lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/lampiran.pdf(sex, age,...

32
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Upload: others

Post on 18-Mar-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Page 2: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xv

LAMPIRAN

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 3: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xvi

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 4: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xvii

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 5: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xviii

Narasumber I – Bpk. Usman Kansong

Narasumber II – Silih Agung Wasesa

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 6: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xix

KERANGKA PERTANYAAN NARSUM 1

USMAN KANSONG

General

*Interviewer introduction

*Interviewee introduction

1. Informasi singkat mengenai TKN

2. Bapak Usman Kansong bertindak sebagai apa di TKN?

3. Apa strategi TKN dalam upaya untuk memenangkan paslon no.1?

4. Informasi singkat mengenai Jokowi App

5. Mengapa memilih menggunakan mobile apps (Jokowi App) sebagai salah

satu media kampanye?

Identify and Establish Brand Positioning & Value

6. Asosiasi apa yang dikaitkan dengan paslon no.1 terkait dibuatnya Jokowi

App? Mental maps

Bagaimana proses terbentuknya asosiasi tersebut?

Mengapa asosiasi tersebut yang dikaitkan dengan paslon no.1?

7. Sebelum dibuatnya Jokowi App, adakah riset terlebih dahulu yang

dilakukan oleh tim untuk mengetahui target market paslon no.1 ataukah ada

kajian-kajian sebelumnya sebelum meluncurkan Apps ini? frame of

reference

(sex, age, phsychographic, demographic, SES)

8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon no.1? points of difference &

parity

9. Apakah ada nilai-nilai khusus yang diasosiasikan dengan paslon no. 1 dan

dijadikan jargon pada saat berkampanye dan yang tercermin di Jokowi App?

Jika ada, mengapa merumuskan jargon tersebut? Brand values and mantra

Plan and Implement Brand Marketing Programs

10. Adakah elemen-elemen khusus yang dikaitkan dengan Jokowi-Ma’aruf?

misanya seperti logo, simbol, warna, atau spokesperson yang

direpresentasikan di Jokowi App mixing and matching brand elements.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 7: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xx

11. Dalam Jokowi App, saya melihat ada sistem gamifikasi atau sistem poin

yang akan diperoleh user jika membagikan artikel, apakah hal tersebut

menjadi salah satu upaya untuk membentuk pemahaman khalayak lebih luas

mengenai Jokowi-Ma’aruf atau untuk mendukung pembentukan stonger

voters? Atau adakah kegiatan lain yang terintegrasi untuk memasarkan

Jokowi App ini? Integrating brand marketing activities

12. Apakah ada tokoh tertentu atau asosiasi yang dikaitkan dengan Jokowi

App? Leveraging secondary associations

Measure and Interpret Brand Performance

13. Hingga saat ini, adakah riset khusus untuk mengetahui penilaian mengenai

Jokowi App menurut pandangan pemilih, media, dan khalayak? Brand

equity chain & audit

14. Semenjak Jokowi App di launching tanggal 17 November lalu hingga saat

ini, adakah pengukuran atau riset-riset sederhana untuk mengetahui jumlah

downloads, rating, dll? brand equity chain

15. Apabila terdapat riset, bagaimana hasil riset tersebut dipergunakan? Brand

tracking

16. Apakah ada sistem evaluasi pada tim terhadap Apps dan performa brand

paslon terkait Apps? Brand equity management system

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 8: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxi

Lokasi : Posko Cemara, Menteng – Jakarta Pusat

Waktu : Rabu, 13 Mei 2019

Durasi : 10.00-10.45 (45 menit)

Jenis wawancara : Wawancara lansgung / Tatap muka

A: Penanya

B: Narasumber I (Usman Kansong – Direktur Komunikasi Politik TKN)

A: Perkenalkan nama saya Cynthia Limaura, mahasiswa Universitas

Multimedia Nusantara major Corporate Communications. Saat ini saya di

semester delapan dan sedang menempuh skripsi.

B: Iya, saya Usman Kansong Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional

Jokowi-Kyai Ma’aruf Amin.

A: Pak boleh ceritakan sedikit mengenai TKN?

B: Iya, TKN itu ditetapkan oleh pasangan calon presiden Jokowi dan KH Ma’aruf

Amin berdasarkan surat keputusan mereka dan itu didaftarkan ke KPU orang-

orangnya siapa. Kemudian orang-orangnya itu terdiri dari berbagai latar

belakang, ada yang dari partai politik, profesional, ada yang dari relawan.

Relawan itu bisa berbentuk komunitas. Misalnya kalau partai politik itu dari

sembilan partai politik pendukung Pak Jokowi dan Kyai Ma’aruf yang

mengusung itu ada semua unsurnya di situ. Dari Nasdem, Golkar, kemudian

PPP, PDI, Hanura, PKPI, Perindo, PKB, dan PSI. Terus dari unsur profesional,

ada dari pengusaha misalnya ada dari media seperti saya ini kan. Saya dari Media

Indonesia, dari Metro TV kan.

Tapi saya mengambil cuti ya dari tempat saya bekerja jadi saya fokus kemari.

Kemudian jika dari komunitas itu ada dari petani, ada dari kalangan disabilitas,

ada dari Kyai Ulama, begitu ya, dari beberapa komunitaslah, itu masuk ke dalam

tim. Tim ini sudah dibentuk dalam beberapa direktorat, tentu saja ada ketuanya

Pak Erick Thohir kan profesional termasuknya, dia gak ada di partai politik. Ada

wakil ketua, ada para Sekjen, kemudian ada Direktorat-direktorat yang dipimpin

oleh seorang direktur. Nah, seperti saya ini Direktorat Komunikasi Politik. Saya

ini Direktur Komunikasi Politik.

Masing-masing direktorat punya jobdesc masing-masing. Ada Direktorat

Komunikasi Politik, ada Direktorat Konten, Direktorat Sosmed, ada Direktorat

Penggalangan, Direktorat Relawan, Direktorat Milenial juga ada. Jadi, berbagai

Direktorat yang kita anggap perlu ya. Nah, biasanya yang bergerak adalah

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 9: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxii

direktorat-direktorat ini, ya ke bawah, ke samping, ke atas kira-kira begitu ya.

Direktorat Saksi juga ada. Nah, ya kita bekerja berdasarkan jobdesc ya.

Kemudian kita punya dua pusat kegiatan di sini di Cemara sama di HIN di Kebon

Sirih, ya selain itu juga ada tempat-tempat relawan lainnya. Ada Rumah Aspirasi

di Proklamasi itu juga jadi tempat besar kegiatan kita begitu. Saya kira itu kira-

kira TKN. Struktur maupun secara singkat ya kira-kira begitu.

A: Kalau dari Bapak sendiri, tadi kan bapak ada sebutkan kalau Bapak

sebagai Direktorat Komunikasi Politik ya, jobdesc utamanya apa gitu pak?

B: Ya, kalau Direktorat Komunikasi Politik itu jobdesc utamanya itu ada sekurang-

kurangnya dua. Nomor satu itu, dia sebagai juru bicara. Juru bicara calon

presiden dan calon wakil presiden, Pak Jokowi dan Kyai Ma’aruf Amin. Di

bawah saya, bukan di bawah saya, tapi dalam struktur saya itu ada para juru

bicara. Para juru bicara itu diambil dari partai politik, juga diambil dari relawan,

diambil dari berbagai komponen lah. Selain juru bicara kita punya yang namanya

influencer.

Influencer itu kira-kira orang yang ya bisa mempengaruhi lah, itu juga di bawah

Direktorat Komunikasi Politik, jadi juru bicara dan influencer, ke satu itu.

Kedua, kita mengelola media center. Jadi, disinilah (Posko Cemara) media

center kita. Media center ini untuk apa? Untuk, jumpa pers misalnya, tempat

berkumpulnya temen-temen wartawan, itu di sini. Kemudian kita juga, ya media

center maka tugasnya adalah mengelola pers.

Media mainstream yang kita kelola, karena tadi ada Direktorat Medsos sendiri

ya Pak Arya Sinullingga. Kalau saya lebih ke TV, koran, majalah, media online

mainstream ya. Tapi medsos itu urusannya Arya. Itu jobdesc saya, membuat

press release, berkomunikasi dengan internal mapuun eksternal, ya seperti PR

lah begitu kalau di corporate ya kira-kira seperti itu. Itu adalah saya, ya kira-kira

begitu. Mem-branding Pak Jokowi dan Kyai Ma’aruf itukan, secara positifnya

seperti apa.

