likuifikasi batu bara

9
Likuifikasi Batu Bara Likuifikasi adalah pengubah batubara padat menjadi bahan bakar cair. proses pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara proses yang indirect coal liquefaction (tidak langsung) dan direct coal liquefaction (langsung). A. Perkembangan Teknologi Liquifikasi Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi. Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal. Cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL). B. Macam- macam Proses Likuifikasi 1. Fisher Tropsch proses Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil). (2n+1)H2 + nCO → CnH(2n+2) + nH2O 2. Bergius Proses

Upload: daniel-frendy-aritonang

Post on 05-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Batubara

TRANSCRIPT

Likuifikasi Batu Bara

Likuifikasi adalah pengubah batubara padat menjadi bahan bakar cair. proses pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara proses yang indirect coal liquefaction (tidak langsung) dan direct coal liquefaction (langsung).

A. Perkembangan Teknologi Liquifikasi

Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi.

Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal.

Cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL).

B. Macam- macam Proses Likuifikasi

1. Fisher Tropsch proses

Fisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil).

(2n+1)H2 + nCO CnH(2n+2) + nH2O

2. Bergius Proses

Bergius Process merupakan pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL. DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair.

faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi :

spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.

Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.

Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.

3. Brown Coal Liquefaction Technology (BCL)

Teknologi yang mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan.

Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.

C. Kelebihan Batubara Cair

1. Harga produksi lebih murah

2. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low rank coal), yang selama ini kurang diminati pasaran.

3. Dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.

4. Teknologi pengolahannya lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.

D. Kekurangan Batubara Cair

1. Keekonomian

Harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu untuk membangun kilang pencairan batubara. Batubara cair akan ekonomis jika harga minyak bumi di atas US $35/bbl.

2. Investasi Awal Tinggi

Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal .

3. Merupakan Investasi Jangka panjang

Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan tahap pembangunan memakan waktu 3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id

http://blogodril.blogspot.com/2010/03/batubara-yang-dicairkan-konversi-energi.html

http://scientificindonesia.wordpress.com/proses-pengolahan-batubara/

Batubara adalah salah satu bahan baku tambang yang bisa digunakan sebagai sumber energi setelah diolah melalui proses-proses tertentu. Batubara termasuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, seperti halnya minyak bumi. Namun cadangan batubara dunia tersebar merata dan sangat melimpah, terutama di negara Cina, Amerika Serikat, Jepang, dan Afrika Selatan. Indonesia juga termasuk negara yang mempunyai cadangan batubara yang cukup banyak.

Secara umum, alasan penggunaan batubara sebagai sumber energi yang layak dikembangkan adalah

1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas diseluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara yang cukup besar, yaitu sekitar 123.5 milyar ton (70% merupakan batubara muda dan 30% sisanya adalah batubara kualitas tinggi)

2. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil, harga yang lebih murah dibandingkan dengan minyak dan gas

3. Batubara aman untuk ditransportasikan, disimpan, ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara, serta kualitasnya tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.

Berdasarkan pengolahannya, batubara dapat digolongkan sebagai sumber energi langsung, sumber energi tidak langsung (dengan diubah ke bentuk atau fasa lain dulu), dan non energi. Nah, yang akan dibahas kali ini adalah pemanfaatan batubara sebagai sumber energi tidak langsung, yaitu melalui gasifikasi dan likuifaksi.

1. Gasifikasi Batubara

Gasifikasi adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Pada proses tersebut terjadi pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau senyawa kimia lain. Batubara dipanaskan dan diberi oksigen di dalam reaktor sehingga menghasilkan gas batubara berupa campuran gas-gas hidrogen, karbon monoksida, nitrogen, serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengonversi batubara menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.

Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada proses gasifikasi, ada suatu proses yang tidak kalah penting yaitu proses desulfurisasi yang mana sebagai penghilang hidrogen sulfur (gas beracun).

Proses gasifikasi memerlukan seperangkat alat reaktor yang dinamakan gasifier. Pada gasifier tipe Gasifikasi Unggun Tetap (Fixed Bed Gasification), kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu

Pengeringan : T > 150 C

Pirolisis/ Devolatilisasi : 150 < T < 550 C

Oksidasi : 70 < T < 550 C

Reduksi : 50 < T < 120 C

Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.

Dalam kaitannya dengan gasifikasi batubara, ada teknologi yang sekarang dikembangkan, yaitu IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle). Dalam penerapan teknologi ini, gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

Kelebihan teknologi IGCC ini adalah emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi dengan mudah, limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak, produk sampingan yang dihasilkan merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual, seperti sulfur dan tar.

Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Di samping itu, Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan sehingga ramah lingkungan.

