lembar pengesahan panitia ujian...

95

Upload: duongtram

Post on 06-Feb-2018

266 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter
Page 2: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

Skripsi yang berjudul “PERANAN GURU DALAM PENINGKATANMOTIVASI BERBICARA BAHASA INDONESIA YAG BAIK DANBENAR SISWA SD DAN MI DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR” disusunoleh Wahyu Samadyo Nugroho, NIM 108018300009 diajukan kepada FakultasIlmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 13 Juli2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelarSarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Guru MadrasahIbtidaiyah.

Jakarta, 13 Juli 2015Panitia Sidang Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan PGMI)Dr. Khalimi. M.Ag. ………………… …………………NIP. 19650515 199903 1 006

Sekretaris (Sekretaris Jurusan)Asep Ediana Latip, M.Pd. ………………… …………………NIP. 19810623 200912 1 003

Penguji IDona Aji Karunia Putra, M.A ………………… ………………NIP. 19840409 201101 1 015

Penguji IIDra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd ………………… …………………NIP. 19640212 1997 03 2 001

MengetahuiDekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr Ahmad Thib Raya, MA19550421 198203 1 007

Page 3: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

PERANAN GURU DALAM PENINGKATAN MOTIVASI BERBICARABAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR SISWA SD DAN MI DI

KECAMATAN CIPUTAT TIMUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah danKeguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

WAHYU SAMADYO NUGROHO108018300009

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fauzan, MA Makyun Subkhi, M.HumNIP. 19761107 200701 1 013 NIP. 19800305 200901 1 015

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAHFAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

2015

Page 4: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul “Peranan Guru dalam Peningkatan Motivasi Berbicara

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Siswa SD dan MI di Kecamatan

Ciputat Timur” disusun oleh Wahyu Samadyo Nugroho, NIM 108018300009,

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah

sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 16 Juni 2015

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fauzan, M.A Makyun Subkhi, M.HumNIP. 19761107 200701 1 013 NIP. 19800305 200901 1 015

Page 5: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

i

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Wahyu Samadyo Nugroho

Tempat/Tgl lahir : Jakarta, 22 Mei 1990

NIM : 108018300009

Fak/Jur : FITK/PGMI

Judul Skripsi : Peranan Guru dalam Peningkatan Motivasi Berbicara Bahasa

Indonesia yang Baik dan Benar pada Siswa SD dan MI di Kecamatan

Ciputat Timur

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah penulis cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya atau skripsi ini bukan asli karya penulis atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi

berdasarkan undang-undang yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Juli 2015

Wahyu Samadyo Nugroho

NIM 108018300009

Page 6: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

ii

ABSTRAK

Nama : Wahyu Samadyo Nugroho

NIM : 108018300009

Judul : Peranan Guru dalam Peningkatan Motivasi Berbicara Bahasa

Indonesia yang Baik dan Benar pada Siswa SD dan MI

di Kecamatan Ciputat Timur

Di dalam pelajaran Bahasa Indonesia, guru harus dapat membawa semuasiswanya ke arah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap guru harusmenyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya akan menjadi unsur-unsur pembinaan bagisiswa. Di samping mendidik dan mengajar yang dilaksanakan dengan sengaja oleh gurukepada siswanya, kepribadian guru, sikap, cara bergaul, dan cara berbicara gurupun ikutmempengaruhi keadaan para siswanya dalam bersikap dan belajar. Guru juga harus dapatmemperbaiki pendidikan bahasa yang telah terlanjur diterima oleh sang anak, baik dalamkeluarga maupun masyarakat di sekitarnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan guru dalam peningkatanmotivasi berbicara bahasa Indonesia siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu denganmenggunakan data-data kualitatif berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasikepada variabel-variabel yang diteliti sesuai kondisi yang sebenarnya. Sampel dalampenelitian ini adalah 12 informan dari 12 sekolah di Kecamatan Ciputat Timur.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa peranan guru-gurudalam meningkatkan motivasi siswa berbahasa Indonesia yang baik dan benar beranekaragam mulai dari menghimbau untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baikdan benar, membiasakan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, memberi hukumanjika ada yang berbicara tidak sopan dan kotor berupa menulis surat, membiasakanmenulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter cilik. Peranguru tersebut sudah baik tapi belum maksimal mengingat bahasa Indonesia saat ini sudahterpengaruhi oleh unsur-unsur asing dan motivasi berbahasa Indonesia yang baik danbenar siswa masih rendah.