Ya itu tujuan akhirnya ya pada ujungnya adalah mningkatkan elektabilitas

pasangan kita begitu. Jadi, lewat media mainstream kita berusaha membentuk

citra positif, membentuk branding tertentu biar pasangan kita dipilih pemilih

begitu, masyarakat, itu kira-kira jobdesc kita. Di bawah saya itu ada tiga Wakil

Direktur. Nomor satu itu kepala media center itu Meutya Hafidz dari Golkar,

anggota DPR Komisi I Golkar.

Terus kemudian ada monitoring media dan isu, itu Putra Nababan dia Caleg PDI

Perjuanga, mantan pemred Metro TV, dia me-monitor setiap hari isu-isu yang

berkembang, baik di medsos maupun media mainstream. Setiap minggu, setiap

hari dia akan memberikan laporan kepada saya, kepada juru bicara, dan kepada

influencer, isu-isu apa yang berkembang, yang harus ditanggapi, siapa yang

menanggapi misalnya. Itu tugas dia, setiap minggu dia buat laporan, berapa

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 10: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxiii

banyak exposure kita di media online. Kita tidak me-monitor TV ataupun koran

tapi online yang kita monitor. Berapa persen pemberitaan kita dibandingkan

paslon 02 misalnya begitu kan. Kaya minggu ini, kita itu, exposure kita itu

sekitar 61% ya sebelahnya ya sisanya lah.

A: Ini exposure positif atau?

B: Positif ya, exposure positif. Ya jadi itu setiap hari dia monitoring. Dari situ dia

juga akan membuat prediksi isu kedepannya akan seperti apa. Jadi itu tugas

monitoring media. Yang ketiga itu Wakil Direktur saya, itu Ipang Wahid,

sebenarnya Irfan Wahid Cuma dipanggilnya Ipang, keponakannya Gus Dur,

anaknya Gus Sholahudin Wahid. Itu lebih ke konten kreatif dan event. Ya jadi

dia membuat video-video kreatif. Ya kalau inget video keluarga Khong Guan itu

dia yang bikin.

A: Iya itu salah satu teman saya juga yang bantu.

B: Iya itu dia yang bikin, atau meme misalnya dia bikin gitu seperti konten kreatif

dan event-event. Kalau ada debat ya, dia akan mengatur bagaimana formatnya,

polanya gimana, tim hore-horenya supaya menarik, itu urusan ipang Wahid. Jadi

di tim saya itu ada empat orang lah termasuk saya begitu.

A: Tadi saya di jalan ada lihat spanduk gitu akan ada ridding, apa itu di bawah

Pak Ipang?

B: Enggak, kalau itu yang riding itu ini ya yang Milenial Safety Ridding? Kalau

itu, itu relawan yang bikin. Kemarin terakhir di Padang, Milenial Safety Ridding,

Safety Road gitu lah ya kira-kira. Itu relawan yang bikin, tapi biasanya kita selalu

koordinasi.

A: Tapi kalau di Jokowi App sendiri, saya juga kemarin sempat kontak Pak

Arya Sinullingga katanya kalau apps itu lebih ke bapak. Kenapa pilih

Jokowi App atau misalnya punya arah ke milenial begitu? Apakah Jokowi

App juga dipergunakan sebagai alat branding politik?

B: Ya, benar sebagai tools ya. Selain itu, saya kira yang pertama itu kan kita

mengikuti perkembangan teknologi, nomor satu itu. Saya kira saat ini semua

orang berinternet seperti itu dan memang kalau kita lihat pengguna internet atau

sosmed kebanyakan itukan milenial ya, anak-anak muda. Ya, walaupun orang-

orang, definisi muda itu kita bisa berdebat lah ya, bisa dari usia, bisa dari cara

berpikir, cara berperilaku begitu ya, jadi ya kita bikinkan app.

App itu sebenanya semacam sarana bagi teman-teman di bawah, relawan,

masyarakat biasa untuk berpartisipasi dalam pembuatan konten begitu. Jadi

konten itu tidak hanya top-down dari kita yang bikin, tapi kita juga bottom up.

Nah, temen-temen di daerah itu kita buatkan satu kanal Suaraku begitu ya. Itu

kira-kita bisa bikin testimoni. Lagi canvasing ya ke dareah-daerah, ke kampung-

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 11: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxiv

kampung mungkin bikin liputan sendiri pakai handphone jadi bisa ya langsung

upload artikel, bisa upload foto, bisa upload video, begitu kira-kira. Jadi, kita

ingin melibatkan partisipasi teman-teman juga di lapangan. Kalau selama inikan

kesannya selalu top down, semuanya kita yang isi, kalau ini mereka juga bisa isi.

Walaupun ada kanal-kanal juga yang kita isi, ada tim khusus begitu.

A: Tetep disaring gak pak?

B: Iya, ada kita istilahnya ada bagian yang kurasi, mengecek, tahu-tahu ini hoax

bukan, itu satu, kemudian, ada ujaran kebencian gak, itu ada tim yang

mengkurasi itu. Karena orang yang mau meng-upload pun harus daftar dulu ke

kita. Jadi nomor WA nya tu harus terdaftar kemudian sama Facebook ya harus

terdaftar. Sehingga kita bisa lacak, bahwa itu akun beneran. Ada tim yang untuk

mengkurasi.

A: Jadi memang pure mendukung Jokowi ya

B: Ya, pendukung Jokowi. Kita ingin yang positif kira-kira begitu.

A: Karenakan berbahaya ya pak hoax itu, karena kan harus dilawan

sebenarnya. Kalau dari bapak sendiri, bapak dan tim begitu, Apakah ada

asosiasi-asosiasi tertentu yang dikaitkan dengan Pak Jokowi-Ma’aruf ini?

Karenakan kalau dilihat kayaknya milenial sekali gitu, terus tidak

monoton, tidak membosankan acara-acara yang dihadirkan begitu. Kira-

kira asosiasi apa yang dikaitkan dengan paslon nomor satu?

B: Sebetulnya banyak ya, asosiasi kita tidak tunggal ya. Tetapi di tengah ramainya

diksi milenial maka kita juga mengarah, mengasosiasikan Pak Jokowi itu

representasi milenial. Dalam arti misalnya dia motor-an, pakai jaket bomber,

jaket denim, kemudian dia santai pakai jeans, spatu kets, ngopi bareng dengan

temen-temen. Asosiasi itu juga kita bikin. Jadi kalau ke daerah-daerah, misalnya

terakhir itu kita ke Kendari.

Kita menyempatkan berkunjung ke tempat-tempat anak milenial, itu ada warung

kopi namanya Warung Kopi Haji Anto, itu ada di situ tempat kumpulnya anak-

anak milenial ya. Itu Pak Jokowi kesana gitu kan misalnya. Kemudian waktu di

Makassar juga misalnya, disitu ada pasar namanya Pasar Segar. Itu tempat

berkumpulnya milenial, warung kopi, crepes, segala macem adalah di situ, itu

juga Pak Jokowi kesana, ya misalnya seperti itu.

Seperti Milenial Safety Road atau Safety Ridding itu tadi, itu juga Pak Jokowi

terlibat di situ. Di dalam spanduk-spanduk juga ada seperti “Ayo patuhi

peraturan lalu lintas anak-anak milenial ini” itu spesifik, buat milenial

sebetulnya ya. Asosiasi itu ada pasti ya, asosiasi dengan milenial pasti ada. Kalo

Kyai Ma’aruf, tentu saja dia sesekali diasosiasikan dengan milenial, tapi lebih

spesifik ke pesantren. Kyai Ma’aruf misalnya “Saya tidak milenial lagi, tapi saya

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 12: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxv

mempersiapkan pondasi untuk anak-anak milenial untuk nanti maju” misalnya

mengatakan itu. Asosiasi-asosiasi itu lalu dibuat sama dia tanpa harus

memaksakan Kyai tampil seperti milenial pake jeans, ya dia tetep sarungan kan

gitu.

Itu hati-hati kita buat juga seperti itu kalau ke milenial. Ya tapi asosiasi besarnya

itu, grand theory atau grand design itu ada lagi yang lain, misalnya tagline kita

itukan Indonesia Maju ya, itu tagline kita, itu tagline besarnya. Kemudian dari

situ kita jabarkan dan salah satunya adalah milenial itu begitu. Indonesia Maju

itu pasti dari ekonomi, dari pendidikan, dari infrastruktur dan seterusnya begitu

ya. Kemudian, bantuan-bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga

Harapan), kemarin baru mau diluncurkan yang Kartu Pra-Kerja, Kartu Indonesia

Pintar Kuliah misalnya.

