leptospirosis5

15
Mulyadi, Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal 93 Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal Mulyadi Abstrak. Hipoxic pulmonary vasoconstriction terutama terjadi pada arteri pulmonalis kecil, dimana hipoksia alveoli merupakan faktor penyebab utama. Akibat nyata dari hipoksia alveoli adalah proses muskularisasi pada arteri pulmonalis berdiameter kurang dari 70 um, yang pada keadaan normal hanya mengandung satu lapisan elastik tanpa otot polos. Hypoxic pulmonary vasoconstriction pembuluh darah paru menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan serta penyakit jantung kongestif. (JKS 2007; 2: 93-98) Kata kunci : hipoksia, sirkulasi pulmonal. Abstract. Hipoxic pulmonary vasoconstriction primarily occurs in small pulmonary artery, where hypoxic alveoli is a major causative factor. A tangible result of hypoxic alveoli is muscularization process in the pulmonary artery having diameter less than 70 um, which is normally only contain of one elastic layer without smooth muscle. Hypoxic pulmonary vasoconstriction in pulmonary artery causing pulmonary hypertension, right ventricular dilatation and hypertrophy, also congestive heart disease. (JKS 2007; 2: 93-98) Keywords : hypoxic, pulmonary circulation. Pendahuluan 4 Sirkulasi paru disamping fungsi utama dalam pertukaran 0 2 dan CO 2 melalui proses ventilasi, diffusi dan perfusi, juga sebagai filter bahan toksik metabolisme maupun sebagai reservoar darah. 1,2 Oksigen berperan pada proses transfer energi dalam mitochondria, dengan bantuan oksigen setiap molekul glukosa akan menghasilkan 30 molekul adenosine trifosfat (ATP), bila dibandingkan tanpa oksigen hanya dihasilkan 3 molekul ATP disertai dengan pembentukan asam laktat dari setiap molekul glukosa. 2,3 Oksigen mencapai mitokhondria setelah proses diffusi melalui kapiler yang diangkut oleh hemoglobin penghantar oksigen pada mitokhondria tergantung antara lain ventilasi alveoli, rasio ventilasi- perfusi (V/Q), kadar hemoglobin, PH, diphosphoglycerate, CO, CO 2 , serta cardiac output, distribusi dan keadaan pembuluh darah paru. 3,4 Akibat kurangnya oksigen memberikan beberapa dampak Mulyadi adalah Dosen Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala pada sistim sirkulasi paru, hipoxic pulmonary casoconstriction terutama terjadi pada arteri pulmonalis kecil, dimana hipoksia alveoli berperan utama. 3,5 Hypoxic Pulmonary Vasoconstriction Vasokonstriksi paru terjadi dalam beberapa detik setelah hipoksia alveolar, disertai dengan peningkatan tekanan arteri pulmonalis, beberapa menit kemudian diikuti dengan rangsangan terhadap chemoreseptor pada carotid body. Pada hipoksia kronis ditandai dengan meningkatnya rangsangan pada bone marrow, dimana kadar P0 2 dipertahankan pada 70 – 80 mm Hg, sesuai dengan kurva dissosiasi oksi – hemoglobin. 1,2,5,6 Staub dkk mendapati hipoksia meningkatkan pulmonary vascular resistance pada arteriole dangan diameter 30 – 50 um, penelitian dengan laser mengkonfirmasikan hypoxic vacoconstriction mulai terjadi pada arteriole dengan ukuran 30 – 200 um. 2 Penurunan tekanan oksigen pada paru mengakibatkan depolarisasi resting membrane potensial pada otot polos pembuluh darah paru yang berakibat influx

Upload: fatkhurrohman-ilham-fuadi

Post on 24-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

[email protected]

TRANSCRIPT

  • Mulyadi, Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal

    93

    Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal

    Mulyadi

    Abstrak. Hipoxic pulmonary vasoconstriction terutama terjadi pada arteri pulmonalis kecil, dimana hipoksia alveoli merupakan faktor penyebab utama. Akibat nyata dari hipoksia alveoli adalah proses muskularisasi pada arteri pulmonalis berdiameter kurang dari 70 um, yang pada keadaan normal hanya mengandung satu lapisan elastik tanpa otot polos. Hypoxic pulmonary vasoconstriction pembuluh darah paru menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan serta penyakit jantung kongestif. (JKS 2007; 2: 93-98)

    Kata kunci : hipoksia, sirkulasi pulmonal.

    Abstract. Hipoxic pulmonary vasoconstriction primarily occurs in small pulmonary artery, where hypoxic alveoli is a major causative factor. A tangible result of hypoxic alveoli is muscularization process in the pulmonary artery having diameter less than 70 um, which is normally only contain of one elastic layer without smooth muscle. Hypoxic pulmonary vasoconstriction in pulmonary artery causing pulmonary hypertension, right ventricular dilatation and hypertrophy, also congestive heart disease. (JKS 2007; 2: 93-98)

    Keywords : hypoxic, pulmonary circulation.

