lembaran kerja mahasiswa (lkm) v

13
PENGUMUMAN MATA KULIAH FARMASETIKA I DOSEN: SYOFYAN, SSI, M.FARM, APT TATA TERTIB PERKULIAHAN KE- 5 DENGAN METODE STUDENT CENTRE LEARNING (SCL) BERBASIS PBL 1. Masing-masing kelompok mendapat 1 narasi dengan topik emulsi. 2. Lima (5) langkah urutan kerja dalam LKM yaitu sebagai berikut: a. NARASI Diberikan oleh dosen b. KEY WORDS/TERMINOLOGI: Membuat/menemukan beberapa key words/terminologi dari narasi/topik yang diberikan dan mencari defenisi dari key word/terminologi tersebut. c. PETA KONSEP/MIND MAP Membuat peta konsep (mind map) dari narasi tersebut sehingga tergambar jelas hubungan antara satu key word dengan key word yang lain. d. RESUME Menyimpulkan tujuan pembelajaran (learning objective/LO) dari topik tersebut. Pada LKM ditulis seperti contoh ini: Berdasarkan peta konsep di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang diperoleh dari narasi/topik ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan beda ...., 2. Menjelaskan pengertian... 3. Menjelaskan alur/proses .... 4. Mejelaskan sifat ... 5. Menjelaskan mekanisme... CATATAN: Tujuan pembelajaran yang ditulis harus tergambar dalam peta konsep/mind map. e. REFERENSI Melampirkan satu jurnal internasional hasil penelitian bukan literature riview. Isi jurnal harus relevan dengan topik yang dibahas. Dari jurnal ini, kemudian dibuat ringkasan isi jurnal sesuai format terlampir. 3. Mahasiswa duduk per kelompok. Perkuliahan dimulai dengan urutan sebagai berikut: a. DISKUSI ANTAR KELOMPOK Tiap 3-4 kelompok membentuk kelompok baru dan mendiskusikan hasil LKM masing-masing kelompok. LUARAN

Upload: putri-lidya

Post on 22-Nov-2015

87 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

PENGUMUMAN

MATA KULIAH FARMASETIKA I

DOSEN: SYOFYAN, SSI, M.FARM, APT

TATA TERTIB PERKULIAHAN KE- 5DENGAN METODE STUDENT CENTRE LEARNING (SCL) BERBASIS PBL1. Masing-masing kelompok mendapat 1 narasi dengan topik emulsi. 2. Lima (5) langkah urutan kerja dalam LKM yaitu sebagai berikut:

a. NARASI

Diberikan oleh dosen

b. KEY WORDS/TERMINOLOGI: Membuat/menemukan beberapa key words/terminologi dari narasi/topik yang diberikan dan mencari defenisi dari key word/terminologi tersebut. c. PETA KONSEP/MIND MAPMembuat peta konsep (mind map) dari narasi tersebut sehingga tergambar jelas hubungan antara satu key word dengan key word yang lain.d. RESUMEMenyimpulkan tujuan pembelajaran (learning objective/LO) dari topik tersebut. Pada LKM ditulis seperti contoh ini: Berdasarkan peta konsep di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang diperoleh dari narasi/topik ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan beda ...., 2. Menjelaskan pengertian... 3. Menjelaskan alur/proses .... 4. Mejelaskan sifat ... 5. Menjelaskan mekanisme... CATATAN: Tujuan pembelajaran yang ditulis harus tergambar dalam peta konsep/mind map.

e. REFERENSI

Melampirkan satu jurnal internasional hasil penelitian bukan literature riview. Isi jurnal harus relevan dengan topik yang dibahas. Dari jurnal ini, kemudian dibuat ringkasan isi jurnal sesuai format terlampir.

3. Mahasiswa duduk per kelompok. Perkuliahan dimulai dengan urutan sebagai berikut:

a. DISKUSI ANTAR KELOMPOK

Tiap 3-4 kelompok membentuk kelompok baru dan mendiskusikan hasil LKM masing-masing kelompok. LUARAN dari diskusi ini adalah membuat satu peta konsep baru dan LO dalam kertas chart hasil rembuk antar kelompok. Chart selanjutnya ditempel di dinding kelas dengan menggunakan lakban.

b. DISKUSI PLENO

Perwakilan kelompok besar (kelompok baru) dipilih secara acak mempresentasikan secara ringkas dan terhadap peta konsep yang dibuat dan telah ditempel di depan kelas, dan kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapinya.