Page 7: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa

terlimpah dan tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat, serta seluruh

umat manusia.

Sebagai rasa syukur atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

diantaranya:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Fauzan, M.A dan Makyun Subuki, M.Hum yang telah meluangkan waktunya dan

perhatiannya untuk membimbing dan mengoreksi setiap tulisan-tulisan di dalam

skripsi ini.

4. Dosen pembimbing akademik, Dr. Sururin, M.A yang telah banyak membantu

penulis dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta

bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah

Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT, Amin.

6. Seluruh staf Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Guru-guru kelas SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur atas doa, motivasi serta

pemberian kesempatan untuk diwawancarai dan data-data lainnya yang penulis

perlukan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Teristimewa untuk ayahanda Parino Hardjo Sentono dan Ibunda tercinta Kartinah

yang telah membesarkan penulis, menyayangi, dan mendidik penulis dengan ikhlas

Page 8: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

iv

dan penuh kesabaran. Serta untuk adikku Nurul Handayani yang juga selalu

mensupport.

9. Teman-teman seperjuangan PGMI angkatan 2008 yang banyak memberikan bantuan

dan motivasi yang sangat berarti selama masih kuliah. Semoga kita selalu kompak

dan sukses untuk kita semua, Amin.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak

disebutkan satu persatu hingga penelitian ini bisa diselesaikan. Semoga bantuan yang

telah diberikan menjadi amal `shaleh yang memperberat timbangan kebaikan kita di

akhirat kelak. Pintu kritik, saran dan ide terkait dengan penelitian akan selalu penulis

buka dengan pintu penuh suka cita.

Jakarta, 6 Juli 2015

Penulis

Wahyu Samadyo NugrohoNIM 108018300009

Page 9: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN..........................................................................................i

ABSTRAK .....................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...................................................................................................iv

DAFTAR ISI..................................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah .....................................................................................1

B. Identifikasi Masalah............................................................................................7

C. Pembatasan Masalah ...........................................................................................7

D. Perumusan Masalah ............................................................................................7

E. Tujuan Penelitian ................................................................................................8

F. Manfaat Penelitian ..............................................................................................8

BAB II KAJIAN TEORI..............................................................................................9

A. Peranan Guru Bahasa Indonesia .........................................................................9

1. Pengertian Peranan Guru ................................................................................11

2. Macam-Macam Peranan Guru ........................................................................12

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peranan Guru .........................................14

B. Motivasi Penggunaan Bahasa Indonesia.............................................................15

1. Pengertian Motivasi ......................................................................................15

2. Jenis-Jenis Motivasi dan Fungsinya..............................................................17

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi ...............................................19

C. Pengertian Bahasa Indonesia ..............................................................................20

1. Pengertian Bahasa .........................................................................................20

2. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia....................................................................21

3. Bahasa Indonesia Standar atau Baku ............................................................24

4. Ucapan dan Pelafalan....................................................................................25

5. Perencanaan Bahasa......................................................................................30

Page 10: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

vi

6. Pemertahanan Bahasa ...................................................................................31

7. Ragam Bahasa...............................................................................................32

a. Variasi dari Segi Penutur ........................................................................33

b. Variasi dari Segi Pemakaian ...................................................................33

c. Variasi dari Segi keformalan ..................................................................34

d. Variasi dari Segi Sarana..........................................................................36

8. Tujuan Berbahasa..........................................................................................37

9. Fungsi Bahasa ...............................................................................................39

10. Fungsi Bahasa Indonesia...............................................................................40

11. Berbicara .......................................................................................................41

12. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar........................................................42

D. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................................44

E. Kerangka Berpikir...............................................................................................45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................47

A. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................................47

B. Kisi-kisi Instrumen Penelitian.............................................................................48

C. Desain Penelitian ................................................................................................49

D. Informan Penelitian.............................................................................................49

E. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................51

F. Teknik Analisis Data...........................................................................................52

G. Validasi Data.......................................................................................................52

H. Sumber Data........................................................................................................53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................54

A. Gambaran Umum Kecamatan Ciputat Timur .....................................................54

B. Informan..............................................................................................................55

C. Hasil Penelitian ...................................................................................................56

1. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Interaksi Siswa dengan Guru............56

a. Penggunaan Unsur Bahasa Daerah ketika Berbicara Bahasa Indonesia.60

Page 11: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

vii

b. Penggunaan Bahasa Daerah Halus Supaya Terkesan Baik dan Sopan

ketika Berbicara Kepada Orang yang Lebih Tua atau Lebih Tinggi

Derajatnya atau Pangkatnya....................................................................60

c. Menyesuaikan Ragam Bahasa ketika Berbicara Bahasa Indonesia ........63

2. Peran Guru Kepada Siswa dalam Peningkatan Motivasi Berbahasa Indonesia

yang Baik dan Benar .....................................................................................65

BAB V PENUTUP.........................................................................................................81

A. Kesimpulan .........................................................................................................81

B. Saran ...................................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................83

LAMPIRAN

Page 12: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki kedudukan yang penting dalam rangka meningkatkan

sumber manusia yang berkualitas. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pengertian pendidikan sebagai

berikut: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.1Di dalam undang-undang tersebut dicantumkan juga

tentang tujuan pendidikan nasional: “Pendidikan nasional bertujuan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

berbudi pekerti luhur, memuliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan

rohani, ke1pribadian yang mantap dan mandiri, serta manjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab2

Pendidikan itu sendiri dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena

pendidikan menurut hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang memiliki

norma. Artinya, bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik dan anak didik

berpegang pada ukuran, norma hidup, pandangan terhadap individu dan

masyarakat,nilai-nilai moral, kesusilaan yang semuanya merupakan sumber norma di

dalam pendidikan.3Pendidikan juga pada dasarnya merupakan suatu upaya terus

menerus yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan peserta didik

dalam mempersiapkan seluruh potensi kemanusiaan peserta didik dalam

mempersiapkan mereka agar mampu menghadapi berbagai tantangan dalam

kehidupannya. Pendidikan bahasa sebagai salah satu yang sangat pentingnya turut

mengambil andil untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang bisa

berbicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan konteks dan dimana

1 Pemerdiknas, Undang-undang SISDIKNAS No. 20 Th.2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. II, h. 32 Ibid, h. 73 Munadi Yudhi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan, (Ciputat: Gaung Persada, 2008), Cet. I, h. 3

Page 13: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

2

keberadaanya serta mampu mengaplikasikan bahasa Indonesia dalam kehidupan

sehari-hari, baik di rumah maupun lingkungan masyarakat sekitar.

Dalam proses pendidikan, pendidikan memiliki peran kunci dalam

menentukan kualitas pembelajaran. Yakni menunjukkan cara mendapatkan

pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif), dan ketrampilan (psikomotorik).

Dengan kata lain tugas dan peran serta pendidik yang utama terletak pada aspek

pembelajaran. Pembelajaran adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.

Singkatnya, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh

kualitas pendidiknya. Seorang guru dalam kehidupan sehari-harinya selalu dijadikan

sebagai figur manusia yang selalu dapat digugu dan ditiru oleh siswanya.

Tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi masnusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis dan bertanggung jawab.4 Dalam sistem pendidikan kita yang serba

seragam, perbedaan kerap menjadi masalah masalah bagi pihak sekolah dan siswa.

