ekonomi diartikan sebagai suatu
upaya dalam mengelola rumah tangga. Tujuan dari ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan hidup melalui tiga kegiatan
utama yaitu : produksi, distribusi, dan konsumsi. Pemenuhan
hidup dengan kendala terbatasnya sumber daya yang dimiliki
masyarakat, erat kaitannya dengan upaya meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Sumodiningrat
1998, 24). Maka dari itu, kata ekonomi juga berarti kegiatan
yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat (Noor 2015, 14)
Pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan melalui
intrapreneurship dan entrepreneurship. Pemberdayaan
melalui intrapreneurship adalah kegiatan pemberdayaan
untuk mempersiapkan tenaga kerja bagi penerima program
pemberdayaan. Pemberdayan melalui entrepreneurship
adalah kegiatan mendidik masyarakat yang ingin diberdaya
untuk mampu mendirikan usaha sendiri. Praktik
30
Pemberdayaan Bidang Ekonomi Bagi Penyandang
Disabilitas secara umum memiliki kemiripan dimensi
pendekatan Mardi Yatmo Hutomo, seperti misalnya: (1)
bantuan modal bergulir; (2) bantuan pembangunan
prasarana; (3) pengembangan kelembagaan lokal; (4)
penguatan dan pembangunan kemitraan usaha; dan (5)
fasilitasi dari pendampingan usaha (Surwanti 2014, 42).
Pemberdayaan di bidang ekonomi merupakan upaya
untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi
ekonomi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya. Dalam pengertian yang dinamis, yaitu
mengembangkan diri dan mencapai kemajuan (Mubyarto
2000, 263-264).
2. Tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan tentunya memiliki suatu tujuan di dalam
pelaksanaannya, menurut Edi Suharto (2005, 60) tujuan
pemberdayaan adalah:
“Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat
kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang
memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal
(misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena
kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial
yang tidak adil.”
Menurut Ife dalam buku Edi Suharto (2005, 58)
pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan
31
orang-orang yang lemah atau orang-orang yang kurang
beruntung.
Di dalam buku Isbandi Rukminto Adi (2002, 162) Payne
menyebutkan bahwa pemberdayaan pada intinya, ditujukan
guna :
“Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia
lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui
peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui
transfer daya dari lingkungannya”.
Memandirikan masyarakat dan memberdayakan
kemampuan mereka guna menjadikan diri mereka untuk
menjadi lebih baik secara berkesinambungan adalah tujuan
dari pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan juga
merupakan upaya untuk masyarakat melihat dan memilih
sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Untuk itu
pemberdayaan diupayakan agar mereka menjadi masyarakat
yang maju dalam berbagai aspek (Syafe’i 2001, 39).
Dengan demikian, tujuan dari pemberdayaan ekonomi
menurut peneliti ialah suatu usaha untuk membantu serta
membentuk individu ataupun kelompok masyarakat menjadi
lebih mandiri, terlebih lagi mandiri dalam segi tercukupinya
kebutuhan dasar perekonomian hidupnya.
3. Proses Pemberdayaan
32
Hogan dalam buku Isbandi Rukminto Adi (2002, 173)
menggambarkan proses pemberdayaan yang
berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima
tahapan utama yaitu :
a. Menghadirkan kembali pengalaman yang
memberdayakan dan tidak memberdayakan.
b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi
pemberdayaan dan pentidakberdayaan.
c. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek.
d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna; dan
e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan
mengimplementasikannya.
Sedangkan menurut Isbandi Rukminto Adi (2002, 182-
195) menyebutkan ada 7 (tujuh) tahapan pemberdayaan, di
dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran-Pemikiran dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial”, berikut penjelasannya:
a. Tahapan Persiapan (engagement)
Pada tahap persiapan (engagement) ada dua
tahapan yang harus dilakukan, yakni (a) penyiapan
petugas, yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat
dalam hal ini dapat dilakukan oleh community
worker, dan (b) penyiapan lapangan, yaitu hal ini
merupakan prasyarat dari keberhasilan program
pemberdayaan masyarakat.
33
Penyiapan petugas diperlukan untuk menyamakan
persepsi antar anggota tim agen perubah mengenai
pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan
pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pada tahap
penyiapan lapangan, petugas pada awalnya
melakukan studi kelayakan terhadap sasaran
pemberdayaan. Bila sudah menemukan sasaran yang
ingin diberdayakan, community worker harus
mendapatkan perijinan kepada pihak terkait. Pada
tahap inilah terjadi kontrak awal terhadap sasaran.
Kontrak awal harus tetap ditindaklanjuti agar
terdapat kedekatan antara agen perubah dengan
subjek sasaran. Komunikasi yang baik pada tahap ini
akan mempengaruhi keterlibatan subjek sasaran
pemberdayaan pada tahapan berikutnya.
b. Tahapan Pengkajian (assessment)
Pada tahap ini, petugas yang merupakan agen
perubahan melakukan pengidentifikasian masalah
dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Dalam
menganalisis kebutuhan masyarakat ini ada berbagai
teknik yang dapat digunakan untuk melakukan
assessment. Selain melakukan pengidentifikasian
masalah, petugas atau pelaku perubahan ini akan
memfasilitasi masyarakat untuk menyusun prioritas
dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada
tahap berikutnya.
34
c. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, petugas atau pelaku perubah secara
partisipatif melibatkan warga untuk berfikir tentang
masalah yang sedang mereka hadapi dan bagaimana
cara mereka mengatasinya. Dalam tahap perencanaan
ini, masyarakat diharapkan untuk dapat memikirkan
alternatif program dan kegiatan apa yang akan
mereka terapkan. Dan pada tahap ini, petugas akan
bertindak sebagai fasilitator yang membantu
masyarakat berdiskusi dan juga membantu
masyarakat memikirkan kegiatan apa yang tepat
untuk diterapkan pada saat itu.
d. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi
Pada tahap ini, petugas pelaku perubahan
membantu kelompok masyarakat untuk
memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk
tertulis, terutama bila berkaitan dengan pembuatan
proposal kepada penyandang dana. Bantuan petugas
dalam hal ini sangat diperlukan bagi kelompok yang
belum mengenal cara pembuatan proposal. Dan di
dalam tahap ini juga, petugas dan masyarakat
diharapkan sudah mengetahui tujuan pendek apa
yang akan didapat dan bagaimana cara mencapai
tujuan tersebut.
e. Tahap Pelaksanaan
35
Tahap yang paling penting di dalam tahapan proses
pemberdayaan adalah tahap pelaksanaan, karena
apabila segala sesuatunya sudah dirancang dengan
baik, tetapi akan menimbulkan kesalahan apabila
dalam pelaksanaan di lapangan tidak ada kerjasama
antara petugas dan masyarakat. Karena pertentangan
antar kelompok warga juga dapat menghambat
pelaksanaan suatu program ataupun kegiatan.
f. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi sebagai proses pengawasan
dari masyarakat dan petugas terhadap program yang
sedang berjalan. Evaluasi sebaiknya melibatkan
masyarakat dalam melakukannya, karena dengan itu
akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk
melakukan pengawasan secara internal. Sehingga
dalam jangka panjang diharapkan dapat membentuk
suatu sistem dalam masyarakat yang lebih mandiri
dengan memanaatkan sumber daya yang ada.
g. Tahap Terminasi
Pada tahap ini, dilakukannya pemutusan hubungan
secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi
terkadang dilakukan bukan karena masyarakat
tersebut sudah dapat dianggap ‘mandiri’, tetapi
karena masa proyek yang sudah harus dihentikan
karena sudah melebihi batas waktu yang sudah
36
ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah
selesai dan tidak ada lagi penyandang dana yang mau
meneruskan.
Di dalam pelaksanaan proses dan juga dalam pencapaian
tujuan pemberdayaan, itu dicapai melalui penerapan
pendekatan pemberdayaan, berikut adalah beberapa
pendekatannya :
a. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang
secara optimal. Pemberdayaan harus mampu
membebaskan masyarakat dari seklat-sekat kultural
dan struktural yang menghambat.
b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Pemberdayaan ditujukan agar
menumbuhkan kemampuan dan kepercayaan diri
masyarakat.
c. Perlindungan : melindungi masyarakat, menghindari
terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi
tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan
mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat
terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis
diskriminasi dan dominasi yang tidak
menguntungkan rakyat kecil.
37
d. Penyokongan : memberikan bimbingan dan
dukungan kepada masyarakat. Pemberdayaan harus
mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke
dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan
terpinggirkan.
e. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif
agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan
antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Pemberdayan harus mampu menjamin keselarasan
dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang
memperoleh kesempatan berusaha (Suharto 2005,
67).
4. Strategi Pemberdayaan
Strategi pemberdayaan menurut buku Edi Suharto (2005,
66-67) dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga aras atau mantra pemberdayan
(empowerment setting) : mikro, mezzo, dan makro.
a. Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan kepada klien
secara individu melalui bimbingan, konseling,
manajemen stress, krisis intervensi. Tujuan utama
dari aras mikro adalah membimbing atau melatih
klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.
Model strategi ini disebut sebagai pendekatan yang
berpusat pada tugas.
b. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan kepada
sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan
38
menggunakan kelompok sebagai media
intervensinya. Sebagai media intervensi strategi
dalam aras mezzo, menggunakan pendidikan dan
pelatihan, yang bertujuan meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan, dan sikap klien dalam
menghadapi permasalahannya.
c. Aras Makro. Pemberdayaan dilakukan kepada sistem
lingkungan yang lebih luas. Strategi di dalam
pendekatan ini seperti perumusan kebijakan,
perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik.
Strategi ini bertujuan agar klien dapat memahami
situasi mereka, dan untuk memilih serta menentukan
strategi yang tepat untuk bertindak.
Dubois dan Miley memberi beberapa cara atau teknik
yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam
pemberdayaan masyarakat:
a. Membangun relasi yang merefleksikan respon
empati; menghargai pilihan dan hak klien
menentukan keputusannya sendiri (self-
determination); menghargai perbedaan dan keunikan
individu; menekankan kerjasama klien.
b. Membangun komunikasi yang : menghormati
martabat dan harga diri klien; mempertimbangkan
keragaman individu; berfokus pada klien; menjaga
kerahasiaan klien.
39
c. Terlibat dalam pemecahan masalah yang:
memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek
proses pemecahan masalah; menghargai hak-hak
klien; merangkai tantangan-tantangan sebagai
kesempatan belajar; melibatkan klien dalam
pembuatan keputusan dan evaluasi.
d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan
sosial melalui : ketaatan terhadap kode etik profesi;
keterlibatan dalam pengembangan proesional, riset,
dan perumusan kebijakan; penerjemah kesulitan-
kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik;
penghapusan segala bentuk diskriminasi dan
ketidaksetraan kesempatan (Suharto 2005, 68).
5. Indikator Pemberdayaan
Menurut Kieffer, pemberdayaan mencakup tiga dimensi
yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan
sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parsons juga
mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada :
a. Sebuah proses pertumbuhan individu yang semakin
berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang
luas.
b. Ketika munculnya rasa percaya diri, berguna dan
mampu mengendalikan diri dan orang lain.
c. Pembebasan mulai dari pendidikan dan politisasi
orang-orang lemah yang kemudian melibatkan
upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah
40
tersebut untuk memperoleh kekuasaan (Suharto
2005, 63).
Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara
operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator
keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya
atau tidak. Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan
delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai
empowerment atau indeks pemberdayaan.
a. Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk
pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya.
Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu
mampu pergi sendirian.
b. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan
individu untuk membeli kebutuhannya sehari-hari.
Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini
terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri
tanpa meminta ijin pasangannya. Poin ini tinggi
apabila ia dapat membeli barang-barang tersebut
dengan menggunakan uangnya sendiri.
c. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan
individu untuk membeli barang-barang sekunder atau
tersier. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi
diberikan terhadap individu yang dapat membuat
keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya.
Dan poin ini tinggi apabila ia dapat membeli barang-
41
barang tersebut dengan menggunakan uangnya
sendiri.
d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan
rumah tangga: mampu membuat keputusan secara
sendiri maupun bersama suami/istri mengenai
keputusan-keputusan penting di dalam keluarga.
e. Kebebasan relative dari dominasi keluarga : indikator
yang berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh
orang lain terhadapnya. Terlebih dalam hal membuat
keputusan, atau pun hal pribadi lainnya.
f. Kesadaran hukum dan politik : indikator yang diukur
dengan pengetahuan responden dengan hal-hal yang
berhubungan dengan hokum dan politik.
g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes :
indikator yang diukur dengan ‘berdaya’ nya
seseorang apabila ia pernah terlibat dalam hal
melakukan kampanye atau protes.
h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga :
indikator yang diukur dengan hal-hal yang
keterkaitan dengan aspek ekonomi. Seseorang
dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki
aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari
pasangannya (Suharto 2005, 63-64)
B. DISABILITAS TUNARUNGU
1. Pengertian Disabilitas
42
Definisi disabilitas menurut Undang-Undang RI Nomor 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (Mahkamah
Konstitusi 2015, 2) menjelaskan bahwa :
“Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau
sensorik jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dan mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh daan efektif
dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan
hak.”
WHO menyebutkan definisi mengenai disabilitas yang
artinya terbatasnya atau kurangnya (yang disebabkan oleh
kekurangsempurnaan fisik) kemampuan untuk menjalankan
aktivitas dalam cara yang dikategorikan normal untuk
manusia (Mercer 2007, 21).
Sedangkan menurut Efendi (2006, 4), disabilitas adalah
kelainan pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Akibatnya
kelainan ini menyebabkan ketidakberfungsian seperti yang
terjadi pada : (a) alat indra, apabila ada kelainan pada indra
pendengaran disebut tunarungu, kelainan pada indra
penglihatan disebut tunanetra, kelainan pada fungsi organ
bicara disebut tunawicara ; (b) alat motorik tubuh, apabila ada
kelainan otot dan tulang disebut poliomyelitis, kelainan pada
system saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi
motorik disebut cerebral palsy, kelainan anggota badan akibat
pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa
tangan / kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada
alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.
43
2. Pengertian Tunarungu
Salahsatu jenis disabilitas ada yang bernama tunarungu.
Tunarungu dapat diartikan sebagai seseorang yang
mengalami kehilangan pendengaran yang berakibatkan ia
tidak dapat menangkap rangsangan suara (Somantri 2006,
93).
Apabila terdapat satu atau lebih organ telinga baik luar,
tengah atau dalam mengalami gangguan atau kerusakan
disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang
menyebabkan organ telinga tidak dapat berfungsi dengan
baik, maka menurut Efendi (2006, 57) keadaan tersebut
dikenal dengan kelainan pendengaran atau anak tunarungu.
Dalam buku Somantri (2006, 93), terdapat beberapa
pengertian mengenai tunarungu:
Menurut Andreas Dwidjosumarto bahwa seseorang yang
tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori
yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli
adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan taraf berat sehingga pendengaran tidak berfungsi
lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indra
pendengarannnya mengalami kerusakan tetapi masih dapat
berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa
menggunakan kan alat bantu dengar.
44
Selain itu, Mufti Salim menyimpulkan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya. Diperlukannya bimbingan dan
pendidikan khusus untuk anak tunarungu.
3. Klasifikasi Tunarungu
a. Klasifikasi secara etimologis
Terdapat banyak hal yang menyebabkan terjadinya
kelainan pendengaran dikarenakan rusaknya organ
pendengaran penderitanya. Berikut adalah penjelasan
determinan tunarungu yang terjadi sebelum, sesaat, dan
setelah anak dilahirkan :
o Pada saat sebelum dilahirkan
- Anak menderita tunarungu dikarenakan gen sel
pembawa yang dibawa oleh salah satu atau
kedua orangtua si anak.
- Karena penyakit; ketika ibu yang sedang
mengandung terkena penyakit seperti rubella,
moribili. Terutama pada kehamilan trisemester,
sebab pada saat itu bayi sedang mengalami
proses pembentukkan telinga.
- Karena keracunan obat-obatan; ketika ibu
yang sedang mengandung mengkonsumsi obat-
45
obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu
alkohol, atau Ibu tidak menghendaki kehadiran
anaknya sehingga ia meminum obat penggugur
kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan
ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.
o Pada saat kelahiran
- Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan
sehingga persalinan dibantu menggunakan alat
penyedot.
- Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum
waktunya dilahirkan (kurang dari 9 bulan).
o Pada saat setelah kelahiran
- Ketulian yang terjadi di karena infeksi,
misalnya infeksi pada otak atau infeksi umum
seperti Difteri, mobili, dan lain-lain.
- Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-
anak.
- Karena kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan alat pendengaran bagian dalam,
misalnya jatuh.
b. Klasifikasi menurut tarafnya
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui
dengan tes audiometris. Untuk kepentingan
pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Andreas dwidjosumarto mengemukakan:
46
o Tingkat I, tingkat ini mengalami kehilangan
kemampuan mendengar antara 35 – 54 dB,
penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan
bantuan mendengar secara khusus.
o Tingkat II, pada tingkat ini penderita kehilangan
kemampuan mendengar antara 55 – 69 dB,
penderita memerlukan pendidikan secara khusus,
dan di dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan
latihan berbicara dan berbahasa secara khusus.
o Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar
antara 70 – 89 dB.
o Tingkat IV, Kehilangan kemampuan
mendengar 90 dB ke atas (Somantri 2006, 95).
c. Klasifikasi lokasi terjadinya ketunarunguan
o Tunarungu Konduktif
Tunarungu konduktif terjadi dikarenakan
beberapa organ yang berfungsi sebagai pengantar
suara seperti liang telinga, selaput gendang, serta
tiga tulang pendengaran dan dinding-dinding labirin
mengalami gangguan. Dan dalam beberapa kondisi
yang menghalangi masuknya getaran suara ke
organ yang berfungsi sebagai penghantar, seperti
tersumbatnya kotoran telinga, atau telinga
kemasukan benda-benda asing lainnya. Gangguan
pendengaran yang terjadi pada organ-organ
47
penghantar suara ini jarang sekali melebihi antara
60 – 70 dB dari pemeriksaan audiometer.
o Tunarungu Perseptif
Ketunarunguan tipe perseptif ini disebabkan
terganggunya organ-organ pendengaran yang
terdapat di belahan telinga bagian dalam yang
berfungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara
yang diterima oleh telinga bagian dalam (rumah
siput, serabut saraf pendengaran, corti) yang
bekerja mengubah rangsang mekanis menjadi
rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat
pendengaran di otak. Oleh karena itu, tunarungu
tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang
berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara).
o Tunarungu Campuran
Ketunarunguan tipe campuran ini dalam
rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi
sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara
mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada
telinga tersebut telah terjadi campuran antara
ketunarunguan kondukti dan ketunarunguan
perseptif (Efendi 2006, 63-64).
4. Karakteristik Tunarungu
Karakteristik tunarungu dapat dikatakan sebagai kurang
pengetahuan dalam kosakata, sulit memahami kata-kata
abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung
48
kiasan, adanya gangguan bicara, maka hal-hal itu merupakan
sumber masalah pokok bagi anak tersebut (Somantri 2006,
100).
Anak dengan kehilangan pendengaran atau tunarungu
memiliki kemampuan intelektual yang normal, namun
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki keterlambatan bahasa yang disebabkan
kurangnya paparan terhadap bahasa lisan, khususnya
apabila gangguan dialami saat lahir atau terjadi pada
awal kehidupan.
b. Mahir dalam bahasa sandi, seperti bahasa isyarat atau
pengejaan dengan jari .
c. Memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir.
d. Bahasa lisan yang tidak berkembang dengan baik;
kualitas bicaranya agak monoton atau kaku.
e. Pengetahuan terbatas karena kurangnya paparan
terhadap bahasa lisan.
f. Mengalami isolasi sosial, keterampilan sosial yang
terbatas, dan kurangnya kemampuan
mempertimbangkan perspektif orang lain karena
kemampuan komunikasi terbatas (Desiningrum
2016, 88).
5. Prinsip Pendidikan Anak Disabilitas
Dalam mendidik anak penyandang disabilitas baik mental
ataupun fisik, tidaklah sama dengan pola mengajar anak
49
normal, karena di diperlukan pendekatan dan juga strategi
khusus didalam menjalankannya. Oleh karena pendidikan
khusus tersebut, diharapkan penyandang disabilitas : (1)
dapat menerima kondisi mereka, (2) dapat melakukan
sosialisasi dengan baik, (3) dapat berjuang dengan
kemampuannya, (4) memiliki keterampilan, (5) meyadari
sebagai anggota masyarakat. Tujuan lainnya yaitu dengan
upaya tersebut menjadikan penyandang disabilitas dapat
memberikan hasil yang tepat (masukin mendeley efendy
halaman 24).
Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan secara khusus
dalam upaya mendidik anak penyandang disabilitas, antara
lain sebagai berikut :
a. Prinsip kasih sayang. Prinsip yang menerima mereka
apa adanya, dan berusaha agar mereka dapat menjalani
kehidupan mereka seperti layaknya anak normal
lainnya. Dalam prinsip ini upaya tidak memanjakan
mereka, memberikan tugas sesuai kemampuannya
adalah yang terpenting.
b. Prinsip layanan individual. Setiap anak yang
menyandang disabilitas memiliki keunikan masalah
yang berbeda, untuk itu layanan ini perlu mendapatkan
porsi yang lebih besar.
c. Prinsip kesiapan. Kesiapan anak dalam mendapatkan
pelajaran harus diperhatikan, seperti pengetahuan
50
prasyarat dan juga memerhatikan baik dalam segi
mental dan fisik.
d. Prinsip keperagaan. Media di dalam pembelajaran
anak penyandang disabilitas sangat diperlukan seperti
alat peraga. Selain mempermudah guru dalam
mengajar, alat tersebut juga mempermudah murid
dalam menerima pelajaran.
e. Prinsip motivasi. Prinsip ini menitikberatkan pada cara
mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan
dengan kondisi kedisabilitasan anak tersebut.
f. Prinsip belajar dan bekerja kelompok. Mendidik anak
dengan cara belajar dan bekerja secara berkelompok
menjadikan mereka mudah bergaul dengan
lingkungannya.
g. Prinsip keterampilan. Pendidikan yang diberikan
selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi,
juga menjadikan keterampilan ini menjadi bekal dalam
kehidupan mereka.
h. Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap.
Diperlukan upaya untuk mereka mempunyai sikap
yang baik dan tidak menjadi pusat perhatian orang lain
yang disebabkan oleh fisik maupun psikis mereka yang
kurang baik.
6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu
Di dalam proses penyesuaian, modal yang paling utama
adalah kepribadian. Kepribadian merupakan bagaimana
51
seseorang bersikap dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Oleh karna itu, untuk dapat mengetahui
kepribadian seseorang, yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan terhadap
lingkungannya. Terganggunya pendengaran pada seseorang
menyebabkan terbatasnya penguasaan bahasa. Hal ini dapat
menghambat kesempatan untuk berkomunikasi dengan
lingkungan sosialnya.
Sebagai bagian yang integral dari masyarakat yang
mendengar, anak tunarungu tidak dapat lepas dari nilai sosial
yang berlaku dan harus dilaksanakan. Oleh karena itu,
penerimaan nilai-nilai sosial bagi anak tunarungu merupakan
jembatan dalam pengembangan kematangan sosial sebab
kematangan sosial merupakan salah satu syarat yang harus
dimiliki oleh setiap individu dalam penyesuaian sosial di
masyarakat (Efendi 2006, 82).
Menurut Siregar dalam buku (Efendi 2006, 83)
berpendapat untuk mencapai kematangan sosial, anak
tunarungu setidaknya memiliki :
a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai
sosial dan kebiasaan-kebiasaan di masyarakat;
b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk
menerapkan pengetahuan-pengetahuan tersebut;
c. Cukup mendapat kesempatan mengalami berbagai
macam bentuk hubungan sosial;
52
d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman
di atas;
e. Struktur kejiwaan yang sehat dapat mendorong
motivasi yang baik.
C. TENAGA KERJA
1. Pengertian Tenaga Kerja
Istilah pekerja/buruh muncul sebagai pengganti istilah
buruh. Pada zaman feudal atau zaman penjajahan Belanda
dahulu yang dimaksudkan dengan buruh adalah orang-orang
pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan lain-lain.
Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut
dengan blue collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang
yang mengerjakan pekerjaan “halus” seperti pegawai
administrasi yang bisa duduk di meja disebut dengan white
collar (berkerah putih). Biasanya orang-orang yang termasuk
golongan berkerah putih adalah para bangsawan yang bekerja
di kantor dan juga orang-orang Belanda dan Timur Asing
lainnya (Asyhadie 2007, 19-20).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
pengertian tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau
mengerjakan sesuatu, dan orang yang mampu melakukan
pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2016).
53
Dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
dalam BAB I pasal 1 yang terdapat pada (Mahkamah
Konstitusi 2015, 2-7) berbunyi :
“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Sedangkan pekerja/buruh adalah setiap
orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.”
Juga dalam BAB III Pasal 5 berbunyi :
“Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama
tanpa diskriminasi untuk mempeoleh pekerjaan.”
