leng kap
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah gangguan kesehatan rongga mulut yang paling sering dialami
banyak orang adalah sariawan. Sariawan memang bukan penyakit yang serius dan
mengancam jiwa, tapi kondisi ini sangatlah mengganggu dan menjengkelkan
karena menyulitkan untuk makan dan berbicara.
Dalam bidang kedokteran gigi sariawan disebut Recurrent Aphthous
Stomatitis (RAS) yang merupakan keadaan patologik ditandai dengan ulser yang
berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau oval, dikelilingi oleh pinggiran yang
eritematus dengan dasar kuning keabu-abuan. RAS diklasifikasikan dalam tiga
kategori menurut ukurannya: Minor RAS, mayor RAS, dan ulkus hepertiformis.
Kira-kira 20% dari penduduk menderita minor RAS atau “canker sore”.
Frekuensi RAS terjadi hingga 25% pada populasi umum dan 50 % berulang dalam
3 bulan. RAS merupakan kondisi idiopatik pada sebagian besar penderita. Ras
dapat dijumpai pada setiap orang, namun wanita dan orang dewasa muda sedikit
lebih rentan. Pola keturunan telah terbukti dan orang-orang perokok lebih jarang
terkena daripada bukan perokok.
Faktor-faktor yang dapat mmucu timbunya RAS meliputi atopi, trauma,
endokrinopati, menstruasi, defisiensi nutrisi, stres, dan alergi makanan. Meskipun
etiologinya belum diketahui, studi-studi dewasa ini mencurigai proses imunopatik
yang melibatkan aktivitas sitolitik diperantarai sel sebagai respon HLA atau
antigen asing. Bentuk L dari streptococcus tersebut yang dicurigai sebagai
penyebab dlam pembentukan RAS.
Minor RAS mempunyai kecenderungan untuk terjadi pada mukosa
bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali terjadi pada
mukosa bibir dan pipi, tapi mayor RAS dapat juga di jumpai pada mukosa
berkeratin banyak seperti gusi dan palatum keras.
1
Rasa terbakar adalah keluhan awal, yang diikuti dengan sakit hebat
selama beberapa hari. Seringkali kelenjar submandibuler, servikal anterior, dan
parotis terasa nyeri, terutama jika ulser tersebut terkena infeksi sekunder.
RAS tidak bervariasi, kambuh, dan pola terjadinya bervariasi.
Kebanyakan orang terserang ulser tunggal sekali atau dua kali setahun, mulai
sejak masa anak-anak atau remaja. Kadang-kadang ulse terlihat dalam kelompok-
kelompok, tetapi biasanya kurang dari lima terjadi sekaligus. Ulser multipel dapat
mnetap dalam jangka waktu beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali
sangat sakit dan memunyai gambaran tidak teratur.
Sebenarnya, untuk pengobatan RAS yang khusus tidak ada karena itu
merupakan peradangan. Biasanya dokter memberikan obat salep khusus anti
radang yang bisa dioleskan di daerah ulser. Berkumur dengan obat kumur anti
septik juga cukup membantu mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa
sakit. Yang sederhana di rumah, kumur dengan larutan air garam hangat.
Pada umumnya RAS dapat sembuh sendiri, akan tetapi kehadirannya
sangat menganggu pada saat proses pengunyahan, bicara dan bahkan menganggu
kegiatan membersihkan rongga mulut. Paling lambat proses penyembuhannya
sekitar dua minggu tanpa pembentukan jaringan parut. Tetapi, kalau sariawannya
berat dan sudah ada infeksi bakteri mungkin kita perlu minum antibiotik.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari RAS?
b. Bagaimana etiologi dari RAS?
c. Apa saja klasifikasi RAS?
d. Bagaimana gambaran klinis dari RAS?
e. Faktor-faktor predisposisi apa saja yang menjadi penyebab RAS?
f. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan pada RAS?
