pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga …

230
PEMBERDAYAAN EKONOMI MELALUI PENYALURAN TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS TUNARUNGU DI BALAI REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK RUNGU WICARA (BALAI MELATI) JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) Oleh: Syilfa Fauziyyah Syam NIM 11170541000094 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442H / 2021M

Upload: others

Post on 16-Feb-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMBERDAYAAN EKONOMI MELALUI PENYALURAN

TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS

TUNARUNGU DI BALAI REHABILITASI SOSIAL

PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK RUNGU WICARA

(BALAI MELATI) JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos.)

Oleh:

Syilfa Fauziyyah Syam

NIM 11170541000094

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442H / 2021M

PEMBERDAYAAN EKONOMI MELALUI PENYALURAN

TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS

TUNARUNGU DI BALAI REHABILITASI SOSIAL

PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK RUNGU WICARA

(BALAI MELATI) JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos.)

Oleh

Syilfa Fauziyyah Syam

NIM : 11170541000094

Pembimbing

Ahmad Darda, M.Pd.

NIP : 198405152015031001

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

i

ABSTRAK

Penyandang disabilitas tunarungu merupakan bagian dari

kehidupan sosial yang sering sekali terkucilkan dikarenakan

kekurangan fisik yang mereka miliki, yang juga disebabkan karena

sulitnya untuk berkomunikasi dengan penyandang tunarungu.

Dengan melihat permasalahan tersebut, penyandang tunarungu

akan terus mengalami ketidakberdayaan. Balai Melati sebagai Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI yang mempunyai

tugas melaksanakan rehabilitasi sosial kepada penyandang

disabilitas rungu wicara, adalah lembaga yang tepat untuk

penyandang tunarungu mendapatkan pelayanan untuk menjadi

berdaya. Karena Balai Melati mempunyai program pelayanan yang

akan diberikan kepada penerima manfaat (PM) untuk mengatasi

permasalahan mereka. Salah satunya yaitu pelaksana penyaluran

tenaga kerja yang dinilai dapat membantu PM untuk berdaya

terutama dalam segi ekonomi, agar mereka tidak lagi merasa

terkucilkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

mengumpulkan data melalui 14 informan, dengan cara teknik

wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan penelusuran online.

Teknik pemilihan informan tersebut berdasarkan teknik purposive

sampling, yang didasarkan karena peran dan pengalaman yang

dimiliki oleh informan.

Penelitian ini menghasilkan temuan terkait proses

pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja

disabilitas tunarungu dengan rentang waktu data penyaluran tahun

2018-2020 yang dilakukan oleh Balai Melati yakni melalui

beberapa tahapan pemberdayaan yaitu tahap engagement,

assessment, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan terminasi.

Dan menghasilkan empat indikator hasil pemberdayaan dalam

aspek ekonomi, yaitu kebebasan untuk melakukan aktivitas

keseharian dengan mandiri, kemampuan membeli kebutuhan

sehari-hari, kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan

tersier, memiliki jaminan ekonomi didalam kehidupannya.

Kata Kunci : Pemberdayaan Ekonomi, Penyaluran Tenaga

Kerja, Penyandang Disabilitas Tunarungu.

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahhiim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT. yang tidak pernah berhenti memberikan rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran Tenaga Kerja

Penyandang Disabilitas Tunarungu di Balai Rehabilitasi

Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai

Melati) Jakarta Timur”. Sholawat serta salam semoga tercurah

kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. keluarga, sahabat, dan

pengikutnya.

Skripsi ini adalah bentuk awal penulis untuk membahagiakan

kedua orang tua dengan menjadi Sarjana Sosial. Dan dengan

terselesaikannya skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak mudah

mencapai titik ini sendirian, banyak pihak yang membantu dalam

kelancaran dalam pembuatan skripsi ini, mereka lah yang berperan

dalam mendorong penulis untuk mencapai semua ini. Maka dari

itu, penulis mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada

mereka yang telah membantu penulis melalui proses ini dari awal

sampai skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bapak Suparto, Ph.D, M.Ed. sebagai Dekan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wakil Dekan Bidang

Akademik Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzamanm, S.Ag.,

MSW., Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Bapak Dr.

iii

Sihabudim Noor, MA., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

Bapak Cecep Sastrawidjaya, M.Si.

2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si. sebagai Ketua Program Studi

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu

Hj. Nunung Khoiriyah, MA. sebagai Sekretaris Program Studi

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ahmad Darda, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing

skripsi yang mau meluangkan waktunya untuk memberikan

arahan kepada penulis, dan juga terimakasih sudah

mempermudah proses penulisan skripsi, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh Dosen Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang sudah banyak

mendedikasikan dirinya untuk mengajarkan banyak ilmu

selama masa kuliah. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat

bermanfaat bagi penulis, menjadi amal jariah untuk Ibu/Bapak

dosen, aamiin.

6. Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik

Rungu Wicara (Balai Melati) terkhusus kepada Ibu Dra. Puti

Chairida Anwar, MM sebagai Kepala Balai Melati. Bapak

Romal Uli Jaya Sinaga, Ibu Sherly, Ibu Diah, Ibu Irma, Bapak

Sulis, Ibu Ambar, Ibu Dewi, juga kepada seluruh guru

instruktur keterampilan dan tidak lupa kepada teman – teman

iv

tunarungu alumni Balai Melati yang telah menjadi informan

dalam penelitian ini.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Syamsuddin serta kepada Ibu

Yuhanah, penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya

untuk semua yang pernah mereka berikan. Terimakasih telah

berusaha keras untuk membesarkan dan menyayangi penulis

hingga saat ini. Mah, pah, terimakasih banyak ya, semoga

melalui gelar ini, penulis menjadi pribadi yang bisa

membanggakan mamah dan bapak seterusnya. Aamiin.

8. Abang Ikhsan Fadillah Syam yang selalu bersedia diganggu

komputernya untuk mengerjakan skripsi, dan adik Rihhadatul

Maulida Syam yang telah menjadi moodboster sekaligus

moodbraker di hidup penulis.

9. Suci Anggraini, Sarda Merliyanti, Eliza Fitri, Ulfa Nuril

Fauziah, Mia Miranda sebagai teman setia yang menemani

penulis dari Sekolah Menengah Pertama sampai saat ini.

10. Yunita Indrasari, Virgina Rizky Adinda, dan Yang-yang

Erindah Soca sebagai teman yang selalu menemani penulis di

saat masa-masa perkuliahan, teman yang penulis cari disaat

ada tugas perkelompok, dan teman sharing tentang

penyusunan skripsi ini. Terimakasih yaaa.

11. Siti Mariyam, Ulfa Noviyanti, Aulia Rahmah, Anisya

Marsella sebagai teman kelas yang menemani penulis sejak

semester 1 sampai akhir semester ini, teman-teman yang

selalu mencairkan suasana di kelas. Terimakasih sudah

membuat warna tersebut.

v

12. Putri Noviyanti, Seno Adrian Nugroho, Teguh Prakoso,

Syahrul Furqan sebagai teman bermain yang sering merawat

mental penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

13. Seluruh teman-teman HMJ Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta terutama angkatan 2017.

14. Seluruh teman-teman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

terutama teman-teman angkatan 2017.

15. Seluruh teman juga kerabat yang tidak dapat disebutkan

namanya satu-persatu tapi tidak mengurangi rasa terimakasih

penulis kepada kalian.

16. Dan yang terakhir ucapan banyak-banyak terimakasih kepada

diri sendiri karena sudah mau berusaha melewati proses yang

panjang ini, semoga kelak gelar Sarjana Sosial ini akan

bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang banyak, aamiin.

Jakarta, Agustus 2021

Penulis,

Syilfa Fauziyyah Syam

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................... x

DAFTAR TABEL...................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Batasan Masalah.............................................................. 12

C. Rumusan Masalah ........................................................... 12

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian ...................................................... 13

2. Manfaat Penelitian .................................................... 14

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................. 14

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian ............................................... 18

2. Jenis Penelitian .......................................................... 19

3. Macam dan Sumber Data .......................................... 19

a. Data Primer ......................................................... 19

b. Data Sekunder ..................................................... 20

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi ............................................................. 20

b. Wawancara .......................................................... 20

c. Dokumentasi ....................................................... 21

d. Penelusuran Data Online ..................................... 21

vii

5. Teknik Pemilihan Informan ...................................... 22

6. Analisis data .............................................................. 23

7. Keabsahan data.......................................................... 24

8. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................... 25

9. Pedoman Penulisan Skripsi ....................................... 25

G. Sistematika Penulisan...................................................... 25

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Teori Pemberdayaan Ekonomi

1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi ......................... 27

2. Tujuan Pemberdayaan ............................................... 30

3. Proses Pemberdayaan ................................................ 32

4. Strategi Pemberdayaan .............................................. 37

5. Indikator Pemberdayaan............................................ 39

B. Teori Disabilitas Tunarungu

1. Pengertian Disabilitas................................................ 42

2. Pengertian Tunarungu ............................................... 43

3. Klasifikasi Tunarungu ............................................... 44

4. Karakteristik Tunarungu ........................................... 47

5. Prinsip Pendidikan Anak Disabilitas ......................... 48

6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu ........................ 50

C. Teori Tenaga Kerja

1. Pengertian Tenaga Kerja ........................................... 52

2. Kewajiban Tenaga Kerja ........................................... 54

3. Perlindungan Tenaga Kerja ....................................... 55

D. Kerangka Berpikir ........................................................... 58

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN

A. Sejarah Balai Melati ........................................................ 62

viii

B. Lokasi Balai Melati ......................................................... 64

C. Visi, Misi, dan Motto Balai Melati ................................. 64

1. Visi ............................................................................ 64

2. Misi ........................................................................... 64

3. Motto ......................................................................... 65

D. Tugas, Fungsi, dan Peran Balai Melati

1. Tugas ......................................................................... 65

2. Fungsi ........................................................................ 65

3. Peran .......................................................................... 66

E. Dasar Hukum .................................................................. 67

F. Struktur Organisasi Balai Melati ..................................... 69

G. Sumber Daya Manusia .................................................... 69

H. Sarana dan Prasarana Balai Melati .................................. 70

I. Sumber Dana Balai Melati .............................................. 73

J. Kerja Sama Balai Melati ................................................. 74

K. Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati ................... 74

L. Sasaran dan Kriteria Penerima Manfaat .......................... 76

M. Program Balai Melati ...................................................... 76

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................... 80

A. Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran

Tenaga Kerja Penyandang Disanbilitas Tunarungu di

Balai Melati ..................................................................... 81

1. Pendekatan Awal dan Penerimaan ............................ 81

2. Asesmen (Assessment) .............................................. 88

3. Rencana Intervensi .................................................... 90

4. Intervensi ................................................................... 95

5. Reunifikasi/ Reintegrasi .......................................... 109

ix

6. Terminasi................................................................. 118

7. Bimbingan Lanjut.................................................... 121

B. Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran

Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas

Tunarungu……………………………………………..122

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui

Penyaluran Tenaga Kerja oleh Balai Melati ................. 129

1. Tahap Persiapan (engagement) .............................. 132

2. Tahap Pengkajian (assessment) .............................. 135

3. Tahap Perencanaan ................................................. 137

4. Tahap Pelaksanaan ................................................. 140

5. Tahap Evaluasi ....................................................... 145

6. Tahap Terminasi ..................................................... 147

B. Analis Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran

Tenaga Kerja oleh Balai Melati.....................................149

1. Kebebasan Mobilitas ............................................... 150

2. Kemampuan Membeli Komoditas Kecil ................. 150

3. Kemampuan Membeli Komoditas Besar ................ 151

4. Jaminan Ekonomi dan Kontribusi Terhadap

Keluarga .................................................................. 152

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................... 154

B. Saran .............................................................................. 158

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 159

LAMPIRAN ............................................................................ 164

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik Data Penyandang Disabilitas Dengan Status

Kesejahteraan 40% Terendah di Indonesia ................................... 4

Gambar 1.2 Grafik Proporsi Pekerja Disabilitas Usia 15 Tahun

Keatas ............................................................................................ 8

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ................................ 61

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Balai Melati ........................... 69

Gambar 3.2 Sarana Prasarana Balai Melati .............................. 73

Gambar 3.3 Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati.......... 75

Gambar 4.1 Surat Permohonan ................................................. 85

Gambar 4.2 Surat Pernyataan ................................................... 85

Gambar 4.3 Surat Pernyataan Hasil Sleksi ............................... 86

Gambar 4.4 Kontrak Perjanjian dan Layanan .......................... 86

Gambar 4.5 Berita Acara Penerimaan PM ............................... 87

Gambar 4.6 Pelaksanaan Rencana Intervensi ........................... 91

Gambar 4.7 Jadwal Kegiatan PM Balai Melati Tahun 2021 ..... 96

Gambar 4.8 Pelaksanaan Keterampilan Softskill ..................... 99

Gambar 4.9 Ruang Keterampilan Menjahit Putra .................. 102

Gambar 4.10 Pelaksanaan Keterampilan Komputer............... 203

Gambar 4.11 Pelaksaan Keterampilan Desain Grafis ............ 105

Gambar 4.12 Ruangan dan Pelaksanaan Keterampilan Kerajinan

Tangan ....................................................................................... 106

Gambar 4.13 Pelaksanaan Keterampilan Tata Boga .............. 107

Gambar 4.14 Pelaksanaan Keterampilan Tata Rias................. 109

Gambar 4.15 Notulensi CC .................................................... 112

Gambar 4.16 Proses Rekrutmen Alfamidi ............................... 114

xi

Gambar 4.17 Proses Tes Rekrutmen PT. Omron Manufacturing

Indonesia ................................................................................... 114

Gambar 4.18 PM Menjadi Training di Alfamidi ..................... 114

Gambar 4.19 Pelaksanaan Wisuda Tahun 2020 ...................... 121

Gambar 4.20 Berita Acara Terminasi ...................................... 120

Gambar 4.21 D Bersama Teman – teman Burger King .......... 123

Gambar 4.22 F Bersama Teman-teman PT. Omron

Manufacturing Indonesia .......................................................... 124

Gambar 4.20 B Bekerja di Alfamidi ........................................ 125

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Penyandang Disabilitas Dengan Status

Kesejahteraan 40% Terendah di Indonesia ................................... 3

Tabel 1.2 Gambaran Daftar Informan ....................................... 23

Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia Balai Melati ......................... 69

Tabel 3.2 Sarana Prasarana Balai Melati ................................... 70

Tabel 3.3 Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati ............. 74

Tabel 4.1 Responden Penelitian ................................................ 80

Tabel 4.2 Keterampilan Softskill ............................................... 98

Tabel 4.3 Data Penyaluran PM ................................................. 116

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ............................................ 164

Lembar Wawancara 1 ......................................................... 164

Lembar Wawancara 2 ......................................................... 173

Lembar Wawancara 3 ......................................................... 180

Lembar Wawancara 4 ......................................................... 185

Lembar Wawancara 5 ......................................................... 190

Lembar Wawancara 6 ......................................................... 193

Lembar Wawancara 7 ......................................................... 195

Lembar Wawancara 8 ......................................................... 197

Lembar Wawancara 9 ......................................................... 199

Lembar Wawancara 10 ....................................................... 201

Lembar Wawancara 11 ....................................................... 202

Lembar Wawancara 12 ....................................................... 204

Lembar Wawancara 13 ....................................................... 206

Lembar Wawancara 14 ....................................................... 208

Lampiran 2 Cover Persetujuan Proposal Skripsi ................... 210

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di Balai

Melati ...................................................................................... 211

Lampiran 4 Surat Keterangan Dari Balai Melati .................... 212

Lampiran 5 Dokumentasi Lain-Lain ....................................... 213

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan

sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya.

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih

organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tubuh tersebut timbul suatu

keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan

tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi

pada : (a) alat fisik indra, misalkan kelainan pada indra

pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan

(tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara)

(Efendi 2006, 4). World Health Organization (WHO)

mendefinisikan disabilitas sebagai individu yang memiliki

keterbatasan atau kurangnya (yang disebabkan oleh

kekurangsempurnaan fisik) kemampuan untuk menjalankan

aktivitas dalam cara yang dikategorikan normal untuk manusia

(Mercer 2007, 21).

Pada abad keduapuluh, hampir di semua masyarakat barat,

disabilitas telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan

tubuh, yaitu meliputi orang pincang, duduk di kursi roda, menjadi

korban keadaan seperti kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit

jiwa, dan gangguan jiwa. Orang-orang yang memiliki kekurangan

biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan pelayanan

2

sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga

(Mercer 2007, 1).

Penyandang cacat dipandang sebagai kelompok orang yang

tidak beruntung karena mereka dipandang tidak mampu menikmati

keuntungan material dari kehidupan sosial kontemporer.

Identifikasi kecacatan sebagai sebuah bentuk opresi atau

penindasan sosial yang spesifik berangkat dari subordinasi

kelompok yang disebabkan karena kelemahan yang mereka miliki,

kelompok masyarakat yang dikategorikan dalam cara seperti ini

dilihat sebagai sebuah kelompok sosial yang berbeda, yaitu

kelompok masyarakat yang dipandang memiliki kekurangan atau

kelemahan tubuh atau tidak normal dan diperlakukan berbeda

(Mercer 2007, 31).

Kelainan atau keturunan pada aspek fisik, mental, maupun

sosial yang dialami oleh seseorang akan membawa konsekuensi

tersendiri bagi penyandangnya, baik secara keseluruhan atau

sebagian, baik yang bersifat objektif maupun subjektif. Kondisi

kelainan yang disandang seseorang ini akan memberikan dampak

kurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun

psikososialnya. Pada gilirannya kondisi tersebut dapat menjadi

hambatan yang berarti bagi penyandang kelainan dalam meniti

tugas perkembangannya (Efendi 2006, 14).

Data populasi penyandang disabilitas di Indonesia masih belum

akurat, seperti yang dikatakan Bapak Dr. Ir. Harry Hikmat, M.Si.

selaku Dirjen Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial Republik

Indonesia di dalam web www.Liputan6.com seperti berikut :

3

“Kita belum punya data nasional penyandang disabilitas yang

menggambarkan keseluruhan populasi dengan ragam

disabilitas dan karakteristik dari masing-masing disabilitas”

ujar Harry dalam webinar Dewan Pers, ditulis Kamis

(10/8/2020). (Ansori 2020, 1)

Menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui

web www.tnp2k.go.id Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan (TNP2K) adanya data jumlah individu penyandang

disabilitas menurut kelompok usia dan jenis kelamin di Indonesia,

tetapi data ini terbatas hanya 40% dengan status kesejahteraan

terbawah.

Usia <15 Usia 15-44 Usia 45-59 Usia >60

P L P L P L P L

38.335 51.939 184.439 260.718 116.933 149.304 189.119 180.697

Jumlah 1.171.484

Tabel 1.1

Data Penyandang Disabilitas Dengan Status Kesejahteraan

40% Terendah di Indonesia

Sumber : (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan 2021, 1)

4

Gambar 1.1

Grafik Data Penyandang Disabilitas Dengan Status

Kesejahteraan 40% Terendah di Indonesia

Sumber : (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan 2021, 1)

Frank Bowe, dalam Handicapping America , ia membuat daftar

enam kesulitan utama dalam proses memasukkan penyandang

cacat dalam kancah sosial. Yaitu, arsitektural, tindakan,

pendidikan, pekerjaan, legal dan personal. Pengalaman umum

seperti ini menyebabkan timbulnya perasaan di kalangan

penyandang disabilitas sebagai kelompok minoritas yang tertindas.

Pekerjaan pada sebagian besar negara-negara industri adalah

kondisi yang signifikan dalam mengkategorikan orang ke dalam

kelas, status dan kekuasaan. Ini berarti bahwa masyarakat

pinggiran dari pasar kerja mengalami masalah dan kekurangan

ekonomi, politik, dan sosial. Bentuk dari ketidakadilan ini banyak

dialami oleh penyandang disabilitas , Barner dalam (Mercer 2007,

72). Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan ialah pekerjaan

yang bisa ditekuni oleh mereka, sebab dengan kondisi fisik yang

memiliki keterbatasan, akan sulit melakukan pekerjaan yang

dilakukan orang normal lainnya.

5

Ketika para disabilitas ini merasa bahwa diri mereka “berbeda”

dikarenakan adanya kehilangan pada salahsatu potensi alat

indranya yang mengakibatkan terjadinya disfungsi organ tubuh.

Seringkali kecacatan fisik dalam diri seseorang akan dipandang

seperti ketidakmampuan mereka dalam melakukan sesuatu.

Perspektif yang demikian akan membuat gap atau jarak antara

panyandang disabilitas dengan yang normal.

Para teoritisi, seperti Seeman, Selingman, dan Learner

meyakini bahwa ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok

masyarakat merupakan akibat dari proses internalisasi yang

dihasilkan dari interaksi mereka dengan masyarakat. Mereka

menganggap diri mereka sebagai lemah, dan tidak berdaya, karena

masyarakat memang menganggapnya demikian (Suharto 2005,

61). Masyarakat harus memiliki rasa apresiasi terhadap teman

disabilitas, karena kekurangan yang mereka miliki, tidak

menjadikan mereka berbeda dengan manusia pada umumnya.

Semua manusia sama di hadapan Allah , tidak dibeda-bedakan dari

bentuk fisiknya, sebagimana disebutkan dalam hadist riwayat

Muslim Nomor 2564 disebutkan, dari Abu Hurairah, ia berkata

bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta

kalian. Akan tetapi Allah hanyalah melihat pada hati dan

amalan kalian.”

6

Sesama makhluk ciptaan Allah SWT. sudah seharusnya kita

bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT. berikan, tidaklah

baik seorang hamba-Nya saling mencela kekurangan yang dimiliki

orang lain. Sebagaimana tertulis dalam Qur’an Surat An-Nahl ayat

78 yang berbunyi.

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu

pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu

bersyukur.”

Dalam percakapan sehari-hari kondisi anak dengan kelainan

pendengaran diindektikkan dengan istilah tuli, dan pada sapaan

umum disebut tunarungu. Anak berkelainan indra pendengaran

atau tunarungu secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme

pendengaran karena sesuatu dan lain sebab terdapat satu atau lebih

organ mengalami gangguan fisik atau rusak. Akibatnya, organ

tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk

menghantarkan dan mempersepsi rangsang suara yang ditangkap

untuk diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis,

seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indra pendengaran

atau tunarungu, jika dampak dari disfungsi organ organ yang

berfungsi sebagai penghantar dan persepsi pendengaran

mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti program pendidikan

7

anak normal sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus

untuk meniti tugas perkembangannya (Efendi 2006, 6).

Layanan pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas

tunarungu ialah hak yang sudah semestinya mereka dapatkan.

Upaya untuk pendidikan penyandang disabilitas memerlukan

biaya yang tidak murah karena tiap jenis kelainan membutuhkan

perangkat pendidikan yang berbeda. Oleh sebab itu, di kalangan

para birokrat pendidikan kerapkali muncul pemikiran

kontraproduktif jika menyinggung masalah biaya pendidikan

anak berkelainan (Efendi 2006, 1). Tetapi pendidikan atau

pelayanan bagi penyandang disabilitas terutama penyandang

disabilitas tunarungu di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara, Bambu Apus Jakarta Timur,

atau bisa disebut dengan (Balai Melati) sepenuhnya ialah gratis

tidak dipungut biaya dikarenakan Balai Melati ini ialah Balai

yang juga dikelola oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.

Selain itu, Balai Melati memiliki program kerjasama antara

pihak balai dengan perusahaan-perusahaan konvensional, bentuk

kerjasamanya yaitu adalah penyaluran tenaga kerja yang berasal

dari penerima manfaat di Balai Melati. Dengan dasar hukum

yakni menurut Undang-Undang Dasar 1945 Bab X pasal 27 ayat

2 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Kemudian dalam UU no 13 Tahun 2003 pasal 28 ditegaskan

tentang kesempatan kerja bagi kaum disabilitas yang berbunyi

“Perusahaan atau pengusaha wajib memberikan kesempatan

8

bekerja bagi penyandang disabilitas yang memenuhi syarat dan

keriteria sebesar 1% dari dari jumlah karyawan yang ada di

perusahaannya”. Berdasarkan pernyataan UU diatas anak

tunarungu memperoleh hak dan kesempatan yang setara dengan

orang mendengar di bidang pekerjaan serta kualifikasi jabatan.

Peraturan tersebut di bentuk bertujuan untuk mengurangi tingkat

deskriminasi terhadap penyandang disabilitas (Anggara 2018, 3).

Akses pekerjaan penyandang disabilitas semakin sedikit,

berikut adalah grafik proporsi pekerja disabilitas usia 15 tahun

keatas (2020) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 6 Juli 2020

yang dikutip oleh web https://databoks.katadata.co.id/

Gambar 1.2

Grafik Proporsi Pekerja Disabilitas Usia 15 Tahun Keatas

Sumber : https://databoks.katadata.co.id/

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hanya 0,18% penduduk

usia 15 tahun ke atas dengan disabilitas yang bekerja di Indonesia

pada 2020, turun 0,1 poin dari tahun 2019 sebesar 0,28%.

9

Berdasarkan wilayahnya, persentase pekerja disabilitas di

perkotaan turun dari 0,24% menjadi 0,15%. Di perdesaan,

persentase pekerja disabilitas turun dari 0,34% menjadi 0,20%.

Sebagian besar atau 28,37% pekerja disabilitas berusaha sendiri.

Pekerja disabilitas yang berstatus karyawan mencapai 20,68%.

Kemudian, 19,79% pekerja disabilitas berusaha dengan dibantu

buruh tidak tetap. Pekerja disabilitas yang berstatus bebas di

pertanian sebanyak 5,36%. Pekerja disabilitas yang berusaha

dengan dibantu butuh tetap/dibayar sebesar 3,08%. Sedangkan,

pekerja disabilitas yang berstatus bebas di sektor nonpertanian

mencapai 3,96% (Jayani 2021, 1).

Dalam Web Kumparan.com Mentri Ketenagakerjaan Ida

Fauziyah mencatat ada 20,9 juta penyandang disabilitas yang

memasuki usia kerja hingga Juli 2020, sebanyak 10,9 juta

diantaranya telah memasuki angkatan kerja. Jumlah penyandang

disabilitas yang bekerja 9,91 juta orang, jumlah pengangguran

terbuka penyandang disabilitas 289 ribu orang. Menurut beliau,

penyandang disabilitas masih belum mendapat peluang di dunia

kerja secara optimal, juga akses informasi yang masih terbatas

terkait kesempatan kerja. Karena juga dengan masih rendahnya

tingkat partisipasi kerja penyandang disabilitas dibandingkan

dengan pekerja non-disabilitas, Mentri Ketenagakerjaan Ida

Fauziyah memastikan Kemnaker akan lebih gencar dalam upaya

kepada para penyandang disabilitas agar mendapat akses informasi

peluang kerja yang lebih besar (Kumparan 2020, 1). Adapun

peluang tersebut terdapat dalam kerjasama yang dilakukan oleh

10

Balai Melati dengan mitra perusahaan, untuk melakukan

pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja

penyandang disabilitas tunarungu.

Agar penyandang disabilitas tidak lagi dipresepsikan sebagai

orang yang tidak berguna, mereka harus berdaya terutama dalam

segi ekonomi agar dapat meningkatkan kesejahteraan terutama

bagi diri mereka sendiri. Pada strategi pembangunan sosial oleh

individu menurut (Arieuffaman and Lisma Diawati Fuaida 2011,

106) ialah strategi ini sangat mempercayai bahwa manusia dapat

mengangkat kesejahteraannya sendiri, dan karena itu mereka

harus mampu berfungsi secara efektif dan bekerja dengan percaya

diri dalam konteks budaya enterprise/ usaha.

Karena menurut Hunt dalam buku (Mercer 2007, 15) persepsi

terhadap penyandang cacat sebagai orang yang tidak berguna,

mengalir begitu saja sejak dari sedikitnya keterlibatan mereka

dalam aktivitas ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi dari

kegagalan mereka dalam menyesuaikan diri dengan kelompok

mayoritas, mereka terpola sedemikian rupa sebagai orang yang

“berbeda”.

Qaradhawi dalam buku Adi (2002, 74) menggambarkan

bahwa ajaran agama Islam kurang menghargai para penganggur

dan orang-orang yang hanya menggantungkan hidupnya pada

orang lain. Islam dengan tegas menjelaskan, bahwa setiap

pekerjaan yang halal merupakan pekerjaan yang memiliki tingkat

keutamaan yang tinggi dan angung. Seperti digambarkan dalam

11

hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Al-Miqdam bin

Ma’dikarib, dari Rasulullah SAW bersabda

“Tak ada seorang yang memakan satu makanan pun yang

lebih baik dari hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan

sesungguhnya Nabi Allah Daud as. Memakan makanan dari

hasil usahanya sendiri .”

Meskipun dengan keterbatasan yang dialami para disabilitas

tunarungu pada fungsi pendengaran juga pada kemampuan

berbahasanya, mereka tetap bisa menjalankan pekerjaan normal

(seperti non disabilitas) agar mereka dapat mengembalikan fungsi

sosial mereka, agar dapat memberdayakan ekonomi mereka, dan

juga agar dapat mengangkat derajat mereka, yang semula

dipandang rendah dikarenakan keterbatasan fisik yang dimiliki.

Dan juga menurut Agusmidah (2010, 62) hak untuk memperoleh

pekerjaan yang layak bagi setiap orang termasuk penyandang

cacat, merupakan aplikasi dari pemenuhan hak ekonomi dan sosial

sebagai bagian dari wujud pelaksanaan hak asasi manusia (HAM).

Oleh karena itu, peluang untuk memberdayakan penyandang

disabilitas tunarungu dilakukan oleh Balai Melati melalui

kerjasama dengan perusahaan-perusahaan mitra guna

menyalurkan para penyandang disabilitas dapat bekerja. Dari

penjelasan dalam latar belakang masalah tersebut, maka penulis

tertarik untuk meneliti tentang “Pemberdayaan Ekonomi

12

Melalui Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas

Tunarungu di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati) Jakarta

Timur”.

B. BATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, juga agar

menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka peneliti akan

memfokuskan penelitian mengenai :

1. Penelitian ini membahas tentang pemberdayaan ekonomi

melalui penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas

tunarungu dengan menggunakan tahapan intervensi

proses pemberdayaan ekonomi.

2. Penelitian ini dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial

Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai

Melati) Bambu Apus, Jakarta Timur.

3. Penelitian ini membatasi data penelitian penyaluran kerja

yang dilakukan Balai Melati dalam kurun waktu 2018 –

2020

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan pada latar belakang

dan juga identifikasi masalah, maka dapat disusun rumusan

masalah pada penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pemberdayaan ekonomi melalui

penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas tunarungu

13

di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas

Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati)?

2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan ekonomi melalui

penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas tunarungu

di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas

Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati)?

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah dari penelitian ini,

maka adapun tujuan dari penelitian ini yaitu ;

a. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan

pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga

kerja penyandang disabilitas tunarungu di Balai

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik

Rungu Wicara (Balai Melati).

b. Untuk mendeskripsikan hasil yang didapat oleh

penyandang disabilitas tunarungu dari pemberdayaan

ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja di Balai

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik

Rungu Wicara (Balai Melati).

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai informasi dan memberikan

sumbangan keilmuan dalam bidang kesejahteraan

14

sosial, khususnya di bidang pengetahuan

pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas

tunarungu. Penelitian ini juga dapat dijadikan

tambahan wawasan juga referensi bagi pembaca.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan karena penelitian ini, para pembaca

akan mengetahui bagaimana proses untuk

memberdayakan penyandang disabilitas terutama

pemberdayaan ekonomi. Bermanfaat bagi pembaca

yang ingin menginformasikan teman atau masyarakat

sekitarnya untuk diberdayakan di Balai Melati. Dan

bisa menerapkan ilmu –ilmu pemberdayaan kepada

kawan maupun masyarakat sekitar yang mengalami

masalah disabilitas.

E. TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU

Kajian terdahulu merupakan aspek penting dalam tahap

melakukan penelitian, sebab dengan me-review kajian terdahulu

maka akan memperkaya teori dan pengetahuan, juga untuk

menjadi bahan evaluasi ketika melakukan penulisan penelitian,

sebab kajian terdahulu yang dikumpulkan memiliki pembahasan

yang relevan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini peneliti

membahas pemberdayaan disabilitas tunarungu melalui

penyaluran tenaga kerja oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara atau bisa juga disebut (Balai

Melati). Kajian terdahulu ini juga membahas tentang topik yang

15

relevan yaitu terkait pemberdayaan disabilitas tunarungu, bukan

dengan cara penyaluran tenaga kerja, melainkan beberapa kajian

terdahulu ini memberdayakan disabilitas tunarungu melalui

keterampilan.

Seperti pada penelitian yang dilakukan Hikmah (2014) yang

membahas tentang pemberdayaan keterampilan menyulam bagi

penyandang tuna rungu di SLB Sumber Budi – Jakarta Selatan,

juga pada penelitian Lamuji (2019) yang membahas tentang

pemberdayaan disabilitas dari keterampilan membatik di Batik

Tulis Shihaali - Lampung, pada penelitian Dewi (2017) yang

membahas tentang pemberdayaan disabilitas melalui keterampilan

membatik, menjahit, teknologi informasi komunikasi (TIK), dan

tata rias.

Beberapa kajian terdahulu tersebut membahas topik yang sama

yaitu pembedayaan disabilitas tunarungu melalui keterampilan.

Tujuan penelitian yang dilakukan (Hikmah 2014; Lamuji 2019;

Dewi 2017) ialah untuk mengetahui proses, faktor pendukung dan

penghambat, hasil yang di dapat, juga tentang kebermanfaatan

program tersebut bagi para penyandang disabilitas tersebut. Hasil

dari penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan adanya

keterampilan tersebut, penyandang disabilitas tersebut merasa

lebih percaya diri, bisa hidup bermasyarakat dengan potensi yang

dimilikinya, menjadi mandiri, dan yang lebih penting ialah

menjadikan diri mereka berdaya. Tambahan penghasilan pun

bertambah apabila hasil dari kerjaninan yang mereka buat ini laku

dijual di pameran, maupun di bazar, pemberdayaan dalam segi

16

ekonomi ini berlaku pada penelitian Lamuji (2019), dan Hikmah

(2014).

Selain pemberdayaan disabilitas melalui keterampilan, ada juga

penelitian tentang pemberdayaan disabilitas melalui program

kewirausahaan, seperti budidaya burung puyuh yang dilakukan

oleh Majid (2019), dalam program tersebut menggunakan metode

PLA (Participation Learning and Action) untuk anggota pelatihan,

Selama kegiatan ini ada beberapa pengaruh yang dirasakan

penyandang disabilitas seperti aspek ekonomi, aspek sosial, aspek

pengetahuan dan aspek pengalaman.

Pada kajian penelitian sebelumnya, pemberdayaan dilakukan di

Yayasan-yayasan juga Sekolah Luar Biasa (SLB), berbeda pada

penelitian ini yang dilakukan di tempat kerja (Deaf café and car

wash) yang berlokasi di Cinere Depok, penelitian milik

Rachmawati (2020) ini membahas tentang pemberdayaan soft

skills penyandang disabilitas tunarungu, hasil dari pemberdayaan

yang dirasakan para penyandang disabilitas seperti meningkatnya

kesejahteraan dan kemandirian terutama dalam bidang ekonomi,

meningkatnya keterampilan, juga membuat mereka bisa

mengendalikan diri dari rasa tidak percaya diri.

Untuk menempatkan para disabilitas ke perusahaan ataupun

mitra kerja lain, agar mereka mendapatkan pekerjaan, topik ini

akan dibahas beberapa penelitian berikut:

Pada penelitian Andriyani (2018), tentang pemberdayaan

penyandang disabilitas dalam memperoleh hak pekerjaan melalui

17

pelatihan di Yayasan Lumintu Kabupaten Sudoarjo. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan yang dilakukan

Yayasan Lumintu bekerja sama dengan Dinas Sosial dan

perusahaan mitra. Penelitian Anggara (2018) tentang bimbingan

karir terhadap penyaluran tenaga kerja anak tunarungu pasca

SMALB. Layanan bimbingan karir diberikan kepada siswa untuk

mengetahui potensi yang dimilikinya, dan mampu memahami

konsep diri sendiri. Dalam proses penyaluran tenaga kerja anak

tunarungu dibantu oleh Yayasan Lumintu. Kedua penelitian ini

memiliki hambatan yakni Hambatan yakni kondisi, kemampuan,

serta minat penyandang disabilitas, kriteria perusahaan pada saat

perekrutan, dan minimnya lowongan pekerjaan.

Pembinaan orang dengan disabilitas rungu untuk mendapatkan

pekerjaan ialah penelitian milik Yasin (2020), dari pelayanan yang

diberikan kepada disabilitas rungu, dapat memberi bekal untuk

menyesuaikan agar dapat bisa mendapatkan pekerjaan bagi

disabilitas rungu. Pekerja sosial dapat menjadi peran yang penting

untuk memberi dukungan kepada disabilitas rungu untuk

mendapatkan haknya tersebut. Selain peran pekerja sosial, pada

penelitian Dia (2016) memfokuskan pada peran yang dilakukan

sekolah untuk dapat menyalurkan tenaga kerja alumni.

Setelah mengkaji lebih dalam terkait kajian terdahulu tersebut,

peneliti akan mengkonfirmasi teori-teori yang juga terdapat pada

penelitian sebelumnya, yakni tentang teori pemberdayaan, teori

disabilitas, dan juga teori tenaga kerja. Dilihat dari penelitian-

penelitian sebelumnya, pemberdayaan disabilitas yang dilakukan

18

ialah sebagian besar merupakan pemberdayaan yang fokus kepada

pelatihan keterampilan saja seperti keterampilan menjahit, tata

boga, handycraft, membatik, dan lainnya. Pada penelitian

sebelumnya pun juga ada pemberdayaan disabilitas melalui

program kewirausahaan. Pada penelitian sebelumnya adapun yang

membahas terkait variabel “tenaga kerja” juga, tetapi fokus

permasalahan pada penelitian sebelumnya ialah terkait

implementasi bimbingan karir terhadap penyaluran kerja, juga ada

penelitian tentang peranan sekolah dalam menyalurkan tenaga

kerja. Namun pada penelitian ini, peneliti memberikan makna baru,

pemberdayaan yang akan diteliti yakni memfokuskan kepada

bagaimana proses Balai Melati memberdayakan anak disabilitas

tunarungu dengan penyaluran tenaga kerja.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian yang dikaji penulis yaitu

Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran Tenaga Kerja

Disabilitas Tunarungu oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati) Jakarta Timur.

F. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan pendekatan

penelitian kualitatif, Sugiyono (2010, 9) mendefinisikan

penelitian kualitatif sebagai berikut :

“Metode penelitian yang berlandaskan pada

postpositivisme, digunakan pada kondisi objek yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah sebagai intrumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

19

(gabungan), analis data bersifat induktif / kualitatif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi.”

2. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Menurut Bagdan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati (Moleong 2006, 3).

Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi

tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Jenis penelitian yang akan digunakan ialah menggunakan

format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan

meringkaskan berbagai kondisi berbagai situasi atau berbagai

fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi

objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu

kepermukaan sebagai suatu ciri karakter sifat model/gambaran

tentang kondisi situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin

2007, 68). Penelitian ini, menggambarkan fenomena

penyaluran tenaga kerja yang dilakukan Balai Melati di dalam

pelaksanaan pemberdayaan ekonominya.

3. Macam dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber

data berupa pengamatan atau wawancara secara langsung

20

di lapangan. Dalam penelitian ini data primer yang akan

diperoleh yakni melalui pihak petugas tempat

terlaksananya penelitian yaitu Balai Rehabilitasi Sosial

Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai

Melati), dan Penerima Manfaat dari Balai Melati yang

sudah disalurkan bekerja.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber

data secara tidak langsung berupa dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti.

T

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam

mendapatkan data dan informasi untuk dapat menjawab dan

menjelaskan permasalahan ini. Ada beberapa teknik yang

dilakukan dalam pengumpulan data yaitu:

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan

keseharian manusia dengan menggunakan panca indra

mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra

lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.

karena itu, observasi kemampuan untuk menggunakan

pengaruh pengamatannya melalui hasil kerja panca indra

mata serta dibantu dengan panca indra lainnya (Bungin

2007, 118).

b. Wawancara

21

Wawancara adalah bentuk komunikasi antar dua

orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh

informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu

(Mulyana 2010, 180).

c. Dokumentasi

Metode dokumenter adalah salah satu metode

pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi

penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter

adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data

historis. Dengan demikian pada penelitian sejarah, maka

bahan dokumenter memegang peranan yang amat

penting. Sebagian besar data yang tersedia adalah

berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, dan

sebagainya. Sifat utama dari data ini tak terbatas pada

ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada

peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di

waktu silam (Bungin 2007, 108).

d. Penelusuran Data Online

Metode penelusuran data online adalah tata cara

melakukan penelusuran data melalui media online seperti

internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan

fasilitas online, sehingga memungkinkan dalam

memanfaatkan data informasi online yang berupa data

maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin,

22

dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis

(Bungin 2007, 158).

5. Teknik Pemilihan Informan

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel

berdasarkan atas kesengajaan suatu pertimbangan tertentu

seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang dapat

mamberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti.

Pemilihan informan yang dilakukan oleh peneliti

dilakukan dengan membagi beberapa sumber informan

berdasarkan jabatan pekerjaan informan yang dipilih.

Dikarenakan proses pemberdayaan melalui penyaluran kerja

di Balai Melati dilakukan dengan berbagai sumber jabatan

yang berkepentingan akan hal tersebut. Berikut adalah jumlah

informan dalam penelitian ini :

No Informan Informasi yang dicari Jumlah

1 Kepala Seksi

Rehabilitasi

Sosial

Proses pemberdayaan ekonomi

yang dilakukan oleh Balai

Melati melalui penyaluran

tenaga kerja terhadap Penerima

Manfaat

1

2 Seksi

Assessment

dan

Advokasi

Tahapan proses pelayanan serta

proses pemberdayaan ekonomi

di Balai Melati

2

23

3 Pekerja

Sosial

Informasi mengenai Penerima

Manfaat dan bagaimana proses

penyaluran tenaga kerja

berdampak pada para penerima

manfaat

2

4 Instruktur

Keterampilan

Informasi mengenai

keterhubungan terapi

penghidupan (keterampilan)

dengan kesiapan PM untuk di

dunia kerja

6

5 Penerima

Manfaat

Untuk mengetahui informasi

mengenai hasil pemberdayaan

yang mereka dapat

3

Tabel 1.2

Tabel Gambaran Daftar Informan

6. Analisis Data

Di dalam penelian ini dilakukan melalui tiga tahapan di

dalam melakukan pengolahan data dan analisis data,

dijelaskan sebagai berikut :

a. Reduksi Data

Dikutip dari (Citra 2020, 14) menurut Miles dan

Huberman dalam buku “Analisis data kualitatif buku

sumber tentang metode-metode baru”, Reduksi data ialah

sebuah proses pemilihan, pemusatan perhatian di dalam

penyederhanaan data, mengabstaksikan dan

mentransformasi data kasar yang munucl di dalam hasil

wawancara. Dan juga merupakan suatu bentuk analisis

24

yang menggolongkan, mengarahkan, dan

mengorganisasikan data sehingga kesimpulan dapat

ditarik dan diverifikasi

b. Tahap Penyajian Data

Data merupakan sejumlah informasi yang

memberikan kemungkinan untuk dapat menarik

kesimpulan dan pengambil tindakan. Kemudian data

yang diperoleh melalui wawancara kepada sasaran

penelitian, dikumpulkan lalu dijadikan dalam bentuk

narasi secara bentuk deskriptif.

c. Penarikan Kesimpulan

Dikutip dari (Samosir 2021, 16) menurut Sugiyono

dalam buku “Metode penelitian kuantitatif, kualitatif,

dan R&D”, tahap penarikan kesimpulan merupakan

tahap terakhir dalam analisis data, penarikan kesimpulan

ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah, setiap

kesimpulan diuji kebenarannya dari temuan-temuan

yang ditemukan.

7. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong, teknik yang digunakan untuk

mengecek keabsahan data penelitian ialah jenis Triangulasi

Sumber Data, jenis teknik ini digunakan untuk

membandingkan dan juga mengecek kembali informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Lebih

mudahnya, teknik yang membandingkan hasil wawancara

dengan hasil dokumentasi yang didapatkan di lapangan,

dikutip dari (Samosir 2021, 17).

25

8. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Rehabilitasi Sosial

Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai

Melati) yang berlokasi di Jl. Gebang Sari No.38, RT.2/RW.5,

Bambu Apus, Kec. Cipayung, Kota Jakarta Timur, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta 13890. Dan untuk waktu

penyelesaian penelitian ini, peneliti membutuhkan waktu

sekitar 5 bulan, yang dimulai dari bulan Februari 2021 – Juni

2021.

9. Pedoman Penulisan Skripsi

Pedoman penulisan penelitian mengacu pada keputusan

rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 tahun 2017

tentang pedoman penulisan karya ilmiah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini meliputi latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kajian tinjauan terdahulu, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori

Bab ini meliputi penjabaran terkait teori dari

variabel pemberdayaan ekonomi, disabilitas

26

tunarungu, dan tenaga kerja. Serta menjelaskan

kerangka berfikir di dalam penelitian ini.

BAB III Gambaran Umum Latar Penelitian

Bab ini meliputi gambaran geografis, historis,

sosial budaya, dan sebagainya. Seperti gambaran

umum lokasi penelitan (Balai Melati) yakni terdiri

dari sejarah, lokasi penelitian, visi dan misi, tugas

fungsi dan peran, dasar hukum, struktur organisasi,

SDM, sarana prasarana, sumber dana, kerjasama,

jangkauan wilayah pelayanan, dan program

layanan.

BAB IV Data dan Temuan Penelitian

Bab ini meliputi uraian penyajian data hasil temuan

penelitian mengenai proses pelaksanaan

pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga

kerja di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.

BAB V Pembahasan

Bab ini meliputi uraian yang mengaitkan latar

belakang, teori, dan rumusan teori baru dari

penelitian.

BAB VI Penutup

Bab ini meliputi kesimpulan dan saran.

27

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. PEMBERDAYAAN EKONOMI

1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi

Dalam buku Suharto (2005, 58) dijelaskan bahwa ;

“Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang

khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka

memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi

kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki

kebebasan (freedom) , dalam arti bukan saja bebas dalam

mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari

kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;

(b) menjangkau sumber-sumber yang produktif yang

memungkinkan mereka dapat meningkatkan

pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan

jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) dapat

berpartisipasi dalam proses pembangunan dan

keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.”

Beberapa pengertian pemberdayaan menurut pada ahli

yang dikutip dalam buku (Suharto 2005, 58-59), diantaranya:

a. Menurut Parson, yang disebut pemberdayaan yaitu

sebuah proses untuk individu dapat berpartisipasi

mengontrol apa-apa saja yang mempengaruhi

kehidupannya. Pemberdayaan juga menekankan

bahwa setiap individu memperoleh keterampilan,

pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang

lain.

28

b. Menurut Rappaport, pemberdayaan adalah suatu cara

dimana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan

untuk mampu menguasai dan berkuasa atas

kehidupannya.

Shardlow dalam buku Isbandi Rukminto Adi (2002, 162),

melihat bahwa pengertian pemberdayaan intinya adalah

pembahasan bagaimana suatu individu, kelompok, maupun

komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri

dan berusaha membentuk kehidupan masa depan yang sesuai

dengan keinginan mereka.

Konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai proses

menolong individu, keluarga, kelompok, dan komunitas

untuk meningkatkan kekuatan personal, interpersonal, sosial

ekonomi, dan politik dan pengaruhnya terhadap kualitas

hidup, konsep tersebut merupakan definisi dari Zastrow

dalam buku (Arieuffaman and Lisma Diawati Fuaida 2011,

51)

Dengan demikian, pemberdayaan adalah (a) Sebuah

proses, dimana pemberdayaan merupakan serangkaian

kegiatan yang digunakan untuk keberdayaan kelompok yang

lemah , termasuk individu-individu yang mempunyai

permasalahan kemiskinan di dalam hidup bermasyarakat.

Dan (b) Tujuan, tujuan utama di dalam pemberdayaan adalah

memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok

lemah baik karena kondisi dari dalam maupun kondisi dari

luar (Suharto 2005, 59-60).

29

Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni

kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan atau

penguasaan klien salah satunya ialah dalam aktivitas

ekonomi; kemampuan memanfaatkan dan mengelola

mekanisnme produksi, distribusi, dan pertukaran barang

serta jasa.

Pemberdayaan yang melibatkan kegiatan ekonomi

merupakan pemberdayaan dalam bidang ekonomi atau

pemberdayaan ekonomi. Ekonomi diartikan sebagai suatu

upaya dalam mengelola rumah tangga. Tujuan dari ekonomi

untuk memenuhi kebutuhan hidup melalui tiga kegiatan

utama yaitu : produksi, distribusi, dan konsumsi. Pemenuhan

hidup dengan kendala terbatasnya sumber daya yang dimiliki

masyarakat, erat kaitannya dengan upaya meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Sumodiningrat

1998, 24). Maka dari itu, kata ekonomi juga berarti kegiatan

yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan untuk

meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan

masyarakat (Noor 2015, 14)

Pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan melalui

intrapreneurship dan entrepreneurship. Pemberdayaan

melalui intrapreneurship adalah kegiatan pemberdayaan

untuk mempersiapkan tenaga kerja bagi penerima program

pemberdayaan. Pemberdayan melalui entrepreneurship

adalah kegiatan mendidik masyarakat yang ingin diberdaya

untuk mampu mendirikan usaha sendiri. Praktik

30

Pemberdayaan Bidang Ekonomi Bagi Penyandang

Disabilitas secara umum memiliki kemiripan dimensi

pendekatan Mardi Yatmo Hutomo, seperti misalnya: (1)

bantuan modal bergulir; (2) bantuan pembangunan

prasarana; (3) pengembangan kelembagaan lokal; (4)

penguatan dan pembangunan kemitraan usaha; dan (5)

fasilitasi dari pendampingan usaha (Surwanti 2014, 42).

Pemberdayaan di bidang ekonomi merupakan upaya

untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong,

memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi

ekonomi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya. Dalam pengertian yang dinamis, yaitu

mengembangkan diri dan mencapai kemajuan (Mubyarto

2000, 263-264).

2. Tujuan Pemberdayaan

Pemberdayaan tentunya memiliki suatu tujuan di dalam

pelaksanaannya, menurut Edi Suharto (2005, 60) tujuan

pemberdayaan adalah:

“Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat

kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang

memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal

(misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena

kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial

yang tidak adil.”

Menurut Ife dalam buku Edi Suharto (2005, 58)

pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan

31

orang-orang yang lemah atau orang-orang yang kurang

beruntung.

Di dalam buku Isbandi Rukminto Adi (2002, 162) Payne

menyebutkan bahwa pemberdayaan pada intinya, ditujukan

guna :

“Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia

lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk

mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui

peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk

menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui

transfer daya dari lingkungannya”.

Memandirikan masyarakat dan memberdayakan

kemampuan mereka guna menjadikan diri mereka untuk

menjadi lebih baik secara berkesinambungan adalah tujuan

dari pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan juga

merupakan upaya untuk masyarakat melihat dan memilih

sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Untuk itu

pemberdayaan diupayakan agar mereka menjadi masyarakat

yang maju dalam berbagai aspek (Syafe’i 2001, 39).

Dengan demikian, tujuan dari pemberdayaan ekonomi

menurut peneliti ialah suatu usaha untuk membantu serta

membentuk individu ataupun kelompok masyarakat menjadi

lebih mandiri, terlebih lagi mandiri dalam segi tercukupinya

kebutuhan dasar perekonomian hidupnya.

3. Proses Pemberdayaan

32

Hogan dalam buku Isbandi Rukminto Adi (2002, 173)

menggambarkan proses pemberdayaan yang

berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima

tahapan utama yaitu :

a. Menghadirkan kembali pengalaman yang

memberdayakan dan tidak memberdayakan.

b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi

pemberdayaan dan pentidakberdayaan.

c. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek.

d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna; dan

e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan

mengimplementasikannya.

Sedangkan menurut Isbandi Rukminto Adi (2002, 182-

195) menyebutkan ada 7 (tujuh) tahapan pemberdayaan, di

dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran-Pemikiran dalam

Pembangunan Kesejahteraan Sosial”, berikut penjelasannya:

a. Tahapan Persiapan (engagement)

Pada tahap persiapan (engagement) ada dua

tahapan yang harus dilakukan, yakni (a) penyiapan

petugas, yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat

dalam hal ini dapat dilakukan oleh community

worker, dan (b) penyiapan lapangan, yaitu hal ini

merupakan prasyarat dari keberhasilan program

pemberdayaan masyarakat.

33

Penyiapan petugas diperlukan untuk menyamakan

persepsi antar anggota tim agen perubah mengenai

pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan

pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pada tahap

penyiapan lapangan, petugas pada awalnya

melakukan studi kelayakan terhadap sasaran

pemberdayaan. Bila sudah menemukan sasaran yang

ingin diberdayakan, community worker harus

mendapatkan perijinan kepada pihak terkait. Pada

tahap inilah terjadi kontrak awal terhadap sasaran.

Kontrak awal harus tetap ditindaklanjuti agar

terdapat kedekatan antara agen perubah dengan

subjek sasaran. Komunikasi yang baik pada tahap ini

akan mempengaruhi keterlibatan subjek sasaran

pemberdayaan pada tahapan berikutnya.

b. Tahapan Pengkajian (assessment)

Pada tahap ini, petugas yang merupakan agen

perubahan melakukan pengidentifikasian masalah

dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Dalam

menganalisis kebutuhan masyarakat ini ada berbagai

teknik yang dapat digunakan untuk melakukan

assessment. Selain melakukan pengidentifikasian

masalah, petugas atau pelaku perubahan ini akan

memfasilitasi masyarakat untuk menyusun prioritas

dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada

tahap berikutnya.

34

c. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, petugas atau pelaku perubah secara

partisipatif melibatkan warga untuk berfikir tentang

masalah yang sedang mereka hadapi dan bagaimana

cara mereka mengatasinya. Dalam tahap perencanaan

ini, masyarakat diharapkan untuk dapat memikirkan

alternatif program dan kegiatan apa yang akan

mereka terapkan. Dan pada tahap ini, petugas akan

bertindak sebagai fasilitator yang membantu

masyarakat berdiskusi dan juga membantu

masyarakat memikirkan kegiatan apa yang tepat

untuk diterapkan pada saat itu.

d. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini, petugas pelaku perubahan

membantu kelompok masyarakat untuk

memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk

tertulis, terutama bila berkaitan dengan pembuatan

proposal kepada penyandang dana. Bantuan petugas

dalam hal ini sangat diperlukan bagi kelompok yang

belum mengenal cara pembuatan proposal. Dan di

dalam tahap ini juga, petugas dan masyarakat

diharapkan sudah mengetahui tujuan pendek apa

yang akan didapat dan bagaimana cara mencapai

tujuan tersebut.

e. Tahap Pelaksanaan

35

Tahap yang paling penting di dalam tahapan proses

pemberdayaan adalah tahap pelaksanaan, karena

apabila segala sesuatunya sudah dirancang dengan

baik, tetapi akan menimbulkan kesalahan apabila

dalam pelaksanaan di lapangan tidak ada kerjasama

antara petugas dan masyarakat. Karena pertentangan

antar kelompok warga juga dapat menghambat

pelaksanaan suatu program ataupun kegiatan.

f. Tahap Evaluasi

Pada tahap ini, evaluasi sebagai proses pengawasan

dari masyarakat dan petugas terhadap program yang

sedang berjalan. Evaluasi sebaiknya melibatkan

masyarakat dalam melakukannya, karena dengan itu

akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk

melakukan pengawasan secara internal. Sehingga

dalam jangka panjang diharapkan dapat membentuk

suatu sistem dalam masyarakat yang lebih mandiri

dengan memanaatkan sumber daya yang ada.

g. Tahap Terminasi

Pada tahap ini, dilakukannya pemutusan hubungan

secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi

terkadang dilakukan bukan karena masyarakat

tersebut sudah dapat dianggap ‘mandiri’, tetapi

karena masa proyek yang sudah harus dihentikan

karena sudah melebihi batas waktu yang sudah

36

ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah

selesai dan tidak ada lagi penyandang dana yang mau

meneruskan.

Di dalam pelaksanaan proses dan juga dalam pencapaian

tujuan pemberdayaan, itu dicapai melalui penerapan

pendekatan pemberdayaan, berikut adalah beberapa

pendekatannya :

a. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang

memungkinkan potensi masyarakat berkembang

secara optimal. Pemberdayaan harus mampu

membebaskan masyarakat dari seklat-sekat kultural

dan struktural yang menghambat.

b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam

memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Pemberdayaan ditujukan agar

menumbuhkan kemampuan dan kepercayaan diri

masyarakat.

c. Perlindungan : melindungi masyarakat, menghindari

terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi

tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan

mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat

terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus

diarahkan pada penghapusan segala jenis

diskriminasi dan dominasi yang tidak

menguntungkan rakyat kecil.

37

d. Penyokongan : memberikan bimbingan dan

dukungan kepada masyarakat. Pemberdayaan harus

mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke

dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan

terpinggirkan.

e. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif

agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan

antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Pemberdayan harus mampu menjamin keselarasan

dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang

memperoleh kesempatan berusaha (Suharto 2005,

67).

4. Strategi Pemberdayaan

Strategi pemberdayaan menurut buku Edi Suharto (2005,

66-67) dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat

dilakukan melalui tiga aras atau mantra pemberdayan

(empowerment setting) : mikro, mezzo, dan makro.

a. Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan kepada klien

secara individu melalui bimbingan, konseling,

manajemen stress, krisis intervensi. Tujuan utama

dari aras mikro adalah membimbing atau melatih

klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.

Model strategi ini disebut sebagai pendekatan yang

berpusat pada tugas.

b. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan kepada

sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan

38

menggunakan kelompok sebagai media

intervensinya. Sebagai media intervensi strategi

dalam aras mezzo, menggunakan pendidikan dan

pelatihan, yang bertujuan meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, keterampilan, dan sikap klien dalam

menghadapi permasalahannya.

c. Aras Makro. Pemberdayaan dilakukan kepada sistem

lingkungan yang lebih luas. Strategi di dalam

pendekatan ini seperti perumusan kebijakan,

perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,

pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik.

Strategi ini bertujuan agar klien dapat memahami

situasi mereka, dan untuk memilih serta menentukan

strategi yang tepat untuk bertindak.

Dubois dan Miley memberi beberapa cara atau teknik

yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam

pemberdayaan masyarakat:

a. Membangun relasi yang merefleksikan respon

empati; menghargai pilihan dan hak klien

menentukan keputusannya sendiri (self-

determination); menghargai perbedaan dan keunikan

individu; menekankan kerjasama klien.

b. Membangun komunikasi yang : menghormati

martabat dan harga diri klien; mempertimbangkan

keragaman individu; berfokus pada klien; menjaga

kerahasiaan klien.

39

c. Terlibat dalam pemecahan masalah yang:

memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek

proses pemecahan masalah; menghargai hak-hak

klien; merangkai tantangan-tantangan sebagai

kesempatan belajar; melibatkan klien dalam

pembuatan keputusan dan evaluasi.

d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan

sosial melalui : ketaatan terhadap kode etik profesi;

keterlibatan dalam pengembangan proesional, riset,

dan perumusan kebijakan; penerjemah kesulitan-

kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik;

penghapusan segala bentuk diskriminasi dan

ketidaksetraan kesempatan (Suharto 2005, 68).

5. Indikator Pemberdayaan

Menurut Kieffer, pemberdayaan mencakup tiga dimensi

yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan

sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parsons juga

mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada :

a. Sebuah proses pertumbuhan individu yang semakin

berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang

luas.

b. Ketika munculnya rasa percaya diri, berguna dan

mampu mengendalikan diri dan orang lain.

c. Pembebasan mulai dari pendidikan dan politisasi

orang-orang lemah yang kemudian melibatkan

upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah

40

tersebut untuk memperoleh kekuasaan (Suharto

2005, 63).

Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara

operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator

keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya

atau tidak. Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan

delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai

empowerment atau indeks pemberdayaan.

a. Kebebasan mobilitas : kemampuan individu untuk

pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya.

Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu

mampu pergi sendirian.

b. Kemampuan membeli komoditas kecil : kemampuan

individu untuk membeli kebutuhannya sehari-hari.

Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini

terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri

tanpa meminta ijin pasangannya. Poin ini tinggi

apabila ia dapat membeli barang-barang tersebut

dengan menggunakan uangnya sendiri.

c. Kemampuan membeli komoditas besar : kemampuan

individu untuk membeli barang-barang sekunder atau

tersier. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi

diberikan terhadap individu yang dapat membuat

keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya.

Dan poin ini tinggi apabila ia dapat membeli barang-

41

barang tersebut dengan menggunakan uangnya

sendiri.

d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan

rumah tangga: mampu membuat keputusan secara

sendiri maupun bersama suami/istri mengenai

keputusan-keputusan penting di dalam keluarga.

e. Kebebasan relative dari dominasi keluarga : indikator

yang berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh

orang lain terhadapnya. Terlebih dalam hal membuat

keputusan, atau pun hal pribadi lainnya.

f. Kesadaran hukum dan politik : indikator yang diukur

dengan pengetahuan responden dengan hal-hal yang

berhubungan dengan hokum dan politik.

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes :

indikator yang diukur dengan ‘berdaya’ nya

seseorang apabila ia pernah terlibat dalam hal

melakukan kampanye atau protes.

h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga :

indikator yang diukur dengan hal-hal yang

keterkaitan dengan aspek ekonomi. Seseorang

dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki

aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari

pasangannya (Suharto 2005, 63-64)

B. DISABILITAS TUNARUNGU

1. Pengertian Disabilitas

42

Definisi disabilitas menurut Undang-Undang RI Nomor 8

Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (Mahkamah

Konstitusi 2015, 2) menjelaskan bahwa :

“Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang

mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau

sensorik jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dan mengalami hambatan dan

kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh daan efektif

dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan

hak.”

WHO menyebutkan definisi mengenai disabilitas yang

artinya terbatasnya atau kurangnya (yang disebabkan oleh

kekurangsempurnaan fisik) kemampuan untuk menjalankan

aktivitas dalam cara yang dikategorikan normal untuk

manusia (Mercer 2007, 21).

Sedangkan menurut Efendi (2006, 4), disabilitas adalah

kelainan pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Akibatnya

kelainan ini menyebabkan ketidakberfungsian seperti yang

terjadi pada : (a) alat indra, apabila ada kelainan pada indra

pendengaran disebut tunarungu, kelainan pada indra

penglihatan disebut tunanetra, kelainan pada fungsi organ

bicara disebut tunawicara ; (b) alat motorik tubuh, apabila ada

kelainan otot dan tulang disebut poliomyelitis, kelainan pada

system saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi

motorik disebut cerebral palsy, kelainan anggota badan akibat

pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa

tangan / kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada

alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.