Itukan dua kartu itu saja sudah menyasar milenial tuh, kecuali kartu sembako ya,

sembako murah itukan lebih ke ibu-ibu begitu. Nah, jadi itu kita asosiasikan, Pak

Jokowi dan Kyai Ma’aruf adalah dua orang yang akan mengantarkan pada

kemajuan Indonesia, dari segala aspek tentu saja. Kedua, kita juga

mengasosiasikan ya pilihlah yang sudah terbukti, sudah terbukti,

berpengalaman. Pak Jokowi dari Walikota ya dia, Gubernur, kemudian jadi

Presiden gitu ya.

Itu juga kita asosiasikan seperti itu. Kemudian asosiasi dengan wong cilik juga

kita asosiasikan, orang yang merakyat. Dia kemarin naik kereta aja tiba-tiba

begitu kan, dimana-mana pasti orang selalu minta selfie, dia layani dengan baik

gitu kan, jadi asosiasi itu juga dibentuk. Merakyat, peduli milenial misalnya

kelihatan di debat kan bagaimana menyebut Unicorn, terus juga menyebutkan

bahwa kita juga sedang menyediakan Tol Langit untuk menunjukan bahwa di

seluruh Indonesia ini tidak ada lagi blankspot untuk internet misalnya.

Pengguna internet kan kembali lagi ke anak-anak muda. Nah jadi asosiasi itu

kita buat ya, terbukti gitu kan. Terus kadang-kadang temen-temen bilang Gas

Pol. Gas Pol itu artinya menuju Indonesia Maju itu, sudah terbukti. Nah, kalau

Kyai, Kyai itu kita asosiasikan karena dia Ulama, dia Kyai, maka tidak jauh-jauh

dari situ misalnya Jelas Islamnya, kita sampaikan seperti itu. Nah, dengan begitu

kita juga ingin menepis yang mengaitkan Pak Jokowi sebagai orang yang anti

ulama, anti Islam, anti kriminalisasi ulama, jadi apa namanya.. banyak asosiasi

yang kita ciptakan.

Jadi kita tidak menyasar pada satu asosiasi ya, satu ceruk pasar karena pemilih

itu beragam, dari anak mulai usia 17 tahun samapi mau mati kira-kita begitu.

Katakanlah ya sejauh dia masih bisa memilih ya begitu. Bahkan diasosiasikan

juga, Pak Jokowi orang yang peduli terhadap penyandang disabilitas ya, kita

juga mencoba melakukan hal seperti itu, Asian Para Games itu kita terus

gaungkan sampai sekarang.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 13: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxvi

Pak Jokowi meninjau fasilitas olahraga, apakah cukup ramah kepada

penyandang disabilitas. Dia melakukan itu juga, jadi semua segmen kita

jangkau. Kemudian perguruan tinggi ya kan, perguruan tinggi selama ini orang

mengganggap Pak Jokowi wong cilik, artinya memang, pasar dia adalah rakyat

biasa. Betul, pemilih Pak Jokowi sebagian besar adalah rakyat biasa, tapi bukan

berarti kita abaikan kalangan terdidik.

Makanya kemarin banyak deklarasi perguruan-perguruan tinggi, alumni UNI,

besok saya ke Medan, alumni USU, kemarin alumni ITB, UNPAD, pokoknya

perguruan tinggi di Jawa Barat lah gitu. Kemarin juga di UNSRI, Sriwijaya, itu

di Palembang. Besok ini juga ada jumpa pers PTS (Perguruan Tinggi Swasta)

se-Jakarta Pendukung Jokowi, itu juga kita coba.

Image Pak Jokowi itu gak wong cilik doang, ya oke deh wong cilik, tapi dia juga

identik dengan kalangan terdidik, seperti perguruan tinggi, kira-kira seperti itu.

Jadi asosiasi ini luas, kita tidak memberikan prioritas tertentu. Kalaupun boleh

disampaikan, kalaupun prioritas itu adalah milenial, kalau kita mau bilang “ada

prioritas tertentu gak?” ya milenial itu begitu. Kenapa? Karena jumlahnya besar

ya, milenial itu jumlahnya besar. Kalau tidak salah 40an juta, coba dicek.

A: Iya, tadi saya cek 42 juta.

B: 42 juta, kemudian mereka ini anak-anak yang baru mulai memilih barang kali di

pemilu 2019 ini yang perlu diberikan pendidikan politik, untuk tidak golput,

untuk berpartisipasi, maka itu kalau mau disampaikan prioritasnya apa

asosiasinya, ya, milenial, walaupun yang lain tidak kita abaikan.

A: Lalu kalau dikaitkan dengan Jokowi App itu sendiri, saya melihat cover

nya itu warna-warna yang milenial sekali. Maksudnya bukan yang

monoton hanya merah, putih tapi ada hijau, kuning, biru. Itu bagaimana

itu dirancangkan seperti itu?

B: Iya, warna itu sebetulnya untuk melambangkan keberagaman Indonesia, satu itu.

Dia (warna) melambangkan alam Indonesia. Kalau kita lihat itu ada waktu kita

di presentasikan soal filosofi warnanya, ya itu kalau kita lihat, disitu ada langit,

ada sawah, ada sungai, ada laut, di situ macem-macem, jadi melambangkan

keberagaman masyarakat Indonesia baik suku, agama, budaya, etnis, dll.

Kemudian dari sisi kekayaan alam Indonesia seperti tadi saya sampaikan dan

yang juga termasuk milenial, karena milenial dinamis. Melambangkan dinamika

disitu, melambangkan kedinamisan. Ke-empat, melambangkan sembilan partai

pendukung, termasuk semua warnanya. Jadi semua itu, jadi ada yang biru, biru

itu ada Nasdem dan Perindo, hijau itu ada PKB dengan PPP, merah itu ada PDIP,

PSI, PKPI. Kuning ada dua, kuning Golkar dan Kuning Hanura.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 14: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxvii

Jadi empat hal itu filosofi warnanya itu nomor satu keberagaman Indonesia,

nomor dua kekayaan alam Indonesia, nomor tiga dinamis kedinamisan

Indonesia, dan yang keempat itu partai-partai politik pendukung begitu.

A: Lalu selanjutnya, saya yakin tanpa ditanyakan ini ya pasti tim bapak juga

melakukan hal ini, hanya untuk memastikan saja sebelum membentuk

strategi-strategi seperti ini sudah dilaksanakan research, terus

merumuskan target audience, target market nya itu pasti ada?

B: Ya, ya kita melakukan riset. Semua by design ya tidak by insting kita melakukan

riset. Misalkan hal sepele tadi yang kita lakukan, monitoring media itu adalah

bagian dari riset, kita mengeluarkan angka-angka, segini loh pemberitaan kita.

Apa yang harus kita lakukan untuk memperbanyak dan seterusnya, itu kita pasti

melalui riset.

A: Kalau terkait Jokowi App sendiri, kenapa di luncurkan begitu, dan apakah

memang menyasar milenial? Pasti ada riset yang mendasari.

B: Iya, iya betul. Kita bikin riset, ya kita minta temen-temen bikin riset. Sebetulnya

apa sih yang enak kira-kira begitu kan. Kita punya website, tapi kan website

kurang ini, kalau aplikasikan lebih personal. Anak-anak sekarang lebih suka

yang seperti itu. Nah kemudian kita riset, “Oh, orang Indonesia itu istilahnya itu

suka nyolot, nyolot itu pasti apapun dikomentari.”

Orang Indonesia itu harus dan ingin dilibatkan serta berpartisipasi dalam segala

hal, termasuk dalam pembuatan konten media tertentu begitu loh. Nah, itu juga

dari riset, maka kita putuskan untuk membuat apps yang ada kolom komentar,

orang bisa upload artikel, bisa upload video, gambar, begituloh. Itu melalui riset.

Misalnya kalau yang terakhir, Pak Jokowi meluncurkan tiga kartu itupun dari

riset. Jadi riset ke publik, “Orang pengennya apa sih?”, “Oh, pengen pendidikan

terjamin. Orang pengen kuliah, orang pengen kerja” gitu kan, “Tapi gimana

caranya mendapatkan pekerjaan?”

Kemudian orang pengen sembako murah. Bahkan kartunya nanti, warna

kartunya nanti itu berdasarkan riset. “Kenapa warna Kartu Indonesia Pintar

Kuliah harus ungu?” Misalnya, itu gitu tuh dari riset. Bahkan warnapun kita

risetkan begitu. Segala sesuatu kita tidak mau by insting tapi by design, salah

satu cara ya lewat riset. Dari fakta, dari apa yang orang pikirkan, dari data begitu.

A: Lalu selanjutnya, perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon nomor 01

dibandingkan paslon nomor 02, saya sempat cek juga “Apakah paslon

nomor 02 punya apps?” Tapi sebenarnya ada apps, namun saya rasa bukan

resmi dari timnya begitu.

B: Iya, iya..