    Pendahuluan4 Sirkulasi paru disamping fungsi utama dalam pertukaran 02 dan CO2 melalui proses ventilasi, diffusi dan perfusi, juga sebagai filter bahan toksik metabolisme maupun sebagai reservoar darah.1,2 Oksigen berperan pada proses transfer energi dalam mitochondria, dengan bantuan oksigen setiap molekul glukosa akan menghasilkan 30 molekul adenosine trifosfat (ATP), bila dibandingkan tanpa oksigen hanya dihasilkan 3 molekul ATP disertai dengan pembentukan asam laktat dari setiap molekul glukosa.2,3 Oksigen mencapai mitokhondria setelah proses diffusi melalui kapiler yang diangkut oleh hemoglobin penghantar oksigen pada mitokhondria tergantung antara lain ventilasi alveoli, rasio ventilasi-perfusi (V/Q), kadar hemoglobin, PH, diphosphoglycerate, CO, CO2, serta cardiac output, distribusi dan keadaan pembuluh darah paru.3,4 Akibat kurangnya oksigen memberikan beberapa dampak

    Mulyadi adalah Dosen Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

    pada sistim sirkulasi paru, hipoxic pulmonary casoconstriction terutama terjadi pada arteri pulmonalis kecil, dimana hipoksia alveoli berperan utama.3,5

    Hypoxic Pulmonary Vasoconstriction Vasokonstriksi paru terjadi dalam beberapa detik setelah hipoksia alveolar, disertai dengan peningkatan tekanan arteri pulmonalis, beberapa menit kemudian diikuti dengan rangsangan terhadap chemoreseptor pada carotid body. Pada hipoksia kronis ditandai dengan meningkatnya rangsangan pada bone marrow, dimana kadar P02 dipertahankan pada 70 80 mm Hg, sesuai dengan kurva dissosiasi oksi hemoglobin.1,2,5,6 Staub dkk mendapati hipoksia meningkatkan pulmonary vascular resistance pada arteriole dangan diameter 30 50 um, penelitian dengan laser mengkonfirmasikan hypoxic vacoconstriction mulai terjadi pada arteriole dengan ukuran 30 200 um.2 Penurunan tekanan oksigen pada paru mengakibatkan depolarisasi resting membrane potensial pada otot polos pembuluh darah paru yang berakibat influx

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2007

    94

    Ca. Weir dkk mendapati bahwa hipoksia menghambat pengeluaran K, terjadi penumpukan dalam otot polos arteri pulmonalis dan mengakibatkan

    depolarisasi membrane potensial. Hal ini berakibat masuknya Ca dari ekstrasel melalui voltage dependent Ca channels dan terjadi vasokonstriksi.7

    Gambar 1. Membrane Potential In the Regulation Of Arterial Smooth Muscle Tone8

    Otot polos arteri kecil dan arteriole dari mikro sirkulasi mempunyai peran penting dalam pengaturan resistensi vaskuler serta tekanan darah perifer. Mebran potensial dari sel otot polos arterial yang diatur oleh K-channels memegang kendali penting

    dalam pengaturan tonus dan diameter arterial.8 Empat bentuk K-channels yang terdapat pada otot polos arteriol yaitu : voltage dependent K (KV) channels, Ca activated K (K Ca) cahnnels, inward reactivier K (KIR) channels, dan ATP sensitive K (K ATP) channels.9

  • Mulyadi, Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal

    95

    Keadaan hipoksia mengakibatkan depolarisasi arteri pulmonalis dan membangkitkan action potential. Vasokonstriksi pulmonal dapat dihindari daengan berpindahnya Ca ke ekstraseluler oleh Ca-channels antagonist seperti verapamil, menggambarkan peran Ca yang penting dalam respon terhadap hipoksia.10 Aktivasi K channels pada sel otot polos arterial dapat meningkatkan lajunya aliran darah serta menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi, sedangkan hambatan

    terhadap K channels mengakibatka vasokonstriksi. Kv-channels mengatur respon membrane potensial terhadapa depolarisasi, berperan dalam keadaan hipoksia pembuluh darah paru.11,12 Kca-channels pada sel otot polos arteriol berperan dalam perubahan Ca intra seluler untuk mengatur membrane potensial. Kca channels berperan dalam mengatur tingkatan resistensi arteria secara intrinsik.11

