liquid smoke from nira.pdf

112
KAJIAN PENGAWETAN NIRA MENGGUNAKAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TUBAGUS BAHTIAR RUSBANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Upload: adhwa-fitri

Post on 26-Oct-2015

251 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bahan utama asap cair berupa pohon nira

TRANSCRIPT

Page 1: liquid smoke from nira.pdf

KAJIAN PENGAWETAN NIRA MENGGUNAKAN

ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA

TUBAGUS BAHTIAR RUSBANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: liquid smoke from nira.pdf

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengawetan Nira

Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa adalah karya saya dengan arahan

komisi pembimibing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Tubagus Bahtiar Rusbana NRP F251070021

Page 3: liquid smoke from nira.pdf

ABSTRACT TUBAGUS BAHTIAR RUSBANA. Study of Palm Juice Preservation using Coconut Shell Liquid Smoke. Under direction of SLAMET BUDIJANTO and HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.

Smoke is used traditionally as an alternative indirect way to preserve the palm juice. Preservation of palm juice using liquid smoke directly have never been conducted before. The aim of this study is to investigate the effects of redistilated liquid smoke to preserve the palm juice. The plam juice of Arenga pinnata was chose. Antimicrobial effect of crude liquid smoke was determinated. Concentration of crude liquid smoke at 0,50% until 3,00% gave the inhibitory effect of microbial growth in the palm juice, but it caused the colour of palm sugar getting dark. Redistilation was done to make the crude liquid smoke clearer. It also caused the change of total fenol. The method to measure the number of total fenol was AOAC 1995. Antimicrobial activity of redistilated liquid smoke was tested by suspension methode to determine the MIC. This test used concentrations 0,22% - 0,30%(v/v) for P.aeruginosa, 0,20% - 0,40%(v/v) for S.aureus, and 3,00% - 30,00%(v/v) for isolated lactic acid bacteria (LAB) from palm juice. When the redistilation liquid smoke applied in the nira, it used concentrations 0,50% - 3,00%(v/v). Total amount of microorganism and pH value were measured in this step. In conclusion, redistilation caused total fenol decrease 0,7%. The MIC value of P.aeruginosa S.aureus, and LAB isolate are 0,22%, 0,20% and 3,00% consecutively. The most preferable concentration of redestilated liquid smoke for application is 1,00 %. It is the smallest concentration that could prevent the decrease of pH by inhibit the microorganism growth until 12 hours. Keyword : liquid smoke; redistilated liquid smoke; MIC; pH; Palm Juice

Page 4: liquid smoke from nira.pdf

RINGKASAN

TUBAGUS BAHTIAR RUSBANA. Kajian Pengawetan Nira menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa. Dibawah bimbingan SLAMET BUDIJANTO dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.

Gula merah merupakan gula hasil pengolahan nira tanaman palma banyak digunakan sebagai ingredient pada industri pangan. Keunggulan dari gula merah adalah memiliki nilai indeks glisemik (IG) rendah serta komposisi asam-asam organik dan komponen volatil yang terdapt didalamnya dapat memberikan rasa khas yang disukai secara sensori yang tidak dapat digantikan oleh gula putih (tebu). Akan tetapi, nira sebagai bahan baku pembuatan gula merah merupakan bahan yang mudah mengalami perubahan fermentatif akibat aktivitas mikroorganisme yang mengkontaminasinya selama penyadapan. Teknik pengawetan nira secara tradisional yang selama ini dilakukan belum dapat mengatasi masalah tersebut. Penerapan hasil penelitian pengawetan menggunakan natrium bisulfit, natrium metabisulfit dan natrium benzoat, serta zat aditif berupa penambahan kapur di satu sisi dapat mengawetkan nira tetapi disisi lain dapat menurunkan kualitas gula merah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengawetan lain yang lebih efektif dan lebih terjamin dari segi keamanan pangan.

Penggunaan asap sebagai pengawet nira secara tidak langsung telah lama dilakukan oleh penderes dengan mengasapi wadah penampung (lodong). Penggunaan asap cair sebagai pengawet nira secara langsung belum pernah dilakukan. Penelitian ini mengkaji potensi asap cair tempurung kelapa sebagai pengawet nira. Asap cair tempurung kelapa diperoleh dari CV Wulung Prima, Desa Cihideung Udik – Ciampea, Bogor. Nira aren segar diambil dari penderes di Desa Cibogo, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Uji aktivitas mikroba dilakukan dengan menentukan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) asap cair hasil destilasi ulang terhadap bakteri uji dengan metode kontak (suspension test). Kultur murni yang digunakan adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, serta bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari nira. Uji aplikasi asap cair dilakukan dengan simulasi di laboratorium untuk menentukan konsentrasi berapa yang akan diujikan pada tahap simulasi penyadapan dengan melihat perubahan nilai pH, total mikroba, serta aplikasi langsung dalam pembuatan gula merah setelah penyadapan. Pengujian terakhir berupa uji organoleptik dan perubahan warna gula.

Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa penggunaan asap cair hasil pengendapan tanpa destilasi ulang (asap cair kasar) berpotensi untuk digunkan sebagai pengawet nira, tetapi penggunaan asap cair tersebut mempengaruhi karakteristik gula terutama warna. Gula merah yang dihasilkan berwarna hitam sehingga asap cair yang digunakan untuk tahap selanjutnya adalah asap cair hasil destilasi ulang (redestilasi).

Asap cair redestilasi memiliki kandungan total fenol lebih rendah 0,7% dari asap cair kasar tetapi memiliki penampakan jernih yang lebih baik dibandingkan dengan asap cair kasar. Pengujian aktivtas antimikroba menunjukkan nilai MIC asap cair redestilasi terhadap P.aeruginosa dan S.aureus berturut-turut adalah 0,22% dan 0,20%v/v, sedangkan nilai MIC asap cair redestilasi terhadap isolat BAL asal nira adalah 3,00%%.

Page 5: liquid smoke from nira.pdf

Uji aplikasi asap cair redestilasi pada konsentrasi 0,50%, 1,00%, 1,50%, 2,00%, dan 3,00% menunjukkan bahwa konsentrasi 1,00% dapat digunakan untuk pengawetan nira. Nira yang disadap selama 12 jam dengan penambahan asap cair redestilasi pada konsentrasi 1,00% memiliki pH lebih dari enam. Gula merah yang dihasilkan dari nira tersebut memiliki warna coklat cerah dengan rasa yang disukai panelis pada tingkat kesukaan 5 (suka). Kata Kunci : Asap cair; Asap Cair Redestilasi; MIC; pH; Nira

Page 6: liquid smoke from nira.pdf

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 7: liquid smoke from nira.pdf

KAJIAN PENGAWETAN NIRA MENGGUNAKAN

ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA

TUBAGUS BAHTIAR RUSBANA

Tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 8: liquid smoke from nira.pdf

Judul Tesis : Kajian Pengawetan Nira menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa Nama : Tubagus Bahtiar Rusbana NRP : F251070021

Disetujui,

Komisi Pembimbing Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Ketua

Dr.Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Myor Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 9 September 2009

Tanggal Lulus :

Page 9: liquid smoke from nira.pdf

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Yadi Haryadi, M.Sc

Page 10: liquid smoke from nira.pdf

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil ’aalamiin, sepenuh hati penulis ungkapkan rasa syukur atas selesainya penelitian bertema ”Kajian Pengawetan Nira menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa” yang diakhiri dengan penulisan tesis ini. Berangkat dari keprihatinan terhadap potensi besar yang dimiliki komoditi gula merah yang tersisihkan karena penggunaan pengawet yang tidak tepat dan proses pengolahan yang kurang baik, maka kajian ini dilakukan dengan harapan agar gula merah dari Indonesia dapat dikenal dan menjadi komoditi bernilai tinggi.

Penyelesaian tesis ini tidak dilakukan oleh penulis sendiri melainkan dengan bantuan beberapa pihak yang dengan penuh perhatian mendukung, mengarahkan, serta berjuang bersama penulis dalam rangka penyempurnaan kajian ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr yang telah memberi rekomendasi untuk kelanjutan studi S2 sekaligus menjadi pembimbing utama. Tidak ada penghargaan yang bisa saya berikan selain ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas jasanya selama ini.

2. Dr.Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku anggota pembimbing yang senantiasa memberikan keluangan waktu dan curahan pemikiran ditengah kesibukan tugasnya.

3. Dr.Ir. Yadi hariyadi, M.Sc sebagai Dosen Penguji. Terima kasih atas waktu dan semua saran yang diberikan.

4. Ratri Hanindha Majid, S.P. Istri tercinta yang menjadi sumber motivasi, ilmuwan yang senantiasa memberikan solusi cerdas dalam setiap kesempitan, pendamping dengan segala curahan kasih sayang yang tidak ternilai tingginya bagi penulis, aca.

5. Ananda Tubagus Alifian Akhyar, kehadirannya memberi semangat dan ketenangan dalam kesibukan setiap hari.

6. Keluarga Semarang dan Keluarga Pandeglang yang memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil.

7. Rekan-rekan IPN 2007 terutama untuk Reski dan Zaim, serta Mbak Dwi dan keluarga.

8. Rekan-rekan satu laboratorium, Mbak Ari, Pak Taufik, Mbak Mar, Ibu Sofi, dan Ibu Sari; serta

9. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu dalam kesempatan ini.

Semoga apa yang kita lakukan senantiasa bermanfaat dan diberi balasan oleh Allah SWT sebagai tabungan amal kebajikan. ”Tak ada gading yang tak retak” merupakan pepatah yang tepat untuk karya ini sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar karya ini menjadi lebih baik. Semoga karya ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya. Bogor, September 2009

Penulis

Page 11: liquid smoke from nira.pdf

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 20 September 1981 sebagai

putra bungsu dari pasangan Hj. Masku’ah dan H. Tubagus Entus Basuni. Tahun

2003 penulis menyelesaikan jenjang Strata Satu di Institut Pertanian Bogor pada

jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Sejak tahun 2005 penulis diangkat menjadi

staf pengajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan tahun 2007 penulis

berkesempatan untuk melanjutkan studi Strata Dua di Institut Pertanian Bogor

pada mayor Ilmu Pangan dengan dana beasiswa BPPS Dikti.

Page 12: liquid smoke from nira.pdf

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v

1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

2.1. Gula Merah ............................................................................................. 5

2.2. Nira ......................................................................................................... 9

2.3. Penyadapan Nira dan Sumber-Sumber Kontaminasi Nira...................... 10

2.4. Mikrobiologi Nira .................................................................................. 14

2.5 Bakteri Asam Laktat dan Fermentasi Nira ............................................. 17

2.6. Derajat Keasaman (pH) Nira dalam Pembuatan Gula Merah ................ 19

2.7. Upaya-Upaya Pengawetan Nira ............................................................. 20

2.8. Aspek Keamanan Pangan dalam Penggunaan Zat Aditif ...................... 22

2.9. Asap Cair ................................................................................................ 23

2.10 Aktivitas Antimikroba Asap Cair........................................................... 24

2.11. Asap Cair Tempurung Kelapa............................................................... 25

2.12. Redestilasi Asap Cair ........................................................................... 28

3. METODOLOGI ...................................................................................... 30

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 30

3.2. Bahan dan Alat ....................................................................................... 30

3.3. Tahapan Penelitian dan Prosedur Pengujian .......................................... 30

3.3.1. Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 33

3.3.2. Redestilasi Asap Cair ........................................................................ 33

Page 13: liquid smoke from nira.pdf

3.3.3. Uji Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi ............................. 34

3.3.4. Aplikasi Asap Cair Redestilasi untuk Pengawetan Nira ................... 36

3.3.5. Pembuatan Gula Merah dengan Menggunakan Konsentrasi Asap Cair Redestilasi Terpilih .................................................................. 38 3.3.6. Analisis Statistik ................................................................................. 39

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 40

4.1. Potensi Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Pengawet Nira.......................................................................................................... 40

4.2. Kadar Fenol Asap Cair Redestilasi ......................................................... 43

4.3. Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi ........................................ 50

4.3.1. Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Redestilasi 46

4.3.2. Uji Aktivitas Antibakteri Asap cair Tempurung Kelapa Redestilasi terhadap Isolat Bakteri Asal Nira ...................................................... 49

4.4. Aplikasi Asap Cair Redestilasi sebagai Pengawet Nira ......................... 51

4.4.1. Perubahan pH selama 12 Jam Penyimpanan ..................................... 51

4.4.2. Perubahan Jumlah Mikroba selama 12 Jam Penyimpanan ............... 53

4.4.3.. Aplikasi Penyadapan Selama 12 Jam ............................................... 55

4.4.4. Simulasi Perubahan pH selama Penyadapan ..................................... 56

4.5. Uji Organoleptik .................................................................................... 57

4.6. Pengujian Warna .................................................................................... 58

5. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 61

5.1.Simpulan .................................................................................................. 61

5.2. Saran ........................................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62

Page 14: liquid smoke from nira.pdf

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Populasi Industri Gula Merah di Indonesia Tahun 2001 ................. 5

Tabel 2 Komposisi Asam Organik yang terdapat pada Kecap (mg/100g) .... 6

Tabel 3 Jenis dan Persentase Area Komponen Volatil Kecap Manis dan Gula Merah ................................................................................ 7

Tabel 4 Kategori Pangan Berdasarkan Indeks Glisemik ............................... 8

Tabel 5 Syarat Mutu Gula Palma berdasarkan SNI 01-3743-1995 ............... 9

Tabel 6 Komposisi Nira dari Berbagai Tanaman Palmae ............................. 10

Tabel 7 Isolat Mikroorganisme dari Nira Lontar pada Berbagai Waktu Fermentasi ........................................................................................ 16

Tabel 8 Komponen-Komponen yang Teridentifikasi dari Fraksi terlarut Asap Cair Tempurung Kelapa dalam dichloromethane.................... 27

Tabel 9 Jumlah Mikroba setelah Dikontakkan selama 24 Jam dengan Asap Cair Kasar pada berbagai Konsentrasi ............................................. 41

Tabel 10 Nilai L, a*, dan b* Gula Merah dari Nira yang Mengandung Asap Cair .......................................................................................... 59

Page 15: liquid smoke from nira.pdf

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Proses Pengasapan Lodong menggunakan Pemuput .................... 12

Gambar 2 Proses Penyadapan Nira : (A) Penyayatan Ujung Mayang dan (B) Pemasangan Penampung Nira dan Penutupnya ...................... 13

Gambar 3 Alat Destilasi Asap Cair ................................................................ 29

Gambar 4 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa........................................................ 32

Gambar 5 Deskripsi Nilai L, a, dan b pada Pembacaan Chromameter .......... 38

Gambar 6 Asap Cair Kasar Tempurung Kelapa Hasil Pengendapan.............. 41

Gambar 7 Perubahan pH Nira setelah Diberi Perlakuan Penambahan Asap Cair (AC) pada Berbagai Konsentrasi selama 12 Jam .................. 42

Gambar 8 Gula Merah dari Nira yang Mengandung Asap Cair 0,50%.......... 43

Gambar 9 Total fenol Asap Cair Sebelum (A) dan Sesudah Destilasi (B) ..... 44

Gambar 10 Asap Cair Sebelum (A) dan Sesudah Destilasi (B) ...................... 45

Gambar 11 Jumlah S.aureus setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair (AC) pada Berbagai Konsentrasi selama 24 Jam .................................. 46

Gambar 12 Jumlah P.aeruginosa setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair (AC) pada Berbagai Konsentrasi selama 24 Jam ......................... 47 Gambar 13 Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Nira Hasil Pewarnaan Gram .... 50

Gambar 14 Jumlah BakteriAsam Laktat setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair (AC) pada Berbagai Konsentrasi selama 24 Jam................. 51

Gambar 15 Grafik Perubahan pH Nira yang Diberi Asap Cair (AC) pada Berbagai Konsentrasi selama 12 Jam Penyimpanan .................... 52 Gambar 16 Jumlah Total Mikroba pada Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan ......................... 53

Gambar 17 Jumlah Total BAL pada Nira yang Diberi Asap Cair Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan .......................... 54

Gambar 18 Jumlah Total Khamir pada Nira yang Diberi Asap Cair Redestilasi 1% selama 12 Jam Penyimpanan ............................... 54

Gambar 19 Hubungan pH dan Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Fermentasi Nira selama 12 Jam Penyimanan .............................. 55

Gambar 20 Perubahan pH selama Simulasi Penyadapan selama 12 Jam Menggunakan Asap Cair pada Konsentrasi 1,00% dan 3,00% .... 56

Gambar 21 Penilaian Panelis terhadap Kenormalan Rasa Gula Merah dengan Nira yang Mengandung Asap Cair 1,00% dan 3,00%...... 58

Gambar 22. Warna Gula Merah dengan Asap Cair 1,00% (A) dan Gula Merah dengan Asap Cair 3,00% (B) .................................. 59

Page 16: liquid smoke from nira.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Pengukuran Total Fenol Pada Asap Cair Tempurung Kelapa ...................................................................... 69 Lampiran 2. Hasil ANOVA Kadar Fenol Asap Cair Redestilasi .................... 70

Lampiran 3. Uji Lanjut Duncan untuk Pengaruh Destilasi ............................. 71

Lampiran 4. Penentuan MIC Asap Cair Redestilasi Terhadap P.aeruginosa . 72

Lampiran 5. Hasil ANOVA Nilai MIC P.aeruginosa ..................................... 73

Lampiran 6. Uji Lanjut Duncan untuk Nilai MIC P.aeruginosa ..................... 75

Lampiran 7. Data Penentuan MIC S.aureus.................................................... 76

Lampiran 8. Hasil ANOVA Nilai MIC S.aureus ............................................ 77

Lampiran 9. Uji Lanjut Duncan untuk Nilai MIC S.aureus............................. 79

Lampiran 10. Data Penentuan MIC Isolat BAL ............................................. 80

Lampiran 11. Hasil ANOVA Nilai MIC Isolat BAL ...................................... 81

Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan untuk Nilai MIC Isolat BAL ...................... 82

Lampiran 13. Perubahan pH Nira Selama 12 Jam Penyimpanan ................... 83

Lampiran 14. Hasil ANOVA Perubahan pH Nira Selama 12 Jam Penyimpanan ............................................................................ 84

Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan untuk Konsentrasi ...................................... 86

Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan untuk Waktu .............................................. 87

Lampiran 17. Data Simulasi Penyadapan Nira ............................................... 89

Lampiran 18. Hasil ANOVA Perubahan pH Simulasi Penyadapan Nira ....... 90

Lampiran 19. Uji Lanjut Duncan untuk Konsentrasi ...................................... 92

Lampiran 20. Uji Lanjut Duncan untuk Waktu .............................................. 93

Lampiran 21. Hasil Uji Organoleptik .............................................................. 95

Lampiran 22. Hasil ANOVA Uji Organoleptik .............................................. 96

Lampiran 23. Uji Lanjut Duncan untuk Kesukaan ......................................... 97

Lampiran 24. Uji Warna ................................................................................. 98

Page 17: liquid smoke from nira.pdf

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gula merah merupakan gula yang diperoleh dari pengolahan nira

tanaman palma seperti aren, kelapa, dan lontar (nipah). Di Indonesia, produksi

gula aren tersebar hampir diseluruh pulau. Daerah yang paling banyak

memproduksi gula merah adalah: Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat,

Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa

Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat (Sulaeman, 2002).

Hasil penelusuran media massa menunjukkan bahwa pengembangan

industri gula aren, salah satu jenis gula merah, mulai dilakukan pada tahun

2006 terutama di Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur,

Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Pada tanggal

14 Januari 2007 dilakukan ekspor perdana gula aren sebanyak 12,5 ton dari

Tomohon, Sulawesi Utara, ke Rotterdam, Belanda. Hal ini menunjukkan

bahwa gula merah memiliki pasar yang luas, tidak hanya dalam negeri tetapi

juga luar negeri (ekspor).

Keunggulan yang dimiliki gula merah diantaranya adalah memiliki

flavor dengan komposisi tertentu asam-asam organik dan komponen volatil

yang dapat memberikan rasa dan aroma khas sehingga penggunaannya sebagai

ingredient pada industri pangan seperti kecap manis dan makanan tradisional

tidak dapat digantikan oleh gula putih. Keunggulan lain dari gula merah

adalah memiliki nilai indeks glisemik (IG) sebesar 35 yang

menggolongkannya sebagai bahan pangan dengan IG rendah sehingga lebih

aman untuk dikonsumsi bagi para penderita diabetes karena tidak

menyebabkan kadar gula darah meningkat tajam.

Gula merah yang berkualitas diperoleh dari nira yang masih terjaga

kesegarannya. Nira adalah bahan baku gula merah berupa cairan yang keluar

dari mayang atau tandan bunga tanaman palma melalui proses penyadapan.

Nira merupakan produk yang sangat rentan terhadap kerusakan akibat

fermentasi oleh mikroorganisme yang mengkontaminasinya selama

Page 18: liquid smoke from nira.pdf

penyadapan. Nira yang asam akibat proses fermentasi tidak dapat diolah

menjadi gula cetak karena sukar mengeras.