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 15: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxviii

A: Tapi sepertinya memang ada orang yang secara sukarela membuatkan

begitu, kalau inikan memang secara khusus begitu dan didaftarkan.

B: Kalau ini kita launching secara resmi, kita daftarkan. Ya memang kita

melakukan itu.

A: Itu termasuk menjadi salah satu faktor pembeda? Jadi hal ini (apps)

memang ditunjukan untuk itu (pembeda)?

B: Iya, iya. Kita memang… ehmm.. mereka ngikutin. Kita duluan. Lagian dari

fungsi aplikasi yang mereka buat juga sudah berbeda kan. Ya kemudian

misalnya kita punya program lain selain app itu, kami punya program menangkal

hoax. Kita luncurkan di sini (Posko Cemara), setiap minggu kita akan

sampaikan, ini loh hoax gituloh.

Kemudian mereka bikin juga, tapi gak secanggih kita punya. Kalau kita ada

diskusi, ada data-data. Ya kita memang beda, kita usahakan beda, kita tampil

beda begitu ya. Sebenarnya kan gini, kalau dari sisi marketing gitu kan, ketika

kita berkompetisi, itu dua saja yang harus kita lakukan, bisa dua-duanya bisa

salah satu. Pertama, beda. “Bedamu apa sama produk yang ini?” yakan? Gitu

loh.

Yang kedua, kalau gak bisa cari beda, samain aja. Kamu tahu Indomaret dan

Alfamart? Ya disamain itu, dimana ada Indomaret, disitu ada Alfamart, bahkan

disebelahnya ada. Itulah teknik yang dipakai. Gak perlu beda, ngapain kita

capek-capek. Gitu loh.

A: Tapi membahayakan gak sih pak?

B: Gak, gak juga. Beberapa terbukti berhasil. Minimal tidak memimpin tapi bisa

mengimbangi. Kamu tahu TV One dengan Metro TV? TV One itu ngikutin

Metro TV plek plek. Bedanya Cuma warna, tapi itu gak signifikan, sama-sama

TV berita. Jadi, beda sama sekali, ada value added disitu ya atau ya ikutin aja

gituloh, kira-kira seperti itu.

Gak apa-apa, itu sah kok secara marketing. Kira-kira apa namanya, kalau dalam

konteks marketing politik begitu. Itu bisa dilakukan, gak masalah. Marketing

politik kan dasarnya juga marketing ekonomi ya, marketing bisnis kan. Itu kan

sebetulnya itu aja. Misalnya ketika kami membuat Indonesia Maju, mereka

ikutin dengan tagline yang gak jauh beda misalnya Indonesia Menang, yang mau

direvisi lagi. Visi-misinya direvisikan, kan gak diterima KPU, karena sudah

lewat waktunya.

Tapi mereka mau ngikutin kita gitu, mau ngikutin tapi mau coba beda gitu loh.

Dulu kan tagline mereka kan Adil Makmur apaa ya gitu.. itu udah diganti,

walaupun ditolak KPU. Tapi ya itulah salah satu cara mereka untuk

mengimbangi kita kan gitu.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 16: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxix

A: Bapak kan ada sebut berkali-kali mengenai tagline Indonesia Maju berarti

itu adalah brand mantra yang ditonjolkan?

B: Iya, betul. Betul, hashtag kita itu ada dua ya Indonesia maju dan Jokowi Lagi.

Ya tapi memang yang nomor satu ya Indonesia Maju.

A: Di setiap materi pemasaran ya pak ada Indonesia Maju?

B: Iya, iya. Kalau di sosmed ya Indonesia Maju. Wajib ya itu.

A: Tadi kalau alasan Bapak dan tim merumuskan itu sudah bapak sebutkan

sebelumya berarti saya ambil dari yang sebelumnya saja ya. Selanjutnya,

kalau di Jokowi App, apakah hal tersebut tercermin di Jokowi App?

B: Ya, tercermin. Misalnya, disitu kita sampaikan capaian-capaian yang sudah

dihasilkan oleh kepemimpinan Jokowi 4-5 tahun ini. Apakah itu infrastruktur,

apakah itu bantuan sosial misalnya, ya itu satu. Kedua juga visi-misi kita dalam

konteks mencapai Indonesia Maju. Misalnya saat ini kan kita menekankan pada

SDM (Sumber Daya Manusia).

Ya Kartu Indonesia Pintar, KIP Kuliah ya itukan salah satu konteks dalam

pengembangan sumber daya manusia. Jadi kita lima tahun kedepan akan

menekankan pada SDM. Itu ada semua tercermin disitu, SDM adalah kunci

utama untuk mencapai kemajuan. Kita tidak bisa lagi mengandalkan misalnya

pada kekayaan alam kita. Kita harus mengandalkan pada SDM.

A: Iya ya pak karena kekayaan alam kalau orangnya gak terdidik juga tidak

bisa mengelola ya pak.

B: Iya akan habis, akhirnya cuma ekspor aja bahan mentah. Kita gak bisa kelola,

gak ada value added kan, gak ada nilai tambah gitu.

A: Lalu, saya lihat ada sistem gamifikasi, poin-poin yang di Jokowi App itu,

apakah itu merupakan sebuah trik untuk seperti yang tadi bapak bilang,

untuk partisipasi, agar khalayak lebih tahu begitu? Apakah hal tersebut

juga dilakukan supaya membentuk stronger voters?

B: Iya betul, betul itu. Itu memang untuk menarik temen-temen. Orang akan lebih

tertarik apabila ada insentif kira-kira di situ. Selan itu, itukan kalau saya minta

download saat kunjungan ke daerah itukan yang datang itukan adalah orang-

orang yang relatively pasti memilih kita kan begitu. Itu bahkan bukan cuma

mengajak, saya minta mereka untuk download disitu begitu.

A: Ada rating nya lagi?

B: Berpartisipasi aja orang udah seneng, gak harus di top three. Tapi kita merasa

itu penting. Nomor satu untuk merangsang partisipasi, yaitu nomor dua untuk

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 17: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxx

menghargai ya mengapresiasi orang yang sudah berpartisipasi kira-kira itu

tujuannya.

A: Saya ada lihat yang merchandise itu tapi masih coming soon. Itu nanti poin

itu akan bisa ditukarkan dengan merchandise?

B: Iya, nanti akan bisa ditukarkan dengan merchandise. Itu udah ada sebenarnya.

Ya mungkin belum di upload aja sama temen-temen. Tapi merchandise itu udah

ada kayak baju, kalau kita ke Citos udah ada merchandise kita banyak, di

Epicentrum juga ada, itu nanti yang dibagi-bagikan seperti model begitu,

berdasarkan gamifikasinya itu. Nanti yang poinnya sekian, dapat apa begitu ya

itu gamifikasi kita.

A: Lalu, tadi kan ada disebutkan untuk mengundang partisipasi, adakah hal

lain dibalik itu begitu?

B: Kita ya cuma pengen bikin menyenangkan aja, biar gak boring aja begitu kan.

Kan ada teori apa itu, game theory, manusia pada dasarnya adalah orang yang

suka bermain begitu kira-kira.

A: Iya, karena jika dibandingkan dengan aplikasi berita lainnya itu yang lain

hanya bisa berkomentar.

B: Iya hanya bisa itu dan harus mengerenyitkan dahi. Kira-kira kita mau

membentuk image di kepala temen-temen itu bahwa ini tuh asik-asik aja,

menyenangkan begitu. Gak usah terlalu pusing, dahinya berkerut gitu kan.

A: Lalu, apakah ada tokoh tertentu yang dikaitkan. Tadi kan bapak sebutkan

ada influencer, apakah memang influencer tersebut mencerminkan paslon

01 atau bagaimana?

B: Enggak juga, kalau influencer itukan misalnya kita lihat influencer itu membantu

menggaungkan, dia juga bisa menjadi narasumber di televisi, atau di diskusi-

diskusi, kemudian menjadi narasumber ya di media. Terus juga beberapa kita

lihat influencer itu followers nya banyak, ada Riris atau siapa gitu ya yang

youtuber itu. Bagi saya itu juga influencer kita gitu.

A: Yang perempuan pak?

B: Iya, perempuan yang kemarin wawancara Pak Jokowi dengan ibu di Bogor tu,

nah itu misalnya.

A: Ria Ricis pak maksudnya?

B: Iyaaa Ricis.. itu misalnya. Walaupun tidak masuk secara resmi. Atau ya Tompi

misalnya yang dia foto-foto itu.

A: Oh, yang kemarin bareng Glenn Fredly itu ya pak?