    Gambar 2. Four types of K+ channels in arterial smooth muscle8

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2007

    96

    KIR channels berperan sebagai faktor eksternal K dengan merangsang hiper polarisasi dan dilatasi resistensi arteri yang dihubungkan dengan proses metabolisme sekitar sel dan aliran darah. KATP-channels berperan dalam sejumlah vasodilating stimuli, termasuk hipoksia, CGRP, dan adenosine. Beberapa obat anti hipertensi (seperti minoxidil sulfate, diazoxide, lemakolin, primadil) bekerja melalui aktivasi dari KATP channels.11,12

    Akibat Akut Gangguan Pertukaran Gas Sirkulasi darah paru mendapat sumber dari arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis, dimana kebutuhan metabolisme jaringan paru dipenuhi oleh sirkulasi bronchial yang mengandung darah teroksigenasi.1, 3 Terdapat empat sebab utama penurunan P02 dalam darah arteri yaitu hipoventilasi, gangguan diffusi, shunting, serta gangguan ventilasi perfusi. Ada dua sebab utama retensi C02 yaitu hipoventilasi serta gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi.2, 9, 10 Pada Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), terjadi kerusakan membrane alveol kapiler akibat perubahan histology epitel alveoli, timbul edema paru dan kemunduran fungsi surfaktan, penumpukan cairan dalam jaringan interstitial serta alveoli akan menurunkan volume gas, selanjutnya terjadi atelektasis dan gangguan ventilasi alveoli. Dantzker mendapati selain daerah dengan rasio V/Q yang normal, juga terdapat daerah dengan rasio ventilasi-perfusi (V/Q) yang sangat rendah hingga nol.4, 10 Akibat hemodinamik yang ditimbulkan oleh emboli paru tergantung pada peningkatan resistensi vaskuler serta keadaan kardiovaskular yang telah ada sebelumnya, selain hambatan ventilasi pada daerah yang mengalami gangguan perfusi, emboli paru mengakibatkan bronkokonstriksi dan atelektasis.9,10 Ditinjau dari akibat emboli paru terhadap fungsi pertukaran gas dapat dibagi dalam fase akut dan fase lanjut.

    Pada fase akut 48 jam pertama sesudah fase emboli, perukaran gas pada paru tergantung pada dua mekanisme utama :1,9 - Anastomose yang terbentuk dalam

    menghindari sumbatan. - Ventilasi alveoli baru yang terbentuk

    sebagai kompensasi bronkhokonstriksi atau atelektasis.

    Penelitian Huet dkk mendapati hipoksemia terutama disebabkan oleh gangguan ventilasi-perfusi, shunt intra pulmonary hanya akan memperberat apabila telah terjadi atelektasis atau sebab lain yang mengakibatkan terjadinyua pengurangan volume paru. Manier dan Castaing mendapati pola distribusi ventilasi perfusi sesudah emboli paru akut sangat tergantung pada cardiac output.9 Penelitian DAlonzo dkk terhadap akibat fungsionil yang terjadi pada periode akut emboli paru dengan memakai teknik MIGET mendapati dalam 24 jam pertama emboli paru 20% dari cardiac output akan mengalami shunt, walaupun gambaran radiologi masih dalam batas normal, sedangkan Manier dan Castiang mendapati rata-rata fraction shunt lebih rendah 5,5% meskipun secara individual bervariasi 10 15%, menjelaskan perbedaan PAO2 disebabkan oleh meningkatnya shunt (perfusi tanpa ventilasi).4, 9 Sebab lain terjadinya shunt adalah karena terbentuknya atelektasis pada daerah distal emboli ditambah dengan berkurangnya surfactant, pendarahan dan bronkhokonstriksi.1,4,9,10 Perubahan yang terjadi setelah 2 minggu hingga 10 hari emboli paru pada umumnya disebabkan oleh proses fibrinolitik, dimana terjadinya edema referfusion setelah pemberian fibrinolitik dan 24% dari aliaran darah akan mengalami perfusing shunt. Hal ini menunjukkan bahwa reperfusion merupakan faktor penting terjadinya banjir di alveoli, melalui perubahan permeabilitas membrane alveoli akibat penghentian aliran darah dalam waktu lama.9 Sebagian kecil penderita, pada tempat yang mengalami thrombosis cenderung

  • Mulyadi, Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal

    97

    mengalami organisasi dan terbentuk endothelial sehingga terjadi sumbtan dan berakibat pada hipertensi pulmonal, yang sering dikelirukan dengan hipertensi pulmonal primer. Kemunduran dalam pertukaran gas ditandai dengan ketidaksamaan VA/Q, PO2 yang rendah disebabkan oleh penurunan PVO2 oleh karena unit paru yang abnormal atupun oleh karena status cardiovascular yang tidak memadai.1,10