Antispasi terhadap kerusakan nira dilakukan dengan pengawetan baik

secara tradisional maupun dengan penambahan zat aditif. Teknik pengawetan

nira secara tradisional yang selama ini dilakukan oleh para penderes adalah

dengan melakukan pembersihan lodong (wadah penampung nira) dan

melakukan pemuputan atau pengasapan lodong sebelum digunakan untuk

menyadap. Ketika proses pemasakan nira menjadi gula merah dengan bahan

bakar kayu berlangsung, lodong yang telah dibersihkan diletakkan di atas

perapian. Dengan demikian lodong mengalami proses pengasapan dan

mendapat efek antimikroba. Upaya lain yang dilakukan adalah menambahkan

pengawet alami seperti kulit pohon manggis, kulit buah manggis muda, daun

manggis, akar kawao, kulit kayu ralu, dan sebagainya.

Pengetahuan mengenai pengawet kimia (zat aditif) mendorong petani

untuk menambahkan pengawet kimia seperti natrium bisulfit, natrium

metabisulfit, serta natrium benzoat ketika penyadapan dan pengolahan nira.

Penggunaan zat aditif seperti ini di satu sisi dapat mengawetkan nira tetapi

disisi lain mendatangkan masalah baru dimana para penderes menggunakan

zat aditif tersebut secara berlebihan sehingga dapat menurunkan kualitas gula

merah. Efek yang paling umum terjadi akibat penggunaan pengawet secara

berlebihan adalah timbulnya rasa (after taste) yang tidak enak. Efek lain

penggunaan zat aditif seperti sulfit yang berasal dari zat aditif makanan dapat

mengakibatkan serangan asma, rasa panas dan gangguan pada daerah

abdomen (perut). Hal ini tentu akan menjadi hambatan dalam pemasaran gula

merah sebagai komoditi ekspor.

1.2. Perumusan Masalah

Nira sebagai bahan baku gula merah memiliki sifat mudah mengalami

perubahan sifat psikokimia terutama penurunan pH akibat fermentasi spontan

oleh mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme dalam nira bersumber

dari perlengkapan menyadap yang kurang bersih, kondisi penyadapan yang

terbuka, serta higiene penderes yang kurang baik ketika melakukan

2

Page 19: liquid smoke from nira.pdf

penyadapan. Penurunan pH nira akibat fermentasi akan menghambat proses

pengkristalan sukrosa sehingga gula yang dihasilkan tidak padat. Nira yang

disadap tanpa disertai upaya pengawetan memiliki pH dibawah 5. Proses

pengkristalan sukrosa agar menghasilkan gula yang padat harus dilakukan

pada pH diatas 5,5. Penambahan pengawet sintetis seperti asam dan garam

benzoat serta senyawa golongan sulfit yang biasa digunakan penderes

mengakibatkan gula yang dihasilkan ditolak oleh konsumen khususnya

konsumen luar negeri. Penambahan kapur untuk menetralkan keasaman nira

yang sudah terlanjur asam mengakibatkan perubahan rasa pada gula yang

dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu langkah pengawetan guna

mencegah penurunan pH dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

yang mengkontaminasi nira selama penyadapan menggunaan pengawet yang

lebih efektif dan aman.

Pengasapan merupakan metode tradisional yang digunakan oleh petani

penderes untuk membantu membunuh mikroorganisme pada peralatan

penyadapan nira (lodong). Pengasapan tradisional ini belum dapat mengatasi

masalah fermentasi nira karena prosesnya tidak terkontrol dan efek

antimikroba yang didapatkan tidak seragam. Penggunaan asap cair secara

langsung belum pernah dilakukan. Asap cair merupakan hasil kondensasi asap

yang tidak mengandung zat karsinogenik dan memiliki aktivitas antimikroba,

serta terbukti sebagai ingredient yang aman. Penggunaan asap cair diharapkan

dapat menjadi pengawet alternatif nira yang aman dan lebih terkontrol proses

penggunaannya.

1.3. Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan asap

cair tempurung kelapa sebagai pengawet nira yang lebih terkontrol dan lebih

aman, sedangkan tujuan khususnya yaitu (1) Mengevaluasi potensi asap cair

tempurung kelapa tanpa dan dengan destilasi ulang (redestilasi) sebagai

pengawet nira, (2) Menguji aktivitas antimikroba dengan menentukan

perubahan total fenol akibat destilasi ulang dan nilai MIC asap cair terhadap

bakteri gram positif, bakteri gram negatif, serta bakteri asam laktat (BAL) asal

3

Page 20: liquid smoke from nira.pdf

nira, dan (3) Menentukan konsentrasi asap cair untuk aplikasi dalam

penyadapan nira yang mampu mempertahankan kesegaran nira (pH = 6 – 7)

selama penyadapan (12 jam).

1.4. Manfaat penelitian

Kajian ini dapat menjadi salah satu alternatif solusi dalam pengawetan

nira dan menjadi informasi ilmiah mengenai penggunaan asap cair sebagai

pengawet untuk komoditi pangan lainnya.

4

Page 21: liquid smoke from nira.pdf

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gula Merah

Gula merah atau gula palma merupakan produk olahan yang diperoleh

dari pengolahan nira segar tumbuhan palma. Agroindustri usaha gula merah

umumnya terdapat di pedesaan pada skala rumah tangga dengan tingkat

permodalan yang kecil tetapi berkontribusi besar dalam memberikan

tambahan pendapatan bagi rumah tangga pengrajin. Gula merah diproduksi

dalam skala rumah tangga dengan jumlah unit produksi sebanyak 147.362 unit

(Sulaeman, 2002). Populasi industri gula merah di Indonesia dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 Populai Industri Gula Merah di Indonesia Tahun 2001

Daerah Penghasil Jumlah Unit Industri Jenis Gula

Sumatera Utara 454 Aren

Bengkulu 919 Aren

Jawa Barat dan Banten 11.809 Aren, Kelapa

Jawa Tengah 107.374 Aren, Kelapa, Tebu

Kalimantan Selatan 4.664 Aren, Kelapa

Bali 6.994 Aren

Nusa Tenggara Barat 404 Aren, Kelapa, Lontar

Sulawei Selatan 2.901 Aren, Kelapa, Lontar

Sulawesi Utara 1.792 Aren, Kelapa

Daerah lainnya 10.071 Aren, Kelapa, Lontar

Total 147.362

Sumber : Sulaeman (2002)

Hasil penelusuran mengenai perkembangan industri gula merah dari

media massa menunjukkan bahwa pengembangan industri gula aren mulai

dilakukan lagi pada tahun 2006 terutama di Sulawesi Utara, Sumatera Utara,

Jawa Barat, Jawa Timur, Pulau Muna di Sulawesi Tenggara, Kalimantan

Barat, dan Kalimantan Timur (Tempointeraktif, 2006). Pada tanggal 14

Januari 2007 dilakukan ekspor perdana gula aren sebanyak 12,5 ton dari

Tomohon, Sulawesi Utara, ke Rotterdam, Belanda (Humas Kementerian

Page 22: liquid smoke from nira.pdf

Korbidkesra, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa gula merah memiliki pasar

yang luas, tidak hanya dalam negeri tetapi juga luar negeri (ekspor).

Gula merah memiliki perbedaan sifat fungsional dengan gula putih

(tebu) terutama pada rasa manis, warna, aroma, dan keempukan. Karena

kekhasan yang dimilikinya, gula merah banyak digunakan sebagai ingredient

(bahan tambahan pangan) dalam berbagai jenis makanan dan minuman

tradisional. Gula merah dibedakan berdasarkan asal niranya. Gula kelapa, gula

aren, dan gula nipah masing-masing secara berturut-turut berasal dari nira

kelapa, nira aren, dan nira nipah. Soekarto et al. (1991) menjelaskan bahwa

penggunaan gula merah di industri pangan (kecap, dodol, dan tauco) lebih

banyak menggunakan gula kelapa dan gula aren.

Penelitian sensoris yang dilakukan oleh Apriyantono dan Wiratma

(1997) memberi kesimpulan bahwa penggunaan gula merah (gula kelapa dan

gula aren) sebagai ingredient pada kecap manis lebih disukai dari pada gula

putih. Hal ini disebabkan karena gula merah memiliki kandungan flavor khas

dengan komposisi tertentu asam-asam organik yang dapat memberikan rasa

disukai secara sensori.

Tabel 2 Komposisi Asam Organik yang terdapat pada Kecap (mg/100g)

Jenis Asam Organik Kecap Aren Kecap Kelapa Kecap Tebu

Asam Oksalat - 0,4 1,1

Asam Sitrat 7,3 3,5 -

Asam Tartarat 2,2 4,2 -

Asam Laktat 35,5 53,7 -

Asam Format 8,6 13,1 21,1

Asam Fumarat 1,6 1,0 2,7

Asam Malat 54,8 71,2 35,6

Asam Suksinat 54,5 49,8 918,4

Asam Asetat 14,6 23,1 2,5

Total 179,0 219,9 981,4

Sumber : Apriyantono dan Wiratma (1997)

Penggunaan gula merah sebagai ingredient pada pengolahan pangan

tradisonal lainnya, juga tidak dapat digantikan oleh gula putih. Hal ini

6

Page 23: liquid smoke from nira.pdf

diperkuat oleh hasil penelitian Nurhayati (1996) yang menyimpulkan bahwa

hampir semua komponen volatil yang terdeteksi pada gula merah juga

terdeteksi pada kecap manis yang ingredientnya adalah gula merah (Tabel 3).

Tabel 3. Jenis dan Persentase Area Komponen Volatile Kecap Manis dan Gula

Merah Komponen

Volatil

Kecap

Kelapa

Gula

Kelapa

Kecap

Aren

Gula Aren Kecap Tebu Gula tebu

% Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ

Aldehid 5,43 4 0,74 3 3,40 3 - - 7,08 1 1,35 2

Keton 3,27 9 12,62 13 2,56 10 3,31 12 2,91 12 2,74 11

Alkohol 4,22 5 4,28 6 2,90 5 2,0 3 3,20 7 3,27 2

Asam 40,07 12 63,88 8 49,89 13 45,31 14 36,66 13 15,0 12

Furan 21,49 12 5,12 5 13,92 6 7,81 5 21,29 12 31,83 9

Pirazin 4,77 11 5,93 11 8,87 12 24,95 16 3,63 6 28,83 12

Pirol 1,11 4 0,48 3 1,40 3 1,36 3 0,68 2 1,25 3

Tiazol 0,19 1 0,21 2 - - - - - - - --

Tur. Benzene 10,07 7 0,66 4 11,01 7 4,69 6 13,71 8 1,39 6

Ester 3,88 9 1,47 7 3,13 7 - - 1,86 5 4,30 6

Hidrokarbon 0,10 3 0,69 3 0,20 2 0,06 1 0,33 4 0,68 3

Piridin 0,34 3 - - 0,28 1 0,46 3 - - 0,20 2

Piran 0,07 2 0,04 1 0,12 1 - - 0,08 1 0,47 3

Fenol 0,25 2 0,36 1 1,56 5 3,39 9 2,48 6 2,52 6

Unknown 4,47 22 3,62 22 10,85 27 4,66 24 6,09 32 7,13 31

Total 100,00 106 100,00 89 100,00 102 100,00 104 100,00 109 100,00 108

Sumber : Nurhayati (1996)

Keunggulan lain yang dimiliki gula merah ditunjukkan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Philippine Food and Nutrition Research

Institute (PFNRI) (2009) mengenai indeks glisemik gula merah. Indeks

glisemik (IG) merupakan angka yang menunjukkan tingkatan pangan

berdasarkan besarnya efek (immediate effect) pengaruh konsumsi suatu jenis

makanan terhadap kadar gula darah. Dengan mengetahui nilai IG suatu

makanan, penderita diabetes khususnya dapat melakukan pemilihan makanan

sendiri sehingga kadar gula darah dapat dikontrol. Makanan dengan nilai IG

tinggi mengindikasikan bahwa kandungan karbohidrat yang berada

7

Page 24: liquid smoke from nira.pdf

didalamnya dapat dengan cepat diubah menjadi gula sederhana (glukosa) yang

menyebabkan kenaikan gula darah secara cepat. Kategori bahan pangan

berdasarkan nilai IG dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori Pangan Berdasarkan Indeks Glisemik

Kategori Pangan Rentang Indeks Glisemik*

IG Rendah < 55

IG Sedang (intermediate) 56 – 69

IG Tinggi >70 *Pangan acuan yang digunakan adalah glukosa

Sumber : Miller et al. (1996)

Miller (1996) diacu dalam Rimbawan dan Siagian (2004)

menjelaskan bahwa gula pasir (sukrosa) memiliki IG sedang yaitu 65.

Fruktosa murni memiliki IG sebesar 23 (rendah) karena untuk menjadi gula

darah harus diubah dahulu dalam hati menjadi glukosa sehingga respon

kenaikan gula darah pasca konsumsi fruktosa terjadi lebih lambat. Bahan

pangan yang mengandung sukrosa tinggi ternyata memiliki IG mendekati nilai

60, lebih rendah dari IG sukrosa sendiri. Begitupun dengan madu yang terdiri

dari beragam jenis gula, memiliki IG 58. Namun beberapa jenis madu yang

telah dicampur sirup glukosa memiliki IG sangat tinggi yaitu 87. Hal ini

menunjukkan bahwa pengaruh komposisi gula (yang secara alami terdapat

didalam pangan seperti laktosa, sukrosa, glukosa, dan fruktosa dalam berbagai

proporsi) terhadap respon gula darah sangat sulit diprediksi.

Hasil penelitian PNFRI (2009) menunjukkan bahwa gula merah dari

nira kelapa (gula kelapa) memiliki indeks glisemik (IG) sebesar 35 sehingga

gula merah ini digolongkan sebagai bahan pangan dengan IG rendah.

Makanan dengan IG rendah dinilai lebih aman untuk dikonsumsi karena tidak

menyebabkan kadar gula darah meningkat tajam setelah dikonsumsi terutama

bagi para penderita diabetes.

Gula merah yang berkualitas diperoleh dari nira yang masih terjaga

kesegarannya. Kualitas gula merah menurut Standar Nasional Indonesia

memiliki syarat mutu seperti yang tercantum pada Tabel 5.

8

Page 25: liquid smoke from nira.pdf

Tabel 5 Syarat Mutu Gula Palma berdasarkan SNI 01-3743-1995

Persyaratan No Kriteria Uji Satuan Cetak Granula/Butiran

1 Keadaan 1.1 Bentuk Normal Normal 1.2 Rasa dan Aroma Normal, Khas Normal, Khas 1.3 Warna Kuning Kecoklatan

sampai Coklat Kuning Kecoklatan sampai Coklat

2 Bagian yang tak larut air % b/b Maks. 1,0 Maks. 0,2 3 Air % b/b Maks. 10,0 Maks. 3,0 4 Abu % b/b Maks. 2,0 Maks 2,0 5 Gula Pereduksi % b/b Maks. 10,0 Min. 6,0 6 Jumlah gula sebagai

sakarosa % b/b Maks. 77 Min. 90

7 Cemaran Logam 7.1 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0 7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0 7.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0 Maks. 10,0 7.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03 7.5 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0 8 Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0 Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1995)

2.2. Nira

Nira adalah cairan mengandung gula yang diperoleh dari tanaman

tertentu seperti tebu dan tanaman palma. Nira tebu diperoleh dengan

melakukan pemerasan batang tebu, sedangkan nira dari tanaman palma

diperoleh dengan melakukan penyadapan. Tanaman palma yang umum

disadap niranya adalah kelapa, aren, dan lontar. Cairan yang mengandung gula

ini mempunyai pH netral sekitar 7 pada saat keluar dari mayang dengan kadar

air sekitar 80-85% (Lalujan, 1995). Komposisi nira dari berbagai jenis

tanaman palma disajikan pada Tabel 6.

Komposisi nira pada berbagai jenis tanaman palma tidak begitu

berbeda jauh. Semua komponen tersebut merupakan faktor-faktor yang

menentukan karakter dari produk olahan yang dihasilkan. Walaupun

demikian, perbedaan kandungan komponen organik mikro seperti asam

organik, gula perduksi, jumlah protein, serta kondisi nira ketika akan diolah

dan penggunaan zat aditif pada akhirnya akan membedakan karakteristik gula

yang dihasilkan (Apriyantono dan Wiratma, 1997; Nurhayati, 1996).

9

Page 26: liquid smoke from nira.pdf

Tabel 6 Komposisi Nira dari Berbagai Tanaman Palma

Kandungan (%) pada : Komposisi Kelapa Siwalan/Lontar Aren

Air 87,78 87,00 85,00 Sukrosa 10,88 10,93 13,69 Gula Pereduksi 0,21 0,96 0,23 Protein 0,17 0,35 0,20 Lemak 0,37 0,02 0,11

Sumber : Lalujan (1995) Putra (1990) dan Apriyantono et al. (2003) menyatakan bahwa

komponen pada nira yang menjadi reaktan proses pencoklatan pada

pembuatan gula merah adalah gula dan protein. Komponen gula yang

berpengaruh pada pembentukan warna coklat dalam pembuatan gula merah

adalah glukosa dan fruktosa (sebagai gula perduksi) dan reaksi Maillard

memegang peranan penting dalam pembentukan warna coklat dari gula merah.

Kemampuan nira untuk mengeras (mengkristal) ditentukan oleh kandungan

sukrosa dan keasaman nira. Penggunaan kapur untuk menetralkan nira yang

telah sedikit asam akan menyebabkan warna gula menjadi lebih gelap,

sebaliknya penggunaan senyawa sulfit sebagai pengawet akan meningkatkan

kecerahan warna gula merah karena sulfit menghambat terjadinya reaksi

pencoklatan.

2.3. Penyadapan Nira dan Sumber-Sumber Kontaminasi Nira

Penyadapan nira dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan

sore hari. Nira hasil penyadapan yang dimulai pada pagi hari dikumpulkan

pada sore harinya, sedangkan yang disadap pada sore hari dikumpulkan pada

pagi hari berikutnya. Proses penyadapan nira diawali dengan mempersiapkan

lodong (wadah penmpung nira). Pembersihan lodong yang biasa dilakukan

yaitu dengan membasuh lodong menggunakan air dingin, kemudian dibasuh

dengan air panas sesaat sebelum lodong dibawa menuju tempat penyadapan.

Pembersihan lodong juga dilakukan dengan pengasapan selama sepuluh menit

menggunakan suatu alat khusus (pemuput). Penggunaan lodong saat ini mulai

digantikan dengan ember plastik karena lebih praktis.

Lodong merupakan salah satu sumber kontaminasi silang terhadap

nira yang akan disadap. Iskandar (1991) menjelaskan bahwa pembersihan

10

Page 27: liquid smoke from nira.pdf

lodong dengan menggunakan air panas dan pengasapan pada bumbung yang

masih baru tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap pH, kadar sukrosa, dan

kadar gula pereduksi dari nira aren. Lodong yang telah digunakan berulang-

ulang tidak cukup hanya dibasuh dengan air karena bumbung yang telah lama

biasanya memiliki retakan-retakan yang sangat mungkin untuk ditumbuhi

berbagai jenis mikroorganisme perusak nira dan tidak terbersihkan sewaktu

dilakukan pencucian. Oleh karena itu bumbung sering juga disucihamakan

dengan menggunakan kaporit atau dengan asap belerang (BBIHP, 1984; diacu

dalam Iskandar, 1991).

Bakteri asam laktat, khamir, serta mikroorganisme lainnya dapat

mengkontaminasi nira jika lodong yang digunakan dalam penyadapan nira

tidak bersih. BAL diduga kuat merupakan mikroba awal yang menyebabkan

kerusakan nira. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang dicirikan

dengan hasil metabolisme terhadap karbohidrat yang membentuk asam laktat

(sebagai produk utama) yang berdampak pada penurunan pH nira. BAL

merupakan bakteri pembusuk berbentuk basil golongan gram positif

sedangkan P.aeruginosa merupakan bakteri pembusuk berbentuk basil,

termasuk dalam golongan bakteri gram negatif yang sering menimbulkan

kerusakan pada berbagai jenis makanan (Fardiaz, 1992). .

Pengasapan yang dilakukan oleh petani penderes dilakukan dengan

dua cara. Cara pertama dengan memanfaatkan asap pada saat pembuatan gula.

Ketika proses pembuatan gula dilakukan, lodong diletakkan diatas perapian

sehingga asap pembakaran melingkupinya. Proses pengasapan lainnya adalah

dengan menggunakan alat khusus yang disebut pemuput atau alat untuk

memuput (mengasapi). Proses pemuputan dilakukan kurang lebih sepuluh

menit.

Gambar 1 menunjukkan proses pengasapan yang sedang dilakukan

oleh penderes sebelum lodong digunakan untuk menyadap. Asap yang

digunakan pada proses pengasapan berasal dari pembakaran berbagai macam

kayu. Dengan demikian, proses pengasapan yang dilakukan secara tradisional

ini tidak terkontrol dan setiap kali proses ini dilakukan efek antimikroba yang

didapatkan tidak seragam.

11

Page 28: liquid smoke from nira.pdf

LODONG

PEMUPUT

Gambar 1 Proses Pengasapan Lodong menggunakan Pemuput.

Setelah proses pembersihan dan pengasapan lodong selesai,

selanjutnya dilakukan penyadapan. Petani menggunakan sigay, sejenis tangga

dari sebatang bambu, untuk mencapai posisi tandan yang terdapat dibagian

atas pohon aren. Panjang sigay mencapai 15 sampai 20 meter. Penyadapan

pertama kali dilakukan dengan memotong tandan bunga atau mayang. Untuk

mengawali proses penyadapan berikutnya dilakukan dengan menyayat

permukaan mayang yang telah dipotong. Penyayatan yang dilakukan setiap

kali akan menyadap mengakibatkan panjang mayang mengalami pengurangan

sampai akhirnya tidak dapat disadap lagi.