43

2. Pengertian Tunarungu

Salahsatu jenis disabilitas ada yang bernama tunarungu.

Tunarungu dapat diartikan sebagai seseorang yang

mengalami kehilangan pendengaran yang berakibatkan ia

tidak dapat menangkap rangsangan suara (Somantri 2006,

93).

Apabila terdapat satu atau lebih organ telinga baik luar,

tengah atau dalam mengalami gangguan atau kerusakan

disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang

menyebabkan organ telinga tidak dapat berfungsi dengan

baik, maka menurut Efendi (2006, 57) keadaan tersebut

dikenal dengan kelainan pendengaran atau anak tunarungu.

Dalam buku Somantri (2006, 93), terdapat beberapa

pengertian mengenai tunarungu:

Menurut Andreas Dwidjosumarto bahwa seseorang yang

tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan

tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori

yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli

adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami

kerusakan taraf berat sehingga pendengaran tidak berfungsi

lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indra

pendengarannnya mengalami kerusakan tetapi masih dapat

berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa

menggunakan kan alat bantu dengar.

44

Selain itu, Mufti Salim menyimpulkan bahwa anak

tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh

kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam

perkembangan bahasanya. Diperlukannya bimbingan dan

pendidikan khusus untuk anak tunarungu.

3. Klasifikasi Tunarungu

a. Klasifikasi secara etimologis

Terdapat banyak hal yang menyebabkan terjadinya

kelainan pendengaran dikarenakan rusaknya organ

pendengaran penderitanya. Berikut adalah penjelasan

determinan tunarungu yang terjadi sebelum, sesaat, dan

setelah anak dilahirkan :

o Pada saat sebelum dilahirkan

- Anak menderita tunarungu dikarenakan gen sel

pembawa yang dibawa oleh salah satu atau

kedua orangtua si anak.

- Karena penyakit; ketika ibu yang sedang

mengandung terkena penyakit seperti rubella,

moribili. Terutama pada kehamilan trisemester,

sebab pada saat itu bayi sedang mengalami

proses pembentukkan telinga.

- Karena keracunan obat-obatan; ketika ibu

yang sedang mengandung mengkonsumsi obat-

45

obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu

alkohol, atau Ibu tidak menghendaki kehadiran

anaknya sehingga ia meminum obat penggugur

kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan

ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.

o Pada saat kelahiran

- Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan

sehingga persalinan dibantu menggunakan alat

penyedot.

- Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum

waktunya dilahirkan (kurang dari 9 bulan).

o Pada saat setelah kelahiran

- Ketulian yang terjadi di karena infeksi,

misalnya infeksi pada otak atau infeksi umum

seperti Difteri, mobili, dan lain-lain.

- Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-

anak.

- Karena kecelakaan yang mengakibatkan

kerusakan alat pendengaran bagian dalam,

misalnya jatuh.

b. Klasifikasi menurut tarafnya

Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui

dengan tes audiometris. Untuk kepentingan

pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Andreas dwidjosumarto mengemukakan:

46

o Tingkat I, tingkat ini mengalami kehilangan

kemampuan mendengar antara 35 – 54 dB,

penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan

bantuan mendengar secara khusus.

o Tingkat II, pada tingkat ini penderita kehilangan

kemampuan mendengar antara 55 – 69 dB,

penderita memerlukan pendidikan secara khusus,

dan di dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan

latihan berbicara dan berbahasa secara khusus.

o Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar

antara 70 – 89 dB.

o Tingkat IV, Kehilangan kemampuan

mendengar 90 dB ke atas (Somantri 2006, 95).

c. Klasifikasi lokasi terjadinya ketunarunguan

o Tunarungu Konduktif

Tunarungu konduktif terjadi dikarenakan

beberapa organ yang berfungsi sebagai pengantar

suara seperti liang telinga, selaput gendang, serta

tiga tulang pendengaran dan dinding-dinding labirin

mengalami gangguan. Dan dalam beberapa kondisi

yang menghalangi masuknya getaran suara ke

organ yang berfungsi sebagai penghantar, seperti

tersumbatnya kotoran telinga, atau telinga

kemasukan benda-benda asing lainnya. Gangguan

pendengaran yang terjadi pada organ-organ

47

penghantar suara ini jarang sekali melebihi antara

60 – 70 dB dari pemeriksaan audiometer.

o Tunarungu Perseptif

Ketunarunguan tipe perseptif ini disebabkan

terganggunya organ-organ pendengaran yang

terdapat di belahan telinga bagian dalam yang

berfungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara

yang diterima oleh telinga bagian dalam (rumah

siput, serabut saraf pendengaran, corti) yang

bekerja mengubah rangsang mekanis menjadi

rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat

pendengaran di otak. Oleh karena itu, tunarungu

tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang

berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara).

o Tunarungu Campuran

Ketunarunguan tipe campuran ini dalam

rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi

sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara

mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada

telinga tersebut telah terjadi campuran antara

ketunarunguan kondukti dan ketunarunguan

perseptif (Efendi 2006, 63-64).

4. Karakteristik Tunarungu

Karakteristik tunarungu dapat dikatakan sebagai kurang

pengetahuan dalam kosakata, sulit memahami kata-kata

abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung

48

kiasan, adanya gangguan bicara, maka hal-hal itu merupakan

sumber masalah pokok bagi anak tersebut (Somantri 2006,

100).

Anak dengan kehilangan pendengaran atau tunarungu

memiliki kemampuan intelektual yang normal, namun

memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Memiliki keterlambatan bahasa yang disebabkan

kurangnya paparan terhadap bahasa lisan, khususnya

apabila gangguan dialami saat lahir atau terjadi pada

awal kehidupan.

b. Mahir dalam bahasa sandi, seperti bahasa isyarat atau

pengejaan dengan jari .

c. Memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir.

d. Bahasa lisan yang tidak berkembang dengan baik;

kualitas bicaranya agak monoton atau kaku.

e. Pengetahuan terbatas karena kurangnya paparan

terhadap bahasa lisan.

f. Mengalami isolasi sosial, keterampilan sosial yang

terbatas, dan kurangnya kemampuan

mempertimbangkan perspektif orang lain karena

kemampuan komunikasi terbatas (Desiningrum

2016, 88).

5. Prinsip Pendidikan Anak Disabilitas

Dalam mendidik anak penyandang disabilitas baik mental

ataupun fisik, tidaklah sama dengan pola mengajar anak

49

normal, karena di diperlukan pendekatan dan juga strategi

khusus didalam menjalankannya. Oleh karena pendidikan

khusus tersebut, diharapkan penyandang disabilitas : (1)

dapat menerima kondisi mereka, (2) dapat melakukan

sosialisasi dengan baik, (3) dapat berjuang dengan

kemampuannya, (4) memiliki keterampilan, (5) meyadari

sebagai anggota masyarakat. Tujuan lainnya yaitu dengan

upaya tersebut menjadikan penyandang disabilitas dapat

memberikan hasil yang tepat (masukin mendeley efendy

halaman 24).

Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan secara khusus

dalam upaya mendidik anak penyandang disabilitas, antara

lain sebagai berikut :

a. Prinsip kasih sayang. Prinsip yang menerima mereka

apa adanya, dan berusaha agar mereka dapat menjalani

kehidupan mereka seperti layaknya anak normal

lainnya. Dalam prinsip ini upaya tidak memanjakan

mereka, memberikan tugas sesuai kemampuannya

adalah yang terpenting.

b. Prinsip layanan individual. Setiap anak yang

menyandang disabilitas memiliki keunikan masalah

yang berbeda, untuk itu layanan ini perlu mendapatkan

porsi yang lebih besar.

c. Prinsip kesiapan. Kesiapan anak dalam mendapatkan

pelajaran harus diperhatikan, seperti pengetahuan

50

prasyarat dan juga memerhatikan baik dalam segi

mental dan fisik.

d. Prinsip keperagaan. Media di dalam pembelajaran

anak penyandang disabilitas sangat diperlukan seperti

alat peraga. Selain mempermudah guru dalam

mengajar, alat tersebut juga mempermudah murid

dalam menerima pelajaran.

e. Prinsip motivasi. Prinsip ini menitikberatkan pada cara

mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan

dengan kondisi kedisabilitasan anak tersebut.

f. Prinsip belajar dan bekerja kelompok. Mendidik anak

dengan cara belajar dan bekerja secara berkelompok

menjadikan mereka mudah bergaul dengan

lingkungannya.

g. Prinsip keterampilan. Pendidikan yang diberikan

selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi,

juga menjadikan keterampilan ini menjadi bekal dalam

kehidupan mereka.

h. Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap.

Diperlukan upaya untuk mereka mempunyai sikap

yang baik dan tidak menjadi pusat perhatian orang lain

yang disebabkan oleh fisik maupun psikis mereka yang

kurang baik.

6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu

Di dalam proses penyesuaian, modal yang paling utama

adalah kepribadian. Kepribadian merupakan bagaimana

51

seseorang bersikap dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Oleh karna itu, untuk dapat mengetahui

kepribadian seseorang, yang perlu diperhatikan adalah

bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan terhadap

lingkungannya. Terganggunya pendengaran pada seseorang

menyebabkan terbatasnya penguasaan bahasa. Hal ini dapat

menghambat kesempatan untuk berkomunikasi dengan

lingkungan sosialnya.

Sebagai bagian yang integral dari masyarakat yang

mendengar, anak tunarungu tidak dapat lepas dari nilai sosial

yang berlaku dan harus dilaksanakan. Oleh karena itu,

penerimaan nilai-nilai sosial bagi anak tunarungu merupakan

jembatan dalam pengembangan kematangan sosial sebab

kematangan sosial merupakan salah satu syarat yang harus

dimiliki oleh setiap individu dalam penyesuaian sosial di

masyarakat (Efendi 2006, 82).

Menurut Siregar dalam buku (Efendi 2006, 83)

berpendapat untuk mencapai kematangan sosial, anak

tunarungu setidaknya memiliki :

a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai

sosial dan kebiasaan-kebiasaan di masyarakat;

b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk

menerapkan pengetahuan-pengetahuan tersebut;

c. Cukup mendapat kesempatan mengalami berbagai

macam bentuk hubungan sosial;

52

d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman

di atas;

e. Struktur kejiwaan yang sehat dapat mendorong

motivasi yang baik.

C. TENAGA KERJA

1. Pengertian Tenaga Kerja

Istilah pekerja/buruh muncul sebagai pengganti istilah

buruh. Pada zaman feudal atau zaman penjajahan Belanda

dahulu yang dimaksudkan dengan buruh adalah orang-orang

pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan lain-lain.

Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut

dengan blue collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang

yang mengerjakan pekerjaan “halus” seperti pegawai

administrasi yang bisa duduk di meja disebut dengan white

collar (berkerah putih). Biasanya orang-orang yang termasuk

golongan berkerah putih adalah para bangsawan yang bekerja

di kantor dan juga orang-orang Belanda dan Timur Asing

lainnya (Asyhadie 2007, 19-20).

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

pengertian tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau

mengerjakan sesuatu, dan orang yang mampu melakukan

pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja

(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2016).

53

Dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,

dalam BAB I pasal 1 yang terdapat pada (Mahkamah

Konstitusi 2015, 2-7) berbunyi :

“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,

selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat. Sedangkan pekerja/buruh adalah setiap

orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.”

Juga dalam BAB III Pasal 5 berbunyi :

“Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama

tanpa diskriminasi untuk mempeoleh pekerjaan.”

Pasal 6 berbunyi :

“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan

yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”

Dalam hal-hal tertentu yang mencakup dalam pengertian

pekerja diperluas. Misalnya dalam hal kecelakaan kerja,

dalam UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja Pasal 8 ayat (2), ditentukan bahwa:

Termasuk tenaga kerja dalam jaminan kecelakaan kerja

ialah:

a. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan,

baik yang menerima upah maupun tidak;

b. Mereka yang memborong pekerjaan, kecuali yang

memborong adalah perusahaan;

54

c. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan

(Asyhadie 2007, 21).

Tenaga kerja (man power) menurut Payaman

Simanjuntak ialah penduduk yang sudah atau sedang

bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan

kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah

tangga (Agusmidah 2010, 6).

Unsur yang melekat dari istilah pekerja, yaitu setiap

orang yang bekerja, dan setiap orang yang menerima upah

atau imbalan sebagai balas jasa atau pelaksanaan pekerjaan

tersebut. Dua unsur ini untuk membedakan kategori yang

diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau yang tidak, karena

di dalam UU tersebut diatur segala hal yang berkaitan

dengan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha

(Agusmidah 2010, 7-8)

2. Kewajiban Tenaga Kerja

Dalam melaksanakan kewajiban sebagai pekerja, seorang

pekerja haruslah bertindak sebagai pekerja yang baik. Di

dalam KUH Perdata pasal 1603d dinyatakan bahwa

pekerja/buruh yang baik adalah:

“Buruh yang menjalani kewajiban-kewajiban dengan

baik, yang dalam hal ini kewajiban untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam

keadaan sama, seharusnya dilakukan atau tidak

dilakukan”

55

Selanjutnya dalam KUH Perdata (yang sampai sekarang

tetap dipakai sebagai pedoman) dirinci kewajiban

pekerja/buruh sebagai berikut.

a. Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan

pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya

dengan sebaik-baiknya.

b. Pekerja/buruh berkewajiban melakukan sendiri

pekerjaannya, hanya dengan seizin pengusaha ia

menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya.

c. Pekerja/buruh wajib taat terhadap peraturan

mengenai hal melakukan pekerjannya.

d. Pekerja/buruh yang tinggal pada pengusaha, wajib

berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga

pengusaha.

Menurut Iman Soepomo, kewajiban utama dari

pekerja/buruh adalah melakukan pekerjaan menurut

petunjuk pengusaha, dan membayar ganti kerugian

(Asyhadie 2007, 61).

3. Perlindungan Tenaga Kerja

Menyadari akan pentingnya pekerja/buruh bagi

perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, maka perlu

dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga

keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian

pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan

pekerja/buruh agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan

56

dapat diperhatikan semaksimal mungkin sehingga

kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap

terjamin. Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan

jalan memberikan tuntunan, santunan, maupun dengan jalan

meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,

perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang

berlaku dalam perusahaan (Asyhadie 2007, 77-78).

Secara teoritis, Imam Soepomo membagi perlindungan

pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut.

a. Perlindungan ekonomis, suatu perlindungan yang

berkaitan dengan suatu pemberian penghasilan yang

cukup kepada pekerja untuk keperluannya sehari-hari

bersama keluarganya. Perlindungan ini disebut

jaminan sosial.

b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindunganyang

berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang

tujuannya untuk memungkinkan pekerja

mengembangkan prikehidupannya; atau yang biasa

disebut kesehatan kerja.

c. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan

kerja yang menjamin pekerja apabila mereka

mendapatkan kecelakaan di dalam area kerja ataupun

diluar area kerja perusahaan. Perlindungan jenis ini

disebut keselamatan kerja (Agusmidah 2010, 61).

Perlindungan kerja diterapkan kepada siapa saja yang

melakukan ‘hubungan kerja”, tidak terkecuali dengan

57

penyandang disabilitas. Perlindungan pekerja disabilitas

oleh UU diberi perlindungan dan jaminan untuk melakukan

hubungan kerja dengan pengusaha. Pasal 67 UUK dengan

jelas menyebutkan, terhadap pengusaha yang

mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas, wajib

memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatannya. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam

ayat ini misalnya, penyediaan aksesibilitas, pemberian alat

kerja, dan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis

dan derajat kecacatannya tersebut.

Pekerja disabilitas merupakan subjek hukum dalam UUK

yang secara khusus juga diatur dalam Undang-Undang No.4

Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas. Pelaksanaan

peraturan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan

Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 1998 tentang upaya

peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas.

Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan bagi penyandang

disabilitas diatur dalam peraturan tersebut, dengan

mengamanatkan agar setiap perusahaan wajib

mengalokasikan minimal 1 persen jumlah pekerjanya adalah

para penyandang disabilitas (Agusmidah 2010, 62).

Kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan

bagi penyandang disabilitas ditegaskan dalam Pasal 13 UU

No.4 Tahun 1997

58

“Setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan

kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai

dengan jenis dan derajat kecacatannya.”

Pasal ini merupakan penegasan hak dan kesempatan

yang sama bagi penyandang disabilitas, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Undang-Undang inilah

yang berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan. Selanjutnya

dalam Pasal 14 ditegaskan bahwa perusahaan-perusahaan

baik berupa perusahaan negeri maupun swasta, diharuskan

memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada

penyandang disabilitas dengan mempekerjakan penyandang

disabilitas di perusahannya.

Persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan bagi

penyandang disabilitas ditetapkan dengan memperhatikan

faktor berikut ini :

1. Jenis dan derajat kecacatan.

2. Pendidikan.

3. Keterampilan dan atau keahlian.

4. Kesehatan.

5. Informasi yang tersedia.

6. Jenis atau bidang usaha.

7. Faktor lain (Agusmidah 2010, 64).

D. KERANGKA BERPIKIR

Kerangka berpikir dibuat dengan tujuan mempermudah proses

penelitian karena mencakup tujuan dari penelitian tersebut.

Dengan melalui kerangka berpikir ini, maka tujuan yang dilakukan

59

akan semakin jelas karena telah terkonsep terlebih dahulu. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas tunarungu melalui

penyaluran tenaga kerja yang dilakukan oleh Balai Rehabilitasi

Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai

Melati).

Penyandang disabilitas dipandang sebagai kelompok orang

yang tidak beruntung karena mereka dipandang tidak mampu

menikmati keuntungan material dari kehidupan sosial

kontemporer. Frank Bowe, dalam Handicapping America, ia

membuat daftar enam kesulitan utama dalam proses memasukkan

penyandang cacat dalam kancah sosial. Yaitu, arsitektural,

tindakan, pendidikan, pekerjaan, legal dan personal. Pengalaman

umum seperti ini menyebabkan timbulnya perasaan di kalangan

penyandang disabilitas sebagai kelompok minoritas yang tertindas

(Mercer 2007, 72).

Melihat permasalahan tersebut, maka perlu adanya suatu usaha

untuk memberdayakan penyadang disabilitas tunarungu, terutama

dalam bidang ekonomi. Sebab, bagi sebagian masyarakat mereka

dipandang sebagai orang yang tidak berdaya dalam melakukan

suatu pekerjaan dikarenakan kekurangan yang mereka miliki.

Akibatnya, penyandang disabilitas terus dimanjakan dengan

situasi yang menjadikan mereka tidak mempunyai daya untuk

berusaha merubah nasib dan juga pandangan sosial terhadap

mereka.

60

Tetapi tentu saja usaha tersebut tidak dapat dilakukan oleh

penyandang disabilitas itu sendirian, tetapi diperlukannya

fasilitator untuk mereka, dan itu dilakukan oleh Balai Rehabilitasi

Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai

Melati). Guna melakukan pemberdayaan terhadap penyandang

disabilitas tunarungu, Balai Melati memiliki bentuk kerja sama

dengan perusahaan konvensional untuk menyalurkan para

penyandang disabilitas yang ada di balai mereka, yang disebut

dengan Penerima Manfaat (PM) untuk dapat bekerja di

perusahaan-perusahaan tersebut.

Di dalam melakukan penyaluran kerja tersebut, Balai Melati

melakukannya berkaitan dengan rangkaian tahapan pelayanan

yang ditujukan kepada para penerima manfaat yang nantinya akan

dianalisis sesuai dengan teori proses pemberdayaan. Setelah

melalui proses tersebut, akan ditemukan hasil yang didapatkan

oleh PM yang sudah disalurkan bekerja.

Diharapkan kerja sama penyaluran tenaga kerja tersebut dapat

menjadikan para Penerima Manfaat tersebut menjadi pribadi yang

mandiri dan berdaya terutama dalam segi ekonomi.

61

Gambar 2.1

Gambar Kerangka Berpikir Penelitian

62

BAB III

GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN

A. SEJARAH BALAI MELATI

Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Rungu Wicara

(PRPCRW) berdiri pada tahun 1988 yang merupakan pilot proyek

Direktorat RPTC Departemen Sosial non struktural yang dipimpin

oleh koordinator yang memiliki tugas dan fungsi rehabilitasi sosial

penderita cacat tuna rungu wicara. Pada tahun 1994 berubah nama

menjadi Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) berdasarkan

SK Menteri Sosial No. 3/HUK1994 tentang dasar pendirian panti

sosial yang dijabarkan dalam Permensos RI Nomor

106/HUK/2009 tentang organisasi dan tata kerja Panti Sosial di

lingkungan Departemen Sosial, dengan tugas pokok memberikan

pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif,

promotif dalam bentuk memberikan pelayanan bimbingan fisik,

mental, sosial, pelatihan, keterampilan, resosialisasi serta

bimbingan lanjutan, melaksanakan proses pengkajian dan

penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan

dengan tujuan para penyandang disabilitas rungu wicara sehingga

mampu mandiri serta dapat berperan aktif dalam kehidupannya di

masyarakat.

Pemberian nama panti "Melati" diambil dari nama salah satu

penerima manfaat yang sudah berhasil, berprestasi dalam usaha

mandiri yang berasal dari Pasar Baru. Pada 1 Januari 2019

berdasarkan Permensos No. 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan

63

Tata Kerja Unit Pelayanan Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial

nomenklatur lembaga berubah nama dari PSBRW "Melati"

menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik

Rungu Wicara (BRSPDSRW) "Melati" Jakarta.

Perubahan tampuk kepemimpinan dari mulai berdiri sampai

dengan sekarang sebagai berikut :

1. Periode Tahun 1988 s/d 1989 dipimpin oleh Nandang

Suharno, BSW.

2. Periode Tahun 1989 s/d 1991 dipimpin oleh J.B

Soekarno, B.A.

3. Periode Tahun 1991 s/d 1997 dipimpin oleh Lily Soenoto.

4. Periode Tahun 1997 s/d 2001 dipimpin oleh Drs. Achmad

Arwani.

5. Periode Tahun 2001 s/d 2005 dipimpin oleh Drs. Dasuki,

M.Si.

6. Periode Tahun 2005 s/d 2008 dipimpin oleh Dra. Eny

Mapiase.

7. Periode Tahun 2008 s/d 2013 dipimpin oleh Dra. Ignatia

Sri Wuwuh P., M.Si.

8. Periode Bulan Januari s/d Oktober 2013 dipimpin oleh

Dra. Eva Rahmi Kasim, M.Ds.

9. Periode Bulan Oktober 2013 s/d September 2014

dipimpin oleh Dra. Tri Sukreni, M.Si.

10. Periode Bulan September 2014 s/d Januari 2020 dipimpin

oleh Drs. Pujiyanto.

64

11. Periode Bulan Januari 2020 s/d Oktober 2020 dipimpin

oleh Drs. Kiki Riadi, M.Si.

12. Periode Bulan Oktober 2020 s/d sekarang dipimpin oleh

Dra. Puti Chairida Anwar, MM. (Tata Usaha Balai Melati

2020, 2).

B. LOKASI BALAI MELATI

Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu

Wicara (BRSPDRSW) “Melati” merupakan Unit Pelaksana Teknis

Kementerian Sosial Republik Indonesia yang terletak di Jalan

Gebang Sari No.38, RT.2/RW.5, Kelurahan Bambu Apus,

Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus.

Ibukota Jakarta 13890. No telepon (021) 8444274.

C. VISI, MISI, MOTTO BALAI

1. VISI :

Terwujudnya kesejahteraan sosial bagi penyandang

disabilitas sensorik rungu wicara (PDSRW)

2. MISI :

o Meningkatkan kapabilitas sosial dan tanggung jawab

sosial penerima manfaat BRSPDSRW "Melati"

Jakarta melalui layanan rehabilitasi sosial secara

komprehensif, integratif dan berkelanjutan.

o Meningkatkan akses PDSRW terhadap lingkungan

yang inklusif melalui kerjasama dan sinergitas

dengan berbagai institusi pemerintah, swasta dan

masyarakat.

65

o Melaksanakan dukungan manajemen layanan

rehabilitasi sosial yang akuntabel, efektif dan efisien

sesuai dengan aturan yang berlaku. (Tata Usaha Balai

Melati 2020, 3).

3. Motto

“Produktif, Mandiri, Berdaya saing tinggi.”

D. TUGAS, FUNGSI, DAN PERAN BALAI MELATI

1. Tugas

Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas

Sensorik Rungu Wicara (BRSPDSRW) “Melati” atau bisa

juga disebut dengan nama Balai Melati, ialah Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI yang mempunyai tugas

melaksanakan rehabilitasi sosial kepada penyandang

disabilitas sensorik rungu wicara sebagaimana termaktub

dalam Permensos RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.

2. Fungsi

Dalam pelaksanaan tugasnya, Balai Melati

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Pelaksanaan penyusunan rencana program, evaluasi

dan pelaporan.

66

b. Pelaksanaan registrasi dan asesmen penyandang

disabilitas sensorik rungu wicara.

c. Pelaksanaan advokasi sosial.

d. Pelaksanaan rehabilitasi sosial penyandang

disabilitas sensorik rungu wicara.

e. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran kerja, dan

bimbingan lanjut.

f. Pelaksanaan terminasi, pemantauan dan evaluasi

penyandang disabilitas sensorik rungu wicara.

g. Pelaksanaan urusan tata usaha.

3. Peran

Berikut adalah beberapa peran bagi Balai Melati :

a. Sebagai koordinator program regional penanganan

masalah Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu

Wicara.

b. Sebagai pusat penjangkauan (outreach center)

layanan rehabilitasi sosial bagi Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.

c. Sebagai pusat respon kasus dan intervensi krisis bagi

penanganan masalah Penyandang Disabilitas

Sensorik Rungu Wicara.

d. Sebagai lembaga percontohan nasional dalam

layanan rehabilitasi sosial bagi penanganan masalah

Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.

e. Sebagai pusat penguatan kelembagaan dan kapasitas

bagi Panti milik Pemerintah Provinsi/ Kota/

67

Kabupaten, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),

masyarakat dan Lembaga Penyelenggara Rehabilitasi

Sosial lainnya yang menangani masalah Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.

f. Sebagai pusat pengembangan model layanan

rehabilitasi sosial bagi Penyandang Disabilitas

Sensorik Rungu Wicara.

E. DASAR HUKUM

Balai Melati memiliki dasar hukum dalam menjalankan

kelembagaannya, diantaranya sebagai berikut :

1. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia;

2. Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial;

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang

Disabilitas;

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah;

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang

Penyandang Disabilitas;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2020 tentang

Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang

Disabilitas;

68

8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 25 Tahun 2012 tentang

Standar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas oleh

Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial

9. Peraturan Menteri Sosial Nomor 06 Tahun 2014 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Standar Operasional

Prosedur Administrasi Pemerintahan Kementerian Sosial

10. Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial;

11. Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2017 tentang

Standar Rehabilitasi Sosial dengan Pendekatan Profesi

Pekerjaan Sosial;

12. Peraturan Menteri Sosial Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Standar Habilitasi dan Rehabilitasi;

13. Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di

Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial;

14. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2019 tentang

Standar Nasional Rehabilitasi Sosial;

15. Pedoman Kerja Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Tahun 2018, Direktorat Rehabilitasi Sosial

Penyandang Disabilitas, Direktorat Jenderal Rehabilitasi

Sosial.

69

F. STRUKTUR ORGANISASI BALAI MELATI

Gambar 3.1

Struktur Organisasi Balai Melati

periode Oktober 2020 – Mei 2021

Sumber : https://melati.kemsos.go.id/struktur-organisasi

G. SUMBER DAYA MANUSIA

Berikut adalah klasifikasi pegawai yang ada di Balai Melati :

1 Status Pegawai

PNS 37 Orang

Tenaga Kontrak 23 Orang

2 Golongan Kepangkatan

Gol. IV 6 Orang

Gol. III 19 Orang

Gol. II 11 Orang

Gol. I 1 Orang

3 Tingkat Pendidikan Formal

70

Pasca Sarjana 4 Orang

Sarjana 18 Orang

D3 5 Orang

SLTA/SMK 8 Orang

SLTP 2 Orang

4 Jabatan Struktural

Kepala Balai 1 Orang

Kepala Subbag Tata Usaha 1 Orang

Kepala Seksi Rehabilitasi

Sosial 1 Orang

Kepala Seksi Asesmen dan

Advokasi 1 Orang

Tabel 3.1

Tabel Sumber Daya Manusia Balai Melati

Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 6)

H. SARANA DAN PRASARANA BALAI MELATI

Dalam rangka untuk lebih meningkatkan program pelayanan

rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas rungu wicara yang

dibina dalam Balai, maka harus didukung dengan sarana gedung,

transportasi, dan sarana bimbingan yang memadai sehingga dapat

dijadikan Balai percontohan. Adapun fasilitas sarana yang dimiliki

adalah :

1 Sarana Gedung

Luas Tanah Balai 9.740 m2

Gedung Kantor 400 m2

71

Asrama Penerima Manfaat (Putra/Putri) 7

Gedung

2.172 m2

Aula / Gedung Serbaguna 250 m2

Ruang Kelas (3 Lokal) 180 m2

Ruang Assessment 37 m2

Ruang Bina Suara/ Kedap Suara 10 m2

Ruang Bina Olahraga 86 m2

Ruang Makan dan Dapur Umum 270 m2

Gedung Keterampilan 440 m2

Musholah 100 m2

Ruang Laboratorium Computer 28 m2

Ruang Speak Theraphy 37 m2

Ruang Instalasi Produksi 80 m2

Ruang Poliklinik 12 m2

Ruang Perpustakaan 18 m2

Ruang Rapat 30 m2

Ruang Dinas Pimpinan 66 m2

Ruang Dharma Wanita 8 m2

Guest House 195 m2

Rumah Dinas Pegawai 246 m2

Gudang dan Garasi 278 m2

Pos Jaga Satpam 12 m2

2 Sarana Transportasi

Kendaraan Operasional Roda 6 (Mini bus) 1 Unit

Kendaraan Operasional UPSK 1 Unit

Kendaraan Operasional Ambulan 1 Unit

72

Kendaraan Operasional Dinas Kepala Balai 1 Unit

Kendaraan Operasional Roda 2 (Motor) 9 Unit

Kendaraan Operasional Roda 4 (Kijang) 1 Unit

3 Sarana Bimbingan

Sarana Bimbingan Sosial

Meja dan Kursi Belajar

Papan Tulis

Alat Peraga

Alat Tulis Menulis

Buku-Buku Bacaan

TV dan DVD untuk Visualisasi

Speech trainer

Lemari Buku

Sarana Bimbingan Keterampilan

Peralatan Keterampilan Menjahit

Peralatan Keterampilan Kerajinan Tangan

Peralatan Keterampilan Tata Boga

Peralatan Keterampilan Pertukangan Kayu

Peralatan Keterampilan Salon/ Tata Rias

Peralatan Keterampilan Las

Peralatan Keterampilan Komputer

Peralatan Keterampilan Percetakan

Peralatan Keterampilan Musik Angklung

Sarana Bimbingan Fisik/ Mental

Musholah

Peralatan Olahraga

73

Tabel 3.2

Tabel Sarana Prasarana Balai Melati

Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 7-8)

Gambar 3.2

Gambar Sarana Prasarana Balai Melati

Sumber : Dokumentasi Pribadi

I. SUMBER DANA BALAI MELATI

Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu

Wicara (BRSPDRSW) “Melati” merupakan Unit Pelaksana Teknis

Kementerian Sosial Republik Indonesia, sumber dana yang

diperoleh BRSPDRSW Melati sepenuhnya merupakan dari APBN

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), bukan melainkan dari

donator atau yang lainnya.