    Akibat Hipoksia Kronis. Akibat klinis hipoksia kronis seperti vasokonstriksi, perubahan struktur pada terminal arteri pulmonalis, polisitemia, ikut andil terhadap terjadinya hypoxic pulmonary hypertension.12 Tekanan alveoli oksigen di bawah 75 mm Hg, sering pada hipoksia kronis karena bronchitis kronis, emphysema, keadaan hypoventilasi atau hipoksia pada ketinggian.6 Hipertensi pulmonal pada ketinggian dimana tekanan alveoli oksigen dibawah 75 mm Hg, terjadi bila ketinggian mencapai 21000 m dari permukaan laut. Penduduk di Denver Colorado (1600 m ) mempunyai tekanan dalam batas normal, namun border line pada penduduk Flagstaff Arizona (2100 m), dan meningkat nyata pada penduduk Leadville Colorado (3100 m ).2, 6 Akibat nyata dari hipoksia alveoli adalah proses muskularisasi pada arteri pulmonalis berdiameter kurang dari 70 um, yang pada keadaan normal hanya mengandung satu lapisan elastic tanpa otot polos.2, 6 Penelitian Arias Stella dan Saldana terhadap penduduk Indian Quechue di pegunungan Andes dengan ketinggian 4330 m, serta penelitian Heath dkk di Quechas Bolivia dengan ketinggian 3800 m mendapatkan ternyata banyak faktor yang mempengaruhi dan ikut berperan dalam proses remodeling, termasuk variasi genetika, etnik dan respon terhadap ketinggian.2

    Heath dkk mendapatkan otot polos longitudinal pada lapisan intima arteri pulmonal kecil serta terbentuknya otot lingkar sirkuler mirip dengan yang didapatkan pada penderita penyakit paru obstruktif kronis yang tinggal pada ketinggian permukaan laut, dimana pada yang terakhir ini manifestasinya lebih sering dan nyata.2, 7 Pada tahun 1987 Anand dkk mendapati sejumlah bayi dan kanak-kanak (berusia 3 16 bulan) masyarakat Tibet, yang lahir di dataran rendah kemudian ikut bermigrasi kedataran dengan ketinggian 3700 m, setelah 21 bulan kemudian memberikan sejumlah gejala, yang kemudian disebut sebagai sub acut infantile mauntain sickness. Gejala yang timbul menyerupai penderita payah jantung, seperti sesak nafas, batuk, gelisah, cyanosis, kebiruan pada wajah dan oliguria. Fisik didapatkan tachycardia, tachipneu, kardiomegali, hepatomegali dan ronchi pada paru. Pemeriksaan foto thorak didapatkan pembesaran jantung, namun kadar hemoglobin tidak meningkat.2 Hasil biopsy post mortem didapatkan pembesaran jantung, hipertrofi dan dilatsi ventrikel kanan serta pelebaran dari trunkus pulmonalis. Histopatologis didapatkan perubahan dari arteriole dan venule pulmonalis berupa penebalan oleh karena hipertrofi yang dihubungkan dengan akibat vasokonstriksi, suatu hal yang tidak didapatkan bila dibandingkan dengan kelompok control dari penduduk Tibet.2 Terdapat berbagai dugaan patogenesa edema paru pada ketinggian antara lain disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler oelh karena hipoksia atu oksigen radicals, penumpukan cairan melalui arteri pulmonalis kecil oleh karena hipertensi pulmonal berat, over perfusion oleh karena kerusakan kapiler paru akibat peningkatan tekanan.1 Penelitian West dkk. Mendapati hubungan edema paru pada ketinggian disebabakan oleh kerusakan ultra struktur kapiler paru

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2007

    98

    karena perubahan tekanan pada ketinggian.9 Penelitian lainnya terhadap orang dewasa dilakukan di pegunungan Himalaya pada ketinggian lebih dari 6000 m sekana 18 minggu pada sejumlah tentara yang sehat dan berusia rata-rata 22 tahun. Tidak ada keluhan yang timbul hingga 5 minggu, namun setelah 11 minggu mulai timbul berbagai macam gejala seperti sesak nafas dan edema.2 Setelah 18 minggu sebagian member gambaran klinis payah jantung congestive dengan edema dan ascites, policytemia dan papil edema. Foto thorak, EKG dan echocardiografi menyokong suatu kardiomegali, hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan, namun tidak didapatkan pembesaran ventrikel kiri ataypun bendungan vena pulmonalis. Setelah kembali pada ketinggian permukaan laut, pada umumnya dalam tiga hari sebagian besar dapat diuresis secara spontan dan semua kelainan kembali normal sesudah 12 16 minggu.2 Patogenesa dari keadaan ini melibatkan hypoxic pulmonary vasoconstriction pembuluh darah paru menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan serta penyakit jantung kongestif.4

    Ringkasan Hipoxic pulmonary casoconstriction terutama terjadi pada arteri pulmonalis kecil, dimana hipoksia alveoli merupakan faktor yang berperan utama. Acut hypoxic pressure respon merupakan tanggapan intrinsic dari otot polos pembuluh darah paru yang dihubungkan dengan perubahan depolarisasi membrane oleh K channels. Keadaan hipoksia kronis akan mengakibatkan proses muskularisasi dan remodeling dari pembuluh darah paru.