Purnomo (1997) menjelaskan bahwa pemotongan atau pengirisan

ujung mayang dilakukan untuk mempermudah proses keluarnya nira. Jika

tidak dilakukan pengirisan, ujung mayang akan mengalami kebusukan dan

pori-pori mayang tetutup sehingga nira yang dihasilkan jumlahnya sedikit dan

terkontaminasi mikroba yang sudah tumbuh lama pada ujung mayang.

Purnomo (1997) juga menjelaskan bahwa pada penyadapan nira kelapa yang

baik, pengirisan batang mayang dilakukan ketika ujung mayang yang telah

dipotong sebelumnya mengalami kebusukan. Tebal irisan tidak boleh terlalu

tipis dan juga tidak boleh terlalu tebal. Pengirisan yang baik adalah pada

permukaan mayang yang layu saja. Jika terlalu tebal akan merugikan petani

karena masa penyadapan akan berkurang, sedangkan jika terlalu tipis akan

12

Page 29: liquid smoke from nira.pdf

menyisakan bagian mayang yang layu dan telah terkontaminasi

mikroorganisme.

Gambar 2 memperlihatkan proses penyadapan nira oleh penderes.

Pada penyayatan mayang aren, pemotongan dan penyayatan mayang

dilakukan dengan menggunakan golok yang tajam. Penyayatan mayang

dilakukan dengan teknik khusus sehingga tetesan nira tepat masuk kedalam

wadah penampung. Setelah penyayatan dilakukan, wadah penampung yang

telah disiapkan dipasang dengan cara dikaitkan pada mayang sedemikian rupa

sehingga tetesan nira dapat tertampung. Setelah wadah penampung dipasang,

dilakukan penutupan dengan menggunakan penutup yang dibuat dari kulit

pohon, kain atau plastik.

A B

Gambar 2 Proses Penyadapan Nira : (A) Penyayatan Ujung Mayang dan (B) Pemasangan Penampung Nira dan Penutupnya.

Pisau atau golok yang digunakan sebagai alat pengiris biasanya

diasah menggunakan batu asah dan air terlebih dahulu. Golok dengan kondisi

tidak bersih ini merupakan sumber kontaminasi terhadap nira yang disadap.

Kondisi penampung yang terbuka merupakan sumber kontaminasi yang lain

dimana dari udara bebas akan masuk kontaminan. Penutupan wadah

penampung bertujuan untuk melindungi nira agar tidak terkena panas matahari

langsung dan tidak terkena air hujan. Tetapi penutupan yang dilakukan tidak

dapat menghindarkan nira dari jangkauan serangga seperti lebah, lalat, dan

semut. Serangga-serangga ini merupakan agen sumber kontaminasi karena

pada permukaan tubuhnya membawa mikroorganisme yang bisa

mengkontaminasi dan memfermentasi nira.

13

Page 30: liquid smoke from nira.pdf

Nira segar yang keluar dari tandan dan belum mengalami fermentasi

mempunyai pH netral dengan kadar air sekitar 80-85% (Lalujan, 1995). Nira

yang dihasilkan dari pohon aren dapat mencapai lima liter dari satu mayang

untuk sekali penyadapan. Nira yang dihasilkan dari pohon kelapa volumenya

lebih sedikit dalam satu kali penyadapan yaitu berkisar antara 1 sampai 1,5

liter (Purnomo, 1997). Hal inilah yang menyebabkan mengapa lodong yang

digunakan untuk menampung nira aren berbentuk lebih besar dan lebih

panjang dibandingkan dengan lodong untuk menampung nira kelapa yang

betuknya lenih kecil dan lebih pendek. Volume nira yang dihasilkan semakin

berkurang sampai akhirnya tidak ada lagi nira yang menetes dari mayang.

Selain karena pengirisan mayang yang dilakukan setiap hari, berkurangnya

volume nira juga dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, nira yang

dihasilkan lebih sedikit sedangkan pada musim hujan sebaliknya, nira yang

dihasilkan lebih banyak.

Proses penyadapan nira yang sepenuhnya dilakukan secara manual

oleh penderes memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. Staphylococcus

aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang keberadaannya

berhubungan dengan higiene dari manusia yang mengelola bahan pangan

(Sunen, 1998). S.aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus yang

tumbuh secara optimum pada suhu 350-370 C dengan pH 7,0 – 7,8. Kondisi

higiene penderes yang kurang baik merupakan suatu peluang bagi S.aureus

untuk tumbuh dengan baik pada nira.

2.4. Mikrobiologi Nira

Pengolahan cairan bergula alami seperti nira umumnya dilakukan

masyarakat Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Penelitian-penelitian yang

berkembang tentang nira umumnya dihubungkan dengan proses pengolahan

fermentatif nira menjadi minuman beralkohol dan asam asetat. Hal inilah yang

menyebabkan reaksi perubahan psikokimia seperti perubahan pH, kadar gula,

total asam, dan kadar alkohol yang terjadi pada nira diidentikkan dengan hasil

metabolisme khamir dan bakteri asam asetat.

14

Page 31: liquid smoke from nira.pdf

Perubahan sifat nira akibat fermentasi mulai tampak satu sampai dua

jam setelah dikumpulkan. Perubahan yang terjadi berupa penuruan pH dan

peningkatan kadar alkohol. Organisme yang bertanggung jawab dalam

perubahan nira adalah S.cerevisiae dan Schizosaccharomyces pombe dari

golongan khamir dan Lactobacillus plantarum serta Leuconostoc

mesenteroides dari golongan bakteri. Jika fermentasi dibiarkan terus lebih dari

96 jam maka nira akan berubah menjadi cuka (vinegar). Selama 24 jam

penyimpanan, pH nira akan berubah dari 7,4-6,8 menjadi 5,5 dan kandungan

alkohol juga meningkat menjadi 1,5-2,1%. Selama 72 jam, kadar alkohol

dapat mencapai 4,5%-5,2% dan pH 4,0. Senyawa asam organik yang biasanya

terdapat pada nira asam ini adalah asam laktat, asam asetat, dan asam tartarat

(Battcock dan Azam-Ali, 1998).

Fermentasi yang terjadi pada pembuatan minuman dari sari buah

anggur juga tidak jauh berbeda. Fermentasi yang terjadi dapat bersifat spontan

dengan menggunakan khamir yang berada pada kulit anggur atau

menggunakan kultur starter berupa S.cerevisiae. Penggunaan khamir yang

terdapat secara alami pada kulit buah anggur menyebabkan hasil akhir

fermentasi tidak terkontrol. Fermentasi akan terhenti secara alami ketika gula

yang dapat difermentasi telah habis atau ketika kadar alkohol mencapai kadar

limit toleransi bagi pertumbuhan khamir. Penghentian proses fermentasi juga

dapat dilakukan secara teknis dengan menambahkan alkohol atau dengan

sentrifugasi dan filtrasi steril (Battcock dan Azam-Ali, 1998).

Sumanti et al. (2004) dan Okrafor (1978) menyatakan fermentasi

spontan yang terjadi pada nira adalah fermentasi laktat-alkohol-asetat yang

melibatkan bakteri asam laktat, khamir, dan bakteri asam asetat. Bakteri

Leuconostoc spp dan Lactobacillus spp merupakan mikroorganisme awal yang

diduga dominan terdapat dalam nira segar. Saccharomyces cereviceae adalah

khamir yang biasa melakukan fermentasi alkohol. Bakteri asam laktat dan

khamir bekerja secara bersama dalam proses fermentasi nira. Mikroorganisme

terakhir yang berperan adalah bakteri pembentuk asam asetat, antara lain

Acetobacter spp, C. mycoderma, dan S. pombe.

15

Page 32: liquid smoke from nira.pdf

James dan Chen (1985) menyatakan bahwa nira memiliki kandungan

gula yang tidak cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme,

bahkan merupakan media yang baik untuk petumbuhan mikroorganisme jika

nira dibiarkan beberapa waktu. Cahyaningsih (2006) melakukan isolasi

mikroorganisme pada beberapa waktu fermentasi (Tabel 7). Berdasarkan data

ini maka dapat dinyatakan bahwa BAL merupakan mikroorganisme awal yang

bertanggung jawab dalam fermentasi awal nira.

Tabel 7. Isolat Mikroorganisme dari Nira Lontar pada Berbagai Waktu

Fermetasi Jam ke- Nilai pH Jenis Mikroorganisme Total BAL (CFU/ml)

0 6,5 Khamir dan BAL 3,6 x 102

6 5,3 Bacillus, khamir dan BAL 6,8 x 107

12 4,8 Bacillus, khamir dan BAL 6,4 x 105

24 4,1 Bacillus, khamir dan BAL 7,1 x 103

36 3,6 Bacillus dan khamir -

48 3,6 Bacillus dan khamir -

Sumber : Cahyaningsih (2006)

Bakteri asam laktat yang berhasil diisolasi oleh Cahyaningsih (2006)

diidentifikasi sebagai Lactobacillus plantarum dan Leuconostoc

mesenteroides. Kehadiran BAL didalam fermentasi nira berlangsung selama

24 jam. Setelah itu mikroorganisme yang tetap bertahan adalah khamir dan

Bacillus.

Kehadiran BAL dalam proses fermentasi nira dan pengolahan sari

anggur menjadi minuman beralkohol sangat tidak diharapkan karena hasil

metabolisme BAL akan menyebabkan produk yang dihasilkan berasa asam.

Kerusakan produk akhir pada minuman beralkohol juga disebabkan oleh

kehadiran bakteri pembentuk asam asetat yang mengoksidasi alkohol menjadi

asam asetat sehingga minuman beralkohol tersebut memiliki bau yang

menyimpang dan rasa yang asam. Oleh karena itulah maka dalam tahap awal

pembuatan minuman anggur beralkohol pada skala industri dilakukan

penambahan potassium metabisulfit untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme yang tidak diinginkan (Jay et al., 2005).

16

Page 33: liquid smoke from nira.pdf

2.5. Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Fermentasi Nira

Penelitian Cahyaningsih (2006) mendukung pernyataan Okrafor

(1978) dan Sumanti et al. (2004). Berdasarkan hasil penelitiannya, BAL

diduga kuat merupakan mikroba awal yang menyebabkan fermentasi nira.

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang dicirikan dengan hasil

metabolisme terhadap karbohidrat yang membentuk asam laktat (sebagai

produk utama). Produksi asam oleh BAL sangat cepat sehingga dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Bakteri asam laktat

merupakan bakteri gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk bulat,

katalase dan oksidase negatif, non motil atau sedikit motil, mikroaerofilik

sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik, dan mesofilik

(Salminen et al. 2004; Stamer, 1979).

Jenis bakteri yang termasuk kedalam BAL adalah family

Lactobacilliceae yaitu Lactobacillus, serta family Streptoceae yaitu

Leuconostoc, Streptococus, dan Pediococus (Fardiaz, 1992). Nettless dan

Brefort (1993) menyatakan genus BAL antara lain Lactococcus, Pediococcus,

Leuconostoc, Lactobacillus dan Carnobacterium.

Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan

kemampuannya memetabolisme karbohidrat dan produk akhir yang

dihasilkan, yaitu BAL homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam

laktat homofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat. Bakteri

asam laktat heterofermentatif memetabolisme glukosa menjadi asam laktat,

asam asetat, etanol, dan CO2 (Sharpe, 1979). Salminen et al. (2004) juga

menerangkan bahwa BAL homofermentatif memetabolisme gula melalui jalur

Embden-Meyerhoff-Parnass menghasilkan produk utama berupa asam laktat,

sedangkan BAL heterofermentatif memetabolisme gula melalui jalur

fosfoketolase menjadi asam laktat dan produk organik lainnya seperti alkohol,

asam asetat, asam lemak bebas, asam format, amonia, diasetil, asetonin, dan

CO2. Umumnya BAL bekerja pada kondisi mikroaerofilik dan anaerobic

(Ayres et al. 1980).

Battcock dan Azam-Ali (1998) menjelaskan metabolisme BAL

homofermentatif berjalan dengan reaksi kimia sebagai berikut :

17

Page 34: liquid smoke from nira.pdf

C6H12O6 2 CH3CHOHCOOH Glukosa

Asam Laktat

Sedangkan pada BAL heterofermentatif berlangsung dengan reaksi kimia

sebagai berikut :

C6H12O6 CH3CHOHCOOH+ C2H5OH+ CO2

Glukosa

Asam Laktat Etanol Karbondioksida

Goutara dan Wijandi (1985) menjelaskan kerusakan nira akibat

aktivitas mikroorganisme ditandai dengan rasa asam pada nira, berbuih putih,

dan berlendir. Perlengkapan menyadap yang kurang bersih, kondisi

penyadapan yang terbuka, kebersihan tangan penderes serta waktu

penyadapan yang cukup lama merupakan faktor-faktor yang menyebabkan

nira terkontaminasi oleh mikroorganisme. Rasa asam yang timbul pada awal

kerusakan nira merupakan efek dari asam laktat yang dihasilkan oleh BAL.

Proses fermentasi selanjutnya dilakukan oleh BAL dan khamir secara

bersama-sama menghasilkan asam laktat, etanol dan terbentuknya gas CO2

yang diindikasikan dengan terbentuknya buih pada nira. Kekeruhan dan

penampakan pada nira yang lebih kental dan berlendir disebabkan oleh kerja

Saccharomyces spp. Keruskan nira diakhiri dengan terbentuknya asam asetat

dari proses oksidasi etanol oleh bakteri asam asetat. Reaksi yang umum terjadi

pada proses fermentasi adalah sebagai berikut:

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2Glukosa / Fruktosa Khamir Etanol Karbondioksida C2H5OH + O2 CH3COOH + H2O Etanol Bakteri asam asetat Asam Asetat Air

Turunnya pH akibat asam laktat meningkatkan laju pertumbuhan dan

metabolisme BAL, menekan aktivitas bakteri tidak tahan asam, serta

meningkatkan laju degradasi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa

dan fruktosa yang terbentuk meningkatkan laju pertumbuhan dan metabolisme

khamir menghasilkan etanol yang berkontribusi pada penghambatan

18

Page 35: liquid smoke from nira.pdf

pertumbuhan BAL dan khamir itu sendiri. Etanol selanjutnya dioksidasi oleh

bakteri asam asetat menjadi cuka.

2.6. Derajat Keasaman (pH) Nira dalam Pembuatan Gula Merah

Faktor utama yang menjadi kunci dalam pengolahan nira menjadi

gula padat adalah derajat keasaman nira. Nira yang baik untuk menjadi gula

merah adalah nira yang memiliki pH diatas 6. Jackson (1995) mengungkapkan

bahwa sukrosa dapat mengkristal dengan baik pada kondisi pH diatas 5,5.

Pada kondisi ini, reaksi degradasi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

sangat sedikit sekali terjadi. pH nira akan dengan cepat mengalami penurunan

karena adanya fermentasi oleh mikroorganisme yang mengkontaminasinya.

Sukrosa akan mengalami degradasi akibat lingkungan yang asam,

panas, dan mineral tertentu melalui reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis (reaksi

inversi) sukrosa dapat terjadi secara spontan pada kondisi asam (Wang, 2004).

Sebagai contoh, sirup sukrosa dengan pH 3,2 yang disimpan pada suhu 200C

selama tiga bulan akan mengalami inversi glukosa sebesar 10% dan hanya

0,1% pada pH 5,5 (Jackson, 1995). Banyaknya ion H+ pada kondisi asam

menyebabkan sukrosa mengalami inversi menjadi fruktosa dan glukosa.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C12H22O11+ H2O + H+ C6H12O6 + C6H12O6+ H+

(sukrosa) air ion (fruktosa) (glukosa)

Reaksi hidrolisis ini dipercepat dengan adanya pemanasan, dikatalisis oleh

enzim invertase, serta kehadiran mineral tertentu seperti mineral pada garam.

Reaksi ini bersifat endotermik dan irreversible dengan energi aktivasi 25,9

kkal/mol. Jackson (1995) menjelaskan bahwa pada pH diatas 5,5 hanya terjadi

sedikit inversi sukrosa. Jika dilakukan pemanasan pada nira yang memiliki

pH 4 – 3,5 atau lebih rendah maka sukrosa yang terdegradasi bisa mencapai

50%.

Tingginya kadar keasaman (nilai pH rendah) serta kadar glukosa dan

fruktosa dalam nira akan menghambat terjadinya proses pengkristalan sukrosa

(Laos et al.,2007). Nilai pH yang rendah disertai proses pemanasan (pada

pemasakan nira) menyebabkan proses degradasi sukrosa semakin tinggi.

19

Page 36: liquid smoke from nira.pdf

Glukosa dan fruktosa sebagai hasil reaksi inversi memiliki kelarutan yang

sangat tinggi dalam air sehingga sulit untuk dikristalkan bahkan menghambat

proses kristalisasi (Winarno, 1992).

Laos et al. (2007) melakukan suatu simulasi kristalisasi supersaturasi

sukrosa dengan kehadiran fruktosa dan glukosa. Secara umum, kehadiran

kedua gula pereduksi tersebut akan memperlambat proses kristalisasi. Agar

dapat terbentuk kristal, rasio minimal antara sukrosa dan glukosa adalah

80:20, sedangkan untuk rasio sukrosa dan fruktosa adalah 90:10. Hal ini

menunjukkan bahwa proses kristalisasi gula lebih dipengaruhi oleh kehadiran

fruktosa. Konsentrasi 10% fruktosa akan menghambat proses kristalisasi

sukrosa. Pada pengolahan gula merah, hal ini diindikasikan dengan hasil akhir

yang tidak bisa memadat.

2.7. Upaya-Upaya Pengawetan Nira

Penurunan pH nira akibat fermentasi menyebabkan kadar sukrosa

menurun dan kandungan gula pereduksi meningkat. Perubahan psikokimia

akibat fermentasi pada akhirnya mempengaruhi mutu gula yang dihasilkan.

Nira yang telah asam karena fermentasi tidak dapat diolah menjadi gula merah

yang padat. Hal ini mendorong petani penderes melakukan berbagai upaya

pengawetan untuk menjaga mutu nira agar tetap terjaga kesegarannya. Selain

pengawetan secara tidak langsung dengan mengasapi lodong, petani penderes

juga melakukan upaya pengawetan yang sifatnya tradisional.

Pengawetan tradisional yang dilakukan diantaranya dengan

menambahkan potongan atau irisan kulit batang kayu manggis, kayu ralu,

kayu kesambi, akar kawao, kulit buah manggis muda, daun manggis, dan

sebagainya. Penggunaan pengawet tradisional ini belum efektif karena setelah

penyadapan, petani penderes biasa menambahkan air kapur untuk menetralkan

nira yang sudah sedikit asam. Penambahan bahan tambahan ini akan

menurunkan kualitas gula merah.

Penelitian mengenai pengawetan nira telah banyak dilakukan.

Kusumah (1992) dan Mansyur (1992) menggunakan natrium metabisulfit dan

kapur. Penggunaan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 70 sampai 100

ppm serta kapur 500 ppm dapat digunakan untuk mengawetkan nira aren dan

20

Page 37: liquid smoke from nira.pdf

nipah. Widyaningsih et al. (1985) menggunakan natrium metabisulfit, kapur,

dan toluene masing-masing sebanyak 0,10% sebagai pengawet. Natrium meta

bisulfit efektif digunakan dalam pengawetan nira dan mampu menghambat

reaksi pencoklatan. Penggunaan kapur lebih berpengaruh pada warna gula

merah dimana warna gula yang dihasilkan menjadi lebih gelap. Penggunaan

toluene efektif untuk pengawetan nira, namun hasil gula merah yang

dihasilkan kurang baik dimana warna gula tidak sebaik gula yang diawetkan

dengan natrium metabisulfit.

Yasni et al. (1999) mengkaji penggunaan ekstrak kayu ralu. Kayu

ralu yang dapat digunakan untuk mengawetkan nira adalah 10 gram serbuk

kayu untuk 2-3 liter nira aren. Ekstrak kayu ralu yang paling berpotensi untuk

digunakan sebagai pengawet nira adalah ekstrak polar pertengahan dengan

konsentrasi 300 ppm dan diduga mengandung senyawa fenol dan terpenoid.

Hamzah dan Hasbullah (1997) menggunakan pengawet alami untuk

pengawetan nira aren. Pengawet yang digunakan berupa kulit buah manggis

muda (3 g/l nira), kulit pohon rupih (3g/l nira), kulit pohon nangka (4g/l nira),

dan daun manggis (4g/l nira). Pemberian pengawet alami ini mampu

menghasilkan nira dengan pH 5,82 sampai 6,25 dan menghasilkan gula yang

memenuhi standar mutu gula semut (SII No. 2043 – 87). Penggunaan kulit

manggis muda memberikan hasil yang terbaik dalam menjaga pH, kadar gula

pereduksi, dan mutu gula akhir.

Sunantyo (1997) menggunakan pengawet tatal kayu nangka (10g/l

nira) ditambah susu kapur (10 ml 50Be/l nira) untuk menggantikan

penggunaan SO2 pada pengawetan nira kelapa pada pembuatan gula semut.