74

J. KERJASAMA BALAI MELATI

BRSPDRSW Melati bekerjasama dengan pihak-pihak tertentu

di dalam menjalankan perannya sebagai lembaga. Seperti

bekerjasama dengan :

- Perusahaan, Home Industri

- Perguruan Tinggi

- Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), Lembaga

Pelatihan Kerja (LPK)

- Dinas Sosial, Disnaker, Rumah Sakit, dan lembaga

lainnya

- Yayasan Sosial, SLB, dan Lembaga Kessos.

K. JANGKAUAN WILAYAH PELAYANAN BALAI

MELATI

Balai Melati dalam melakukan pelayanannya sudah

menjangkau beberapa daerah yang ada di Indonesia, berikut

adalah nama-nama daerah tersebut :

Pulau Sumatera Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Riau

Provinsi Sumatera Barat

Kepulauan Riau

Provonsi Jambi

Provinsi Bengkulu

Provinsi Sumatera Selatan

75

Provinsi Lampung

Pulau

Kalimantan

Kalimantan Utara

Kalimantan Barat

Kalimantan Timur

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Pulau Jawa Jawa Barat

Banten

DKI Jakarta

Jawa Tengah

Jawa Timur

Tabel 3.3

Tabel Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati

Gambar 3.3

Jangkauan Wilayah Pelayanan Balai Melati

76

Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 12)

L. SASARAN DAN KRITERIA PENERIMA MANFAAT

Sasaran penerima manfaat bagi BRSPDRSW Melati ialah

para penyandang disabilitas rungu wicara yang ada di masyarakat

yang membutuhkan rehabilitasi sosial.

Dengan kriteria persyarataan sebagai berikut :

1. Penyandang disabilitas rungu wicara,

2. Tidak disabilitas ganda,

3. Umur 18 – 35 tahun,

4. Bersedia diasramakan,

5. Bersedia menaati peraturan Balai (Tata Usaha Balai

Melati 2020, 9).

M. PROGRAM BALAI MELATI

Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai beberapa

program yang ada di BRSPDRSW Melati :

1. Rehabilitasi Sosial Tingkat Lanjut/ Reguler

a. Waktu pelayanan

Lama pelayanan dalam Balai adalah maksimal dua

bulan.

b. Kriteria Calon Penerima Manfaat

- Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu

Wicara tidak disabilitas ganda,

- Usia 18 – 35 tahun ,

77

- Lulus sleksi penerimaan,

- Mampu berkomunikasi Bahasa isyarat (SIBI/

BISINDO) maupun verbal,

- Belum menikah dan tidak akan menikah

selama mendapatkan layanan,

- Diprioritaskan dari keluarga ekonomi kurang

mampu.

2. Regional Potential Network (RPN)

Kegiatan rehabilitasi sosial berbasis jaringan kerja di

Provinsi/ Kota/ Kabupaten yang mengedepankan senergitas

antar Lembaga, menjaring semua stakeholder untuk dapat

berpartisipasi dan berkontribusi terhadap penanganan

masalah Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.

a. Waktu pelayanan

Disesuaikan dengan kebutuhan wilayah.

b. Kriteria Calon Penerima Manfaat

- Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara,

- Usia 1 – 50 tahun,

- Diprioritaskan dari keluarga ekonomi kurang

mampu.

3. Respon Kasus dan Rumah Aman (Time-Bond Shelter)

Penanganan kasus dan intervensi krisis bagi Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara yang mengalami

kedaruratan seperti keterlantaran lintas provinsi, mperlakuan

78

salah terhadap penyandang diabilitas, mengalami tindak

kekerasan, eksploitasi serta keadaan krisis lainnya. Upaya

yang dilakukan ialah pendampingan dan penanganan kasus.

Dengan lama pelayanan dalam Rumah Aman adalah

maksimal 14 hari kerja.

Kriteria calon penerima manfaat pada program ini ialah:

- Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara,

- Usia 1 – 50 tahun,

- Dalam keadaan/ situasi darurat (krisis)

4. Instalasi Produksi

Instalasi produksi merupakan fasilitas penunjang

pengembangan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas

sensorik rungu wicara berupa instalasi keterampilan/

vokasional yang antara lain : menjahit, tata boga, keramik/

gerabah, desain grafis/ percetakan dan sangkar burung.

Upaya yang dilakukan ialah pendampingan, peningkatan

wawasan entrepreneur, pengembangan skill keterampilan

dan pemasaran produk. Lama pelayanan program ini adalah

maksimal 1 (satu) tahun yang bersifat on-off.

Kriteria calon penerima manfaat pada program ini ialah:

- Alumni penerima manfaat BRSPDRSW Melati,

- Usia 18 – 45 tahun,

- Belum menikah dan tidak akan menikah selama

mengikuti kegiatan IP

79

- Memerlukan layanan peningkatan wawasan

entrepreneur dan pengembangan skill.

5. PAK RW

Pelayanan Audiometer Keliling dan Konseling Bagi

Penyandang Disabilitas Rungu Wicara (PAK RW) adalah

layanan jasa konseling dan pemeriksaan tingkat atau ambang

batas pendengaran seseorang dan jenis gangguan

pendengarannya dengan menggunakan alat audiogram

ditempat yang mudah dijangkau oleh penyandang disabilitas

rungu wicara, keluarga, dan masyarakat.

Kriteria calon penerima manfaat pada program ini ialah:

- Penyandang disabilitas sensorik rungu wicara,

keluarga, dan masyarakat umum,

- Usia 1 – 45 tahun,

- Memerlukan layanan dasar seperti terapi/ bina wicara,

konseling dan layanan pemeriksaan pendengaran/

deteksi dini.

6. Pemberian Alat Bantu Dengar

Penyaluran dan pemberian bantuan sosial bagi penyandang

disabilitas sensorik rungu wicara berupa alat bantu dengar

(ABD / Hearing Aids). Kriteria calon penerima manfaat pada

program ini berusis 1 – 50 tahun (Tata Usaha Balai Melati,

n.d.).

80

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Dalam data dan temuan penelitian ini peneliti membahas

tentang proses penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas

tunarungu di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas

Sensorik Rungu Wicara Melati (Balai Melati). Penelitian ini

berfokus pada bagaimana proses penyaluran tenaga kerja terhadap

pemberdayaan ekonomi penerima manfaat di BRSPDRSW

Melati.

Untuk mengetahui proses penyaluran tenaga kerja yang

dilakukan Balai Melati, peneliti menggunakan teknik wawancara,

observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan peneliti

terhadap sebanyak 13 responden. Berikut adalah daftar nama

responden dalam penelitian ini.

No Nama

Responden

Keterangan

1 Bapak Romal Uli

Jaya Sinaga

Kepala seksi layanan

rehabilitasi sosial

2 Ibu Sherly

Natalia

Kepala seksi assessment dan

advokasi sosial

3 Ibu Irma Pekerja Sosial

4 Bapak Sulis Pekerja Sosial

5 Ibu Diah Bagian Pendaftaran (seksi

assessment)

81

5 Bapak Samin Instruktur Tata Rias Salon

6 Ibu Grin Instruktur Tata Boga

7 Bapak Umar Instruktur Komputer

8 Bapak Supriatna Instruktur Desain Grafis

9 Ibu Rosita Instruktur Kerajinan Tangan

10 Ibu Sri Hartati Instruktur Jahit Putri

11 F Alumni PM Balai Melati

12 D Alumni PM Balai Melati

13 B Alumni PM Balai Melati

Tabel 4.1

Responden Penelitian

Sebagaimana yang diketahui bahwa tujuan penelitian yang

terdapat dalam BAB I ialah untuk mendeskripsikan proses dan

hasil dari pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga kerja

yang dilakukan oleh Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati), adapun untuk

mencapai tujuan penelitian tersebut maka penelitian akan

mendeskripsikannya dalam beberapa uraian berikut.

A. Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran

Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Tunarungu di

Balai Melati

1. Pendekatan Awal dan Penerimaan

Sebelum melakukan proses penyaluran tenaga kerja,

dibutuhkan persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut

melalui beberapa tahapan, Balai Melati melakukan yang

82

namanya tahap awal pendaftaran, proses pendaftaran

dilakukan secara online, seperti yang dikatakan Ibu Diah

seperti berikut :

“Melalui online kalau sekarang, jadi yang pertamakan

di pendaftaran itu ada nomor hp saya dan nomor pak

Bambang, nah kalau sudah ketemu nomornya baru

beliau kontak saya atau Pak Bambang untuk

menanyakan proses masuk balai.” (Ibu Diah, 30 Juni

2021).

Informasi mengenai pendaftaran tidak hanya melalui

web saja, tetapi juga dilakukan oleh petugas yang sudah

disiapkan oleh Balai Melati untuk melakukan sosialisasi ke

lembaga-lembaga terkait seperti dinas sosial, juga SLB

(Sekolah Luar Biasa) untuk mensosialisasikan bahwa

Balai Melati ialah balai yang akan menerima pelayanan

disabilitas rungu wicara. Tujuan sosialisasi tersebut

tentunya bermanfaat bagi dinas sosial juga SLB-SLB yang

ingin menyalurkan anak murid atau warga mereka untuk

mendapatkan rehabilitasi sosial. Penjelasan diatas

berdasarkan penuturan hasil wawancara dengan Ibu Sherly

seperti berikut :

“Intinya di tahap ini sosialisasi ke dinas sosial atau

SLB-SLB tentang kegiatan-kegiatan kita. …Kalau ada

anak dengan kriteria yang memenuhi sasaran balai

kami, silahkan dikirim ke balai kita.” (Ibu Sherly, 16

April 2021).

Apabila telah melalui proses pendaftaran, CPM (Calon

Penerima Manfaat) akan melalui proses sleksi atau

identifikasi berkas yang akan dipilih berdasarkan

83

persyaratan yang ada di balai, apabila seluruh berkas telah

lengkap, maka calon penerima manfaat akan diterima

sebagai penerima manfaat di Balai Melati, seperti yang

dikatakan Ibu Sherly dan Ibu Diah :

“Disini juga kita mengidentifikasi PM nya bener ga

disitu rungu wicara dengan kriteria yang memang

sudah kita tentukan.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).

“Pendaftaran dulu, kalau memang persyaratannya

sudah memungkinkan, sudah lengkap terutama kalau

disini kita menerima tunarungu murni dan tidak cacat

ganda, lalu baru kita mengadakan pemanggilan

melalui orangtuanya, kalau sudah pemanggilan si

calon PM itu baru ke balai melakukan wawancara,

tahap keduanya.” (Ibu Diah, 30 Juni 2021).

Setelah berkas yang diberikan CPM sudah lolos dari

sleksi, selanjutnya CPM akan menunggu untuk proses

pemanggilan, dikarenakan masa ATENSI dengan sistem

on-off, maka proses pemanggilan bersifat waiting list,

seperti yang dikatakan Ibu Diah :

“Siapa yang daftar duluan, itu yang kita panggil lebih

dulu. Disini kan waiting list, nah apabila ada yang

keluar, baru kita ada pemanggilan, karena kita

sistemnya on-off.” (Ibu Diah, 30 Juni 2021).

Ketika dalam proses pemanggilan, CPM yang

mendaftar melalui Dinas Sosial dan SLB, akan memenuhi

panggilan ke balai bersama perwakilan dari Dinas Sosial

dan juga guru SLB, tetapi apabila CPM mendaftar secara

mandiri maka CPM akan memenuhi panggilan secara

mandiri juga.

84

CPM akan melakukan proses wawancara, didalam

wawancara ini juga dilakukan tahap motivasi yang

dilakukan kepada pihak keluarga calon penerima manfaat

untuk percaya dengan pihak Balai akan bertanggung jawab

dengan anak-anak orangtua tersebut. Sebagaimana yang

dikatakan Ibu Sherly dalam proses wawancara, bahwa :

” Terus, kita kasih juga motivasi yang kadang-kadang

ada yang orang tua juga yang tidak bisa melepaskan

anaknya nih untuk ke balai, karena mainset orang kan

beda ya tentang asrama itu yaaa, misalnya mainset

asrama makannya ga enak, disana nnti sepi, gitu.”

(Ibu Sherly, 16 April 2021).

Setelah melakukan wawancara, CPM akan di

dampingi untuk melakukan beberapa kelengkapan berkas

yang harus diisi di tahap ini termasuk juga kontrak awal,

dan apabila kelengkapan berkas tersebut sudah selesai,

maka CPM akan resmi mengikuti pelayanan di balai dan

langsung menjalani proses assessment, penjelasan tersebut

berdasarkan apa yang dikatakan Ibu Diah berikut :

“Di tahap mau masuk balai, pengisian berita acara,

disaat sudah pemanggilan, tanda tangan kontrak mau

mengikuti pelayanan di balai, kalau memang siap mau

ikut pelayanan di balai si PM itu tidak boleh menikah,

harus sopan santun, mengikuti tata karma, baru

diterima. Untuk tahap awal pendaftaran ya mba,

persyaratan itu lengkap semua, ada dari mulai

pendaftaran, surat pernyataan, berita acara

penerimaan, kontrak layanan, dan form asesmen.

Kalau memang sudah diwawancara, berarti sudah

masuk balai langsung, mengikuti pelayanan di

asesmen. Wawancara sudah, baru masuk balai kalau

sudah memenuhi syarat.” (Ibu Diah, 30 Juni 2021).

85

Gambar 4.1

Gambar Surat Permohonan

Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran

Gambar 4.2

Gambar Surat Pernyataan Orang Tua CPM

Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran

86

Gambar 4.3

Gambar Surat Pernyataan Hasil Sleksi

Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran

Gambar 4.4

Gambar Kontrak Perjanjian dan Layanan

Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran

87

Gambar 4.5

Berita Acara Penerimaan PM

Sumber : Dokumentasi Bagian Pendaftaran

Selain tahapan pendaftaran penerimaan CPM, Balai

Melati di dalam tahapan ini mempersiapkan petugas yang

sudah dipilih dan akan ditugaskan sebagai petugas

penyaluran, kegiatan ini disebut juga dengan penjajakan

penyaluran ke perusahaan-perusahaan. Di dalam proses

penjajakan ini, para petugas akan melakukan penjajakan

ke perusahaan-perusahaan, mencari peluang kerja.

Penjelasan tersebut berdasarkan hasil pemaparan Pak Sulis

dalam proses wawancara berikut :

“Kita ada yang namanya itu penjajakan penyaluran,

nah disitu biasanya petugas-petugas penyaluran kita

melakukan penjajakan ke perusahaan-perusahaan,

atau mencari peluang kerja, atau mensosialisasikan

tentang balai ini yang telah kita lakukan. Jadi, kita

memberitahukan kepada halayak perusahaan atau

segala macam itu agar mereka tau bahwa ada

88

diantara semua kehidupan itu ada mereka, mereka

juga memiliki kesempatan.” (Pak Sulis, 11 Mei 2021).

Dan dari pernyataan Pak Sulis tersebut, juga

menjelaskan bahwasanya, tujuan dari penjajakan ini,

selain mencari peluang kerja untuk para PM, juga untuk

mensosialisasikan bahwa disabilitas memiliki kesamaan

hak untuk bekerja. Apabila proses penjajakan itu

mendapatkan peluang, maka para petugas akan terus

melakukan pendekatan, seperti apa nanti proses

recruitment nya, apabila mencapai kesepakatan, baru lah

dilanjutkan dengan proses MOU (Memorandum Of

Understanding).

2. Asesmen (assessment)

Balai Melati memiliki instrumen assessment Pemerlu

Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dari Kementerian

Sosial RI, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas. Di dalam proses assessment terdapat dua

proses assessment yang akan dilakukan kepada PM. Yang

pertama ialah assessment awal, pelaksananaan assessment

awal ini pada saat pertama kali PM datang ke Balai

bersama orang tua PM. Kemudian dilanjutkan dengan

proses assessment komperhensif, assessment

komperhensif yakni adalah assessment keseluruhan yang

dilakukan kepada PM. Penjelasan tersebut berdasarkan

yang dikatakan Ibu Irma dalam proses wawancara

penelitian bahwa :

89

“Kita wawancara, ada assessment awal, assessment

awal itu waktu pertama PM datang kesini kita

melakukan assessment awal, masing ada orang tuanya

kita wawancara dengan orang tuanya, nanti dilanjut

dengan assessment komperhensif yaitu assessment

keseluruhan, dari segi wicaranya, SIBI nya, fisiknya,

kemampuan dasarnya, secara psikologinya.” (Ibu

Irma, 30 April 2021).

Dan juga berdasarkan penelusuran online, definisi

assessment lainnya seperti pernyataan Ibu Puti kepala

Balai Melati dalam web resmi Balai Melati (Balai

Disabilitas Melati 2021) :

“Asesment awal dilakukan untuk memperoleh

gambaran umum mengenai penyandang disabilitas

dan keluarganya, sedangkan assessment komprehensif

merupakan penelaahan informasi yang dilakukan

berbagai ahli untuk mendapatkan informasi yang

lengkap mengenai permasalahan, potensi serta

kebutuhan penyandang disabilitas berkaitan dengan

aspek medis, legal, fisik, mental, spiritual, psikososial,

minat, bakat dan dukungan keluarga dalam

pengasuhan penyandang disabilitas.”

Menurut studi dokumentasi yang peneliti lakukan di

lapangan, isi dari instrumen assessment awal dan

assessment komprehensif berbeda. Pada instrumen

assessment awal terdiri dari beberapa sub kategori yang

harus diisi seperti, Identitas calon Pemerlu Pelayanan

Kesejahteraan Sosial (PPKS), pendidikan terakhir,

program/rehabilitasi/bantuan/pelatihan yang pernah

diikuti, identitas orang tua/ wali, identitas keluarga (suami/

istri/ anak PPKS), kondisi kedistabilitasan calon PPKS,

status kesehatan calon PPKS, kondisi psikologis, kondisi

90

sosial, kondisi mental/ spiritual, respon darurat, masalah,

harapan, potensi sumber kesejahteraan sosial, analisis

pekerja sosial, rekomendasi. Sedangkan pada instrument

komprehensif terdiri dari beberapa sub kategori seperti

identitas PPKS, riwayat kedisabilitasan, kondisi biologis,

kondisi psikologis, kondisi sosial, kondisi mental/

spiritual, pengetahuan dasar, permasalahan dan kebutuhan,

potensi sumber kesejahteraan sosial, analisis hasil

asesmen, rekomendasi layanan.

Dan melalui hasil wawancara dari instrument

assessment tersebut, Balai Melati akan mengetahui hasil

permasalahan apa yang sedang PM rasakan, dan juga

untuk mengetahui kebutuhan apa yang urgent untuk PM

saat ini. Penjelasan tersebut seperti yang dikatakan Ibu

Sherly dalam kutipan wawancara berikut:

“Jadi kita lihat nih dari awal kita wawancara dengan

form assessment kami, nnti kita cek disitu nanti

kebutuhan anak nih apasi kedepannya….”(Ibu Sherly,

16 April 2021).

3. Rencana Intervensi

Balai Melati di dalam melaksanakan tahapan ini

melaksanakan rapat bersama dengan para pekerja yang ada

di Balai seperti pekerja sosial, psikolog, terapis, pejabat

struktural, serta jajaran lainnya yang berkepentingan

dalam hal ini. Dalam perbincangan tersebut, akan

membahas terkait program apa yang akan dilakukan untuk

91

setiap PM dalam dua bulan masa Asistensi Rehabilitasi

Sosial (ATENSI) dua bulan setelah PM tersebut masuk.

Gambar 4.6

Gambar Pelaksanaan Rencana Intervensi

Sumber : https://melati.kemsos.go.id/

Tahapan perencanaan akan dilakukan setelah

melakukan tahap assessment kepada masing-masing PM ,

dengan hasil yang didapat dari wawancara assessment

bersama PM, petugas dapat menentukan bimbingan atau

pelayanan apa yang cocok untuk PM. Sehingga proses

pelayanan tidak akan salah sasaran. Seperti yang Ibu

Sherly katakan dalam kutipan wawancara berikut :

“Setelah kita melakukan tahapan assessment kita

biasanya kumpul bersama dengan ada psikolognya,

terapi wicaranya, peksosnya, kita menentukan

rencana intervensi untuk anak ini apa untuk 2 bulan

ini, misalnya si anak butuh penguatan mental, nanti

peksosnya lah yg merujuk ke pembimbing mentalnya,

atau ini anak butuh terapi wicara. Ada terapi fisik

yang berarti ya kesehatan, terapi psikososisal ya lebih

92

ke kehidupan sehari-hari mereka seperti apa, terapi

mental lebih ke mental agamanya, penguatan mental

ketika dia sudah di dunia usaha, kekuatan mental

apabila mereka membandingkan gaji mereka. Terapi

penghidupan itu keterampilan/ vokasional.” (Ibu

Sherly, 16 April 2021).

Dan,

“Misalnya si A setelah lulus dari sini dia ingin buka

usaha makanan dengan ibunya dirumah, berarti kita

arahkan ke keahlian tata boga. Atau mereka dirumah

sudah punya usaha jahit dan anaknya (PM) yang

meneruskan, berarti kita arahkan ke keahlian

menjahit.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).

Dari kutipan tersebut, dapat dijelaskan bahwa apabila

hasil dari assessment lebih menunjukkan ketertarikan dan

kebutuhan PM di dalam suatu keterampilan (hardskill)

vokasional, maka akan dibuat perencanaan program ke

kelas bimbingan yang akan didampingi oleh guru

keterampilannya dan juga pekerja sosial akan membina

PM dalam menjalankan bimbingan keterampilan tersebut.

Dan juga Balai Melati sebagai Balai Rehabilitasi

Sosial, merencanakan untuk memberikan penguatan PM

secara softskill, agar PM memiliki kepercayaan diri, dan

dapat meningkatkan keberfungsian sosialnya, juga

meningkatkan mental psikologisnya. Seperti yang Bapak

Romal katakan bahwa:

“…yang pertama memang kami disini menyiapkan

mereka secara softskill nya, ada kepercayaan dirinya,

meningkatkan keberfungsian sosialnya, meningkatkan

mental psikologisnya, artinya secara softskill kita

93

siapkan terutama untuk bisa misalnya masuk dunia

kerja.” (Pak Romal, 29 Maret 2021).

Selain itu, Balai Melati sebagai balai rehabilitasi sosial

juga tentunya memiliki tugas pokok dan fungsi untuk

mengembalikan keberfungsian sosial para PM terutama

dalam aspek ekonomi. Oleh karenanya, Balai Melati

sebagai balai rehabilitasi sosial akan menyempurnakan

proses pemberdayaan dengan menyalurkan para PM untuk

dapat bekerja di perusahaan-perusahaan yang sudah

bermitra dengan pihak balai. Perencanaan ini dilakukan

dikarenakan melihat kepentingan untuk memberdayakan

PM juga melengkapi keberfungsian mereka secara

ekonomi. Penjelasan tersebut sebagaimana penuturan hasil

wawancara dengan Bapak Romal seperti berikut:

“..rehabilitasi sosial itu disempurnakan jika mereka

bisa disalurkan bekerja. Karena disitu ada

kemampuan keberfungsian sosialnya, ekonominya

,bagaimana dia dapat memandirikan dirinya pasca

terminasi dari kita. Poinnya sih itu, bagaimana

mereka melengkapi keberfungsiannya secara

ekonomi, itu yang paling urgent. Kedua, ya memang

karena visi misi kita itu tentang menyiapkan anak

menjadi mandiri, artinya bagaimana dia memberikan

kehidupan yang layak bagi dirinya dan juga dapat

membantu lingkungan sekitarnya baik itu

keluarganya. Di segi ekonomi, dimana dia dapat

mencukupkan dirinya dengan upah yang didapatkan.

Bekerja tidak hanya menunjukkan eksistensi, dia juga

butuh sesuatu yang bersifat ekonomis untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Dan memang dari dulu kita

mempunyai networking dengan berbagai macam

perusahaan, dan memang untuk memberikan

kesempatan bagi anak-anak penyandang disabilitas

94

dalam rujukan dari kita.” (Pak Romal, 29 Maret

2021)

Ketika terjadi proses penyaluran kerja, maka terapi

penghidupan yang sudah dipilih oleh PM akan disesuaikan

dengan kompetensi yang dibutuhkan di dalam lowongan

pekerjaan tersebut, seperti yang dikatakan Bapak Romal

seperti berikut :

“Misalnya dia di tata boga biasanya masak-memasak

berarti kita arahkan ke perusahaannya ke Burger

King yang sudah menjadi partner kita karena sudah

mau menerima anak-anak kita. Misalnya juga dalam

keterampilan komputer, untuk bagaimana dia nanti di

dunia kerja bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang

bersifat administratif di komputer, melakukan

laporan-laporan di komputer, juga membuat

presentasi.” (Pak Romal, 29 Maret 2021).

Balai Melati dalam melakukan perencanaan memiliki

tujuan utama yakni menjadikan para PM yang dibina

menjadi pribadi yang mandiri, dan sebagai manusia sosial

pada umumnya yaitu balai berharap agar PM dapat

diterima di dalam kehidupan bermasyarakat, seperti yang

dikatakan Ibu Irma seperti berikut ini :

“Yang pasti kemandirian ya yang utama, juga supaya

PM ini bisa mandiri bisa diterima di masyarakat, yang

kedua pastinya untuk meningkatkan taraf ekonomi

mereka.” (Ibu Irma, 30 April 2021).

Dan pada tahun ini rencana pelayanan di masa

Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) hanyalah selama

dua bulan saja, Balai Melati ingin menjangkau lebih

banyak penyandang disabilitas yang ingin direhabilitasi.

95

Penjelasan tersebut berdasarkan hasil kutipan wawancara

dengan Ibu Sherly seperti berikut :

“Kalau dulu kan kita pelayanan 2 tahun, terus ada

juga 6 bulan, dan sekarang masa atensinya itu hanya

2 bulan. Dua bulan itu kita usahakan sudah mandiri

nanti pulangnya.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).

Di tahun sebelumnya, Balai Melati menjalankan

pelayanan resosialisasi, yaitu pelayanan yang diadakan

guna untuk mengarahkan para PM untuk melakukan PBK

(Praktek Belajar Kerja) atau seperti magang selama

sebulan di perusahaan-perusahaan yang bermitra dengan

Balai Melati. Tetapi pada tahun ini dengan minimnya masa

ATENSI yakni hanya dua bulan saja, maka pelayanan

tersebut tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. Seperti

yang Ibu Sherly katakana dalam sesi wawancara dengan

peneliti sebagai berikut :

“Resosialisasi itu biasanya kita sebelum pandemi,

anak-anak kita arahkan untuk PBK (Praktek Belajar

Kerja) di perusahaan-perusahaan yang bermitra

dengan kita dengan jangka waktu sebulan. Tapi kalau

di program ATENSI ini, tidak bisa kita harapkan

karena waktunya sangat sedikit, dan sepertinya tidak

dapat dilaksanakan.” (Ibu Sherly, 16 April 2021).

4. Intervensi

a. Jadwal kegiatan penerima manfaat

Di dalam melaksanakan kegiatan, PM memiliki

jadwal keseharian yang sudah dibuat oleh petugas

balai, melalui studi dokumentasi terhadap petugas

96

Balai Melati, maka didapatkan tabel jadwal kegiatan

PM seperti berikut :

Gambar 4.7

Jadwal Kegiatan Penerima Manfaat Balai Melati

Tahun 2021

Sumber : Studi Dokumentasi

97

b. Keterampilan softskill

Melalui studi dokumentasi yang dilakukan peneliti

terhadap petugas Balai Melati, terdapat beberapa

pelaksanaan softskill yang ada di Balai Melati, maka

didapatkan tabel jenis keterampilan softskill seperti

berikut :

No Nama

Bimbingan Kegiatan

1 Terapi

Fisik

Senam Jasmani yang dilakukan setiap

hari jumat pagi.

Olahraga rutin, dengan cabang olahraga

sesuai bakat dan minat.

Terapi fisik prestasi, dengan mengikut

sertakan PM dalam event lomba olahraga

baik skala provinsi maupun nasional.

Outbond, pramuka, dan latihan fisik

bersama pelatih dari Babinsa setiap hari

sabtu.

Latihan karate di jum’at malam.

2 Terapi

Psikososial

Terapi pengetahuan dasar yang dilakukan

di dalam kelas.

Terapi ADL (Kemampuan dasar hidup

sehari-hari).

Terapi psikososial (pendampingan sosial)

oleh pekerja sosial.

98

Rekreasional (wisyawisata).

Terapi ekstrakulikuler angklung, seni tari,

nyanyian isyarat, dan melukis.

3 Terapi

Mental –

Spiritual

Terapi mental kedisiplinan bersama

pelatih dari Babinsa setiap hari sabtu

Terapi agama

Terapi budi pekerti

Terapi olah pernafasan dan spiritual

Mahatma

Tabel 4.2

Tabel Keterampilan Softskill

Sebagaimana di dalam proses observasi yang

dilakukan peneliti terhadap kegiatan terapi psikososial,

di masa ATENSI saat ini terapi psikososial berisi

kegiatan yang berhubungan dengan persiapan PM

untuk masuk ke dunia kerja, seperti pembelajaran

mengenali identitas diri, belajar berhitung, dan

membuat CV. Seperti yang dikatakan Ibu Vivi :

“Sekarang kan waktunya sedikit ya, cuma dua

bulan aja, jadi semaksimal mungkin kita siapkan

mereka untuk bisa disalurkan kerja, jadi

pembelajaran yang diberikan fokusnya seperti

ini.” (Ibu Vivi, 10 Juni 2021).

Seperti yang dikatakan Ibu Vivi, di dalam kelas

terapi psikososial ini, masih banyak dari mereka yang

tidak lolos untuk mendaftar kerja, dikarenakan mereka

99

gugur di dalam tes sleksi kerja, mereka masih belum

mengerti dengan hal-hal yang sangat sederhana seperti

identitas diri. Ibu Umi (pendamping PM) berkata :

“Kamu tidak lolos tes kerja ya, iya, mengisi

identitas diri saja kamu tidak tahu, padahal sudah

membawa KTP kamu tinggal tulis saja, tapi kamu

masih belum tahu.” (Ibu Umi, 10 Juni 2021).

Meskipun kebanyakan dari mereka adalah lulusan

SMA, tetapi kemampuan pengetahuan mereka masih

terbatas, perjelasan tersebut seperti apa yang

dituturkan oleh Ibu Vivi (pendamping PM) seperti

berikut :

“Iya mba, meskipun mereka sudah SMA tapi kan

pembelajarannya beda, apalagi mereka juga

sekolahnya kan di daerah, sistem pembelajarannya

belum sebagus disini ya.” (Ibu Vivi, 10 Juni 2021).

Gambar 4.8

Pelaksanaan Keterampilan Softskill

Sumber : Dokumentasi Pribadi

c. Keterampilan hardskills

100

Terapi penghidupan atau keterampilan hardskills,

ialah suatu penunjang dari bisnis proses Balai Melati

sebagai rehabilitasi sosial. Dan dikarenakan di dalam

era globalisasi yang sangat pesat saat ini, Balai Melati

ingin membekali PM dengan sebuah ilmu dan

kegigihan dalam keterampilan yang akan mereka

gunakan di dalam kehidupannya. Pernyataan itu sesuai

dengan apa yang dikatakan Pak Sulis dalam sesi

wawancara, bahwa :

“Karena bisnis proses kita adalah rehabsos, maka

keterampilan itu hanya sebagai proses penunjang,

penunjang dikarenakan Balai adalah rehabsos

yang otomatis yang utama adalah mental PM itu

sendiri, kepribadian dia, perubahan prilaku dia.