Pasal 6 berbunyi :
“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan
yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”
Dalam hal-hal tertentu yang mencakup dalam pengertian
pekerja diperluas. Misalnya dalam hal kecelakaan kerja,
dalam UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Pasal 8 ayat (2), ditentukan bahwa:
Termasuk tenaga kerja dalam jaminan kecelakaan kerja
ialah:
a. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan,
baik yang menerima upah maupun tidak;
b. Mereka yang memborong pekerjaan, kecuali yang
memborong adalah perusahaan;
54
c. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan
(Asyhadie 2007, 21).
Tenaga kerja (man power) menurut Payaman
Simanjuntak ialah penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan
kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga (Agusmidah 2010, 6).
Unsur yang melekat dari istilah pekerja, yaitu setiap
orang yang bekerja, dan setiap orang yang menerima upah
atau imbalan sebagai balas jasa atau pelaksanaan pekerjaan
tersebut. Dua unsur ini untuk membedakan kategori yang
diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau yang tidak, karena
di dalam UU tersebut diatur segala hal yang berkaitan
dengan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha
(Agusmidah 2010, 7-8)
2. Kewajiban Tenaga Kerja
Dalam melaksanakan kewajiban sebagai pekerja, seorang
pekerja haruslah bertindak sebagai pekerja yang baik. Di
dalam KUH Perdata pasal 1603d dinyatakan bahwa
pekerja/buruh yang baik adalah:
“Buruh yang menjalani kewajiban-kewajiban dengan
baik, yang dalam hal ini kewajiban untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam
keadaan sama, seharusnya dilakukan atau tidak
dilakukan”
55
Selanjutnya dalam KUH Perdata (yang sampai sekarang
tetap dipakai sebagai pedoman) dirinci kewajiban
pekerja/buruh sebagai berikut.
a. Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan
pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya
dengan sebaik-baiknya.
b. Pekerja/buruh berkewajiban melakukan sendiri
pekerjaannya, hanya dengan seizin pengusaha ia
menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya.
c. Pekerja/buruh wajib taat terhadap peraturan
mengenai hal melakukan pekerjannya.
d. Pekerja/buruh yang tinggal pada pengusaha, wajib
berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga
pengusaha.
Menurut Iman Soepomo, kewajiban utama dari
pekerja/buruh adalah melakukan pekerjaan menurut
petunjuk pengusaha, dan membayar ganti kerugian
(Asyhadie 2007, 61).
3. Perlindungan Tenaga Kerja
Menyadari akan pentingnya pekerja/buruh bagi
perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, maka perlu
dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga
keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian
pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan
pekerja/buruh agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan
56
dapat diperhatikan semaksimal mungkin sehingga
kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap
terjamin. Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan
jalan memberikan tuntunan, santunan, maupun dengan jalan
meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,
perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang
berlaku dalam perusahaan (Asyhadie 2007, 77-78).
Secara teoritis, Imam Soepomo membagi perlindungan
pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut.
a. Perlindungan ekonomis, suatu perlindungan yang
berkaitan dengan suatu pemberian penghasilan yang
cukup kepada pekerja untuk keperluannya sehari-hari
bersama keluarganya. Perlindungan ini disebut
jaminan sosial.
b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindunganyang
berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang
tujuannya untuk memungkinkan pekerja
mengembangkan prikehidupannya; atau yang biasa
disebut kesehatan kerja.
c. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan
kerja yang menjamin pekerja apabila mereka
mendapatkan kecelakaan di dalam area kerja ataupun
diluar area kerja perusahaan. Perlindungan jenis ini
disebut keselamatan kerja (Agusmidah 2010, 61).
Perlindungan kerja diterapkan kepada siapa saja yang
melakukan ‘hubungan kerja”, tidak terkecuali dengan
57
penyandang disabilitas. Perlindungan pekerja disabilitas
oleh UU diberi perlindungan dan jaminan untuk melakukan
hubungan kerja dengan pengusaha. Pasal 67 UUK dengan
jelas menyebutkan, terhadap pengusaha yang
mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas, wajib
memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam
ayat ini misalnya, penyediaan aksesibilitas, pemberian alat
kerja, dan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis
dan derajat kecacatannya tersebut.
Pekerja disabilitas merupakan subjek hukum dalam UUK
yang secara khusus juga diatur dalam Undang-Undang No.4
Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas. Pelaksanaan
peraturan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 1998 tentang upaya
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas.
Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan bagi penyandang
disabilitas diatur dalam peraturan tersebut, dengan
mengamanatkan agar setiap perusahaan wajib
mengalokasikan minimal 1 persen jumlah pekerjanya adalah
para penyandang disabilitas (Agusmidah 2010, 62).
Kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
bagi penyandang disabilitas ditegaskan dalam Pasal 13 UU
No.4 Tahun 1997
58
“Setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya.”
Pasal ini merupakan penegasan hak dan kesempatan
yang sama bagi penyandang disabilitas, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Undang-Undang inilah
yang berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan. Selanjutnya
dalam Pasal 14 ditegaskan bahwa perusahaan-perusahaan
baik berupa perusahaan negeri maupun swasta, diharuskan
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada
penyandang disabilitas dengan mempekerjakan penyandang
disabilitas di perusahannya.
Persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan bagi
penyandang disabilitas ditetapkan dengan memperhatikan
faktor berikut ini :
1. Jenis dan derajat kecacatan.
2. Pendidikan.
3. Keterampilan dan atau keahlian.
4. Kesehatan.
5. Informasi yang tersedia.
6. Jenis atau bidang usaha.
7. Faktor lain (Agusmidah 2010, 64).
D. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir dibuat dengan tujuan mempermudah proses
penelitian karena mencakup tujuan dari penelitian tersebut.
Dengan melalui kerangka berpikir ini, maka tujuan yang dilakukan
59
akan semakin jelas karena telah terkonsep terlebih dahulu. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses
pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas tunarungu melalui
penyaluran tenaga kerja yang dilakukan oleh Balai Rehabilitasi
Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai
Melati).
Penyandang disabilitas dipandang sebagai kelompok orang
yang tidak beruntung karena mereka dipandang tidak mampu
menikmati keuntungan material dari kehidupan sosial
kontemporer. Frank Bowe, dalam Handicapping America, ia
membuat daftar enam kesulitan utama dalam proses memasukkan
penyandang cacat dalam kancah sosial. Yaitu, arsitektural,
tindakan, pendidikan, pekerjaan, legal dan personal. Pengalaman
umum seperti ini menyebabkan timbulnya perasaan di kalangan
penyandang disabilitas sebagai kelompok minoritas yang tertindas
(Mercer 2007, 72).
Melihat permasalahan tersebut, maka perlu adanya suatu usaha
untuk memberdayakan penyadang disabilitas tunarungu, terutama
dalam bidang ekonomi. Sebab, bagi sebagian masyarakat mereka
dipandang sebagai orang yang tidak berdaya dalam melakukan
suatu pekerjaan dikarenakan kekurangan yang mereka miliki.
Akibatnya, penyandang disabilitas terus dimanjakan dengan
situasi yang menjadikan mereka tidak mempunyai daya untuk
berusaha merubah nasib dan juga pandangan sosial terhadap
mereka.
60
Tetapi tentu saja usaha tersebut tidak dapat dilakukan oleh
penyandang disabilitas itu sendirian, tetapi diperlukannya
fasilitator untuk mereka, dan itu dilakukan oleh Balai Rehabilitasi
Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai
Melati). Guna melakukan pemberdayaan terhadap penyandang
disabilitas tunarungu, Balai Melati memiliki bentuk kerja sama
dengan perusahaan konvensional untuk menyalurkan para
penyandang disabilitas yang ada di balai mereka, yang disebut
dengan Penerima Manfaat (PM) untuk dapat bekerja di
perusahaan-perusahaan tersebut.
Di dalam melakukan penyaluran kerja tersebut, Balai Melati
melakukannya berkaitan dengan rangkaian tahapan pelayanan
yang ditujukan kepada para penerima manfaat yang nantinya akan
dianalisis sesuai dengan teori proses pemberdayaan. Setelah
melalui proses tersebut, akan ditemukan hasil yang didapatkan
oleh PM yang sudah disalurkan bekerja.
Diharapkan kerja sama penyaluran tenaga kerja tersebut dapat
menjadikan para Penerima Manfaat tersebut menjadi pribadi yang
mandiri dan berdaya terutama dalam segi ekonomi.
62
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. SEJARAH BALAI MELATI
Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Rungu Wicara
(PRPCRW) berdiri pada tahun 1988 yang merupakan pilot proyek
Direktorat RPTC Departemen Sosial non struktural yang dipimpin
oleh koordinator yang memiliki tugas dan fungsi rehabilitasi sosial
penderita cacat tuna rungu wicara. Pada tahun 1994 berubah nama
menjadi Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) berdasarkan
SK Menteri Sosial No. 3/HUK1994 tentang dasar pendirian panti
sosial yang dijabarkan dalam Permensos RI Nomor
106/HUK/2009 tentang organisasi dan tata kerja Panti Sosial di
lingkungan Departemen Sosial, dengan tugas pokok memberikan
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif,
promotif dalam bentuk memberikan pelayanan bimbingan fisik,
mental, sosial, pelatihan, keterampilan, resosialisasi serta
bimbingan lanjutan, melaksanakan proses pengkajian dan
penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan
dengan tujuan para penyandang disabilitas rungu wicara sehingga
mampu mandiri serta dapat berperan aktif dalam kehidupannya di
masyarakat.
Pemberian nama panti "Melati" diambil dari nama salah satu
penerima manfaat yang sudah berhasil, berprestasi dalam usaha
mandiri yang berasal dari Pasar Baru. Pada 1 Januari 2019
berdasarkan Permensos No. 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan
63
Tata Kerja Unit Pelayanan Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial
nomenklatur lembaga berubah nama dari PSBRW "Melati"
menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik
Rungu Wicara (BRSPDSRW) "Melati" Jakarta.
Perubahan tampuk kepemimpinan dari mulai berdiri sampai
dengan sekarang sebagai berikut :
1. Periode Tahun 1988 s/d 1989 dipimpin oleh Nandang
Suharno, BSW.
2. Periode Tahun 1989 s/d 1991 dipimpin oleh J.B
Soekarno, B.A.
3. Periode Tahun 1991 s/d 1997 dipimpin oleh Lily Soenoto.
4. Periode Tahun 1997 s/d 2001 dipimpin oleh Drs. Achmad
Arwani.
5. Periode Tahun 2001 s/d 2005 dipimpin oleh Drs. Dasuki,
M.Si.
6. Periode Tahun 2005 s/d 2008 dipimpin oleh Dra. Eny
Mapiase.
7. Periode Tahun 2008 s/d 2013 dipimpin oleh Dra. Ignatia
Sri Wuwuh P., M.Si.
8. Periode Bulan Januari s/d Oktober 2013 dipimpin oleh
Dra. Eva Rahmi Kasim, M.Ds.
9. Periode Bulan Oktober 2013 s/d September 2014
dipimpin oleh Dra. Tri Sukreni, M.Si.
10. Periode Bulan September 2014 s/d Januari 2020 dipimpin
oleh Drs. Pujiyanto.
64
11. Periode Bulan Januari 2020 s/d Oktober 2020 dipimpin
oleh Drs. Kiki Riadi, M.Si.
12. Periode Bulan Oktober 2020 s/d sekarang dipimpin oleh
Dra. Puti Chairida Anwar, MM. (Tata Usaha Balai Melati
2020, 2).
B. LOKASI BALAI MELATI
Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu
Wicara (BRSPDRSW) “Melati” merupakan Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Sosial Republik Indonesia yang terletak di Jalan
Gebang Sari No.38, RT.2/RW.5, Kelurahan Bambu Apus,
Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus.
Ibukota Jakarta 13890. No telepon (021) 8444274.
C. VISI, MISI, MOTTO BALAI
1. VISI :
Terwujudnya kesejahteraan sosial bagi penyandang
disabilitas sensorik rungu wicara (PDSRW)
2. MISI :
o Meningkatkan kapabilitas sosial dan tanggung jawab
sosial penerima manfaat BRSPDSRW "Melati"
Jakarta melalui layanan rehabilitasi sosial secara
komprehensif, integratif dan berkelanjutan.
o Meningkatkan akses PDSRW terhadap lingkungan
yang inklusif melalui kerjasama dan sinergitas
dengan berbagai institusi pemerintah, swasta dan
masyarakat.
65
o Melaksanakan dukungan manajemen layanan
rehabilitasi sosial yang akuntabel, efektif dan efisien
sesuai dengan aturan yang berlaku. (Tata Usaha Balai
Melati 2020, 3).
3. Motto
“Produktif, Mandiri, Berdaya saing tinggi.”
D. TUGAS, FUNGSI, DAN PERAN BALAI MELATI
1. Tugas
Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas
Sensorik Rungu Wicara (BRSPDSRW) “Melati” atau bisa
juga disebut dengan nama Balai Melati, ialah Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI yang mempunyai tugas
melaksanakan rehabilitasi sosial kepada penyandang
disabilitas sensorik rungu wicara sebagaimana termaktub
dalam Permensos RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
2. Fungsi
Dalam pelaksanaan tugasnya, Balai Melati
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Pelaksanaan penyusunan rencana program, evaluasi
dan pelaporan.
66
b. Pelaksanaan registrasi dan asesmen penyandang
disabilitas sensorik rungu wicara.
c. Pelaksanaan advokasi sosial.
d. Pelaksanaan rehabilitasi sosial penyandang
disabilitas sensorik rungu wicara.
e. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran kerja, dan
bimbingan lanjut.
f. Pelaksanaan terminasi, pemantauan dan evaluasi
penyandang disabilitas sensorik rungu wicara.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha.
3. Peran
Berikut adalah beberapa peran bagi Balai Melati :
a. Sebagai koordinator program regional penanganan
masalah Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu
Wicara.
b. Sebagai pusat penjangkauan (outreach center)
layanan rehabilitasi sosial bagi Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
c. Sebagai pusat respon kasus dan intervensi krisis bagi
penanganan masalah Penyandang Disabilitas
Sensorik Rungu Wicara.
d. Sebagai lembaga percontohan nasional dalam
layanan rehabilitasi sosial bagi penanganan masalah
Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
e. Sebagai pusat penguatan kelembagaan dan kapasitas
bagi Panti milik Pemerintah Provinsi/ Kota/
67
Kabupaten, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),
masyarakat dan Lembaga Penyelenggara Rehabilitasi
Sosial lainnya yang menangani masalah Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
f. Sebagai pusat pengembangan model layanan
rehabilitasi sosial bagi Penyandang Disabilitas
Sensorik Rungu Wicara.
E. DASAR HUKUM
Balai Melati memiliki dasar hukum dalam menjalankan
kelembagaannya, diantaranya sebagai berikut :
1. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia;
2. Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial;
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2020 tentang
Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang
Disabilitas;
68
8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 25 Tahun 2012 tentang
Standar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas oleh
Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial
9. Peraturan Menteri Sosial Nomor 06 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Standar Operasional
Prosedur Administrasi Pemerintahan Kementerian Sosial
10. Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial;
11. Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Standar Rehabilitasi Sosial dengan Pendekatan Profesi
Pekerjaan Sosial;
12. Peraturan Menteri Sosial Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Standar Habilitasi dan Rehabilitasi;
13. Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di
Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial;
14. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Standar Nasional Rehabilitasi Sosial;
15. Pedoman Kerja Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Tahun 2018, Direktorat Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas, Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Sosial.
69
F. STRUKTUR ORGANISASI BALAI MELATI
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Balai Melati
periode Oktober 2020 – Mei 2021
Sumber : https://melati.kemsos.go.id/struktur-organisasi
G. SUMBER DAYA MANUSIA
Berikut adalah klasifikasi pegawai yang ada di Balai Melati :
1 Status Pegawai
PNS 37 Orang
Tenaga Kontrak 23 Orang
2 Golongan Kepangkatan
Gol. IV 6 Orang
Gol. III 19 Orang
Gol. II 11 Orang
Gol. I 1 Orang
3 Tingkat Pendidikan Formal
70
Pasca Sarjana 4 Orang
Sarjana 18 Orang
D3 5 Orang
SLTA/SMK 8 Orang
SLTP 2 Orang
4 Jabatan Struktural
Kepala Balai 1 Orang
Kepala Subbag Tata Usaha 1 Orang
Kepala Seksi Rehabilitasi
Sosial 1 Orang
Kepala Seksi Asesmen dan
Advokasi 1 Orang
Tabel 3.1
Tabel Sumber Daya Manusia Balai Melati
Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 6)
H. SARANA DAN PRASARANA BALAI MELATI
Dalam rangka untuk lebih meningkatkan program pelayanan
rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas rungu wicara yang
dibina dalam Balai, maka harus didukung dengan sarana gedung,
transportasi, dan sarana bimbingan yang memadai sehingga dapat
dijadikan Balai percontohan. Adapun fasilitas sarana yang dimiliki
adalah :
1 Sarana Gedung
Luas Tanah Balai 9.740 m2
Gedung Kantor 400 m2
71
Asrama Penerima Manfaat (Putra/Putri) 7
Gedung
2.172 m2
Aula / Gedung Serbaguna 250 m2
Ruang Kelas (3 Lokal) 180 m2
Ruang Assessment 37 m2
Ruang Bina Suara/ Kedap Suara 10 m2
Ruang Bina Olahraga 86 m2
Ruang Makan dan Dapur Umum 270 m2
Gedung Keterampilan 440 m2
Musholah 100 m2
Ruang Laboratorium Computer 28 m2
Ruang Speak Theraphy 37 m2
Ruang Instalasi Produksi 80 m2
Ruang Poliklinik 12 m2
Ruang Perpustakaan 18 m2
Ruang Rapat 30 m2
Ruang Dinas Pimpinan 66 m2
Ruang Dharma Wanita 8 m2
Guest House 195 m2
Rumah Dinas Pegawai 246 m2
Gudang dan Garasi 278 m2
Pos Jaga Satpam 12 m2
2 Sarana Transportasi
Kendaraan Operasional Roda 6 (Mini bus) 1 Unit
Kendaraan Operasional UPSK 1 Unit
Kendaraan Operasional Ambulan 1 Unit
72
Kendaraan Operasional Dinas Kepala Balai 1 Unit
Kendaraan Operasional Roda 2 (Motor) 9 Unit
Kendaraan Operasional Roda 4 (Kijang) 1 Unit
3 Sarana Bimbingan
Sarana Bimbingan Sosial
Meja dan Kursi Belajar
Papan Tulis
Alat Peraga
Alat Tulis Menulis
Buku-Buku Bacaan
TV dan DVD untuk Visualisasi
Speech trainer
Lemari Buku
Sarana Bimbingan Keterampilan
Peralatan Keterampilan Menjahit
Peralatan Keterampilan Kerajinan Tangan
Peralatan Keterampilan Tata Boga
Peralatan Keterampilan Pertukangan Kayu
Peralatan Keterampilan Salon/ Tata Rias
Peralatan Keterampilan Las
Peralatan Keterampilan Komputer
Peralatan Keterampilan Percetakan
Peralatan Keterampilan Musik Angklung
Sarana Bimbingan Fisik/ Mental
Musholah
Peralatan Olahraga
73
Tabel 3.2
Tabel Sarana Prasarana Balai Melati
Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 7-8)
Gambar 3.2
Gambar Sarana Prasarana Balai Melati
Sumber : Dokumentasi Pribadi
I. SUMBER DANA BALAI MELATI
Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu
Wicara (BRSPDRSW) “Melati” merupakan Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Sosial Republik Indonesia, sumber dana yang
diperoleh BRSPDRSW Melati sepenuhnya merupakan dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), bukan melainkan dari
donator atau yang lainnya.
74
J. KERJASAMA BALAI MELATI
BRSPDRSW Melati bekerjasama dengan pihak-pihak tertentu
di dalam menjalankan perannya sebagai lembaga. Seperti
bekerjasama dengan :
- Perusahaan, Home Industri
- Perguruan Tinggi
- Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), Lembaga
Pelatihan Kerja (LPK)
- Dinas Sosial, Disnaker, Rumah Sakit, dan lembaga
lainnya
- Yayasan Sosial, SLB, dan Lembaga Kessos.
K. JANGKAUAN WILAYAH PELAYANAN BALAI
MELATI
Balai Melati dalam melakukan pelayanannya sudah
menjangkau beberapa daerah yang ada di Indonesia, berikut
adalah nama-nama daerah tersebut :
Pulau Sumatera Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Riau
Provinsi Sumatera Barat
Kepulauan Riau
Provonsi Jambi
Provinsi Bengkulu
Provinsi Sumatera Selatan
75
Provinsi Lampung
Pulau
Kalimantan
Kalimantan Utara
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Pulau Jawa Jawa Barat
Banten
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
Tabel 3.3
Tabel Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati
Gambar 3.3
Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati
76
Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 12)
L. SASARAN DAN KRITERIA PENERIMA MANFAAT
Sasaran penerima manfaat bagi BRSPDRSW Melati ialah
para penyandang disabilitas rungu wicara yang ada di masyarakat
yang membutuhkan rehabilitasi sosial.
Dengan kriteria persyarataan sebagai berikut :
1. Penyandang disabilitas rungu wicara,
2. Tidak disabilitas ganda,
3. Umur 18 – 35 tahun,
4. Bersedia diasramakan,
5. Bersedia menaati peraturan Balai (Tata Usaha Balai
Melati 2020, 9).
M. PROGRAM BALAI MELATI
Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai beberapa
program yang ada di BRSPDRSW Melati :
1. Rehabilitasi Sosial Tingkat Lanjut/ Reguler
a. Waktu pelayanan
Lama pelayanan dalam Balai adalah maksimal dua
bulan.
b. Kriteria Calon Penerima Manfaat
- Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu
Wicara tidak disabilitas ganda,
- Usia 18 – 35 tahun ,
77
- Lulus sleksi penerimaan,
- Mampu berkomunikasi Bahasa isyarat (SIBI/
BISINDO) maupun verbal,
- Belum menikah dan tidak akan menikah
selama mendapatkan layanan,
- Diprioritaskan dari keluarga ekonomi kurang
mampu.
2. Regional Potential Network (RPN)
Kegiatan rehabilitasi sosial berbasis jaringan kerja di
Provinsi/ Kota/ Kabupaten yang mengedepankan senergitas
antar Lembaga, menjaring semua stakeholder untuk dapat
berpartisipasi dan berkontribusi terhadap penanganan
masalah Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
a. Waktu pelayanan
Disesuaikan dengan kebutuhan wilayah.
b. Kriteria Calon Penerima Manfaat
- Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara,
- Usia 1 – 50 tahun,
- Diprioritaskan dari keluarga ekonomi kurang
mampu.
3. Respon Kasus dan Rumah Aman (Time-Bond Shelter)
Penanganan kasus dan intervensi krisis bagi Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara yang mengalami
kedaruratan seperti keterlantaran lintas provinsi, mperlakuan
78
salah terhadap penyandang diabilitas, mengalami tindak
kekerasan, eksploitasi serta keadaan krisis lainnya. Upaya
yang dilakukan ialah pendampingan dan penanganan kasus.
Dengan lama pelayanan dalam Rumah Aman adalah
maksimal 14 hari kerja.
Kriteria calon penerima manfaat pada program ini ialah:
- Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara,
- Usia 1 – 50 tahun,
- Dalam keadaan/ situasi darurat (krisis)
4. Instalasi Produksi
Instalasi produksi merupakan fasilitas penunjang
pengembangan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas
sensorik rungu wicara berupa instalasi keterampilan/
vokasional yang antara lain : menjahit, tata boga, keramik/
gerabah, desain grafis/ percetakan dan sangkar burung.
Upaya yang dilakukan ialah pendampingan, peningkatan
wawasan entrepreneur, pengembangan skill keterampilan
dan pemasaran produk. Lama pelayanan program ini adalah
maksimal 1 (satu) tahun yang bersifat on-off.
Kriteria calon penerima manfaat pada program ini ialah:
- Alumni penerima manfaat BRSPDRSW Melati,
- Usia 18 – 45 tahun,
- Belum menikah dan tidak akan menikah selama
mengikuti kegiatan IP
79
- Memerlukan layanan peningkatan wawasan
entrepreneur dan pengembangan skill.
5. PAK RW
Pelayanan Audiometer Keliling dan Konseling Bagi
Penyandang Disabilitas Rungu Wicara (PAK RW) adalah
layanan jasa konseling dan pemeriksaan tingkat atau ambang
batas pendengaran seseorang dan jenis gangguan
pendengarannya dengan menggunakan alat audiogram
ditempat yang mudah dijangkau oleh penyandang disabilitas
rungu wicara, keluarga, dan masyarakat.
Kriteria calon penerima manfaat pada program ini ialah:
- Penyandang disabilitas sensorik rungu wicara,
keluarga, dan masyarakat umum,
- Usia 1 – 45 tahun,
- Memerlukan layanan dasar seperti terapi/ bina wicara,
konseling dan layanan pemeriksaan pendengaran/
deteksi dini.
6. Pemberian Alat Bantu Dengar
Penyaluran dan pemberian bantuan sosial bagi penyandang
disabilitas sensorik rungu wicara berupa alat bantu dengar
(ABD / Hearing Aids). Kriteria calon penerima manfaat pada
program ini berusis 1 – 50 tahun (Tata Usaha Balai Melati,
n.d.).