Azima (1997) melakukan pengawetan nira nipah dengan menggunakan kapur

sebanyak 0,5 – 1,5g/l nira selama pengumpulan dan menunggu proses

pengolahan. Penggunaan kapur dalam penelitian ini ditujukan untuk

menetralisir nira yang telah asam. Hasil yang terbaik adalah penambahan

kapur sebanyak 1,5g/l nira.

Lalujan (1995) dalam kajian pengawetan nira aren untuk industri

kecil merekomendasikan penggunaan kapur (CaO) sebanyak 300-500 ppm,

natrium benzoat 700 – 900 ppm, dan natrium metabisulfit 200-400 ppm.

21

Page 38: liquid smoke from nira.pdf

Penggunaan kapur lebih dari 800 ppm menghasilkan rasa, warna, dan bau

yang tidak disukai secara sensori.

Hasil penelitian ini telah banyak diadopsi oleh masyarakat termasuk

penggunaan zat aditif. Namun ternyata menjadi bumerang ketika gula merah

yang dihasilkan tertolak dari pasar (terutama ekspor) karena penggunaan zat

aditif yang digunakan dalam penelitian diatas tidak disukai bahkan dihindari

oleh konsumen luar negeri yang lebih memperhatikan aspek kemanan dan

kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengawetan lain yang lebih

efektif dan lebih terjamin dari segi keamanan pangan.

Pengasapan merupakan metode tradisional yang digunakan oleh

petani penderes untuk membantu membunuh mikroorganisme pada peralatan

penyadapan nira (lodong) dan merupakan pengawetan nira secara tidak

langsung. Aliudin (2009) dan Iskandar (1997) menerangkan bahwa kegiatan

pengasapan lodong atau memuput dilakukan oleh penderes untuk mengurangi

atau membunuh mikroba. Proses pengasapan dapat juga dilakukan secara

khusus dengan menggunakan alat puputan atau pamuput selama kurang lebih

sepuluh menit.

2.8. Aspek Keamanan Pangan dalam Penggunaan Zat Aditif

Penggunaan zat pengawet harus sesuai dengan ketentuan yang

berlaku seperti batas maksimal yang boleh masuk ke dalam tubuh atau

acceptable daily intake (ADI). Setiap zat pengawet telah ditentukan jumlah

ADI-nya. CSPI (The Centre of Science in the Public Interest)

mengkategorikan zat pengawet menjadi pengawet yang benar-benar aman,

harus diperhatikan jumlahnya agar aman, harus diwaspadai karena belum diuji

keamanannya, harus dihindari orang tertentu, serta kategori harus dihindari

setiap konsumen (Syah et al., 2005).

Natrium benzoat dan asam benzoat merupakan bahan pengawet yang

aman, tetapi jika jumlahnya berlebihan akan berpengaruh pada aftertaste yang

menimbulkan gangguan secara sensori. Kelompok sulfit seperti sulfur

dioksida, natrium bisulfit, natrium metabisulfit dan sejenisnya, dikategorikan

sebagai zat pengawet yang harus dihindari oleh orang tertentu. Kelompok

sulfit merupakan pengawet sekaligus pemutih yang biasa digunakan untuk

22

Page 39: liquid smoke from nira.pdf

buah kering, anggur (wine), dan kentang olahan. Penggunaan sulfit lebih

khusus lagi digunakan sebagai senyawa untuk mencegah terjadinya reaksi

pencoklatan (Syah et al., 2005).

Mahakkapong (2004) merinci pengaruh penggunaan sulfit sebagai

zat aditif dalam gula kelapa di negara Thailand. Sulfit digunakan untuk

pengawet karena memiliki sifat antimikroba dengan cara berinteraksi dengan

membran, berpenetrasi kedalam sel, dan menghambat kerja enzim ATPase dan

bereaksi dengan komponen dalam sitoplasma sehingga terjadi gangguan pada

mikroba yang berakhir dengan kematian sel. Sulfit juga digunakan untuk

mencegah reaksi pencoklatan karena mampu menginhibisi kerja enzim

pencoklatan dan membentuk sulfonat bersama senyawa karbonil intermediet

pada reaksi pencoklatan non enzimatik. Dijelaskan pula bahwa penggunaan

sulfit dapat menyebabkan gangguan bagi orang-orang tertentu. Sulfit dapat

menginduksi terjadinya asma, menyebabkan timbulnya rasa panas dan

gangguan pada bagian abdomen, serta dapat merusak thiamin dalam tubuh.

2.9. Asap Cair

Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari

uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu (Putnam et al.,

1999). Kayu keras dan kayu lunak dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan asap cair. Asap diperoleh melalui pembakaran kayu keras dan kayu

lunak yang banyak mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Maga,

1988). Jaya et al. (1997) menyebutkan bahwa diantara kayu bakau, kesambi,

jati dan tempurung kelapa, kadar lignin tertinggi terdapat pada tempurung

kelapa dan terendah pada kayu bakau. Kadar selulosa tertinggi terdapat pada

kayu jati sedangkan terendah pada tempurung kelapa.

Asap diproduksi melalui proses pirolisis dengan cara pembakaran

yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer

menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas

yang meliputi reaksi oksidasi, dekomposisi, polimerisasi, dan kondensasi

(Girrard, 1992). Reaksi yang terjadi berupa penghilangan air pada suhu 1200-

1500C. Pirolisis hemiselulosa (yang tersusun dari pentosan dan heksosan )

23

Page 40: liquid smoke from nira.pdf

pada 2000-2500C menghasilkan furfural, furan, serta asam asetat dan

homolognya. Pirolisis selulosa bersama dengan heksosan berlangsung pada

2800-3200C menghasilkan asam asetat dan homolognya. Lignin mengalami

degradasi pada suhu 3000-4000C menghasilkan senyawa fenol, dan eter

fenolik seperti guaiakol (2-metoksifenol) dan homolognya serta turunannya

yang berperan dalan menghasilkan flavor asap.

Siskos et al. (2007) mengemukakan bahwa asap cair mengandung

beberapa zat antimikroba yaitu asam dan turunannya (format, asetat, butirat,

propionat, dan metil ester), alkohol (metil, etil, propil, alkil, dan isobutil

alkohol), aldehid (formladehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural),

hidrokarbon (silene, kumene, dan simene), keton (aseton, metil etil keton,

metil propil keton, dan etil propil keton), fenol, piridin, dan metil piridin.

2.10. Aktivitas Antimikroba Asap Cair

Pelczar et al. (1988) menyatakan senyawa kimia utama yang

memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan senyawa fenolat, alkohol, halogen,

logam berat dan persenyawaannya, detrejen, aldehid, dan kemosterilisator gas.

Branen dan Davidson (1993) menjelaskan mekanisme senyawa antibakteri

tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme ada beberapa cara,

diantaranya :

1) Merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses

pembentukan atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah

terbentuk. Adanya perbedaan struktur dinding sel mikroba menyebabkan

perbedaan resistensi terhadap senyawa antimikroba;

2) Mengubah permeabilitas membran sitoplasma. Komponen senyawa

antimikroba mengganggu integritas membran sitoplasma sehingga terjadi

kebocoran. Fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan

denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitolpasma dan

asam nukleat, serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran;

3) Menghambat kerja enzim sehingga metabolisme sel terganggu. Dengan

menghambat proses sintesis protein maka ketersediaan enzim intraseluler

manjadi terganggu dan pada akhirnya menghambat proses metabolisme

24

Page 41: liquid smoke from nira.pdf

sel. Senyawa fenol dapat bereaksi dengan enzim dehidrogenase sehingga

aktivitas enzim tersebut menjadi hilang;

4) Menginaktivasi fungsi material genetik. Senyawa antibakteri dapat

mengganggu kerja dari RNA dan DNA polimerase sehingga pembentukan

asam nukleat dan transfer informasi genetik menjadi terganggu.

Aktivitas antimikroba asap cair terutama disebabkan oleh adanya

senyawa kimia yang terkandung dalam asap seperti fenol, formaldehid, asam

asetat, dan kreosat. Semua senyawa tersebut menghambat pembentukan spora

dan pertumbuhan beberapa jenis jamur dan bakteri. Proses pemurnian asap

cair dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan fraksi tar yang mengandung

hidrokarbon aromatik. Benzo[a]pirene merupakan salah satu Policyclic

Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang bersifat karsinogenik, memiliki titik cair

179 0C dan titik didih 312 0C (Jaya, et al., 1997).

Asap cair komersial dapat menghambat pertumbuhan Vibrio

vulnivicus, Yersinia enterolitica, dan Lactococcus lactis dengan MIC masing-

masing <0,2%, 0,6%, dan 0,8% secara berturut-turut (Sunen, 1998). Munoz et

al. (1998) melaporkan bahwa asap cair komersial pada konsentrasi 8% dapat

menghambat pertumbuhan E.coli O157:H7 yang diinokulasikan pada daging.

Milly et al. (2005) melaporkan bahwa konsentrasi 0,75% asap cair komersil

merupakan MIC untuk Lactobacillus plantarum.

Sunen (1998) menunjukkan bahwa asap cair komersial memiliki

efektivitas yang berbeda-beda dengan penghambatan terhadap

mikroorganisme yang berbeda pula, tergantung dari komponen antimikroba

yang dikandungnya. Rentang kisaran nilai MIC asap cair komersial mulai dari

0,4% sampai lebih dari 8% untuk menghambat satu jenis mikroorganisme

yang sama. Catte et al. (1999) menunjukkan juga bahwa penggunaan asap cair

komersial pada konsentrasi 0,33 ml – 4,33ml/l tidak mampu menghambat

petumbuhan Lactobacillus plantarum ATCC 12315.

2.11. Asap Cair Tempurung Kelapa

Asap diperoleh melalui pembakaran kayu keras dan kayu lunak yang

banyak mengandung lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Maga, 1988).

25

Page 42: liquid smoke from nira.pdf

Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood (1975) sebagai kayu keras

tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih

rendah.

Zuraida (2008) membuktikan bahwa pada asap cair tempurung

kelapa tidak mengandung benzo[a]pirene. Keamanan asap cair tempurung

kelapa juga telah diteliti Zuraida (2008) dimana asap cair dari tempurung

kelapa dinyatakan aman untuk dikonsumsi karena berdasarkan uji toksisitas

menunjukkan bahwa nilai LD50 (konsentrasi tunggal bahan sebagai ransum

yang menyebabkan 50% populasi hewan percobaan mati) lebih besar dari

15.000 mg/kg berat badan mencit. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI

Nomor 74 Tahun 2001, suatu dengan nilai LD50 lebih besar dari 15.000 mg/kg

berat badan hewan uji, maka zat/ senyawa/ bahan kimia dikategorikan sebagai

bahan yang tidak toksik dan aman untuk digunakan dalam pangan.

Zuraida (2008) melaporkan beberapa komponen yang terdapat dalam

asap cair tempurung kelapa yang disajikan pada Tabel 8. Hasil identifikasi

asap cair tempurung kelapa dengan GC-MS menunjukkan bahwa senyawa

fenolik merupakan komponen utama. Guillen dan Ibargoitia (1998)

menyatakan bahwa fenolik juga merupakan senyawa yang menjadi flavor dari

asap cair. Senyawa guaiacol merupakan flavor rasa asap sedangkan syringol

merupakan flavor aroma asap.

Komponen yang bersifat sebagai zat antimikroba dari asap cair

tempurung kelapa adalah fenol dan turunannya (Munoz et al. 1998; dan

Soldera et al. 2008). Selain itu, fenol juga memberikan efek antioksidan

kepada makanan yang diawetkan. Yulistiani et al. (1997) melaporkan

kandungan fenol dalam destilat asap tempurung kelapa sebesar 1,28%.

Tranggono (1996) menyatakan bahwa kandungan fenol pada asap cair dari

berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa berkisar antara 2,0 – 5,13% .

Karseno et al. (2002) menjelaskan bahwa fenol dan turunannya dapat

bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal karena mampu menginaktifkan

enzim-enzim esensial, serta mengkoagulasikan SH grup dan NH grup pada

protein. Davidson et al. (2005) menjelaskan bahwa mekanisme aktivitas

antimikrobial fenol dan turunannya meliputi reaksi dengan membran sel yang

26

Page 43: liquid smoke from nira.pdf

menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel yang berakibat pada

keluarnya materi intraseluler, inaktivasi enzim, dan perusakan atau inaktivasi

material genetik.

Tabel 8. Komponen-Komponen yang Teridentifikasi dari Fraksi Terlarut Asap Cair tempurung Kelapa dalam Dichloromethane Golongan Nama Komponen Keton 2-methyl-2cyclopentenone

3- methyl-2cyclopentenone 2-Hydroxy-1-methylcyclopenten-3-one 2,3-dimethylcyclopenten-3-one 2-Ethylcycloheptanone

Furan dan Turunan Pyran

2-Acetylfuran 3 methyl furfural

Karbonil dan Asam 1-Cyclohexene-1-carboxaldehidyde 2,3-dihydroxy-benzoic acid 3-methoxybenzoic acid methyl ester 4-Hydroxy-benzioc acid methyl ester

Fenol dan turunannya Phenol 2-Methylphenol 3-Methylphenol 2,6-dimethylphenol 2,4-Dimethylphenol 3-Ethylphenol

Guaiakol dan Turunannya 2-Methoxyguaiacol 3- Methylguaiacol p- Methylguaiacol 2-Methoxy-4-Methylphenol 4-Ethyl-2-Methoxyphenol Eugenol Acetovanilline Methyl vanilate

Siringol dan Turunannya 2,6-Dimethoxyphenol 3,4- Dimethoxyphenol 4-(2-Propenyl)-2,6-Dimethoxyphenol Syringylaldehide Acetosyringone 3,5-Dimethoxy-4-hydroxyphenylacetic acid

Alkil Aril eter 1,2-Dimethoxybenzene 2,3-Dimethoxytoluene 1,2,3-Trimethoxybenzene 1,2,4- Trimethoxybenzene 5-Methyl-1,2,3-trimethoxybenze

Sumber : Zuraida (2008)

Asam-asam organik lemah yang terdapat dalam asap cair tempurung

kelapa seperti 2,3-dihydroxy-benzoic acid, 3-methoxybenzoic acid methyl

ester, dan 4-hydroxy-benzoic acid methyl ester memiliki sifat antimikroba

karena kemampuannya untuk membentuk ion H+ bebas. Senyawa asam dalam

27

Page 44: liquid smoke from nira.pdf

bentuk tidak terdisosiasi lebih cepat berpenetrasi ke dalam membran sel

mikroorganisme. Senyawa asam dapat menurunkan pH sitoplasma,

mempengaruhi struktur dan fluiditas membran, serta mengkelat ion-ion dalam

dinding sel bakteri. Penurunan pH sitoplasma akan mempengaruhi protein

struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat, dan fosfolipid membran (Davidson

et al. 2005).

Penggunaan asap cair kasar tempurung kelapa hasil pengendapan

dalam produk pangan dilakukan oleh Zuraida (2008) pada produk bakso ikan

serta Syabana dan Rusbana (2008) pada produk sate bandeng. Metode

pencampuran asap cair kasar pada adonan produk pangan yang akan

diawetkan menyebabkan warna, aroma dan rasa produk akhir terpengaruh.

Pada konsentrasi diatas 2,5% aroma asap pada produk sate bandeng terasa

sangat menyengat sehingga tidak disukai oleh panelis (Syabana dan Rusbana,

2008).

2.12. Redestilasi Asap Cair

Pemurnian asap cair yang dilakukan oleh produsen asap cair

dilakukan dengan cara pengendapan. Senyawa-senyawa yang tidak larut

dalam asap cair yang terkondensasi dari hasil pyrolisis ditampung dan

diendapkan sehingga selama beberapa hari sehingga diperoleh asap cair yang

lebih jernih. Asap cair yang diperoleh dari hasil pengendapan ini belum begitu

murni walaupun penampakannya bening berwarna coklat kehitaman sampai

coklat kekuningan. Jika disimpan dalam jangka waktu lama, senyawa

berwarna hitam yang terdapat didalam asap cair yang belum sempurna

pemurniannya tersebut akan kembali mengendap.

Council of Europe Comitee of Experts on Flavouring Substances

(CECEFS) (1992) menerangkan bahwa asap terdiri dari komponen gas, cairan,

dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat tercampur dalam

asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena partikel padat

tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel tersebut diantaranya adalah

senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), senyawa

fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat, serta komponen tar

dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki titk didih yang tinggi. Guillen

28

Page 45: liquid smoke from nira.pdf

et al. (2001) menjelaskan bahwa komponen-komponen asap cair yang

berwarna hitam merupakan komponen yang berbeda dengan komponen asap

cair yang digunakan sebagai ingredient dan flavor dalam pangan. Komponen-

komponen tersebut termasuk golongan levoglucosan, turunan karbohidrat,

senyawa bernitrogen, serta senyawa-senyawa yang belum teridentifikasi.

Ditemukannya sifat karsinogenik dari Polycyclic Aromatic

Hydrocarbon (PAH) menyebabkan penelitian mengenai bahan pangan hasil

pengasapan meningkat. Begitupun dengan penelitian terhadap kandungan

PAH dalam asap cair kasar yang merupakan kondensat langsung hasil proses

pirolisis. Berbagai metode pemurnian telah dilakukan diantaranya dengan

menurunkan suhu pirolisis (Daun, 1979), destilasi kondensat asap cair dan

penyaringan menggunakan pulp selulosa (Gorbatov et al., 1971), serta

penggunaan zeolit sebagai penyaring molekuler (Jaya et al., 1997).

Salah satu proses yang digunakan adalah destilasi dengan

menggunakan destilator (Gambar 3). Prinsip destilasi adalah pemisahan

komponen dari campuran cairan berdasarkan titik. Komponen destilator terdiri

dari pemanas, wadah penampung asap cair yang akan didestilasi, kondensor,

serta wadah penampung destilat. Suhu pemanasan yang diberikan untuk

memanaskan asap cair berkisar antara 1000 – 2000C. Hal ini didasarkan pada

nilai titik didih fenol yaitu 1810C, sehingga pada kisaran suhu tersebut

diharapkan semua komponen fenolik dalam asap cair akan menguap dan dapat

terkonsentrasi sebagai destilat asap cair yang lebih murni. Proses pemanasan

dengan suhu lebih dari 300 0C sebaiknya dihindari karena pada suhu1790C

Polyciclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) akan mencair dan mendidih pada

suhu 3120C (Sax dan Lewis, 1987; diacu dalam Jaya et al., 1997).

Gambar 3 Alat Destilasi Asap Cair.

29

Page 46: liquid smoke from nira.pdf

Keterbatasan asap cair kasar yang memiliki warna hitam sampai

coklat kekuningan diharapkan bisa diatasi dengan perlakuan destilasi sehingga

aplikasi asap cair dalam pengolahan pangan dapat dilakukan lebih luas lagi.

Destilasi asap cair memungkinkan destilat yang dihasilkan untuk dijadikan

sebagai ingredient yang dapat ditambahkan langsung pada adonan pangan.

Pengujian aktivitas antimikroba asap cair terhadap beberapa jenis

mikroorganisme telah dilakukan. Destilasi ulang asap cair dari tempurung

kelapa terhadap mikroorganisme perusak nira dan penggunaannya sebagai

pengawet nira belum pernah dilakukan. Penggunaan asap cair redestilasi ini

diharapkan menjadi alternatif pengawet nira yang lebih efektif dan lebih

terjamin dari segi keamanan pangan.

30

Page 47: liquid smoke from nira.pdf

III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Agustus 2009. Lokasi

penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Kimia Pangan SEAFAST Center-

IPB, serta Laboratorium Technopark, IPB. Aplikasi lapangan dilakukan di Desa

Cibogo, Kecamatan Cigombong, Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan berupa :

a. Asap cair tempurung kelapa diperoleh dari CV Wulung Prima, Desa

Cihideung Udik – Ciampea, Bogor.

b. Nira aren segar diambil dari penderes di Desa Cibogo, Kecamatan

Cigombong, Kabupaten Bogor.

c. Bahan-bahan untuk pengujian mikrobiologi diantaranya berupa NA, NB,

MRSA, MRSB, PDA, PDB, asam tartarat, dan PCA. Kultur murni berupa

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diperoleh dari

Laboratorium SEAFAST Center IPB, sedangkan bakteri asam laktat yang

merupakan isolat dari nira aren.

d. Bahan-bahan untuk analisis kimia berupa NaCO3 jenuh, aquades, dan reagen

folin ciocalteu.

Alat yang digunakan berupa destilator untuk destilasi ulang asap cair dan

spektrofotometer untuk analisis kimia. Peralatan untuk analisa mikrobiologi

berupa autoclave, inkubator, cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet mikro,

bunsen, ose, dan sebagainya.

3.3. Tahapan Penelitian dan Prosedur Pengujian

Tahap penelitian yang dilakukan dalam kajian ini disarikan dalam diagram

alur penelitian pada Gambar 4.