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 18: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxi

B: Iya, iyaa itu misalnya. Itukan dia dari expert ya gitu karena Tompi itukan dokter

bedah plastiklah gitu ya. Ya jadi kita, temen-temen yang dimaksud dengan

influencer ini adalah yang mem-back up juru bicara kita ya begitu. Namanya

juru bicara kita ya, dia kemana-mana.

Bahkan ada lagi jubir itu kita membentuk jubir milenial, kita baru luncurkan tiga

minggu lalu ya jadi anak milenial. Jadi, dia kita tampilkan di TV misalnya, terus

mereka ini nanti turun ke lapangan canvasing, anak-anak muda, ganteng-

ganteng, cakep-cakep. Masuk ke kampung-kampung, ke pasar-pasar, mereka

sudah melakukan itu gitu. Ke masjid-masjid misalnya.

A: Itu dipilih gitu pak?

B: Iya dipilih oleh, kita percayakan pada satu orang namanya Arif Wasid untuk cari

deh anak-anak muda bekas ketua BEM UI, bekas ketua BEM YHMI, nah ya itu

kita cari. Lagi S2 mereka, atau sudah tamat, ya sekolahnya bagus-bagus lah ya

di luar negeri.

A: Iya, selain milenial juga terdidik gitu ya pak

B: Iya pasti terdidik, karena lulusan perguruan tinggi ya mahasiswa yang sedang S2

atau sedang sekolah. Nah itu juga jadi influencer kita sebenernya, mempengaruhi

anak-anak milenial begitu untuk memilih Pak Jokowi. Jadi kalau asosiasi

ketokohan itu kita tidak mau, justru kita tidak menggunakan itu. Karena tokoh

kita adalah Pak Jokowi dan Kyai Ma’aruf itu sudah merupakan sebuah tokoh,

jadi kita tidak mau bikin bingung orang, “nih sebetulnya siapa sih yang nyalon?”

kok malah terbalik, Pak Jokowi mengasosiasikan dengan orang lain.

Kan biasa ada orang yang mengasosiasikan dirinya dengan Soekarno misalnya,

orang-orang tokoh besar kan begitu mungkin itu boleh. Tapi kalo kita engga, Pak

Jokowi ya Pak Jokowi jadi dirinya sendiri. Kyai Ma’aruf ya Kyai Ma’aruf. Gak

usah kita asosiasikan ke tokoh-tokoh lain jadi begitu loh. Jadi gak ada seperti itu

kita lakukan.

Termasuk influencer-influencer kitapun, kita tidak, ya kita ada melihat

ketokohan misalnya ya dalam arti dia itu Dedy Mizwar dia artis, misalnya Ibu

Oky Asokawati itu misalnya memang dilihat dari profil dia ya, tetapi saya kira

itu tidak menjadi hal yang utama, tapi yang kita lihat adalah isi kepalanya artinya

“cukup berpengetahuan gak?” Kan gitu kan. Ada Wanda Hamidah ya itu dulu

bekas presenter Metro, terus ada beberapa artis ya, ada Kirana, ada Samara

misalnya itu ada Adian Napitupulu, jadi kita tidak terlalu melihat ketokohannya.

A: Jadi asosiasi itu yang utama yang memang dikaitkan dengan milenial,

selebihnya tidak ada asosiasi ketokohan ya pak?

B: Iya betul, kita enggak buat. Jadi asosiasinya lebih ke apa ya, bukan ke profil

orang tapi lebih ke komunitas misalnya. Misalnya tadi komunitas milenial.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 19: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxii

A: Berarti ceruk yang lebih besar ya pak kategori nya?

B: Oh iya, jadi saya kira tokoh kami ya Pak Jokowi begitu.

A: Lalu kan tadi ada disebutkan juga ada media monitoring untuk media

mainstream gitu. Bagaimana apabila terkait dengan Jokowi App begitu,

bagaimana pandangan khalayak, bagaimana pandangan media mengenai

Jokowi App itu sendiri? Adakah riset?

B: Belom.. kita belom melakukan itu. Ya kalau itu belum kita lakukan ya karena

itukan apa ya namanya, itukan media internal kita. Tools kita, ya kita punya

sendiri, yang bikin ya kita yang bikin, yang ngisi juga kita gitu kan. Tapi kalau

tadi media mainstream kan bukan punya kita, punya orang lain, jadi kita merasa

perlu, kita harus tahu.

Tapi kalo yang punya kita, kira-kira kita udah tau kok, kita yang bikin gitu kira-

kira gitu kan. Jadi gak perlu terlalu apa lah ya kita harus memonitoring itu. Ada

tim yang monitoring, tapi dalam konteks tadi, jangan masuk negative campaign,

jangan masuk yang black campaign atau hoax gitu kan semua kita upayakan

yang positif misalnya.

A: Kalau riset mengenai berapa jumlah download, rating, itu ada?

B: Oh iya, kalau itu, itu ada ya. Misalkan saya selalu minta update “Udah berapa

sih yang download?” misalnya “Oh, yang udah download misalnya jumlahnya

seratus ribu.” Gitu kan “Udah dua ratus ribu” gitu.

A: Misalnya kalau kayak komentar positif-positif?

B: Iya itu iya, umumnya kalo komentarnya positif. Tinggal yang kita ingin tahu

berapa banyak nih gitu..

A: Kalau komentar dikurasi juga pak?

B: Iya komentar dikurasi juga, jangan sampai diksi pilihan katanya gak bagus gitu

kan. Nah itu kita tetap kurasi semua yah gitu.

A: Bagaimana juga hasil riset tersebut dipergunakan yang mengenai rating?

Apakah biar lebih digaungkan begitu?

B: Iya jadi misalnya gini, kita kan kepingin terus meningkat jumlah penggunanya

ya. Karena itu misalnya kalau saya ke daerah-daerah ikut Pak Jokowi saya selalu

bilang “Ayo handphone nya ginikan (diangkat), ayo kita download, yang pakai

Apple atau yang pakai Android.” Nah itu saya selalu tuh, biar lebih banyak.

Karena ya kita seratus ribu relatif, dua ratus ribu relatif.

Tapi yang kita inginkan adalah semakin banyak yang meningkat terus.

Kemudian juga kita kadang-kadang share itu isi konten kita ke Facebook, baik

Facebook personal maupun Facebook institusi begitu misalnya atau ke website

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 20: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxiii

kita. Misalnya kalau bagus ya kita share itu ke media-media mainstream itu

malah pernah juga kita share ke media mainstream gitu.

A: Apakah ada riset khusus mengenai elektabilitas yang berkaitan dengan

Jokowi App begitu?

B: Gak ada kalau riset khusus tentang itu ya, karena kan Jokowi App itu sebuah

instrumen yang sifatnya itu tidak permanen ya. Jadi kalau kita jadikan sebagai

bahan riset itu hasilnya tidak akuratlah, khawatirnya seperti itu gituloh. Nah,

tetapi yang penting dari Jokowi App adalah engagement sebetulnya, misalnya

bagaimana masyarakat itu melibatkan diri melalui proses produksi dari konten-

konten yang terkait dengan Pak Jokowi, ke satu itu.

Kedua, mengenal lebih dekat Pak Jokowi dan Kyai Ma’aruf. Jadi mereka ya jadi

tahu lah, jadi paham bahwa misalnya Pak Jokowi tidak seperti yang diisukan

selama ini bahwa dia itu PKI, dia itu anti ulama dan seterusnya. Kira-kira seperti

itu. Kalau monitoring ataupun riset yang kita lakukan kan itu terhadap media

online mainstream ataupun media sosial yang selama ini banyak dipakai begitu,

karena apa?

Kalau itu kan memang sudah permanen ya media online atau apa. Tapi kalau

Jokowi App inikan kita lihat engagement untuk download begitu. Kalaupun

paling kita bisa memprediksi itukan sekedar tambahan elektabilitas tambahan

suara, misalnya “Sudah berapa banyak sih yang download?” Misalnya “Oh

sudah seratus ribu”, “Oh sudah sejuta” dan seterusnya begitu kan. Dan umumnya

itu yang men-download adalah memang pemilih kita begitu. Kita hanya menjaga

biar tidak swing, tidak berpindah begitu.

Kira-kira itu ya, walaupun ujung-ujungnya kita berharap apa yang mereka

download itu misalkan itu bisa viral di media-media lain begitu. Biasanya ada

riset elektabilitas itu setelah debat, itupun dilakukan oleh pihak ketiga bukan

oleh kita gitu. Misalkan, LSI, itu melakukan itu, ternyata debat itu yang nonton

33%, lalu kemudian yang undecided voters memutuskan untuk memilih Jokowi,

jadi kenaikan Pak Jokowi dari undecided itu misalkan 0,6 dari 02 itu 0,4. Nah

itu ada, tetapi yang terkait dengan apps, itu kita belum pernah, belum pernah

minta, belum pernah melakukan, belum ada juga yang meriset.