80
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam data dan temuan penelitian ini peneliti membahas
tentang proses penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas
tunarungu di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas
Sensorik Rungu Wicara Melati (Balai Melati). Penelitian ini
berfokus pada bagaimana proses penyaluran tenaga kerja terhadap
pemberdayaan ekonomi penerima manfaat di BRSPDRSW
Melati.
Untuk mengetahui proses penyaluran tenaga kerja yang
dilakukan Balai Melati, peneliti menggunakan teknik wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan peneliti
terhadap sebanyak 13 responden. Berikut adalah daftar nama
responden dalam penelitian ini.
No Nama
Responden
Keterangan
1 Bapak Romal Uli
Jaya Sinaga
Kepala seksi layanan
rehabilitasi sosial
2 Ibu Sherly
Natalia
Kepala seksi assessment dan
advokasi sosial
3 Ibu Irma Pekerja Sosial
4 Bapak Sulis Pekerja Sosial
5 Ibu Diah Bagian Pendaftaran (seksi
assessment)
81
5 Bapak Samin Instruktur Tata Rias Salon
6 Ibu Grin Instruktur Tata Boga
7 Bapak Umar Instruktur Komputer
8 Bapak Supriatna Instruktur Desain Grafis
9 Ibu Rosita Instruktur Kerajinan Tangan
10 Ibu Sri Hartati Instruktur Jahit Putri
11 F Alumni PM Balai Melati
12 D Alumni PM Balai Melati
13 B Alumni PM Balai Melati
Tabel 4.1
Responden Penelitian
Sebagaimana yang diketahui bahwa tujuan penelitian yang
terdapat dalam BAB I ialah untuk mendeskripsikan proses dan
hasil dari pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja
yang dilakukan oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati), adapun untuk
mencapai tujuan penelitian tersebut maka penelitian akan
mendeskripsikannya dalam beberapa uraian berikut.
A. Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran
Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Tunarungu di
Balai Melati
1. Pendekatan Awal dan Penerimaan
Sebelum melakukan proses penyaluran tenaga kerja,
dibutuhkan persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut
melalui beberapa tahapan, Balai Melati melakukan yang
82
namanya tahap awal pendaftaran, proses pendaftaran
dilakukan secara online, seperti yang dikatakan Ibu Diah
seperti berikut :
“Melalui online kalau sekarang, jadi yang pertamakan
di pendaftaran itu ada nomor hp saya dan nomor pak
Bambang, nah kalau sudah ketemu nomornya baru
beliau kontak saya atau Pak Bambang untuk
menanyakan proses masuk balai.” (Ibu Diah, 30 Juni
2021).
Informasi mengenai pendaftaran tidak hanya melalui
web saja, tetapi juga dilakukan oleh petugas yang sudah
disiapkan oleh Balai Melati untuk melakukan sosialisasi ke
lembaga-lembaga terkait seperti dinas sosial, juga SLB
(Sekolah Luar Biasa) untuk mensosialisasikan bahwa
Balai Melati ialah balai yang akan menerima pelayanan
disabilitas rungu wicara. Tujuan sosialisasi tersebut
tentunya bermanfaat bagi dinas sosial juga SLB-SLB yang
ingin menyalurkan anak murid atau warga mereka untuk
mendapatkan rehabilitasi sosial. Penjelasan diatas
berdasarkan penuturan hasil wawancara dengan Ibu Sherly
seperti berikut :
“Intinya di tahap ini sosialisasi ke dinas sosial atau
SLB-SLB tentang kegiatan-kegiatan kita. …Kalau ada
anak dengan kriteria yang memenuhi sasaran balai
kami, silahkan dikirim ke balai kita.” (Ibu Sherly, 16
April 2021).
Apabila telah melalui proses pendaftaran, CPM (Calon
Penerima Manfaat) akan melalui proses sleksi atau
identifikasi berkas yang akan dipilih berdasarkan
83
persyaratan yang ada di balai, apabila seluruh berkas telah
lengkap, maka calon penerima manfaat akan diterima
sebagai penerima manfaat di Balai Melati, seperti yang
dikatakan Ibu Sherly dan Ibu Diah :
“Disini juga kita mengidentifikasi PM nya bener ga
disitu rungu wicara dengan kriteria yang memang
sudah kita tentukan.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).
“Pendaftaran dulu, kalau memang persyaratannya
sudah memungkinkan, sudah lengkap terutama kalau
disini kita menerima tunarungu murni dan tidak cacat
ganda, lalu baru kita mengadakan pemanggilan
melalui orangtuanya, kalau sudah pemanggilan si
calon PM itu baru ke balai melakukan wawancara,
tahap keduanya.” (Ibu Diah, 30 Juni 2021).
Setelah berkas yang diberikan CPM sudah lolos dari
sleksi, selanjutnya CPM akan menunggu untuk proses
pemanggilan, dikarenakan masa ATENSI dengan sistem
on-off, maka proses pemanggilan bersifat waiting list,
seperti yang dikatakan Ibu Diah :
“Siapa yang daftar duluan, itu yang kita panggil lebih
dulu. Disini kan waiting list, nah apabila ada yang
keluar, baru kita ada pemanggilan, karena kita
sistemnya on-off.” (Ibu Diah, 30 Juni 2021).
Ketika dalam proses pemanggilan, CPM yang
mendaftar melalui Dinas Sosial dan SLB, akan memenuhi
panggilan ke balai bersama perwakilan dari Dinas Sosial
dan juga guru SLB, tetapi apabila CPM mendaftar secara
mandiri maka CPM akan memenuhi panggilan secara
mandiri juga.
84
CPM akan melakukan proses wawancara, didalam
wawancara ini juga dilakukan tahap motivasi yang
dilakukan kepada pihak keluarga calon penerima manfaat
untuk percaya dengan pihak Balai akan bertanggung jawab
dengan anak-anak orangtua tersebut. Sebagaimana yang
dikatakan Ibu Sherly dalam proses wawancara, bahwa :
” Terus, kita kasih juga motivasi yang kadang-kadang
ada yang orang tua juga yang tidak bisa melepaskan
anaknya nih untuk ke balai, karena mainset orang kan
beda ya tentang asrama itu yaaa, misalnya mainset
asrama makannya ga enak, disana nnti sepi, gitu.”
(Ibu Sherly, 16 April 2021).
Setelah melakukan wawancara, CPM akan di
dampingi untuk melakukan beberapa kelengkapan berkas
yang harus diisi di tahap ini termasuk juga kontrak awal,
dan apabila kelengkapan berkas tersebut sudah selesai,
maka CPM akan resmi mengikuti pelayanan di balai dan
langsung menjalani proses assessment, penjelasan tersebut
berdasarkan apa yang dikatakan Ibu Diah berikut :
“Di tahap mau masuk balai, pengisian berita acara,
disaat sudah pemanggilan, tanda tangan kontrak mau
mengikuti pelayanan di balai, kalau memang siap mau
ikut pelayanan di balai si PM itu tidak boleh menikah,
harus sopan santun, mengikuti tata karma, baru
diterima. Untuk tahap awal pendaftaran ya mba,
persyaratan itu lengkap semua, ada dari mulai
pendaftaran, surat pernyataan, berita acara
penerimaan, kontrak layanan, dan form asesmen.
Kalau memang sudah diwawancara, berarti sudah
masuk balai langsung, mengikuti pelayanan di
asesmen. Wawancara sudah, baru masuk balai kalau
sudah memenuhi syarat.” (Ibu Diah, 30 Juni 2021).
85
Gambar 4.1
Gambar Surat Permohonan
Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran
Gambar 4.2
Gambar Surat Pernyataan Orang Tua CPM
Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran
86
Gambar 4.3
Gambar Surat Pernyataan Hasil Sleksi
Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran
Gambar 4.4
Gambar Kontrak Perjanjian dan Layanan
Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran
87
Gambar 4.5
Berita Acara Penerimaan PM
Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran
Selain tahapan pendaftaran penerimaan CPM, Balai
Melati di dalam tahapan ini mempersiapkan petugas yang
sudah dipilih dan akan ditugaskan sebagai petugas
penyaluran, kegiatan ini disebut juga dengan penjajakan
penyaluran ke perusahaan-perusahaan. Di dalam proses
penjajakan ini, para petugas akan melakukan penjajakan
ke perusahaan-perusahaan, mencari peluang kerja.
Penjelasan tersebut berdasarkan hasil pemaparan Pak Sulis
dalam proses wawancara berikut :
“Kita ada yang namanya itu penjajakan penyaluran,
nah disitu biasanya petugas-petugas penyaluran kita
melakukan penjajakan ke perusahaan-perusahaan,
atau mencari peluang kerja, atau mensosialisasikan
tentang balai ini yang telah kita lakukan. Jadi, kita
memberitahukan kepada halayak perusahaan atau
segala macam itu agar mereka tau bahwa ada
88
diantara semua kehidupan itu ada mereka, mereka
juga memiliki kesempatan.” (Pak Sulis, 11 Mei 2021).
Dan dari pernyataan Pak Sulis tersebut, juga
menjelaskan bahwasanya, tujuan dari penjajakan ini,
selain mencari peluang kerja untuk para PM, juga untuk
mensosialisasikan bahwa disabilitas memiliki kesamaan
hak untuk bekerja. Apabila proses penjajakan itu
mendapatkan peluang, maka para petugas akan terus
melakukan pendekatan, seperti apa nanti proses
recruitment nya, apabila mencapai kesepakatan, baru lah
dilanjutkan dengan proses MOU (Memorandum Of
Understanding).
2. Asesmen (assessment)
Balai Melati memiliki instrumen assessment Pemerlu
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dari Kementerian
Sosial RI, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas. Di dalam proses assessment terdapat dua
proses assessment yang akan dilakukan kepada PM. Yang
pertama ialah assessment awal, pelaksananaan assessment
awal ini pada saat pertama kali PM datang ke Balai
bersama orang tua PM. Kemudian dilanjutkan dengan
proses assessment komperhensif, assessment
komperhensif yakni adalah assessment keseluruhan yang
dilakukan kepada PM. Penjelasan tersebut berdasarkan
yang dikatakan Ibu Irma dalam proses wawancara
penelitian bahwa :
89
“Kita wawancara, ada assessment awal, assessment
awal itu waktu pertama PM datang kesini kita
melakukan assessment awal, masing ada orang tuanya
kita wawancara dengan orang tuanya, nanti dilanjut
dengan assessment komperhensif yaitu assessment
keseluruhan, dari segi wicaranya, SIBI nya, fisiknya,
kemampuan dasarnya, secara psikologinya.” (Ibu
Irma, 30 April 2021).
Dan juga berdasarkan penelusuran online, definisi
assessment lainnya seperti pernyataan Ibu Puti kepala
Balai Melati dalam web resmi Balai Melati (Balai
Disabilitas Melati 2021) :
“Asesment awal dilakukan untuk memperoleh
gambaran umum mengenai penyandang disabilitas
dan keluarganya, sedangkan assessment komprehensif
merupakan penelaahan informasi yang dilakukan
berbagai ahli untuk mendapatkan informasi yang
lengkap mengenai permasalahan, potensi serta
kebutuhan penyandang disabilitas berkaitan dengan
aspek medis, legal, fisik, mental, spiritual, psikososial,
minat, bakat dan dukungan keluarga dalam
pengasuhan penyandang disabilitas.”
Menurut studi dokumentasi yang peneliti lakukan di
lapangan, isi dari instrumen assessment awal dan
assessment komprehensif berbeda. Pada instrumen
assessment awal terdiri dari beberapa sub kategori yang
harus diisi seperti, Identitas calon Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS), pendidikan terakhir,
program/rehabilitasi/bantuan/pelatihan yang pernah
diikuti, identitas orang tua/ wali, identitas keluarga (suami/
istri/ anak PPKS), kondisi kedistabilitasan calon PPKS,
status kesehatan calon PPKS, kondisi psikologis, kondisi
90
sosial, kondisi mental/ spiritual, respon darurat, masalah,
harapan, potensi sumber kesejahteraan sosial, analisis
pekerja sosial, rekomendasi. Sedangkan pada instrument
komprehensif terdiri dari beberapa sub kategori seperti
identitas PPKS, riwayat kedisabilitasan, kondisi biologis,
kondisi psikologis, kondisi sosial, kondisi mental/
spiritual, pengetahuan dasar, permasalahan dan kebutuhan,
potensi sumber kesejahteraan sosial, analisis hasil
asesmen, rekomendasi layanan.
Dan melalui hasil wawancara dari instrument
assessment tersebut, Balai Melati akan mengetahui hasil
permasalahan apa yang sedang PM rasakan, dan juga
untuk mengetahui kebutuhan apa yang urgent untuk PM
saat ini. Penjelasan tersebut seperti yang dikatakan Ibu
Sherly dalam kutipan wawancara berikut:
“Jadi kita lihat nih dari awal kita wawancara dengan
form assessment kami, nnti kita cek disitu nanti
kebutuhan anak nih apasi kedepannya….”(Ibu Sherly,
16 April 2021).
3. Rencana Intervensi
Balai Melati di dalam melaksanakan tahapan ini
melaksanakan rapat bersama dengan para pekerja yang ada
di Balai seperti pekerja sosial, psikolog, terapis, pejabat
struktural, serta jajaran lainnya yang berkepentingan
dalam hal ini. Dalam perbincangan tersebut, akan
membahas terkait program apa yang akan dilakukan untuk
91
setiap PM dalam dua bulan masa Asistensi Rehabilitasi
Sosial (ATENSI) dua bulan setelah PM tersebut masuk.
Gambar 4.6
Gambar Pelaksanaan Rencana Intervensi
Sumber : https://melati.kemsos.go.id/
Tahapan perencanaan akan dilakukan setelah
melakukan tahap assessment kepada masing-masing PM ,
dengan hasil yang didapat dari wawancara assessment
bersama PM, petugas dapat menentukan bimbingan atau
pelayanan apa yang cocok untuk PM. Sehingga proses
pelayanan tidak akan salah sasaran. Seperti yang Ibu
Sherly katakan dalam kutipan wawancara berikut :
“Setelah kita melakukan tahapan assessment kita
biasanya kumpul bersama dengan ada psikolognya,
terapi wicaranya, peksosnya, kita menentukan
rencana intervensi untuk anak ini apa untuk 2 bulan
ini, misalnya si anak butuh penguatan mental, nanti
peksosnya lah yg merujuk ke pembimbing mentalnya,
atau ini anak butuh terapi wicara. Ada terapi fisik
yang berarti ya kesehatan, terapi psikososisal ya lebih
92
ke kehidupan sehari-hari mereka seperti apa, terapi
mental lebih ke mental agamanya, penguatan mental
ketika dia sudah di dunia usaha, kekuatan mental
apabila mereka membandingkan gaji mereka. Terapi
penghidupan itu keterampilan/ vokasional.” (Ibu
Sherly, 16 April 2021).
Dan,
“Misalnya si A setelah lulus dari sini dia ingin buka
usaha makanan dengan ibunya dirumah, berarti kita
arahkan ke keahlian tata boga. Atau mereka dirumah
sudah punya usaha jahit dan anaknya (PM) yang
meneruskan, berarti kita arahkan ke keahlian
menjahit.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).
Dari kutipan tersebut, dapat dijelaskan bahwa apabila
hasil dari assessment lebih menunjukkan ketertarikan dan
kebutuhan PM di dalam suatu keterampilan (hardskill)
vokasional, maka akan dibuat perencanaan program ke
kelas bimbingan yang akan didampingi oleh guru
keterampilannya dan juga pekerja sosial akan membina
PM dalam menjalankan bimbingan keterampilan tersebut.
Dan juga Balai Melati sebagai Balai Rehabilitasi
Sosial, merencanakan untuk memberikan penguatan PM
secara softskill, agar PM memiliki kepercayaan diri, dan
dapat meningkatkan keberfungsian sosialnya, juga
meningkatkan mental psikologisnya. Seperti yang Bapak
Romal katakan bahwa:
“…yang pertama memang kami disini menyiapkan
mereka secara softskill nya, ada kepercayaan dirinya,
meningkatkan keberfungsian sosialnya, meningkatkan
mental psikologisnya, artinya secara softskill kita
93
siapkan terutama untuk bisa misalnya masuk dunia
kerja.” (Pak Romal, 29 Maret 2021).
Selain itu, Balai Melati sebagai balai rehabilitasi sosial
juga tentunya memiliki tugas pokok dan fungsi untuk
mengembalikan keberfungsian sosial para PM terutama
dalam aspek ekonomi. Oleh karenanya, Balai Melati
sebagai balai rehabilitasi sosial akan menyempurnakan
proses pemberdayaan dengan menyalurkan para PM untuk
dapat bekerja di perusahaan-perusahaan yang sudah
bermitra dengan pihak balai. Perencanaan ini dilakukan
dikarenakan melihat kepentingan untuk memberdayakan
PM juga melengkapi keberfungsian mereka secara
ekonomi. Penjelasan tersebut sebagaimana penuturan hasil
wawancara dengan Bapak Romal seperti berikut:
“..rehabilitasi sosial itu disempurnakan jika mereka
bisa disalurkan bekerja. Karena disitu ada
kemampuan keberfungsian sosialnya, ekonominya
,bagaimana dia dapat memandirikan dirinya pasca
terminasi dari kita. Poinnya sih itu, bagaimana
mereka melengkapi keberfungsiannya secara
ekonomi, itu yang paling urgent. Kedua, ya memang
karena visi misi kita itu tentang menyiapkan anak
menjadi mandiri, artinya bagaimana dia memberikan
kehidupan yang layak bagi dirinya dan juga dapat
membantu lingkungan sekitarnya baik itu
keluarganya. Di segi ekonomi, dimana dia dapat
mencukupkan dirinya dengan upah yang didapatkan.
Bekerja tidak hanya menunjukkan eksistensi, dia juga
butuh sesuatu yang bersifat ekonomis untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dan memang dari dulu kita
mempunyai networking dengan berbagai macam
perusahaan, dan memang untuk memberikan
kesempatan bagi anak-anak penyandang disabilitas
94
dalam rujukan dari kita.” (Pak Romal, 29 Maret
2021)
Ketika terjadi proses penyaluran kerja, maka terapi
penghidupan yang sudah dipilih oleh PM akan disesuaikan
dengan kompetensi yang dibutuhkan di dalam lowongan
pekerjaan tersebut, seperti yang dikatakan Bapak Romal
seperti berikut :
“Misalnya dia di tata boga biasanya masak-memasak
berarti kita arahkan ke perusahaannya ke Burger
King yang sudah menjadi partner kita karena sudah
mau menerima anak-anak kita. Misalnya juga dalam
keterampilan komputer, untuk bagaimana dia nanti di
dunia kerja bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat administratif di komputer, melakukan
laporan-laporan di komputer, juga membuat
presentasi.” (Pak Romal, 29 Maret 2021).
Balai Melati dalam melakukan perencanaan memiliki
tujuan utama yakni menjadikan para PM yang dibina
menjadi pribadi yang mandiri, dan sebagai manusia sosial
pada umumnya yaitu balai berharap agar PM dapat
diterima di dalam kehidupan bermasyarakat, seperti yang
dikatakan Ibu Irma seperti berikut ini :
“Yang pasti kemandirian ya yang utama, juga supaya
PM ini bisa mandiri bisa diterima di masyarakat, yang
kedua pastinya untuk meningkatkan taraf ekonomi
mereka.” (Ibu Irma, 30 April 2021).
Dan pada tahun ini rencana pelayanan di masa
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) hanyalah selama
dua bulan saja, Balai Melati ingin menjangkau lebih
banyak penyandang disabilitas yang ingin direhabilitasi.
95
Penjelasan tersebut berdasarkan hasil kutipan wawancara
dengan Ibu Sherly seperti berikut :
“Kalau dulu kan kita pelayanan 2 tahun, terus ada
juga 6 bulan, dan sekarang masa atensinya itu hanya
2 bulan. Dua bulan itu kita usahakan sudah mandiri
nanti pulangnya.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).
Di tahun sebelumnya, Balai Melati menjalankan
pelayanan resosialisasi, yaitu pelayanan yang diadakan
guna untuk mengarahkan para PM untuk melakukan PBK
(Praktek Belajar Kerja) atau seperti magang selama
sebulan di perusahaan-perusahaan yang bermitra dengan
Balai Melati. Tetapi pada tahun ini dengan minimnya masa
ATENSI yakni hanya dua bulan saja, maka pelayanan
tersebut tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. Seperti
yang Ibu Sherly katakana dalam sesi wawancara dengan
peneliti sebagai berikut :
“Resosialisasi itu biasanya kita sebelum pandemi,
anak-anak kita arahkan untuk PBK (Praktek Belajar
Kerja) di perusahaan-perusahaan yang bermitra
dengan kita dengan jangka waktu sebulan. Tapi kalau
di program ATENSI ini, tidak bisa kita harapkan
karena waktunya sangat sedikit, dan sepertinya tidak
dapat dilaksanakan.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).
4. Intervensi
a. Jadwal kegiatan penerima manfaat
Di dalam melaksanakan kegiatan, PM memiliki
jadwal keseharian yang sudah dibuat oleh petugas
balai, melalui studi dokumentasi terhadap petugas
96
Balai Melati, maka didapatkan tabel jadwal kegiatan
PM seperti berikut :
Gambar 4.7
Jadwal Kegiatan Penerima Manfaat Balai Melati
Tahun 2021
Sumber : Studi Dokumentasi
97
b. Keterampilan softskill
Melalui studi dokumentasi yang dilakukan peneliti
terhadap petugas Balai Melati, terdapat beberapa
pelaksanaan softskill yang ada di Balai Melati, maka
didapatkan tabel jenis keterampilan softskill seperti
berikut :
No Nama
Bimbingan Kegiatan
1 Terapi
Fisik
Senam Jasmani yang dilakukan setiap
hari jumat pagi.
Olahraga rutin, dengan cabang olahraga
sesuai bakat dan minat.
Terapi fisik prestasi, dengan mengikut
sertakan PM dalam event lomba olahraga
baik skala provinsi maupun nasional.
Outbond, pramuka, dan latihan fisik
bersama pelatih dari Babinsa setiap hari
sabtu.
Latihan karate di jum’at malam.
2 Terapi
Psikososial
Terapi pengetahuan dasar yang dilakukan
di dalam kelas.
Terapi ADL (Kemampuan dasar hidup
sehari-hari).
Terapi psikososial (pendampingan sosial)
oleh pekerja sosial.
98
Rekreasional (wisyawisata).
Terapi ekstrakulikuler angklung, seni tari,
nyanyian isyarat, dan melukis.
3 Terapi
Mental –
Spiritual
Terapi mental kedisiplinan bersama
pelatih dari Babinsa setiap hari sabtu
Terapi agama
Terapi budi pekerti
Terapi olah pernafasan dan spiritual
Mahatma
Tabel 4.2
Tabel Keterampilan Softskill
Sebagaimana di dalam proses observasi yang
dilakukan peneliti terhadap kegiatan terapi psikososial,
di masa ATENSI saat ini terapi psikososial berisi
kegiatan yang berhubungan dengan persiapan PM
untuk masuk ke dunia kerja, seperti pembelajaran
mengenali identitas diri, belajar berhitung, dan
membuat CV. Seperti yang dikatakan Ibu Vivi :
“Sekarang kan waktunya sedikit ya, cuma dua
bulan aja, jadi semaksimal mungkin kita siapkan
mereka untuk bisa disalurkan kerja, jadi
pembelajaran yang diberikan fokusnya seperti
ini.” (Ibu Vivi, 10 Juni 2021).
Seperti yang dikatakan Ibu Vivi, di dalam kelas
terapi psikososial ini, masih banyak dari mereka yang
tidak lolos untuk mendaftar kerja, dikarenakan mereka
99
gugur di dalam tes sleksi kerja, mereka masih belum
mengerti dengan hal-hal yang sangat sederhana seperti
identitas diri. Ibu Umi (pendamping PM) berkata :
“Kamu tidak lolos tes kerja ya, iya, mengisi
identitas diri saja kamu tidak tahu, padahal sudah
membawa KTP kamu tinggal tulis saja, tapi kamu
masih belum tahu.” (Ibu Umi, 10 Juni 2021).
Meskipun kebanyakan dari mereka adalah lulusan
SMA, tetapi kemampuan pengetahuan mereka masih
terbatas, perjelasan tersebut seperti apa yang
dituturkan oleh Ibu Vivi (pendamping PM) seperti
berikut :
“Iya mba, meskipun mereka sudah SMA tapi kan
pembelajarannya beda, apalagi mereka juga
sekolahnya kan di daerah, sistem pembelajarannya
belum sebagus disini ya.” (Ibu Vivi, 10 Juni 2021).
Gambar 4.8
Pelaksanaan Keterampilan Softskill
Sumber : Dokumentasi Pribadi
c. Keterampilan hardskills
100
Terapi penghidupan atau keterampilan hardskills,
ialah suatu penunjang dari bisnis proses Balai Melati
sebagai rehabilitasi sosial. Dan dikarenakan di dalam
era globalisasi yang sangat pesat saat ini, Balai Melati
ingin membekali PM dengan sebuah ilmu dan
kegigihan dalam keterampilan yang akan mereka
gunakan di dalam kehidupannya. Pernyataan itu sesuai
dengan apa yang dikatakan Pak Sulis dalam sesi
wawancara, bahwa :
“Karena bisnis proses kita adalah rehabsos, maka
keterampilan itu hanya sebagai proses penunjang,
penunjang dikarenakan Balai adalah rehabsos
yang otomatis yang utama adalah mental PM itu
sendiri, kepribadian dia, perubahan prilaku dia.