Page 48: liquid smoke from nira.pdf

Asap Cair Kasar

Destilasi Ulang (Redestilasi) Asap Cair

Uji Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi

Aplikasi Asap Cair Redestilasi untuk Pengawet Nira

Pembuatan Gula Merah dengan Menggunakan Konsentrasi Asap

Cair Redestilasi Terpilih

Kadar Fenol

Penentuan Nilai MIC dengan Metode Kontak

Penentuan Konsentrasi

Parameter yang digunakan : 1. Pengkuran pH 2. Analisis Total Mikroba 3. Aplikasi Pembuatan Gula

Uji Organoleptik Uji Warna

Potensi Asap Cair Kasar

Simulasi Penyadapan

Gambar 4 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa.

32

Page 49: liquid smoke from nira.pdf

3.3.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan mengenai potensi penggunaan asap cair kasar

sebagai pengawet nira dilakukan untuk mengevaluasi apakah asap cair kasar

dapat diaplikasikan pada pengawetan nira. Penelitian ini diawali dengan uji

kontak asap cair tempurung kelapa hasil pengendapan (asap cair kasar)

terhadap kultur campuran mikroorganisme yang diambil langsung dari nira.

Konsentrasi asap cair kasar yang digunakan pada pengujian sebesar 0,50%,

0,60%, 0,80%, 1,00%, 2,00%, dan 3,00%(v/v).

Pengujian selanjutnya berupa uji pengawetan nira selama 12 jam

penyimpanan dengan penggunaan asap cair kasar sebesar 0,50%, 1,00%,

2,00%, dan 3,00%(v/v). Pengujian dilakukan dengan cara melakukan

penyadapan secara langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah

diberi asap cair kasar dengan volume sedemikian rupa sehingga ketika waktu

penyadapan mencapai satu jam diperoleh nira dengan konsentrasi asap cair

kasar yang diinginkan tersebut (0,50%, 1,00%, 2,00%, dan 3,00%). Setelah

satu jam penyadapan dilakukan, nira yang telah mengandung asap cair ini

diukur pH-nya dan dicatat sebagai pH pada jam ke-0. Nira kemudian dibawa

ke laboratorium menggunakan botol steril dan disegel menggunakan parafilm.

Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung dalam wadah terbuka pada

suhu ruang dan diukur pH-nya setiap jam selama 12 jam. Selain itu, pada

konsentrasi yang sama juga dilakukan penyadapan selama 12 jam dan aren

hasil penyadapan dibuat menjadi gula.

3.3.2. Redestilasi Asap Cair

Proses destilasi dilakukan dengan pemanasan asap cair secara terus

menerus pada suhu 2000C. Uap hasil pemanasan dikondensasi dan kondensat

yang dihasilkan ditampung dalam wadah bersih. Hasil destilasi ulang

kemudian diukur kadar fenolnya dengan menggunakan metode Slinkard dan

Singleton (1977).

33

Page 50: liquid smoke from nira.pdf

3.3.2.1. Prosedur Pengukuran Kadar Fenol (Slinkard dan Singleton, 1977).

Sebanyak 0.1 ml sampel dimasukkan kedalam labu takar 100 ml.

Selanjutnya dimasukkan 75 ml aquades, 5 ml pereaksi follins dan 10 ml

NaCO3 jenuh secara berurutan. Selanjutnya ditambahkan aquades sampai

tanda tera, dikocok dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan

yang dihasilkan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang

760 nm. Sebagai standar digunakan asam Tannat konsentrasi 0.1 mg/ml

kemudian dipipet 0, 2, 3, 4, 6, dan 8 ml ke dalam labu takar 100 ml yang

berbeda, diperlakukan seperti sampel dengan standar sebagai pengganti

sampel.

3.3.3. Uji Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi

Uji aktivitas mikroba dilakukan dengan mencari nilai MIC (Minimum

Inhibitory Concentration) asap cair hasil destilasi ulang (asap cair redestilasi)

terhadap bakteri uji. Kultur murni yang digunakan adalah Staphylococcus

aureus mewakili bakteri patogen gram positif yang mungkin

mengkontaminasi nira akibat higiene penderes yang kurang baik.

Pseudomonas aeruginosa mewakili bakteri pembusuk gram negatif,

sedangkan bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari nira sebagai bakteri

perusak nira dari kelompok gram positif.

3.3.3.1. Prosedur Persiapan Kultur Mikroba

Kultur bakteri (Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa)

dalam agar miring diambil satu ose dan diinokulasikan dalam 10 ml Nutrient

Broth (NB), kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah

inkubasi selama 24 jam, bakteri siap digunakan untuk uji kontak.

Kultur BAL diperoleh dengan melakukan isolasi langsung dari nira

dengan menggunakan metode cawan tuang. Isolasi diawali dengan melakukan

plating 1 ml nira pada cawan menggunakan media MRSA yang ditambahi

CaCO3. Penambahan CaCO3 dalam media MRSA menyebabkan terbentuknya

34

Page 51: liquid smoke from nira.pdf

halo pada wilayah sekitar koloni yang diduga sebagai BAL. Setelah dilakukan

plating, cawan dengan agar yang telah memadat diinkubasi terbalik pada suhu

370C selama 48 jam. Koloni yang terpisah dan memperlihatkan zona halo

pada wilayah disekitarnya dipilih untuk diisolasi. Koloni tersebut diambil

secara aseptis menggunakan ose dan dimasukkan ke dalam media MRSB dan

diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Kultur yang berusia 24 jam ini di

uji pewarnaan Gram dan uji katalase. Kultur yang memberikan warna ungu

(indikator gram positif) dan katalase negatif sudah dapat dijadikan sebagai

isolat BAL asal nira.

3.3.3.2. Prosedur Penentuan MIC dengan Metode Kontak (Suspension Test)

Penentuan MIC dengan metode kontak pada prinsipnya dilakukan

dengan cara menumbuhkan mikroorganisme pada media yang sudah ditambah

senyawa antimikroba pada konsentrasi tertentu. Satu seri tabung diisi dengan

media pertumbuhan. Pada setiap tabung ditambahkan senyawa antimikroba

dengan konsentrasi yang berbeda. Selanjutnya pada setiap tabung

diinokulasikan mikroorganisme uji dengan jumlah yang sama (106 CFU/ml).

Semua seri tabung uji diinkubasikan dengan menggunakan shaker pada suhu

ruang selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm. MIC merupakan konsentrasi

terendah yang mampu menurunkan jumlah mikroba uji sebesar 90% dari

jumlah bakteri kontrol (tanpa penambahan asap cair) setelah dikontakkan

selama 24 jam.

Konsentrasi uji untuk S.aureus dan P. aeruginosa secara berturut-

turut adalah 0,20% – 0,80%(v/v) dan 0,22% - 0,30%(v/v). Konsentrasi ini

dirujuk dari Zuraida (2008) yang menggunakan asap cair tanpa destilasi ulang

untuk pengawetan bakso ikan. Konsentrasi uji untuk BAL asal nira adalah

0,50% - 30,00%(v/v). Penghitungan nilai MIC ditentukan dengan persen

penghambatan dengan rumus : ( )[ ]%100/%100tan% xNoNtpenghamba −=

dimana : Nt = Jumlah mikroba setelah dikontakkan selama 24 jam, dan

No = Jumlah mikroba kontrol setelah dikontakkan selama 24 jam

35

Page 52: liquid smoke from nira.pdf

3.3.4. Apilkasi Asap Cair Redestilasi untuk Pengawet Nira

Aplikasi asap cair redestilasi dilakukan dengan melakukan suatu

simulasi di laboratorium. Simulasi pertama dilakukan untuk menentukan

konsentrasi berapa yang akan diujikan pada tahap simulasi penyadapan

dengan melihat perubahan nilai pH setelah penyadapan, total mikroba, serta

aplikasi langsung dalam pembuatan gula merah. Simulasi kedua dilakukan

untuk melihat proses perubahan pH dan perkembangan jumlah mikroba pada

nira selama penyadapan.

Simulasi pertama dilakukan dengan cara melakukan penyadapan

secara langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah diberi asap

cair dengan volume tertentu. Asap cair yang ditambahkan adalah sebanyak

sedemikian rupa sehingga pada waktu penyadapan selama satu jam diperoleh

konsentrasi yang diinginkan (2 sampai 10 kali MIC). Setelah satu jam

penyadapan dilakukan, nira yang telah mengandung asap cair ini diambil

diukur pH-nya dan dicatat sebagai pH pada jam ke- nol. Nira kemudian

dibawa ke laboratorium menggunakan botol steril dan disegel menggunakan

parafilm. Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung dalam wadah

terbuka pada suhu ruang.

Penghitungan jumlah total mikroba, jumlah bakteri asam laktat, serta

jumlah khamir dilakukan dengan cara yang sama pada simulasi pertama.

Penghitungan mikroba dilakukan dengan metode BAM (2001). Aplikasi

langsung dilakukan dengan menambahkan asap cair kedalam wadah

penampung nira yang digunakan untuk menyadap. Nira yang dihasilkan

selanjutnya dievaluasi dan diolah menjadi nira.

Simulasi kedua adalah simulasi penyadapan. Nira untuk simulasi

diperoleh dari nira segar yang disterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit

menggunakan autoclave. Wadah penampung yang biasa digunakan petani

untuk menyadap diberi asap cair dengan jumlah tertentu. Setiap jam selama

12 jam dilakukan pengisian nira hasil sterilisasi sebanyak 25 ml kedalam

36

Page 53: liquid smoke from nira.pdf

wadah penampung berisi asap cair dan diukur perubahan pH-nya baik

sebelum diberi tambahan nira maupun sesudahnya.

3.3.4.1. Prosedur Analisis Total Mikroba (BAM, 2001)

Satu mililiter sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke

dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri

dan segera setelah penuangan agar, cawan petri kemudian digerakkan secara

hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan

gerakkan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan di inkubasi

dengan posisi terbalik pada suhu 350 C selama 48 jam. Setelah inkubasi,

jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode

Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Proses perhitungan total bakteri dilakukan dengan berbagai

ketentuan berdasarkan BAM (2001), antara lain :

1. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung

termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni

semua dicatat untuk setiap cawan.

2. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu

Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka

ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah.

3. Rumus perhitungan yang digunakan adalah :

Untuk sampel 25-250 koloni :

[ ] dnnCN

××+×∑

=)1,0()1( 21

dimana : N = Total Bakteri C = Jumlah Total seluruh bakteri

n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua d = Tingkat pengenceran

37

Page 54: liquid smoke from nira.pdf

3.3.5. Pembuatan Gula Merah dengan Menggunakan Konsentrasi Asap Cair Redestilasi Terpilih

Tahap akhir dari penelitian adalah aplikasi asap cair secara langsung

dalam proses penyadapan nira dengan konsentrasi terpilih yang selanjutnya

diolah menjadi gula merah. Rasa gula yang dihasilkan kemudian diuji secara

organoleptik dan warna gula diuji menggunakan Chromameter.

3.3.5.1. Prosedur Uji Organoleptik

Uji organoleptik (Rahayu, 2001) berupa pengujian hedonik oleh 30

panelis terhadap produk gula merah dari nira yang menggunakan pengawet

dalam penelitian ini. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan menyajikan

gula merah yang telah diberi kode tertentu dan panelis diminta untuk

memberikan penilaian pada lembar nilai yang telah disediakan. Pengukuran

skala hedonik menggunakan skala angka satu sampai tujuh dengan tingkat

kesukaan terdiri dari: sangat suka, agak suka, suka, netral, agak tidak suka,

tidak suka, sangat tidak suka. Penilaian lainnya adalah dari segi aroma dimana

panelis diminta untuk memberikan ada tidaknya aroma asing yang dirasakan

pada saat menguji sampel.

3.3.5.2. Prosedur Uji Warna

Uji warna dilakukan untuk menentukan apakah penggunaan asap cair

sebagai pengawet mempengaruhi penampakan akhir. Alat yang digunakan

berupa Chromameter CR300. Angka hasil pemotretan oleh Chromameter

CR300 adalah nilai tristimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh

suatu permukaan. Data pengukuran dapat berupa nilai absolut maupun nilai

selisih dengan warna standar. Pengukuran absolut dapat ditampilkan dalam

skala Yxy (CIE 1931), L*a*b* (CIE, 1976), L*C*Ho, Hunter L a b, atau

nilai tristimulus XYZ. Dalam penelitian ini hanya digunakan nilai L, a*, dan

b*. Gambar 5 mendeskripsikan pembacaan nilai L, a*, dan b*. Nilai L

memperlihatkan kecerahan, nilai a(+) menandakan produk memiliki

38

Page 55: liquid smoke from nira.pdf

kecendrungan berwarna kemerahan sedangkan nilai a(-) menandakan produk

memiliki kecenderungan berwarna kehijauan. Nilai b(+) menandakan produk

berwarna kekuningan sedangkan nilai b(-) menandakan produk berwarna

mengarah pada kebiruan.

L*

-a*

+a*

-b*

+b*

L*

+a*

+b*

-a*

-b*

L*=100

L*=0

++ LL == LLiigghhttnneessss -- LL** == DDaarrkknneessss ++ aa** ==

RReeddnneessss -- aa** == GGrreeeenneessss

++ bb** == YYeelllloowwnneessss -- bb** == BBlluueenneessss

Gambar 5 Deskripsi Nilai L,a,dan b pada Pembacaan Chromameter. 3.3.6. Analisis Statistik

Total fenol, uji warna, dan uji aktivitas anti bakteri diuji menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL). Perubahan pH dan jumlah mikroba serta

perubahan pH pada simulasi penyadapan diuji menggunakan RAL in time

untuk melihat pengaruh waktu dan perlakuan asap cair. Uji organoleptik

dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Uji statistik ini

menggunakan software SAS untuk analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji

lanjut Duncan pada tingkat kepercayaan 95%.

39

Page 56: liquid smoke from nira.pdf

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Potensi Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Pengawet Nira

Asap cair tempurung kelapa diperoleh dari asap pembakaran yang tidak

sempurna tempurung kelapa. Proses yang terjadi pada pembuatan asap cair

terdiri dari reaksi dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Uap asap

yang dihasilkan selama pembakaran tempurung kelapa dikondensasi

menghasilkan kondensat asap berupa cairan kental berwarna hitam. Kondensat

asap yang dihasilkan ditampung dan diendapkan selama beberapa hari untuk

memperoleh cairan asap yang terpisah dari partikel padat berwarna hitam yang

bercampur didalamnya.

Council of Europe Comitee of Experts on Flavouring Substances

(CECEFS) (1992) menerangkan bahwa asap terdiri dari komponen gas, cairan,

dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat berwarna hitam

tercampur dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena

partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel tersebut

diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons

(PAHs), senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat,

serta komponen tar dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki titik didih

yang tinggi. Guillen et al. (2001) menjelaskan bahwa komponen-komponen asap

cair yang berwarna hitam merupakan komponen yang berbeda dengan

komponen asap cair yang digunakan sebagai ingredient dan flavor dalam

pangan. Komponen-komponen tersebut termasuk golongan levoglucosan,

turunan karbohidrat, senyawa bernitrogen, serta senyawa-senyawa yang belum

teridentifikasi.

Produsen asap cair menggunakan metode pengendapan selama

beberapa hari untuk memisahkan cairan asap cair dengan padatan terlarut

tersebut. Asap cair tempurung kelapa yang dihasilkan dari proses pengendapan

memiliki warna coklat kehitaman dengan pH 4,9 (Gambar 6).

Page 57: liquid smoke from nira.pdf

Gambar 6 Asap Cair Kasar Tempurung Kelapa Hasil Pengendapan. Penelitian pendahuluan mengenai potensi asap cair sebagai pengawet nira

dilakukan dengan melakukan uji kontak asap cair kasar terhadap kultur

campuran dari nira pada konsentrasi 0,50%, 0,60%, 0,80%, 1,00%, 2,00%, dan

3,00%. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini mengacu

pada Syabana dan Rusbana (2008) serta Zuraida (2008). Tabel 9 memperlihatkan

bahwa pada konsentrasi asap cair kasar 0,50% sudah dapat menghambat

pertumbuhan mikroba sebesar 3 log dibanding kontrol. Pada konsentrasi 0,80%

sampai 3,00% asap cair kasar mampu menghambat pertumbuhan mikroba

sampai 5 log dibanding kontrol.

Tabel 9 Jumlah Mikroba setelah dikontakkan selama 24 jam dengan Asap

Cair Kasar pada berbagai Konsentrasi Konsentrasi asap cair kasar(% v/v) Jumlah Mikroba (CFU/ml)

0,00 3,7 x 108

0,50 7,6 x 105

0,60 7,0 x 103

0,80 <103

1,00 <103

2,00 <103

3,00 <103

Hasil uji kontak ini memberi kesimpulan awal bahwa asap cair kasar

hasil pengendapan memiliki potensi untuk digunakan dalam pengawetan nira.

Penelitian pendahuluan selanjutnya adalah dengan mengaplikasikan asap cair

kasar pada nira selama 12 jam penyimpanan. Konsentrasi yang digunakan adalah

0,50%, 1,00%, 2,00%, dan 3,00% berdasarkan hasil uji kontak tahap

sebelumnya. Pengujian dilakukan dengan cara melakukan penyadapan secara

langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah diberi asap cair

41

Page 58: liquid smoke from nira.pdf

dengan volume sedemikian rupa sehingga pada waktu penyadapan mencapai

satu jam diperoleh nira dengan konsentrasi asap cair yang diinginkan (0,50%,

1,00%, 2,00%, dan 3,00%). Setelah satu jam penyadapan dilakukan, nira yang

telah mengandung asap cair ini diukur pH-nya dan dicatat sebagai pH pada jam

ke-0. Nira kemudian dibawa ke laboratorium menggunakan botol steril dan

disegel menggunakan parafilm. Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung

dalam wadah terbuka pada suhu ruang dan diukur pH-nya setiap jam selama 12

jam.

Gambar 7 memperlihatkan hasil pengukuran pH nira yang telah diberi

asap cair kasar dan disimpan selama 12 jam. Hasil pengukuran perubahan pH

pada penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa penggunaan asap cair kasar

dengan konsentrasi 0,50% mampu mempertahankan pH nira diatas 7 sampai 6

jam penyimpanan, sedangkan dengan konsentrasi 3,00% mampu

mempertahankan pH nira pada kisaran 6,6 - 6,8 selama 12 jam penyimpanan.

Tahap lanjutan dari hasil pengukuran pH adalah aplikasi asap cair konsentrasi

0,50% dan 3,00% untuk penyadapan nira selama 12 jam. Nira hasil penyadapan

dengan menggunakan asap cair 0,50% dan 3,00% selanjutnya diolah menjadi

gula.

Gambar 7 Perubahan pH Nira setelah Diberi Perlakuan Penambahan Asap

Cair (AC) pada berbagai Konsentrasi selama 12 Jam Penyimpanan.

3

4

5

6

7

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jam ke -

pH

Nira + 0,00% AC

Nira + 0,50% AC

Nira + 1,00% AC

Nira + 1,50% AC

Nira + 2,00% AC

Nira + 3,00% AC

Gula yang diperoleh dari nira dengan asap cair kasar hasil pengendapan

memiliki warna yang gelap. Nira dengan asap cair kasar 0,50% menghasilkan

gula yang berwarna coklat tua, sedangkan konsentrasi 3,00% berwarna hitam.

42

Page 59: liquid smoke from nira.pdf

Perubahan warna yang terjadi ini disebabkan oleh komponen berwarna hitam

yang terdapat dalam asap cair kasar. Gambar 8 memperlihatkan warna gula

merah dari nira yang disadap dengan menggunakan pengawet asap cair kasar

hasil pengendapan sebanyak 0,50% dan 3,00%.

Gambar 8 Gula Merah dari Nira yang mengandung Asap Cair Kasar 0,50% dan 0,30%.

Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa asap cair kasar

memiliki potensi untuk diaplikasikan sebagai pengawet nira. Pada konsentrasi

asap cair 0,50% sampai 3,00% mampu memberikan aktivitas penghambatan

terhadap kultur campuran dari nira aren dan mampu mempertahankan pH nira

pada kisaran 6-7 selama 12 jam penyimpanan. Gula yang dihasilkan dari nira

yang mengandung asap cair kasar menyebabkan warna gula menjadi lebih gelap.

Oleh karena itu, pada penelitian utama dilakukan destilasi ulang asap cair

sehingga diperoleh asap cair redestilasi yang lebih murni dan jernih.

4.2. Kadar Fenol Asap Cair Redestilasi Destilasi merupakan suatu perlakuan fisik dengan memberikan panas

sehingga sangat dimungkinkan terjadinya perbedaan sifat dan karakteristik dari

asap cair sebelum dan sesudah destilasi. Destilasi dilakukan dalam rangka

menurunkan kadar partikel padat yang terdispersi dalam asap cair.

Guillen et al. (2001) dan CECEFS (1992) menerangkan bahwa asap

terdiri dari komponen gas, cairan, dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap,

partikel padat tercampur dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan

pemisahan karena partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel

43

Page 60: liquid smoke from nira.pdf

tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic

hydrocarbons (PAHs), senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik

karboksilat, serta komponen tar dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki

titk didih yang tinggi.

Penemuan sifat karsinogenik dari Polycyclic Aromatic Hydrocarbon

(PAHs) menyebabkan penelitian mengenai bahan pangan hasil pengasapan

meningkat. Salah satu metode yang diterapkan untuk memurnikan asap cair

adalah dengan detilasi. Prinsip destilasi adalah dengan melakukan evaporasi atau

penguapan melalui proses pemanasan dan dilanjutkan dengan kondensasi

(pendinginan uap hasil pemanasan) sehingga uap asap cair mengembun.