2
1.3. Tujuan
a. Dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian dari RAS.
b. Dapat mengetahui dan menjelaskan etiologi dari RAS.
c. Dapat mengetahui dan menjelaskan klasifikasi RAS
d. Dapat mengetahui dan menjelaskan gambaran klinis dari RAS.
e. Dapat mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor predisposisi apa saja
yang menjadi penyebab RAS.
f. Dapat mengetahui dan menjelaskan cara pengobatan dan pencegahan
pada RAS.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan suatu kelainan yang
ditandai dengan berulangnya ulser dan terbatas pada mukosa rongga mulut pasien
tanpa adanya tanda-tanda penyakit lainnya (Lynch et al., 1994).
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang
dibawah 40 tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak. SAR
dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa
dewasa muda. SAR paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan
seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada
pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang
memasuki dekade kelima dan keenam (Smith dan Wray, 1999).
Secara klinis RAS dapat dibagi menjadi 3 subtipe; minor, mayor, dan
hipetiformis. Ulser minor memiliki diameter yang besarnya kurang dari 1 cm dan
sembuh tanpa disertai pembentukan jaringan paut. Ulser mayor memiliki diameter
lebih besar dari 1 cm dan akan membentuk jaringan parut pada penyembuhannya.
Ulser herpetiformis dianggap sebagi suatu gangguan klinis yang berbeda, yang
bermanifestasi dengan kumpulan ulser kecil yang rekuren pada mukosa mulut
(Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey , 1998).
Ulser pada RAS bukan oleh karena satu faktor saja tetapi dalam
lingkungan yang memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini
terdiri dari trauma, stres, hormonal, genetik, merokok, alergi, dan infeksi
mikroorganisme atau faktor imunologi (Scully et al., 2003: Kilic, 2004).
Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara, kebiasaan buruk
(brukism), saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman yang
terlalu panas. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
berkembangnya RAS pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan
sebagai faktor pendukung (Houston, 2009).
4
Beberapa mikroorganisme di dalam rongga mulut juga diduga berperan
penting dalam patogenesis RAS, terutama golongan Streptococcus. Berdasar
penelitian terdahulu, kecenderungan lebih besar untuk terjadi reaksi
hypersensitivitas tipe lambat terhadap Streptococcus sanguis diantara pasien RAS
(Lynch et al., 1994).
Diagnosis RAS berdasarkan pada penampilan klinis ulser serta riwayat
penyakitnya. Perhatian harus khusus ditujukan pada umur terjadinya, lokasi, lama
(durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan kelainan pencernaan, haid,
stress, serta makanan harus dicatat (Lewis & Lamey , 1998).
Lesi pada mukosa oral didahului dengan timbulnya gejala prodormal
burning (terbakar) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama periode initial
akan terbentuk daerah kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul
papul, ulserasi, dan berkembang menjadi lebih besar setelah 48-72 jam. Lesi bulat,
simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang sobek dari vesikel yang
pecah.
Mukosa bukal dan labial merupakan tempat yang paling sering terdapat
ulser. Namun ulser juga dapat terjadi pada palatum dan gingiva. Bercak luka yang
ditimbulkan agak kaku dan sangat peka terhadap gerakan lidah atau mulut.
Penderita penyakit ini biasanya juga banyak mengeluarkan air liur. Biasanya RAS
ini akan sembuh dengan sendirinya adalam waktu 4-20 hari.
Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid
topikal dan imunomodulator sistemik, dianjurkan sebagai pengobatan untuk RAS.
Kombinasi vitamin B1 dan vitamin B6 diberikan selama 1 bulan dianjurkan
sebagai penatalaksaan tahap awal. Namun, beberapa pasien memberikan respon
yang baik terhadap obat kumur khorhexidin serta kortikosteroid topikal
(hidrokortison hemisuksinat atau betametason natrium fosfat). Penggunaan terapi
anxiolitik atau rujukan untuk hipnoterapi dapat memebantu penderita yang
diperkirakan memiliki faktor preipitasi berupa stress. Obat-obat sitemik seperti
5
levamisole, inhibitor monoamine oksidase, thalidomide, atau depsone, digunakan
untuk penderita yang sering mengalami ulserasi oral yang serius, tetapi dengan
pertimbangan efektivitas serta efek sampingnya (Lewis & Lamey , 1998).