A: Lalu, sistem evaluasi oleh tim terhadap apps nya, kan tadi ada yang

download, rating, terus dievaluasi secara keseluruhan?

B: iya, iya. Mereka ada evaluasi seminggu sekali ya baik secara kuantitatif maupun

secara kualitatif. Secara kuantitatif seberapa banyak sih yang download,

seberapa banyak berita yang kita masukkan.

A: Saat baru diluncurkan sempat trending pak di Playstore.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 21: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxiv

B: Iya, sempet trending betul. Waktu diluncurkan kan jadi trending topic kan saya

yang meluncurkan di Epiwalk waktu itu sama Pak Erick ya. Itu trending topic

memang. Itu jadi pantauan kita memang, kita evaluasi semua begitu ya. Di

kuantitatif itu tadi jumlah. Kualitatif misalkan bagus-bagus gak sih yang upload,

kontennya bagus gak? Gitu. Nanti kalau enggak, coba kita arahkan bagaimana

seperti itu.

Apakah kita sampaikan ke temen-temen di daerah “Eh, upload-nya tuh yang

bagus” misalnya. Misalnya kebanyakan sih kepanjangan begitu kan. Bikin

video, kita padahal udah bilang “bikin video tuh satu menit.” Kalau saya

kedaerah-daerah saya sampaikan “Bikin jangan panjang-panjang, satu menit,

kalau masih panjang bikin lagi file yang baru” gitu kan, dengan konten yang

baru, dengan judul yang baru gitu kan. Ya kadang-kadang dia terus aja, akhirnya

gak efektif.

Menurut riset kita itu, orang maksimal satu menit kok ngeliat itu, lebih dari satu

menit orang udah males, kecuali menarik sekali gitu kan. Dan kemudian kami

juga sampaikan ke temen-temen, terutama yang mengkurasi, “Setiap omongan

orang,” ini secara kualitatif ya, “Setiap omongan orang itu dibikin subtitle nya.”

Jadi gak boleh gak ada subtitle sebetulnya, kadang-kadang kan ya tetap aja ada

kan gitu. Karena apa? Kadang saya ga punya earphone kemudian saya dengerin

itu di kereta, saya kan ga mungkin gede-gedein itu (volume) bisa marah sebelah

saya di KRL gitu. Jadi dengan adanya subtitle saya bisa lihat “Oh dia sedang

ngomong ini.”

Gitu tanpa mendengar suara satu itu. Misalnya atau saya seringkali misalnya kita

gak punya kemewahan waktu, akhirnya di toilet kita misalnya mendengarkan

video itu. Jadi, harus ada subtitle-nya, kalau enggak ya kita gak tahu gitu loh.

Sementara kita gak mungkin gedein (volume), karena nanti sebelah kita bisa

terganggu kan gitu. Lagian kan gak enak juga gitu, kita di toilet misalnya. Nah

itu, itu misalnya kita gariskan untuk temen-temen.

Kita evaluasi gitu. Ya memang temen-temen dari lapangan kalo yang pinter

mungkin bikin (subtitle). Lagipula kan sekarang udah gampang kan gitu. Tapi

yang males “Yah ya udah dah kirim aja entar kalian yang bikin.” Kan gitu. Atau

kadang ada yang lupa bikin gitu ya.

A: Oh jadi setiap dimasukkan itu melalui approval dulu ya pak ya?

B: Iya, ada approval dulu. Kita cek dulu, kan masuk ke satu kantong dulu ya satu

basket terus kemudian baru di kurasi, jangan sampai salah atau kualitasnya jelek.

A: Ini sih sebenarnya tentatif saya tanyakan, tapi apakah Jokowi App ini akan

dilanjutkan apabila memenangkan pemilu?

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 22: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxv

B: Hmm.. kita belom memikirkan itu, nanti coba kita lihat dulu ya. Maka jika

dilanjutkan domain-nya adalah Istana yang pegang kan gitu kan.

A: Iya, karena inikan Tim Kampanye Nasional.

B: Iya betul, inikan tim kampanye. Kalau Kampanye sudah selesai ya kita bubar.

Sampai debat terakhir itu, kita tetap ada. Tapi kan kita gak bekerja lagi kan.

Setelah itu quick count nanti, hasil quick count seperti apa, yaudah nanti ya kita

lihat seperti apa. Kalau mau dilanjutkan ya, dengan tim Istana kan bukan

tanggung jawab kita lagi gitu. Belum ada pembicaraan kearah sana.

A: Ini sih sebenarnya masih ada beberapa pertanyaan, tapi karena terkait hal

tersebut belum dibicarakan jadi pertanyaannya akan saya berhentikan

sampai di sini ya pak ya. Terima kasih

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 23: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxvi

KERANGKA PERTANYAAN NARSUM 2

SILIH AGUNG WASESA

General

*Interviewer introduction

*Interviewee introduction

---

1. Bagaimana fenomena political branding yang sedang berkembang saat ini?

2. Menurut padangan Bapak, apakah political branding melalui aplikasi

merupakan pilihan yang tepat?

3. TKN mengasosiasikan paslon 01 dengan kaum milenial, kalangan terdidik,

kaum disabilitas, dan lainnya. Namun TKN menyatakan bila boleh

diprioritaskan, memang asosiasinya adalah ke milenial. Menurut pandangan

Bapak, apakah hal tersebut tercermin dalam Jokowi App? Dan mengapa hal

tersebut dilakukan?

4. Dalam pembentukan Jokowi App, TKN menyatakan telah melakukan riset

pendahulu untuk mengetahui target audience paslon 01, hasilnya target

audience dan target market utama dari Jokowi App adalah adalah kaum

milenial, bagaimana tanggapan bapak?

5. Menurut TKN, Jokowi App merupakan poin pembeda dengan paslon 02,

karena menurut TKN paslon 02 hanya ikut-ikutan membuat aplikasi, selain

itu fungsi dari aplikasi Jokowi App dengan Rekat Indonesia juga berbeda,

bagaimana tanggapan bapak?

6. TKN menyatakan merumuskan Indonesia Maju sebagai tagline dari paslon

01 yang tercermin dalam Jokowi App bahkan terdapat kanal tersendiri,

apakah menurut bapak hal tersebut tercermin? Dan mengapa tagline tersebut

digunakan?

7. TKN menggunakan elemen warna yang dinamis dalam Jokowi App, TKN

menyatakan warna dari Jokowi App adalah representasi dari kesembilan

partai pengusung, kedinamisan Indonesia, keberagaman Indonesia, dan

Kekayaan alam Indonesia, bagaimana tanggapan bapak?

8. Menurut TKN, timnya melakukan integrating brand marketing activities

dalam Jokowi App yang tercermin dari sistem gamifikasi dan kanal suaraku

dalam pembentukan stronger voters, apakah hal tersebut sudah tepat untuk

dilakukan? Bagaimana menurut pandangan bapak sebagai praktisi?

9. TKN mengatakan tidak ada asosiasi ketokohan yang dikaitkan dengan

paslon 01, bagaimana menurut pandangan bapak?

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 24: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxvii

10. TKN menyatakan tidak melakukan analisis untuk mengetahui apa yang

pemilih pikirkan dan mengenai Jokowi App, apakah sebenarnya hal tersebut

penting untuk dilakukan? bagaimana menurut pandangan Bapak?

11. Menurut TKN, tim nya tidak melakukan riset secara kualitatif untuk

memetakan pengetahuan pemilih terhadap brand paslon 01, bagaimana

menurut pandangan Bapak?

12. Menurut TKN, timnya juga tidak melakukan evaluasi terhadap brand

performance setelah diluncurkannya Jokowi App, bagaimana menurut

pandangan bapak?

13. Kekurangan dari political branding yang dilakukan TKN melalui Jokowi

App?

14. Kriteria yang tepat melakukan online political branding?

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 25: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxviii

Lokasi : Konner Advisory, Menteng – Jakarta Pusat

Waktu : Kamis, 13 Juni 2019

Durasi : 16.10-16.30 (20 menit)

Jenis wawancara : Wawancara lansgung / Tatap muka

A: Penanya

B: Narasumber II (Silih Agung Wasesa – Konsultan Komunikasi)

A: Perkenalkan, nama saya Cynthia Limaura, mahasiswa Universitas

Multimedia Nusantara major Corporate Communications.

B: Oke, saya Silih Agung Wasesa, konsultan komunikasi.

A: Baik, saya mulai ya pak. Menurut bapak, bagaimana fenomena political

branding yang berkembang saat ini?