Tetapi tidak cukup hanya itu, kami dituntut oleh era

globalisasi yang sangat pesat, maka kita harus

membekali seseorang ini untuk dibekali skill

keterampilannya, otomatis keterampilan yang kita

bekali bukan hanya sekedar ilmu, tetapi menjadikan

dia memiliki kegigihan.” (Pak Sulis 11 Mei 2021).

Di dalam proses keterampilan vokasional, Balai

Melati menggunakan panduan modul pembelajaran di

dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan tersebut.

Proses pemberlajaran keterampilan hardskill seperti

yang dikatakan Pak Sulis dalam sesi wawancara

seperti berikut :

“Yang pertama pasti proses pengenalan dulu ya,

diawal itu ada pengenalan alat, pengenalan

keamanan dalam melakukan pekerjaan,

pengenalan bahan-bahan, baru setelah itu nanti

PM di tes tingkat kemampuannya, apakah masih

101

dasar atau sudah pintar. Kalau sudah pintar, guru

keterampilannya akan mudah mengajarnya, PM

bisa langsung jahit pola kalau di keterampilan

jahit. Kalau PM belum bisa, berarti benar-benar

diajarkan dari awal, dari pengenalan alat-alat.”

(Pak Sulis, 11 Mei 2021).

Menurut observasi dan proses wawancara yang

peneliti lakukan, proses keterampilan vokasional

tersebut dilaksanakan setiap hari senin – jum’at jam 8

pagi – 12 siang. Adapun jenis keterampilan vokasional

yang disediakan oleh Balai Melati sebagai berikut :

1) Menjahit Putri

Keterampilan ini mengajarkan proses menjahit

pakaian wanita dan pakaian anak. Alur

pembelajarannya yakni dimulai dengan pengenalan

alat, membuat pola, tata cara menata pola, cara

menggunting, dan menjahit. Dan di masa ATENSI

saat ini, dengan waktu yang singkat, pembelajaran

yang diberikan dipilihkan yang paling sederhana

cara pembuatannya, seperti pembuatan sarung

bantal. Keterampilan ini mengajarkan PM untuk

bekerja dengan rapi, sehingga dapat aplikasikan

ketika PM di dunia kerja. Sebagaimana penjelasan

tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Ibu Sri

seperti berikut :

“Paling kita ini sesuai dengan cara mengenal

alat-alat menjahit mereka harus tahu cara

menjahit yang rapi, nanti setelah kerja itu jadi

mereka tau etika bersih-bersih juga. Dan

102

sekarang kan cuma dua bulan, jadi ada saran

dari Ibu Pimpinan, untuk cari apa yang kira-

kira dalam dua bulan itu PM sudah bisa

menguasai. Dan sekarang ibu ajarkan cara

membuat sarung bantal dari mulai dasar ibu

kasih caranya.” (Ibu Sri, 14 Juni 2021).

2) Menjahit Putra

Keterampilan ini sama halnya seperti

keterampilan menjahit putri, yang membedakannya

ialah keterampilan ini mengajarkan bagaimana

membuat pakaian pria seperti kemeja batik dan juga

bagaimana membuat celana. Seperti yang dikatakan

Ibu Sri:

“Kalau menjahit pria itu mereka pembuatan

baju pria seperti batik dan juga membuat

celana.” (Ibu Sri, 14 Juni 2021).

Gambar 4.9

Ruang Keterampilan Menjahit Putra

Sumber : Dokumentasi Pribadi

3) Komputer

Keterampilan ini mengajarkan pengaplikasian

Microsoft Word, Microsoft Excel, Microsoft Power

103

Point. Keterampilan komputer adalah keterampilan

yang fokus tujuannya mengajarkan terkait kegiatan

perkantoran (administrasi). Dalam kegiatan ini,

faktor penghambat yang dirasakan oleh instruktur

dan juga PM ialah komunikasi, dan daya tangkap

setiap anak yang berbeda-beda mengakibatnya

sulitnya pembelajaran berjalan lancar. Penjelasan

diatas sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Pak

Umar dalam kutipan wawancara berikut :

“Paling disini komputer itu menuju target

seperti admin, kasir, jadi ya belajarnya itu di

word, excel, kalau masih ada waktu belajar ke

power point. Jadi lebih belajar tentang aplikasi

perkantoran. Faktor penghambatnya itu karena

kan setiap anak berbeda ya, ada yang mudah

mengerti untuk saya ajarkan, ada yang kurang

mengerti, dan sulit juga dalam komunikasi.”

(Pak Umar, 14 Juni 2021).

Gambar 4.10

Pelaksanaan Keterampilan Komputer

Sumber : Dokumentasi Pribadi

4) Desain Grafis / Percetakan

104

Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara

pembuatan-pembuatan desain menggunakan

aplikasi komputer, untuk membuat pin, spanduk,

logo. Dikarenakan masa ATENSI yang hanya dua

bulan, pembelajaran desain yang dipelajari hanya pin

saja, dari mulai mendesain, membuat ukuran,

kemudian pratek membuat pin menggunakan mesin

cetak. Penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang

dikatakan Pak Supriyatna dalam kutipan wawancara

berikut :

“Disini kan desain grafis dan percetakan, saya

mengingat waktu yang hanya dua bulan, jadi

sesimpel dan seringkat mungkin saya hanya

mengajarkan dasar-dasarnya, dan nanti

percetakannya dipilih salah-satu yang paling

mudah. Misalnya sekarang ada mesin pin, jadi

saya ajarkan mesin pin saja, jadi untuk

pembuatan pin bros, kayak bikin logo pakai

aplikasi edit di komputer.” (Pak Supriyatna, 14

Juni 2021).

Keterampilan ini menyiapkan PM untuk siap di

dunia kerja dengan menerapkan etos kerja dan juga

memupuk mental semangat para PM, pembelajaran

dibuat berulang-ulang agar PM memahami apa yang

diajarkan. Penghambat dalam kegiatan ini ialah

komunikasi dan juga bahan baku yang cepat habis,

kemudian pendukungnya adalah penyemangat dari

teman-temannya, juga perhatian dari guru instruktur

keterampilan.

105

Gambar 4.11

Pelaksanaan Keterampilan Desain Grafis

Sumber : Dokumentasi Pribadi

5) Kerajinan Tangan

Keterampilkan ini mengajarkan berbagai

macam seni kerajinan tangan, Keterampilan ini juga

menggunakan mesin jahit di dalam proses

pembelajarannya. seperti yang dikatakan Ibu Rosita

seperti berikut :

“Seni kerajinan tangan, mulai dari manik-

manik yang bisa dibuat jadi bunga-bunga juga

bisa tas, terus saya juga ke mesin jahit, jadi seni

kerajinan tangannya yang berhubungan dengan

menjahit, kayak bikin tas, bikin taplak meja,

bikin pouch, bikin masker, dan masih banyak.”

(Ibu Rosita, 14 Juni 2021).

106

Gambar 4.12

Ruangan dan Pelaksanaan Keterampilan

Kerajinan Tangan

Sumber : Dokumentasi Pribadi

6) Gerabah

Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara

membuat kerajinan tangan dengan berbahan dasar

tanah liat, dan menghasilkan karya seperti piring,

cangkir, dan lain sebagainya.

7) Las

Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara

membuat berbagai macam perabotan yang berbahan

dasar besi menggunakan teknik las. Pembelajaran

yang diajarkan di keterampilan las seperti membuat

kerangka pot bunga, dan lain sebagainya.

8) Pertukangan Kayu

107

Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara

membuat berbagai barang yang berbahan dasar kayu,

dengan diajarkan berbagai macam teknik cara

pembuatan, keterampilan ini fokus dalam pembuatan

kerajinan kayu seperti sangkar burung.

9) Tata Boga

Keterampilan ini mengajarkan bagaimana cara

membuat kue kering, kue basah, juga pudding.

Instruktur keterampilan tata boga menyiapkan PM

agar siap untuk bekerja melalui keterampilan ini

dengan cara mengulang-ulang pelajaran agar PM

menguasai resep tersebut. Penjelasan tersebut

sebagaimana yang dikatakan Ibu Grin seperti berikut

:

“Yang diajarkan itu mulai dari kue kering, kue

basah, pudding. ..karena kalau disini sebulan

misalnya seminggu kita ajarkan dua macam kue,

tetapi biasanya anak-anak ini kalau tidak diulang-

ulang itu mereka lupa lagi. Jadi lebih baik misalkan

dalam dua bulan PM hanya menguasai dua macam

kue, yaudah kita perdalam.” (Ibu Grin, 14 Juni

2021).

Gambar 4.13

108

Pelaksanaan Keterampilan Tata Boga

Sumber : Dokumentasi Pribadi

10) Salon dan Tata Rias Kecantikan

Keterampilan yang mengajarkan tentang cara

tata rias rambut, tata rias kulit, tata rias wajah, dan

tata rias pengantin. Di masa ATENSI saat ini,

pembelajaran memfokuskan hanya di satu pelajaran

saja yang mereka butuhkan. Seperti yang dikatakan

Bapak Samin sebagai instruktur keterampilan salon

sebagai berikut :

“Tata rias kan juga ada kurikulumnya ya, di

modul memang ada tata rias rambut, tata rias

kulit, tata rias wajah, tata rias pengantin. Kita

nanti sesuai dengan kebutuhan anak yang

mereka niat, terutama ya itu. Kalau untuk

belajarnya itu tentunya di tata rias itu banyak

yang diajarkan, cuman untuk tiga PM ini

ditanya mereka itu maunya apa, ya jadi sesuai

dengan bakat mereka dulu, karena mereka ini

maunya rias wajah rias pengantin, nah nanti

bapak ajarkan untuk rias pengantin.” (Bapak

Samin, 14 Juni 2021).

Meskipun dalam waktu yang sebentar,

instruktur mengusahakan membekali mental PM

untuk berani merias dan tidak takut jika mereka salah

dalam mencoba belajar, agar mereka siap untuk

bekerja. Kendala yang dialami PM dalam

pelaksanaan pembelajaran, yakni terhambat karena

komunikasi.

109

Gambar 4.14

Pelaksanaan Keterampilan Tata Rias

Sumber : Dokumentasi Pribadi

5. Reunifikasi / Reintegrasi

Di dalam tahapan reunifikasi dan reintegrasi, Balai

Melati melakukan penyaluran kerja dan pembersian

bantuan sosial (kewirausahaan mandiri), tapi dalam hal

penelitian ini hanya akan membahas terkait topik

pembahasan penyaluran kerja.

Di dalam proses penyaluran tenaga kerja, terdapat

beberapa tahapan yang harus dilakukan, penjelasan

tersebut akan dijelaskan pada poin-poin berikut ini :

a. CC (Case Conference)

Hampir seluruh kegiatan yang ada di Balai Melati

ini melakukan proses CC, proses CC dilakukan untuk

pembahasan suatu kasus dan untuk mengatasi

persoalan. Persoalan yang dibahas bukan hanya

persoalan kecil saja tetapi CC dilakukan pada setiap

kasus-kasus yang dianggap penting untung dibahas.

110

Selain membahas tentang persoalan-persoalan, di

dalam CC ini juga akan mendapatkan informasi.

Seperti yang dikatakan Pak Sulis :

“… misalnya ada nih dari saya lima anak, dari

sana dua, dari sana tiga. Lalu ternyata di dalam

CC itu ternyata ada yang tanpa sepengetahuan

saya sebagai pendamping, misalnya saya

mendampingi putri di asrama, kebetulan si putri di

asrama itu orang tuanya sering kunjung ke ibu

asrama, suka terselip kata ‘anak saya pokoknya

kalau selesai dari sini, saya akan bawa pulang’,

nah kan itu sebuah informasi.” (Pak Sulis 11 Mei

2021).

Di dalam proses CC penyaluran kerja, pekerja

sosial akan melihat persoalan-persoalan yang

berhubungan dengan PM, seperti yang dikatakan Pak

Sulis :

“Jadi ya di dalam CC rekrutmen itu tidak gampang

langsung ‘yaudah semuanya bekerja’ bukan

seperti itu, dilihat juga persoalan-persoalannya,

tergantung di pendamping sudah yakin, misalnya

saya nih anak dampingan saya anak daerah (luar

Jakarta) semua itu, kalau di pikir kan mereka itu

jarak jauh, bagaimana kalau dia kerja disini

(Jakarta), bagaimana ini anak kalau ada apa.”

(Pak Sulis 11 Mei 2021).

Apabila setelah memikirkan persoalan tersebut,

peksos (pekerja sosial) akan melakukan kontak

dengan orang tua dari PM tersebut, yang tujuannya

untuk mengadvokasi, juga meyakinkan orang tua

bahwa PM ini memiliki kemauan yang tinggi untuk

bekerja.

111

Di Balai Melati, proses CC penyaluran kerja itu

ialah suatu forum diskusi formal semua pementingan

seperti peksos, pengasuh, instruktur, juga manajemen

struktural. Yang di dalamnya membahas persoalan-

persoalan yang berhubungan dengan penyaluran kerja

PM. Sebagaimana yang dikatakan Pak Romal untuk

kesimpulan definisi dari CC penyaluran kerja sebagai

berikut :

“CC itu diskusi semua pementingan, peksosnya,

pengasuhnya, intrukturnya, dari manajemen

strukturalnya, ya untuk menentukan anak itu

misalnya mau bertugas ke perusahaan. Seperti

nanti bagaimana kontrak kerjanya, bagaimana

nanti misalnya tempat tinggalnya, misalnya nanti

proses supervisi atau monitoring saat bekerja

disana, nanti kalau ada masalah-masalah siapa

yang akan dikontak oleh perusahaan. Ya hal-hal

yang terkait dengan pekerjannya itu nanti, itulah

yang kita bicarakan di CC. CC disini berdasarkan

case. Proses disini mencari solusi, mencari

kesimpulan dan menentukan.” (Pak Romal, 29

Maret 2021).

112

Gambar 4.15

Gambar Notulensi CC

Sumber : Dokumentasi Pekerja Sosial

Berdasarkan hasil studi dokumentasi milik pekerja

sosial di Balai Melati, proses CC dilakukan dengan

menggunakan notulensi rapat, sehingga pembahasan

dalam CC menjadi terstruktur. Pembahasan di dalam

pelaksanaan CC tidak dapat dibagikan, dikarenakan

hal tersebut bersifat pribadi.

b. Lamaran Kerja dan Interview

Pengumuman lowongan untuk melamar kerja

untuk Penerima Manfaat di Balai Melati dilakukan

melalui pemberitahuan kontak personal antar

lembaga, bukan lowongan pemberitahuan di khalayak

113

umum seperti sosial media. Dikarenakan Balai Melati

telah memiliki bentuk kerja sama dengan perusahaan-

perusahaan yang akan menerima PM dari Balai

Melati. Tetapi apabila ada lowongan pekerjaan untuk

disabilitas yang ada di sosial media umum, pihak Balai

Melati akan mengkonfirmasi terkait informasi

tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Pak Sulis

sebagai berikut :

“Pengumuman lowongan kerja itu biasanya lewat

WA (WhatsApp), contohnya Alfamidi nih

rekuitmen, itu pemberitahuannya itu ke kita via

WA, atau anak-anak melihat pengumuman dan

nanti bilang ke kita, nanti kita tanyakan lagi ke

pihak perusahaan itu.” (Pak Sulis, 11 Mei 2021).

Dalam pembuatan persyaratan lowongan pekerjaan

seperti CV, surat lamaran kerja, dan lain sebagainya,

PM akan didampingi oleh Peksos dalam proses

pembuatannya agar tidak melakukan kesalahan, dan

itu menjadi suatu proses pendampingan di dalam

pelaksanaan terapi psikososial.

Setelah persyaratan sudah dilengkapi, maka

selanjutnya dilakukan rekrutmen. Rekrutmen

berlangsung dalam beberapa tahapan, diantaranya

yaitu pengisian form data diri, tes psikotes, dan

wawancara. Dan pelaksanaan interview pekerjaan

biasanya dilakukan dengan bimbingan dari pihak

Balai Melati apabila perusahaan membutuhkan

bantuan translator dalam berkomunikasi dengan PM.

114

Tetapi apabila perusahaan sudah memiliki translator,

perusahaan akan menjalankan interview dengan

sendirinya. Seperti apa yang dikatakan Pak Sulis

seperti berikut :

“Interview perusahaan dengan cara mereka

masing-masing, seperti pihak Alfamidi, itu tidak

ada pendampingan, karena mungkin sudah

pengalaman juga. Tetapi ada juga perusahaan

yang minta didampingi, seperti Omron, Trimitra,

nah kita dampingin.” (Pak Sulis, 11 Mei 2021).

Gambar 4.16

Proses Rekrutmen

Alfamidi

Sumber :

https://melati.kemsos.go.id/

Gambar 4.17

Proses Tes Rekrutmen

Sumber :

https://melati.kemsos.go.id/

115

Gambar 4.18

PM Menjalani Training di Alfamidi

Sumber : https://melati.kemsos.go.id/

Di dalam pelaksanaan penyaluran ini, Balai Melati

memiliki beberapa hal yang menjadikannya sebagai

faktor pendukung, selain itu terdapat juga faktor

penghambatnya, seperti yang dikatakan Pak Romal

seperti berikut :

“Networking kita sudah siap dengan perusahaan-

perusahaan untuk mempekerjakan para

penyandang disabilitas. Selanjutnya, faktor

pendukung lainnya keinginan yang kuat daripada

klien kita untuk dapat bekerja. Karena memang dia

melihat dari keberhasilan teman-temannya yang

bekerja, jadi ingin kerja juga, tetapi harus melalui

Balai Melati, gitu. Faktor pendukung lainnya ya

balai kita branding nya udah kuat, bahwa disini

adalah tempat yang dimana selesai dari sini para

klien dapat disalurkan bekerja. Dukungan keluarga

dan orang tua juga sangat bermanfaat. …anak-

anak kita ini terkadang tidak sesuai dengan

kualifikasi yang diharapkan perusahaan-

116

perusahaan. Misalnya perusahaan ingin yang

lulusan ijazah SMA, namun kebanyakan anak-anak

kita itu hanya lulus SMP atau SD atau bahkan ga

sekolah. Faktor selanjutnya, kadang kompetensi

hardskillnya itu tidak cocok dengan kebutuhan

perusahaan, karena itu hak perusahaan untuk siapa

yang dapat mereka terima.

Berdasarkan pernyataan diatas, bahwasanya hal-hal

yang dapat menjadi pendorong untuk terlaksananya

penyaluran tenaga kerja seperti repurtasi Balai Melati

sebagai balai rehabilitasi dalam naungan Kementerian

Sosial RI yang baik, dan juga berasal dari kemauan diri

PM. Selain itu hal seperti kualifikasi dan kompetensi

dari para PM yang menyebabkan terhambatnya

pelaksanaan penyaluran kerja.

c. Data penyaluran penerima manfaat

Berikut adalah data nama-nama perusahaan yang

bekerjasama menerima tenaga kerja dari PM Balai

Melati mulai dari batasan tahun 2018;

Tahun

Nama

Perusahaan/

Home Industry

Karakteristik Jumlah

46 2018 L’Oreal Industri

perawatan diri

7

Car Wash

Sparkly -

1

117

PT. Wieda

Sejahtera

Produsen retail

batik

11

PT. Omron

Manufacturing

of Indonesia

Elektronik

3

Metro Garmen Industri

Garmen

4

PT. Harindo - 13

PT. United

Tractor

Distributor

peralatan berat

4

PT. Astra

International,

Tbk

Operation

1

PT. Acset

Indonusa, Tbk

Konstruksi dan

Kontraktor

2

2019 CV. Percetakan

Citra Maju Percetakan

3

47

PT. Astra

International,

Tbk

Operation

1

PT. Wieda

Sejahtera

Produsen retail

batik

11

CV. Imam Jaya

Collection Konveksi

2

CV. Maka Chiki - 1

118

PT. Midi Utama

Indonesia Perdagangan

7

Lilyana Salon Salon 1

PT. Muwon - 1

Burger King Rumah makan

cepat saji

20

2020 Burger King Rumah makan

cepat saji

40

68

PT. Midi Utama

Indonesia Perdagangan

14

PT. Intiwi Elektroda 1

PT. Yasulor

Indonesia

Industri produk

kecantikan

3

Tabel 4.3

Tabel Data Penyaluran PM

Sumber : (Tata Usaha Balai Melati 2020, 11)

6. Terminasi

Tahap terminasi yang dilakukan Balai Melati ialah

ketika peksos pendamping menyatakan bahwa PM

dampingannya sudah dikategorikan layak untuk

diterminasi. Proses terminasi bisa dilakukan pas dengan

masa layanan ATENSI yaitu dua bulan, dan bisa juga

dilakukan kurang dari dua bulan. Seperti yang dikatakan

Ibu Irma seperti berikut ini:

“Terminasi, ya persiapan mereka kelulusan, terminasi

itu kan selesai layanan ya, nanti disitu peksos yang

119

menilai PM sudah layak belum nih untuk di terminasi,

berarti kan peksos harus monitoring terus ya, dan

kalau memang kira-kira sudah bisa untuk terminasi

yaudah langsung terminasi baik itu dua bulan, satu

bulan, atau bahkan dua minggu.” (Ibu Irma, 30 April

2021).

Dan

“Kalau tahun ini terminasi dilakukan secara masing-

masing. Jadi kebutuhan anak-anak ini tidak sama,

misalnya anak yang satu sudah siap diterminasi,

yaudah terminasi, karena yang dia butuhkan sudah

dapat disini, dia sudah siap kalau ingin bekerja atau

ingin buka usaha ya langsung kita terminasi.” (Ibu

Irma, 30 April 2021).

Pada kutipan tersebut, menjelaskan bahwasanya pada

masa ATENSI sebelumnya (sebelum tahun 2021),

terminasi dilakukan secara bersamaan, dibarengi dengan

acara wisuda kelulusan PM. Tetapi di masa ATENSI pada

tahun ini dengan sistem on-off, yang menjadikan proses

terminasi dilakukan secara masing-masing di waktu yang

berbeda. Juga dikarenakan kebutuhan setiap PM tidaklah

sama.

Gambar 4.19

120

Gambar Pelaksanaan Wisuda Tahun 2020

Sumber : https://melati.kemsos.go.id/

Terminasi adalah pemutusan layanan kepada PM yang

ada di Balai Melati, terminasi dilakukan dengan

menggunakan form berita acara. Yang didalamnya

terdapat penandatanganan pihak Balai Melati dengan

orang tua, yang menyatakan bahwa Balai Melati

menyerahkan kembali PM yang sudah mendapatkan

pelayanan rehabilitasi sosial di Balai Melati, untuk

dikembalikan ke pihak orang tua. Penjelasan tersebut

berdasarkan apa yang dikatakan Ibu Irma seperti berikut :

“Terminasi itu kan bentuk pemutusan layanan ya, jadi

mereka sudah tidak dilayani lagi disini, biasanya ada

formnya, kayak berita acara modelnya ya,

penandatanganan pihak Balai menyerhkan kembali

PM yang sudah dilayani disini untuk dikembalikan ke

orang tua, nanti orang tuanya tanda tangan disitu.”

(Ibu Irma, 30 April 2021).

121

Gambar 4.20

Gambar Berita Acara Terminasi

Sumber : Dokumentasi Seksi Asesmen

7. Bimbingan Lanjut

Bimbingan lanjut (binjut) yang dilakukan Balai Melati

terhadap PM dilakukan hanya sesuai kebutuhan, tidak

dilakukan secara terjadwal. Binjut ini dilakukan oleh

pekerja sosial kepada PM bimbingannya, ketika PM

tersebut sudah disalurkan untuk bekerja di suatu

perusahaan tertentu. Ketika PM sudah bekerja di suatu

perusahaan, pendampingan terhadap PM akan terus

dilakukan, apabila perusahaan-perusahaan yang menjadi

tempat PM bekerja mengalami masalah dengan PM

tersebut.

Apabila PM sudah bekerja di suatu perusahaan

tertentu, dan jika perusahaan tersebut mengalami masalah

dengan PM baik dari segi kinerja kerja PM di perusahaan,

maupun dari tingkat produktifitas kerjanya yang rendah di

perusahaan. Pihak Balai Melati akan bertanggung jawab

terhadap PM tersebut, dikarenakan adanya bentuk

kerjasama yang dilakukan antara pihak Balai Melati

dengan beberapa perusahaan tersebut yang menjadikan hal

tersebut masih menjadi tanggung jawab balai, yang akan

melakukan bimbingan lanjut, melakukan motivasi dengan

122

PM tersebut. Pernyataan tersebut seperti apa yang

dikatakan Bapak Romal seperti berikut :

“Karena kita membuat garansi jaminan ke mereka

apabila ada anak-anak bermasalah walau sudah tidak

menjadi tanggungan kita dan sudah menjadi

tanggungan perusahaan karena sudah mandiri.

Namun, faktanya memang kita selalu memberikan

bantuan ke perusahaan apabila ada anak-anak yang

bermasalah, tetap memberikan motivasi ke mereka

agar dapat bekerja baik. Biasanya ada laporan ke

saya, dan nanti akan ada peksos yang mendampingi

anak yang bersangkutan.” (Pak Romal, 29 Maret

2021).

Dan seperti yang dikatakan Ibu Irma, seperti berikut :

“Kita biasanya monitoring, kita binjut (bimbingan

lanjut) kesana, untuk motivasi mereka, dan karena kita

sudah bekerja sama dengan perusahaan, jadi kita

kalau ada kendala atau ada masalah tentang PM kita,

kita siap untuk motivasi kesana. Misalnya ada kendala

dari perusahaan si PM ini males, nanti kita kesana.

Binjut dilakukan sesuai kebutuhan aja, engga yang

setiap bulan juga.” (Ibu Irma, 30 April 2021).

B. Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran

Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Tunarungu

Sebelum melakukan penemuan data penelitian kepada PM

yang sudah bekerja, sebelumnya peneliti telah menjalin relasi

bersama mereka, sehingga memudahkan untuk dapat menjalin

komunikasi secara pribadi dengan mereka meskipun

terkendala dengan susunan tata bahasa komunikasinya.

123

Dalam melakukan penemuan data penelitian kepada para

alumni PM yang sudah bekerja, peneliti menggunakan metode

penelitian wawancara secara daring melalui komunikasi chat

personal, dan dari hasil temuan penelitian, terdapat adanya

hasil yang sudah dirasakan oleh alumni PM melalui

penyaluran tenaga kerja oleh Balai Melati.

Setelah para PM disalurkan bekerja di beberapa

perusahaan, kini mereka disebut dengan alumni PM sebab

mereka sudah melalui tahap terminasi dari Balai Melati.

Setelah alumni PM ini disalurkan untuk bekerja, mereka

sangat senang, terungkap dalam hasil wawancara dengan

alumni PM yang sedang bekerja di Burger King sebagai

berikut :

“Alhamdulillah aku rasa sangat bersyukur udah diterima

lamar kerja di BK, aku gak lama-lama di Balai Melati

langsung kerja.” (D, 27 Mei 2021).

Gambar 4.21

Gambar D Bersama Teman-teman Burger King

Sumber : Dokumentasi Pribadi

124

Setelah alumni PM bekerja di perusahaan-perusahaan

yang berbeda, mereka memiliki banyak teman baru, yang

dimana mereka membuka circle pertemanan baru di dunia

kerja yang membuat mereka lebih senang. Seperti yang

dikatakan F alumni PM Balai Melati yang sedang bekerja di

PT. Omron dalam wawancara berikut :

“Banyak teman disini, senang.” (F, 27 Mei 2021).

Gambar 4.22

Gambar F Bersama Teman-teman PT. Omron Manufacturing

Indonesia

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tidak hanya F yang merasa senang mendapatkan banyak

teman, B pun merasakan hal yang sama, teman yang ia

dapatkan tidak hanya teman tuli tetapi juga ada teman normal,

kesenangan pun bertambah dikarenakan pendapatan gaji yang

menguntungkan untuknya, B menuturkan hal berikut :

“Iya senang bekerja enak gaji banyak. Teman 10 baru,

ada saya teman senang dia normal dengar di toko.” (B, 28

Mei 2021).

125

Gambar 4.23

Gambar B Bekerja di Alfamidi

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Temuan data penelitian menyebutkan selain pertemanan

yang baru, mereka juga memiliki lingkungan tempat tinggal

yang baru, seperti yang mereka katakana seperti berikut :

“Di Jakarta Pusat, Kosan bersama teman.” (D, 27 Mei

2021).

“Tinggalnya di mess. Seru di mess.” (F, 27 Mei 2021).

“Gratis mess lantai dua toko.” (B, 28 Mei 2021).

Dari pernyataan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan

bahwa tempat tinggal mereka bukan lagi di Balai Melati

melainkan mereka sudah dilepas agar mandiri, kebanyakan

dari mereka ialah anak rantau yang kampung halamannya di

luar Pulau Jawa, tetapi mereka saat ini mereka bertempat

tinggal di kos dan mess.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, saat alumni

PM ini belum menjalani proses terminasi dan masih

126

bertempat tinggal di balai, mereka sudah terbiasa untuk

menaati aturan yang berlaku di asrama Balai Melati, yang

menjadikan mereka menjadi disiplin terhadap waktu dan

disiplin lainnya. Dan hal tersebut mereka terapkan di tempat

tinggal baru mereka seperti dalam menjalani rutinitas

kesehariannya di mess perusahaan, F mendapatkan peraturan

yang ditetapkan perusahaan Omron untuk setiap karyawan

yang tinggal di mess, seperti yang dikatakan F seperti berikut:

“Seru di mess, tapi ada peraturan di mess, contohnya hari

biasa senin – jum’at boleh keluar di Indomaret sama

belanja apapun tetap waktu satu jam kembali ke mess, hari

sabtu sama minggu gaboleh keluar. Pas sebulan boleh

keluar soal pulang kerumah orangtua, keluar main

kemana-mana, nginap teman tinggal daerah sini. Aku

berangkat kerja naik bus sama pulang juga dijemput itu.”

Dalam mobilitas sehari-hari mereka, mereka melakukan

aktivitas yang normal dilakukan teman seusia mereka dengan

sendiri tanpa bantuan orang lain seperti pergi ke mini market

untuk sekedar membeli makanan ringan, dan juga pergi ke

tempat kerja dengan berjalan kaki dari tempat kos. Seperti

yang F dan D katakan dalam wawancara seperti berikut :

“Iya jalan sendirian. Berangkat kerja dengan jalan kaki

Cuma dekat di BK dari kosan.” (D, 27 Mei 2021).

“Enaknya aku suka sendirian (ke minimarket).” (F, 27

Mei 2021).

Selain mendapatkan pertemanan yang baru, dan aktivitas

baru, mereka tentunya juga mendapatkan hal baru seperti

mendapatkan gaji hasil dari mereka bekerja. Setelah mereka

127

bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, mereka

menggunakan uang tersebut untuk berbagai macam

kebutuhan keseharian mereka, dan juga kebutuhan penting

lainnya seperti yang dikatakan F :

“Gaji di PT. Omron juga untuk jalan-jalan. Uang gaji

untuk jajan sendiri, nabung buat masa depan, dikasih

orangtua. Aku selalu kasih duit orangtua karena papa ga

kerja lagi jadi rumah tangga sama mama juga tapi papa

aku buka usaha pelihara burung puyuh sama telur puyuh

buat jualan.” (F, 27 Mei 2021).

Berdasarkan pernyataan diatas, ia (F) memiliki rasa

tanggung jawab kepada kedua orangtuanya dan dirinya

sendiri, disaat sudah memiliki uang yang cukup untuk sekedar

berjalan-jalan dengan teman, justru ia tidak melupakan

menyisihkan uang gajinya untuk menabung dan tidak

melupakan orangtua di kampung halaman yang sedang dalam

keadaan kesulitan ekonomi.