Tetapi tidak cukup hanya itu, kami dituntut oleh era
globalisasi yang sangat pesat, maka kita harus
membekali seseorang ini untuk dibekali skill
keterampilannya, otomatis keterampilan yang kita
bekali bukan hanya sekedar ilmu, tetapi menjadikan
dia memiliki kegigihan.” (Pak Sulis 11 Mei 2021).
Di dalam proses keterampilan vokasional, Balai
Melati menggunakan panduan modul pembelajaran di
dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan tersebut.
Proses pemberlajaran keterampilan hardskill seperti
yang dikatakan Pak Sulis dalam sesi wawancara
seperti berikut :
“Yang pertama pasti proses pengenalan dulu ya,
diawal itu ada pengenalan alat, pengenalan
keamanan dalam melakukan pekerjaan,
pengenalan bahan-bahan, baru setelah itu nanti
PM di tes tingkat kemampuannya, apakah masih
101
dasar atau sudah pintar. Kalau sudah pintar, guru
keterampilannya akan mudah mengajarnya, PM
bisa langsung jahit pola kalau di keterampilan
jahit. Kalau PM belum bisa, berarti benar-benar
diajarkan dari awal, dari pengenalan alat-alat.”
(Pak Sulis, 11 Mei 2021).
Menurut observasi dan proses wawancara yang
peneliti lakukan, proses keterampilan vokasional
tersebut dilaksanakan setiap hari senin – jum’at jam 8
pagi – 12 siang. Adapun jenis keterampilan vokasional
yang disediakan oleh Balai Melati sebagai berikut :
1) Menjahit Putri
Keterampilan ini mengajarkan proses menjahit
pakaian wanita dan pakaian anak. Alur
pembelajarannya yakni dimulai dengan pengenalan
alat, membuat pola, tata cara menata pola, cara
menggunting, dan menjahit. Dan di masa ATENSI
saat ini, dengan waktu yang singkat, pembelajaran
yang diberikan dipilihkan yang paling sederhana
cara pembuatannya, seperti pembuatan sarung
bantal. Keterampilan ini mengajarkan PM untuk
bekerja dengan rapi, sehingga dapat aplikasikan
ketika PM di dunia kerja. Sebagaimana penjelasan
tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Ibu Sri
seperti berikut :
“Paling kita ini sesuai dengan cara mengenal
alat-alat menjahit mereka harus tahu cara
menjahit yang rapi, nanti setelah kerja itu jadi
mereka tau etika bersih-bersih juga. Dan
102
sekarang kan cuma dua bulan, jadi ada saran
dari Ibu Pimpinan, untuk cari apa yang kira-
kira dalam dua bulan itu PM sudah bisa
menguasai. Dan sekarang ibu ajarkan cara
membuat sarung bantal dari mulai dasar ibu
kasih caranya.” (Ibu Sri, 14 Juni 2021).
2) Menjahit Putra
Keterampilan ini sama halnya seperti
keterampilan menjahit putri, yang membedakannya
ialah keterampilan ini mengajarkan bagaimana
membuat pakaian pria seperti kemeja batik dan juga
bagaimana membuat celana. Seperti yang dikatakan
Ibu Sri:
“Kalau menjahit pria itu mereka pembuatan
baju pria seperti batik dan juga membuat
celana.” (Ibu Sri, 14 Juni 2021).
Gambar 4.9
Ruang Keterampilan Menjahit Putra
Sumber : Dokumentasi Pribadi
3) Komputer
Keterampilan ini mengajarkan pengaplikasian
Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsoft Power
103
Point. Keterampilan komputer adalah keterampilan
yang fokus tujuannya mengajarkan terkait kegiatan
perkantoran (administrasi). Dalam kegiatan ini,
faktor penghambat yang dirasakan oleh instruktur
dan juga PM ialah komunikasi, dan daya tangkap
setiap anak yang berbeda-beda mengakibatnya
sulitnya pembelajaran berjalan lancar. Penjelasan
diatas sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Pak
Umar dalam kutipan wawancara berikut :
“Paling disini komputer itu menuju target
seperti admin, kasir, jadi ya belajarnya itu di
word, excel, kalau masih ada waktu belajar ke
power point. Jadi lebih belajar tentang aplikasi
perkantoran. Faktor penghambatnya itu karena
kan setiap anak berbeda ya, ada yang mudah
mengerti untuk saya ajarkan, ada yang kurang
mengerti, dan sulit juga dalam komunikasi.”
(Pak Umar, 14 Juni 2021).
Gambar 4.10
Pelaksanaan Keterampilan Komputer
Sumber : Dokumentasi Pribadi
4) Desain Grafis / Percetakan
104
Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara
pembuatan-pembuatan desain menggunakan
aplikasi komputer, untuk membuat pin, spanduk,
logo. Dikarenakan masa ATENSI yang hanya dua
bulan, pembelajaran desain yang dipelajari hanya pin
saja, dari mulai mendesain, membuat ukuran,
kemudian pratek membuat pin menggunakan mesin
cetak. Penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang
dikatakan Pak Supriyatna dalam kutipan wawancara
berikut :
“Disini kan desain grafis dan percetakan, saya
mengingat waktu yang hanya dua bulan, jadi
sesimpel dan seringkat mungkin saya hanya
mengajarkan dasar-dasarnya, dan nanti
percetakannya dipilih salah-satu yang paling
mudah. Misalnya sekarang ada mesin pin, jadi
saya ajarkan mesin pin saja, jadi untuk
pembuatan pin bros, kayak bikin logo pakai
aplikasi edit di komputer.” (Pak Supriyatna, 14
Juni 2021).
Keterampilan ini menyiapkan PM untuk siap di
dunia kerja dengan menerapkan etos kerja dan juga
memupuk mental semangat para PM, pembelajaran
dibuat berulang-ulang agar PM memahami apa yang
diajarkan. Penghambat dalam kegiatan ini ialah
komunikasi dan juga bahan baku yang cepat habis,
kemudian pendukungnya adalah penyemangat dari
teman-temannya, juga perhatian dari guru instruktur
keterampilan.
105
Gambar 4.11
Pelaksanaan Keterampilan Desain Grafis
Sumber : Dokumentasi Pribadi
5) Kerajinan Tangan
Keterampilkan ini mengajarkan berbagai
macam seni kerajinan tangan, Keterampilan ini juga
menggunakan mesin jahit di dalam proses
pembelajarannya. seperti yang dikatakan Ibu Rosita
seperti berikut :
“Seni kerajinan tangan, mulai dari manik-
manik yang bisa dibuat jadi bunga-bunga juga
bisa tas, terus saya juga ke mesin jahit, jadi seni
kerajinan tangannya yang berhubungan dengan
menjahit, kayak bikin tas, bikin taplak meja,
bikin pouch, bikin masker, dan masih banyak.”
(Ibu Rosita, 14 Juni 2021).
106
Gambar 4.12
Ruangan dan Pelaksanaan Keterampilan
Kerajinan Tangan
Sumber : Dokumentasi Pribadi
6) Gerabah
Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara
membuat kerajinan tangan dengan berbahan dasar
tanah liat, dan menghasilkan karya seperti piring,
cangkir, dan lain sebagainya.
7) Las
Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara
membuat berbagai macam perabotan yang berbahan
dasar besi menggunakan teknik las. Pembelajaran
yang diajarkan di keterampilan las seperti membuat
kerangka pot bunga, dan lain sebagainya.
8) Pertukangan Kayu
107
Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara
membuat berbagai barang yang berbahan dasar kayu,
dengan diajarkan berbagai macam teknik cara
pembuatan, keterampilan ini fokus dalam pembuatan
kerajinan kayu seperti sangkar burung.
9) Tata Boga
Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara
membuat kue kering, kue basah, juga pudding.
Instruktur keterampilan tata boga menyiapkan PM
agar siap untuk bekerja melalui keterampilan ini
dengan cara mengulang-ulang pelajaran agar PM
menguasai resep tersebut. Penjelasan tersebut
sebagaimana yang dikatakan Ibu Grin seperti berikut
:
“Yang diajarkan itu mulai dari kue kering, kue
basah, pudding. ..karena kalau disini sebulan
misalnya seminggu kita ajarkan dua macam kue,
tetapi biasanya anak-anak ini kalau tidak diulang-
ulang itu mereka lupa lagi. Jadi lebih baik misalkan
dalam dua bulan PM hanya menguasai dua macam
kue, yaudah kita perdalam.” (Ibu Grin, 14 Juni
2021).
Gambar 4.13
108
Pelaksanaan Keterampilan Tata Boga
Sumber : Dokumentasi Pribadi
10) Salon dan Tata Rias Kecantikan
Keterampilan yang mengajarkan tentang cara
tata rias rambut, tata rias kulit, tata rias wajah, dan
tata rias pengantin. Di masa ATENSI saat ini,
pembelajaran memfokuskan hanya di satu pelajaran
saja yang mereka butuhkan. Seperti yang dikatakan
Bapak Samin sebagai instruktur keterampilan salon
sebagai berikut :
“Tata rias kan juga ada kurikulumnya ya, di
modul memang ada tata rias rambut, tata rias
kulit, tata rias wajah, tata rias pengantin. Kita
nanti sesuai dengan kebutuhan anak yang
mereka niat, terutama ya itu. Kalau untuk
belajarnya itu tentunya di tata rias itu banyak
yang diajarkan, cuman untuk tiga PM ini
ditanya mereka itu maunya apa, ya jadi sesuai
dengan bakat mereka dulu, karena mereka ini
maunya rias wajah rias pengantin, nah nanti
bapak ajarkan untuk rias pengantin.” (Bapak
Samin, 14 Juni 2021).
Meskipun dalam waktu yang sebentar,
instruktur mengusahakan membekali mental PM
untuk berani merias dan tidak takut jika mereka salah
dalam mencoba belajar, agar mereka siap untuk
bekerja. Kendala yang dialami PM dalam
pelaksanaan pembelajaran, yakni terhambat karena
komunikasi.
109
Gambar 4.14
Pelaksanaan Keterampilan Tata Rias
Sumber : Dokumentasi Pribadi
5. Reunifikasi / Reintegrasi
Di dalam tahapan reunifikasi dan reintegrasi, Balai
Melati melakukan penyaluran kerja dan pembersian
bantuan sosial (kewirausahaan mandiri), tapi dalam hal
penelitian ini hanya akan membahas terkait topik
pembahasan penyaluran kerja.
Di dalam proses penyaluran tenaga kerja, terdapat
beberapa tahapan yang harus dilakukan, penjelasan
tersebut akan dijelaskan pada poin-poin berikut ini :
a. CC (Case Conference)
Hampir seluruh kegiatan yang ada di Balai Melati
ini melakukan proses CC, proses CC dilakukan untuk
pembahasan suatu kasus dan untuk mengatasi
persoalan. Persoalan yang dibahas bukan hanya
persoalan kecil saja tetapi CC dilakukan pada setiap
kasus-kasus yang dianggap penting untung dibahas.
110
Selain membahas tentang persoalan-persoalan, di
dalam CC ini juga akan mendapatkan informasi.
Seperti yang dikatakan Pak Sulis :
“… misalnya ada nih dari saya lima anak, dari
sana dua, dari sana tiga. Lalu ternyata di dalam
CC itu ternyata ada yang tanpa sepengetahuan
saya sebagai pendamping, misalnya saya
mendampingi putri di asrama, kebetulan si putri di
asrama itu orang tuanya sering kunjung ke ibu
asrama, suka terselip kata ‘anak saya pokoknya
kalau selesai dari sini, saya akan bawa pulang’,
nah kan itu sebuah informasi.” (Pak Sulis 11 Mei
2021).
Di dalam proses CC penyaluran kerja, pekerja
sosial akan melihat persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan PM, seperti yang dikatakan Pak
Sulis :
“Jadi ya di dalam CC rekrutmen itu tidak gampang
langsung ‘yaudah semuanya bekerja’ bukan
seperti itu, dilihat juga persoalan-persoalannya,
tergantung di pendamping sudah yakin, misalnya
saya nih anak dampingan saya anak daerah (luar
Jakarta) semua itu, kalau di pikir kan mereka itu
jarak jauh, bagaimana kalau dia kerja disini
(Jakarta), bagaimana ini anak kalau ada apa.”
(Pak Sulis 11 Mei 2021).
Apabila setelah memikirkan persoalan tersebut,
peksos (pekerja sosial) akan melakukan kontak
dengan orang tua dari PM tersebut, yang tujuannya
untuk mengadvokasi, juga meyakinkan orang tua
bahwa PM ini memiliki kemauan yang tinggi untuk
bekerja.
111
Di Balai Melati, proses CC penyaluran kerja itu
ialah suatu forum diskusi formal semua pementingan
seperti peksos, pengasuh, instruktur, juga manajemen
struktural. Yang di dalamnya membahas persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan penyaluran kerja
PM. Sebagaimana yang dikatakan Pak Romal untuk
kesimpulan definisi dari CC penyaluran kerja sebagai
berikut :
“CC itu diskusi semua pementingan, peksosnya,
pengasuhnya, intrukturnya, dari manajemen
strukturalnya, ya untuk menentukan anak itu
misalnya mau bertugas ke perusahaan. Seperti
nanti bagaimana kontrak kerjanya, bagaimana
nanti misalnya tempat tinggalnya, misalnya nanti
proses supervisi atau monitoring saat bekerja
disana, nanti kalau ada masalah-masalah siapa
yang akan dikontak oleh perusahaan. Ya hal-hal
yang terkait dengan pekerjannya itu nanti, itulah
yang kita bicarakan di CC. CC disini berdasarkan
case. Proses disini mencari solusi, mencari
kesimpulan dan menentukan.” (Pak Romal, 29
Maret 2021).
112
Gambar 4.15
Gambar Notulensi CC
Sumber : Dokumentasi Pekerja Sosial
Berdasarkan hasil studi dokumentasi milik pekerja
sosial di Balai Melati, proses CC dilakukan dengan
menggunakan notulensi rapat, sehingga pembahasan
dalam CC menjadi terstruktur. Pembahasan di dalam
pelaksanaan CC tidak dapat dibagikan, dikarenakan
hal tersebut bersifat pribadi.
b. Lamaran Kerja dan Interview
Pengumuman lowongan untuk melamar kerja
untuk Penerima Manfaat di Balai Melati dilakukan
melalui pemberitahuan kontak personal antar
lembaga, bukan lowongan pemberitahuan di khalayak
113
umum seperti sosial media. Dikarenakan Balai Melati
telah memiliki bentuk kerja sama dengan perusahaan-
perusahaan yang akan menerima PM dari Balai
Melati. Tetapi apabila ada lowongan pekerjaan untuk
disabilitas yang ada di sosial media umum, pihak Balai
Melati akan mengkonfirmasi terkait informasi
tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Pak Sulis
sebagai berikut :
“Pengumuman lowongan kerja itu biasanya lewat
WA (WhatsApp), contohnya Alfamidi nih
rekuitmen, itu pemberitahuannya itu ke kita via
WA, atau anak-anak melihat pengumuman dan
nanti bilang ke kita, nanti kita tanyakan lagi ke
pihak perusahaan itu.” (Pak Sulis, 11 Mei 2021).
Dalam pembuatan persyaratan lowongan pekerjaan
seperti CV, surat lamaran kerja, dan lain sebagainya,
PM akan didampingi oleh Peksos dalam proses
pembuatannya agar tidak melakukan kesalahan, dan
itu menjadi suatu proses pendampingan di dalam
pelaksanaan terapi psikososial.
Setelah persyaratan sudah dilengkapi, maka
selanjutnya dilakukan rekrutmen. Rekrutmen
berlangsung dalam beberapa tahapan, diantaranya
yaitu pengisian form data diri, tes psikotes, dan
wawancara. Dan pelaksanaan interview pekerjaan
biasanya dilakukan dengan bimbingan dari pihak
Balai Melati apabila perusahaan membutuhkan
bantuan translator dalam berkomunikasi dengan PM.
114
Tetapi apabila perusahaan sudah memiliki translator,
perusahaan akan menjalankan interview dengan
sendirinya. Seperti apa yang dikatakan Pak Sulis
seperti berikut :
“Interview perusahaan dengan cara mereka
masing-masing, seperti pihak Alfamidi, itu tidak
ada pendampingan, karena mungkin sudah
pengalaman juga. Tetapi ada juga perusahaan
yang minta didampingi, seperti Omron, Trimitra,
nah kita dampingin.” (Pak Sulis, 11 Mei 2021).
Gambar 4.16
Proses Rekrutmen
Alfamidi
Sumber :
https://melati.kemsos.go.id/
Gambar 4.17
Proses Tes Rekrutmen
Sumber :
https://melati.kemsos.go.id/
115
Gambar 4.18
PM Menjalani Training di Alfamidi
Sumber : https://melati.kemsos.go.id/
Di dalam pelaksanaan penyaluran ini, Balai Melati
memiliki beberapa hal yang menjadikannya sebagai
faktor pendukung, selain itu terdapat juga faktor
penghambatnya, seperti yang dikatakan Pak Romal
seperti berikut :
“Networking kita sudah siap dengan perusahaan-
perusahaan untuk mempekerjakan para
penyandang disabilitas. Selanjutnya, faktor
pendukung lainnya keinginan yang kuat daripada
klien kita untuk dapat bekerja. Karena memang dia
melihat dari keberhasilan teman-temannya yang
bekerja, jadi ingin kerja juga, tetapi harus melalui
Balai Melati, gitu. Faktor pendukung lainnya ya
balai kita branding nya udah kuat, bahwa disini
adalah tempat yang dimana selesai dari sini para
klien dapat disalurkan bekerja. Dukungan keluarga
dan orang tua juga sangat bermanfaat. …anak-
anak kita ini terkadang tidak sesuai dengan
kualifikasi yang diharapkan perusahaan-
116
perusahaan. Misalnya perusahaan ingin yang
lulusan ijazah SMA, namun kebanyakan anak-anak
kita itu hanya lulus SMP atau SD atau bahkan ga
sekolah. Faktor selanjutnya, kadang kompetensi
hardskillnya itu tidak cocok dengan kebutuhan
perusahaan, karena itu hak perusahaan untuk siapa
yang dapat mereka terima.
Berdasarkan pernyataan diatas, bahwasanya hal-hal
yang dapat menjadi pendorong untuk terlaksananya
penyaluran tenaga kerja seperti repurtasi Balai Melati
sebagai balai rehabilitasi dalam naungan Kementerian
Sosial RI yang baik, dan juga berasal dari kemauan diri
PM. Selain itu hal seperti kualifikasi dan kompetensi
dari para PM yang menyebabkan terhambatnya
pelaksanaan penyaluran kerja.
c. Data penyaluran penerima manfaat
Berikut adalah data nama-nama perusahaan yang
bekerjasama menerima tenaga kerja dari PM Balai
Melati mulai dari batasan tahun 2018;
Tahun
Nama
Perusahaan/
Home Industry
Karakteristik Jumlah
46 2018 L’Oreal Industri
perawatan diri
7
Car Wash
Sparkly -
1
117
PT. Wieda
Sejahtera
Produsen retail
batik
11
PT. Omron
Manufacturing
of Indonesia
Elektronik
3
Metro Garmen Industri
Garmen
4
PT. Harindo - 13
PT. United
Tractor
Distributor
peralatan berat
4
PT. Astra
International,
Tbk
Operation
1
PT. Acset
Indonusa, Tbk
Konstruksi dan
Kontraktor
2
2019 CV. Percetakan
Citra Maju Percetakan
3
47
PT. Astra
International,
Tbk
Operation
1
PT. Wieda
Sejahtera
Produsen retail
batik
11
CV. Imam Jaya
Collection Konveksi
2
CV. Maka Chiki - 1
118
PT. Midi Utama
Indonesia Perdagangan
7
Lilyana Salon Salon 1
PT. Muwon - 1
Burger King Rumah makan
cepat saji
20
2020 Burger King Rumah makan
cepat saji
40
68
PT. Midi Utama
Indonesia Perdagangan
14
PT. Intiwi Elektroda 1
PT. Yasulor
Indonesia
Industri produk
kecantikan
3
Tabel 4.3
Tabel Data Penyaluran PM
Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 11)
6. Terminasi
Tahap terminasi yang dilakukan Balai Melati ialah
ketika peksos pendamping menyatakan bahwa PM
dampingannya sudah dikategorikan layak untuk
diterminasi. Proses terminasi bisa dilakukan pas dengan
masa layanan ATENSI yaitu dua bulan, dan bisa juga
dilakukan kurang dari dua bulan. Seperti yang dikatakan
Ibu Irma seperti berikut ini:
“Terminasi, ya persiapan mereka kelulusan, terminasi
itu kan selesai layanan ya, nanti disitu peksos yang
119
menilai PM sudah layak belum nih untuk di terminasi,
berarti kan peksos harus monitoring terus ya, dan
kalau memang kira-kira sudah bisa untuk terminasi
yaudah langsung terminasi baik itu dua bulan, satu
bulan, atau bahkan dua minggu.” (Ibu Irma, 30 April
2021).
Dan
“Kalau tahun ini terminasi dilakukan secara masing-
masing. Jadi kebutuhan anak-anak ini tidak sama,
misalnya anak yang satu sudah siap diterminasi,
yaudah terminasi, karena yang dia butuhkan sudah
dapat disini, dia sudah siap kalau ingin bekerja atau
ingin buka usaha ya langsung kita terminasi.” (Ibu
Irma, 30 April 2021).
Pada kutipan tersebut, menjelaskan bahwasanya pada
masa ATENSI sebelumnya (sebelum tahun 2021),
terminasi dilakukan secara bersamaan, dibarengi dengan
acara wisuda kelulusan PM. Tetapi di masa ATENSI pada
tahun ini dengan sistem on-off, yang menjadikan proses
terminasi dilakukan secara masing-masing di waktu yang
berbeda. Juga dikarenakan kebutuhan setiap PM tidaklah
sama.
Gambar 4.19
120
Gambar Pelaksanaan Wisuda Tahun 2020
Sumber : https://melati.kemsos.go.id/
Terminasi adalah pemutusan layanan kepada PM yang
ada di Balai Melati, terminasi dilakukan dengan
menggunakan form berita acara. Yang didalamnya
terdapat penandatanganan pihak Balai Melati dengan
orang tua, yang menyatakan bahwa Balai Melati
menyerahkan kembali PM yang sudah mendapatkan
pelayanan rehabilitasi sosial di Balai Melati, untuk
dikembalikan ke pihak orang tua. Penjelasan tersebut
berdasarkan apa yang dikatakan Ibu Irma seperti berikut :
“Terminasi itu kan bentuk pemutusan layanan ya, jadi
mereka sudah tidak dilayani lagi disini, biasanya ada
formnya, kayak berita acara modelnya ya,
penandatanganan pihak Balai menyerhkan kembali
PM yang sudah dilayani disini untuk dikembalikan ke
orang tua, nanti orang tuanya tanda tangan disitu.”
(Ibu Irma, 30 April 2021).
121
Gambar 4.20
Gambar Berita Acara Terminasi
Sumber : Dokumentasi Seksi Asesmen
7. Bimbingan Lanjut
Bimbingan lanjut (binjut) yang dilakukan Balai Melati
terhadap PM dilakukan hanya sesuai kebutuhan, tidak
dilakukan secara terjadwal. Binjut ini dilakukan oleh
pekerja sosial kepada PM bimbingannya, ketika PM
tersebut sudah disalurkan untuk bekerja di suatu
perusahaan tertentu. Ketika PM sudah bekerja di suatu
perusahaan, pendampingan terhadap PM akan terus
dilakukan, apabila perusahaan-perusahaan yang menjadi
tempat PM bekerja mengalami masalah dengan PM
tersebut.
Apabila PM sudah bekerja di suatu perusahaan
tertentu, dan jika perusahaan tersebut mengalami masalah
dengan PM baik dari segi kinerja kerja PM di perusahaan,
maupun dari tingkat produktifitas kerjanya yang rendah di
perusahaan. Pihak Balai Melati akan bertanggung jawab
terhadap PM tersebut, dikarenakan adanya bentuk
kerjasama yang dilakukan antara pihak Balai Melati
dengan beberapa perusahaan tersebut yang menjadikan hal
tersebut masih menjadi tanggung jawab balai, yang akan
melakukan bimbingan lanjut, melakukan motivasi dengan
122
PM tersebut. Pernyataan tersebut seperti apa yang
dikatakan Bapak Romal seperti berikut :
“Karena kita membuat garansi jaminan ke mereka
apabila ada anak-anak bermasalah walau sudah tidak
menjadi tanggungan kita dan sudah menjadi
tanggungan perusahaan karena sudah mandiri.
Namun, faktanya memang kita selalu memberikan
bantuan ke perusahaan apabila ada anak-anak yang
bermasalah, tetap memberikan motivasi ke mereka
agar dapat bekerja baik. Biasanya ada laporan ke
saya, dan nanti akan ada peksos yang mendampingi
anak yang bersangkutan.” (Pak Romal, 29 Maret
2021).