c. RANGKUMAN: Pada akhir perkuliahan, dosen memberikan tanggapan terhadap diskusi topik yang berkembang.Catatan:

Kelas Selasa:Kelompok 2 R1, Kelp 4 R1, Kelp 4 R2 dan Kelp 7 I membentuk Kelompok A

Kelompok 5 R1, Kelp 5 R2, Kelp 5 R2 dan Kelp 6 I membentuk Kelompok B

Kelompok 6 R1, Kelp 7 R2, Kelp 4 I dan Kelp 10 I membentuk Kelompok CKelompok 7 R1, Kelp 6 R2, Kelp 8 R2 dan Kelp 3 I membentuk Kelompok D

Kelompok 8 R1, Kelp 9 R1, Kelp 10 R2 dan Kelp 8 I membentuk Kelompok E

Kelompok 10 R1, Kelp 9 R2, Kelp 1 R2 dan Kelp 9 I membentuk Kelompok F

Kelompok 1 R1, Kelp 1 R2, Kelp 10 I dan Kelp 1 I membentuk Kelompok G

Kelompok 3 R1, Kelp 2 R2, dan Kelp 6 I membentuk Kelompok HKelas Rabu

Kelompok 3 RM 1, Kelp 1 RM 1, Kelp 2 RM 2 membentuk Kelompok A

Kelompok 4 RM 1, Kelp 5 RM 2, Kelp 7 RM 2 membentuk Kelompok B

Kelompok 5 RM 1, Kelp 4 RM 2, Kelp 1 RM 2 membentuk Kelompok CKelompok 6 RM 1, Kelp 2 RM 1, Kelp 3 RM 2, Kelp 6 RM 2 membentuk Kelompok D

Contoh lembar kerja mahasiswa:

LEMBARAN KERJA MAHASISWA

FARMASETIKA I

SEMESTER GENAP 2012/2013

FAKULTAS FARMASI

UIVERSITAS ANDALAS Tugas Ke : 7Kelompok : 13R204Nama Kelp:

Hari : Selasa

Tanggal : 02-04-2013

Dosen : Syofyan, S.S.i, M.Farm, Apt

NoNo. BPNamaTanda Tangan

1

2

3

4

Bagian Penilaian

(Diisi oleh dosen)

NoUnsur PenilaianKriteria(tiap unsur maksimal 10 poin)Nilai

1Key WordsKey words ada ditulis berikut dengan penjelasannya

2Peta KonsepHubungan antara satu key word dengan key word lain tergambar dengan terurut dan lengkap/jelas

3ResumeTujuan pembelajaran yang diperoleh tepat dan tergambar pada peta konsep

4Jurnal/ReferensiJurnal internasional ada dan relevan dengan topik yang dibahas serta dibuat ringkasan isi jurnal tersebut

Total Nilai

Catatan Khusus

ANARASI

Exemestan yang sukar larutPT Andalas Farma menugaskan kepada Andi selaku formulator untuk mengembangkan sediaan dengan zat aktif Exemestan yang memiliki masalah dalam hal kelarutannya. Andi kemudian melakukan studi pustaka terhadap hal tersebut dan menemukan kutipan pustaka dari 2 referensi yang berbeda yaitu sebagai berikut:

Referensi ke-1

Oral route has been the major route of drug delivery for the chronic treatment of many diseases. Nearly 40% of new drug candidates exhibit low water solubility and hence high intra- and inter-subject variability and lack of dose proportionality. The formulation of such poorly water-soluble drugs is one of the most challenging tasks to the formulation experts. An enhancement in the solubility and dissolution rate can improve the oral bioavailability of such drugs, which further improves the therapeutic efficacy and patient compliance.

Exemestane (androsta-1,4 diene-3,17-dione-6-methylene) is a novel, very potent, orally active, selective, and irreversible steroidal aromatase inhibitor used in the adjuvant treatment of hormonally responsive breast cancer in postmenopausal women. It acts as a false substrate for the aromatase enzyme and is processed to an intermediate that binds irreversibly to the active site of the enzyme causing its inactivation, an effect also known as suicide inhibition.