Setelah mendapatkan gaji yang terbilang sangat cukup,

bagi B ia menggunakan uang gaji bekerjanya untuk membeli

kebutuhan sehari-harinya dan juga untuk membuat dirinya

senang seperti berpergian sendiri ke pasar, mall, dan tempat

wisata, tetapi juga tidak lupa untuk ditabung. Dan sama

seperti F, B juga menyisihkan uang hasil gajian ia untuk

mengirimkan uang ke orangtua di kampung halamannya di

Kalimantan, uraian diatas berdasarkan beberapa hasil

jawaban wawancara dengan B seperti berikut :

“Saya sendirian bisa pergi ke pasar, mall, dan wisata.”

128

“Tabungan. Saya duit dua juta kirim orangtua lebaran,

sudah dua tahun hari raya lebaran ga orangtua. Kirim

uang kalo hari raya ya, mama bilang tidak minta saya

tabungan bank untuk nanti nikah.” (B, 28 Mei 2021).

Sedikit berbeda hal nya dengan yang dialami F, bekerja

disaat pandemi seperti sekarang ini sedikit menyulitkan

baginya, karena perusahaan tempat D bekerja hanya

memberikan waktu 3 atau 4 hari bekerja dalam seminggu,

yang pastinya berdampak kepada gaji yang didapat. Seperti

penuturan D berikut :

“Gajian kecil karena pandemi corona, dulu gajian gede

sebelum corona. Gajinya kecil yang gabisa beri uang ke

ortua aku, gajinya ga mencukupi. Disuruh ortua aku, aku

harus tabungan dulu.“ (D, 27 Mei 2021).

Di dalam melakukan observasi terhadap alumni PM

tersebut, peneliti menemukan bahwa mereka setelah bekerja

memiliki barang-barang kebutuhan baru, salahsatu PM

tersebut setelah bekerja ia dapat membeli smartphone terbaru

dengan harga yang cukup tinggi, dan cara penampilan mereka

menjadi lebih terlihat rapi setelah mereka bekerja.

129

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan analisa ketertarikan

antara bab II, bab III, dan bab IV mengenai proses penyaluran

tenaga kerja penyandang disabilitas tunarungu melalui

pemberdayaan ekonomi di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang

Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (Balai Melati). Pada bab ini

peneliti akan meninjau pemberdayaan ekonomi melalui proses

penyaluran tenaga kerja disabilitas tunarungu yang dilakukan

Balai Melati melalui teori tahapan pemberdayaan yang terdapat

enam tahapan pemberdayaan yaitu engagement, assessment,

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan terminasi oleh Isbandi

Rukminto Adi. Sedangkan pada hasil pemberdayaan ekonomi

menggunakan teori milik Schuler, Hashemi, dan Riley di dalam

buku Edi Suharto tentang indikator pemberdayaan. Selain itu,

peneliti juga akan menggunakan teori-teori lainnya yang ada di bab

II untuk menunjang hasil analisis penelitian ini.

A. Analisis Proses Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang

Disabilitas Tunarungu Melalui Pemberdayaan

Ekonomi di Balai Melati

Sebagaimana kita ketahui bahwa teori pemberdayaan

menurut Shardlow intinya adalah membahas tentang

individu, kelompok, juga komunitas yang berusaha untuk

mengatur kehidupan mereka, juga berusaha untuk

130

membentuk masa depan seperti yang mereka inginkan (bab

II, hlm.28). Sejalan dengan hal tersebut, dikaitkan bahwa kata

ekonomi yang berarti kegiatan memenuhi kebutuhan dan

keinginan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan

orang yang melakukannya (bab II, hlm.29). Dengan

mengetahui definisi dari pemberdayaan juga definisi ekonomi

tersebut, peneliti menganalisa seperti berikut; Dalam

mencapai pemberdayaan ekonomi, itu berarti bagaimana

mereka harus melakukan sesuatu untuk membuat mereka

berdaya agar dapat memenuhi kehidupan dan keinginan yang

akan mensejahterakan kehidupan mereka di masa depan

nanti.

Dan di dalam penelitian ini, individu atau kelompok yang

akan diberdayakan ialah penyandang disabilitas tunarungu.

Ketika seorang penyandang disabilitas ingin berusaha

mengontrol dan membentuk masa depan mereka, tentunya di

dalam menjalankan hal tersebut, mereka akan mengalami

banyak hambatan. Itu dikarenakan sebeperti yang dikatakan

WHO bahwa penyandang disabilitas ialah mereka yang

memiliki keterbatasan yang disebabkan oleh

kekurangsempuranaan fisik yang mereka alami dalam

menjalankan aktivitas (bab II, hlm.42).

Penyandang disabilitas terutama tunarungu, dalam

mencapai keberdayaan yang dinginkan untuk membentuk

masa depan sesuai dengan keinginannya, mereka

membutuhkan fasilitator untuk membantu mereka

131

menghadapi permasalahan yang mereka alami. Dan dalam hal

ini, fasilitator yang mereka butuhkan adalah Balai

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu

Wicara (Balai Melati), hal itu sejalan dengan peranan Balai

Melati sebagai pusat respon kasus penanganan masalah

penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hlm.66).

Selain peranannya dalam menangani masalah penyandang

disabilitas tunarungu, Balai Melati sebagai Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Kementerian Sosial RI juga dalam

pelaksanaan tugasnya, melaksanakan rehabilitasi sosial

kepada penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hlm.66).

Balai Melati melakukan rehabilitasi sosial dengan

memberdayakan tunarungu melalui cara intrapreneurship,

yang dimaksud pemberdayaan intrapereneurship ialah

kegiatan pemberdayaan untuk mempersiapkan tenaga kerja

bagi penerima program pemberdayaan.

Pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan melalui

intrapreneurship, pemberdayaan ekonomi melalui

intrapreneurship ini dilakukan oleh Balai Melati dalam

pelaksanaan tugasnya sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Kementerian Sosial RI yang melaksanakan rehabilitasi sosial

kepada penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hal. 66),

dan juga sebagaimana fungsi Balai Melati yang juga sebagai

pelaksanaan penyaluran tenaga kerja penyandang disabilitas

tunarungu (bab III, hlm.65).

132

Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Balai Melati

yakni melalui penyaluran tenaga kerja yang berasal dari

penyandang disabilitas tunarungu , anak disabilitas tunarungu

di Balai Melati disebut sebagai penerima manfaat (PM).

Proses penyaluran tenaga kerja yang menjadi fokus dalam

penelitian ini dilakukan melalui serangkaian proses tahapan

pemberdayaan, karena sebagaimana menurut teori

pemberdayaan milik Edi Suharto yang menyebutkan bahwa

pemberdayaan adalah suatu proses, oleh karena itu maka

pemberdayaan ialah suatu rangkaian kegiatan untuk

kebedayaan kelompok lemah (bab II, hlm.27). Dan berikut

adalah analisis tahapan pemberdayaan ekonomi penyandang

disabilitas tunarungu melalui penyaluran tenaga kerja yang

dilakukan oleh Balai Mekati :

1. Tahapan Pendekatan (engagement)

Pada tahapan engagement ini terdapat dua poin

penting yang harus dilakukan, yakni penyiapan petugas

dan penyiapan lapangan (bab II, hlm.32). Dan dalam

tahapan ini, proses penyaluran tenaga kerja penyandang

disabilitas tunarungu melalui pemberdayaan ekonomi

yang dilakukan Balai Melati, yakni dimulai dengan

melakukan pendekatan awal dengan mempersiapkan hal-

hal tersebut seperti poin berikut :

a. Penyiapan petugas

133

Dalam tahap penyiapan petugas, Balai Melati

melakukan pembagian petugas yang akan disiapkan untuk

melakukan sosialisasi ke Dinas Sosial juga SLB (Sekolah

Luar Biasa), petugas nantinya akan mensosialisasikan

kepada mereka bahwa Balai Melati merupakan balai

rehabilitasi sosial yang akan menerima pelayanan

disabilitas tunarungu, tentunya dengan sosialisasi tersebut

akan bermanfaat bagi pihak dinas ataupun SLB yang

ingin menyalurkan siswa atau warganya yang

menyandang disabilitas tunarungu (bab IV, hlm.82).

Selain penyiapan petugas untuk melakukan pendekatan

sosialisasi ke Dinas Sosial juga ke SLB-SLB, penyiapan

petugas juga dilakukan untuk menjalani pelaksanaan

penjajakan ke perusahaan-perusahaan yang belum

bermitra dengan Balai Melati. Penjajakan ini bertujuan

untuk mencari peluang kerja bagi PM (bab IV, hlm.87).

Dengan adanya penyiapan petugas yang melakukan

sosialisasi ke Dinas-Dinas terkait, SLB-SLB, dan juga

petugas yang melakukan penjajakan ke perusahaan-

perusahaan. Hal ini membenarkan bahwasanya teori yang

menyebutkan di dalam penyiapan petugas ini diperlukan

untuk menyamakan persepsi petugas / agen perubah

(Balai Melati, SLB, Dinas, dan Perusahaan) dengan apa

yang akan dilakukan kepada PM di dalam melakukan

kegiatan pemberdayaan (bab II, hlm.33).

b. Penyiapan Lapangan

134

Dalam tahap penyiapan lapangan, Balai Melati

mempersiapakan segala hal yang berhubungan dengan

proses menerimaan calon penerima manfaat (CPM) di

balai. Proses tahapan penyiapan ini mulai dari

pendaftaran awal CPM melalui jalur mandiri yang

mendaftarkan melalui nomor kontak staf pendaftaran

yang ada di web resmi Balai Melati, maupun melalui jalur

rekomendasi dari Dinas sosial dan SLB (bab IV, hlm.82).

Data dari pendaftaran tersebut akan diidentifikasi dan

diseleksi oleh petugas balai, apabila syarat dan prasyarat

sudah memenuhi kriteria PM Balai Melati, maka nama

CPM akan masuk ke dalam daftar tunggu (waiting list)

dikarenakan aturan masa ATENSI dengan sistem on-off

yang artinya apabila ada PM di dalam Balai yang sudah

diterminasi maka baru dilakukan pemanggilan kepada

CPM (bab IV, hlm.83). Dapat dianalisis bahwa dari

penjelasan tersebut sejalan dengan teori persiapan

penyiapan lapangan, yaitu para petugas akan melakukan

studi kelayakan terhadap sasaran pemberdayaan (bab II,

hlm.33). Yang dimaksud dengan studi kelayakan terhadap

sasaran pemberdayaan dalam hal ini adalah bagaimana

petugas Balai Melati mencari dan mengidentifikasi CPM

yang akan mendapatkan pelayanan pemberdayaan di

balai.

Kemudian, setelah melakukan studi kelayakan CPM,

Balai Melati melakukan proses pemanggilan CPM yang

135

sudah disleksi dan sudah melalui daftar tunggu. Di dalam

proses pemanggilan tersebut, CPM bersama pendamping

orangtua/ wali akan melakukan wawancara yang di

dalamnya juga terdapat motivasi pendekatan kepada

orangtua untuk meyakinkan bahwa CPM akan berada

dalam tanggungjawab Balai Melati (bab IV, hlm.84).

Apabila sudah mendapatkan izin dari orangtua/ wali dan

juga sudah menyetujui ketentuan-ketentuan yang ada di

Balai Melati, maka akan dilanjutkan dengan mengisi

berkas-berkas terkait seperti surat pernyataan, surat

permohonan, surat hasil sleksi, surat kontrak perjanjian

dan layanan, berita acara penerimaan PM, dan formulir

pendaftaran (bab IV, hlm.85-87). Maka, dari penjelasan

tersebut, hal ini membenarkan teori tahap persiapan

penyiapan lapangan yang mengatakan bahwa apabila

sasaran pemberdayaan sudah ditemukan, maka petugas

perubah harus mendapatkan izin dari pihak terkait dan

kemudian juga di tahap persiapan ini terdapat adanya

kontrak awal dengan sasaran pemberdayaan (bab II,

hlm.33).

2. Tahapan Pengkajian (Assessment)

Balai Melati di dalam pelaksanaan tugasnya

menyelenggarakan fungsi pelaksanaan assessment untuk

disabilitas rungu wicara (bab III, hlm.65). Di dalam teori

tahapan assessment, menyebutkan bahwa tahapan ini

petugas melakukan proses identifikasi masalah dan juga

136

sumber daya yang dimiliki klien (bab II, hlm.33). Hal

tersebut seperti yang dilakukan Balai Melati dengan

menggunakan instrument assessment yang bertujuan

untuk memperoleh gambaran umum mengenai profil

umum PM dan keluarganya, juga bertujuan untuk

mengidentifikasi mengenai permasalahan serta potensi

dari PM tersebut (bab IV, hlm.89).

Pelaksanaan assessment dilakukan oleh petugas

kepada PM melalui metode wawancara, hal ini sejalan

dengan teori tahapan assessment yang mengatakan

bahwa di tahap ini masyarakat sasaran pemberdayaan

harus dilibatkan secara aktif agar ia merasakan bahwa

permasalahan yang sedang dibicarakan keluar dari

pandangan mereka sendiri (bab II, hlm.33).

Pada tahap ini Balai Melati akan berperan sebagai

fasilitator untuk memfasilitasi para PM menyusun

permasalahan manakah yang diprioritaskan untuk

ditindaklanjuti (bab II, hlm.33). Dikarenakan dari hasil

assessment tersebut akan digunakan untuk melihat apa

yang urgent bagi PM tersebut, sehingga proses

pelaksanaan persiapan penyaluran tenaga kerja melalui

pemberdayaan yang dilakukan balai akan terfokus pada

permasalahan dan kebutuhan PM dan tidak salah sasaran

(bab IV, hlm.90).

3. Tahap Perencanaan

137

Mengingat saat ini merupakan era globalisasi yang

sangat pesat, dan juga teknologi semakin canggih yang

menyebabkan banyaknya tenaga pekerja yang sudah

tergantikan oleh teknologi, apabila hal itu terus terjadi

maka kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk

bekerja semakin sedikit apabila mereka tidak mengikuti

perkembangan teknologi saat ini. Dan saat ini, juga

sedang terjadi wabah pandemi virus corona yang

mengakibatkan banyaknya sektor pekerjaan yang

mengalami penurunan, sehingga mengakibatkan

banyaknya pengurangan bahkan PHK karyawan.

Keadaan seperti itu dapat terjadi. Maka dari itu muncul

kekhawatiran terhadap penyandang disabilitas akan

sulitnya mendapatkan pekerjaan di era seperti sekarang

ini. Oleh karena itu, sebagai balai rehabilitasi sosial,

Balai Melati dapat memperhatikan hal tersebut, dan

merencanakan program apa yang dapat dilaksanakan

untuk mengatasi permasalahan tersebut. Karena di dalam

melaksanakan tugasnya, fungsi dari Balai Melati ialah

menyusun pelaksanaan perencanaan program untuk

penyandang disabilitas tunarungu (bab III, hlm.65).

Dalam teori perencanaan, dikatakan bahwa petugas

bertindak sebagai fasilitator yang membantu sasaran

pemberdayaan untuk menentukan program apa yang

tepat untuk dilaksanakan (bab II, hlm.34), tetapi dalam

hal ini Balai Melati menjalankan fungsinya sebagai

138

perencana program yang akan bertindak sebagai

pemelaksana program, yang kemudian program tersebut

akan dijalani para penerima manfaat.

Balai Melati memiliki networking dengan

perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang

pekerjaan, networking tersebut yang nantinya akan

digunakan untuk memberikan kesempatan kepada para

PM untuk bekerja di salah satu perusahaan, usaha

penyaluran tersebut dilakukan guna menyempurnakan

rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh Balai Melati (bab

IV, hlm.93).

Rencana penyaluran tenaga kerja untuk PM Balai

Melati membutuhkan beberapa hal – hal yang harus

dipenuhi PM terlebih dahulu. Seperti yang dikatakan Pak

Romal dan Bu Sherly, bahwa pemenuhan pelayanan dari

balai akan membekali diri PM melalui aspek softskill

(terapi mental, terapi psikososial) dan juga hardskill

(terapi penghidupan/ vokasional) (bab IV, hlm.92). Aspek

tersebut berguna apabila nanti diadakannya penyaluran

tenaga kerja, kompetensi PM di dalam bidang hardskill

dapat disesuaikan dengan kompetensi yang ada di dalam

lowongan pekerjaan, dan dapat menjadi nilai tambah bagi

PM itu sendiri apabila perusahaan yang menawarkan

pekerjaan sejalan dengan bidang keterampilan yang PM

ikuti. Selain berguna dalam proses penyaluran kerja,

keterampilan ini dapat mereka manfaatkan untuk

139

membuat usaha sendiri yang tentunya dapat

meningkatkan tingkat keberdayaan ekonomi mereka (bab

IV, hlm.93). Selain dipenuhinya aspek hardskill, PM akan

dibekali dengan aspek softskill seperti terapi wicara,

terapi mental-spiritual, dan juga terapi psikososial yang

akan dilakukan di dalam jadwal keseharian PM (bab IV,

hlm.92)

Dalam merencanakan penentuan pelayanan tersebut,

agar sesuai dengan kebutuhan PM, Balai Melati

menggunakan hasil dari wawancara assessment bersama

PM yang sudah didapatkan sebelumnya (bab IV, hlm.92).

Hal ini membenarkan bahwa teori proses pemberdayaan

yang menyebutkan bahwa di dalam tahapan perencanaan,

target pemberdayaan (PM) dilibatkan secara partisipatif

terkait masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara

mereka mengatasinya (bab II, hlm.34).

Di dalam merencanakan pelayanan, Balai Melati juga

menimbang terkait waktu masa Asistensi Rehabilitasi

Sosial (ATENSI) yang hanya berlangsung selama dua

bulan saja, dua bulan itu bersifat on/off yang artinya

setiap PM memiliki waktu masuk dan keluar Balai Melati

berbeda-beda. Pada tahun sebelum-sebelumnya, Balai

Melati melakukan pelayanan dengan kurun waktu selama

6 bulan, dan juga 2 tahun (bab IV, hlm.95). Oleh karena

itu, dengan waktu yang hanya dua bulan, Balai Melati

memaksimalkan dan juga lebih memprioritaskan layanan

140

yang sangat dibutuhkan oleh PM. Dan perencanaan ini

diharapkan dapat membentuk PM menjadi sosok yang

bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri dan tidak

lagi bergantung dengan orang lain (berdaya), dan juga

diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka

menjadi lebih baik (bab IV, hlm.94).

4. Tahap Pelaksanaan

Di dalam merealisasikan rencana program apa yang

akan dijalankan, Balai Melati memiliki jadwal kegiatan

yang sudah dirancang yang dimulai dari pagi hingga

petang di setiap harinya (bab IV, hlm.96). Di dalam

pelaksanaan jadwal tersebut, masing-masing sudah

tertera siapa nama-nama petugas yang akan membimbing

PM di setiap kegiatannya. Hal tersebut membenarkan

bahwasanya tahap pelaksanaan merupakan tahap yang

paling penting, sebab segala sesuatu yang sudah

dirancang, maka di lapangan memerlukan kerjasama

antar petugas dan sasaran pemberdayaan (bab II, hlm.

35).

Pelaksanaan proses pemberdayaan melalui

penyaluran tenaga kerja di Balai Melati akan melalui dua

tahap, yakni yang pertama adalah tahap persiapan

softskills hardskills untuk PM, dan yang kedua ialah

tahap pelaksanaan penyaluran kerja.

a. Persiapan softskills dan hardskills

141

Sebelum PM melakukan proses penyaluran kerja, di

dalam perencanaan sebelumnya mengatakan bahwa PM

akan dibekali dengan keterampilan softskill dan juga

hardskill yang ada di Balai Melati (bab IV, hlm.92). Di

dalam keterampilan softskills terdapat beberapa terapi

yang akan dijalankan oleh PM di dalam kesehariannya

yang sudah dijadwalkan. Terdapat terapi fisik yang

berguna untuk tingkat keberanian PM, terapi mental yang

berguna untuk menyeimbangkan mental spiritual PM,

dan yang terpenting adanya terapi psikososial yang

berguna untuk melatih fungsi sosial mereka di dalam

kehidupannya.

Tetapi di dalam pelaksanaan bimbingan/ pelayanan

tersebut, saat ini di masa ATENSI yang hanya dua bulan,

banyak kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan, sehingga

pelaksanaanya hanya memprioritaskan kegiatan yang

urgent untuk PM saat ini. Seperti halnya di dalam

mempersiapkan PM di dalam terapi psikososial, PM

diarahkan hanya untuk fokus dengan pembelajaran atau

bimbingan yang berhubungan dengan kesiapan PM untuk

disalurkan bekerja. Di dalam kelas tersebut, diajarkan

bagaimana menghadapi ujian dasar perekrutan kerja

seperti mengetahui identitas diri, dan cara berhitung,

tetapi banyak dari mereka yang lambat untuk mengerti

dengan apa yang sudah dijelaskan oleh guru pembimbing

(bab IV, hlm.99). Hal tersebut selaras dengan teori yang

142

mengatakan bahwa salahsatu karateristik anak tunarungu

yaitu pengetahuan yang terbatas dikarenakan kurangnya

mendapat paparan lisan (bab II, hlm.35).

Kemudian disiapkan juga hardskill PM,

pelaksanaan terapi penghidupan (hardskill) ini

dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari

Jum’at, pukul 08:00am sampai pukul 12:00pm WIB.

Terdapat 10 keterampilan yang diajarkan oleh Balai

Melati kepada PM seperti keterampilan menjahit putra;

menjahit putri; komputer; desain grafis & percetakan;

kerajinan tangan; gerabah; las; pertukangan kayu; dan

tata boga (bab IV, hlm.101-108). Terapi penghidupan

(hardskill) yang dilakukan Balai Melati sejalan dengan

bagaimana teori prinsip pendidikan dalam upaya

mendidik anak disabilitas, dengan cara pendekatan

prinsip keterampilan, yang mengatakan bahwa

pendidikan yang diberikan menjadikan keterampilan ini

bekal dalam kehidupan mereka (bab II, hlm.50). Hal itu

karena, keterampilan yang dipelajari dapat digunakan

apabila PM ingin membuka lapangan pekerjaannya

sendiri, sehingga mereka berdaya terutama dalam segi

ekonomi dengan keterampilan yang sudah mereka

pelajari disini. Selain itu, keterampilan ini sejalan dengan

teori penyesuaian sosial anak tunarungu menurut Siregar

yang mengatakan bahwa untuk mencapai kematangan

sosial, anak tunarungu harus memiliki pengetahuan yang

143

cukup mengenai nilai dan kebiasaan-kebiasaan di

masyarakat (bab II, hlm.51), dan dengan pengetahuan

tersebut, PM diharapkan memiliki basic keterampilan

dan juga nilai-nilai sosial tersebut untuk diterapkan disaat

mereka sudah disalurkan bekerja di perusahaan-

perusahaan pilihan.

Di dalam proses pelaksanaan pembelajaran

keterampilan, mayoritas instruktur keterampilan

mengatakan bahwasanya cara mengajarkan PM yaitu

dengan cara selalu mengulang-ulang pembelajaran, itu

disebabkan mereka yang sulit untuk mengingat pelajaran.

Dan dalam pelaksanaan ini seluruh instruktur

keterampilan mengatakan bahwa faktor penghambat dari

pelaksanaan pembelajaran keterampilan ini adalah

terkendalanya komunikasi (bab IV, hlm.103). Hal

tersebut membenarkan bahwasanya, di dalam teori

karakteristik anak tunarungu, anak tunarungu mengalami

adanya gangguan bicara, dan mereka memiliki

keterlambatan bahasa yang dikarenakan mereka tidak

mengetahui bahasa lisan (bab II, hlm.48).

Setelah melihat adanya faktor penghambat di dalam

pelaksanaan keterampilan ini, tetapi ada juga peranan

faktor pendukung yang menjadikan dorongan untuk

keberhasilan pelaksanaan ini. Pelaksaan bimbingan

keterampilan ini memiliki hal yang sejalan dengan teori

prinsip pendekatan dala upaya mendidik anak

144

penyandang disabilitas menjadikannya sebagai faktor

pendukung di dalam pelaksanaan ini, seperti : prinsip

kasih sayang, mengajarkan dengan cara menyesuaikan

tugas yang akan diberikan dengan tingkat kemampuan

mereka, dan; prinsip motivasi, contohnya para instruktur

keterampilan selalu memberikan evaluasi pengerjaan

pekerjaan mereka dengan cara memuji apa yang telah

mereka kerjakan, agar mereka bersemangat (bab II,

hlm.50).

b. Penyaluran tenaga kerja

Setelah PM selesai menjalani persiapan dalam bentuk

kegiatan softskill dan hardskill yang sudah diberikan, lalu

PM dapat dikatakan siap untuk disalurkan bekerja. Balai

Melati sebagai balai rehabilitasi sosial

menyelenggarakan fungsi pelaksanaan penyaluran kerja

untuk para PM yang ada di balai (bab III, hlm.66). Di

dalam proses penyaluran kerja ini, tahap pertama yang

akan dilaksanakan yaitu pelaksanaan CC (Case

Conference), CC penyaluran kerja merupakan forum

resmi yang dilaksanakan oleh pemangku kepentingan di

Balai Melati, dan kegiatan ini dilakukan guna membahas

tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan

persiapan PM sebelum dan sesudah kerja nantinya (bab

IV, hlm.109).

145

Proses pelaksanaan setelah melakukan proses CC,

yakni lamaran kerja dan pelaksanaan interview kerja. PM

yang telah melakukan CC, kemudian akan diarahkan

untuk didaftarkan melamar pekerjaan apabila ada

pengumuman lowongan pekerjaan dari pihak perusahaan

yang telah bekerja sama dengan Balai Melati (bab IV,

hlm.112). Proses sleksi penerimaan karyawan

perusahaan tidak jarang mereka melihat bagaimana

kualifikasi sang pelamar, beberapa diantaranya adalah

kualifikasi keterampilan yang dimiliki PM, oleh karena

itu pelaksanaan keterampilan juga berperan dalam hal ini.

Pelaksanaan seleksi penyaluran ini adalah hak priogratif

perusahaan, Balai Melati hanya akan menyiapkan anak-

anak yang ingin didaftarkan (bab IV, hlm.113). Dari

tahun ke tahun Balai Melati selalu menyalurkan para PM

untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan yang telah

bekerjasama dengan mereka (bab IV, hlm.116).

5. Tahap Evaluasi

Di dalam pelaksanaan penyaluran kerja yang

dilakukan Balai Melati terdapat beberapa hal yang

menjadikan pelaksanaan tersebut berjalan dengan lancar

dan ada juga yang menghambat (bab IV, hlm.115). Oleh

karena itu proses ini memerlukan adanya tahapan evaluasi

di dalamnya. Balai Melati di dalam melaksanakan

tugasnya, memiliki fungsi untuk melaksanakan

pemantauan dan evaluasi terhadap PM (bab III, hlm.66).

146

Pada tahap evaluasi ini, petugas Balai Melati yang

sudah disiapkan akan melakukan pengawasan terhadap

penyaluran PM di berbagai perusahaan. Balai Melati

menyebut tahapan evaluasi ini dengan nama bimbingan

lanjut atau biasa disebut binjut, yang dimaksudkan

dengan binjut adalah suatu bentuk pengawasan dan juga

bimbingan yang dilakukan oleh pekerja sosial kepada

anak (PM) bimbingannya yang sedang bekerja di suatu

perusahaan (bab IV, hlm.121). Hal itu selaras dengan teori

tahapan evaluasi yang menyebutkan evaluasi merupakan

proses pengawasan terhadap program pemberdayaan

yang sedang berjalan (bab II, hlm.35).

Anak penyandang disabilitas tunarungu, cenderung

memiliki pengetahuan yang terbatas, baik dalam

akademisi maupun sikap dalam kehidupan

bersosialisasinya yang disebabkan kurangnya paparan

terhadap bahasa lisan (bab II, hlm.48). Oleh karena itu,

binjut ini dilaksanakan apabila adanya masalah yang

diperbuat oleh PM di dalam pekerjaannya, dan apabila

terjadi kasus tersebut, binjut diperlukan guna memberikan

motivasi kepada mereka agar permasalahan tersebut tidak

mereka ulangi (bab IV, hlm.121). Hal tersebut

menunjukkan bahwa evaluasi ini dalam jangka panjang

yang diharapkan akan membentuk sasaran pemberdayaan

menjadi lebih ‘mandiri’ (bab II, hlm.35).

147

Setelah melakukan binjut, pekerja sosial akan

memproses kegiatan binjut ini ke tahap evaluasi diskusi

bersama pemangku kepentingan lainnya seperti kepala

seksi rehabilitasi sosial balai. Sehingga diharapkan

setelah melakukan evaluasi terhadap permasalah tersebut,

akan menghasilkan output yang maksimal bagi PM untuk

lebih berdaya.

6. Tahap terminasi

Di dalam tahapan pelayanan Balai Melati, tahapan

terminasi dilakukan sebelum tahap bimbingan lanjut/

evaluasi (bab IV, hlm.118), tetapi di dalam teori milik

Isbandi Rukminto Adi, tahapan terminasi dilakukan

setelah tahapan evaluasi (bab II, hlm.35). Maka dari itu,

peneliti menemukan perbedaan antara tahapan

pemberdayaan teori Isbandi dengan tahapan pelayanan

yang dilakukan oleh Balai Melati.

Balai Melati di dalam melaksanakan tugasnya,

menyelenggaranakn fungsi sebagai pelaksana terminasi

(bab III, hlm.66). Tahap terminasi yang dilakukan Balai

Melati merupakan proses dimana terjadinya pemutusan

layanan kepada PM secara resmi menggunakan form

berita acara. Form tersebut menjadi bukti yang telah

ditandatangani oleh pihak Balai Melati dengan orangtua

atau wali PM, yang digunakan untuk menyatakan bahwa

Balai Melati menyerahkan kembali PM yang telah

mendapatkan pelayanan rehabilitas disini (bab IV,

148

hlm.120). Hal tersebut membenarkan bahwa di dalam

teori proses pemberdayaan tahap terminasi yang

mengatakan tahap terminasi merupakan tahap

‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan sasaran

pemberdayaan (bab II, hlm.35).

Pelaksanaan terminasi di Balai Melati pada tahun-

tahun sebelumnya (sebelum masa ATENSI) terminasi

dibarengi dengan acara wisuda kelulusan PM yang

dilaksanakan bersama angkatan saat itu. Tetapi di masa

ATENSI ini, Balai Melati melakukan terminasi secara

tidak bersamaan, dikarenakan masa pelayanan yang

hanya dua bulan dan dengan waktu masuk dan keluar

yang berbeda-beda (bab IV, hlm.118). Pelaksanaan

terminasi dapat dilakukan sebelum dua bulan masa

pelayanan, apabila PM disalurkan kerja sebelum jangka

waktu tersebut. Tetapi apabila setelah dua bulan masa

pelayanan sudah habis, maka PM harus segera

diterminasi. Penjelasan tersebut membenarkan

bahwasanya di dalam teori proses pemberdayaan menurut

Isbandi Rukminto, dalam tahapan terminasi tidak jarang

dilakukan bukan karena sasaran pemberdayaan sudah

mandiri, tetapi karena masa agenda yang sudah harus

dihentikan karena sudah melebihi batas waktu yang

ditentukan (bab II, hlm.35).

149

B. Analisis Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui

Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas

Tunarungu di Balai Melati

Dengan adanya proses pemberdayaan ekonomi melalui

penyaluran tenaga kerja yang dilakukan Balai Melati,

menjadikan terealisasinya keberdayaan bagi para penyandang

disabilitas tunatungu, hal tersebut sejalan dengan Visi Balai

Melati yakni “Terwujudnya kesejahteraan sosial bagi

penyandang disabilitas sensorik rungu wicara (PDSRW)”

(bab III, hlm.64).