Sistem pendidikan (atau sekolah) di Indonesia masih cenderung menyamaratakan

standar kecerdasan satu siswa dengan siswa lainnya dengan penilaian metode dan

parameter yang sangat sempit, yaitu aspek kognitif saja. Semua siswa, mulai dari

tingkat sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi “dipaksa” untuk memenuhi

standar pendidikan yang sempit ala “kacamata kuda” yang didesain oleh pengambil

kebijakan.5

Seorang guru khususnya bahasa Indonesia harus dapat membawa semua

siswanya ke arah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap guru

harus menyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya akan menjadi unsur-unsur

pembinaan bagi siswa. Di samping mendidik dan mengajar yang dilaksanakan dengan

sengaja oleh guru kepada siswanya, kepribadian guru, sikap, cara bergaul, dan cara

berbicara gurupun ikut mempengaruhi keadaan para siswanya dalam bersikap dan

belajar. Guru juga harus dapat memperbaiki pendidikan bahasa yang telah terlanjur

diterima oleh sang anak, baik dalam keluarga maupun masyarakat di sekitarnya. Hal

ini sesuai dengan pendapat Zakiyah Drajat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama: “guru

4 Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education), (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2009), cet 4, h. 35 Chatib Munif, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Di Indonesia, (Bandung: MizanPustaka, 2009), cet V, h. 12

Page 14: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

3

tidak hanya melakukan pendidikan tetapi sekaligus juga mengadakan pendidikan

ulang (re-education) terhadap apa yang telah diterima anak di masa sebelumnya.”6

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peranan guru adalah terciptanya

serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu

serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa

yang menjadi tujuannya. Di dalam proses pembelajaran, seorang guru tidak hanya

berperan sebagai pendidik atau pengajar saja.tetapi juga sebagai pemberi bimbingan

dan penyuluhan.

Sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan, pengetahuan, sikap

dan ketrampilan. Guru mengetahui bahwa pada akhir setiap satuan pembelajaran

kadang-kadang terjadi perubahan dan perkembangan pengetahuan. Mungkin pula

guru telah bersenang hati bila terjadi perubahan dan perkembangan di bidang

pengetahuan dan ketrampilan, karena dapat diharapkan efek tidak langsung, melalui

proses transfer bagi perkembangan di bidang sikap dan minat siswa.

Dengan kata lain, bahwa kemungkinan besar selama proses belajar mengajar

hanya tercapai perkembangan di bidang minat, sedangkan efek dan transfernya

kepada keseluruhan perkembangan sikap dan kepribadian berlangsung di luar situasi

belajar mengajar itu sendiri. Hal demikian itu tampaknya bersifat umum, walaupun

sesungguhnya kurang memenuhi harapan pengajar bahasa Indonesia. Dari kenyataan

itu pula terbukti bahwa peran guru sebagai pendidik dan pembimbing masih

berlangsung terus walaupun tugasnya sebagai pengajar telah selesai. Sebagai

pembimbing, guru lebih suka kalau mendapat kesempatan menghadapi sekumpulan

siswa di dalam interaksi belajar mengajar. Ia memberi dorongan dan menyalurkan

semangat mengiringi mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungan terhadap

orang lain dengan tenaganya sendiri.

Pemberian bimbingan bagi guru Bahasa Indonesia meliputi bimbingan belajar

dan bimbingan perkembangan penggunaan Bahasa Indonesia. Dengan demikian

membimbing dan pemberian bimbingan dimaksudkan agar setiap siswa menggunakan

Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai

siswa menganggap rendah atau merendahkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

nasional mereka. Banyak siswa – siswa SD sekarang yang justru menggunakan kata –

6 Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet 17, h. 125

Page 15: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

4

kata tidak jelas dalam percakapannya sehari-hari seperti ciyus, cungguh, cemungud,

enelan, dan masih banyak lagi.