Due to the absence of intravenous formulation, determination of absolute bioavailability in human was not possible. Preclinical data in animals (rats and dogs) when exemestane was administered via IV route (formulated in polypropylene glycol and saline 50:50 v/v) indicated that the absolute bioavailability was about 5%. Limited aqueous solubility and high lipophilicity limits the therapeutic outcome for all treatments requiring exemestane. It would be desirable to extend the therapeutic potential of exemestane by increasing the bioavailability of the drug and/or by reducing interpatient variability in plasma concentration. This could be useful in enabling a reduction in the daily dose of exemestane required to achieve the same level of bioavailability seen with a conventional formulation. This would increase predictability of the treatment and increase uniformity of treatment in patient population.

Referensi ke-2

Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan. Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat lipofilik atau hidrofobik, adalah dengan membuat sediaan mikro emulsi. Penerimaan oleh pasien menjadi alasan yang paling penting mengapa mikro emulsi menjadi bentuk sediaan farmasi yang terkenal. Untuk obat yang mempunyai rasa tidak menyenangkan dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi mikro emulsi. Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi. Bila dibandingkan dengan emulsi, banyak karakteristik dari mikroemulsi yang membuat sediaan ini menarik untuk digunakan sebagai salah satu sistem penghantaran obat (drug delivery system). Antara lain mempunyai kestabilan dalam jangka waktu lama secara termodinamika, jernih dan transparan, dapat disterilkan secara filtrasi, biaya pembuatan murah, mempunyai daya larut yang tinggi serta mempunyai kemampuan berpenetrasi yang baik. Karakteristik tersebut membuat mikroemulsi mempunyai peranan penting sebagai alternatif dalam formula untuk zat aktif yang tidak larut

Berdasarkan kutipan pustaka di atas, maka Andi mencoba membuat disain terhadap sediaan mikro emulsi dengan zat aktifnya Exemestane. Coba Saudara buat peta konsep dari uraian di atas, sehingga tergambar bagaimana obat itu didisain dan formula beserta evaluasinya.BKEY WORDS

1. Sediaan mikroemulsi2. Karakteristik sediaan mikroemulsi3. Beda sediaan emulsi dengan mikroemulsi4. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi5. Hal-hal penting dalam produksi sediaan mikroemulsi

6. Faktor yang mempengaruhi pembentukan mikroemulsi

7. Kelebihan sediaan mikroemulsi

CPETA KONSEP/MIND MAP

(dibuat pada satu halaman dan boleh ditulis tangan)

DRESUME

Berbagai teknik solubilisasi dalam sistem penghantaran obat (drug delivery system) untuk meningkatkan bioavailabiliats obat-obat hidrofobik telah banyak diteliti dan dikembangkan. Salah satu teknik solubilisasi tersebut dilakukan dengan cara pembuatan sediaan mikroemulsi (Nandi I et all, 2003 )

Mikroemulsi adalah suatu sistem dispersi minyak dengan air yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan. Surfaktan yang digunakan dapat tunggal, campuran, atau kombinasi dengan zat tambahan lain (Bakan JA, 1996 ).

Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi. Tetapi karakteristik sediaan mikroemulsi memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan emulsi biasa. Karakteristik tersebut antara lain bersifat stabil secara termodinamika, jernih, transparan atau translucent, viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat tersebut di dalam tubuh (Bakan J.A 1995; Ping Li et all 2005; Lawrence M.J & G.D Rees 2000).

KELEBIHAN MIKROEMULSI

Mikroemulsi adalah sistem pembawa obat potensial untuk berbagai rute administrasi. Ini adalah keuntungan sediaan mikroemulsi dibandingkan dengan sediaan lain:

a) Termodinamika stabil dan membutuhkan energi minimum untuk pembentukan.

b) Kemudahan manufaktur dalam skala besar

c) Dapat meningkatkan solubilisasi dan bioavailabilitas.

d) Dapat dikendalikan sehingga dibuat target dari obat tersebut.[Ghosh et.al. 2006]

HAL YANG PENTING UNTUK MEMPRODUKSI MIKROEMULSI

1. Tegangan antar muka yang rendah antara fase air dan minyak. [ < 10-3 mN/m]

2. Konsentrasi surfaktan yang cukup (10-40%) untuk menutupi permukaan yang baru dibuat dalam mikroemulsi

3. Fluiditas rendah dan viskositas rendah yang mencukupi dari permukaan selaput secara spontan membentuk tetesan mikro dengan radius kelengkungan kecil (50-500) [Bagwe et.al., 2001]