Dan seperti yang dikatakan Ibu Irma, seperti berikut :
“Kita biasanya monitoring, kita binjut (bimbingan
lanjut) kesana, untuk motivasi mereka, dan karena kita
sudah bekerja sama dengan perusahaan, jadi kita
kalau ada kendala atau ada masalah tentang PM kita,
kita siap untuk motivasi kesana. Misalnya ada kendala
dari perusahaan si PM ini males, nanti kita kesana.
Binjut dilakukan sesuai kebutuhan aja, engga yang
setiap bulan juga.” (Ibu Irma, 30 April 2021).
B. Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran
Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Tunarungu
Sebelum melakukan penemuan data penelitian kepada PM
yang sudah bekerja, sebelumnya peneliti telah menjalin relasi
bersama mereka, sehingga memudahkan untuk dapat menjalin
komunikasi secara pribadi dengan mereka meskipun
terkendala dengan susunan tata bahasa komunikasinya.
123
Dalam melakukan penemuan data penelitian kepada para
alumni PM yang sudah bekerja, peneliti menggunakan metode
penelitian wawancara secara daring melalui komunikasi chat
personal, dan dari hasil temuan penelitian, terdapat adanya
hasil yang sudah dirasakan oleh alumni PM melalui
penyaluran tenaga kerja oleh Balai Melati.
Setelah para PM disalurkan bekerja di beberapa
perusahaan, kini mereka disebut dengan alumni PM sebab
mereka sudah melalui tahap terminasi dari Balai Melati.
Setelah alumni PM ini disalurkan untuk bekerja, mereka
sangat senang, terungkap dalam hasil wawancara dengan
alumni PM yang sedang bekerja di Burger King sebagai
berikut :
“Alhamdulillah aku rasa sangat bersyukur udah diterima
lamar kerja di BK, aku gak lama-lama di Balai Melati
langsung kerja.” (D, 27 Mei 2021).
Gambar 4.21
Gambar D Bersama Teman-teman Burger King
Sumber : Dokumentasi Pribadi
124
Setelah alumni PM bekerja di perusahaan-perusahaan
yang berbeda, mereka memiliki banyak teman baru, yang
dimana mereka membuka circle pertemanan baru di dunia
kerja yang membuat mereka lebih senang. Seperti yang
dikatakan F alumni PM Balai Melati yang sedang bekerja di
PT. Omron dalam wawancara berikut :
“Banyak teman disini, senang.” (F, 27 Mei 2021).
Gambar 4.22
Gambar F Bersama Teman-teman PT. Omron Manufacturing
Indonesia
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Tidak hanya F yang merasa senang mendapatkan banyak
teman, B pun merasakan hal yang sama, teman yang ia
dapatkan tidak hanya teman tuli tetapi juga ada teman normal,
kesenangan pun bertambah dikarenakan pendapatan gaji yang
menguntungkan untuknya, B menuturkan hal berikut :
“Iya senang bekerja enak gaji banyak. Teman 10 baru,
ada saya teman senang dia normal dengar di toko.” (B, 28
Mei 2021).
125
Gambar 4.23
Gambar B Bekerja di Alfamidi
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Temuan data penelitian menyebutkan selain pertemanan
yang baru, mereka juga memiliki lingkungan tempat tinggal
yang baru, seperti yang mereka katakana seperti berikut :
“Di Jakarta Pusat, Kosan bersama teman.” (D, 27 Mei
2021).
“Tinggalnya di mess. Seru di mess.” (F, 27 Mei 2021).
“Gratis mess lantai dua toko.” (B, 28 Mei 2021).
Dari pernyataan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan
bahwa tempat tinggal mereka bukan lagi di Balai Melati
melainkan mereka sudah dilepas agar mandiri, kebanyakan
dari mereka ialah anak rantau yang kampung halamannya di
luar Pulau Jawa, tetapi mereka saat ini mereka bertempat
tinggal di kos dan mess.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, saat alumni
PM ini belum menjalani proses terminasi dan masih
126
bertempat tinggal di balai, mereka sudah terbiasa untuk
menaati aturan yang berlaku di asrama Balai Melati, yang
menjadikan mereka menjadi disiplin terhadap waktu dan
disiplin lainnya. Dan hal tersebut mereka terapkan di tempat
tinggal baru mereka seperti dalam menjalani rutinitas
kesehariannya di mess perusahaan, F mendapatkan peraturan
yang ditetapkan perusahaan Omron untuk setiap karyawan
yang tinggal di mess, seperti yang dikatakan F seperti berikut:
“Seru di mess, tapi ada peraturan di mess, contohnya hari
biasa senin – jum’at boleh keluar di Indomaret sama
belanja apapun tetap waktu satu jam kembali ke mess, hari
sabtu sama minggu gaboleh keluar. Pas sebulan boleh
keluar soal pulang kerumah orangtua, keluar main
kemana-mana, nginap teman tinggal daerah sini. Aku
berangkat kerja naik bus sama pulang juga dijemput itu.”
Dalam mobilitas sehari-hari mereka, mereka melakukan
aktivitas yang normal dilakukan teman seusia mereka dengan
sendiri tanpa bantuan orang lain seperti pergi ke mini market
untuk sekedar membeli makanan ringan, dan juga pergi ke
tempat kerja dengan berjalan kaki dari tempat kos. Seperti
yang F dan D katakan dalam wawancara seperti berikut :
“Iya jalan sendirian. Berangkat kerja dengan jalan kaki
Cuma dekat di BK dari kosan.” (D, 27 Mei 2021).
“Enaknya aku suka sendirian (ke minimarket).” (F, 27
Mei 2021).
Selain mendapatkan pertemanan yang baru, dan aktivitas
baru, mereka tentunya juga mendapatkan hal baru seperti
mendapatkan gaji hasil dari mereka bekerja. Setelah mereka
127
bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, mereka
menggunakan uang tersebut untuk berbagai macam
kebutuhan keseharian mereka, dan juga kebutuhan penting
lainnya seperti yang dikatakan F :
“Gaji di PT. Omron juga untuk jalan-jalan. Uang gaji
untuk jajan sendiri, nabung buat masa depan, dikasih
orangtua. Aku selalu kasih duit orangtua karena papa ga
kerja lagi jadi rumah tangga sama mama juga tapi papa
aku buka usaha pelihara burung puyuh sama telur puyuh
buat jualan.” (F, 27 Mei 2021).
Berdasarkan pernyataan diatas, ia (F) memiliki rasa
tanggung jawab kepada kedua orangtuanya dan dirinya
sendiri, disaat sudah memiliki uang yang cukup untuk sekedar
berjalan-jalan dengan teman, justru ia tidak melupakan
menyisihkan uang gajinya untuk menabung dan tidak
melupakan orangtua di kampung halaman yang sedang dalam
keadaan kesulitan ekonomi.
Setelah mendapatkan gaji yang terbilang sangat cukup,
bagi B ia menggunakan uang gaji bekerjanya untuk membeli
kebutuhan sehari-harinya dan juga untuk membuat dirinya
senang seperti berpergian sendiri ke pasar, mall, dan tempat
wisata, tetapi juga tidak lupa untuk ditabung. Dan sama
seperti F, B juga menyisihkan uang hasil gajian ia untuk
mengirimkan uang ke orangtua di kampung halamannya di
Kalimantan, uraian diatas berdasarkan beberapa hasil
jawaban wawancara dengan B seperti berikut :
“Saya sendirian bisa pergi ke pasar, mall, dan wisata.”
128
“Tabungan. Saya duit dua juta kirim orangtua lebaran,
sudah dua tahun hari raya lebaran ga orangtua. Kirim
uang kalo hari raya ya, mama bilang tidak minta saya
tabungan bank untuk nanti nikah.” (B, 28 Mei 2021).
Sedikit berbeda hal nya dengan yang dialami F, bekerja
disaat pandemi seperti sekarang ini sedikit menyulitkan
baginya, karena perusahaan tempat D bekerja hanya
memberikan waktu 3 atau 4 hari bekerja dalam seminggu,
yang pastinya berdampak kepada gaji yang didapat. Seperti
penuturan D berikut :
“Gajian kecil karena pandemi corona, dulu gajian gede
sebelum corona. Gajinya kecil yang gabisa beri uang ke
ortua aku, gajinya ga mencukupi. Disuruh ortua aku, aku
harus tabungan dulu.“ (D, 27 Mei 2021).
Di dalam melakukan observasi terhadap alumni PM
tersebut, peneliti menemukan bahwa mereka setelah bekerja
memiliki barang-barang kebutuhan baru, salahsatu PM
tersebut setelah bekerja ia dapat membeli smartphone terbaru
dengan harga yang cukup tinggi, dan cara penampilan mereka
menjadi lebih terlihat rapi setelah mereka bekerja.
129
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan analisa ketertarikan
antara bab II, bab III, dan bab IV mengenai proses penyaluran
tenaga kerja penyandang disabilitas tunarungu melalui
pemberdayaan ekonomi di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati). Pada bab ini
peneliti akan meninjau pemberdayaan ekonomi melalui proses
penyaluran tenaga kerja disabilitas tunarungu yang dilakukan
Balai Melati melalui teori tahapan pemberdayaan yang terdapat
enam tahapan pemberdayaan yaitu engagement, assessment,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan terminasi oleh Isbandi
Rukminto Adi. Sedangkan pada hasil pemberdayaan ekonomi
menggunakan teori milik Schuler, Hashemi, dan Riley di dalam
buku Edi Suharto tentang indikator pemberdayaan. Selain itu,
peneliti juga akan menggunakan teori-teori lainnya yang ada di bab
II untuk menunjang hasil analisis penelitian ini.
A. Analisis Proses Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang
Disabilitas Tunarungu Melalui Pemberdayaan
Ekonomi di Balai Melati
Sebagaimana kita ketahui bahwa teori pemberdayaan
menurut Shardlow intinya adalah membahas tentang
individu, kelompok, juga komunitas yang berusaha untuk
mengatur kehidupan mereka, juga berusaha untuk
130
membentuk masa depan seperti yang mereka inginkan (bab
II, hlm.28). Sejalan dengan hal tersebut, dikaitkan bahwa kata
ekonomi yang berarti kegiatan memenuhi kebutuhan dan
keinginan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan
orang yang melakukannya (bab II, hlm.29). Dengan
mengetahui definisi dari pemberdayaan juga definisi ekonomi
tersebut, peneliti menganalisa seperti berikut; Dalam
mencapai pemberdayaan ekonomi, itu berarti bagaimana
mereka harus melakukan sesuatu untuk membuat mereka
berdaya agar dapat memenuhi kehidupan dan keinginan yang
akan mensejahterakan kehidupan mereka di masa depan
nanti.
Dan di dalam penelitian ini, individu atau kelompok yang
akan diberdayakan ialah penyandang disabilitas tunarungu.
Ketika seorang penyandang disabilitas ingin berusaha
mengontrol dan membentuk masa depan mereka, tentunya di
dalam menjalankan hal tersebut, mereka akan mengalami
banyak hambatan. Itu dikarenakan sebeperti yang dikatakan
WHO bahwa penyandang disabilitas ialah mereka yang
memiliki keterbatasan yang disebabkan oleh
kekurangsempuranaan fisik yang mereka alami dalam
menjalankan aktivitas (bab II, hlm.42).
Penyandang disabilitas terutama tunarungu, dalam
mencapai keberdayaan yang dinginkan untuk membentuk
masa depan sesuai dengan keinginannya, mereka
membutuhkan fasilitator untuk membantu mereka
131
menghadapi permasalahan yang mereka alami. Dan dalam hal
ini, fasilitator yang mereka butuhkan adalah Balai
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu
Wicara (Balai Melati), hal itu sejalan dengan peranan Balai
Melati sebagai pusat respon kasus penanganan masalah
penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hlm.66).
Selain peranannya dalam menangani masalah penyandang
disabilitas tunarungu, Balai Melati sebagai Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI juga dalam
pelaksanaan tugasnya, melaksanakan rehabilitasi sosial
kepada penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hlm.66).
Balai Melati melakukan rehabilitasi sosial dengan
memberdayakan tunarungu melalui cara intrapreneurship,
yang dimaksud pemberdayaan intrapereneurship ialah
kegiatan pemberdayaan untuk mempersiapkan tenaga kerja
bagi penerima program pemberdayaan.
Pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan melalui
intrapreneurship, pemberdayaan ekonomi melalui
intrapreneurship ini dilakukan oleh Balai Melati dalam
pelaksanaan tugasnya sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kementerian Sosial RI yang melaksanakan rehabilitasi sosial
kepada penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hal. 66),
dan juga sebagaimana fungsi Balai Melati yang juga sebagai
pelaksanaan penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas
tunarungu (bab III, hlm.65).
132
Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Balai Melati
yakni melalui penyaluran tenaga kerja yang berasal dari
penyandang disabilitas tunarungu , anak disabilitas tunarungu
di Balai Melati disebut sebagai penerima manfaat (PM).
Proses penyaluran tenaga kerja yang menjadi fokus dalam
penelitian ini dilakukan melalui serangkaian proses tahapan
pemberdayaan, karena sebagaimana menurut teori
pemberdayaan milik Edi Suharto yang menyebutkan bahwa
pemberdayaan adalah suatu proses, oleh karena itu maka
pemberdayaan ialah suatu rangkaian kegiatan untuk
kebedayaan kelompok lemah (bab II, hlm.27). Dan berikut
adalah analisis tahapan pemberdayaan ekonomi penyandang
disabilitas tunarungu melalui penyaluran tenaga kerja yang
dilakukan oleh Balai Mekati :
1. Tahapan Pendekatan (engagement)
Pada tahapan engagement ini terdapat dua poin
penting yang harus dilakukan, yakni penyiapan petugas
dan penyiapan lapangan (bab II, hlm.32). Dan dalam
tahapan ini, proses penyaluran tenaga kerja penyandang
disabilitas tunarungu melalui pemberdayaan ekonomi
yang dilakukan Balai Melati, yakni dimulai dengan
melakukan pendekatan awal dengan mempersiapkan hal-
hal tersebut seperti poin berikut :
a. Penyiapan petugas
133
Dalam tahap penyiapan petugas, Balai Melati
melakukan pembagian petugas yang akan disiapkan untuk
melakukan sosialisasi ke Dinas Sosial juga SLB (Sekolah
Luar Biasa), petugas nantinya akan mensosialisasikan
kepada mereka bahwa Balai Melati merupakan balai
rehabilitasi sosial yang akan menerima pelayanan
disabilitas tunarungu, tentunya dengan sosialisasi tersebut
akan bermanfaat bagi pihak dinas ataupun SLB yang
ingin menyalurkan siswa atau warganya yang
menyandang disabilitas tunarungu (bab IV, hlm.82).
Selain penyiapan petugas untuk melakukan pendekatan
sosialisasi ke Dinas Sosial juga ke SLB-SLB, penyiapan
petugas juga dilakukan untuk menjalani pelaksanaan
penjajakan ke perusahaan-perusahaan yang belum
bermitra dengan Balai Melati. Penjajakan ini bertujuan
untuk mencari peluang kerja bagi PM (bab IV, hlm.87).
Dengan adanya penyiapan petugas yang melakukan
sosialisasi ke Dinas-Dinas terkait, SLB-SLB, dan juga
petugas yang melakukan penjajakan ke perusahaan-
perusahaan. Hal ini membenarkan bahwasanya teori yang
menyebutkan di dalam penyiapan petugas ini diperlukan
untuk menyamakan persepsi petugas / agen perubah
(Balai Melati, SLB, Dinas, dan Perusahaan) dengan apa
yang akan dilakukan kepada PM di dalam melakukan
kegiatan pemberdayaan (bab II, hlm.33).
b. Penyiapan Lapangan
134
Dalam tahap penyiapan lapangan, Balai Melati
mempersiapakan segala hal yang berhubungan dengan
proses menerimaan calon penerima manfaat (CPM) di
balai. Proses tahapan penyiapan ini mulai dari
pendaftaran awal CPM melalui jalur mandiri yang
mendaftarkan melalui nomor kontak staf pendaftaran
yang ada di web resmi Balai Melati, maupun melalui jalur
rekomendasi dari Dinas sosial dan SLB (bab IV, hlm.82).
Data dari pendaftaran tersebut akan diidentifikasi dan
diseleksi oleh petugas balai, apabila syarat dan prasyarat
sudah memenuhi kriteria PM Balai Melati, maka nama
CPM akan masuk ke dalam daftar tunggu (waiting list)
dikarenakan aturan masa ATENSI dengan sistem on-off
yang artinya apabila ada PM di dalam Balai yang sudah
diterminasi maka baru dilakukan pemanggilan kepada
CPM (bab IV, hlm.83). Dapat dianalisis bahwa dari
penjelasan tersebut sejalan dengan teori persiapan
penyiapan lapangan, yaitu para petugas akan melakukan
studi kelayakan terhadap sasaran pemberdayaan (bab II,
hlm.33). Yang dimaksud dengan studi kelayakan terhadap
sasaran pemberdayaan dalam hal ini adalah bagaimana
petugas Balai Melati mencari dan mengidentifikasi CPM
yang akan mendapatkan pelayanan pemberdayaan di
balai.
Kemudian, setelah melakukan studi kelayakan CPM,
Balai Melati melakukan proses pemanggilan CPM yang
135
sudah disleksi dan sudah melalui daftar tunggu. Di dalam
proses pemanggilan tersebut, CPM bersama pendamping
orangtua/ wali akan melakukan wawancara yang di
dalamnya juga terdapat motivasi pendekatan kepada
orangtua untuk meyakinkan bahwa CPM akan berada
dalam tanggungjawab Balai Melati (bab IV, hlm.84).
Apabila sudah mendapatkan izin dari orangtua/ wali dan
juga sudah menyetujui ketentuan-ketentuan yang ada di
Balai Melati, maka akan dilanjutkan dengan mengisi
berkas-berkas terkait seperti surat pernyataan, surat
permohonan, surat hasil sleksi, surat kontrak perjanjian
dan layanan, berita acara penerimaan PM, dan formulir
pendaftaran (bab IV, hlm.85-87). Maka, dari penjelasan
tersebut, hal ini membenarkan teori tahap persiapan
penyiapan lapangan yang mengatakan bahwa apabila
sasaran pemberdayaan sudah ditemukan, maka petugas
perubah harus mendapatkan izin dari pihak terkait dan
kemudian juga di tahap persiapan ini terdapat adanya
kontrak awal dengan sasaran pemberdayaan (bab II,
hlm.33).
2. Tahapan Pengkajian (Assessment)
Balai Melati di dalam pelaksanaan tugasnya
menyelenggarakan fungsi pelaksanaan assessment untuk
disabilitas rungu wicara (bab III, hlm.65). Di dalam teori
tahapan assessment, menyebutkan bahwa tahapan ini
petugas melakukan proses identifikasi masalah dan juga
136
sumber daya yang dimiliki klien (bab II, hlm.33). Hal
tersebut seperti yang dilakukan Balai Melati dengan
menggunakan instrument assessment yang bertujuan
untuk memperoleh gambaran umum mengenai profil
umum PM dan keluarganya, juga bertujuan untuk
mengidentifikasi mengenai permasalahan serta potensi
dari PM tersebut (bab IV, hlm.89).
Pelaksanaan assessment dilakukan oleh petugas
kepada PM melalui metode wawancara, hal ini sejalan
dengan teori tahapan assessment yang mengatakan
bahwa di tahap ini masyarakat sasaran pemberdayaan
harus dilibatkan secara aktif agar ia merasakan bahwa
permasalahan yang sedang dibicarakan keluar dari
pandangan mereka sendiri (bab II, hlm.33).
Pada tahap ini Balai Melati akan berperan sebagai
fasilitator untuk memfasilitasi para PM menyusun
permasalahan manakah yang diprioritaskan untuk
ditindaklanjuti (bab II, hlm.33). Dikarenakan dari hasil
assessment tersebut akan digunakan untuk melihat apa
yang urgent bagi PM tersebut, sehingga proses
pelaksanaan persiapan penyaluran tenaga kerja melalui
pemberdayaan yang dilakukan balai akan terfokus pada
permasalahan dan kebutuhan PM dan tidak salah sasaran
(bab IV, hlm.90).
3. Tahap Perencanaan
137
Mengingat saat ini merupakan era globalisasi yang
sangat pesat, dan juga teknologi semakin canggih yang
menyebabkan banyaknya tenaga pekerja yang sudah
tergantikan oleh teknologi, apabila hal itu terus terjadi
maka kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk
bekerja semakin sedikit apabila mereka tidak mengikuti
perkembangan teknologi saat ini. Dan saat ini, juga
sedang terjadi wabah pandemi virus corona yang
mengakibatkan banyaknya sektor pekerjaan yang
mengalami penurunan, sehingga mengakibatkan
banyaknya pengurangan bahkan PHK karyawan.
Keadaan seperti itu dapat terjadi. Maka dari itu muncul
kekhawatiran terhadap penyandang disabilitas akan
sulitnya mendapatkan pekerjaan di era seperti sekarang
ini. Oleh karena itu, sebagai balai rehabilitasi sosial,
Balai Melati dapat memperhatikan hal tersebut, dan
merencanakan program apa yang dapat dilaksanakan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Karena di dalam
melaksanakan tugasnya, fungsi dari Balai Melati ialah
menyusun pelaksanaan perencanaan program untuk
penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hlm.65).
Dalam teori perencanaan, dikatakan bahwa petugas
bertindak sebagai fasilitator yang membantu sasaran
pemberdayaan untuk menentukan program apa yang
tepat untuk dilaksanakan (bab II, hlm.34), tetapi dalam
hal ini Balai Melati menjalankan fungsinya sebagai
138
perencana program yang akan bertindak sebagai
pemelaksana program, yang kemudian program tersebut
akan dijalani para penerima manfaat.
Balai Melati memiliki networking dengan
perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang
pekerjaan, networking tersebut yang nantinya akan
digunakan untuk memberikan kesempatan kepada para
PM untuk bekerja di salah satu perusahaan, usaha
penyaluran tersebut dilakukan guna menyempurnakan
rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh Balai Melati (bab
IV, hlm.93).
Rencana penyaluran tenaga kerja untuk PM Balai
Melati membutuhkan beberapa hal – hal yang harus
dipenuhi PM terlebih dahulu. Seperti yang dikatakan Pak
Romal dan Bu Sherly, bahwa pemenuhan pelayanan dari
balai akan membekali diri PM melalui aspek softskill
(terapi mental, terapi psikososial) dan juga hardskill
(terapi penghidupan/ vokasional) (bab IV, hlm.92). Aspek
tersebut berguna apabila nanti diadakannya penyaluran
tenaga kerja, kompetensi PM di dalam bidang hardskill
dapat disesuaikan dengan kompetensi yang ada di dalam
lowongan pekerjaan, dan dapat menjadi nilai tambah bagi
PM itu sendiri apabila perusahaan yang menawarkan
pekerjaan sejalan dengan bidang keterampilan yang PM
ikuti. Selain berguna dalam proses penyaluran kerja,
keterampilan ini dapat mereka manfaatkan untuk
139
membuat usaha sendiri yang tentunya dapat
meningkatkan tingkat keberdayaan ekonomi mereka (bab
IV, hlm.93). Selain dipenuhinya aspek hardskill, PM akan
dibekali dengan aspek softskill seperti terapi wicara,
terapi mental-spiritual, dan juga terapi psikososial yang
akan dilakukan di dalam jadwal keseharian PM (bab IV,
hlm.92)
Dalam merencanakan penentuan pelayanan tersebut,
agar sesuai dengan kebutuhan PM, Balai Melati
menggunakan hasil dari wawancara assessment bersama
PM yang sudah didapatkan sebelumnya (bab IV, hlm.92).
Hal ini membenarkan bahwa teori proses pemberdayaan
yang menyebutkan bahwa di dalam tahapan perencanaan,
target pemberdayaan (PM) dilibatkan secara partisipatif
terkait masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara
mereka mengatasinya (bab II, hlm.34).
Di dalam merencanakan pelayanan, Balai Melati juga
menimbang terkait waktu masa Asistensi Rehabilitasi
Sosial (ATENSI) yang hanya berlangsung selama dua
bulan saja, dua bulan itu bersifat on/off yang artinya
setiap PM memiliki waktu masuk dan keluar Balai Melati
berbeda-beda. Pada tahun sebelum-sebelumnya, Balai
Melati melakukan pelayanan dengan kurun waktu selama
6 bulan, dan juga 2 tahun (bab IV, hlm.95). Oleh karena
itu, dengan waktu yang hanya dua bulan, Balai Melati
memaksimalkan dan juga lebih memprioritaskan layanan
140
yang sangat dibutuhkan oleh PM. Dan perencanaan ini
diharapkan dapat membentuk PM menjadi sosok yang
bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri dan tidak
lagi bergantung dengan orang lain (berdaya), dan juga
diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka
menjadi lebih baik (bab IV, hlm.94).
4. Tahap Pelaksanaan
Di dalam merealisasikan rencana program apa yang
akan dijalankan, Balai Melati memiliki jadwal kegiatan
yang sudah dirancang yang dimulai dari pagi hingga
petang di setiap harinya (bab IV, hlm.96). Di dalam
pelaksanaan jadwal tersebut, masing-masing sudah
tertera siapa nama-nama petugas yang akan membimbing
PM di setiap kegiatannya. Hal tersebut membenarkan
bahwasanya tahap pelaksanaan merupakan tahap yang
paling penting, sebab segala sesuatu yang sudah
dirancang, maka di lapangan memerlukan kerjasama
antar petugas dan sasaran pemberdayaan (bab II, hlm.