2. Likuifaksi Batubara

Likuifaksi Batubara adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara menjadi bahan bakar cair sintetis. Batubara yang berupa padatan diubah menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi.

Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect Liquefaction Process dan Direct Liquefaction Process.

a. Indirect Liquefaction Process/ Indirect Coal Liquefaction (ICL)

Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2). Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi.

b. Direct Liquefaction Process/ direct coal liquefaction (DCL)

Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara, kemudian mencampur batubara ini dengan pelarut, campuran ini dinamakan slurry. Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama hidrogen dengan menggunakan pompa. Kemudian, slurry diberi tekanan 100-300 atm di dalam sebuah reaktor dan dipanaskan hingga suhu mencapai 400-480 C.

Secara kimiawi, proses ini akan mengubah bentuk hidrokarbon batubara dari kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Atau dengan kata lain, batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan ikatan C-C dan C-heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic and hydrolytic cleavage), sehingga melepaskan molekul-molekul CO2, H2S, NH3, dan H2O. Untuk itu rantai atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus dipotong dengan cara dekomposisi panas pada temperatur tinggi (thermal decomposition). Setelah dipotong, masing-masing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan menjadi bebas dan sangat aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak bergabung dengan radikal bebas lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi) membentuk material dengan berat molekul tinggi dan insoluble, perlu adanya pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas hidrogen. Hidrogen bisa didapat melalui tiga cara, yaitu transfer hidrogen dari pelarut, reaksi dengan fresh hidrogen (penyusunan kembali terhadap hidrogen yang ada di dalam batubara), dan menggunakan katalis yang dapat menjembatani reaksi antara gas hidrogen dan slurry.

Negara yang telah mengembangkan teknologi Direct Liquefaction Process adalah Jepang, Amerka Serikat dan Jerman. Bagi Indonesia, teknik konversi likuifaksi batubara secara langsung (Direct Liquefaction Process) dinilai lebih menguntungkan untuk saat ini. Selain prosesnya yang lebih sederhana, likuifaksi relatif lebih murah dan lebih bersih dibanding teknik gasifikasi. Teknik ini juga cocok untuk batubara peringkat rendah (lignit), yang banyak terdapat di Indonesia.

Likuifaksi batubara memiliki sejumlah manfaat :

a. Mengurangi ketergantungan pada impor minyak serta meningkatkan keamanan energi

b. Batubara cair dapat digunakan untuk transportasi, memasak, pembangkit listrik stasioner, dan di industri kimia

c. Batubara yang diturunkan adalah bahan bakar bebas sulfur, rendah partikulat, dan rendah oksida nitrogen

d. Bahan bakar cair dari batubara merupakan bahan bakar olahan yang ultra bersih, dapat mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara dalam ruangan.

Di samping itu, terdapat efek lain penggunaan batubara cair :

a. Meningkatkan dampak negatif dari penambangan batubara

Penyebaran skala besar pabrik batubara cair dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dari penambangan batubara. Penambangan batubara akan memberikan dampak negatif yang berbahaya. Penambangan ini dapat menyebabkan limbah yang beracun dan bersifat asam serta akan mengontaminasi air tanah. Selain dapat meningkatkan efek berbahaya terhadap lingkungan, peningkatan produksi batubara juga dapat menimbulkan dampak negatif pada orang-orang yang tinggal dan bekerja di sekitar daerah penambangan.

b. Menimbulkan efek global warming sebesar hampir dua kali lipat per gallon bahan bakar

Produksi batubara cair membutuhkan batubara dan energi dalam jumlah yang besar. Proses ini juga dinilai tidak efisien. Faktanya, 1 ton batubara hanya dapat dikonversi menjadi 2-3 barel bensin. Proses konversi yang tidak efisien, sifat batubara yang kotor, dan kebutuhan energi dalam jumlah yang besar tersebut menyebabkan batubara cair menghasilkan hampir dua kali lipat emisi penyebab global warming dibandingkan dengan bensin biasa. Walaupun karbon yang terlepas selama produksi ditangkap dan disimpan, batubara cair akan tetap melepaskan 4 hingga 8 persen polusi global warming lebih banyak dibandingkan dengan bensin biasa.

Referensi :

http://stenlyroy.blogspot.com/p/proses-gasifikasi-batubara.html

http://prezi.com/lvsd0j91t5si/pemanfaatan-batubara-gasifikasi-dan-liquifaksi

http://rinririns.blogspot.com/2013/02/coal-to-liquid.html

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis Klasifikasi Batubara

2.1.1 Batubara sebagai Energi

Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari coal. Disebut batubara mungkin karena dapat terbakar seperti halnya arang kayu. Defenisi dari batubara itu sendiri menurut Muchjidin (2005).