Menurut pengamatan penulis sewaktu praktek mengajar mata pelajaran PKn di

SDN Cempaka Putih 4 Ciputat Timur bahwa siswa terasa asing terhadap bahasa

nasionalnya yaitu bahasa Indonesia. Mereka kurang ada motivasi menggunakan

bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam percakapan atau berbicara pada

kesehariannya, terutama di lingkungan sekolahnya. Keterasingan berbicara bahasa

Indonesia ini karena tidak adanya aturan yang

mengikat dalam penggunaanya. Bahkan guru sebagai pendidikpun malah

menggunakan bahasa daerah (Betawi). Hal ini dipicu karena tidak adanya guru yang

khusus mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu menurut pengamatan

penulis sewaktu praktek mengajar mata pelajaran matematika di SDN Pondok Ranji 1

Kecamatan Ciputat Timur bahwa tidak adanya guru yg khusus mengajar mata

pelajaran bahasa Indonesia dikarenakan menggunakan sistem guru kelas dimana

seorang guru kelas tersebut harus mengajar sebanyak 5 (lima) mata pelajaran yaitu

Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn. Serta dalam satu kelas terdapat 48

siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6.

Beberapa sekolah dasar di daerah tertentu kini sudah banyak yang

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar

mengajar sejak kelas satu. Hal ini dapat menimbulkan masalah bilingualisme dan

interferensi pada siswa pemakai bahasa Indonesia. Sebagian besar siswa SD di

Kabupaten Cirebon menggunakan bahasa Indonesia hanya waktu di sekolah saja.

Akan tetapi, apabila mereka berbicara di luar sekolah umumnya menggunakan bahasa

Jawa Cirebon, bahkan dalam kegiatan belajar mengajar pun terkadang masih

menggunakan kata-kata bahasa Jawa Cirebon sebagai pengganti kata kata bahasa

Indonesia yang belum mereka ketahui. Dengan demikian, penggunaan bahasa

Indonesia mereka masih dicampur dengan bahasa Jawa Cirebon, dan terjadilah

interferensi akibat adanya kontak bahasa kedua tersebut.7

Hasil pengamatan terbatas penelitian di SD Kabupaten Cirebon menunjukkan

bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa adalah cara menerapkan proses morfologis

yang berlaku pada bahasa Indonesia. Mereka masih menyatukan pemakain kaidah

7 Sholihah Lili, Interferensi Morfologi dan Sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon terhadap bahasa Indonesiadalam Karangan Narasi siswa kelas V semester ganjil di SD Negeri I Babakan Ciwaringin Cirebon tahunPelajaran. FITK, 2011/2012

Page 16: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

5

yang berlaku pada bahasa Jawa Cirebon dan bahasa Indonesia. Keterampilan

berbicara bahasa Indonesia yang berhubungan dengan keseharian tidak pernah

diukur dan dinilai.

Para siswa dibiarkan berbicara menggunakan bahasa daerahnya masing-

masing, padahal bahasa resmi yang digunakan pada pendidikan adalah bahasa

Indonesia. Sungguh ironis bila hal ini dibiarkan berlarut-larut pada setiap lembaga

pendidikan. Kadang lembaga pendidikan lebih merasa bangga bila dapat

mengembangkan bahasa asing lebih maju daripada mengembangkan bahasa

Indonesia, seperti kata pepatah “ kacang lupa kulitnya“. Ini adalah bukti

konkret pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah belum bisa mempraktikkan d

alam kesehariannya. Ketika digunakan dalam percakapan sering sekali dijumpai

berbicara dengan bahasa dialeknya contohnya: bentar nanti tak anterin, emangnya

Pak Guru kagak tahu?, biarin aja anak itu, dan lain-lain. Maka perlu adanya upaya

bagi guru untuk menentukan kebijakan supaya pembelajaran bahasa Indonesia tidak

hanya di kelas tetapi juga di luar kelas.