    Daftar Pustaka 1. Muther RM. Disorders of Serum Calcium,

    Magnesium, and Potassium. Critical Care Review A Concise Review. American College of Chest Physicians 1995 : 159 -165

    2. Doherty DE. The Pathophysiology of Airway Dysfunction. American Journal of Medicine 2004. 117 : 11S 21 S .

    3. Aldrich TK. Acute and Chronic Respiratory Failure. In : Casabuary R, Petty T. (Editors). Principles and Practice of Pulmonary Rehabilition. WB Saunders Co. Philadelphia 1993 : 124 127

    4. Agustini PG. Doria E, Bortone F, Antona C, Moruzzi P. Sistemic to bronchial blood flow in heart failure, Chest: 1995: 107,1247 1252.

    5. Anand IS. Hypoxia and the pulmonary circulation. Thorax; 1994: 49 supp, 19-24.

    6. Gosney JR. The endocrine lung and its response to hypoxia. Thorax ; 1994: 49 Supp, s25 s26.

    7. Maniar G, Castaing Y. Gas exchange abnormalities in pulmonary vascular and cardiac disease. Thorax 1994: 49,1169 11774.

    8. Nelson MT. Q uayle JM. Physiological roles and properties of potassium channels in arterial smooth muschle. Am J Physiol:cell physiology ; 1995: 37, c794 c 822.

    9. Schukeri GJ, Dropello J, Benyamin, E. Impairment in gas exchange after granulocyte colony stimulating factor (G-CSF) in a patient with the adult respiratory distress syndrome. Chest; 1995: 107,267 0 278.

    10. Smith P. Ulrs structur of the lung in chronic hypoxia. Thorax ; 1994: 48 supp, s27 s32.

    11. Vander RL. Chronic hypoxic pulmonary hypertension. Chest; 1994: 106,236 243.

    12. William D. Adaptation and aclimatisation in human and animals at hight altitude. Thorax ; 1994: 49 Suppl, s9 s13.

  • Iskandar Zakaria, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi

    99

    Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi

    Iskandar Zakaria

    Abstrak. Invaginasi atau intussussepsi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus lainnya dan biasanya bagian proksimal usus masuk ke bagian distal sebagai akibat peristaltik. Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus. Dibagi 3 tipe; enterik, colical, dan entero-colica. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Radiologis. Foto polos memberikan gambaran massa tubular dan tanda-tanda obstruksi ileus, gambaran khas pada colon in loop adalah coiled spring appearance dan terdapat gambaran tergets sign pada pemeriksaan dengan USG. Terapi umumnya dilakukan secara operatif, tetapi apabila tidak ditemukan komplikasi dapat dicoba terapi dengan teknik reduksi hydrostatik. Prognosis tergantung cepat tidaknya penanganan diberikan. ((JKS 2007; 2: 99-108)

    Kata Kunci : Invaginasi atau intussussepsi

    Abstract. Invagination or intussusseption is the inclusion of one to another segment of the intestine into the colon and usually the proximal into the distal intestine as a result of peristalsis. The cause of Invagination in children is not known with certainty. Invagination can cause intestinal obstruction. Divided into 3 types; enteric, colical, and entero-colica. Diagnosis based on clinical symptoms, anamnesis, physical examination and Radiological examination. Plain provides a mass of tubular obstruction and signs of ileus, a typical picture of the colon in the loop is Coiled spring appearance and there is a picture of target's sign on examination with ultrasound. Operative therapy is generally done, but if not found any complications to try therapy with hydrostatik reduction techniques. The prognosis depends on whether or not treatment is given quickly. (JKS 2007; 2: 99-108)

    Keyword : Invagination or intussusseption

    Pendahuluan Invaginasi merupakan suatu keadaan dimana bagian proksimal usus masuk ke bagian usus distal. Suatu kegawat daruratan medis dan jika tidak diatasi secepatnya dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perforasi bahkan kematian. Invaginasi pertama sekali ditemukan oleh Hypocrates, sedangkan kelainan patologis ini pertamakali ditunjukkan oleh John Hunter pada tahun 1789.1,2

    _____________________-

    Iskandar Zakaria adalah dosen Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

    Invaginasi atau intussussepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita invaginasi biasanya datang dalam keadaan yang masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka kematian dapat ditekan. Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian.1 Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam keadaan yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian, sehingga sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai dengan reseksi usus.1,3,4 Rendahnya pengetahuan orang tua penderita tentang kesehatan menyebabkan keterlambatan memeriksakan penderita ke