6
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Stomatitis
Stomatitis adalah peradangan yang dapat mengenai mukosa pipi, mukosa
mulut, lidah dan palatum. Stomatitis merupakan infeksi yang dapat terjadi secara
tersendiri atau bisa merupakan bagian dari penyakit sistemik.
3.2. Klasifikasi Stomatitis
Ada dua tipe utama dari stomatitis yaitu:
1. Stomatitis herpetik akut
Stomatitis herpetik akut diakibatkan virus herpes simpleks. Hal ini biasa
terjadi pada anak umur 1-3 tahun. Stomatitis herpetik akut diawali dengan mulut
yang nyeri tiba-tiba, ludah berlebih, halitosis, menolak makan, dan demam
kadang-kadang tinggi (40-40,6º C). Lesi awal terjadi selama 1-2 hari yang berupa
gelembung isi cairan yang jarang terlihat karena cepat pecah. Lesi sisa
berdiameter 2-10 mm dan ditutupi dengan lapisan kuning keabuan. Pada saat
lapisan terkelupas, yang tersisa adalah luka. Biasanya terjadi pembesaran kelenjar
getah bening sekitar mulut. Fase akut terjadi 4-9 hari dan sembuh dengan
sendirinya. Nyeri biasanya hilang dalam 2-4 hari sebelum luka sembuh sempurna
(Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey , 1998).
2. Recurrent aphthous stomatitis (RAS)
Recurrent aphthous stomatitis (RAS) adalah radang yang terjadi di
daerah mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan dengan permukaan
yang cekung, ulser tersebut dapat berupa ulser tunggal maupun kelompok.
Lesi awal ditunjukkan dengan kemerahan, papul keras yang cepat erosi
menjadi bentuk yang berbatas jelas, luka nekrotik dengan tepi eritematus.
7
3.3. Etiologi dari RAS
Secara primer kejadian yang terbanyak disebabkan oleh penyebab yang
bersifat fisik, misalnya benda asing yang ikut termakan seperti potongan kayu,
kawat duri dan sebagainya. Juga penggunakan alat-alat kedokteran seperti
pembuka mulut, dapat menyebabkan radang traumatik bila tidak hati-hti
menggunakannya. Gigi yang salah arah tumbuhnya dapat menyebabkan radang
pada gingiva, lidah dan pipi. Secara teori apabila termakan atau sengaja diberikan
bahan kimia juga dapat menyebabkan iritasi jaringan selaput lender yang mungkin
berlanjut dapat menyebabkan radang pada mulut.
Radang sekunder timbul sebagai kelanjutan dari penyakit menular
maupun tidak menular yang disebabkan oleh kuman virus dan jamur. Virus akan
mengakibatkan lesi jaringan yang beraneka ragam manifestasinya. Infeksi jamur
terjadi setelah keadaan setempat bersifat mendukung untuk pertumbuhan jamur.
Kondisi tubuh yang menurun, infeksi viral dan penggunaan antibiotik yang
berlebihan sering merupakan faktor prediposisi untuk bertumbuhnya jamur
(Lynch et al., 1994).
3.4. Klasifikasi Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
RAS sendiri dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
a. RAS akut
Dapat disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. RAS
akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
b. RAS kronis
RAS jenis ini disebabkan oleh xerostomia. Pada keadaan mulut kering,
kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan
berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis,
perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu
8
dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis dibagi menjadi 3 subtipe menurut ukurannya:
1. Minor Recurrent Aphthous Stomatitis (MiRAS)
Ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal dengan diameter < 10 mm
dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. MiRAS biasanya mengenai
daerah-daerah non-keratin seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut,
tetapi tidak mengenai daerah keratin seperti gingiva, palatum atau dorsum lidah.