Perlakuan evaporasi umumnya akan menyebabkan penurunan jumlah kandungan

zat pada destilat dibandingkan dengan kandungan awal zat pada bahan sebelum

didestilasi. Hasil pengukuran kadar fenol disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Total Fenol Asap Cair Sebelum (A) dan Sesudah Destilasi (B)

Sebelum Destilasi

Setelah Destilasi

1.00

2.00

3.00

4.00

Kada

r Fen

ol (%

)

Sebelum DestilasiSetelah Destilasi

A B

Destilasi ulang asap cair menyebabkan kadar total fenol dalam asap

menjadi turun sebesar 0,7%. Berdasarkan hasil ANOVA, penurunan sebesar

0,7% ini menyebabkan perbedaan yang signifikan antara sebelum proses

destilasi dan setelah destilasi pada taraf kepercayaan 95%. Penurunan kadar

fenol ini terjadi akibat proses kondensasi yang dilakukan tidak sempurna

sehingga sebagian senyawa fenolik masih berbentuk uap ketika keluar dari alat

destilator. Hal ini diindikasikan dengan aroma asap yang tercium menyengat

ketika proses destilasi ulang dilakukan. Guillen dan Ibargoitia (1998)

menyatakan bahwa fenolik merupakan salah satu senyawa yang menjadi flavor

44

Page 61: liquid smoke from nira.pdf

dari asap cair. Senyawa guaiacol merupakan flavor rasa asap sedangkan syringol

merupakan flavor aroma asap. Terciumnya aroma asap yang menyengat dari

lubang kondensor menjadi indikator bahwa tidak semua komopenen fenol

tertampung sebagai kondensat.

Gambar 10 memberikan ilustrasi tentang perbandingan warna antara asap

cair kasar dengan asap cair hasil destilasi. Perubahan warna setelah proses

destilasi dilakukan disebabkan oleh proses pemanasan pada saat destilasi tidak

sampai menguapkan senyawa yang berwarna hitam, sehingga uap yang

terkondensasi memiliki warna lebih jernih. pH asap cair redestilasi juga

mengalami perubahan menjadi 3,0. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan

bandingkan dengan asap cair kasar yang memiliki pH sebesar 4,9.

A B Gambar 10 Warna Asap Cair (A) Sebelum Destilasi dan (B) Sesudah Destilasi.

Berkurangnya kadar fenol, bertambahnya kadar keasaman, dan

perubahan warna asap cair menjadi lebih jernih yang terjadi akibat destilasi

ulang memungkinkan terjadinya perubahan sifat antimikroba asap cair. Asap cair

redestilasi dengan penampakan yang lebih jernih dapat dilaplikasikan lebih luas

lagi dalam pengolahan pangan.

4.3. Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi

Penggunaan asap cair tanpa destilasi ulang telah dilakukan oleh Zuraida

(2008) dan terbukti mampu menambah umur simpan bakso ikan 16 jam lebih

lama dibandingkan kontrol. Destilasi ulang terhadap asap cair menyebabkan

kadar fenol menurun dan memungkinkan juga terjadinya perubahan aktivitas

45

Page 62: liquid smoke from nira.pdf

antimikroba yang dimilikinya. Aktivitas antimikroba asap cair redestilasi dapat

diuji dengan penentuan nilai MIC terhadap kultur murni suatu mikroorganisme.

4.3.1.Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Redestilasi

Uji aktivitas antibakteri asap cair redestilasi dilakukan dengan penentuan

nilai MIC. Nilai MIC merupakan konsentrasi terkecil yang mampu menghambat

90% mikroorganisme setelah dikontakkan selama 24 jam. Penentuan nilai MIC

asap cair hasil destilasi ulang diujikan terhadap S.aureus dan P.aeruginosa, dan

bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari nira. S.aureus mewakili bakteri

patogen gram positif yang dapat mengkontaminasi nira melalui tangan dari

penderes yang higienenya tidak terjaga dengan baik. P.aeruginosa mewakili

bakteri pembusuk dari golongan gram negatif, sedangkan BAL mewakili bakteri

pembusuk dari golongan bakteri gram positif. Konsentrasi uji untuk S.aureus

dan P.aeruginosa secara berturut-turut adalah 0,20% – 0,80%(v/v) dan 0,22% -

0,30%(v/v). Hasil pengujian MIC disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Jumlah S.aureus dan P.aeruginosa awal yang diinokulasikan ke dalam tabung uji

berturt-turut adalah 2,5x104 dan 2,9x104 CFU/ml.

0123456789

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80

Konsentrasi Asap Cair Redestilasi (%)

Jum

lah

S.a

ureu

s (L

og C

FU/m

l)

Gambar 11 Jumlah S.aureus setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair pada berbagai konsentrasi selama 24 Jam.

46

Page 63: liquid smoke from nira.pdf

0123456789

0.00 0.22 0.25 0.28 0.30

Konsentrasi Asap Cair Redestilasi (%)

Jum

lah

P.ae

rugi

nosa

(L

og C

FU/m

l)

Gambar 12 Jumlah P.aeruginosa setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair pada berbagai Konsentrasi selama 24 Jam.

Nilai MIC untuk P.aeruginosa dan S.aureus berturut-turut adalah 0,22%

dan 0,20%v/v. Pada konsentrasi 0,20%, asap cair redestilasi mampu

menghambat pertumbuhan S.aureus dan P.aeruginosa sebesar 90%

dibandingkan dengan kontrol. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa antara

kontrol yang tidak diberi asap cair dan perlakuan pemberian asap cair

memberikan perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini

berarti bahwa pemberian asap cair redestilasi memiliki pengaruh yang nyata

dalam menghambat pertumbuhan S.aureus dan P.aeruginosa. Hasil penelitian

Zuraida (2008) dengan menggunakan asap cair tanpa destilasi diperoleh nilai

MIC terhadap S.aureus dan P.aeruginosa sebesar masing-masing 0,10% dan

0,16%. Hal ini menunjukkan bahwa destilasi ulang asap cair menyebabkan

penurunan aktivitas antimikroba.

Bakteri P.aeruginosa lebih sensitif dibandingkan dengan S.aureus diduga

karena struktur dinding sel P.aeruginosa lebih tipis kandungan peptidoglikannya

dan memiliki protein porin dengan diameter cukup besar (2 nm) sehingga asap

cair dapat masuk ke dalam membran sel (Helander et al.,1998). Lebih lanjut

Pelczar et al. (1988) menjelaskan bahwa senyawa kimia utama yang memiliki

sifat antibakteri seperti fenol dan senyawa fenolat dapat berinteraksi dengan

membran sehingga integritas membran sel terganggu dan permeabilitasnya

berkurang.

47

Page 64: liquid smoke from nira.pdf

Pada umumnya, bakteri gram positif lebih sensitif dibandingkan dengan

bakteri gram negatif. Bakteri gram positif sangat rentan terhadap serangan

senyawa antimikroba. Selain lapisan peptidoglikan yang sangat tmudah

diganggu integritasnya, sintesis lapisan peptidoglikan juga dapat terganggu oleh

serangan senyawa antimikroba. Dua mekanisme ini cukup untuk menggangu dan

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Berbeda dengan bakteri gram

negatif yang memiliki lapisan peptidoglikan tipis tetapi dilindungi oleh lapisan

luar membran yang umumnya terdiri dari senyawa golongan lipida dan gula.

Adanya lapisan terluar ini mampu menahan serangan-serangan senyawa

antimikroba yang umumnya berada dalam fraksi polar. Oleh karena itu senyawa

antimikroba dengan basis non polar atau semi polar umumnya memiliki aktivitas

antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan dengan antimikroba fraksi polar.

S.aureus sebagai bakteri gram positif dan P.aeruginosa sebagai bakteri

gram negatif pada penelitian ini ternyata memiliki nilai MIC yang tidak berbeda

jauh yaitu 0,20%. Hasil penelitian Yulistiani et al. (1997) menghasilkan MIC

asap cair tempurung kelapa untuk S.aureus dan P.fluorescens sebesar 0,60% dan

0,50% secara berturut-turut. Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata bakteri

gram negatif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram positif ketika

dikontakkan dengan asap cair tempurung kelapa. Hal ini tentu tidak sejalan

dengan fenomena umum yang terjadi antara bakteri gram positif dan negatif.

Pengecualian dari sifat umum tersebut juga terjadi pada penelitian Sunen et al.

(2001) dimana Aeromonas hydrophila sebagai bakteri gram negatif ternyata

lebih sensitif dan memiliki kepekaan yang sama dengan bakteri uji dari golongan

bakteri gram negatif (L.monocytogenes dan Y.enterolitica) ketika dikontakkan

dengan ekstrak asap cair.

Sunen et al. (2001) dan Faith et al. (1992) menduga bahwa kemungkinan

terjadi efek sinergis antara senyawa yang terkandung dalam asap cair, sehingga

efek antimikroba yang diberikan oleh asap cair tidak hanya disebabkan oleh

kandungan fenol yang tinggi tetapi juga disebakan oleh asam-asam lemah yang

terdapat dalam asap cair sehingga mampu memberikan efek yang lebih besar.

Asam-asam lemah seperti asam laktat dan asam asetat diduga bersifat lipolitik.

48

Page 65: liquid smoke from nira.pdf

Asam asetat merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam asap cair

tempurung kelapa dalam bentuk turunan siringol dan guaiakol.

Siskos et al. (2007) mengemukakan bahwa asap cair mengandung

beberapa zat antimikroba yaitu asam dan turunannya (format, asetat, butirat,

propionat, dan metil ester), alkohol (metil, etil, propil, alkil, dan isobutil

alkohol), aldehid (formladehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural),

hidrokarbon (silene, kumene, dan simene), keton (aseton, metil etil keton, metil

propil keton, dan etil propil keton), fenol, piridin, dan metil piridin.

Kehadiran senyawa selain fenol, terutama asam dan turunannya, dalam

asap cair mampu menembus pertahanan bakteri gram negatif dengan

memutuskan ikatan lipida dalam membran luarnya. Pori-pori yang lebih besar

pada P.aeruginosa dan kemampuan fenol untuk berpenetrasi setelah lapisan

terluar bakteri rusak menyebabkan efek asap cair sebagai senyawa antimikroba

berjalan dengan baik. Senyawa asam dalam bentuk tidak terdisosiasi lebih cepat

berpenetrasi ke dalam membran sel mikroorganisme. Senyawa asam dapat

menurunkan pH sitoplasma, mempengaruhi struktur dan fluiditas membran, serta

mengkelat ion-ion dalam dinding sel bakteri. Penurunan pH sitoplasma akan

mempengaruhi protein struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat, dan fosfolipid

membran (Davidson et al. 2005).

4.3.2.Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Redestilasi terhadap Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Nira

BAL yang digunakan untuk pengujian tahap ini adalah isolat BAL asal

nira. Hasil pengujian pewarnaan gram dan pengujian katalase menunjukkan

bahwa isolat yang dipilih memiliki warna ungu, berbentuk basil, dan bersifat

katalase negatif. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka isolat yang diambil

merupakan bakteri asam laktat asal nira. Bakteri asam laktat ini selanjutnya

digunakan untuk uji aktivitas antibakteri dan simulasi penyadapan. Gambar 13

memperlihatkan bentuk dan warna dari isolat bakteri asal nira.

Battcock dan Azam-Ali (1998) menyatakan bahwa salah satu bakteri

terpenting dan umum dalam fermentasi pangan adalah BAL dari golongan

Lactobacillieae. Bakteri asam laktat banyak ditemui dalam bahan pangan dengan

49

Page 66: liquid smoke from nira.pdf

kadar air tinggi dan kadar gula atau karbohidrat tinggi. Kehadiran BAL

berkontribusi pada penurunan pH bahan pangan akibat hasil metabolisme

utamanya yaitu mengubah glukosa menjadi asam laktat. Cahyaningsih (2006)

menyatakan bahwa BAL merupakan mikroorganisme awal yang bertanggung

jawab fermentasi awal nira karena BAL merupakan mikroba dominan pada nira

segar. Kehadiran BAL didalam fermentasi nira berlangsung selama 24 jam,

setelah itu mikroorganisme yang tetap bertahan adalah khamir dan Bacillus.

Gambar 13 Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Nira Hasil Pewarnaan Gram.

Pengujian aktivitas antibakteri asap cair redestilasi terhadap BAL asal

nira dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan uji aktivitas asap cair terhadap S.aureus dan P.aeruginosa. Konsentrasi

yang digunakan adalah 3,00%, 5,00%, 10,00%, 20,00%, dan 30,00%. Penentuan

konsentrasi ini didasarkan pada hasil percobaan sebelumnya menggunakan

konsentrasi dibawah 3,00%, dengan mengacu penelitian Milly et al. (2005) yang

melaporkan bahwa nilai MIC asap komersial untuk L.plantarum (salah satu jenis

BAL) sebesar 0,75%, ternyata tidak menunjukkan adanya efek penghambatan.

Gambar 14 memperlihatkan jumlah bakteri setelah dikontakkan dengan

asap cair pada berbagai konsentrasi pengujian. Nilai MIC asap cair redestilasi

terhadap isolat BAL asal nira berdasarkan hasil uji kontak selama 24 jam adalah

3,00%. Besarnya penghambatan yang diberikan oleh asap cair redestilasi 3,00%

tidak berbeda nyata dengan penghambatan oleh asap cair redestilasi dengan

konsentrasi 5,00% dan 10,00%. Hal ini menandakan bahwa isolat BAL asal nira

50

Page 67: liquid smoke from nira.pdf

sangat tahan dengan konsentrasi asap cair redestilasi yang tinggi. Salah satu

faktor yang menyebabkan tingginya resistensi BAL adalah karena BAL toleran

terhadap asam (Salminen et al. 2004; Stamer, 1979).

51

0

2

4 6 8

1

1

0.00 3.00 5.00 10.00 20.00 30.00

Konsentrasi Asap Cair (%)

Jum

lah

BAL

(Log

CFU

/ml)

2 0

Gambar 14 Jumlah Bakteri Asam Laktat setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair Redestilasi pada Berbagai Konsentrasi selama 24 Jam.

4.4. Aplikasi Asap Cair Redestilasi sebagai Pengawet Nira

Pengujian aplikasi diawali dengan simulasi pemilihan konsentrasi untuk

aplikasi pada tahap selanjutnya dengan melihat perubahan pH dan total mikroba

disertai dengan pengujian secara langsung selama 12 jam penyadapan. Simulasi

selanjutnya berupa aplikasi konsentrasi terpilih dengan melihat pola perubahan

pH selama penyadapan.

4.4.1. Perubahan pH Selama 12 Jam Penyimpanan

Simulasi pertama dilakukan dengan melakukan penyadapan nira selama

satu jam dengan menggunakan wadah bersih yang telah diberi asap cair

sedemikian rupa sehingga setelah satu jam memiliki konsentrasi yang

diinginkan. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,50%, 1,00%, 1,50%, 2,00%,

dan 3,00%(v/v) dengan mengacu hasil penelitian pendahuluan. Volume nira

yang dihasilkan setiap mayang dapat diperkirakan jumlahnya sehingga dalam

aplikasi ini dapat ditentukan dari awal berapa volume asap cair yang harus

diberikan dalam wadah penampung untuk satu kali penyadapan.

Page 68: liquid smoke from nira.pdf

Setelah nira disadap selama satu jam, dilakukan pengukuran pH nira

setiap jam selama 12 jam penyimpanan di suhu ruang. Perubahan pH yang

terjadi dapat dilihat pada Gambar 15.

8

7

52

3

4

5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jam ke -

pH

0,00% AC 0,50% AC

6 1,00% AC 1,50% AC

2,00% AC 3,00% AC

Gambar 15 Grafik Perubahan pH Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Rerdestilasi

pada Berbagai Konsentrasi selama 12 Jam Penyimpanan. Simulasi ini dilakukan untuk menentukan nilai konsentrasi yang akan

digunakan selanjutnya dalam uji aplikasi. Gambar 15 menjelaskan bahwa

semakin bertambahnya konsentrasi asap cair yang diberikan, maka pH nira awal

akan semakin turun dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi karena asap cair

memiliki tingkat keasaman tinggi (pH =3,0) sehingga nilai pH nira awal menjadi

rendah.

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perubahan waktu dan perlakuan

penambahan asap cair redestilai berpengaruh nyata terhadap penurunan pH.

Penambahan asap cair redestilasi menyebabkan laju penurunan pH yang berbeda

nyata dengan kontrol. Konsentrasi asap cair redestilasi 1,00% memberikan

pengaruh yang berbeda dengan konsentrasi 0,50%. Konsentrasi 1,50% dan

2,00% tidak berbeda nyata, sedangkan keduanya berbeda nyata dengan

konsentrasi 3,00%. Konsentrasi 0,50%, 1,00%, 1,50%, 2,00%, dan 3,00%

memberikan efek pengawetan yang diindikasikan dengan kemampuan menahan

laju penurunan pH selama 4, 6, 6, , 8, dan 9 jam secara berurutan.

Page 69: liquid smoke from nira.pdf

4.4.2. Perubahan Jumlah Mikroba Selama 12 Jam Penyimpanan

Berdasarkan hasil pengujian penurunan pH nira selama 12 jam

penyimpanan, selanjutnya dilakukan pengujian untuk menghitung jumlah

mikroba. Konsentrasi asap cair yang digunakan dalam pengujian ini adalah

1,00% dengan alasan bahwa pada konsentrasi ini memiliki efek penahanan

kesegaran nira selama 6 jam peyimpanan dari 12 jam pengukuran. Penggunaan

1,00% asap cair ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai kondisi

mikrobiologis nira ketika masih segar dan ketika proses penurunan pH terjadi.

Gambar 16 menunjukkan jumlah total mikroba yang terdapat dalam nira.

Jumlah mikroba awal pada nira kontrol terdapat sebanyak 106 CFU/ml,

sedangkan pada nira yang ditampung dengan wadah yang berisi asap cair

mengandung 105 CFU/ml mikroba. Jumlah mikroba pada nira kontrol meningkat

pada jam ke tiga sampai 107 CFU/ml, sedangkan pada nira dengan asap cair

mencapai kondisi 107 CFU/ml pada jam ke enam.

0123456789

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jam ke-

Jum

lah

Tota

l Mik

roor

gani

sme

(lo

g C

FU/m

l)

Nira + 0,00% ACNira + 1,00% AC

Gambar 16 Jumlah Total Mikroorganisme pada Nira yang Diberi Asap Cair

Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan.

Gambar 17 merupakan grafik yang menunjukkan jumlah bakteri asam

laktat dalam nira. Jumlah bakteri asam laktat awal pada nira yang mendekati

jumlah total mikroba awal yaitu sebanyak 106 CFU/ml. Jika dihubungkan antara

jumlah mikroba total dengan jumlah BAL maka dapat disimpulkan bahwa

mikroba yang dominan pada nira segar merupakan BAL. Menurut Sumanti et al.

(2004) dan Okrafor (1978), fermentasi yang terjadi pada nira adalah fermentasi

laktat-alkohol-asetat yang melibatkan bakteri asam laktat, khamir, dan bakteri

asam asetat. Bakteri Leuconostoc spp dan Lactobacillus spp merupakan

53

Page 70: liquid smoke from nira.pdf

mikroorganisme awal yang diduga dominan terdapat dalam nira segar.

Cahyaningsih (2006) juga menyimpulkan hal yang sama dimana fermentasi awal

pada nira lontar didominasi oleh aktivitas bakteri asam laktat.

Gambar 17 Jumlah Total BAL pada Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan.

0123456789

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Jam ke-

Jum

lah

BAL

(log

CFU

/ml)

Nira +0,00% ACNira + 1,00% AC

Jumlah bakteri asam laktat dari jam ke nol sampai jam ke enam

mengalami hambatan pertumbuhan. Hal ini terjadi karena komponen asap cair

bekerja sebagai antimikroba dengan sifat mikrostatik. Berbeda halnya dengan

khamir, selama 12 jam jumlah khamir cenderung menurun (Gambar 18).

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jam ke -

Jum

lah

Kham

ir (lo

g CF

U/m

l) Nira + 0,00% ACNira + 1,00% AC

Gambar 18 Jumlah Total Khamir pada Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan.

Hal ini terjadi akibat efek senyawa antimikroba asap cair menghambat

pertumbuhan khamir. Jika pengamatan dilanjutkan, sampai melebihi 12 jam,

54

Page 71: liquid smoke from nira.pdf

sampel nira yang digunakan dalam pengujian ini berbau alkohol sebagai

indikator adanya metabolisme khamir. Hal ini menandakan bahwa khamir hanya

mengalami hambatan pertumbuhan.

Jika dihubungkan data penurunan pH dengan jumlah total BAL, maka

semakin tinggi jumlah BAL yang terdapat dalam nira, maka pH nira akan

semakin menurun. Hal ini terjadi karena aktivitas metabolisme BAL

menghasilkan asam laktat dan asam organik lainnya sehingga menaikkan kadar

asam yang terdapat dalam nira. Hubungan pH dan jumlah BAL dapat dilihat

pada Gambar 19.