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2007

    100

    dokter atau oleh karena keterlambatan dokter dalam menegakkan diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1 dari 13.000 penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kejadiaan laki-laki dibandingkan wanita sekitar 3:1. Pada neonatus sebesar 0,3%. Sebagian besar invaginasi terjadi dibawah umur 2 tahun dengan puncak kejadian berkisar antara umur 4-11 bulan.1,3,4

    Etiologi Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti. Hanya sekitar (5-10%) dapat ditemukan penyebab antara lain: divertikulum Meckel, polip usus, dipublikasi usus, hematoma dinding usus, lymphoma ileum, lymphosarcoma, Henoch-Schonlein purpura, mucocele, pankreas aberant, konstipasi, benda asing. Invaginasi terjadi karena adanya kenaikan peristaltik usus yang berhubungan dengan adanya perubahan pola makan dari makanan lunak ke yang lebih padat, pada keadaan infeksi (enteristis akut), dan alergi.2,3

    Invaginasi yang didasari adanya kelainan patologis lain pada usus, lebih sering pada anak umur 2 tahun. Beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya infeksi adeno-virus pada epitel usus mempunyai hubungan erat terhadap terjadinya invaginasi ileo-caecal, sedangkan invaginasi pasca bedah sering disebabkan oleh edema dinding usus, perlekatan-perlekatan dan peristaltik usus yang belum teratur. Hypertrofi Payers Patches dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya invaginasi.2,3 Patogenesis Invaginasi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus lainnya dan biasanya bagian proksimal usus masuk ke bagian distal sebagai akibat peristaltik. Segmen usus penerima disebut Intussuscepien dan segmen usus yang masuk disebut intussusceptum. Adanya usus yang masuk ke dalam bagian usus lain terjadi obstruksi.

    Gambar 1. Gambar skematis anatomi dari invaginasi

  • Iskandar Zakaria,Peranan Radiologi DalamDiagnosis dan Terapi Invaginasi

    101

    Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu: 1. Adanya penyempitan lumen usus,

    karena terisi oleh bagian usus lain. 2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus

    di bawahnya yang berakibat dinding usus menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis.

    Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak usia kurang dari 2 tahun. Menurut jenisnya invaginasi dapat berupa:

    1. Enteric: disebut invaginasi type ileo- ileal.

    Usus halus bagian proksimal masuk ke usus halus bagian distal.

    2. Colic: disebut invaginasi type colo-colica.

    Colon proksimal masuk ke bagian distal colon.

    3. Enterocolic: usus halus masuk ke bagian colon, jenis ini dapat berupa: a. ileocaecal: puncaknya ileocaecal

    valve. b. ileocolical: ileum masuk colon

    melalui ileo caecal valve. c. ileo-ileocaecal: ileum masuk ileum

    dan kemudian masuk lagi sebagai ileocaecal.

    Gambar 2. Gambar skematis dari type-type invaginasi.

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2007

    102

    Sebagian besar invaginasi pada anak adalah type ileo-colica dan ileo-caecal. Invaginasi type ileocolica biasanya bagian usus masuk sampai ke fleksura hepatica dan jarang lebih distal. Type ileo-ileal adalah type invaginasi yang sering terjadi pasca pembedahan.2,5,6

    Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.2

    Anamnesa Gejala dini invaginasi sering sulit dikenal. Muntah dan adanya darah pada feces merupakan gejala dini pada neonatus. Sedangkan gejala invaginasi anak biasanya lebih klasik, antara lain kolik, kembung, muntah, teraba masa tumor pada perut serta feces berdarah dan lendir. Trias klasik dari invaginasi adalah, muntah, kolik dan buang air besar (BAB) berdarah. Beberapa sarjana juga berpendapat bahwa gejala khas invaginasi pada bayi umur 3-12 bulan berupa: nyeri perut mendadak dan hilang timbul, kemudian diikuti muntah dan BAB berdarah setelah 12 jam kejadian. Disamping gejala-gejala tersebut juga didapatkan gejala lain seperti: obstipasi, perut kembung dan diare.2,4 Diagnosis dini invaginasi ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Akan tetapi bila hanya terdapat satu gejala pokok atau gejala tidak khas, maka pemeriksaan radiologis dengan Ba-enema atau Ultrasonografi (USG) mutlak diperlukan.2 Invaginasi sering bersamaan dengan gastroenteritis akut atau segera setelah gastroenteritis akut. Keadaan ini sering terjadi pada bayi kurang dari 1 bulan sehingga sulit ditegakkan diagnosis. Muntah berulang, BAB berdarah/lendir biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dari kejadian.2,4

    Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang menyokong pada invaginasi anak adalah; BAB berdarah dan

    pada pemeriksaan colok dubur didapatkan darah/lendir, teraba mass pada abdomen. Bila ada febris, harus di pikirkan telah terjadi nekrosis usus.5,6 Gejala invaginasi pada neonatus, berbeda dengan gejala pada bayi yang lebih besar, pada neonatus gejala yang utama adalah obstruksi usus, sedangkan kolik dan massa abdomen jarang ditemukan. Massa sering teraba pada bagian atas abdomen, seperti sosis dan pada abdomen kanan bawah tak teraba usus (kosong) yang dikenal sebagai Dances Sign.5 Walaupun jarang, invaginasi kadang-kadang dapat diraba dari anus dan keadaan ini harus dibedakan dengan prolapsus recti. Pada invaginasi pasca bedah, gejala klinis dan radiologis tidak khas dan biasanya berupa gejala obstruksi ileus. Invaginasi kronis biasanya terjadi berulang, hilang timbul lebih dari 2 minggu, sering disertai enteritis akut dan terjadi pada anak yang lebih besar.5,6

    Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosa invaginasi.1 Foto abdomen 3 posisi biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda ileus obstruktip dan bayangan massa.1,4

    Foto Polos Abdomen Gambaran foto polos sebagai berikut: 1. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus

    halus bagian distal. Multipel air fluid level dan tidak ada bayangan udara pada bagian distal usus.

    2. Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan bayangan dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain

  • Iskandar Zakaria, Peranan Radiologi Dalam Diagnosisdan Terapi Invaginasi

    103

    A

    B

    Gambar 3. Foto polos abdomen; A, tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus proksimal. B, invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2007

    104

    Barium enema (Colon in loop) Pada pemeriksaan barium enema atau colon in loop tampak filling defect oleh masa intraluminar yang menyebabkan

    kontras tidak dapat melewati segmen usus proksimal. Gambaran khas invaginasi adalah Coiled Spring appearance. Gambaran lain adalah cut off bayangan barium pada lokasi invaginasi.1

    A

    B

    Gambar. 4. A, Colon in loop pada intussusception, bagian usus masuk hingga fleksura lienalis, B.Intussusception di daerah colon ascenden.

  • Iskandar Zakaria, Peranan Radiologi Dalam Diagnosisdan Terapi Invaginasi

    105

    Ultrasonografi (USG) Pada scan transversal (potongan melintang) dari invaginasi, USG memberikan gambaran khas berupa targets appearance atau gambaran seperti kue donat.1

    Gambar 5. Targets appearance atau gambaran donat pada irisan melintang invaginasi pemeriksaan USG.

    Gambar. 6.A. Irisan melintang dan B, irisan memanjang dari invaginasi pada USG.

  • JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 7 Nomor 2 Agustus 2001

    106

    Pengobatan Pengobatan dilakukan secara operatip maupun non operatip. Pengobatan non operatip invaginasi dengan barium enema pada anak tanpa komplikasi sampai saat ini masih dipertentangkan.1,4

    Pengobatan Non Operatip, Dengan Ba-Enema (Teknik Reduksi Hidrostatik) Tahap-tahapan sebagai berikut:1,4 1. Paling efektif bila dilakukan pada

    penderita invaginasi yang belum lebih dari 12-24 jam dari gejala awal.

    2. Resposisi dengan Ba-enema dilakukan oleh dokter radiologi bersama-sama dokter bedah.

    3. Digunakan keteter balon, umumnya ukuran 16 Fr, dibasahi/dilembabkan dengan air.

    4. Kemudian dimasukkan ke dalam rektum tanpa lubrikasi, balon dikembungkan dibawah tuntunan fluoroskopik.

    5. Kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar Barium tidak keluar. Hal tersebut bertujuan untuk membuat kedap air yang sangat penting untuk keberhasilan tehnik reduksi hidrostatik tersebut.

    6. Barium ditempatkan kira-kira 1 meter di atas meja penderita.

    7. Selama pemeriksaan tersebut tidak boleh diberikan tekanan pada abdomen dan juga tidak boleh dilakukan palpasi abdomen, karena dapat meningkatkan tekanan dalam usus dan bahaya perforasi. Kemudian Barium dimasukkan, tekanan hidrostatik dipertahankan. Jika setelah dilakukan tekanan hidrostatik kontinyu selama 10 menit dan ternyata tidak ada kemajuan, dilakukan pemeriksaan ulang. Biasanya dapat diulang sampai 2 atau 3 kali.