Sebagian besar terjadi pada masa anak-anak. Lesi berulang dengan frekuensi yang
bermacam-macam, dalam beberapa waktu 1-5 ulser bisa muncul dan sembuh
dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas (Lynch et al., 1994; Lewis &
Lamey , 1998).
Gambaran klinis minor RAS pada mukosa labial (Scully & Felix, 2005)
2. Mayor Recurrent Aphthous Stomatitis (MaRAS)
Disebut juga Periadenitis Mucosa Necrotica Recurrens yang memiliki
ulser berdiameter kira-kira 1-3 cm, berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan
sembuh dengan meninggalkan jaringan parut. Dapat terjadi pada bagian mana saja
dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Bentuk lesi serupa dengan
minor RAS, tetapi ulser berdiameter > 10 mm, tunggal atau jamak dengan
menimbulkan rasa sakit. Demam, disfagia dan malaise terkadang muncul pada
awal munculnya penyakit ini (Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey , 1998).
9
Gambaran klinis mayor RAS pada mukosa palatal lunak (Scully & Felix, 2005)
3. Herpetiform Recurrent Aphthous Stomatitis (HuRAS)
Bentuk lesi ini ditandai dengan ulser-ulser kecil, berbentuk bulat, sakit,
penyebarannya luas dan dapat menyebar di rongga mulut. Seratus ulser kecil bisa
muncul pada satu waktu dengan diameter 1-3 mm, bila pecah bersatu ukuran lesi
menjadi lebih besar. Ulser akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa
meninggalkan bekas (Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey , 1998).
Gambaran klinis infeksi herpes simplex pada permukaan ventral lidah (Porter &
Leao, 2005)
10
3.5. Gambaran Klinis Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
RAS diawali gejala prodormal yang digambarkan dengan rasa sakit dan
terbakar selama 24-48 jam sebelum terjadi ulser. Ulser ini menyakitkan, berbatas
jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-
abuan, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk
beberapa hari atau bulan.
Tahap perkembangan RAS dibagi kepada 4 tahap yaitu:
1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi
RAS. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada
tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan
menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.
2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi
SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus.
Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu.
Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh
lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.
4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut
akan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak
meninggalkan jaringan parut dimana lesi RAS pernah muncul (Lynch et al., 1994;
Lewis & Lamey , 1998).
3.6. Faktor-Faktor Predisposisi Timbulnya Recurrent Aphthous Stomatitis
(RAS)
1. Faktor Genetik
Faktor genetik dianggap memainkan peranan yang sangat besar pada
11
pasien yang menderita RAS. Insiden RAS dipercaya meningkat pada pasien yang
memiliki riwayat keluarga positif terkena RAS. Pasien dengan riwayat keluarga
RAS akan menderita RAS sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien
tanpa riwayat keluarga RAS (Haskell R., Gayford J.J. 1990).
2. Faktor Lokal
Faktor lokal yang dimaksud dalam hal ini adalah:
a. Hal pertama yang harus dipikirkan adalah kebersihan gigi karena kebersihan
gigi yang buruk sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang
berulang.
b. Trauma mekanis yang dapat disebabkan oleh:
- Tergigit pada bagian mukosa pipi, mukosa mulut atau lidah
- Akibat perawatan gigi
- Kebiasaan buruk
c. Mengkonsumsi air dingin atau air panas.
d. Penggunaan obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (alkohol,
lemon/gliserin).
e. Penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari RAS.