Penelitian ini membahas hasil pemberdayaan ekonomi

yang dilakukan Balai Melati terhadap Penerima Manfaat

(PM) yang telah disalurkan bekerja. Berdasarkan temuan

penelitian yang dilakukan peneliti kepada tiga alumni PM

angkatan lulus 2020 yang sudah disalurkan untuk bekerja di

beberapa perusahan, peneliti menemukan kesulitan untuk

berkomunikasi melalui personal chat dengan mereka (bab IV,

hlm.122) itu dikarenakan karakteristik penyandang tunarungu

ialah terdapat kurangnya pengetahuan dalam kosakata (bab II,

hlm.48).

Dan berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan peneliti

kepada alumni PM tersebut, akan dijabarkan hasil analisisnya

seperti dalam poin-poin berikut ini :

1. Kebebasan Mobilitas

150

PM yang sudah disalurkan untuk bekerja memiliki

kebebasan mobilitas di dalam keseharian mereka. Seperti

hal nya D yang bertempat tinggal di kosan sekitar daerah

tempat ia bekerja selama bekerja di Burger King, setiap

jadwal kerja, D berjalan kaki sendirian untuk datang ke

tempat kerja. Sedangkan B dan F melakukan mobilitas ke

supermarket, pasar, mall, dan juga tempat wisata, dan

mereka menyebutkan bahwasanya mereka dapat

berpergian sendiri, dan senang untuk melakukan kegiatan

tersebut secara mandiri (bab IV, hlm.126). Selain

berpergian, hasil pemberdayaan yang didapat ialah mereka

memiliki banyak teman baru di tempat mereka kerja (bab

IV, hlm.124).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwasanya PM yang

sudah disalurkan untuk bekerja dapat memenuhi indikator

pemberdayaan kebebasan mobilitas dengan tingkat

mobilitas yang tinggi. Karena, yang dikatakan bahwa

indikator kebebasan mobilitas ialah kemampuan individu

untuk berpergian keluar rumah atau wilayah tempat

tinggalnya, dan dapat dianggap memiliki mobilitas tinggi

apabila individu tersebut melakukannya sendirian (bab II,

hlm.40).

2. Kemampuan membeli komoditas kecil

PM yang sudah bekerja memiliki pendapatan yang

cukup yang mereka dapatkan karena pekerjaan tersebut,

berdasarkan data temuan lapangan yang peneliti temukan,

151

PM menggunakan uang hasil bekerja mereka untuk

membeli keperluan sehari-hari seperti sekedar membeli

makanan, dan berbelanja di pasar (bab IV, hlm.127).

Berdasarkan hal diatas, dapat dikatakan bahwa PM

yang telah disalurkan untuk bekerja dapat memenuhi

indikator hasil pemberdayaan ekonomi untuk kemampuan

membeli komoditas kecil karena kemampuan mereka

menggunakan uang pendapatan mereka untuk berbelanja

kebutuhan harian. Dikatakan mampu, sebab di dalam teori

hasil pemberdayaan dalam segi kemampuan membeli

komoditas kecil menyebutkan bahwa kemampuan individu

untuk membeli kebutuhannya sehari-harinya dan poin ini

tinggi apabila ia dapat membeli barang-barang tersebut

dengan menggunakan uangnya sendiri (bab II, hlm.40).

3. Kemampuan membeli komoditas besar

Tidak hanya dapat membeli barang-barang kebutuhan

sehari-hari, PM yang telah diberdayakan dengan disalurkan

bekerja ini dapat menggunakan uang gaji mereka untuk

sekedar berpergian ke tempat wisata, dan juga ke mall.

Tidak hanya itu, berdasarkan observasi yang dilakukan

peneliti, PM bernama B memiliki smartphone baru dengan

harganya cukup tinggi, dan ia membelinya dengan uangnya

sendiridari hasil ia bekerja (bab IV, hlm.128).

Dari penjabaran tersebut, dapat dikatakan bahwa PM

yang telah mendapatkan proses layanan pemberdayaan di

152

Balai dan disalurkan untuk bekerja di perusahaan, dapat

memenuhi indikator kemampuan membeli komoditas besar

dikarenakan apa yang mereka dapat berpergian ke tempat

wisata, berpergian ke mall, dan juga membeli sebuah unit

smartphone terbaru. Hal ini dibenarkan dengan adanya

teori hasil pemberdayaan yang menyebutkan bahwa

kemampuan membeli komoditas besar adalah kemampuan

individu untuk dapat membeli keperluan sekunder maupun

tersier , dan ia dapat membelinya menggunakan uangnya

sendiri (bab II, hlm.40).

4. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga

Analisis hasil pemberdayaan ekonomi yang dilakukan

oleh PM yang sudah disalurkan bekerja, bahwa dari hasil

uang gaji bekerja yang mereka terima, seperti yang

dilakukan B dan F, sebagian gaji yang mereka terima akan

mereka kirimkan kepada orangtua mereka di kampung

halaman (bab IV, hlm.127-128), tetapi D tidak melakukan

hal tersebut yang disebabkan pada masa pandemi seperti

sekarang ini gaji yang didapat D sangat sedikit (bab IV,

hlm.128). Dan selain itu, mereka mengatakan bahwasanya

uang yang mereka dapat akan mereka gunakan untuk

menabung demi masa depan mereka.

Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat dikatakan

bahwa hasil pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran

tenaga kerja yang dirasakan oleh PM berhasil melampaui

indikator jaminan ekonomi dan kontribusi keluarga, hal ini

153

dikarenakan kemampuan mereka dalam menabung dan

memberikan uang kepada orangtua mereka. Hal tersebut

dibenarkan dengan teori hasil pemberdayaan dengan unsur

jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga adalah

indikator yang diukur dengan hal-hal yang keterkaitan

dengan aspek ekonomi (bab II, hlm.41).

BAB VI

PENUTUP

Pada bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dan saran

berdasarjan hasil temuan yang di dapatkan pada bab-bab

sebelumnya mengenai proses pemberdayaan ekonomi penyandang

disabilitas tunarungu melalui penyaluran tenaga kerja oleh Balai

Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu

Wicara (Balai Melati) Bambu Apus, Jakarta Timur.

A. Kesimpulan

1. Proses Pemberdayaan Ekonomi Melalui

Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas

Tunarungu di Balai Melati

Pemberdayaan ekonomi melalui penyaluran tenaga

kerja penyandang disabilitas tunarungu yang dilakukan

Balai Melati yakni melalui beberapa tahapan berikut : (1)

Tahapan persiapan (engagement). Pada tahap ini, Balai

Melati memfokuskan untuk mempersiapkan petugas

untuk melakukan sosialisasi ke Dinas Sosial dan juga

SLB (Sekolah Luar Biasa) terkait program pemberdayaan

yang ada di balai, mempersiapkan petugas untuk

melakukan penjajakan ke perusahaan-perusahaan. Selain

menyiapkan petugas, Balai Melati pada tahapan ini juga

melakukan penyiapan lapangan, yang artinya, dilakukan

segala persiapan terkait dengan pendaftaran awal CPM

(calon penerima manfaat) untuk menjadi PM (penerima

155

manfaat) yang akan menghasilkan kontrak awal. (2)

Tahapan pengkajian (assessment). Pada tahap ini, Balai

Melati melakukan proses wawancara dengan

menggunakan instrument assessment yang bertujuan

untuk mengidentifikasi tentang permasalahan serta

potensi yang dimiliki PM. Dan di tahap ini juga Balai

Melati memfasilitasi PM untuk menyusun permasalahan

mana yang paling urgent bertujuan agar balai dapat

memfokuskan layanan pada permasalahan dan kebutuhan

PM. (3) Tahapan perencanaan. Pada tahap ini, Balai

Melati melakukan forum resmi untuk membahas terkait

perencanaan program penyaluran kerja yang akan

dijalankan pada masa ATENSI tahun ini. Setelah program

tersebut dirancang, petugas akan melakukan penempatan

PM dengan program-program yang ada berdasarkan hasil

partisipatif PM melalui wawancara assessment

sebelumnya. (4) Tahap Pelaksanaan. Pada tahap ini,

program-program yang sudah direncanakan sebelumnya

akan dilaksanakan, dibutuhkan kerjasama antar petugas

dengan PM dalam menjalankan program tersebut, maka

dari itu untuk pelaksanaan kegiatan di setiap harinya

sudah dirancang menggunakan jadwal harian, di dalam

jadwal tersebut terdapat nama-nama petugas yang

bertanggung jawab di setiap rangkaian kegiatannya. Di

dalam pelaksanaan pemberdayaan ekonomi melalui

penyaluran tenaga kerja, ada beberapa tahapan yang juga

harus dilaksanakan: a) Keterampilan softskill dan

156

hardskill. Dibutuhkan keterampilan softskill dan juga

hardskill yang harus dilakukan oleh PM sebelum ia diikut

sertakan untuk disalurkan bekerja. Pelaksanaan

keterampilan softskill difokuskan untuk melatih

kemampuan PM dalam melakukan pembelajaran yang

berkaitan hal-hal yang ada kaitannya dengan pekerjaan,

seperti pembelajaran kepemimpinan, juga pembelajaran

dalam bersikap yang baik. Pelaksanaan keterampilan

hardskill difokuskan untuk melatih kemampuan PM

dalam melakukan salah satu jenis keterampilan

penghidupan yang berguna untuk mereka terapkan untuk

membuat usaha mandiri, juga bermanfaat untuk menjadi

syarat kualifikasi di dalam penyaluran kerja. b) Proses

penyaluran. Ketika PM sudah mendapatkan keterampilan

softskill dan hardskill, maka PM siap untuk disalurkan

bekerja. Sebelum disalurkan bekerja, akan dilakukan

proses CC penyaluran terlebih dahulu, apabila CC

tersebut berhasil maka PM akan melakukan proses

pelamaran kerja dan melakukan interview kerja. (5)

Tahap terminasi. Pada tahap ini Balai melakukan

terminasi (pemutusan layanan) kepada setiap PM yang

sudah disalurkan bekerja maupun dengan PM yang sudah

selesai masa kontrak pelayannnya. Maka dari itu

terminasi dilakukan dengan waktu yang berbeda-beda,

pada masa ATENSI saat ini lama waktu pelayanan hanya

berlangsung selama dua bulan dan bersifat on-off. (6)

Tahap evaluasi. Pada tahap ini petugas yang telah

157

disiapkan akan melaksanakan pengawasan kembali dan

juga motivasi kepada PM yang telah diterminasi yang

sedang bekerja di suatu perusahaan, kegiatan evaluasi ini

biasa disebut dengan binjut (bimbingan lanjut).

2. Hasil Pemberdayaan Ekonomi Melalui Penyaluran

Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Tunarungu

di Balai Melati

Di dalam mengukur tingkat keberdayaan seseorang,

teori milik Schuler, Hashemi, dan Riley di dalam buku

Edi Suharto menyebutkan ada delapan indikator

pemberdayaan, dan proses penyaluran tenaga kerja

penyandang disabilitas tunarungu melalui pemberdayaan

ekonomi yang dilakukan oleh Balai Melati yakni

mengaitkan empat diantaranya, yaitu : (1) Kebebasan

mobilitas. Hasil yang didapatkan PM setelah disalurkan

untuk bekerja adalah kebebasan mobilitas, dikarenakan

mereka memiliki circle sosial yang baru dan juga mereka

dapat berpergian dengan sendirinya ke berbagai tempat.

(2) Kemampuan membeli komoditas kecil. Pada indikator

hasil ini, PM yang telah bekerja memiliki pendapatan gaji

untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka. (3)

Kemampuan membeli komoditas besar. Sama hal nya

seperti indikator hasil sebelumnya, PM yang sudah

bekerja juga mampu memenuhi kebutuhan sekunder dan

tersier dengan uang yang mereka dapatkan. (4) Jaminan

ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga. PM yang telah

158

bekerja dan mendapatkan penghasilan, mereka gunakan

untuk tabungan masa depan dan juga mereka

memberikannya kepada orangtua mereka di kampung

halaman.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang sudah dilakukan

peneliti, peneliti ingin memberikan saran-saran kepada

beberapa pihak yaitu :

1. Kepada para petugas Balai Melati, diharapkan untuk

meningkatkan pelayanan dalam mempersiapkan PM untuk

dapat disalurkan bekerja. Diharapkan untuk dapat terus

memaksimalkan pelayanan yang efektif, meskipun masa

pelayanan masa ATENSI ini hanya berlangsung selama

dua bulan.

2. Kepada PM Balai Melati, diharapkan dapat terus berusaha

untuk semangat dalam mengembangkan diri dengan

mengikuti pelayanan yang ada. Dan kepada PM yang sudah

bekerja, diharapkan dapat memaksimalkan dan juga

menjaga hasil keberdayaan yang sudah didapatkan.

3. Kepada pihak perusahaan penerima PM Balai Melati,

diharapkan dapat mempertahankan kontribusinya terhadap

kelangsungan pemberdayaan dengan cara rutin

mengadakan lowongan pekerjaan kepada PM Balai Melati,

dan juga penyandang disabilitas lainnya.

159

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2002. Pemikiran-Pemikiran Dalam

Pembangunan Kesehjahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga

Penerbit FE-UI.

Agusmidah. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor:

Penerbit Ghalia Indonesia.

Andriyani, Risa Mia; Raden Roro Nanik Setyowati. 2018.

“Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Dalam Memperoleh

Hak Pekerjaan Yang Layak Melalui Pelatihan Di Yayasan

Lumintu Kabupaten Sidoarjo.” Kajian Moral Dan

Kewarganegaraan 6 (2): 276–90.

Anggara, Eka Boma Rezi. 2018. “Penyaluran Tenaga Kerja Anak

Tunarungu SMALB.” Jurnal Pendidikan Khusus 11 (1).

Ansori, Ade Nasihudin Al. 2020. “Jumlah Penyandang Disabilitas

Di Indonesia Menurut Kementrian Sosial.” Liputan6. 2020.

https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-

penyandang-disabilitas-di-indonesia-menurut-kementerian-

sosial.

Arieuffaman, Siti Napsiyah;, and Lisma Diawati Fuaida. 2011.

Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Jakarta: Lembaga penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Asyhadie, Zaeni. 2007. Hukum Kerja : Hukun Ketenagakerjaab

Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

160

Balai Disabilitas Melati. 2021. “Balai Disabilitas Melati Jakarta

Selenggarakan Sosialisasi ATENSI Kepada Keluarga Calon

Penerima Manfaat Dan LKS Mitra Balai.” 2021.

https://melati.kemsos.go.id/balai-disabilitas-melati-jakarta-

selenggarakan-sosialisasi-atensi-kepada-keluarga-calon-

penerima-manfaat-dan-lks-mitra-balai.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif -

Komunikasi,Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial

Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Citra, Amelda Tiara. 2020. “Pemberdayaan Dalam Program Terapi

Psikososial Di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandangan

Dan Pengemis Pangudi Luhur Bekasi.” Skripsi.

Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan

Khusus. Yogyakarta: Psikosain.

Dewi, Aulia. 2017. “Pemberdayaan Remaja Penyandang

Disabilitas Di Sekolah Luar Biasa Sukarame Kota Bandar

Lampung.” Institut Agama Islam Negeri Raden Saleh Intan

Lampung.

Dia, Iis Maulid. 2016. “Peran Sekolah Menengah Atas Luar Biasa

Tunarungu (SMALB-B) Karya Mulia Dalam Menyalurkan

Tenaga Kerja Alumni.” Universitas Jember.

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak

Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hikmah, Nur. 2014. “Pemberdayaan Keterampilan Menyulam

161

Bagi Penyandang Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa (SLB B-

C) Sumber Budi Jakarta Selatan.” UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jayani, Dwi Hadya. 2021. “Akses Pekerjaan Penyandang

Disabilitas Makin Sedikit.” Databoks. 2021.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/09/akses

-pekerjaan-penyandang-disabilitas-makin-sedikit.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2016. “KBBI

Daring.” 2016. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/tenaga

kerja.

Kumparan. 2020. “Menaker: Ada 289 Ribu Penyandang

Disabilitas Yang Menganggur.” KumparanBISNIS. 2020.

https://kumparan.com/kumparanbisnis/menaker-ada-289-

ribu-penyandang-disabilitas-yang-menganggur-

1tqx2oORbBo/full.

Lamuji. 2019. “Pemberdayaan Penyandang Disbilitas Oleh Batik

Tulis Shihaali Di Kampung Tunggal Warga Kecamatan

Banjar Agung Kabupaten ….” Universitas Islam Negeri.

Mahkamah Konstitusi. 2015. “Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia.” 2015.

https://www.mkri.id/index.php?page=web.PeraturanPIH&id

=2&menu=6&status=1.

Majid, Nurkholis. 2019. “Pemberdayaan Penyandang Disabilitas

Melalui Program Kewirausahaan Budidaya Burung Puyuh

162

Studi Di Yayasan Difabel Mandiri Indonesia.” UIN Sultan

Maulana Hasanuddin Banten.

Mercer, Colin Barner; Geof. 2007. Disability. Edited by Kusmana;

Siti Napsiyahi. Jakarta: PIC UIN Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: PT Remaja Rosdakary.

Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta:

BPFE.

Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: PT Remaja.

Noor, Henry Faizal. 2015. Ekonomi Publik. Jakarta: Penerbit

Indeks.

Rachmawati, Septiani. 2020. “Strategi Pemberdayaan Soft Skills

Penyandang Disabilitas Di Deaf Cafe and Car Wash Cinere

Depok Jawa Barat.” Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Samosir, Ridho Biwanda. 2021. “Proses Metode Participatory

Action Research Dalam Program Pendampingan Komunitas

Pedesaan Lembaga Bina Desa.” Skripsi.

Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:

PT Refika Aditama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

163

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyrakat Memberdayakan

Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama.

Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian

Rakyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Surwanti, Arni. 2014. “Model Pemberdayaan Ekonomi

Penyandang Disabilitas Di Indonesia.” Jurnal Manajemen &

Bisnis 5 (1).

Syafe’i, Agus Ahmad. 2001. Manajemen Pengembangan

Masyarakat Islam. Bandung: Gerbang Masyarakat Baru.

Tata Usaha Balai Melati. n.d. Balai Rehabilitasi Sosial

Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara

(BRSPDSRW) “Melati” Jakarta. Jakarta.

———. 2020. Company Profile Melati. Jakarta: Balai Rehabilitasi

Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. n.d.

“Jumlah Individu Yang Menderita Cacat Menurut Kelompok

Usia Dan Jenis Kelamin Dengan Status Kesejahteraan 40%

Terendah Di Indonesia.” Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan. Accessed September 5, 2021.

http://bdt.tnp2k.go.id/sebaran/.

Yasin, Muhammad Ihsan; Nurlina Cipta Apsari. 2020. “Pembinaan

Orang Dengan Disabilitas Rungu Untuk Mendapatkan

Pekerjaan.” Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada

Masyarakat 7 (2).

164

LAMPIRAN 1

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 1

Nama : Bapak Romal Uli Sinaga

Keterangan : Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Balai Melati

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Apa yang

melatarbelakangi

penyaluran

tenaga kerja di

Balai Melati ?

Sebenarnya penyaluran tenaga kerja

di Balai ini adalah opsi kedua,yang

menjadi tugas pokok dan fungsi kami

adalah mengembalikan keberfungsian

sosialnya. Aaa ketika dunia kerja yang

menjadi tuntutan jugalah yang artinya

dimana rehabilitasi sosial itu

disempurnakan jika mereka bisa

disalurkan bekerja. Karena disitu ada

kemampuan keberfungsian sosialnya,

ekonominya ,bagaimana dia dapat

memandirikan dirinya pasca terminasi

dari kita. Poinnya sih itu, bagaimana

mereka melengkapi keberfungsiannya

secara ekonomi, itu yang paling

urgent. Kedua, ya memang karena visi

misi kita itu tentang menyiapkan anak

menjadi mandiri, artinya bagaimana

165

dia memberikan kehidupan yang

layak bagi dirinya dan juga dapat

membantu lingkungan sekitarnya baik

itu keluarganya. Logika

sederhananya, ketika orang bekerja

tidak hanya untuk menunjukkan atau

membuktikan kompetensi yang

didapatkan di dalam dunia

pendidikan. Namun juga disisi lain di

segi ekonomi, dimana dia dapat

mencukupkan dirinya dengan upah

yang didapatkan. Bekerja tidak hanya

menunjukkan eksistensi, dia juga

butuh sesuatu yang bersifat ekonomis

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dari dulu memang kita mempunyai

networking dengan berbagai macam

perusahaan, dan memang untuk

memberikan kesempatan bagi anak-

anak penyandang disabilitas dalam

rujukan dari kita.

2 Bagaimana

proses dan

pelaksanaan

penyaluran

Ada beberapa tahapan ya, hmm yang

pertama memang kami disini

menyiapkan mereka secara softskill

nya, ada kepercayaan dirinya,

166

tenaga kerja di

Balai Melati ?

meningkatkan keberfungsian

sosialnya, meningkatkan mental

psikologisnya, artinya secara softskill

kita siapkan terutama untuk bisa

misalnya masuk dunia kerja.

Yang kedua yaitu misalnya sesuai

dengan kompetensi yang dibutuhkan

di dalam dunia kerja, kita sesuaikan,

misalnya dia di tata boga biasanya

masak-memasak berarti kita arahkan

ke perusahaannya ke Burger King

yang sudah menjadi partner kita

karena sudah mau menerima anak-

anak kita. Misalnya juga dalam

keterampilan komputer, untuk

bagaimana dia nanti di dunia kerja

bisa melakukan kegiatan-kegiatan

yang bersifat administratif di

komputer, melakukan laporan-laporan

di komputer, juga membuat

presentasi. Jadi hardskill ini kita

sesuaikan dengan 10 jenis

keterampilan yang ada di Balai, dari

situ kita mencoba memberikan

pengajaran kepada mereka

167

kemampuan-kemampuan teknis yang

berkaitan dengan dunia kerja.

Selanjutnya, setelah kita cukup

matang di softskill dan hardskillnya,

baru kita berikan rekomendasi kepada

perusahaan apabila perusahaan

tersebut membutuhkan atau membuka

lowongan baru di perusahaannya.

Lalu misalnya mekanisme

perusahaan, mereka punya

mekanismenya internal, biasanya

mereka melakukan proses sleksi terus

wawancara, eeee baik itu bisa di Balai

kita bisa di Perusahaan. Tidak semua

bisa sesuai dengan kualifikasi itu,

karena banyak yang mendaftar tapi

sedikit formasi yang dibutuhkan oleh

perusahaan itu. Pada intinya, kami

sudah memberitahukan kepada pihak

perusahaan bahwa anak-anak ini

kompeten dalam pekerjaan. Dimana

mereka lebih fokus, lebih tuntas dalam

mengerjakan sesuatu hal, karena

mereka rungu wicara ya jadi tidak

banyak komplen, jadi mereka lebih

fokus pada tugas dan pekerjaannya

168

karena mereka tidak terganggu

dengan kebisingan.

Tahapan selanjutnya ya jika mereka

sudah bekerja disana kita akan tetap

mendampingi, misalnya sampai

tandatangan kontrak. Tidak hanya itu,

jika mereka sudah bekerja disana dan

jika perusahaan-perusahaan itu

memiliki masalah dengan anak ini,

misalnya dari kinerja kerjanya,

misalnya tingkat produktifitas

kerjanya rendah di sebuah perusahaan,

biasanya juga perusahaan akan

melapor ke kita, karena kita membuat

garansi jaminan ke mereka apabila ada

anak-anak bermasalah walau sudah

tidak menjadi tanggungan kita dan

sudah menjadi tanggungan

perusahaan karena sudah mandiri.

Namun, faktanya memang kita selalu

memberikan bantuan ke perusahaan

apabila ada anak-anak yang

bermasalah, tetap memberikan

motivasi ke mereka agar dapat bekerja

baik. Biasanya ada laporan ke saya,

dan nanti akan ada peksos yang

169

mendampingi anak yang

bersangkutan.

3 Adakah kriteria

khusus untuk

penerima

manfaat (PM)

yang akan

disalurkan ?

Engga, kalau dulu memang kita

syaratkan enam bulan dulu kita

syaratkan untuk dapat proses

pelatihan disini , namun dengan

banyaknya rungu wicara dan memang

harus banyak yang kita layani, jadi ada

baiknya memang secepat mungkin

mereka dapat bekerja. Sekarang

mekanismenya kalau mereka hanya

sebulan dua bulan disini juga kita bisa

salurkan, tergantung memang dari

kopetensi si anak ini. Yang paling

penting memang kita menyiapkan

kepercayaan dirinya, softskillnya,

sosial psikologinya, mentalnya kita

siapkan untuk dapat siap bekerja.

4 Apa faktor

pendukung dan

penghambat

dalam

menjalankan

proses

Networking kita sudah siap dengan

perusahaan-perusahaan untuk

mempekerjakan para penyandang

disabilitas. Juga faktor pendukung

dengan adanya UU Penyandang

Disabilitas No8 Tahun 2016.

170

penyaluran

tenaga kerja ini ?

Selanjutnya, faktor pendukung

lainnya keinginan yang kuat daripada

klien kita untuk dapat bekerja. Faktor

pendukung lainnya ya balai kita

branding nya udah kuat, bahwa disini

adalah tempat yang dimaan selesai

dari sini pada klien dapat disalurkan

bekerja. Dukungan keluarga dan

orang tua juga sangat bermanfaat.

Juga pendukung dari stakeholders

lainnya misalnya Dinas Sosial atau

Lembaga Kesejahteraan Sosial yang

menjadi perujuk para penerima

manfaat untuk mendapat pelayanan

disini.

Faktor penghambatnya dari

kualifikasi, anak-anak kita ini

terkadang tidak sesuai dengan

kualifikasi yang diharapkan

perusahaan-perusahaan. Misalnya

perusahaan ingin yang lulusan ijazah

SMA, namun kebanyakan anak-anak

kita itu hanya lulus SMP atau SD atau

bahkan ga sekolah. Faktor

selanjutnya, kadang kompetensi

hardskillnya itu tidak cocok dengan

171

kebutuhan perusahaan, karena itu hak

perusahaan untuk siapa yang dapat

mereka terima.

5 Bagaimana kah

proses CC (Case

Conference)

penyaluran

tenaga kerja PM

di Balai Melati?

CC itu diskusi semua pementingan,

peksosnya, pengasuhnya,

intrukturnya, dari manajemen

strukturalnya, ya untuk menentukan

anak itu misalnya mau bertugas ke

perusahaan. Seperti nanti bagaimana

kontrak kerjanya, bagaimana nanti

misalnya tempat tinggalnya, misalnya

nanti proses supervisi atau monitoring

saat bekerja disana, nanti kalau ada

masalah-masalah siapa yang akan

dikontak oleh perusahaan. Ya hal-hal

yang terkait dengan pekerjannya itu

nanti, itulah yang kita bicarakan di

CC. Jadi CC itu menjadi penentu

secara formalnya dialah (CC) yang

menjadi forum resmi untuk

melakukan terminasi ke anak. CC

disini berdasarkan case. Proses disini

mencari solusi, mencari kesimpulan

dan menentukan.

172

6 Apa pengertian

dari pelayanan

terapi yang ada di

Balai Melati ?

Terapi fisik itu olahraga, senam,

kesehatan jasmani, baris berbaris,

terkait juga dengan pemeliharaan

kesehatannya, pemeriksaan kesehatan

rutin. Terapi psikososial itu dilatih

kognitifnya dilatih afeksinya, artinya

bagaimana dia lebih percara diri,

misalnya sederhananya gitu kan,

bagaimana dia dilatih untuk dapat

mengemukakan pendapat apabila dia

sedang ada di dalam suatu forum

diskusi, bagaimana dia dapat

beradaptasi dengan lingkungannya.

Kalau terapi mental spiritual itu

berkait dengan keagamaan, pengajian

misalnya ada juga pesantren kilat, ada

juga pengajian. Mental spiritual

itukan menjaga keseimbangan antara

hati pikiran dengan alamnya.

173

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 2

Nama : Ibu Sherly

Keterangan : Kepala Seksi Assessment dan Advokasi Balai

Melati

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan

pendekatan

awal?

Pendekatan awal itu kan seperti

semacam sosialisasi ke dinas-dinas

sosial, SLB-SLB tentang balai kita,

bahwa kita punya nih balai rungu

wicara di Jakarta Timur, kalau ada

anak dengan kriteria yang memenuhi

sasaran balai kami, silahkan dikirim

ke balai kita. Kalau dulu kan kita

pelayanan 2 tahun, terus ada juga 6

bulan, dan sekarang masa atensinya

itu hanya 2 bulan. Dua bulan itu kita

usahakan sudah mandiri nanti

pulangnya. Intinya di tahap ini

sosialisasi ke dinas sosial atau SLB-

SLB tentang kegiatan-kegiatan kita.

Disini juga kita mengidentifikasi PM

nya bener ga disitu rungu wicara

174

dengan kriteria yang memang sudah

kita tentukan. Terus kita kasih juga

motivasi yang kadang-kadang ada

yang orang tua juga yang tidak bisa

melepaskan anaknya nih untuk ke

balai, karena mainset orang kan beda

ya tentang asrama itu yaaa, misalnya

mainset asrama makannya ga enak,

disana nnti sepi, gitu

2 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahap

seleksi ?

Di proses seleksi, setelah di cek

berkas dan kita lihat dulu apa

identifikasi tadi bener tidak dia rungu

bicara, kalau sudah memenuhi syarat

yg ada di balai, yaudah berarti proses

seleksi kita buat, lalu keterima di

balai.

3 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahapan

assessment ?

Assessment itu kita identifikasi

mengukur kemampuan mereka, kita

assessment, dan nanti hasil assessment

nya apakah mereka nanti untuk

keterampilannya menjahit, atau lebih

condong ke tata boga, atau nnti setelah

keluar dari sini mereka mau

mempersiapkan mental diri seperti

apaa. Jadi kita lihat nih dari awal kita

175

wawancara dengan form assessment

kami, nnti kita cek disitu nanti

kebutuhan anak nih apasi kedepannya.

Jadi kita ga salah sasaran untuk

melakukan pelatihan disni nntinya.

Apakah itu pelayanan terapi mental

seperti contohnya untuk menjadikan

mental dia kuat kalau nanti bekerja

diluar sana, ada juga terapi wicara,

juga ada terapi penghidupan. Kalau

peksosnya sudah menentukan kemana

keahlian mereka misalnya si A setelah

lulus dari sini dia ingin buka usaha

makanan dengan ibunya dirumah,

berarti kita arahkan ke keahlian tata

boga. Atau mereka dirumah sudah

punya usaha jahit dan anaknya (PM)

yang meneruskan, berarti kita arahkan

ke keahlian menjahit.

4 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

Orientasi, sebenanya orientasi disini

lebih ke pengenalan lingkungan

terutama progam-program yg ada

disin. Misalnya di saya, apa saja si

programnya (bagian assessment dan

advokat) misalnya ada masalah atau

ada butuh bantuan bisa ke saya.

176

dengan tahapan

orientasi ?

Orientasi aja kita keliling-keliling.

Melihat-lihat ruang keterampilan dan

mencoba apakah pas ga yah atau

cocok tidak ya saya dengan

keterampilan ini.

5 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahapan

rencana

intervensi ?

Rencana intervensi itu, setelah kita

melakukan tahapan assessment kita

biasanya kumpul bersama dengan ada

psikolognya, terapi wicaranya,

peksosnya, kita menentukan rencana

intervensi untuk anak ini apa untuk 2

bulan ini, misalnya si anak butuh

penguatan mental, nanti peksosnya lah

yg merujuk ke pembimbing

mentalnya, atau ini anak butuh terapi

wicara. Ada terapi fisik yang berarti ya

kesehatan, terapi psikososisal ya lebih

ke kehidupan sehari-hari mereka

seperti apa, terapi mental lebih ke

mental agamanya, penguatan mental

ketika dia sudah di dunia usaha,

kekuatan mental apabila mereka

membandingkan gaji mereka. Terapi

penghidupan itu keterampilan/

vokasional.