5

6

7

8

9

10

4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5

pH

Jum

lah

BA

L (L

og C

FU/m

l)

Gambar 19 Hubungan Perubahan pH nira dan Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Fermentasi Nira selama 12 jam Penyimpanan .

4.4.3.Aplikasi Penyadapan selama 12 Jam

Aplikasi dilakukan dengan memberikan asap cair pada wadah bersih

sebagai penampung nira dengan konsentrasi sama seperti pada pengujian

perubahan pH dan total mikroba. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa asap

cair dengan konsentrasi 0,50% menghasilkan nira dengan pH 5,0 dan tidak bisa

diolah lagi menjadi gula. Konsentrasi 1,00% sampai 3,00% menghasilkan nira

dengan pH lebih dari 6,0 dan nira tersebut dapat diolah menjadi gula.

Berdasarkan hasil simulasi pertama ini, konsentrasi 1,00% dipilih

menjadi batas bawah dan 3,00% menjadi batas atas konsentrasi untuk aplikasi

pada pengujian selanjutnya. Konsentrasi 1,00% dan 3,00% dipilih karena

memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam menahan laju penurunan pH

55

Page 72: liquid smoke from nira.pdf

nira dan nira yang dihasilkan setelah penyadapan dengan konsentrasi tersebut

dapat diolah menjadi gula.

4.4.4. Simulasi Perubahan pH selama Penyadapan

Simulasi selanjutnya adalah simulasi penyadapan untuk melihat

perubahan pH selama penyadapan. Hal ini dilakukan untuk melihat fenomena

yang mendekati kenyataan mengenai mekanisme kerja teknik penghambatan

asap cair sebagai pengawet nira. Gambar 20 menerangkan tentang perubahan pH

yang terjadi selama penyadapan nira. Konsentrasi asap cair yang digunakan

dalam simulasi ini adalah 1,00% dan 3,00%.

3

3.5

4

4.5

5

5.5

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Jam ke-

pH

0,00% AC1,00% AC3,00% AC

Gambar 20 Perubahan pH pada Simulasi Penyadapan selama 12 Jam Menggunakan Asap Cair pada Konsentrasi1,00% dan 3,00%.

Nira yang digunakan untuk simulasi merupakan nira yang disterilisasi.

pH awal nira untuk simulasi ini adalah 5,1. Volume nira pada akhir simulasi

selama 12 jam ditetapkan sebanyak 300 ml, sehingga setiap jam dilakukan

penambahan nira sebanyak 25 ml. Pengukuran pH dilakukan sebelum dan

sesudah penambahan nira.

Data pada Gambar 20 menunjukkan bahwa nira yang tidak diberi

perlakuan pengawetan akan mengalami penurunan pH selama penyadapan. Hal

ini menandakan bahwa telah terjadi kontaminasi oleh mikroba dan berlanjut

dengan terjadinya fermentasi. Berbeda dengan nira yang diberi asap cair. Nira

yang diberi asap cair mengalami peningkatan pH selama penyadapan. Hal ini

56

Page 73: liquid smoke from nira.pdf

terjadi karena sejak awal penyadapan telah terdapat asap cair yang memiliki pH

rendah yaitu 3 dalam wadah penampung, sehingga ketika nira segar dengan pH 7

masuk ke dalam penampung akan mengalami penurunan pH karena terjadi

proses pengenceran asap cair oleh nira. pH nira dalam penampung yang telah

diberi asap cair akan mengalami peningkatan seiring dengan berkurangnya

konsentrasi asap cair akibat pertambahan volume nira.

Jika dihubungkan dengan simulasi perubahan pH selama 12 jam (Gambar

15) dan total mikroba pada simulasi tersebut (Gambar 16 dan 17) maka dapat

digambarkan bahwa ketika proses penyadapan berlangsung, mikroba tidak dapat

berkembang biak karena selama penyadapan terdapat asap cair dengan

konsentrasi yang tinggi (lebih tinggi dari konsentrasi akhir yang diinginkan yaitu

1,00%). Konsentrasi asap cair redestilasi 1,00% pada saat simulasi penyimpanan

sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme selama 6 jam.

Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme tentu akan terjadi lebih kuat lagi

ketika penyadapan berlangsung. Hal ini terjadi karena selama penyadapan

berlangsung, konsentrasi asap cair yang terdapat dalam wadah penampung lebih

tinggi dari 1,00%. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa kontrol, perlakuan asap

cair 1,00%, dan perlakuan 3,00% menunjukkan hasil yang berbeda nyata

terhadap kemampuan mempertahankan pH. Hasil ANOVA juga menunjukkan

bahwa perubahan waktu penyadapan pada kisaran waktu selama 12 jam dan

pemberian asap cair memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan pH pada

taraf kepercayaan 95% dimana dengan semakin lamanya waktu penyadapan

menyebabkan pH nira juga mengalami perubahan yaitu cenderung menurun jika

tanpa asap cair dan cenderung meningkat jika diberi asap cair.

4.5. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah penilaian kesukaan panelis

terhadap rasa dari gula merah yang berbahan baku nira yang diberi pengawet

sebesar 1,00% dan 3,00%. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa panelis memiliki

kesukaan yang berbeda terhadap gula yang berbahan baku nira dengan asap cair

1,00% dibandingkan dengan gula yang berbahan baku nira dengan asap cair

3,00%. Panelis memberikan nilai 5 (suka) pada gula yang berbahan baku nira

57

Page 74: liquid smoke from nira.pdf

dengan asap cair 1,00% dan nilai 4 (netral) untuk gula berbahan baku nira

dengan asap cair 3,00%.

0102030405060708090

100

1,00% 3,00%

Kandungan Asap Cair dalam Gula

Jum

lah

Pane

lis (%

)NormalTidak Normal

Gambar 21 Penilaian Panelis terhadap Kenormalan Rasa Gula Merah dengan Nira yang mengandung Asap Cair 1,00% dan 3,00%.

Hasil pengujian terhadap aroma gula (Gambar 21) menunjukkan bahwa

sebanyak 15% panelis merasakan aroma asap pada gula berbahan baku nira

dengan asap cair redestilasi 1,00% dan sebanyak 67% panelis menyatakan hal

yang sama terhadap gula berbahan baku nira dengan asap cair redestilasi 3,00%.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan asap cair yang terlalu banyak akan

mempengaruhi rasa dan aroma gula yang dihasilkan.

4.6. Pengujian Warna

Aplikasi asap cair ditujukan untuk memberikan flavor yang khas pada

produk, membantu pengawetan, serta memberikan perubahan warna pada produk

akhir. Abu-Ali dan Barringer (2007) meneliti pengaruh penambahan asap cair

terhadap perubahan warna keripik kentang dengan berbagai metode pemanasan.

Hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa asap cair mampu

memberikan warna coklat yang seragam dan mempercepat proses pengolahan

sehingga pembentukan akrilamid bisa dihindari. Penggunaan asap cair

tempurung kelapa redestilasi ini juga menunjukkan hal yang sama bahwa

aplikasinya pada pengawetan nira berpengaruh terhadap perubahan warna gula.

Gambar 22 memperlihatkan produk gula merah dengan nira yang

mengandung asap cair dan Tabel 10 merupakan data hasil pengujian warna.

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan chromameter CR300 sistem

58

Page 75: liquid smoke from nira.pdf

CIE (Commission Internationale de l’Eclairag) dengan out put berupa nilai L,

a*, dan b*. Nilai L memperlihatkan kecerahan (lighteness) sampel. Nilai a positif

(+) menandakan bahwa produk memiliki kecendrungan berwarna kemerahan

sedangkan nilai a negative (-) menandakan produk memiliki kecenderungan

berwarna kehijauan. Nilai b(+) menandakan produk berwarna kekuningan

sedangkan nilai b(-) menandakan produk berwarna mengarah pada kebiruan.

A B

Gambar 22 Warna Gula Merah dengan Asap Cair 1,00% (A) dan Gula Merah dengan Asap Cair 3,00 % ( B).

Tabel 10 Nilai L, a*, dan b* Gula Merah dari Nira yang Mengandung Asap Cair

Parameter Sampel L a b Gula merah dengan Asap Cair 1% 32.49 +12.51 +15.32 Gula merah dengan Asap Cair 3% 31.63 +13.49 +17.75

Hasil pengukuran warna menunjukkan bahwa gula dengan asap cair

1,00% lebih cerah (nilai Lightness lebih tinggi) dibandingkan dengan gula

dengan asap cair 3,00%. Begitupun dengan warna, gula dengan asap cair 1%

memiliki warna coklat lebih muda (nilai a+ dan b+ yang lebih kecil)

dibandingkan dengan gula berbahan baku nira dengan asap cair redestilasi 3%.

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa kedua sampel ini memiliki perbedaan warna

yang nyata pada taraf kepercayaan 95%.

Perbedaan intensitas warna pada kedua gula yang dihasilkan terjadi

karena degradasi sukrosa semakin meningkat dengan perlakuan pemanasan

selama pengolahan nira menjadi gula. Kandungan gula pereduksi yang lebih

tinggi menyebabkan warna gula yang dihasilkan lebih gelap karena gula

pereduksi merupakan reaktan dalam reaksi pencoklatan. Nira yang disadap

59

Page 76: liquid smoke from nira.pdf

dengan menggunakan 3,00% asap cair memiliki intensitas kontak dengan

suasana keasaman lebih tinggi pada rentang waktu yang sama dibandingkan

dengan aplikasi asap cair 1,00%, sehingga proses degradasi sukrosa menjadi gula

perduksi pada nira dengan asap cair 3,00% menjadi lebih tinggi. Selain itu,

kandungan asap cair yang lebih banyak pada konsentrasi 3,00% memberikan

efek lebih gelap terhadap gula yang dihasilkan.

60

Page 77: liquid smoke from nira.pdf

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Perlakuan destilasi ulang terhadap asap cair kasar tempurung kelapa

menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia serta aktivitas antimikroba

asap cair. Asap cair redestilasi memiliki penampakan jernih kekuningan lebih

baik dibandingkan dengan asap cair kasar yang berwarna coklat kehitaman.

Jumlah total fenol asap cair redestilasi mengalami penurunan yang signifikan

sebesar 0,7% sehingga berakibat pada penurunan aktivitas antimikrobanya.

Asap cair redestilasi memiliki nilai MIC terhadap S.aureus, P.aeruginosa, dan

isolat bakteri asam laktat asal nira berturut – turut sebesar 0,20%, 0,22% (v/v),

dan 3,00%(v/v).

Uji aplikasi asap cair redestilasi pada konsentrasi 0,50%, 1,00%,

1,50%, 2,00%, dan 3,00% menunjukkan bahwa konsentrasi 1,00% dapat

digunakan untuk pengawetan nira. Nira yang disadap selama 12 jam dengan

penambahan asap cair redestilasi pada konsentrasi 1,00% memiliki pH lebih

dari enam sehingga nira dapat diolah menjadi gula. Gula merah yang

dihasilkan dari nira dengan konsentrasi asap cair redestilasi 1,00% tersebut

memiliki warna coklat cerah dengan rasa yang disukai panelis pada tingkat

kesukaan 5 (suka).

5.2. Saran

Hasil kajian teknik pengawetan nira dengan menggunakan asap cair

redestilasi merupakan alternatif yang mudah diaplikasikan. Penerapan hasil

kajian ini dimasyarakat sebaiknya menggunakan pendekatan praktis seperti

penggunaan sendok sebagai alat penakar. Satu sendok makan asap cair setara

dengan 5 ml asap cair. Aplikasi asap cair ini juga hendaknya tidak hanya

ditekankan pada penggunaan asap cair sebagai pengawet saja, melainkan

harus didukung dengan penguatan kesadaran akan pentingnya kebersihan baik

pada peralatan yang digunakan maupun higiene dari penderes sehingga

kontamiasi silang sebagai awal proses fermentasi nira dapat dihindari.

Page 78: liquid smoke from nira.pdf

DAFTAR PUSTAKA Abu-Ali JM, Barringer SA. 2007. Color and Texture Development Of Potato

Cylinders with Liquid Smoke during Baking, Frying, and Microwaving. Journal of Food Processing and Preservation. 31 : 334–344

Aliudin. 2009. Efisiensi Ekonomi dan Nilai Tambah Gula Aren Cetak serta

Implikasinya terhadap Kontribusi Pendapatan Rumah Tangga Pengrajin. (Studi Kasus di Kabupaten Lebak, Banten). [Disertasi]. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran . Bandung.

Apriyantono A, Wiratma E. 1997. Pengaruh Jenis Gula terhadap Sifat Sensori dan

Komposisi Kimia Kecap Manis. Bul. Teknol. dan Industri Pangan. VIII (1): 8-14.

Apriyantono A, Astrid A, Nurhayati, Yeni L, Slamet B, Soewarno TS. 2003. Rate

Of Browning Reaction During Preparation Of Coconut and Palm Sugar . www.sciendirect.com (19 Agustus 2009)

Ayres JC, JO Mundt, WE Sandine. 1980. Mycrobiology of Foods. WH Freeman,

San fransisco. Azima F. 1997. Pembuatan dan Evaluasi Mutu Gula Semut dari Nira Nipah. Di

dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 395-405.

[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Di dalam Sylviana, 2008.

Prevalensi Cemaran S.typhimurium pada Potongan Karkas Ayam dan Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Pipper betle, Linn.) sebagai Larutan Sanitiser Alami. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

Battcock M, Azam-Ali S. 1998. Fermented fruits and vegetables: A global

perspective. FAO's Agricultural Services Bulletin series. http://www.fao.org/docrep/x0560e/x0560e00.htm (19 Agustus 2009)

Branen AL, Davidson PM.1993. Antimicrobial in Food. Marcel dekker. New

York. Cahyaningsih HE. 2006. Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Nira Lontar serta

Aplikasinya dalam Mereduksi S. thypimurium dan A.flavus pada Biji Kakao. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

Catte M, Gancel F, Dzierszinski F, Tailliez R. 1999. Effects of water activity,

NaCl and smoke concentrations on the growth of Lactobacillus plantarum ATCC 12315. International Journal of Food Microbiology 52 : 105–108

Page 79: liquid smoke from nira.pdf

[CECEFS] Council of Europe Committee of Experts on Flavouring Substances. 1992. Health Aspect of Using Smoke Falvour as Food Ingredients. Publishing and Document Service. Strasbourg.

Daun, H. 1979.Interaction of Wood Smoke Components and Food. J Food

Technol. 32: 66-71. Davidson PM, Sofos JN, Branen AL. 2005. Antimicrobial in Food. 3td ed. Boca Raton: Taylor and Francis Group, CRC Press. Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI Gula Palma. SNI 01-3747-1995. Faith NG, Yousef AE, Luchansky JB. 1992. Inhibition of Listeria

monocytogenes by Liquid Smoke and Isoeugenol, a Phenolic Component Found in Smoke. J. Food Safety. 12: 303-314.

Fardiaz S. 1992. Mikrobilogi Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Girrard JP. 1992. Smoking in Technology of Meats Product.: Clermont-Ferrand

Ellis Horwood, New York Gorbatov et al. 1971. Liquid Smoke for Use in Curred Meats. J Food Technol. 25:

71-77. Goutara, Wijandi S. 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agro Industri Press. Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA, IPB. Bogor. Grimwood BE. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London. Product Institute. Guillen MD, Ibargoitia ML. 1996. Relationship between The Maximum

Temperature Reached in the Smoke Generation Process from Vitis vinivera l. J. Agric. Food Chem. 44: 1302-1307.

Guillen MD, Manjanos MJ, Ibargoitia ML. 2001. Carbohydrate and Nitrogenated

Compounds in Liquid Smoke Flavorings. . J. Agric. Food Chem. 49: 2395-2403

Hamzah N, Hasbullah. Evaluasi Mutu Gula Semut yang dibuat dengan

Menggunakan Beberapa Bahan Pengawet Alami . Di dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 175-180.

Helander LM, Alakomi HL, Latva-Kala K. 1998. Characterization of The Action

of Selected essential oil components on Gram-negative Bacteria. J. Agric. Food Chem. 46: 3590-3595

63

Page 80: liquid smoke from nira.pdf

Humas Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2007. Presiden Lepas Ekspor Gula Aren kristal ke Belanda. www.menkokesra.go.id/php. (19 Agustus 2009)

Iskandar A. 1991. Memperlajari Penambahan Pengawet, Pemanasan, dan

Penyimpanan terhadap Mutu Gula Semut Aren . Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor.

Jackson EB. 1995.. Sugar Confectionary Manufacture, 2nd ed. Blackie Academic

& Professional, UK. James CP, Chen M. 1985. Cane Sugar Handbook. John Willey and Sons.

New York. Jay JM, Martin JL, David AG. 2005. Modern Food Microbiology. 7th eds.

Springer. Jaya IK, Darmaji P, Suhardi. 1997. Penurunan Kandungan Benzo[a]pirene Asap

cair dengan Zeolit dalam upaya meningkatkan keamanan pangan. Di dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 11-18.

Karseno, Darmaji P, Rahayu K. 2002. Daya Hambat Asap Cair Kayu Karet

terhadap Bakteri Uji Pengkontaminasi Lateks dan Ribbed Smoke Sheet. Agritech. 21 (1): 10-15.

Kusumah RD. 1992. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Pada

Nira Aren terhadap Mutu Gula Merah, Gula Semut, Sirup Nira, dan Gula Putih yang Dihasilkan. [Skripsi]. Fateta, IPB. Bogor.

Lalujan LE. 1995. Studi Pengawetan Nira Aren untuk Industri Kecil. [Tesis].

Program Pascasarjana KPK IPB-UNSRAT, Bogor-Manado. Laos, AK, Kirs E, Kikkas CA, Paalme DT. 2007. Crystallization of The Saturated

Sucrose Solution in the Presence Of Fructose, Glucose, and Corn Syrup. Di dalam: Proseeding of European Congres of Chemical Engineering (ECCE-6). Copenhagen, 16 – 20 September 2007.hlm :231-237

Maga JA. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Florida. Mahakkapong O. 2004. Sulphite Content in Coconut Sugar and Development for

Safe Product. [Thesis]. Faculty of Graduate Studies. Mahidol University. Thailand.

Mansyur BAA. 1992. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet

terhadap Daya Simpan Nira Nipah . [Skripsi]. Fateta, IPB. Bogor.

64

Page 81: liquid smoke from nira.pdf

Milly PJ, Toledo RT, Ramakrishnan S. 2005. Determination of Minimum Inhibitory Concentration of Liquid Smoke Fractions. J Food Sci. 70:12-17

Munoz RE, Boyle EAE, Marsden JL. 1998. Liquid Smoke Effect of E.coli

O157:H7 and its antioxidant properties in beef Product. J Food Sci. 63:150-153.

Nettles CG, Brefort SF. 1993. Biochemical and Genetic Characteristic of Bacteriosin of Food Assosiated Lactic Acid Bacteria. J Food Protection. 4:338-356.

Nurhayati. 1996. Mempelajari Kontribusi Flavor Gula Merah pada Pembentukan

Flavor Kecap Manis. [Skripsi]. Fateta, IPB. Bogor. Okrafor, N. 1978. Microbiology and Biochemistry of Oil Palm Wine. pp. 237-225.

Di dalam D. Pelman (ed) Advance in Applied Microbilogy. Vol 24. Acad. Press Inc., New York

Pelczar MJ, Reid RD, Chan ECS. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Hadiutomo

R.S. Penerjemah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. [PFNRI] Phillipine Food and Nutrition Research Insitute. 2009. Coco Palm

Sugar–Glycemic Index Determination. www. cocopalmsugar.sch.ph/ (19 Agustus 2009)

Purnomo E. 1997. Upaya Peningkatan Daya Saing Gula Merah Rakyat dari

Pengolahan Hasil Tanaman Pemanis Alami. Di dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 438-450.

Putnam KP, Bombick DW, Avalos JT, Doolitle DJ. 1999. Comparison of The

Cytotoxic and Mutagenic Potential of Liquid Smoke Food Flavourings, cigarette Smoke Condensate, and Wood Smoke Condensate. Food and Chem. Toxicol. 37: 1113-1118.

Putra INK. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal pada Proses Pembuatan Gula

Merah dari Nira Aren. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. Rahayu WP. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta Salminen S, Wright AV, Ouwehand A. 2004. Lactic Acid Bacteria. Marcel

Decker Inc., New York. Bassel. Sarjono, Dachlan MA. 1988. Penelitian Pemecahan Fermentasi pada Penyadapan

Nira Aren Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gula Merah. Warta BBI Hasil Pertanian. 2: 55-58.

65

Page 82: liquid smoke from nira.pdf

Sharpe EM. 1979. Identification of actic Acid Bacteria. Di dalam : F.A. Skinner

dan D.W. Lovelock (eds). Identification Methodes for Microbiologists. Academic Press, London.

Siskos I, Zotos A, Melidou S, Tsikritzi R. 2007. The effect of liquid smoking of

trout (salmo gairdnerri) on sensory, microbiological, chemical changes during chilled storage. Food Chem. 101 : 458-464.

Slinkard K, Singleton VL. 1977. Total Phenol Analysis: Automation and

Comparison with Manual Methods. American Journal of Enology and Viticulture, 28: 49-55

Soekarto ST, Wijaya CH, Sulaeman A, Wijandi S. 1991. Kajian Beberapa Jenis

Penggunaan Gula Merah untuk Industri dan Pengolahan Pangan di Indonesia. Bul. Pen. Ilm dan Teknol. Pangan. IV (1): 53-59.