    8. Jika ada kemajuan, maka tekanan hidrostatik di pertahankan meskipun kemajuan sedikit.

    9. Dikatakan tereduksi sempurna bila terdapat refluks Barium yang signifikan/cukup ke dalam ileum.

    10. Kemudian dibuat foto post evakuasi Barium.

    Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:1,4 1. Pengisian Barium yang penuh pada

    caecum sampai ileum terminal 2. Hilangnya masa di perut yang

    sebelumnya teraba 3. Nyeri perut menghilang 4. Keluarnya Barium disertai feces dan

    flatus pada proses evakuasi dari Barium

    5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita

    Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila:1 1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak

    berhasil 2. Hanya sebagian saja usus yang

    tereposisi.

    Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium enema adalah:4 1. Adanya rangsangan peritoneum yang

    ditandai dengan defance musculair, nyeri, nadi cepat, panas dan lekositosis akibat nekrose usus, perforasi atau toksik.

    2. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktip

    3. Distensi abdomen. 4. Rontgenologis terdapat udara bebas

    atau cairan bebas dalam rongga abdomen.

    5. Umur penderita lebih dari 14 tahun 6. Timbulnya gejala invaginasi telah

    lebih dari 24 jam 7. Keadaan umum penderita sangat jelek

    Angka keberhasilan pengobatan dengan tekanan hidrostatik ini berkisar antara 50-95%.1 Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut adalah:1,4 1. Morbiditasnya kecil 2. komplikasi akibat pembiusan dan

    pemdehan dapat dihindarkan

  • Iskandar Zakaria, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis dan Terapi Invaginasi

    107

    3. Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan

    4. Perawatan menjadi lebih singkat 5. Biaya lebih murah

    Sedangkan kerugiannya:1,4 1. Angka kekambuhan lebih tinggi 2. Adanya penyebab invaginasi yang

    kecil dapat tak terlihat 3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian

    ileo-colica dapat tereponir sedangkan bagian ileo-ileal tak tereponir oleh karena adanya ileo-caecal valve

    4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi/pada reposisi yang tak sempurna

    Pengobatan Secara Operatif Dilakukan pengobatan secara operatif bila:2,3,5,7 1. Reposisi dengan Ba-enema gagal 2. Terjadi invaginasi yang berulang 3. Terdapat penyebab invaginasi yang

    spesifik 4. Terdapat nekrosis usus, perforasi atau

    peritonitis 5. Umur penderita lebih dari 1 tahun

    Pengobatan secara operatif mempunyai 2 tujuan: 2,3,5,7 1. Sebagai terapi definitif 2. Untuk mengurangi residif

    Pada pengobatan secara operatif: 2,3,5,7 Reposisi dilakukan dengan milking ke

    proksimal secara gentle dan membutuhkan kesabaran.

    Bila reposisi gagal atau usus nekrosis, dilakukan reseksi dan dilakukan penyambungan usus secara end to end.

    Bila keadaan umum jelek, dilakukan reseksi usus, kemudian diikuti dengan double enterostomi secara Mikulicz.

    Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi adalah dehidrasi, obstruksi, nekrosis, perforasi, peritonitis, wound dehiscens, diare, fecal

    fistula dan recurrent idiopathic intussusception.1

    Prognosis Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita waktu datang di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosa dan tindakan menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka kematian1,4 Penderita invaginasi yang tidak diobati hampir semua meninggal. Angka kematian sangat bervariasi, tergantung dari kondisi penderita sewaktu datang, penanganan yang cepat dan lamanya menderita/mengalami invaginasi. yaitu berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis melaporkan angka kematian hampir 0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam pertama dan meningkat jika penanganan dilakukan setelah 24 jam.1,4 Angka kekambuhan invaginasi umumnya rendah. Angka kekambuhan pada reposisi dengan Ba-enema sebesar 10%.1

    Daftar Pustaka 1. Caffey J.. Intussusception in the small intestine

    In: Pediatric X-ray Diagnosis. Ed. 6, Year Book Medical Publisher Chicago, 1998: 661-666.

    2. Dedley HA. Intussusception In: Hamilton Bailey Emergency Surgery. Ed.10. Bristol John With and Son Ltd.: 1977: 588-592.

    3. Harold E. Acute Intussusception In: Maingot Rodney Abdominal Operation, Ed 6, Appleton Century Craft New York, 1980: 2002-2010.

    4. Parker BR, The Abdominal and Gastrointestinal trct, In: Caffeys Pediatric X-ray Diagnosis, Silverman, Ed. 9, Mosby, 1993: 1076-1086.

    5. Sabastian D,. Intussusception, In: David Christopher Textbook of Surgery, Ed.9, Philladelphia: WB Saunders Co, 1978:1092-1093.

    6. Key MC, Intussusception, In: Nelson Textbook of Pediatrics, Ed.11, Philladelphia: WB Saunders Co, 1979: 1062-1064.

    7. Zollinger RM, Intussusception, In: Atlas of Surgical Operation, Ed 6, Macmilan Publising Co, 1988: 116-117.