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN MIKROEMULSI

a. Packing rasio: (hydrophilelipophile balance ) HLB dari surfaktan menentukan jenis mikroemulsi melalui pengaruhnya terhadap pembentuk film pada fase terdispersi atau fase dalam. [Carlfors et. al., 1991]b. Sifat dari fase surfaktan, minyak dan suhu: Jenis mikroemulsi tergantung pada sifat surfaktan. Surfaktan berisi kelompok kepala hidrofilik dan lipofilik kelompok ekor. Bagian kepala cenderung menempel pada fase air sedangkan ekor pada fasa minyak . Ketika surfaktan yang digunakan berkonsentrasi tinggi atau surfaktan dengan adanya garam, derajat disosiasi gugus polar menjadi sistem yang lebih rendah dan berkemungkinan menghasilkan w/o (atau a/m) .Pengenceran dengan air dapat meningkatkan disosiasi dan mengarah ke sistem o / w. Surfaktan ionik sangat dipengaruhi oleh suhu. Hal ini menyebabkan peningkatan surfaktan kontra-ion disosiasi. Komponen minyak juga mempengaruhi kelengkungan sehingga akan mempengaruhi konsentrasi surfaktan.. Pendeknya rantai minyak dapat menembus sebagian besar kelompok lipofilik dan menghasilkan peningkatan kelengkungan negatif. Suhu sangat penting dalam menentukan terjadinya tipe emulsi. Pada suhu rendah, mereka hidrofilik dan bentuk normal o / w (m/a) sistem. Pada suhu tinggi, mereka lipofilik dan membentuk w / o (a/m) sistem [Rao et.al. 2009].Pada suhu menengah, mikroemulsi berdampingan dengan kelebihan air dan fase minyak dan struktur bentuk bicontinuous.

c. Panjang rantai, jenis dan sifat kosurfaktan: Alkohol banyak digunakan sebagai kosurfaktan dalam mikroemulsi. Penambahan kosurfaktan rantai yang lebih pendek memberikan efek kelengkungan positif alkohol membengkak kepala daerah lebih dari wilayah ekor sehingga, menjadi lebih hidrofilik dan o / w (m/a) tipe disukai, sedangkan kosurfaktan rantai punya w/o jenis oleh alkohol bengkak di daerah rantai dari kepala daerah. [Rao et.al. 2009]

PEMBENTUKAN MIKROEMULSI

Mikroemulsi adalah termodinamika stabil, sehingga dapat menyiapkan hanya dengan pencampuran minyak, air, surfaktan dan kosurfaktan dengan agitasi ringan atau panas ringan. Zat minyak atau fasa internal diagitasi atau diaduk sampai terbentuk skala mikro dan dengan penambahan surfaktan dapat terjamin stabil fasa intermediatenya dalam skala tersebut sehingga sediaan tersebut tidak mengalami pemecahan. [Rao et.al. 2009]

Penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembentukan mikroemulsi dan stabilitas yang dimiliki oleh sistem tersebut. Salah satu menjelaskan mekanisme pembentukan mikroemulsi film campuran (mixed film), yang menyatakan bahwa mikroemulsi dapat terbentuk karena adanya pembentukan lapisan film campuran pada daerah antar muka dan tegangan antar muka yang dihasilkan sangat rendah. Namun ada juga yang menyatakan bahwa sistem mikroemulsi adalah sistem yang secara alami merupakan sistem fase tunggal (teori stabilitas) [Swarbrick, 1995].

Sistem mikroemulsi umumnya lebih sulit diformulasikan daripada emulsi biasa, karena pembentukkan sistem ini merupakan proses yang sangat spesifik yang melibatkan interaksi spontan diantara molekul-molekul penyusun. Struktur asosiasi yang dihasilkan dari komponen-komponen ini pada suhu tertentu tidak hanya tergantung dari struktur kimia penyusun tetapi dari konsentrasi yang digunakan juga [Eka, 2010].

EVALUASI MIKROEMULSI

Stabilitas dan ketahanan suatu mikro emulsi dapat diuji melalui beberapa tahapan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan mikroemulsi antara lain pemeriksaan organoleptik, penentuan tipe mikro emulsi, ukuran global, viskositas sediaan, pH sediaan, dan uji stabilitas dengan metode freeze-thaw. Evaluasi organoleptik dilakukan dengan mengamati terjadinya pemisahan fase atau pecahnya emulsi, bau tengik dan perubahan warna. Penentuan tipe mikroemulsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu uji kelarutan zat warna dan uji pengenceran [Martin, 1993].