B: Hemm.. sebetulnya sih kalo kita ngeliat fenomena plitical branding sih

berkembang secara umum sih relatif sehat gitu ya. Artinya kita menemukan

banyak proses-proses political branding itu yang menghasilkan pemimpin-

pemimpin berkualitas. Kita kenal di Surabaya ada Bu Risma, kemudian di NTB

ada TGB, ada Ridwan Kamil, ada Ganjar, ada Anies Baswedan gitu. Semuanya

sih secara umum sehatlah pola itu.

Tapi kemudian, memang ada dua kejadian kampanye political branding itu

membuat polarisasi para pemilihnya tuh. Terpisah secara identitas bahkan, baik

Pilkada DKI kemarin dan yang barusan Pilpres. Political branding kita diwarnai

dengan politik identitas dari dua belah pihaklah. Sehingga yang terjadi bukan

kompetisi menang atau kalah, tapi ya jadi musuhan. Musuhannya bukan

pertandingan lagi nih, tapi musuhan yang lebih abadi. Itu sih secara umum.

A: Selanjutnya menurut Bapak, pilihan TKN menggunakan Jokowi App

sebagai salah satu media kampanye untuk menyasar milenial, itu

merupakan pilihan yang tepat atau tidak?

B: Ya, sebetulnya menarik jika membicarakan apps itu untuk menarik milenial gitu.

Cuman satu hal yang harus dipahami, kayaknya sih yang bikin itu TKN itu orang

tua nih ya, dia nganggep anak-anak muda itu suka apps. Padahal iya suka apps,

tapi dalam konteks tertentu, jadi gak semuanya suka apps. Jadi gini, satu, para

milenial itu kan para fakir data, jadi dia gak secara mudah mau ngedownload

aplikasi.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 26: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xxxix

Nah yang kedua, dia hanya mau download aplikasi yang bener-bener sesuai

dengan kebutuhan. Nah pertanyaannya adalah, apakah aplikasi Jokowi ini buat

mereka menguntungkan atau engga? Itu. Ini secara umum konsep besar yang

harus dipertanyakan ya. Baru nanti dari sana kita melihat tuh, performance app

nya, ratingnya berapa, yang download berapa, dan sebagainya. Itu sih.

A: Oh begitu, selanjutnya, TKN menyatakan mengaitkan milenial dengan

kaum disabilitas, milenial, kaum terdidik, dan sebagainya, tapi yang

memang jadi prioritas utama adalah milenial, menurut Bapak, apakah hal

tersebut tercermin dalam Jokowi App?

B: Iya, kalau secara konten sih iya, untuk milenial gitu ya.

A: Dari segi apanya pak?

B: Dari segi gaya bahasa, kontennya. Cuman yang saya kurang begitu sreg adalah

bagaimana kemudian dia mempromosikan Jokowi dengan hasil

pembangunannya gitu. Nah itu yang tidak sesuai dengan milenial nih. Apa ya,

KPI nya milenial, kunci suksesnya milenial dengan kunci sukses orang tua tuh

beda tuh. Belum tentu jalan tol yang panjang itu berguna untuk milenial. Belum

tentu mengurangi pengangguran itu berguna untuk milenial. Nah itu yang tidak

diperhatikan sama TKN.

A: Kalau menurut Bapak seharusnya seperti apa?

B: Harusnya sih justru kontennya, konten yang ‘receh’ gitu.

A: Contohnya perbanyak komiknya?

B: Iyaa contohnya itu, atau misalnya ngobrol sama cucunya. Hal-hal yang ‘receh’

kaya gitu justru yang disukai milenial.

A: Iya bener pak heeheh.. dalam pembentukan Jokowi App ini, TKN

menyatakan sudah melakukan riset sebelumnya untuk mengetahui siapa

target audiencenya. Hasilnya adalah milenial dan orang-orang yang

menyukai sesuatu yang personal. Jadi dibuatlah aplikasi. Menurut

tanggapan bapak itu seperti apa?

B: Setuju, bahwa milenial suka aplikasi iya. Tapi apakah setiap aplikasi disukai

milenial gitu, itu adalah persoalan yang lain. Fakta bahw milenial suka aplikasi

itu betul, tapi aplikasi yang seperti apa yang disukai milenial? Pertanyaannya

adalah, apakah aplikasi yang dibangun oleh TKN, itu udah ada test user

experience nya? Kayaknya sih dengan waktu yang sedemikian cepat, user

experience nya sih gak jalan.

A: lalu selanjutnya, sebenarnya paslon 02 juga memiliki aplikasi tapi

fungsinya berbeda. Kalau apps paslon 02 fungsinya untuk melaporkan

kecurangan dalam pemilu, kalau Jokowi App kan untuk memberi

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 27: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xl

informasi, memberi pengetahuan lebih ke pengguna begitu. Bagaimana

menurut tanggapan bapak? Memang merupakan pembeda atau

bagaimana?

B: Hemm sebetulnya gini, kalau aplikasi itukan memang tools ya, jadi ya aplikasi

Jokowi maupun palson 02 itu ya turunan dari narasi aja, kalau paslon 01 kan ada

tagline Indonesia maju. Kalau positioning paslon 02 itukan memang narasinya

itu “gue menang nih, kalo sampe gue kalah, berarti lu curang.” Kan narasi itukan.

Nah itu yang diturunkan dalam bentuk macam-macam, salah satunya ya

aplikasinya itu. Sehingga di aplikasipun arahnya ke sana, yang diomongin

kecurangan-kecurangan. Tapi ketika kita bicara kecurangannya berapa, dia gak

ada buktinya. Jadi cuman turunan narasi aja.

A: Nah, bapak tadi sudah sebutkan, paslon 01 kan punya tagline, Indonesia

Maju. Apakah hal tersebut tercermin dalam Jokowi App?

B: hemm.. Tercermin sih tapi dalam konteks TKN, tapi tidak secara milenial. Kalau

di kita itukan ada yang namanya narasi, jadi ada narasi kreatif. Nah, narasi kreatif

ini disesuaikan dengan milenial. Terutama, value nya gitu. Nah yang TKN itu

narasinya sih udah bener Indonesia Maju, tapi bukan bahasa milenial.

A: Ohh.. penyampaiannya?

B: Iyaa, penyampaiannya masih penyampaian orang tua lah, bkin infratruktur, ada

jalan tol, yang bukan milenial banget.

A: Padahal maju untuk milenial belum tentu maju dalam infratrstruktur ya

pak.

B: Iya bener, bisa jadi cuman gara-gara dia punya paket data buat dia itu udah

kemajuan.

A: Kalau di Jokowi App sendiri sebenarnya ada kanal Indonesia Maju, isinya

keberhasilan Jokowi, bagaimana tanggapan bapak?

B: Nah itu tadi, sebetulnya kanal di Jokowi App itu kebanyakan kanal yang satu

arah gitu ya, hanya menginformasikan, kesatu itu. Dua, yang menginformasikan

adalah TKN itu sendiri bukan peer group, padahal milenial mendengarkan peer

group.

A: Kalau dari brand element dalam Jokowi App, bagaimana menurut bapak?

B: Kalau dari warna sih mereka masih menurunkan warna dari kampanye ya, yang

ceria gitukan, merah, kuning. Kalau kita liat dari sisi milenial, saya lihat sih

milenial suka-suka saja ya, apalagi dari kartunnya gitu. Pada sisi itu sih saya

melihat dari brand element nya terutama warna ya udah cocok tuh sama milenial.

Gitu.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 28: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xli

A: Kalau logo?

B: Logo, Okelah.

A: Kan logonya itu Jokowi sama K.H Ma’aruf Amin tuh pak.

B: Jadi gini, kalau kita bicara mengenai milenial, milenial itukan lebih suka logo

itu seperti simbol, warna sama bentuk atau huruf atau tulisan gitu. Tapi inikan

menggunakan simbol orang gitu, nah itu biasanya dilakukan oleh challengers

bukan incumbent.

A: Ohh.. misalnya berarti Pak Prabowo yang menggunakan logo tersebut gitu

pak?

B: iya, misalnya Pak Prabowo munculin wajah, itu oke gitu. Tapi kalau dia sebagai

incumbent, dia harusnya munculin programnya. Tapi yang dalam bentuk kata-

kata gitu, “teruskan”, “lanjutkan”, nah yang kaya gitu-gitu tuh. Harusnya kaya

gitu, cumankan ini seolah-olah dia yang jadi penantang. Sebenarnya di konsep

lainnya juga gitu, sebenarnya Jokowi sekarang tuh terkesan dia seperti barusan

mau jadi Presiden. Padahal udah jadi Presiden kan gitu.