3. Faktor Hormon
Pada wanita, hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen
dan progesterone. Pada masa pra-menstruasi korpus luteum mensekresi sejumlah
besar progesterone dan estrogen. Hormon ini memberi umpan balik negatif
terhadap kelenjar hipopisis anterior dan hypothalamus kira- kira 3-4 hari sebelum
menstruasi sehingga menekan produksi hormon pada kelenjar tersebut seperti
12
FSH, LH, maupun hormon pertumbuhan. Menurunnya kerja hormon hipoposis
akan mempengaruhi seluruh/hampir seluruh jaringan tubuh termasuk rongga
mulut. Dimana kemampuan sintesis protein sel akan menurun sehingga
metabolisme sel-sel juga akan menurun (Lynch et al., 1994; Lewis & Lamey ,
1998).
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan
progesterone secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadi
penurunan aliran darah sehingga suplai darah utamanya daerah perifer menurun
sehingga terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut,
memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan
terhadap jaringan lunak mulut sehingga rentan terhadap iritasi lokal sehingga
mudah terjadi RAS (Houston, 2009).
4. Faktor Defisiensi Nutrisi
Defisiensi hematinic (besi, asam folat, vitamin B1, B2,B6, B12)
kemungkinan 2x lebih besar terkena RAS dibandingkan orang yang sehat.
Defisiensi vitamin tersebut memegang peranan penting dalam patogenesis RAS
dapat menyebabkan menurunnya kualitas mukosa sehingga bakteri mudah
melekat pada mukosa, dan menurunnya sintesis protein sehingga menghambat
metabolisme sel.
5. Faktor Imunologi
Pada pasien RAS terjadi perubahan cell-mediated imun yairu respon
imunologi yang abnormal terhadap jaringan mukosa mulut sendiri. Dalam
peristiwa ini mungkin terjadi peningkatan jumlah limfosit T CD8+ dalam aliran
darah perifer dan atau terjadi penurunan limfosit T CD4+ meskipun jumlah total
limfosit T CD3+ menurun di perifer. Pada penderita RAS aktif, kemungkinan
terjadi penurunan persentase CD4+ virgin T sel dan peningkatan persentase CD4+
memori T sel.
13
Pada fase preulseratif RAS, ditemukan infiltrasi lokal mononuclear yang
terdiri dari large granular limfosit (LGL) dan CD4+. Fase ulseratif terlihat CD4+
cytotoxic suppressor cell tetapi selama masa penyembuhan berangsur-angsur
digantikan oleh sel CD4+, dan kadang terlihat pula leukosit PMN (Lynch et al.,
1994; Lewis & Lamey , 1998).
6. Faktor Mikroorganisme
Beberapa mikroorganisme di dalam rongga mulut juga diduga berperan
penting dalam patogenesis RAS, terutama golongan Streptococcus. Berdasar
penelitian terdahulu, kecenderungan lebih besar untuk terjadi reaksi
hypersensitivitas tipe lambat terhadap Streptococcus sanguis diantara pasien RAS
(Lynch et al., 1994).
7. Faktor Stress
Stress sangat berpengaruh pada sejumlah perubahan hidup yang terjadi
termasuk kemampuan dalam menimbulkan suatu penyakit. Stress dapat disertai
rasa cemas dan kadang terlihat adanya depresi. Kejadian stress dapat memberikan
respon terhadap tubuh baik itu respon fisiologis, respon psikologis, respon
hormonal, maupun respon hemostatik. Aktifnya hormon glukokortikoid pada
orang yang mengalami stress menyebabkan meningkatnya katabolisme protein
sehingga sintesis protein menurun. Akibatnya metabolisme sel terganggu
sehingga rentan terhadap rangsangan (mudah terjadi ulcer). Selama stess
berlangsung dapat terjadi defisiensi niasin dan ascorbid acid.
8. Faktor Penyakit Sistemik
RAS ditemukan pada penderita penyakit sistemik seperti inflammatory
bowl disease, chorn disease, HIV dan AIDS, dan celiac sprue. Celiac sprue atau
sprue topical yang merupakan sindroma malabsorpsi yang tidak diketahui
penyebabnya. Penyakit ini berhubungan dengan kekurangan folat dan malabsorbsi
vitamin B12, lemak, dan nutrien lainnya. Dengan adanya kelainan malabsorbsi
14
tersebut maka akan semakin memicu terjadinya defisiensi nutrisi yang merupakan
faktor predisposisi timbulnya RAS (Lynch et al., 1994).