Batubara adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa organik pembentuk ash tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan. Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan oksigen dan uap atau udara dan uap.

Dari defenisi yang lengkap ini salah satunya adalah selain batubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU, beberapa jenis batubara juga dapat diubah menjadi bahan bakar minyak melalui cara pencairan batubara atau tersebut liquifaksi (coal liquiefaction).

Pemakaian batubara sebagai energi telah dilakukan pada abad 19 yaitu untuk menggerakkan lokomotif dan mesin uap. Perkembangan selanjutnya tahun 1949 di Pengaron sebuah dusun di sepanjang Sungai Mahakam (Kaliman Timur) oleh perusahaan Belanda Oost Borneo Maatsc Happij dioperasikan tambang batubara.

2.1.2 Sumber Daya Batubara

Batubara makin hari makin menjadi komoditas yang penting karena meningkatnya kebutuhan energi. Tahun 1999 sumber daya batubara mencapai 38,9 miliar ton dan hasil survey sampai tahun 2003 sumber daya batubara mencapai 57,85 miliar ton dan angka ini akan bertambah karena masih terus dilakukan ekplorasi di daerah yang baru. Sumber daya batubara Indonesia terdapat di Sumatera 45 persen, Kalimantan 54 persen, sisanya adalah Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya.

2.2 Pemanfaatan Batubara

Dewasa ini penggunaan batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas dan bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta dalam jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran batu gamping, genteng , sebagai reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel. Selain itu batubara Indonesia digunakan untuk ekspor ke berbagai negara antara lain Afrika, Eropa , Amerika dan Asia (Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea) dan lain-lain. Pemakaian batubara terbesar sesuai urutannya adalah PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara, disusul oleh industri aemen yang secara keseluruhan telah beralih ke batubara, kemudian industri kimia, kertas, metalurgi, briket batubara dan penggunaan industri kecil lainya. Penggunaan batubara untuk PLTU pada tahun 1999 sebesar 26,9 juta ton, tahun 2004 sebesar 61,5 juta ton dan sampai tahun 2008 perkiraan pemakaian batubara mencapai 71,8 juta ton. Sedangkan produksi batubara Indonesia sampai tahun 2006 sebesar 160,4 juta ton, ekspor 120,8 juta ton dan pemakaian dalam negeri 35,95 juta ton dengan total produksi 156,75 juta ton.

2.2.1 Batubara Sebagai Bahan Bakar Minyak

Secara umum batubara Indonesia termasuk bahan bakar. Pengubahan batubara dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi dan pencairan batubara atau liquifaksi (coal liquefaction). Dalam proses gasifikasi semua gas organik dalam batubara diubah ke dalam bentuk gas terutama karbonmonoksida, karbondioksida dan hidrogen. Gas ini kemudian dapat diubah menjadi bahan-bahan kimia seperti pupuk dan metanol.

Proses liquifaksi tujuannya adalah mengubah batubara menjadi minyak. Penelitian oleh SASOL (perusahaan yang mengurusi pencairan batubara) di Afrika Selatan telah berhasil mengubah batubara menjadi minyak (Gasoline, Diesel, Jet Fuel ), gas maupun bahan kimia lainnya sehingga Afrika Selatan telah survive mengatasi masalah BBM 50 persen kebutuhan BBM Afrika dipasok dari Pabrik Pencairan Batubara sementara SASOL sendiri terdaftar di bursa efek Afrika Selatan dan New York. Produksi SASOL sekitar 150.000 barel/hari.

Pemerintah Indonesia pada tahun 2004 lalu telah mempunyai rencana untuk membangun pilot plant untuk program pencairan batubara di Cirebon (Jawa Barat). Maksud dari pilot plant ini adalah sebagai uji coba dan sekaligus untuk meyakinkan semua pihak bahwa program pencairan batubara ini dapat dilakukan. Teknologi yang akan digunakan adalah teknologi Improve Brown Coal Liquefaction (IBCL) yang dikembangkan oleh Jepang. Sementara Jepang sendiri sudah membangun pilot plant dengan teknologi ini untuk 50 ton/hari di Victoria, Australia.

Pada tahun 2002 pemerintah China telah mengambil keputusan penting, yaitu tidak akan menggantungkan diri pada impor minyak mentah. Sebagai pengganti impor minyak mentah, pemerintah China membuat program pencairan batubara. Untuk mewujudkan program ini perusahaan terbesar di China Shen Hua Group menggandeng perusahaan Amerika Headwaters Technology Innovation (HTI) untuk pencairan batubara secara langsung melalui teknologi yang dikembangkan oleh HTI.