35).
Pelaksanaan proses pemberdayaan melalui
penyaluran tenaga kerja di Balai Melati akan melalui dua
tahap, yakni yang pertama adalah tahap persiapan
softskills hardskills untuk PM, dan yang kedua ialah
tahap pelaksanaan penyaluran kerja.
a. Persiapan softskills dan hardskills
141
Sebelum PM melakukan proses penyaluran kerja, di
dalam perencanaan sebelumnya mengatakan bahwa PM
akan dibekali dengan keterampilan softskill dan juga
hardskill yang ada di Balai Melati (bab IV, hlm.92). Di
dalam keterampilan softskills terdapat beberapa terapi
yang akan dijalankan oleh PM di dalam kesehariannya
yang sudah dijadwalkan. Terdapat terapi fisik yang
berguna untuk tingkat keberanian PM, terapi mental yang
berguna untuk menyeimbangkan mental spiritual PM,
dan yang terpenting adanya terapi psikososial yang
berguna untuk melatih fungsi sosial mereka di dalam
kehidupannya.
Tetapi di dalam pelaksanaan bimbingan/ pelayanan
tersebut, saat ini di masa ATENSI yang hanya dua bulan,
banyak kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan, sehingga
pelaksanaanya hanya memprioritaskan kegiatan yang
urgent untuk PM saat ini. Seperti halnya di dalam
mempersiapkan PM di dalam terapi psikososial, PM
diarahkan hanya untuk fokus dengan pembelajaran atau
bimbingan yang berhubungan dengan kesiapan PM untuk
disalurkan bekerja. Di dalam kelas tersebut, diajarkan
bagaimana menghadapi ujian dasar perekrutan kerja
seperti mengetahui identitas diri, dan cara berhitung,
tetapi banyak dari mereka yang lambat untuk mengerti
dengan apa yang sudah dijelaskan oleh guru pembimbing
(bab IV, hlm.99). Hal tersebut selaras dengan teori yang
142
mengatakan bahwa salahsatu karateristik anak tunarungu
yaitu pengetahuan yang terbatas dikarenakan kurangnya
mendapat paparan lisan (bab II, hlm.35).
Kemudian disiapkan juga hardskill PM,
pelaksanaan terapi penghidupan (hardskill) ini
dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari
Jum’at, pukul 08:00am sampai pukul 12:00pm WIB.
Terdapat 10 keterampilan yang diajarkan oleh Balai
Melati kepada PM seperti keterampilan menjahit putra;
menjahit putri; komputer; desain grafis & percetakan;
kerajinan tangan; gerabah; las; pertukangan kayu; dan
tata boga (bab IV, hlm.101-108). Terapi penghidupan
(hardskill) yang dilakukan Balai Melati sejalan dengan
bagaimana teori prinsip pendidikan dalam upaya
mendidik anak disabilitas, dengan cara pendekatan
prinsip keterampilan, yang mengatakan bahwa
pendidikan yang diberikan menjadikan keterampilan ini
bekal dalam kehidupan mereka (bab II, hlm.50). Hal itu
karena, keterampilan yang dipelajari dapat digunakan
apabila PM ingin membuka lapangan pekerjaannya
sendiri, sehingga mereka berdaya terutama dalam segi
ekonomi dengan keterampilan yang sudah mereka
pelajari disini. Selain itu, keterampilan ini sejalan dengan
teori penyesuaian sosial anak tunarungu menurut Siregar
yang mengatakan bahwa untuk mencapai kematangan
sosial, anak tunarungu harus memiliki pengetahuan yang
143
cukup mengenai nilai dan kebiasaan-kebiasaan di
masyarakat (bab II, hlm.51), dan dengan pengetahuan
tersebut, PM diharapkan memiliki basic keterampilan
dan juga nilai-nilai sosial tersebut untuk diterapkan disaat
mereka sudah disalurkan bekerja di perusahaan-
perusahaan pilihan.
Di dalam proses pelaksanaan pembelajaran
keterampilan, mayoritas instruktur keterampilan
mengatakan bahwasanya cara mengajarkan PM yaitu
dengan cara selalu mengulang-ulang pembelajaran, itu
disebabkan mereka yang sulit untuk mengingat pelajaran.
Dan dalam pelaksanaan ini seluruh instruktur
keterampilan mengatakan bahwa faktor penghambat dari
pelaksanaan pembelajaran keterampilan ini adalah
terkendalanya komunikasi (bab IV, hlm.103). Hal
tersebut membenarkan bahwasanya, di dalam teori
karakteristik anak tunarungu, anak tunarungu mengalami
adanya gangguan bicara, dan mereka memiliki
keterlambatan bahasa yang dikarenakan mereka tidak
mengetahui bahasa lisan (bab II, hlm.48).
Setelah melihat adanya faktor penghambat di dalam
pelaksanaan keterampilan ini, tetapi ada juga peranan
faktor pendukung yang menjadikan dorongan untuk
keberhasilan pelaksanaan ini. Pelaksaan bimbingan
keterampilan ini memiliki hal yang sejalan dengan teori
prinsip pendekatan dala upaya mendidik anak
144
penyandang disabilitas menjadikannya sebagai faktor
pendukung di dalam pelaksanaan ini, seperti : prinsip
kasih sayang, mengajarkan dengan cara menyesuaikan
tugas yang akan diberikan dengan tingkat kemampuan
mereka, dan; prinsip motivasi, contohnya para instruktur
keterampilan selalu memberikan evaluasi pengerjaan
pekerjaan mereka dengan cara memuji apa yang telah
mereka kerjakan, agar mereka bersemangat (bab II,
hlm.50).
b. Penyaluran tenaga kerja
Setelah PM selesai menjalani persiapan dalam bentuk
kegiatan softskill dan hardskill yang sudah diberikan, lalu
PM dapat dikatakan siap untuk disalurkan bekerja. Balai
Melati sebagai balai rehabilitasi sosial
menyelenggarakan fungsi pelaksanaan penyaluran kerja
untuk para PM yang ada di balai (bab III, hlm.66). Di
dalam proses penyaluran kerja ini, tahap pertama yang
akan dilaksanakan yaitu pelaksanaan CC (Case
Conference), CC penyaluran kerja merupakan forum
resmi yang dilaksanakan oleh pemangku kepentingan di
Balai Melati, dan kegiatan ini dilakukan guna membahas
tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
persiapan PM sebelum dan sesudah kerja nantinya (bab
IV, hlm.109).
145
Proses pelaksanaan setelah melakukan proses CC,
yakni lamaran kerja dan pelaksanaan interview kerja. PM
yang telah melakukan CC, kemudian akan diarahkan
untuk didaftarkan melamar pekerjaan apabila ada
pengumuman lowongan pekerjaan dari pihak perusahaan
yang telah bekerja sama dengan Balai Melati (bab IV,
hlm.112). Proses sleksi penerimaan karyawan
perusahaan tidak jarang mereka melihat bagaimana
kualifikasi sang pelamar, beberapa diantaranya adalah
kualifikasi keterampilan yang dimiliki PM, oleh karena
itu pelaksanaan keterampilan juga berperan dalam hal ini.
Pelaksanaan seleksi penyaluran ini adalah hak priogratif
perusahaan, Balai Melati hanya akan menyiapkan anak-
anak yang ingin didaftarkan (bab IV, hlm.113). Dari
tahun ke tahun Balai Melati selalu menyalurkan para PM
untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan yang telah
bekerjasama dengan mereka (bab IV, hlm.116).
5. Tahap Evaluasi
Di dalam pelaksanaan penyaluran kerja yang
dilakukan Balai Melati terdapat beberapa hal yang
menjadikan pelaksanaan tersebut berjalan dengan lancar
dan ada juga yang menghambat (bab IV, hlm.115). Oleh
karena itu proses ini memerlukan adanya tahapan evaluasi
di dalamnya. Balai Melati di dalam melaksanakan
tugasnya, memiliki fungsi untuk melaksanakan
pemantauan dan evaluasi terhadap PM (bab III, hlm.66).
146
Pada tahap evaluasi ini, petugas Balai Melati yang
sudah disiapkan akan melakukan pengawasan terhadap
penyaluran PM di berbagai perusahaan. Balai Melati
menyebut tahapan evaluasi ini dengan nama bimbingan
lanjut atau biasa disebut binjut, yang dimaksudkan
dengan binjut adalah suatu bentuk pengawasan dan juga
bimbingan yang dilakukan oleh pekerja sosial kepada
anak (PM) bimbingannya yang sedang bekerja di suatu
perusahaan (bab IV, hlm.121). Hal itu selaras dengan teori
tahapan evaluasi yang menyebutkan evaluasi merupakan
proses pengawasan terhadap program pemberdayaan
yang sedang berjalan (bab II, hlm.35).
Anak penyandang disabilitas tunarungu, cenderung
memiliki pengetahuan yang terbatas, baik dalam
akademisi maupun sikap dalam kehidupan
bersosialisasinya yang disebabkan kurangnya paparan
terhadap bahasa lisan (bab II, hlm.48). Oleh karena itu,
binjut ini dilaksanakan apabila adanya masalah yang
diperbuat oleh PM di dalam pekerjaannya, dan apabila
terjadi kasus tersebut, binjut diperlukan guna memberikan
motivasi kepada mereka agar permasalahan tersebut tidak
mereka ulangi (bab IV, hlm.121). Hal tersebut
menunjukkan bahwa evaluasi ini dalam jangka panjang
yang diharapkan akan membentuk sasaran pemberdayaan
menjadi lebih ‘mandiri’ (bab II, hlm.35).
147
Setelah melakukan binjut, pekerja sosial akan
memproses kegiatan binjut ini ke tahap evaluasi diskusi
bersama pemangku kepentingan lainnya seperti kepala
seksi rehabilitasi sosial balai. Sehingga diharapkan
setelah melakukan evaluasi terhadap permasalah tersebut,
akan menghasilkan output yang maksimal bagi PM untuk
lebih berdaya.
6. Tahap terminasi
Di dalam tahapan pelayanan Balai Melati, tahapan
terminasi dilakukan sebelum tahap bimbingan lanjut/
evaluasi (bab IV, hlm.118), tetapi di dalam teori milik
Isbandi Rukminto Adi, tahapan terminasi dilakukan
setelah tahapan evaluasi (bab II, hlm.35). Maka dari itu,
peneliti menemukan perbedaan antara tahapan
pemberdayaan teori Isbandi dengan tahapan pelayanan
yang dilakukan oleh Balai Melati.
Balai Melati di dalam melaksanakan tugasnya,
menyelenggaranakn fungsi sebagai pelaksana terminasi
(bab III, hlm.66). Tahap terminasi yang dilakukan Balai
Melati merupakan proses dimana terjadinya pemutusan
layanan kepada PM secara resmi menggunakan form
berita acara. Form tersebut menjadi bukti yang telah
ditandatangani oleh pihak Balai Melati dengan orangtua
atau wali PM, yang digunakan untuk menyatakan bahwa
Balai Melati menyerahkan kembali PM yang telah
mendapatkan pelayanan rehabilitas disini (bab IV,
148
hlm.120). Hal tersebut membenarkan bahwa di dalam
teori proses pemberdayaan tahap terminasi yang
mengatakan tahap terminasi merupakan tahap
‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan sasaran
pemberdayaan (bab II, hlm.35).
Pelaksanaan terminasi di Balai Melati pada tahun-
tahun sebelumnya (sebelum masa ATENSI) terminasi
dibarengi dengan acara wisuda kelulusan PM yang
dilaksanakan bersama angkatan saat itu. Tetapi di masa
ATENSI ini, Balai Melati melakukan terminasi secara
tidak bersamaan, dikarenakan masa pelayanan yang
hanya dua bulan dan dengan waktu masuk dan keluar
yang berbeda-beda (bab IV, hlm.118). Pelaksanaan
terminasi dapat dilakukan sebelum dua bulan masa
pelayanan, apabila PM disalurkan kerja sebelum jangka
waktu tersebut. Tetapi apabila setelah dua bulan masa
pelayanan sudah habis, maka PM harus segera
diterminasi. Penjelasan tersebut membenarkan
bahwasanya di dalam teori proses pemberdayaan menurut
Isbandi Rukminto, dalam tahapan terminasi tidak jarang
dilakukan bukan karena sasaran pemberdayaan sudah
mandiri, tetapi karena masa agenda yang sudah harus
dihentikan karena sudah melebihi batas waktu yang
ditentukan (bab II, hlm.35).
149
B. Analisis Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui
Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas
Tunarungu di Balai Melati
Dengan adanya proses pemberdayaan ekonomi melalui
penyaluran tenaga kerja yang dilakukan Balai Melati,
menjadikan terealisasinya keberdayaan bagi para penyandang
disabilitas tunatungu, hal tersebut sejalan dengan Visi Balai
Melati yakni “Terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
penyandang disabilitas sensorik rungu wicara (PDSRW)”
(bab III, hlm.64).
Penelitian ini membahas hasil pemberdayaan ekonomi
yang dilakukan Balai Melati terhadap Penerima Manfaat
(PM) yang telah disalurkan bekerja. Berdasarkan temuan
penelitian yang dilakukan peneliti kepada tiga alumni PM
angkatan lulus 2020 yang sudah disalurkan untuk bekerja di
beberapa perusahan, peneliti menemukan kesulitan untuk
berkomunikasi melalui personal chat dengan mereka (bab IV,
hlm.122) itu dikarenakan karakteristik penyandang tunarungu
ialah terdapat kurangnya pengetahuan dalam kosakata (bab II,
hlm.48).
Dan berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan peneliti
kepada alumni PM tersebut, akan dijabarkan hasil analisisnya
seperti dalam poin-poin berikut ini :
1. Kebebasan Mobilitas
150
PM yang sudah disalurkan untuk bekerja memiliki
kebebasan mobilitas di dalam keseharian mereka. Seperti
hal nya D yang bertempat tinggal di kosan sekitar daerah
tempat ia bekerja selama bekerja di Burger King, setiap
jadwal kerja, D berjalan kaki sendirian untuk datang ke
tempat kerja. Sedangkan B dan F melakukan mobilitas ke
supermarket, pasar, mall, dan juga tempat wisata, dan
mereka menyebutkan bahwasanya mereka dapat
berpergian sendiri, dan senang untuk melakukan kegiatan
tersebut secara mandiri (bab IV, hlm.126). Selain
berpergian, hasil pemberdayaan yang didapat ialah mereka
memiliki banyak teman baru di tempat mereka kerja (bab
IV, hlm.124).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwasanya PM yang
sudah disalurkan untuk bekerja dapat memenuhi indikator
pemberdayaan kebebasan mobilitas dengan tingkat
mobilitas yang tinggi. Karena, yang dikatakan bahwa
indikator kebebasan mobilitas ialah kemampuan individu
untuk berpergian keluar rumah atau wilayah tempat
tinggalnya, dan dapat dianggap memiliki mobilitas tinggi
apabila individu tersebut melakukannya sendirian (bab II,
hlm.40).
2. Kemampuan membeli komoditas kecil
PM yang sudah bekerja memiliki pendapatan yang
cukup yang mereka dapatkan karena pekerjaan tersebut,
berdasarkan data temuan lapangan yang peneliti temukan,
151
PM menggunakan uang hasil bekerja mereka untuk
membeli keperluan sehari-hari seperti sekedar membeli
makanan, dan berbelanja di pasar (bab IV, hlm.127).
Berdasarkan hal diatas, dapat dikatakan bahwa PM
yang telah disalurkan untuk bekerja dapat memenuhi
indikator hasil pemberdayaan ekonomi untuk kemampuan
membeli komoditas kecil karena kemampuan mereka
menggunakan uang pendapatan mereka untuk berbelanja
kebutuhan harian. Dikatakan mampu, sebab di dalam teori
hasil pemberdayaan dalam segi kemampuan membeli
komoditas kecil menyebutkan bahwa kemampuan individu
untuk membeli kebutuhannya sehari-harinya dan poin ini
tinggi apabila ia dapat membeli barang-barang tersebut
dengan menggunakan uangnya sendiri (bab II, hlm.40).
3. Kemampuan membeli komoditas besar
Tidak hanya dapat membeli barang-barang kebutuhan
sehari-hari, PM yang telah diberdayakan dengan disalurkan
bekerja ini dapat menggunakan uang gaji mereka untuk
sekedar berpergian ke tempat wisata, dan juga ke mall.
Tidak hanya itu, berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti, PM bernama B memiliki smartphone baru dengan
harganya cukup tinggi, dan ia membelinya dengan uangnya
sendiridari hasil ia bekerja (bab IV, hlm.128).
Dari penjabaran tersebut, dapat dikatakan bahwa PM
yang telah mendapatkan proses layanan pemberdayaan di
152
Balai dan disalurkan untuk bekerja di perusahaan, dapat
memenuhi indikator kemampuan membeli komoditas besar
dikarenakan apa yang mereka dapat berpergian ke tempat
wisata, berpergian ke mall, dan juga membeli sebuah unit
smartphone terbaru. Hal ini dibenarkan dengan adanya
teori hasil pemberdayaan yang menyebutkan bahwa
kemampuan membeli komoditas besar adalah kemampuan
individu untuk dapat membeli keperluan sekunder maupun
tersier , dan ia dapat membelinya menggunakan uangnya
sendiri (bab II, hlm.40).
4. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga
Analisis hasil pemberdayaan ekonomi yang dilakukan
oleh PM yang sudah disalurkan bekerja, bahwa dari hasil
uang gaji bekerja yang mereka terima, seperti yang
dilakukan B dan F, sebagian gaji yang mereka terima akan
mereka kirimkan kepada orangtua mereka di kampung
halaman (bab IV, hlm.127-128), tetapi D tidak melakukan
hal tersebut yang disebabkan pada masa pandemi seperti
sekarang ini gaji yang didapat D sangat sedikit (bab IV,
hlm.128). Dan selain itu, mereka mengatakan bahwasanya
uang yang mereka dapat akan mereka gunakan untuk
menabung demi masa depan mereka.
Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat dikatakan
bahwa hasil pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran
tenaga kerja yang dirasakan oleh PM berhasil melampaui
indikator jaminan ekonomi dan kontribusi keluarga, hal ini
153
dikarenakan kemampuan mereka dalam menabung dan
memberikan uang kepada orangtua mereka. Hal tersebut
dibenarkan dengan teori hasil pemberdayaan dengan unsur
jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga adalah
indikator yang diukur dengan hal-hal yang keterkaitan
dengan aspek ekonomi (bab II, hlm.41).
BAB VI
PENUTUP
Pada bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dan saran
berdasarjan hasil temuan yang di dapatkan pada bab-bab
sebelumnya mengenai proses pemberdayaan ekonomi penyandang
disabilitas tunarungu melalui penyaluran tenaga kerja oleh Balai
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu
Wicara (Balai Melati) Bambu Apus, Jakarta Timur.
A. Kesimpulan
1. Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui
Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas
Tunarungu di Balai Melati
Pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga
kerja penyandang disabilitas tunarungu yang dilakukan
Balai Melati yakni melalui beberapa tahapan berikut : (1)
Tahapan persiapan (engagement). Pada tahap ini, Balai
Melati memfokuskan untuk mempersiapkan petugas
untuk melakukan sosialisasi ke Dinas Sosial dan juga
SLB (Sekolah Luar Biasa) terkait program pemberdayaan
yang ada di balai, mempersiapkan petugas untuk
melakukan penjajakan ke perusahaan-perusahaan. Selain
menyiapkan petugas, Balai Melati pada tahapan ini juga
melakukan penyiapan lapangan, yang artinya, dilakukan
segala persiapan terkait dengan pendaftaran awal CPM
(calon penerima manfaat) untuk menjadi PM (penerima
155
manfaat) yang akan menghasilkan kontrak awal. (2)
Tahapan pengkajian (assessment). Pada tahap ini, Balai
Melati melakukan proses wawancara dengan
menggunakan instrument assessment yang bertujuan
untuk mengidentifikasi tentang permasalahan serta
potensi yang dimiliki PM. Dan di tahap ini juga Balai
Melati memfasilitasi PM untuk menyusun permasalahan
mana yang paling urgent bertujuan agar balai dapat
memfokuskan layanan pada permasalahan dan kebutuhan
PM. (3) Tahapan perencanaan. Pada tahap ini, Balai
Melati melakukan forum resmi untuk membahas terkait
perencanaan program penyaluran kerja yang akan
dijalankan pada masa ATENSI tahun ini. Setelah program
tersebut dirancang, petugas akan melakukan penempatan
PM dengan program-program yang ada berdasarkan hasil
partisipatif PM melalui wawancara assessment
sebelumnya. (4) Tahap Pelaksanaan. Pada tahap ini,
program-program yang sudah direncanakan sebelumnya
akan dilaksanakan, dibutuhkan kerjasama antar petugas
dengan PM dalam menjalankan program tersebut, maka
dari itu untuk pelaksanaan kegiatan di setiap harinya
sudah dirancang menggunakan jadwal harian, di dalam
jadwal tersebut terdapat nama-nama petugas yang
bertanggung jawab di setiap rangkaian kegiatannya. Di
dalam pelaksanaan pemberdayaan ekonomi melalui
penyaluran tenaga kerja, ada beberapa tahapan yang juga
harus dilaksanakan: a) Keterampilan softskill dan
156
hardskill. Dibutuhkan keterampilan softskill dan juga
hardskill yang harus dilakukan oleh PM sebelum ia diikut
sertakan untuk disalurkan bekerja. Pelaksanaan
keterampilan softskill difokuskan untuk melatih
kemampuan PM dalam melakukan pembelajaran yang
berkaitan hal-hal yang ada kaitannya dengan pekerjaan,
seperti pembelajaran kepemimpinan, juga pembelajaran
dalam bersikap yang baik. Pelaksanaan keterampilan
hardskill difokuskan untuk melatih kemampuan PM
dalam melakukan salah satu jenis keterampilan
penghidupan yang berguna untuk mereka terapkan untuk
membuat usaha mandiri, juga bermanfaat untuk menjadi
syarat kualifikasi di dalam penyaluran kerja. b) Proses
penyaluran. Ketika PM sudah mendapatkan keterampilan
softskill dan hardskill, maka PM siap untuk disalurkan
bekerja. Sebelum disalurkan bekerja, akan dilakukan
proses CC penyaluran terlebih dahulu, apabila CC
tersebut berhasil maka PM akan melakukan proses
pelamaran kerja dan melakukan interview kerja. (5)
Tahap terminasi. Pada tahap ini Balai melakukan
terminasi (pemutusan layanan) kepada setiap PM yang
sudah disalurkan bekerja maupun dengan PM yang sudah
selesai masa kontrak pelayannnya. Maka dari itu
terminasi dilakukan dengan waktu yang berbeda-beda,
pada masa ATENSI saat ini lama waktu pelayanan hanya
berlangsung selama dua bulan dan bersifat on-off. (6)
Tahap evaluasi. Pada tahap ini petugas yang telah
157
disiapkan akan melaksanakan pengawasan kembali dan
juga motivasi kepada PM yang telah diterminasi yang
sedang bekerja di suatu perusahaan, kegiatan evaluasi ini
biasa disebut dengan binjut (bimbingan lanjut).
2. Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran
Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Tunarungu
di Balai Melati
Di dalam mengukur tingkat keberdayaan seseorang,
teori milik Schuler, Hashemi, dan Riley di dalam buku
Edi Suharto menyebutkan ada delapan indikator
pemberdayaan, dan proses penyaluran tenaga kerja
penyandang disabilitas tunarungu melalui pemberdayaan
ekonomi yang dilakukan oleh Balai Melati yakni
mengaitkan empat diantaranya, yaitu : (1) Kebebasan
mobilitas. Hasil yang didapatkan PM setelah disalurkan
untuk bekerja adalah kebebasan mobilitas, dikarenakan
mereka memiliki circle sosial yang baru dan juga mereka
dapat berpergian dengan sendirinya ke berbagai tempat.
(2) Kemampuan membeli komoditas kecil. Pada indikator
hasil ini, PM yang telah bekerja memiliki pendapatan gaji
untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka. (3)
Kemampuan membeli komoditas besar. Sama hal nya
seperti indikator hasil sebelumnya, PM yang sudah
bekerja juga mampu memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersier dengan uang yang mereka dapatkan. (4) Jaminan
ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga. PM yang telah
158
bekerja dan mendapatkan penghasilan, mereka gunakan
untuk tabungan masa depan dan juga mereka
memberikannya kepada orangtua mereka di kampung
halaman.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan penelitian yang sudah dilakukan
peneliti, peneliti ingin memberikan saran-saran kepada
beberapa pihak yaitu :
1. Kepada para petugas Balai Melati, diharapkan untuk
meningkatkan pelayanan dalam mempersiapkan PM untuk
dapat disalurkan bekerja. Diharapkan untuk dapat terus
memaksimalkan pelayanan yang efektif, meskipun masa
pelayanan masa ATENSI ini hanya berlangsung selama
dua bulan.