177

6 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahapan

resosialisasi ?

Resosialisasi itu biasanya kita

sebelum pandemi, anak-anak kita

arahkan untuk PBK (Praktek Belajar

Kerja) di perusahaan-perusahaan yang

bermitra dengan kita dengan jangka

waktu sebulan. Tapi kalau di program

atensi ini, tidak bisa kita harapkan

karena waktunya sangat sedikit, dan

sepertinya tidak dapat dilaksanakan.

7 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahapan

reunifikasi dan

integrasi?

Reunifikasi itu kalau tahun kemarin

seperti wisuda, karena kan masuk nya

selama 6 bulan dan tamatnya bareng,

kalau sekarang kan gabisa lagi. Kita

sistemnya udah on/off, kalau pandemi

sekarang kita terima 20 anak , yang

boleh ada di asrama Cuma 20 anak aja,

mereka kan masuknya beda-beda nih,

kalau ada yang udah selesai 2 bulan

yaudah nanti ada yang masuk lagi

yang baru, jadi lulusnya tidak

serentak. Setelah reuinifikasi kita

salurin mereka ke perusahaan atau ada

yang usaha mandiri kita bantu dengan

modal usaha. Modal usaha kalau dulu

kita pakai cash transfer tapi sekarang

sudah tidak boleh lagi. Kalau sekarang

178

beda ya, kalau sekarang ini anak-anak

selama mendapat pelayanan disini

hanya mendapat uang Rp. 2.400.000,-

sudah include semuanya disitu , ya

makannya ya bajunya dan nanti kalau

masih ada uang ya berarti itu nanti

menjadi model usaha mereka.

8 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahapan

terminasi ?

Terminasi, ya persiapan mereka

kelulusan, terminasi itu kan selesai

layanan ya, nanti disitu peksos yang

menilai PM sudah layak belum nih

untuk di terminasi, berarti kan peksos

harus monitoring terus ya, dan kalau

memang kira-kira sudah bisa untuk

terminasi yaudah langsung terminasi

baik itu dua bulan, satu bulan, atau

bahkan dua minggu.

9 Menurut

pendapat ibu

dalam tahapan

pelayanan di

Balai Melati, apa

yang dimaksud

dengan tahapan

bimbingan lanjut

?

Bimbingan lanjut itu, setelah anak

keluar dari sini, nanti kita masih

monitoring tuh mereka, apakah

kerumahnya apakah ke perusahaan,

kita ngadain kunjungan. Kita kasih

motivasi-motivasi lagi nanti seperti

apa, kita bisa lakukan lewat telefon

kalau memang anaknya berada di luar

pulau. Biasanya kalau di dalam kota

179

ada perusahaan yang minta kalau anak

ini bermasalahan dan minta bantuan

Balai, yaudah kita melakukan

bimbingan lagi kesana. Jadi setelah

PM bekerja bimbingan lanjut ini

dilakukan kalau dibutuhkan saja.

Kalau bimbingan lanjut tuh

sebenarnya tetap ya prosesnya, karena

bagaimana pun ceritanya PM masih

dalam pantauan kita nih selama 5

tahun kedepan nih, perkembangannya

seperti apa, apakah masih di

perusahaan ini atau sudah pindah.

Tapi selama ini sih kita memantau

tidak hanya selama tahun saja, tapi

selamanya, selama anak itu masih

membutuhkan.

180

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 3

Nama : Ibu Irma

Keterangan : Pekerja Sosial

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Persiapan apa

yang dilakukan

ketika PM akan

melakukan

proses

penyaluran

tenaga kerja?

Yang pasti sebelumnya si PM itu

harus sudah mampu dulu ya,

maksudnya sudah mampu dalam segi

kesiapannya mereka dulu, apakah

sudah siap belum mereka untuk

disalurkan. Juga dari segi

kemampuannya, setelah itu baru kita

penjajakan ke perusahaan-perusahaan

yang bekerja sama dengan balai kami,

setelah dijajaki, kalau mereka

membutuhkan membuka lowongan

untuk PM kasmi, baru kita membuat

surat lamaran ke perusahaan.

2 Dalam proses

assessment,

apakah hanya

berbentuk form

saja atau juga

Kita wawancara, ada assessment

awal, assessment awal itu waktu

pertama PM datang kesini kita

melakukan assessment awal, masing

ada orang tuanya kita waawancara

181

melibatkan PM

untuk

berdiskusi?

dengan orang tuanya, nanti dilanjut

dengan assessment komperhensif

yaitu assessment keseluruhan, dari

segi wicaranya, SIBI nya, fisiknya,

kemampuan dasarnya, secara

psikologinya.

3 Di dalam tahapan

intervensi,

apakah ada

proses diskusi

yang dilakukan

bersama dengan

PM ?

Ada, pertama dari PM nya dulu

maunya apa, sebelum itu kan kita ada

rencana intervensinya berbentuk CC

(case conference), jadi disini kan

masing-masing pekerja sosial ada PM

dampingannya ya, nanti

dikomunikasikan kalau kita akan ada

CC untuk penyaluran, sebelum PM

disalurkan disitu nanti dirapatkan

dulu, sejauh mana kah kemampuan

PM, sudah siap kah dia untuk

disalurkan kerja. Proses CC ini

dilakukan bersama dengan pekerja

sosial pendamping, pejabat struktural,

intruktur, juga psikolog. Jadi nanti

setelah melakukan CC sudah layak

disalurkan, baru kita salurkan mereka

untuk bekerja.

4 Menurut Ibu,

tujuan dari

Yang pasti kemandirian ya yang

utama, juga supaya PM ini bisa

182

adanya

penyaluran

tenaga kerja ini

seperti apa ?

mandiri bisa diterima di masyarakat,

yang kedua pastinya untuk

meningkatkan taraf ekonomi mereka

5 Bagaimana

proses

penyaluran

tenaga kerja yang

ada di Balai

Melati ini ?

Jadi kami itu kalau menyalurkan PM

itu pasti PM disini harus sudah

terminasi, maksudnya mereka sudah

siap untuk bekerja di luar sesuai

dengan kemampuan yang mereka

miliki. Selanjutnya seperti pada

umumnya saja seperti kalau kita ingin

melamar pekerjaan pastikan ada

syarat-syarat dari perusahaan itu,

masing-masing perusahaan juga

punya standar untuk menerima PM,

dari usia, latar belakang pendidikan,

juga keahlian. Untuk selanjutnya

sama sih, nanti ada pemanggilan, nah

semua proses itu pastinya didampingi

oleh pekerja sosial. Proses CC

dilakukan sebelum menentukan

bagaimana perkembangan mereka

selama di Balai, apakah sudah siap

untuk disalurkan, baik dari segi

mental juga skill nya. Proses CC

dilakukan perorang dan per-PM.

183

6 Metode apakah

yang dilakukan

untuk

memonitoring

PM ketika PM

sedang bekerja ?

Kita biasanya monitoring, kita binjut

(bimbingan lanjut) kesana, untuk

motivasi mereka, dan Karena kita

sudah bekerja sama dengan

perusahaan, jadi kita kalau ada

kendala atau ada masalah tentang PM

kita, kita siap untuk motivasi kesana.

Misalnya ada kendala dari perusahaan

si PM ini males, nanti kita kesana.

Binjut dilakukan sesuai kebutuhan

aja, engga yang setiap bulan juga.

7 Seperti apa

proses terminasi

yang dilakukan

Balai Melati

terhadap PM

yang sudah

disalurkan

bekerja ?

Terminasi itu kan pemutusan layanan

ya, kalau sekarang ketika PM sudah

dinyatakan mampu, yaudah PM lalu

diterminasi. Terminasi dilakukan

sebelum mereka disalurkan bekerja.

Karena kan kalau sudah keluar dari

Balai kan berarti sudah bukan PM

kami, sudah tidak mendapat layanan

di Balai. Jadi diterminasi baru

disalurkan, bisa juga mereka sudah

disalurkan lalu otomatis terminasi

harus kita lakukan. Kalau dulu

memang terminasinya dilakukan

serempak, karena kita ada wisuda

bareng-bareng jadi terminasinya pas

184

wisuda itu, kalau tahun ini terminasi

dilakukan secara masing-masing. Jadi

kebutuhan anak-anak ini tidak sama,

misalnya anak yang satu sudah siap

diterminasi, yaudah terminasi, karena

yang dia butuhkan sudah dapat disini,

dia sudah siap kalau ingin bekerja

atau ingin buka usaha ya langsung

kita terminasi. Terminasi itu kan

bentuk pemutusan layanan ya, jadi

mereka sudah tidak dilayani lagi

disini, biasanya ada formnya, kayak

berita acara modelnya ya,

penandatanganan pihak Balai

menyerahkan kembali PM yang

sudah dilayani disini untuk

dikembalikan ke orang tua, nanti

orang tuanya tanda tangan disitu.

8 Menurut Ibu,

apakah proses

penyaluran ini

menjadikan PM

menjadi

terberdayakan ?

Iya, sangat. Jadi disabilitas itu

diberdayakan, tidak dibeda-bedakan,

kemampuan mereka sebenarnya sama

saja dengan kita, jadi mereka

diberikan kesempatan untuk bekerja.

185

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 4

Nama : Bapak Sulis

Keterangan : Pekerja Sosial

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Apa peranan

terapi

keterampilan

di dalam

proses

penyaluran

kerja?

Karena bisnis proses kita adalah

rehabsos, maka keterampilan itu

hanya sebagai proses penunjang,

penunjang dikarenakan Balai adalah

rehabsos yang otomatis yang utama

adalah mental PM itu sendiri,

kepribadian dia, perubahan prilaku

dia. Tetapi tidak cukup hanya itu,

kami dituntut oleh era globalisasi

yang sangat pesat, maka kita harus

membekali seseorang ini untuk

dibekali skill keterampilannya,

otomatis keterampilan yang kita

bekali bukan hanya sekedar ilmu,

tetapi menjadikan dia memiliki

kegigihan.

2 Bagaimana

proses CC yang

Hampir seluruh kegiatan itu

melakukan CC, nah jadi CC itu

186

ada di Balai

Melati ?

dilakukan pada setiap pembahasan

kasus-kasus yang dianggap sangat

krusial dan sangat penting untuk di

bahas. Ketika CC untuk menyaluran

kerja (recruitment kerja), kita

menawarkan dulu ke dalam, siapa nih

anak-anak kita yang mau, oh si A si B

si C, lalu CC, misalnya ada nih dari

saya lima anak, dari sana dua, dari

sana tiga. Lalu ternyata di dalam CC

itu ternyata ada yang tanpa

sepengetahuan saya sebagai

pendamping, misalnya saya

mendampingi putri di asrama,

kebetulan si putri di asrama itu orang

tuanya sering kunjung ke ibu asrama,

suka terselip kata ‘anak saya

pokoknya kalau selesai dari sini, saya

akan bawa pulang’, nah kan itu

sebuah informasi, jadi CC itu bukan

hanya membahas tentang persoalan-

persoalan saja tetapi mendapatkan

informasi masukan. Berarti ya buat

apa dia dipaksanakn untuk bekerja,

tetapi ini bukan menjadi dipatahkan

untuk dia masuk kerja, kita hubungi

187

dulu orang tua (tugas pendamping)

kita lakukan motivasi, memberikan

keyakinan, meyakinkan bagaimana

pola kalau nanti anaknya bagaimana

kalau diterima kerja di perusahaan,

nah itu pentingnya CC. Jadi ya di

dalam CC recruitment itu tidak

gampang langsung ‘yaudah

semuanya bekerja’ bukan seperti itu,

dilihat juga persoalan-persoalannya,

tergantung di pendamping sudah

yakin, misalnya saya nih anak

dampingan saya anak daerah (luar

Jakarta) semua itu, kalau di pikir kan

mereka itu jarak jauh, bagaimana

kalau dia kerja disini (Jakarta),

bagaimana ini anak kalau ada apa.

Nah disitulah saya akan kontak orang

tua nya, saya harus bisa meyakinkan

,dan juga bisa memberikan advokasi

terhadap anak dampingan saya.

3 Bagaimana

proses untuk

lowongan kerja

bagi Penerima

Pengumuman lowongan kerja itu

biasanya lewat WA (WhatsApp) ,

contohnya alfamidi nih recruitment,

itu pemberitahuannya itu ke kita via

188

Manfaat di Balai

Melati ?

WA, atau anak-anak melihat

pengumuman dan nanti bilang ke kita,

nanti kita tanyakan lagi ke pihak

perusahaan itu. Sifatnya kalau

lowongan itu, itu biasanya antar

lembaga ya seperti kontak pribadi lah

ya antar pejabat, bukan kayak

pengumuman umum. Karena apa?

Karena mereka kenal kita semua,

yang merekrut untuk saat ini adalah

yang kenal dengan lembaga kita, jadi

mereka memberi pengumuman

kepada kita bukan kepada umum.

4 Bagaimana cara

Balai Melati

melakukan

bentuk kerjasama

dengan

perusahaan-

perusahaan yang

akan menjadi

tempat bekerja

para Penerima

Manfaat ?

Kita ada yang namanya itu penjajakan

penyaluran, nah disitu biasanya

petugas-petugas penyaluran kita

melakukan penjajakan ke

perusahaan-perusahaan, atau mencari

peluang kerja, atau mensosialisasikan

tentang balai ini yang telah kita

lakukan. Jadi, kita memberitahukan

kepada halayak perusahaan atau

segala macam itu agar mereka tau

bahwa ada diantara semua kehidupan

itu ada mereka, mereka juga memiliki

189

kesempatan. Jadi ya berkewajibanlah

perusahaan kepada kita untuk

menerima kaum difabel. Nah jadi

itulah tugas kita, petugas yang

melakukan penjajakan, bila nanti ada

peluang, maka kita akan terus

mengadakan pendekatan, seperti

nanti bagaimana rekrutmennya, nah

nanti baru terjadinya MOU.

5 Bagaimana

proses interview

penyaluran kerja

perusahaan untuk

para Penerima

Manfaat di Balai

Melati ?

Kalau misalnya dalam pendampingan

wawancara, biasanya tergantung

Perusahaan, jika Perusahaan

mempunyai translator untuk si anak

berarti si anak ini menjalani interview

dengan sendirinya, tapi rata-rata

perusahaan itu minta translator dari

kita, makanya otomatis akan

didampingi. Interview perusahaan

dengan cara mereka masing-masing,

seperti pihak Alfamidi, itu tidak ada

pendampingan, karena mungkin

sudah pengalaman juga. Tetapi ada

juga perusahaan yang minta

didampingi, seperti Omron, Trimitra,

nah kita dampingin.

190

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 5

Nama : Ibu Diah

Keterangan : Bagian Pendaftaran Calon Penerima Manfaat

(Seksi Assessment)

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Bagaimana proses

penerimaan calon

PM di Balai

Melati ?

Melalui online kalau sekarang, jadi

yang pertamakan di pendaftaran itu

ada nomor hp saya dan nomor pak

Bambang, nah kalau sudah ketemu

nomornya baru beliau kontak saya

atau Pak Bambang untuk

menanyakan proses masuk balai.

2 Apakah calon PM

mendaftar secara

mandiri atau

apakah Balai

Melati yang

mengundang

mereka?

Kalau balai yang mencari, itu kita ke

Dinsos, kalau engga ke SLB,

mengadakan komunikasi atau

informasi. Kalau ke masyarakat

biasanya kita mengadakan

memberikan sebaran informasi, nah

nanti mereka tau nya dari situ.

Kalau yang dari Dinsos, itu mereka

diantarkan ke Balai oleh Dinsos, tapi

kalau yang daftar secara mandiri, itu

dia datang sendiri. Kalau melalui

191

sekolah, itu lewat guru-guru SLB

nya.

3 Apa tahap

selanjutnya

setelah

Pendaftaran dulu, kalau memang

persyaratannya sudah

memungkinkan, sudah lengkap

terutama kalau disini kita menerima

tunarungu murni dan tidak cacat

ganda, lalu baru kita mengadakan

pemanggilan, kalau sudah

pemanggilan si calon PM itu baru ke

balai melakukan wawancara, tahap

keduanya.

4 Setelah proses

pemanggilan,

tahap apa yang

harus dilakukan

CPM?

Kalau memang sudah diwawancara,

berarti sudah masuk balai langsung,

mengikuti pelayanan di asesmen.

Wawancara sudah, baru masuk balai

kalau sudah memenuhi syarat.

5 Pada tahapan apa

kontrak awal

dengan CPM

dilakukan ?

Di tahap mau masuk balai, pengisian

berita acara, disaat sudah

pemanggilan, tanda tangan kontrak

mau mengikuti pelayanan di balai,

kalau memang siap mau ikut

pelayanan di balai si PM itu tidak

boleh menikah, harus sopan santun,

mengikuti tata karma, baru diterima.

Untuk tahap awal pendaftaran ya

192

mba, persyaratan itu lengkap semua,

ada dari mulai pendaftaran, surat

pernyataan, berita acara, kontrak

layanan, dan form asesmen.

6 Apakah di setiap

daerah memiliki

kuota untuk

masuk ke balai ?

Tidak ada, siapa yang daftar duluan,

itu yang kita panggil lebih dulu.

Disini kan waiting list, nah apabila

ada yang keluar, baru kita ada

pemanggilan, karena kita sistemnya

on-off. Dan di situasi pandemi ini

kami kalau mau mengadakan

pemanggilan hanya 50%, yang

biasanya 40, kami memanggilnya

hanya 20, itupun PM yang daerahnya

dapat dijangkau seperti

JABODETABEK.

193

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 6

Nama : Bapak Samin

Keterangan : Instruktur Keterampilan Salon

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Ada berapa PM

yang mengikuti

kelas

keterampilan

salon ?

Ada tiga PM (A, F, R)

2 Apa yang

diajarkan di kelas

keterampilan

salon ?

Kita nanti sesuai dengan kebutuhan

anak yang mereka niat. Tata rias kan

juga ada kurikulumnya ya, di modul

memang ada tata rias rambut, tata

rias kulit, tata rias wajah, tata rias

pengantin, nah sekarang kita ambil

pelajaran tata rias pengantin. Karena

juga waktunya hanya dua bulan

jadinya sedikit waktu, karena dalam

satu mata pelajaran itu kita

mengikuti minimal dua bulan ya, jadi

kita hanya fokus di satu pelajaran

saja yang mereka butuhkan.

194

3 Bagaimana cara

menyiapkan PM

agar siap untuk

bekerja melalui

keterampilan ini?

Selama nanti belajar dua bulan,

mereka ini misalnya senang merias

wajah, nah mereka itu setelah keluar

dari balai ini, saya sebagai instruktur

itu otomatis berusaha agar mereka

senang melakukan pelajaran ini, dan

mampu melakukannya agar siap

untuk bekerja. Yang penting mereka

mau belajar dan semangat. Juga yang

terpenting kita bekalkan mental,

mental untuk berani merias dan tidak

takut untuk salah.

4 Apa faktor

penghambat dan

pendukung bagi

PM dalam

melaksanakan

pembelajaran ini ?

Hambatannya ya komunikasi, yang

jelas komunikasi yang jelas menjadi

hambatan bagi mereka. kalau faktor

pendukungnya itu adalah mental dan

orang tua, terutama orangtua yang

mendorong dan mendukung mereka.

195

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 6

Nama : Ibu Grin

Keterangan : Instruktur Keterampilan Tata Boga

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Ada berapa PM

yang mengikuti

kelas

keterampilan

salon ?

Ada dua, sebelumnya yang sudah di

terminasi ada enam PM.

2 Apa yang

diajarkan di kelas

keterampilan tata

boga ?

Yang diajarkan itu mulai dari kue

kering, kue basah, pudding. Cuma

kalau mau mengejar semua kan

dalam waktu dua bulan ini melihat

kemampuan PM juga, mungkin

kalau PM nya cepat tanggap dengan

tiga sampai empat pertemuan itu

dapat mengerjakan kue sendiri. Hari

ini lagi belajar buat donat, kalau

mereka belum bisa buatnya, besok

diulang lagi sampai mereka bisa.

Karena dua bulan ini kita mengejar

PM ini dapet apa, percuma kalau

196

belajar banyak kue tetapi lupa

semua.

3 Bagaimana cara

menyiapkan PM

agar siap untuk

bekerja melalui

keterampilan ini?

Dengan cara mengulang-ulang

pelajaran, karena kalau disini

sebulan misalnya seminggu kita

ajarkan dua macam kue, tetapi

biasanya anak-anak ini kalau tidak

diulang-ulang itu mereka lupa lagi.

Jadi lebih baik misalkan dalam dua

bulan PM hanya menguasai dua

macam kue, yaudah kita perdalam.

4 Apa faktor

penghambat dan

pendukung bagi

PM dalam

melaksanakan

pembelajaran ini ?

Faktor penghambatnya ya

kemampuan daya tangkapnya lain-

lain ya, terus missal hari ini diberikan

pelajaran besok sudah lupa lagi, jadi

harus diulang-ulang. Faktor

pendukungnya harus kita beri

motivasi, walaupun itu salah tetapi

mereka menjadi lebih percaya diri

untuk memperbaiki lagi.

197

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 8

Nama : Bapak Umar

Keterangan : Instruktur Keterampilan Komputer

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Ada berapa PM

yang mengikuti

kelas

keterampilan

salon ?

Tahun ini ada lima, kemarin ada

satu yang udah terminasi udah kerja.

2 Apa yang

diajarkan di kelas

keterampilan

komputer ?

Paling disini komputer itu menuju

target seperti admin, kasir, jadi ya

belajarnya itu di word, excel, kalau

masih ada waktu belajar ke power

point. Jadi lebih belajar tentang

aplikasi perkantoran.

3 Bagaimana cara

menyiapkan PM

agar siap untuk

bekerja melalui

keterampilan ini?

Diajarkan etika-etika dan cara

penulisan yang baik dan benar, koma

juga titiknya. Karena kan tujuan

keterampilan ini kan belajar

mengenai admin.

4 Apa faktor

penghambat dan

pendukung bagi

Faktor penghambatnya itu karena

kan setiap anak berbeda ya, ada yang

mudah mengerti untuk saya ajarkan,

198

PM dalam

melaksanakan

pembelajaran ini ?

ada yang kurang mengerti, dan sulit

juga dalam komunikasi. Kalau faktor

pendukungnya itu motivasi dari

pendamping juga dari orangtua.

199

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 9

Nama : Bapak Supriyatna

Jabatan : Instruktur Keterampilan Desain Grafis

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Ada berapa PM

yang mengikuti

kelas

keterampilan

salon ?

Ada satu PM kalau sekarang.

2 Apa yang

diajarkan di kelas

keterampilan

desain grafis ?

Disini kan desain grafis dan

percetakan, saya mengingat waktu

yang hanya dua bulan, jadi sesimpel

dan seringkat mungkin saya hanya

mengajarkan dasar-dasarnya, dan

nanti percetakannya dipilih salah-

satu yang paling mudah. Misalnya

sekarang ada mesin pin, jadi saya

ajarkan mesin pin saja, jadi untuk

pembuatan pin bros, kayak bikin

logo pakai aplikasi edit di komputer.

Karena kan mengingat waktu yang

sangat sempit hanya dua bulan, kalau

200

dulu itu kan kita ajarin di mesin

lasernya, sablon digital juga.

3 Bagaimana cara

menyiapkan PM

agar siap untuk

bekerja melalui

keterampilan ini?

Pembelajaran ini saya ulang-ulang,

karena kan anak disabilitas ini sulit

mengingat. Dan saya pacu dengan

etos kerjanya ya semangatnya itu.

4 Apa faktor

penghambat dan

pendukung bagi

PM dalam

melaksanakan

pembelajaran ini ?

Penghambatnya ya segi komunikasi

ya, karena kan setiap anak beda-beda

komunikasinya. Terus kendalanya

juga di bahan baku ya, karena setiap

anak ini mencoba kan pasti gagal

terus, nah itu bahan baku cepat habis,

dan untuk pengajuan kembali bahan

baku itu lumayan sulit. Dan faktor

pendukungnya itu biasanya

semangat dari teman, dan juga saya

sering makan bareng sama mereka

sebelum memulai kelas, supaya

mereka merasa saya perhatikan.

201

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 10

Nama : Ibu Rosita

Keterangan : Instruktur Keterampilan Kerajinan Tangan

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Ada berapa PM

yang mengikuti ?

Baru dapat satu PM.

2 Apa yang

diajarkan di kelas

keterampilan

desain grafis ?

Saya memberikan berbagai macam

seni kerajinan tangan, mulai dari

manik-manik yang bisa dibuat jadi

bunga-bunga juga bisa tas, terus saya

juga ke mesin jahit, jadi seni

kerajinan tangannya yang

berhubungan dengan menjahit,

kayak bikin tas, bikin taplak meja,

bikin pouch, bikin masker, dan

masih banyak.

3 Bagaimana cara

menyiapkan PM

agar siap untuk

bekerja melalui

keterampilan ini?

Sebenarnya saya kurang yakin ya

karena waktunya cuma sedikit. Tapi

saya berharap dengan waktu satu

bulan kedepan dia harus sudah bisa.

202

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 11

Nama : Ibu Sri Hartati

Keterangan : Instruktur Keterampilan Menjahit Putri

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Ada berapa PM

yang mengikuti

kelas keterampilan

jahit putri ?

Satu PM.

2 Apa yang

membedakan

menjahit putri dan

menjahit putra ?

Beda, kalau pola di menjahit putri

dan putra kan beda. Kalau disini,

menjahit putri itu belajar menjahit

pakaian wanita dan anak, dari

pengenaklan alat, lalu membuat pola,

terus cara menata pola, cara

menggunting, kemudian proses

menjahit. Kalau menjahit pria itu

mereka pembuatan baju pria seperti

batik dan juga membuat celana.

3 Apa yang

diajarkan di kelas

keterampilan

desain menjahit ?

Paling kita ini sesuai dengan cara

mengenal alat-alat menjahit mereka

harus tahu cara menjahit yang rapi,

nanti setelah kerja itu jadi mereka tau

etika bersih-bersih juga. Dan

203

sekarang kan cuma dua bulan, jadi

ada saran dari Ibu Pimpinan, untuk

cari apa yang kira-kira dalam dua

bulan itu PM sudah bisa menguasai.

Dan sekarang ibu ajarkan cara

membuat sarung bantal dari mulai

dasar ibu kasih caranya, tetapi tetap

ga keuber juga ya terkadang.

3 Bagaimana cara

menyiapkan PM

agar siap untuk

bekerja melalui

keterampilan ini?

Pembelajaran ini saya ulang-ulang,

karena kan anak disabilitas ini sulit

mengingat. Dan saya pacu dengan

etos kerjanya ya semangatnya itu.

204

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 12

Nama : F

Keterangan : Alumni PM

Lokasi Pekerjaan : PT. Omron

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Dimana tempat

kamu bekerja ?

Aku sekarang kerja PT. Omron,

sebelumnya di Burger King

2 Bagaimana

perasaan kamu

setelah bekerja ?

Banyak teman disini, senang.

3 Dimana tempat

tinggal kamu

selama bekerja ?

Tinggalnya di mess. Seru di mess,

tapi ada peraturan di mess, contohnya

hari biasa senin-jum’at boleh keluar

di Indomaret sama belanja apapun

tetap waktu satu jam kembali ke

mess, hari sabtu sama minggu

gaboleh keluar. Pas sebulan boleh

keluar soal pulang kerumah orangtua,

keluar main kemana-mana, nginap

teman tinggal daerah sini. Aku

berangkat kerja naik bus sama pulang

juga dijemput itu.

205

4 Apakah kamu

sering berpergian

sendiri ?

Iya, kadang-kadang ajak teman.

Enaknya aku suka sendirian.

5 Apakah

kebutuhan sehari-

hari (jajan atau

makan) kamu

memakai uang

gaji kamu

sendiri?

Iya pake uang sendiri, tidak dari PT

Omron, kalo PT Omron makan

istirahat pakai kartu NIK.

Gaji di PT. Omron juga untuk jalan-

jalan.

6 Apa yang ingin

kamu lakukan

dengan uang gaji

kamu bekerja ?

Uang gaji untuk jajan sendiri, nabung

buat masa depan, dikasih orangtua.

Aku selalu kasih duit orangtua karena

papa ga kerja lagi jadi rumah tangga

sama mama juga tapi papa aku buka

usaha pelihara burung puyuh sama

telur puyuh buat jualan.

206

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 13

Nama : D.G

Keterangan : Alumni PM

Lokasi Pekerjaan : PT. Burger King (BK)

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Dimana tempat

kamu bekerja ?

Pekerjaan aku sebagai karyawan BK

Skyline, Sarinah – Jakarta Pusat.

2 Bagaimana

perasaan kamu

setelah lulus dari

Balai Melati dan

kemudian bekerja

di BK ?

Alhamdulillah aku rasa sangat

bersyukur udah diterima lamar kerja

di BK, aku gak lama-lama di Balai

Melati langsung kerja.

3 Dimana tempat

tinggal kamu

selama bekerja ?

Di Jakarta Pusat, Kosan bersama

teman.

4 Kamu kalau pergi

kerja naik apa ?

Berangkat kerja dengan jalan kaki

Cuma dekat di BK dari kosan.

5 Apakah kamu

sering berjalan-

jalan sendirian ?

Iya jalan sendirian.

6 Apa yang kamu

lakukan dengan

Gajian kecil karena pandemi corona,

dulu gajian gede sebelum corona.

207

uang hasil

bekerja ?

7 Apa yang kamu

beli dari uang

hasil bekerja

sebelum pandemi

?

Untuk bayar kost sama jajan sehari-

hari , pokoknya tabungan masa

depan.

8 Apakah uang

hasil bekerja

kamu berikan

kepada orang tua

?

Gajinya kecil yang gabisa beri uang

ke ortua aku, gajinya ga mencukupi.

Disuruh ortua aku, aku harus

tabungan dulu.

9 Selama pandemi,

kamu masuk

kerja berapa hari

?

4 atau 3.

10 Apakah kamu

memiliki banyak

teman baru ?

Iya milik

208

INSTRUMEN PENELITIAN

LEMBAR WAWANCARA 14

Nama : B.A

Keterangan : Alumni PM

Lokasi Pekerjaan : Alfamidi Super

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Dimana tempat

kamu bekerja ?

Toko Alfamidi Super,

penggilingan 2, Jakarta Timur.

Bekerja 28 desember 2020.

2 Bagaimana perasaan

kamu setelah bekerja

?

Iya senang bekerja enak gaji

banyak. Teman 10 baru, ada saya

teman senang dia normal dengar

di toko.

3 Dimana tempat

tinggal kamu selama

bekerja ?

Gratis mess lantai dua toko.

4 Apakah kamu sering

berpergian sendiri ?

Saya sendirian bisa pergi ke

pasar, mall, dan wisata

5 Apa yang kamu

lakukan dengan uang

hasil bekerja ?

Tabungan. Saya duit dua juta

kirim orangtua lebaran, sudah dua

tahun hari raya lebaran ga

orangtua.

209

Kirim uang kalo hari raya ya,

mama bilang tidak minta saya

tabungan bank untuk nanti nikah.

6 Apakah kebutuhan

sehari-hari (jajan

atau makan) kamu

memakai uang gaji

kamu sendiri?

Saya sendiri tabungan saya

simpan.

210

LAMPIRAN 2

COVER PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

211

LAMPIRAN 3

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN SKRIPSI DI

BALAI MELATI

212

LAMPIRAN 4

SURAT KETERANGAN DARI BALAI MELATI

213

LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI LAIN-LAIN