Uji kelarutan zat warna dilakukan dengan menggunakan zat warna larut air seperti metilen biru atau biru brilian CFC yang diteteskan pada permukaan emulsi. Jika zat warna larut dan berdifusi homogen pada fase eksternal yang berupa air, maka tipe emulsi adalah M/A (o/w). Jika zat warna tampak sebagai tetesan di fase internal, maka tipe adalah A/M (w/o). Hal yang terjadi sebaliknya adalah jika digunakan zat warna larut minyak (Sudan III) [Priyanka, 2009].

Uji pengenceran dilakukan dengan cara mengencerkan mikro emulsi dengan air. Jika emulsi tercampur baik dengan air, maka tipe mikro emulsi adalah M/A (o/w). Sebaliknya jika air yang ditambahkan membentuk globul pada emulsi maka tipe emulsi adalah A/M (w/o).[Martin, 1993].

Mikroemulsi merupakan dispersi cair-cair dalam bentuk miselar dengan ukuran partikel 10-100 nm. Dalam mikroemulsi terjadi solubilisasi miselar dimana misel-misel bergabung dan membutuhkan konsentrasi surfaktan yang tinggi.

Faktor yang harus diperhatikan dalam mikroemulsi:

1. Luas permukaan partikel terdispersi: memepengaruhi enersi antar muka.

2. Stabilita fisik dan pembentukan sistem yang spontan.

3. Derajat solubilisasi: misel surfaktan, globul emulsi, dan solubilisasi yang terjadi.

4. Kinetika solubilisasi tergantung dari derajat solubilisasi dan transisi misel surfaktan dan globul emulsi.

5. Pengaruh temperatur dan komposisi mikroemulsi.

Mikroemulsi mempunyai partikel yang lebih kecil, luas permukaan lebih besar tetapi karena adanya konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang tinggi menyebabkan partikel terselimuti secara rapat sehingga lebih stabil daripada emulsi biasa dan tidak memerlukan pengocokkan yang kuat. Co-surfaktan diperlukan untuk menurunkan hidrofilisitas fase air. Contoh co-surfaktan: etoksidiglikol, poligliseril 6-dioleat, poligliseril 6-isostearat, poligliseril 3-diisostearat.

Sifat mikroemulsi:

Ukuran partikel 10-100 nm

Stabil

Sederhana

Ada kekuatan solubilisasi

Ada peningkat aktivitas

Penampilan: cair dan transparan.

Contoh formula:

Gliserin

Trietanolamin

Mg-alumunium silikat

Metil paraben

Air

Pada mikroemulsi, fase minyak memakai yang viskositasnya rendah. Hal ini dikarenakan agar densitasnya tidak naik sehingga mudah dicampur dan tidak kriming.EREFERENSI

Eka Pramudiana. 2010. Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Griseofulvin Dalam Bentuk Sediaan Mikroemulsi Serta Uji Difusi Secara In Vitro. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. IndonesiaPriyanka Utama,. 2009. Formulasi Dan Uji Stabilitas Mikroemulsi Ketokonazol Sebagai Antijamur Cansida albicans Dan Tricophyton mentagrophytes. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Indonesia.Martin, A., J. Swarbick, and A Cammarata. 1993. Farmasi Fisik. Edisi III. Penerjemah: Yoshita. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.Swarbrick, J and J.C. Boylan. 1995. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Volume IX. New York. Marcel Dekker. P 375-399.J. Carlfors, I. Blute,V. Schmidt, 1991. Lidocaine in microemulsion- a dermal delivery system, J. Disp. Science. TechnologyRINGKASAN ISI JURNAL

1LATAR BELAKANG/MASALAH PENELITIAN

Tuliskan apa latar belakang/masalah pokok penelitian yang dilakukan oleh peneliti

2PEMECAHAN MASALAH/TUJUAN PENELITIAN

Tuliskan bagaimana upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk memecahkan masalah yang telah dinyatakan dalam latar belakang tadi.

3METODE PENELITIAN

Tuliskan prosedur penelitan (yang paling utama) yang dilakukan untuk memecahkan masalah di atas

4KESIMPULAN

Tuliskan apa kesimpulan dari penelitian tersebut

5CATATAN PENTING

Tuliskan apa catatan penting yang Saudara temukan dari penelitian tersebut, bisa berupa teori-teori yang berkaitan dengan tema kuliah seperti emulsi.