2. Kepada PM Balai Melati, diharapkan dapat terus berusaha
untuk semangat dalam mengembangkan diri dengan
mengikuti pelayanan yang ada. Dan kepada PM yang sudah
bekerja, diharapkan dapat memaksimalkan dan juga
menjaga hasil keberdayaan yang sudah didapatkan.
3. Kepada pihak perusahaan penerima PM Balai Melati,
diharapkan dapat mempertahankan kontribusinya terhadap
kelangsungan pemberdayaan dengan cara rutin
mengadakan lowongan pekerjaan kepada PM Balai Melati,
dan juga penyandang disabilitas lainnya.
159
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2002. Pemikiran-Pemikiran Dalam
Pembangunan Kesehjahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga
Penerbit FE-UI.
Agusmidah. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia.
Andriyani, Risa Mia; Raden Roro Nanik Setyowati. 2018.
“Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Dalam Memperoleh
Hak Pekerjaan Yang Layak Melalui Pelatihan Di Yayasan
Lumintu Kabupaten Sidoarjo.” Kajian Moral Dan
Kewarganegaraan 6 (2): 276–90.
Anggara, Eka Boma Rezi. 2018. “Penyaluran Tenaga Kerja Anak
Tunarungu SMALB.” Jurnal Pendidikan Khusus 11 (1).
Ansori, Ade Nasihudin Al. 2020. “Jumlah Penyandang Disabilitas
Di Indonesia Menurut Kementrian Sosial.” Liputan6. 2020.
https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-
penyandang-disabilitas-di-indonesia-menurut-kementerian-
sosial.
Arieuffaman, Siti Napsiyah;, and Lisma Diawati Fuaida. 2011.
Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Jakarta: Lembaga penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Asyhadie, Zaeni. 2007. Hukum Kerja : Hukun Ketenagakerjaab
Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
160
Balai Disabilitas Melati. 2021. “Balai Disabilitas Melati Jakarta
Selenggarakan Sosialisasi ATENSI Kepada Keluarga Calon
Penerima Manfaat Dan LKS Mitra Balai.” 2021.
https://melati.kemsos.go.id/balai-disabilitas-melati-jakarta-
selenggarakan-sosialisasi-atensi-kepada-keluarga-calon-
penerima-manfaat-dan-lks-mitra-balai.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif -
Komunikasi,Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Citra, Amelda Tiara. 2020. “Pemberdayaan Dalam Program Terapi
Psikososial Di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandangan
Dan Pengemis Pangudi Luhur Bekasi.” Skripsi.
Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta: Psikosain.
Dewi, Aulia. 2017. “Pemberdayaan Remaja Penyandang
Disabilitas Di Sekolah Luar Biasa Sukarame Kota Bandar
Lampung.” Institut Agama Islam Negeri Raden Saleh Intan
Lampung.
Dia, Iis Maulid. 2016. “Peran Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
Tunarungu (SMALB-B) Karya Mulia Dalam Menyalurkan
Tenaga Kerja Alumni.” Universitas Jember.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hikmah, Nur. 2014. “Pemberdayaan Keterampilan Menyulam
161
Bagi Penyandang Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa (SLB B-
C) Sumber Budi Jakarta Selatan.” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jayani, Dwi Hadya. 2021. “Akses Pekerjaan Penyandang
Disabilitas Makin Sedikit.” Databoks. 2021.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/09/akses
-pekerjaan-penyandang-disabilitas-makin-sedikit.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2016. “KBBI
Daring.” 2016. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/tenaga
kerja.
Kumparan. 2020. “Menaker: Ada 289 Ribu Penyandang
Disabilitas Yang Menganggur.” KumparanBISNIS. 2020.
https://kumparan.com/kumparanbisnis/menaker-ada-289-
ribu-penyandang-disabilitas-yang-menganggur-
1tqx2oORbBo/full.
Lamuji. 2019. “Pemberdayaan Penyandang Disbilitas Oleh Batik
Tulis Shihaali Di Kampung Tunggal Warga Kecamatan
Banjar Agung Kabupaten ….” Universitas Islam Negeri.
Mahkamah Konstitusi. 2015. “Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia.” 2015.
https://www.mkri.id/index.php?page=web.PeraturanPIH&id
=2&menu=6&status=1.
Majid, Nurkholis. 2019. “Pemberdayaan Penyandang Disabilitas
Melalui Program Kewirausahaan Budidaya Burung Puyuh
162
Studi Di Yayasan Difabel Mandiri Indonesia.” UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten.
Mercer, Colin Barner; Geof. 2007. Disability. Edited by Kusmana;
Siti Napsiyahi. Jakarta: PIC UIN Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakary.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta:
BPFE.
Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja.
Noor, Henry Faizal. 2015. Ekonomi Publik. Jakarta: Penerbit
Indeks.
Rachmawati, Septiani. 2020. “Strategi Pemberdayaan Soft Skills
Penyandang Disabilitas Di Deaf Cafe and Car Wash Cinere
Depok Jawa Barat.” Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Samosir, Ridho Biwanda. 2021. “Proses Metode Participatory
Action Research Dalam Program Pendampingan Komunitas
Pedesaan Lembaga Bina Desa.” Skripsi.
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:
PT Refika Aditama.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
163
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyrakat Memberdayakan
Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama.
Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian
Rakyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surwanti, Arni. 2014. “Model Pemberdayaan Ekonomi
Penyandang Disabilitas Di Indonesia.” Jurnal Manajemen &
Bisnis 5 (1).
Syafe’i, Agus Ahmad. 2001. Manajemen Pengembangan
Masyarakat Islam. Bandung: Gerbang Masyarakat Baru.
Tata Usaha Balai Melati. n.d. Balai Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara
(BRSPDSRW) “Melati” Jakarta. Jakarta.
———. 2020. Company Profile Melati. Jakarta: Balai Rehabilitasi
Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. n.d.
“Jumlah Individu Yang Menderita Cacat Menurut Kelompok
Usia Dan Jenis Kelamin Dengan Status Kesejahteraan 40%
Terendah Di Indonesia.” Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. Accessed September 5, 2021.
http://bdt.tnp2k.go.id/sebaran/.
Yasin, Muhammad Ihsan; Nurlina Cipta Apsari. 2020. “Pembinaan
Orang Dengan Disabilitas Rungu Untuk Mendapatkan
Pekerjaan.” Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada
Masyarakat 7 (2).
164
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 1
Nama : Bapak Romal Uli Sinaga
Keterangan : Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Balai Melati
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Apa yang
melatarbelakangi
penyaluran
tenaga kerja di
Balai Melati ?
Sebenarnya penyaluran tenaga kerja
di Balai ini adalah opsi kedua,yang
menjadi tugas pokok dan fungsi kami
adalah mengembalikan keberfungsian
sosialnya. Aaa ketika dunia kerja yang
menjadi tuntutan jugalah yang artinya
dimana rehabilitasi sosial itu
disempurnakan jika mereka bisa
disalurkan bekerja. Karena disitu ada
kemampuan keberfungsian sosialnya,
ekonominya ,bagaimana dia dapat
memandirikan dirinya pasca terminasi
dari kita. Poinnya sih itu, bagaimana
mereka melengkapi keberfungsiannya
secara ekonomi, itu yang paling
urgent. Kedua, ya memang karena visi
misi kita itu tentang menyiapkan anak
menjadi mandiri, artinya bagaimana
165
dia memberikan kehidupan yang
layak bagi dirinya dan juga dapat
membantu lingkungan sekitarnya baik
itu keluarganya. Logika
sederhananya, ketika orang bekerja
tidak hanya untuk menunjukkan atau
membuktikan kompetensi yang
didapatkan di dalam dunia
pendidikan. Namun juga disisi lain di
segi ekonomi, dimana dia dapat
mencukupkan dirinya dengan upah
yang didapatkan. Bekerja tidak hanya
menunjukkan eksistensi, dia juga
butuh sesuatu yang bersifat ekonomis
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dari dulu memang kita mempunyai
networking dengan berbagai macam
perusahaan, dan memang untuk
memberikan kesempatan bagi anak-
anak penyandang disabilitas dalam
rujukan dari kita.
2 Bagaimana
proses dan
pelaksanaan
penyaluran
Ada beberapa tahapan ya, hmm yang
pertama memang kami disini
menyiapkan mereka secara softskill
nya, ada kepercayaan dirinya,
166
tenaga kerja di
Balai Melati ?
meningkatkan keberfungsian
sosialnya, meningkatkan mental
psikologisnya, artinya secara softskill
kita siapkan terutama untuk bisa
misalnya masuk dunia kerja.
Yang kedua yaitu misalnya sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan
di dalam dunia kerja, kita sesuaikan,
misalnya dia di tata boga biasanya
masak-memasak berarti kita arahkan
ke perusahaannya ke Burger King
yang sudah menjadi partner kita
karena sudah mau menerima anak-
anak kita. Misalnya juga dalam
keterampilan komputer, untuk
bagaimana dia nanti di dunia kerja
bisa melakukan kegiatan-kegiatan
yang bersifat administratif di
komputer, melakukan laporan-laporan
di komputer, juga membuat
presentasi. Jadi hardskill ini kita
sesuaikan dengan 10 jenis
keterampilan yang ada di Balai, dari
situ kita mencoba memberikan
pengajaran kepada mereka
167
kemampuan-kemampuan teknis yang
berkaitan dengan dunia kerja.
Selanjutnya, setelah kita cukup
matang di softskill dan hardskillnya,
baru kita berikan rekomendasi kepada
perusahaan apabila perusahaan
tersebut membutuhkan atau membuka
lowongan baru di perusahaannya.
Lalu misalnya mekanisme
perusahaan, mereka punya
mekanismenya internal, biasanya
mereka melakukan proses sleksi terus
wawancara, eeee baik itu bisa di Balai
kita bisa di Perusahaan. Tidak semua
bisa sesuai dengan kualifikasi itu,
karena banyak yang mendaftar tapi
sedikit formasi yang dibutuhkan oleh
perusahaan itu. Pada intinya, kami
sudah memberitahukan kepada pihak
perusahaan bahwa anak-anak ini
kompeten dalam pekerjaan. Dimana
mereka lebih fokus, lebih tuntas dalam
mengerjakan sesuatu hal, karena
mereka rungu wicara ya jadi tidak
banyak komplen, jadi mereka lebih
fokus pada tugas dan pekerjaannya
168
karena mereka tidak terganggu
dengan kebisingan.
Tahapan selanjutnya ya jika mereka
sudah bekerja disana kita akan tetap
mendampingi, misalnya sampai
tandatangan kontrak. Tidak hanya itu,
jika mereka sudah bekerja disana dan
jika perusahaan-perusahaan itu
memiliki masalah dengan anak ini,
misalnya dari kinerja kerjanya,
misalnya tingkat produktifitas
kerjanya rendah di sebuah perusahaan,
biasanya juga perusahaan akan
melapor ke kita, karena kita membuat
garansi jaminan ke mereka apabila ada
anak-anak bermasalah walau sudah
tidak menjadi tanggungan kita dan
sudah menjadi tanggungan
perusahaan karena sudah mandiri.
Namun, faktanya memang kita selalu
memberikan bantuan ke perusahaan
apabila ada anak-anak yang
bermasalah, tetap memberikan
motivasi ke mereka agar dapat bekerja
baik. Biasanya ada laporan ke saya,
dan nanti akan ada peksos yang
169
mendampingi anak yang
bersangkutan.
3 Adakah kriteria
khusus untuk
penerima
manfaat (PM)
yang akan
disalurkan ?
Engga, kalau dulu memang kita
syaratkan enam bulan dulu kita
syaratkan untuk dapat proses
pelatihan disini , namun dengan
banyaknya rungu wicara dan memang
harus banyak yang kita layani, jadi ada
baiknya memang secepat mungkin
mereka dapat bekerja. Sekarang
mekanismenya kalau mereka hanya
sebulan dua bulan disini juga kita bisa
salurkan, tergantung memang dari
kopetensi si anak ini. Yang paling
penting memang kita menyiapkan
kepercayaan dirinya, softskillnya,
sosial psikologinya, mentalnya kita
siapkan untuk dapat siap bekerja.
4 Apa faktor
pendukung dan
penghambat
dalam
menjalankan
proses
Networking kita sudah siap dengan
perusahaan-perusahaan untuk
mempekerjakan para penyandang
disabilitas. Juga faktor pendukung
dengan adanya UU Penyandang
Disabilitas No8 Tahun 2016.
170
penyaluran
tenaga kerja ini ?
Selanjutnya, faktor pendukung
lainnya keinginan yang kuat daripada
klien kita untuk dapat bekerja. Faktor
pendukung lainnya ya balai kita
branding nya udah kuat, bahwa disini
adalah tempat yang dimaan selesai
dari sini pada klien dapat disalurkan
bekerja. Dukungan keluarga dan
orang tua juga sangat bermanfaat.
Juga pendukung dari stakeholders
lainnya misalnya Dinas Sosial atau
Lembaga Kesejahteraan Sosial yang
menjadi perujuk para penerima
manfaat untuk mendapat pelayanan
disini.
Faktor penghambatnya dari
kualifikasi, anak-anak kita ini
terkadang tidak sesuai dengan
kualifikasi yang diharapkan
perusahaan-perusahaan. Misalnya
perusahaan ingin yang lulusan ijazah
SMA, namun kebanyakan anak-anak
kita itu hanya lulus SMP atau SD atau
bahkan ga sekolah. Faktor
selanjutnya, kadang kompetensi
hardskillnya itu tidak cocok dengan
171
kebutuhan perusahaan, karena itu hak
perusahaan untuk siapa yang dapat
mereka terima.
5 Bagaimana kah
proses CC (Case
Conference)
penyaluran
tenaga kerja PM
di Balai Melati?
CC itu diskusi semua pementingan,
peksosnya, pengasuhnya,
intrukturnya, dari manajemen
strukturalnya, ya untuk menentukan
anak itu misalnya mau bertugas ke
perusahaan. Seperti nanti bagaimana
kontrak kerjanya, bagaimana nanti
misalnya tempat tinggalnya, misalnya
nanti proses supervisi atau monitoring
saat bekerja disana, nanti kalau ada
masalah-masalah siapa yang akan
dikontak oleh perusahaan. Ya hal-hal
yang terkait dengan pekerjannya itu
nanti, itulah yang kita bicarakan di
CC. Jadi CC itu menjadi penentu
secara formalnya dialah (CC) yang
menjadi forum resmi untuk
melakukan terminasi ke anak. CC
disini berdasarkan case. Proses disini
mencari solusi, mencari kesimpulan
dan menentukan.
172
6 Apa pengertian
dari pelayanan
terapi yang ada di
Balai Melati ?
Terapi fisik itu olahraga, senam,
kesehatan jasmani, baris berbaris,
terkait juga dengan pemeliharaan
kesehatannya, pemeriksaan kesehatan
rutin. Terapi psikososial itu dilatih
kognitifnya dilatih afeksinya, artinya
bagaimana dia lebih percara diri,
misalnya sederhananya gitu kan,
bagaimana dia dilatih untuk dapat
mengemukakan pendapat apabila dia
sedang ada di dalam suatu forum
diskusi, bagaimana dia dapat
beradaptasi dengan lingkungannya.
Kalau terapi mental spiritual itu
berkait dengan keagamaan, pengajian
misalnya ada juga pesantren kilat, ada
juga pengajian. Mental spiritual
itukan menjaga keseimbangan antara
hati pikiran dengan alamnya.
173
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 2
Nama : Ibu Sherly
Keterangan : Kepala Seksi Assessment dan Advokasi Balai
Melati
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan
pendekatan
awal?
Pendekatan awal itu kan seperti
semacam sosialisasi ke dinas-dinas
sosial, SLB-SLB tentang balai kita,
bahwa kita punya nih balai rungu
wicara di Jakarta Timur, kalau ada
anak dengan kriteria yang memenuhi
sasaran balai kami, silahkan dikirim
ke balai kita. Kalau dulu kan kita
pelayanan 2 tahun, terus ada juga 6
bulan, dan sekarang masa atensinya
itu hanya 2 bulan. Dua bulan itu kita
usahakan sudah mandiri nanti
pulangnya. Intinya di tahap ini
sosialisasi ke dinas sosial atau SLB-
SLB tentang kegiatan-kegiatan kita.
Disini juga kita mengidentifikasi PM
nya bener ga disitu rungu wicara
174
dengan kriteria yang memang sudah
kita tentukan. Terus kita kasih juga
motivasi yang kadang-kadang ada
yang orang tua juga yang tidak bisa
melepaskan anaknya nih untuk ke
balai, karena mainset orang kan beda
ya tentang asrama itu yaaa, misalnya
mainset asrama makannya ga enak,
disana nnti sepi, gitu
2 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahap
seleksi ?
Di proses seleksi, setelah di cek
berkas dan kita lihat dulu apa
identifikasi tadi bener tidak dia rungu
bicara, kalau sudah memenuhi syarat
yg ada di balai, yaudah berarti proses
seleksi kita buat, lalu keterima di
balai.
3 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahapan
assessment ?
Assessment itu kita identifikasi
mengukur kemampuan mereka, kita
assessment, dan nanti hasil assessment
nya apakah mereka nanti untuk
keterampilannya menjahit, atau lebih
condong ke tata boga, atau nnti setelah
keluar dari sini mereka mau
mempersiapkan mental diri seperti
apaa. Jadi kita lihat nih dari awal kita
175
wawancara dengan form assessment
kami, nnti kita cek disitu nanti
kebutuhan anak nih apasi kedepannya.
Jadi kita ga salah sasaran untuk
melakukan pelatihan disni nntinya.
Apakah itu pelayanan terapi mental
seperti contohnya untuk menjadikan
mental dia kuat kalau nanti bekerja
diluar sana, ada juga terapi wicara,
juga ada terapi penghidupan. Kalau
peksosnya sudah menentukan kemana
keahlian mereka misalnya si A setelah
lulus dari sini dia ingin buka usaha
makanan dengan ibunya dirumah,
berarti kita arahkan ke keahlian tata
boga. Atau mereka dirumah sudah
punya usaha jahit dan anaknya (PM)
yang meneruskan, berarti kita arahkan
ke keahlian menjahit.
4 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
Orientasi, sebenanya orientasi disini
lebih ke pengenalan lingkungan
terutama progam-program yg ada
disin. Misalnya di saya, apa saja si
programnya (bagian assessment dan
advokat) misalnya ada masalah atau
ada butuh bantuan bisa ke saya.
176
dengan tahapan
orientasi ?
Orientasi aja kita keliling-keliling.
Melihat-lihat ruang keterampilan dan
mencoba apakah pas ga yah atau
cocok tidak ya saya dengan
keterampilan ini.
5 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahapan
rencana
intervensi ?
Rencana intervensi itu, setelah kita
melakukan tahapan assessment kita
biasanya kumpul bersama dengan ada
psikolognya, terapi wicaranya,
peksosnya, kita menentukan rencana
intervensi untuk anak ini apa untuk 2
bulan ini, misalnya si anak butuh
penguatan mental, nanti peksosnya lah
yg merujuk ke pembimbing
mentalnya, atau ini anak butuh terapi
wicara. Ada terapi fisik yang berarti ya
kesehatan, terapi psikososisal ya lebih
ke kehidupan sehari-hari mereka
seperti apa, terapi mental lebih ke
mental agamanya, penguatan mental
ketika dia sudah di dunia usaha,
kekuatan mental apabila mereka
membandingkan gaji mereka. Terapi
penghidupan itu keterampilan/
vokasional.
177
6 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahapan
resosialisasi ?
Resosialisasi itu biasanya kita
sebelum pandemi, anak-anak kita
arahkan untuk PBK (Praktek Belajar
Kerja) di perusahaan-perusahaan yang
bermitra dengan kita dengan jangka
waktu sebulan. Tapi kalau di program
atensi ini, tidak bisa kita harapkan
karena waktunya sangat sedikit, dan
sepertinya tidak dapat dilaksanakan.
7 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahapan
reunifikasi dan
integrasi?
Reunifikasi itu kalau tahun kemarin
seperti wisuda, karena kan masuk nya
selama 6 bulan dan tamatnya bareng,
kalau sekarang kan gabisa lagi. Kita
sistemnya udah on/off, kalau pandemi
sekarang kita terima 20 anak , yang
boleh ada di asrama Cuma 20 anak aja,
mereka kan masuknya beda-beda nih,
kalau ada yang udah selesai 2 bulan
yaudah nanti ada yang masuk lagi
yang baru, jadi lulusnya tidak
serentak. Setelah reuinifikasi kita
salurin mereka ke perusahaan atau ada
yang usaha mandiri kita bantu dengan
modal usaha. Modal usaha kalau dulu
kita pakai cash transfer tapi sekarang
sudah tidak boleh lagi. Kalau sekarang
178
beda ya, kalau sekarang ini anak-anak
selama mendapat pelayanan disini
hanya mendapat uang Rp. 2.400.000,-
sudah include semuanya disitu , ya
makannya ya bajunya dan nanti kalau
masih ada uang ya berarti itu nanti
menjadi model usaha mereka.
8 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahapan
terminasi ?
Terminasi, ya persiapan mereka
kelulusan, terminasi itu kan selesai
layanan ya, nanti disitu peksos yang
menilai PM sudah layak belum nih
untuk di terminasi, berarti kan peksos
harus monitoring terus ya, dan kalau
memang kira-kira sudah bisa untuk
terminasi yaudah langsung terminasi
baik itu dua bulan, satu bulan, atau
bahkan dua minggu.
9 Menurut
pendapat ibu
dalam tahapan
pelayanan di
Balai Melati, apa
yang dimaksud
dengan tahapan
bimbingan lanjut
?
Bimbingan lanjut itu, setelah anak
keluar dari sini, nanti kita masih
monitoring tuh mereka, apakah
kerumahnya apakah ke perusahaan,
kita ngadain kunjungan. Kita kasih
motivasi-motivasi lagi nanti seperti
apa, kita bisa lakukan lewat telefon
kalau memang anaknya berada di luar
pulau. Biasanya kalau di dalam kota
179
ada perusahaan yang minta kalau anak
ini bermasalahan dan minta bantuan
Balai, yaudah kita melakukan
bimbingan lagi kesana. Jadi setelah
PM bekerja bimbingan lanjut ini
dilakukan kalau dibutuhkan saja.
Kalau bimbingan lanjut tuh
sebenarnya tetap ya prosesnya, karena
bagaimana pun ceritanya PM masih
dalam pantauan kita nih selama 5
tahun kedepan nih, perkembangannya
seperti apa, apakah masih di
perusahaan ini atau sudah pindah.
Tapi selama ini sih kita memantau
tidak hanya selama tahun saja, tapi
selamanya, selama anak itu masih
membutuhkan.
180
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 3
Nama : Ibu Irma
Keterangan : Pekerja Sosial
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Persiapan apa
yang dilakukan
ketika PM akan
melakukan
proses
penyaluran
tenaga kerja?
Yang pasti sebelumnya si PM itu
harus sudah mampu dulu ya,
maksudnya sudah mampu dalam segi
kesiapannya mereka dulu, apakah
sudah siap belum mereka untuk
disalurkan. Juga dari segi
kemampuannya, setelah itu baru kita
penjajakan ke perusahaan-perusahaan
yang bekerja sama dengan balai kami,
setelah dijajaki, kalau mereka
membutuhkan membuka lowongan
untuk PM kasmi, baru kita membuat
surat lamaran ke perusahaan.
2 Dalam proses
assessment,
apakah hanya
berbentuk form
saja atau juga
Kita wawancara, ada assessment
awal, assessment awal itu waktu
pertama PM datang kesini kita
melakukan assessment awal, masing
ada orang tuanya kita waawancara
181
melibatkan PM
untuk
berdiskusi?
dengan orang tuanya, nanti dilanjut
dengan assessment komperhensif
yaitu assessment keseluruhan, dari
segi wicaranya, SIBI nya, fisiknya,
kemampuan dasarnya, secara
psikologinya.
3 Di dalam tahapan
intervensi,
apakah ada
proses diskusi
yang dilakukan
bersama dengan
PM ?
Ada, pertama dari PM nya dulu
maunya apa, sebelum itu kan kita ada
rencana intervensinya berbentuk CC
(case conference), jadi disini kan
masing-masing pekerja sosial ada PM
dampingannya ya, nanti
dikomunikasikan kalau kita akan ada
CC untuk penyaluran, sebelum PM
disalurkan disitu nanti dirapatkan
dulu, sejauh mana kah kemampuan
PM, sudah siap kah dia untuk
disalurkan kerja. Proses CC ini
dilakukan bersama dengan pekerja
sosial pendamping, pejabat struktural,
intruktur, juga psikolog. Jadi nanti
setelah melakukan CC sudah layak
disalurkan, baru kita salurkan mereka
untuk bekerja.
4 Menurut Ibu,
tujuan dari
Yang pasti kemandirian ya yang
utama, juga supaya PM ini bisa
182
adanya
penyaluran
tenaga kerja ini
seperti apa ?
mandiri bisa diterima di masyarakat,
yang kedua pastinya untuk
meningkatkan taraf ekonomi mereka
5 Bagaimana
proses
penyaluran
tenaga kerja yang
ada di Balai
Melati ini ?