9. Faktor Alergi dan Sensitifitas
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan
(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi
antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein
yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya
sendiri.
RAS dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa
bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan
bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak
dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous.
Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga
berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk
daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi RAS (Houston,
2009).
10.Faktor Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan RAS dengan merokok.
Pasien yang menderita RAS biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat
prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari RAS diantara perokok berat
berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami
RAS setelah berhenti merokok (Lynch et al., 1994).
3.7. Pengobatan dan Pencegahan pada Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
3.7.1. Bentuk Pengobatan pada Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
Pengobatan terhadap penyakit ini dapat menggunakan beberapa jenis
obat baik dalam bentuk salep, obat tetes maupun obat kumur. Saat ini sudah
15
tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi terjadinya sariawan. Obat-obat yang
lazim digunakan, antara lain:
1. Analgesik lokal (tablet hisap atau obat kumur), misalnya Benzydamine
(Tanflex, Tantum). Tablet hisap dapat digunakan setiap 3-4 jam (maksimum 12
tablet perhari) hingga sembuh (maksimum 7 hari). Sedangkan obat kumur
digunakan berkumur selama 1 menit, setiap 3 jam hingga sembuh (maksimum 7
hari).
2. Anestesi lokal (cairan atau gel oles), misalnya Lidokain, benzokain,
dioleskan pada sariawan (sering dioleskan karena efek anestesi berlangsung
singkat).
3. Antiseptik (obat kumur), misalnya iodin povidon (bethadin, septadine,
molexdine), klorheksidin (minosep), heksetidin (bactidol, hexadol).
4. Kortikosteroid, misalnya triamsinolon (ketricin, kenalog in orabase),
dioleskan 2-3 kali sehari sesudah makan (maksimal 5 hari).
5. Produk lain yang cukup dikenal adalah policresolen (albothyl)
konsentrat Obat ini bersifat hemostatik lokal dan kauter.
3.7.2. Bentuk Pencegahan pada Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
Tindakan pencegahan timbulnya SAR dapat dilakukan diantaranya
dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta mengkonsumsi
nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12 dan zat besi.
Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan berkumur-kumur
menggunakan air garam hangat atau obat kumur. SAR juga dapat dicegah dengan
mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti sayur dan buah yang
mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi.
16
BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Recurrent aphthous stomatitis (RAS) adalah radang yang terjadi di daerah
mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan dengan permukaan
yang cekung, ulser tersebut dapat berupa ulser tunggal maupun kelompok.
2. RAS dibagi menjadi dua tipe: RAS akut dan kronis, sedangkan menurut
ukurannya secara klinis dibagi menjadi tiga subtipe: minor, mayor, dan
hipertiformis.
3. Ulser minor memiliki diameter yang besarnya kurang dari 1 cm dan sembuh
tanpa disertai pembentukan jaringan paut. Ulser mayor memiliki diameter
lebih besar dari 1 cm dan akan membentuk jaringan parut pada
penyembuhannya. Ulser herpetiformis dianggap sebagi suatu gangguan klinis
yang berbeda, yang bermanifestasi dengan kumpulan ulser kecil yang rekuren
pada mukosa mulut.
4. Beragai faktor predisposisi yang merupakan penyebab terjadinya RAS
diantaranya trauma, stres, hormonal, genetik, infeksi mikroorganisme dan
faktor imunologi serta kekurangan zat besi, folate atau vitamin B1, B2, B6 dan
B12.
5. Pencegahan terhadap sariawan dapat diberikan obat-obatan seperti obat tetes,
obat kumur, ataupun obat oles (salep) serta pemenuhan nutrisi seperti vitamin
B12, vitamin C dan zat besi.
17