Soldera S, Sebastianutto N, Bortolomeazzi R. 2008. Comopsition of Phenolic

Compounds and Antioxidant Activity of Commercial Aqueous Smoke Flavorings. J Agric Food Chem. 56:2727-2734.

Stamer JR. 1979. The Lactic Acid Bacteria: microbes of diversity. J. Food

technology. 33: 60-65. Sulaeman A. 2002. Kajian Penggunan Gula Merah di Indonesia. Gula Palma.

Proram Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

Sumanti D, Tjahjadi C, Betty DS, Cucu SA, Abdul R. 2004. Efek Bahan

Pengawet Alami terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme Kontaminan Nira Aren. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian, Universutas Padjadjaran. Jatinangor.

Sunantyo. Pengaruh Pemakaian Bahan Pengawet terhadap Kualitas Hasil Nira

sadapan Kelapa dan Hasil Gula Semut. Di dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 384-394.

Sunantyo, Utami S. Suatu Upaya Peningkatan Kualitas Gula Merah Nabati Non

Tebu. Di dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 196-213.

Sunen E. 1998. Minimum Inhibitory Concentration of Smoke Wood Extract

Againts Spoilage and Pathogenic Micro-organism Associated With Food. Letters in Applied Microbiology. 27 : 45-48.

66

Page 83: liquid smoke from nira.pdf

Sunen E, Fernandez-Galian B, Aristimuno C. 2001. Antibacterial Activity of Smoke Wood Condensate Againts Aeromonas hydrophila, Yersinia enterolitica, and Listeria monocytogenes in Vacuum-packed cold-smoked rainbow trout stored at 40C. Food Res Int. 36: 111-116.

Syabana MA, Rusbana TB. 2008. Peningkatan Daya Tahan Sate Bandeng melalui

Teknik Ensiling dan Asap Cair. Laporan Penelitian. LPPM Universita Sultan Ageng Tirtayasa. Serang.

Tempointeraktif. 2007. Pemerintah Kembangkan Proyek Gula Aren. Rabu, 11 Oktober 2006 . www.tempointeraktif.co.id/hg/ekbis/ (19 Agustus 2009) Tranggono. 1996. Identifikasi Asap Cair dari berbagai Kayu dan Tempurung

Kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknolgi Pangan 1(2) : 15-24. Vigil AL, Parish ME, Davidson PM. 2005. Methode for Activity Assay and

Evaluation Method. Di dalam : Davidson PM, Safos JN, Branen AL (eds) Antimicrobial in Foods. 3rd ed. Boca Raton. Taylor and Francs. Inc.

Wang NS. 2004. Enzyme Kinetic of Invertase Via Initial Rate Determination.

Departement of Chemical Engineering. University of Maryland. Widyaningsih A, Nasution MZ, Hardjo S. 1985. Mempelajari Pengaruh Jenis

Pengawet dan Bahan Pembungkus terhadap Mutu Gula Kelapa. Buletin Penelitian Teknologi Industri. 2(1) : 6-15.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Yulistiani R, Darmadji P, Harmayani E. Kemampuan Penghambatan Asap Cair

terhadap Pertumbuhan Bakteri Patogen dan Perusak pada Lidah Sapi. Di dalam : Budijanto S., Editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, 16-17 Juli 1997. hlm : 19-30.

Yasni S, Suliantari, Sunarko IA. 1999. Aktivitas Antimikroba Ekstraksi Kulit

Kayu Ralu pada Fermentasi Nira Aren. Bul. Teknol. dan Industri Pangan X(2) :47 – 58.

Zuraida I. 2008. Kajian Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa terhadap Daya

Awet Bakso Ikan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

67

Page 84: liquid smoke from nira.pdf

Lampiran 1. Data Pengukuran Total Fenol Pada Asap Cair Tempurung Kelapa Sebelum Destilasi dan Sesudah Destilasi

Konsentrasi Standar Absorbansi

0 0.000

2 0.122

4 0.236

6 0.337

8 0.451

10 0.553

Konsentrasi Sampel Ulangan Absorbansi

ppm (%) Rata-rata (%)

1 0.478 372317 3.72 Asap cair

(tanpa didestilasi) 2 0.473 368356 3.68 3.70

1 0.400 310535 3.11 Asap cair

(hasil destilasi) 2 0.395 306574 3.07 3.09

69

Page 85: liquid smoke from nira.pdf

70

Lampiran 2. Hasil ANOVA Kadar Fenol Asap Cair Redestilasi

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 2 destilas tdestila

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 1 38167684.00 38167684.00 486.78 0.0020

Error 2 156816.00 78408.00

Corrected Total 3 38324500.00

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.995908 0.824930 280.0143 33944.00

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 1 38167684.00 38167684.00 486.78 0.0020

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 1 38167684.00 38167684.00 486.78 0.0020

Page 86: liquid smoke from nira.pdf

71

Lampiran 3. Uji Lanjut Duncan untuk Perlakuan Sebelum dan Setelah Destilasi

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 2

Error Mean Square 78408

Number of Means 2

Critical Range 1205

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 37033.0 2 tdestila

B 30855.0 2 destilas

Page 87: liquid smoke from nira.pdf

72

Lampiran 4. Data Penentuan MIC Asap Cair Redestilasi Terhadap P.aeruginosa

Ulangan 1

Jumlah Koloni pada Pengenceran ke- Konsentrasi

2 3 4 5 6 7

0.00 TBUD TBUD 250 66

0.22 TBUD 332 124 19

0.25 270 77 18 1

0.28 130 52 0 2

0.30 31 3 1 1

Ulangan 2

Jumlah Koloni pada Pengenceran ke- Konsentrasi

2 3 4 5 6 7

0.00 TBUD TBUD 211 74

0.22 TBUD 340 149 31

0.25 241 97 22 1

0.28 105 41 5 2

0.30 27 4 1 1

Hasil Penghitungan Jumlah Mikroba Setelah Perlakuan Selama 24 Jam

Konsentrasi Ulangan

0 0.22 0.25 0.28 0.3

1 2.50E+08 1.20E+06 7.70E+04 1.60E+04 3.10E+03

2 2.60E+08 1.60E+06 3.10E+04 1.30E+04 2.70E+03

Page 88: liquid smoke from nira.pdf

73

Lampiran 5. Hasil ANOVA Nilai MIC P.aeruginosa

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 5 0 0.22 0.25 0.28 0.3

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 4 1.0374289E17 2.5935724E16 2589.37 <.0001

Error 5 5.0081063E13 1.0016213E13

Corrected Total 9 1.0379298E17

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.999517 6.169967 3164840 51294280

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 4 1.0374289E17 2.5935724E16 2589.37 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 4 1.0374289E17 2.5935724E16 2589.37 <.0001

Page 89: liquid smoke from nira.pdf

74

Lampiran 6. Uji Lanjut Duncan untuk Nilai MIC P.aeruginosa

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 5

Error Mean Square 1.002E13

Number of Means 2 3 4 5

Critical Range 8135483 8388694 8495972 8534613

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 255000000 2 0

B 1400000 2 0.22

B 54000 2 0.25

B 14500 2 0.28

B 2900 2 0.3

Page 90: liquid smoke from nira.pdf

75

Lampiran 7. Data Penentuan MIC Asap Cair Redestilasi Terhadap S.aureus

Ulangan 1

Jumlah Koloni pada Pengenceran ke- Konsentrasi

2 3 4 5 6 7

0.0 TBUD TBUD 216 67

0.2 TBUD TBUD 250 85

0.4 TBUD 180 61 9

0.6 147 55 12 2

0.8 24 8 0 1

Ulangan 2

Jumlah Koloni pada Pengenceran ke- Konsentrasi

2 3 4 5 6 7

0.0 TBUD TBUD 241 117

0.2 TBUD TBUD 302 100

0.4 TBUD 260 78 4

0.6 151 43 18 3

0.8 21 5 1 1

Hasil Penghitungan Jumlah Mikroba Setelah Perlakuan Selama 24 Jam

Konsentrasi Ulangan

0 0.2 0.4 0.6 0.8

1 2.60E+08 3.00E+06 2.20E+05 1.80E+04 2.40E+03

2 3.30E+08 1.0E+07 7.80E+05 1.80E+04 2.10E+03

Page 91: liquid smoke from nira.pdf

76

Lampiran 8. Hasil ANOVA Nilai MIC S.aureus

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 5 0 0.2 0.4 0.6 0.8

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 4 1.3764851E17 3.4412127E16 69.53 0.0001

Error 5 2.4746568E15 4.9493136E14

Corrected Total 9 1.4012316E17

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.982339 36.83040 22247053 60404050

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 4 1.3764851E17 3.4412127E16 69.53 0.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 4 1.3764851E17 3.4412127E16 69.53 0.0001

Page 92: liquid smoke from nira.pdf

77

Lampiran 9. Uji Lanjut Duncan untuk Nilai MIC S.aureus

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 5

Error Mean Square 4.949E14

Number of Means 2 3 4 5

Critical Range 57187886 58967817 59721928 59993549

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 295000000 2 0

B 6500000 2 0.2

B 500000 2 0.4

B 18000 2 0.6

B 2250 2 0.8

Page 93: liquid smoke from nira.pdf

78

Lampiran 10. Data Penentuan MIC Asap Cair Redestilasi Terhadap Isolat BAL

Ulangan 1

Jumlah Koloni pada Pengenceran ke- Konsentrasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0.00 TBUD TBUD 184 13

0.03 TBUD 192 54 0

0.05 TBUD TBUD 182 16

0.1 TBUD TBUD TBUD 54

0.2 TBUD TBUD 130 14

0.3 TBUD 129 26 0 0

Ulangan 2

Jumlah Koloni pada Pengenceran ke- Konsentrasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9

0.00 TBUD TBUD 161 18

0.03 TBUD 150 24 0

0.05 TBUD TBUD 163 9

0.1 TBUD TBUD TBUD 36

0.2 TBUD TBUD 127 6

0.3 TBUD 118 16 0 0

Hasil Penghitungan Jumlah Mikroba Setelah Perlakuan Selama 24 Jam

Konsentrasi Ulangan

0 0.03 0.05 0.1 0.2 0.3

1 1.80E+10 2.20E+09 1.80E+09 5.40E+08 1.30E+07 1.40E+04

2 1.60E+10 1.50E+09 1.60E+09 3.60E+08 1.30E+07 1.20E+04

Page 94: liquid smoke from nira.pdf

79

Lampiran 11. Hasil ANOVA Nilai MIC Isolat BAL

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 6 0 3 5 10 20 30

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 5 4.438481E20 8.876962E19 233.48 <.0001

Error 6 2.2812E18 3.802E17

Corrected Total 11 4.461293E20

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.994887 17.60634 616603600 3502168833

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 5 4.438481E20 8.876962E19 233.48 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 5 4.438481E20 8.876962E19 233.48 <.0001

Page 95: liquid smoke from nira.pdf

80

Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan untuk Nilai MIC Isolat BAL

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 6

Error Mean Square 3.802E17

Number of Means

2 3 4 5 6

Critical Range 1508774739 1563706251 1590956702 1604585544 1610625665

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 1.7E10 2 0

B 1850000000 2 3

B 1700000000 2 5

C B 450000000 2 10

C 13000000 2 20

C 13000 2 30

Page 96: liquid smoke from nira.pdf

81

Lampiran 13. Perubahan pH Nira Selama 12 Jam Penyimpanan

Ulangan 1

Konsentrasi Asap Cair Redestilasi Jam ke- Kontrol

0.50% 1% 1.50% 2% 3%

0 7.7 7.5 7.3 7.1 6.9 6.7

2 7.7 7.5 7.3 7.1 7 6.8

3 7.4 7.5 7.2 7.1 7 6.9

4 7.3 7.4 7.2 7.1 7 7

5 6.8 7.2 7.1 7.1 6.9 7

6 6.3 6.8 7 7 6.9 7

7 5.4 6.3 6.8 6.8 6.7 6.9

8 4.9 5.4 5.9 6.3 6.6 6.8

9 4.5 4.9 5.4 5.6 6.2 6.8

10 4.3 4.6 4.9 5.1 5.8 6.6

11 4.1 4.1 4.5 4.8 5.3 6.5

12 4.1 4.1 4.3 4.6 5.1 5.7

Ulangan 2

Konsentrasi Asap Cair Redestilasi Jam ke- Kontrol

0.50% 1% 1.50% 2% 3%

0 7.7 7.1 7.2 7.3 6.7 6.6

2 7.7 7 7.3 7.5 6.8 6.8

3 7.7 7 7.3 7.5 6.8 6.8

4 7.6 6.7 7.4 7.5 7 6.9

5 7.4 6.4 7.4 7.2 7 6.9

6 6.9 6 7.1 6.9 6.9 7

7 6.3 5.3 6.5 6.5 6.7 7

8 5.5 4.8 6 6.2 6.5 6.8

9 4.9 4.5 5.4 5.8 6.2 6.8

Page 97: liquid smoke from nira.pdf

82

10 4.3 4.1 4.5 5.4 6.1 6.7

11 4.2 4.1 4.2 5.1 5.7 6.4

12 4.1 4.1 4.2 4.9 5.4 6

Page 98: liquid smoke from nira.pdf

83

Lampiran 14. Analisis ANOVA Perubahan pH Nira Selama 12 Jam Penyimpanan

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 6 0 0.5 1 1.5 2 3

jam 12 0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

ulangan 2 1 2

Number of Observations Read 144

Number of Observations Used 144

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 88 165.7205556 1.8831881 60.01 <.0001

Error 55 1.7260417 0.0313826

Corrected Total 143 167.4465972

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.989692 2.819695 0.177151 6.282639

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 5 11.8803472 2.3760694 75.71 <.0001

ulangan(perlakuan) 6 2.4004167 0.4000694 12.75 <.0001

jam 11 121.9457639 11.0859785 353.25 <.0001

ulangan(jam) 11 0.1485417 0.0135038 0.43 0.9358

perlakuan*jam 55 29.3454861 0.5335543 17.00 <.0001

Page 99: liquid smoke from nira.pdf

84

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 5 11.8803472 2.3760694 75.71 <.0001

ulangan(perlakuan) 5 2.3997917 0.4799583 15.29 <.0001

jam 11 121.9457639 11.0859785 353.25 <.0001

ulangan(jam) 11 0.1485417 0.0135038 0.43 0.9358

perlakuan*jam 55 29.3454861 0.5335543 17.00 <.0001

Page 100: liquid smoke from nira.pdf

85

Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan untuk Konsentrasi

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 55

Error Mean Square 0.031383

Number of Means 2 3 4 5 6

Critical Range .1025 .1078 .1113 .1138 .1158

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 6.72500 24 3

B 6.46667 24 2

B 6.39583 24 1.5

C 6.22500 24 1

D 6.03333 24 0

E 5.85000 24 0.5

Page 101: liquid smoke from nira.pdf

86

Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan untuk Waktu

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 55

Error Mean Square 0.031383

Number of Means

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Critical Range

.1449 .1525 .1574 .1610 .1638 .1660 .1678 .1693 .1706 .1717 .1727

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N jam

A 7.20833 12 2

B A 7.18333 12 3

B A 7.17500 12 4

B A 7.15000 12 0

B 7.03333 12 5

C 6.81667 12 6

D 6.43333 12 7

E 5.97500 12 8

F 5.58333 12 9

G 5.20000 12 10

H 4.91667 12 11

I 4.71667 12 12

Page 102: liquid smoke from nira.pdf

87

Lampiran 17. Data Simulasi Penyadapan Nira

Perubahan pH Ulangan 1

Konsentrasi Asap Cair Redestilasi Jam ke

0% 1% 3%

0 5 4.6 4.3

1 5 4.6 4.3

2 5 4.8 4.5

3 5 4.9 4.6

4 4.9 4.9 4.7

5 4.9 5 4.7

6 4.9 5 4.8

7 4.8 5 4.8

8 4.8 5 4.8

9 4.8 5 4.8

10 4.7 5 4.9

11 4.7 5.1 4.9

12 4.7 5.1 4.9

Perubahan pH Ulangan 2

Konsentrasi Asap Cair Redestilasi Jam ke

0% 1% 3%

0 5.1 4.8 4.5

1 5 4.8 4.4

2 5 4.8 4.6

3 5 4.9 4.8

4 4.9 4.9 4.8

5 4.9 4.9 4.9

6 4.9 4.9 4.9

Page 103: liquid smoke from nira.pdf

88

7 4.9 4.9 4.9

8 4.8 5 4.9

9 4.8 5 4.9

10 4.7 5 5

11 4.7 5 4.9

12 4.7 5 4.9

Page 104: liquid smoke from nira.pdf

89

Lampiran 18. Hasil ANOVA Perubahan pH Simulasi Penyadapan Nira

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 3 0 1 3

jam 13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

ulangan 2 1 2

Number of Observations Read 78

Number of Observations Used 78

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 53 2.14474359 0.04046686 20.15 <.0001

Error 24 0.04820513 0.00200855

Corrected Total 77 2.19294872

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.978018 0.925036 0.044817 4.844872

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 2 0.41256410 0.20628205 102.70 <.0001

ulangan(perlakuan) 3 0.07730769 0.02576923 12.83 <.0001

jam 12 0.36128205 0.03010684 14.99 <.0001

ulangan(jam) 12 0.04948718 0.00412393 2.05 0.0646

perlakuan*jam 24 1.24410256 0.05183761 25.81 <.0001

Page 105: liquid smoke from nira.pdf

90

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

perlakuan 2 0.41256410 0.20628205 102.70 <.0001

ulangan(perlakuan) 2 0.04846154 0.02423077 12.06 0.0002

jam 12 0.36128205 0.03010684 14.99 <.0001

ulangan(jam) 12 0.04948718 0.00412393 2.05 0.0646

perlakuan*jam 24 1.24410256 0.05183761 25.81 <.0001

Page 106: liquid smoke from nira.pdf

91

Lampiran 19. Uji Lanjut Duncan untuk Konsentrasi

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 0.002009

Number of Means 2 3

Critical Range .02565 .02694

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 4.91923 26 1

B 4.86923 26 0

C 4.74615 26 3

Page 107: liquid smoke from nira.pdf

92

Lampiran 20. Uji Lanjut Duncan untuk Waktu

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 24

Error Mean Square 0.002009

Number of Means

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Critical Range

.05340 .05609 .05781 .05903 .05994 .06065 .06120 .06165 .06202 .06232 .06257 .06278

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N jam

A 4.90000 6 6

A 4.88333 6 9

A 4.88333 6 8

A 4.88333 6 7

A 4.88333 6 5

A 4.88333 6 12

A 4.88333 6 10

A 4.88333 6 11

A 4.86667 6 3

A 4.85000 6 4

B 4.78333 6 2

C 4.71667 6 0

C 4.68333 6 1

Page 108: liquid smoke from nira.pdf

93

Lampiran 21. Hasil Uji Organoleptik

Kesukaan

Panelis Sampel 1% Sampel 3%

1 5 2

2 6 6

3 2 2

4 6 6

5 6 5

6 6 6

7 6 5

8 6 2

9 2 2

10 3 2

11 5 2

12 7 5

13 4 3

14 6 2

15 5 3

16 3 2

17 5 5

18 6 6

19 3 5

20 5 2

21 7 6

22 3 3

23 5 5

24 6 3

25 6 5

26 4 5

Page 109: liquid smoke from nira.pdf

94

27 6 6

28 5 2

29 5 2

30 2 3

31 6 7

32 5 2

33 6 5

Rata-rata 5 4

Persentase panelis menyatakan suka 73 48

Page 110: liquid smoke from nira.pdf

95

Lampiran 22. Hasil ANOVA Uji Organoleptik

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 34 206.5858586 6.0760547 3.56 <.0001

Error 64 109.1919192 1.7061237

Corrected Total 98 315.7777778

R-Square Coeff Var Root MSE rasa Mean

0.654213 31.77211 1.306187 4.111111

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlk 2 35.4747475 17.7373737 10.40 0.0001

blok 32 171.1111111 5.3472222 3.13 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Perlk 2 35.4747475 17.7373737 10.40 0.0001

blok 32 171.1111111 5.3472222 3.13 <.0001

Page 111: liquid smoke from nira.pdf

96

Lampiran 23. Uji Lanjut Duncan untuk Kesukaan

Duncan's Multiple Range Test for rasa

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 64

Error Mean Square 1.706124

Number of Means 2 3

Critical Range .6424 .6758

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlk

A 4.9394 33 1%

B 3.8485 33 3%

Page 112: liquid smoke from nira.pdf

97

Lampiran 24. Uji Warna

Parameter Ulangan 3% 1%

1 31.68 32.48

L (Lighteness) 2 31.58 32.49

1 13.47 12.53

a 2 13.51 12.49

1 17.63 15.38

b 2 17.87 15.25

Class Level Information

Class Levels Values

treat 2 1% 3%

Number of observations 4

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 1 274.5723000 68.6430750 1742.65 <.0001

Error 5 0.1969500 0.0393900

Corrected Total 9 274.7692500

R-Square Coeff Var Root MSE analisis1 Mean

0.999283 0.674492 0.198469 29.42500

Duncan's Multiple Range Test for analisis1

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 5

Error Mean Square 0.03939

Duncan Grouping Mean N treat

A 32.4850 2 1%

B 31.6300 2 3%