Jadi kami itu kalau menyalurkan PM
itu pasti PM disini harus sudah
terminasi, maksudnya mereka sudah
siap untuk bekerja di luar sesuai
dengan kemampuan yang mereka
miliki. Selanjutnya seperti pada
umumnya saja seperti kalau kita ingin
melamar pekerjaan pastikan ada
syarat-syarat dari perusahaan itu,
masing-masing perusahaan juga
punya standar untuk menerima PM,
dari usia, latar belakang pendidikan,
juga keahlian. Untuk selanjutnya
sama sih, nanti ada pemanggilan, nah
semua proses itu pastinya didampingi
oleh pekerja sosial. Proses CC
dilakukan sebelum menentukan
bagaimana perkembangan mereka
selama di Balai, apakah sudah siap
untuk disalurkan, baik dari segi
mental juga skill nya. Proses CC
dilakukan perorang dan per-PM.
183
6 Metode apakah
yang dilakukan
untuk
memonitoring
PM ketika PM
sedang bekerja ?
Kita biasanya monitoring, kita binjut
(bimbingan lanjut) kesana, untuk
motivasi mereka, dan Karena kita
sudah bekerja sama dengan
perusahaan, jadi kita kalau ada
kendala atau ada masalah tentang PM
kita, kita siap untuk motivasi kesana.
Misalnya ada kendala dari perusahaan
si PM ini males, nanti kita kesana.
Binjut dilakukan sesuai kebutuhan
aja, engga yang setiap bulan juga.
7 Seperti apa
proses terminasi
yang dilakukan
Balai Melati
terhadap PM
yang sudah
disalurkan
bekerja ?
Terminasi itu kan pemutusan layanan
ya, kalau sekarang ketika PM sudah
dinyatakan mampu, yaudah PM lalu
diterminasi. Terminasi dilakukan
sebelum mereka disalurkan bekerja.
Karena kan kalau sudah keluar dari
Balai kan berarti sudah bukan PM
kami, sudah tidak mendapat layanan
di Balai. Jadi diterminasi baru
disalurkan, bisa juga mereka sudah
disalurkan lalu otomatis terminasi
harus kita lakukan. Kalau dulu
memang terminasinya dilakukan
serempak, karena kita ada wisuda
bareng-bareng jadi terminasinya pas
184
wisuda itu, kalau tahun ini terminasi
dilakukan secara masing-masing. Jadi
kebutuhan anak-anak ini tidak sama,
misalnya anak yang satu sudah siap
diterminasi, yaudah terminasi, karena
yang dia butuhkan sudah dapat disini,
dia sudah siap kalau ingin bekerja
atau ingin buka usaha ya langsung
kita terminasi. Terminasi itu kan
bentuk pemutusan layanan ya, jadi
mereka sudah tidak dilayani lagi
disini, biasanya ada formnya, kayak
berita acara modelnya ya,
penandatanganan pihak Balai
menyerahkan kembali PM yang
sudah dilayani disini untuk
dikembalikan ke orang tua, nanti
orang tuanya tanda tangan disitu.
8 Menurut Ibu,
apakah proses
penyaluran ini
menjadikan PM
menjadi
terberdayakan ?
Iya, sangat. Jadi disabilitas itu
diberdayakan, tidak dibeda-bedakan,
kemampuan mereka sebenarnya sama
saja dengan kita, jadi mereka
diberikan kesempatan untuk bekerja.
185
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 4
Nama : Bapak Sulis
Keterangan : Pekerja Sosial
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Apa peranan
terapi
keterampilan
di dalam
proses
penyaluran
kerja?
Karena bisnis proses kita adalah
rehabsos, maka keterampilan itu
hanya sebagai proses penunjang,
penunjang dikarenakan Balai adalah
rehabsos yang otomatis yang utama
adalah mental PM itu sendiri,
kepribadian dia, perubahan prilaku
dia. Tetapi tidak cukup hanya itu,
kami dituntut oleh era globalisasi
yang sangat pesat, maka kita harus
membekali seseorang ini untuk
dibekali skill keterampilannya,
otomatis keterampilan yang kita
bekali bukan hanya sekedar ilmu,
tetapi menjadikan dia memiliki
kegigihan.
2 Bagaimana
proses CC yang
Hampir seluruh kegiatan itu
melakukan CC, nah jadi CC itu
186
ada di Balai
Melati ?
dilakukan pada setiap pembahasan
kasus-kasus yang dianggap sangat
krusial dan sangat penting untuk di
bahas. Ketika CC untuk menyaluran
kerja (recruitment kerja), kita
menawarkan dulu ke dalam, siapa nih
anak-anak kita yang mau, oh si A si B
si C, lalu CC, misalnya ada nih dari
saya lima anak, dari sana dua, dari
sana tiga. Lalu ternyata di dalam CC
itu ternyata ada yang tanpa
sepengetahuan saya sebagai
pendamping, misalnya saya
mendampingi putri di asrama,
kebetulan si putri di asrama itu orang
tuanya sering kunjung ke ibu asrama,
suka terselip kata ‘anak saya
pokoknya kalau selesai dari sini, saya
akan bawa pulang’, nah kan itu
sebuah informasi, jadi CC itu bukan
hanya membahas tentang persoalan-
persoalan saja tetapi mendapatkan
informasi masukan. Berarti ya buat
apa dia dipaksanakn untuk bekerja,
tetapi ini bukan menjadi dipatahkan
untuk dia masuk kerja, kita hubungi
187
dulu orang tua (tugas pendamping)
kita lakukan motivasi, memberikan
keyakinan, meyakinkan bagaimana
pola kalau nanti anaknya bagaimana
kalau diterima kerja di perusahaan,
nah itu pentingnya CC. Jadi ya di
dalam CC recruitment itu tidak
gampang langsung ‘yaudah
semuanya bekerja’ bukan seperti itu,
dilihat juga persoalan-persoalannya,
tergantung di pendamping sudah
yakin, misalnya saya nih anak
dampingan saya anak daerah (luar
Jakarta) semua itu, kalau di pikir kan
mereka itu jarak jauh, bagaimana
kalau dia kerja disini (Jakarta),
bagaimana ini anak kalau ada apa.
Nah disitulah saya akan kontak orang
tua nya, saya harus bisa meyakinkan
,dan juga bisa memberikan advokasi
terhadap anak dampingan saya.
3 Bagaimana
proses untuk
lowongan kerja
bagi Penerima
Pengumuman lowongan kerja itu
biasanya lewat WA (WhatsApp) ,
contohnya alfamidi nih recruitment,
itu pemberitahuannya itu ke kita via
188
Manfaat di Balai
Melati ?
WA, atau anak-anak melihat
pengumuman dan nanti bilang ke kita,
nanti kita tanyakan lagi ke pihak
perusahaan itu. Sifatnya kalau
lowongan itu, itu biasanya antar
lembaga ya seperti kontak pribadi lah
ya antar pejabat, bukan kayak
pengumuman umum. Karena apa?
Karena mereka kenal kita semua,
yang merekrut untuk saat ini adalah
yang kenal dengan lembaga kita, jadi
mereka memberi pengumuman
kepada kita bukan kepada umum.
4 Bagaimana cara
Balai Melati
melakukan
bentuk kerjasama
dengan
perusahaan-
perusahaan yang
akan menjadi
tempat bekerja
para Penerima
Manfaat ?
Kita ada yang namanya itu penjajakan
penyaluran, nah disitu biasanya
petugas-petugas penyaluran kita
melakukan penjajakan ke
perusahaan-perusahaan, atau mencari
peluang kerja, atau mensosialisasikan
tentang balai ini yang telah kita
lakukan. Jadi, kita memberitahukan
kepada halayak perusahaan atau
segala macam itu agar mereka tau
bahwa ada diantara semua kehidupan
itu ada mereka, mereka juga memiliki
189
kesempatan. Jadi ya berkewajibanlah
perusahaan kepada kita untuk
menerima kaum difabel. Nah jadi
itulah tugas kita, petugas yang
melakukan penjajakan, bila nanti ada
peluang, maka kita akan terus
mengadakan pendekatan, seperti
nanti bagaimana rekrutmennya, nah
nanti baru terjadinya MOU.
5 Bagaimana
proses interview
penyaluran kerja
perusahaan untuk
para Penerima
Manfaat di Balai
Melati ?
Kalau misalnya dalam pendampingan
wawancara, biasanya tergantung
Perusahaan, jika Perusahaan
mempunyai translator untuk si anak
berarti si anak ini menjalani interview
dengan sendirinya, tapi rata-rata
perusahaan itu minta translator dari
kita, makanya otomatis akan
didampingi. Interview perusahaan
dengan cara mereka masing-masing,
seperti pihak Alfamidi, itu tidak ada
pendampingan, karena mungkin
sudah pengalaman juga. Tetapi ada
juga perusahaan yang minta
didampingi, seperti Omron, Trimitra,
nah kita dampingin.
190
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 5
Nama : Ibu Diah
Keterangan : Bagian Pendaftaran Calon Penerima Manfaat
(Seksi Assessment)
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana proses
penerimaan calon
PM di Balai
Melati ?
Melalui online kalau sekarang, jadi
yang pertamakan di pendaftaran itu
ada nomor hp saya dan nomor pak
Bambang, nah kalau sudah ketemu
nomornya baru beliau kontak saya
atau Pak Bambang untuk
menanyakan proses masuk balai.
2 Apakah calon PM
mendaftar secara
mandiri atau
apakah Balai
Melati yang
mengundang
mereka?
Kalau balai yang mencari, itu kita ke
Dinsos, kalau engga ke SLB,
mengadakan komunikasi atau
informasi. Kalau ke masyarakat
biasanya kita mengadakan
memberikan sebaran informasi, nah
nanti mereka tau nya dari situ.
Kalau yang dari Dinsos, itu mereka
diantarkan ke Balai oleh Dinsos, tapi
kalau yang daftar secara mandiri, itu
dia datang sendiri. Kalau melalui
191
sekolah, itu lewat guru-guru SLB
nya.
3 Apa tahap
selanjutnya
setelah
Pendaftaran dulu, kalau memang
persyaratannya sudah
memungkinkan, sudah lengkap
terutama kalau disini kita menerima
tunarungu murni dan tidak cacat
ganda, lalu baru kita mengadakan
pemanggilan, kalau sudah
pemanggilan si calon PM itu baru ke
balai melakukan wawancara, tahap
keduanya.
4 Setelah proses
pemanggilan,
tahap apa yang
harus dilakukan
CPM?
Kalau memang sudah diwawancara,
berarti sudah masuk balai langsung,
mengikuti pelayanan di asesmen.
Wawancara sudah, baru masuk balai
kalau sudah memenuhi syarat.
5 Pada tahapan apa
kontrak awal
dengan CPM
dilakukan ?
Di tahap mau masuk balai, pengisian
berita acara, disaat sudah
pemanggilan, tanda tangan kontrak
mau mengikuti pelayanan di balai,
kalau memang siap mau ikut
pelayanan di balai si PM itu tidak
boleh menikah, harus sopan santun,
mengikuti tata karma, baru diterima.
Untuk tahap awal pendaftaran ya
192
mba, persyaratan itu lengkap semua,
ada dari mulai pendaftaran, surat
pernyataan, berita acara, kontrak
layanan, dan form asesmen.
6 Apakah di setiap
daerah memiliki
kuota untuk
masuk ke balai ?
Tidak ada, siapa yang daftar duluan,
itu yang kita panggil lebih dulu.
Disini kan waiting list, nah apabila
ada yang keluar, baru kita ada
pemanggilan, karena kita sistemnya
on-off. Dan di situasi pandemi ini
kami kalau mau mengadakan
pemanggilan hanya 50%, yang
biasanya 40, kami memanggilnya
hanya 20, itupun PM yang daerahnya
dapat dijangkau seperti
JABODETABEK.
193
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 6
Nama : Bapak Samin
Keterangan : Instruktur Keterampilan Salon
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Ada berapa PM
yang mengikuti
kelas
keterampilan
salon ?
Ada tiga PM (A, F, R)
2 Apa yang
diajarkan di kelas
keterampilan
salon ?
Kita nanti sesuai dengan kebutuhan
anak yang mereka niat. Tata rias kan
juga ada kurikulumnya ya, di modul
memang ada tata rias rambut, tata
rias kulit, tata rias wajah, tata rias
pengantin, nah sekarang kita ambil
pelajaran tata rias pengantin. Karena
juga waktunya hanya dua bulan
jadinya sedikit waktu, karena dalam
satu mata pelajaran itu kita
mengikuti minimal dua bulan ya, jadi
kita hanya fokus di satu pelajaran
saja yang mereka butuhkan.
194
3 Bagaimana cara
menyiapkan PM
agar siap untuk
bekerja melalui
keterampilan ini?
Selama nanti belajar dua bulan,
mereka ini misalnya senang merias
wajah, nah mereka itu setelah keluar
dari balai ini, saya sebagai instruktur
itu otomatis berusaha agar mereka
senang melakukan pelajaran ini, dan
mampu melakukannya agar siap
untuk bekerja. Yang penting mereka
mau belajar dan semangat. Juga yang
terpenting kita bekalkan mental,
mental untuk berani merias dan tidak
takut untuk salah.
4 Apa faktor
penghambat dan
pendukung bagi
PM dalam
melaksanakan
pembelajaran ini ?
Hambatannya ya komunikasi, yang
jelas komunikasi yang jelas menjadi
hambatan bagi mereka. kalau faktor
pendukungnya itu adalah mental dan
orang tua, terutama orangtua yang
mendorong dan mendukung mereka.
195
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 6
Nama : Ibu Grin
Keterangan : Instruktur Keterampilan Tata Boga
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Ada berapa PM
yang mengikuti
kelas
keterampilan
salon ?
Ada dua, sebelumnya yang sudah di
terminasi ada enam PM.
2 Apa yang
diajarkan di kelas
keterampilan tata
boga ?
Yang diajarkan itu mulai dari kue
kering, kue basah, pudding. Cuma
kalau mau mengejar semua kan
dalam waktu dua bulan ini melihat
kemampuan PM juga, mungkin
kalau PM nya cepat tanggap dengan
tiga sampai empat pertemuan itu
dapat mengerjakan kue sendiri. Hari
ini lagi belajar buat donat, kalau
mereka belum bisa buatnya, besok
diulang lagi sampai mereka bisa.
Karena dua bulan ini kita mengejar
PM ini dapet apa, percuma kalau
196
belajar banyak kue tetapi lupa
semua.
3 Bagaimana cara
menyiapkan PM
agar siap untuk
bekerja melalui
keterampilan ini?
Dengan cara mengulang-ulang
pelajaran, karena kalau disini
sebulan misalnya seminggu kita
ajarkan dua macam kue, tetapi
biasanya anak-anak ini kalau tidak
diulang-ulang itu mereka lupa lagi.
Jadi lebih baik misalkan dalam dua
bulan PM hanya menguasai dua
macam kue, yaudah kita perdalam.
4 Apa faktor
penghambat dan
pendukung bagi
PM dalam
melaksanakan
pembelajaran ini ?
Faktor penghambatnya ya
kemampuan daya tangkapnya lain-
lain ya, terus missal hari ini diberikan
pelajaran besok sudah lupa lagi, jadi
harus diulang-ulang. Faktor
pendukungnya harus kita beri
motivasi, walaupun itu salah tetapi
mereka menjadi lebih percaya diri
untuk memperbaiki lagi.
197
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 8
Nama : Bapak Umar
Keterangan : Instruktur Keterampilan Komputer
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Ada berapa PM
yang mengikuti
kelas
keterampilan
salon ?
Tahun ini ada lima, kemarin ada
satu yang udah terminasi udah kerja.
2 Apa yang
diajarkan di kelas
keterampilan
komputer ?
Paling disini komputer itu menuju
target seperti admin, kasir, jadi ya
belajarnya itu di word, excel, kalau
masih ada waktu belajar ke power
point. Jadi lebih belajar tentang
aplikasi perkantoran.
3 Bagaimana cara
menyiapkan PM
agar siap untuk
bekerja melalui
keterampilan ini?
Diajarkan etika-etika dan cara
penulisan yang baik dan benar, koma
juga titiknya. Karena kan tujuan
keterampilan ini kan belajar
mengenai admin.
4 Apa faktor
penghambat dan
pendukung bagi
Faktor penghambatnya itu karena
kan setiap anak berbeda ya, ada yang
mudah mengerti untuk saya ajarkan,
198
PM dalam
melaksanakan
pembelajaran ini ?
ada yang kurang mengerti, dan sulit
juga dalam komunikasi. Kalau faktor
pendukungnya itu motivasi dari
pendamping juga dari orangtua.
199
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 9
Nama : Bapak Supriyatna
Jabatan : Instruktur Keterampilan Desain Grafis
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Ada berapa PM
yang mengikuti
kelas
keterampilan
salon ?
Ada satu PM kalau sekarang.
2 Apa yang
diajarkan di kelas
keterampilan
desain grafis ?
Disini kan desain grafis dan
percetakan, saya mengingat waktu
yang hanya dua bulan, jadi sesimpel
dan seringkat mungkin saya hanya
mengajarkan dasar-dasarnya, dan
nanti percetakannya dipilih salah-
satu yang paling mudah. Misalnya
sekarang ada mesin pin, jadi saya
ajarkan mesin pin saja, jadi untuk
pembuatan pin bros, kayak bikin
logo pakai aplikasi edit di komputer.
Karena kan mengingat waktu yang
sangat sempit hanya dua bulan, kalau
200
dulu itu kan kita ajarin di mesin
lasernya, sablon digital juga.
3 Bagaimana cara
menyiapkan PM
agar siap untuk
bekerja melalui
keterampilan ini?
Pembelajaran ini saya ulang-ulang,
karena kan anak disabilitas ini sulit
mengingat. Dan saya pacu dengan
etos kerjanya ya semangatnya itu.
4 Apa faktor
penghambat dan
pendukung bagi
PM dalam
melaksanakan
pembelajaran ini ?
Penghambatnya ya segi komunikasi
ya, karena kan setiap anak beda-beda
komunikasinya. Terus kendalanya
juga di bahan baku ya, karena setiap
anak ini mencoba kan pasti gagal
terus, nah itu bahan baku cepat habis,
dan untuk pengajuan kembali bahan
baku itu lumayan sulit. Dan faktor
pendukungnya itu biasanya
semangat dari teman, dan juga saya
sering makan bareng sama mereka
sebelum memulai kelas, supaya
mereka merasa saya perhatikan.
201
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 10
Nama : Ibu Rosita
Keterangan : Instruktur Keterampilan Kerajinan Tangan
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Ada berapa PM
yang mengikuti ?
Baru dapat satu PM.
2 Apa yang
diajarkan di kelas
keterampilan
desain grafis ?
Saya memberikan berbagai macam
seni kerajinan tangan, mulai dari
manik-manik yang bisa dibuat jadi
bunga-bunga juga bisa tas, terus saya
juga ke mesin jahit, jadi seni
kerajinan tangannya yang
berhubungan dengan menjahit,
kayak bikin tas, bikin taplak meja,
bikin pouch, bikin masker, dan
masih banyak.
3 Bagaimana cara
menyiapkan PM
agar siap untuk
bekerja melalui
keterampilan ini?
Sebenarnya saya kurang yakin ya
karena waktunya cuma sedikit. Tapi
saya berharap dengan waktu satu
bulan kedepan dia harus sudah bisa.
202
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 11
Nama : Ibu Sri Hartati
Keterangan : Instruktur Keterampilan Menjahit Putri
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Ada berapa PM
yang mengikuti
kelas keterampilan
jahit putri ?
Satu PM.
2 Apa yang
membedakan
menjahit putri dan
menjahit putra ?
Beda, kalau pola di menjahit putri
dan putra kan beda. Kalau disini,
menjahit putri itu belajar menjahit
pakaian wanita dan anak, dari
pengenaklan alat, lalu membuat pola,
terus cara menata pola, cara
menggunting, kemudian proses
menjahit. Kalau menjahit pria itu
mereka pembuatan baju pria seperti
batik dan juga membuat celana.
3 Apa yang
diajarkan di kelas
keterampilan
desain menjahit ?
Paling kita ini sesuai dengan cara
mengenal alat-alat menjahit mereka
harus tahu cara menjahit yang rapi,
nanti setelah kerja itu jadi mereka tau
etika bersih-bersih juga. Dan
203
sekarang kan cuma dua bulan, jadi
ada saran dari Ibu Pimpinan, untuk
cari apa yang kira-kira dalam dua
bulan itu PM sudah bisa menguasai.
Dan sekarang ibu ajarkan cara
membuat sarung bantal dari mulai
dasar ibu kasih caranya, tetapi tetap
ga keuber juga ya terkadang.
3 Bagaimana cara
menyiapkan PM
agar siap untuk
bekerja melalui
keterampilan ini?
Pembelajaran ini saya ulang-ulang,
karena kan anak disabilitas ini sulit
mengingat. Dan saya pacu dengan
etos kerjanya ya semangatnya itu.
204
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 12
Nama : F
Keterangan : Alumni PM
Lokasi Pekerjaan : PT. Omron
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Dimana tempat
kamu bekerja ?
Aku sekarang kerja PT. Omron,
sebelumnya di Burger King
2 Bagaimana
perasaan kamu
setelah bekerja ?
Banyak teman disini, senang.
3 Dimana tempat
tinggal kamu
selama bekerja ?
Tinggalnya di mess. Seru di mess,
tapi ada peraturan di mess, contohnya
hari biasa senin-jum’at boleh keluar
di Indomaret sama belanja apapun
tetap waktu satu jam kembali ke
mess, hari sabtu sama minggu
gaboleh keluar. Pas sebulan boleh
keluar soal pulang kerumah orangtua,
keluar main kemana-mana, nginap
teman tinggal daerah sini. Aku
berangkat kerja naik bus sama pulang
juga dijemput itu.
205
4 Apakah kamu
sering berpergian
sendiri ?
Iya, kadang-kadang ajak teman.
Enaknya aku suka sendirian.
5 Apakah
kebutuhan sehari-
hari (jajan atau
makan) kamu
memakai uang
gaji kamu
sendiri?
Iya pake uang sendiri, tidak dari PT
Omron, kalo PT Omron makan
istirahat pakai kartu NIK.
Gaji di PT. Omron juga untuk jalan-
jalan.
6 Apa yang ingin
kamu lakukan
dengan uang gaji
kamu bekerja ?
Uang gaji untuk jajan sendiri, nabung
buat masa depan, dikasih orangtua.
Aku selalu kasih duit orangtua karena
papa ga kerja lagi jadi rumah tangga
sama mama juga tapi papa aku buka
usaha pelihara burung puyuh sama
telur puyuh buat jualan.
206
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 13
Nama : D.G
Keterangan : Alumni PM
Lokasi Pekerjaan : PT. Burger King (BK)
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Dimana tempat
kamu bekerja ?
Pekerjaan aku sebagai karyawan BK
Skyline, Sarinah – Jakarta Pusat.
2 Bagaimana
perasaan kamu
setelah lulus dari
Balai Melati dan
kemudian bekerja
di BK ?
Alhamdulillah aku rasa sangat
bersyukur udah diterima lamar kerja
di BK, aku gak lama-lama di Balai
Melati langsung kerja.
3 Dimana tempat
tinggal kamu
selama bekerja ?
Di Jakarta Pusat, Kosan bersama
teman.
4 Kamu kalau pergi
kerja naik apa ?
Berangkat kerja dengan jalan kaki
Cuma dekat di BK dari kosan.
5 Apakah kamu
sering berjalan-
jalan sendirian ?
Iya jalan sendirian.
6 Apa yang kamu
lakukan dengan
Gajian kecil karena pandemi corona,
dulu gajian gede sebelum corona.
207
uang hasil
bekerja ?
7 Apa yang kamu
beli dari uang
hasil bekerja
sebelum pandemi
?
Untuk bayar kost sama jajan sehari-
hari , pokoknya tabungan masa
depan.
8 Apakah uang
hasil bekerja
kamu berikan
kepada orang tua
?
Gajinya kecil yang gabisa beri uang
ke ortua aku, gajinya ga mencukupi.
Disuruh ortua aku, aku harus
tabungan dulu.
9 Selama pandemi,
kamu masuk
kerja berapa hari
?
4 atau 3.
10 Apakah kamu
memiliki banyak
teman baru ?
Iya milik
208
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR WAWANCARA 14
Nama : B.A
Keterangan : Alumni PM
Lokasi Pekerjaan : Alfamidi Super
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Dimana tempat
kamu bekerja ?
Toko Alfamidi Super,
penggilingan 2, Jakarta Timur.
Bekerja 28 desember 2020.
2 Bagaimana perasaan
kamu setelah bekerja
?
Iya senang bekerja enak gaji
banyak. Teman 10 baru, ada saya
teman senang dia normal dengar
di toko.
3 Dimana tempat
tinggal kamu selama
bekerja ?
Gratis mess lantai dua toko.
4 Apakah kamu sering
berpergian sendiri ?
Saya sendirian bisa pergi ke
pasar, mall, dan wisata
5 Apa yang kamu
lakukan dengan uang
hasil bekerja ?
Tabungan. Saya duit dua juta
kirim orangtua lebaran, sudah dua
tahun hari raya lebaran ga
orangtua.
209
Kirim uang kalo hari raya ya,
mama bilang tidak minta saya
tabungan bank untuk nanti nikah.
6 Apakah kebutuhan
sehari-hari (jajan
atau makan) kamu
memakai uang gaji
kamu sendiri?
Saya sendiri tabungan saya
simpan.