Sebenarnya kalau incumbent itu harusnya membangun suara orang-orang ketiga

yang sudah merasakan manfaatnya selama dia menjabat jadi Presiden.

Sementara challenger pasti mengkritik pembangunan yang dilakukan oleh

incumbent. Nah yang kemarin terjadi itukan yang incumbent cuma ngomongin

prestasinya, tapi testimoninya gak banyak. Sementara yang kubu kedua, udah

bener sih nyerang tapi gak punya solusi. Jadi ya gitu, pilihannya jadi gak asik

lah.

A: Nah selanjutnya nih pak, TKN melakukan integrating brand marketing

activities melalui sistem gamifikasi atau pengumpulan poin dalam Jokowi

App dan adanya kanal suaraku yang dimana pengguna dapat mengupload

konten dalam bentuk video, artikel, maupun foto. Menurut Bapak, apakah

langkah tersebut sudah tepat sebagai salah satu program untuk create

stronger voter?

B: Sebetulnya sangat tidak tepat ya, jadi gini, persoalan mengenai voters itu adalah

persoalan akar rumput. Persoalan dia mau milih apa engga. Persoalan untuk

menggiring dia ke TPS untuk nyoblos, kan persoalannya gitu. Bukan persoalan

bangun awareness. Hal seperti tadi, baru membangun awareness.

Ya lu udah gak perlu lah, lu udah empat tahun, udah punya sesuatu, ya lu tinggal

sodorin itu. Ya itu tadi yang saya sebut, seolah-olah masih baru nih Jokowi,

masih nantangin nih, iniloh, gw punya iniloh. Sesuatu yang, ‘lu gak perlu lagi

kaya gitu, lu mah udah terkenal, semua orang udah tau. Sehingga menurut saya

ya gak efektif gitu.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 29: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xlii

A: Jadi program apa yang tepat untuk di Jokowi App?

B: Program yang tepat adalah untuk ngeggiring para pemilih untuk sampai ke TPS.

Misalnya nih, ajakan untuk tidak Golput. Misalnya ada program untuk ajak

temen-temen untuk gak Golput. Gak harus memilih paslon 01, tapi ajak temen

lu, siapa aja, yang bawa tiga orang dapat hadiah ini, nah itu yang kaya gitu tuh.

Itu lebih ke akar rumput gitu. Kesalahannya adalah Jokowi masih

menginformasikan seolah-olah dia baru mau berantem jadi presiden nih. Gitu

A: Iya.. selanjutnya, sebenarnya kan dari awal memang dikatakan asosiasi

paslon 01 tidak tunggal, asosiasinya banyak, ke ibu-ibu, ke kaum

disabilitas, milenial, dsb. Tapi menurut bapak ada atau tidak di Jokowi App

ini asosiasi ketokohan? Kan kalau menurut TKN, mereka tidak melakukan

asosiasi ketokohan, karena Pak Jokowi dan KH Ma’aruf sudah merupakan

tokoh yang dikenal di masyarakat. Apakah hal itu sudah tepat dilakukan

TKN?

B: Iya, jadi gini, sebenernya asosiasi ketokohan itu hampir selalu dilakukan di

semua pilpres dimanapun. India itu selalu dengan Keluarga Gandhi, terus

kemudian Indonesia dengan Soekarno, terus kemudian Amerika dengan JFK,

selalu ada ketokohan, selalu ada dinasti. Dan milenial itu juga punya tokoh

sebenernya. Bedanya, apakah tokoh milenial itu tokoh jaman dahulu atau tokoh

jaman sekarang. Asosiasi ketokohan sebenarnya perlu.

Saya belum melihat case, dimana ada pilpres tidak menggunakan tokoh,

ketokohan gak dipake. Jawaban saya pasti TKN belum pernah jadi tim pilpres,

dia gak punya pengalaman itu, atau gak punya referensi tentang itu. Harusnya

yang namanya pilpres itu, diseluruh dunia pasti diasosiasikan dengan tokoh

tertentu.

Bahkan apa dia sebagai satria, atau apalah, itu harus ada. Kalau engga, pemilih

jadi gak punya jembatan, untuk memikirkan ‘masa lalu dia tuh siapa ya?’ Saat

2014 itu Prabowo sempat bagus, pada saat dia naik kuda, kuda itukan

diasosiasikan sebagai kuat, sebagai panglima.

A: Selanjutnya, menurut TKN, timnya tidak melakukan analisis untuk

mengetahui pandangan pengguna terhadap Jokowi App, apakah menurut

Bapak itu langkah yang tepat?

B: Sebetulnya sih kalau kita menggunakan apps itukan ada banyak model

pengukuran, yang pertama, pengguna dari apps itu sendiri bagaimana, banyak

atau engga. Itu yang namanya output, appsnya jadi, dan apakah memang user

experience nya sesuai dengan milenial, sehingga banyak yang download, banyak

yang interaksi di situ.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 30: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xliii

Yang kedua, itu namanya outtakes, outtakes itu impresif, jadi betul gak sih

bahwa apps ini membuat para penggunanya yang milenial ini menjadi suka,

menjadi obrolan, menjadi rekomendasi, gitu. Yang ketiga outcome, apakah apps

ini bisa untuk menarik milenial, untuk memilih Jokowi. Tiga itu sih sebenernya

kalau dianalisis seperti itu. Tapi sih mungkin kayanya mereka gak melakukan

analisis itu ya, ya mungkin budgetnya banyaklah..

A: ada sih pak, hanya analisis mingguan mengenai rating, jumlah download,

user, dll

B: Ohh berarti hanya output yang dianalisis ya

A: Selanjutnya, TKN juga tidak melakukan riset terhadap brand paslon 01

setelah diluncurkannya Jokowi App.

B: Yaa, berarti karena budget nya banyak aja. Nah ketika kita kampanye itukan ada

yang namanya efisiensi ya. Jadi budget berapa yang kita keluarkan, harus kita

lihat bagaimana hasilnya. Apalagi kalau biayanya terbatas. Jadi ketika kita

ngebangun apps dengan budget yang pasti tidak murah gitu ya.. tidak ada riset

untuk kualitatif yaa menjadi mubazir gitu. Kemungkinan lainnya ya mungkin

duitnya banyak.

A: Jadi menurut bapak memang seharusnya diadakan riset?

B: Iya dong, harus di riset, efisiensi appsnya seperti apa gitu, kan dia harus

bertanggung jawab atas apa yang dibikin. Gitu.

A: Selanjutnya, apa kekurangan dari political branding yang dilakukan TKN?

B: hemm iya, satu hal sih sebetulnya kekruangan yang mendasar yang dilakukan

TKN lewat Jokowi App itu dia tidak menggunakan sudut pandang milenial,

dalam konteks hasil prestasinya Jokowi. Itu yang paling mendasar tuh. Sehingga,

saya ngeliat buat milenial itu sebenarnya apps itu ya biasa aja gitu.

Contohnya aja misalnya mengenai pembangunan, gak ada tuh omongan

misalnya ‘wih, Jokowi tuh keren ya, dia udah bisa apa, bisa apa, bisa apa’ gitu.

Karena buat milenial, jauh banget tuh prestasi Jokowi sama harapan dia. Kayak

tadi, mau ngebangun tol, mau bikin tol laut, mau bikin apa gitu. Buat milenial,

‘terus ngapa kalo dia kaya gitu?’ tapi kalo dia bikin tiket murah, bisa pindah-

pindah pekerjaan, dapet pekerjaan yang oke gitu, itu baru prestasi buat dia gitu.

Nah ini yang sama TKN narasinya tidak diciptakan kaya gitu. Jadi narasi orang

tua, dipaksain masuk ke anak muda cuman kemasannya aja dibuat milenial lah

gitu. Tapi dalamnya gak diolah dulu nih. Kalo dia masakan tuh, rasanya masih

rasa orang tua gitu, cuman bentuknya bentuk milenial gitu.

A: Lalu menurut bapak, apa sih kriteria yang tepat untuk membentuk online

personal branding?

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 31: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xliv

B: Sebetulnya gini, online political branding itukan gak bisa berdiri sendiri, apakah

sosial media, apakah aplikasi gitu yah, tapikan dia harus menyatu dengan offline

seperti media konvensional ada akar rumput, ada komunitas, nah itu harus jadi

satu kesatuan, jadi gak bisa cuman ada apps terus dilihat download nya berapa.

Gitu.

A: oh begitu, iya pak. Terima kasih pak atas waktunya.

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019

Page 32: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/10301/2/LAMPIRAN.pdf(sex, age, phsychographic, demographic, SES) 8. Apa perbedaan yang ditonjolkan oleh paslon

xlv

Political branding jokowi-ma’aruf..., Cynthia Limaura, FIKOM UMN, 2019