Bila keterampilan berbicara bahasa Indonesia dapat diterapkan dalam seh

ari-hari oleh seluruh anggota sekolah maka akan menumbuhkan rasa cinta tanah air

dan

menumbuhkansemangatnasionalisme. Sehingga dapat mempersatukan berbagai ma

camasal siswa, hal ini sesuai dengan fungsi khusus bahasa Indonesia yaitu sebagai

alat pemersatu berbagai suku yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang

berbeda-beda

Salah satu contoh strategi pembelajaran yang mengutamakan pada

keterampilan berbicara bahasa Indonesia ialah dengan Modeling The Way (membuat

contoh praktik). Strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mempraktikkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui demonstrasi, dari

hasil demonstrasi ini kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu siswa

dibagi dalam beberapa kelompok kecil, identifikasi beberapa situasi umum yang biasa

siswa lakukan di ruang kelas dan luar kelas dalam berbicara bahasa Indonesia yang

baik dan benar, kemudian siswa mendemonstrasikan satu persatu dalam berbicara

bahasa Indonesia. Modeling The Way memberi waktu siswa untuk

menciptakan skenario sendiri dan menentukan bagaimana mengilustrasikan

Page 17: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

6

keterampilan berbicara sesuai kelompoknya. Kemudian siswa diberi kesempatan

untuk memberikan feedback pada setiap demonstrasi yang dilakukan.

Dengan pendekatan Modeling The Way dalam pembelajaran bahasa Indonesia,

keterampilan berbicara siswa dapat meningkat dan keberanian siswa dalam berbicara

semakin berani dan tidak takut salah, dari kegiatan tersebut diperoleh contoh data di

SDN Tegalwangi 01 Kecamatan Talang Kabupaten Tegal sebagai berikut :

pembelajaran awal sebelum menggunakan pendekatan Modeling The Way dari 45

siswa kelas VI hanya 16 siswa yang sudah aktif berbicara bahasa Indonesia dengan

prosentase 36 % sedangkan 29 siswa masih pasif dalam berbicara dengan prosentase

64 %. Setelah dalam pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan pendekatan

Modeling The Way maka diperoleh data sebagai berikut : siswa yang aktif berbicara

menjadi 41 siswa atau 91 % sedangkan 4 siswa atau 9 % dilakukan pembinaan

individual. Dengan demikian pembelajaran dengan pendekatan Modeling The Way

pada keterampilan berbicara bahasa Indonesia pada siswa tepat karena dapat

meningkatkan kemampuan keterampilan berbicara bahasa Indonesia.8

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar bahasa adalah

kondisi eksternal. Kondisi eksternal yaitu faktor di luar diri siswa, seperti

lingkugan sekolah, guru,teman sekolah, dan peraturan sekolah. Kondisi eksternal

terdiri atas 3 prinsip belajar yaitu :

(a) memberikan situasi atau materi yang sesuai dengan respon yang

diharapkan,

(b) pengulangan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama di ingat,

(c) penguatan respons yang tepat untuk mempertahankan dan menguatkan

respons itu

Dari pengamatan peneliti di Pondok Pesantren Gontor, program sehari

berbahasa di tiap sekolah merupakan kondisi eksternal yang efektif untuk

mempraktikkan keterampilan berbahasa. Hal ini sudah sangat lazim dilakukan pada

pondok pesantren modern, contohnya Pondok Pesantren Gontor yang menerapkan

program kepada santrinya untuk dua minggu berbahasa Arab dan dua minggu

berbahasa Inggris, sehingga santrinya mahir berbahasa Arab dan Inggris. Bila

program ini dapat diterapkan di sekolah tentunya akan sangat bermanfaat dalam

8 http://agupenajateng.net/membiasakan keterampilan berbicara bahasa indonesia dalam keseharian di sekolah _Agupena Jawa Tengah.htm

Page 18: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

7

penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Mereka akan terbiasa dan tidak canggung

berbicara bahasa Indonesia di lingkungan sekolah. Program ini ternyata cukup ampuh

untuk pembiasaan bagi warga sekolah untuk berbicara bahasa Indonesia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru Bahasa Indonesia di

sekolah mempunyai peranaan yang sangat penting dalam proses pendidikan bahasa

Indonesia untuk menanamkan rasa cinta kepada bahasa nasional yaitu bahasa

Indonesia pada diri siswa. Masalah ini sangat penting untuk diteliti karena berkaitan

dengan pendidikan bahasa Indonesia yang diberikan guru disekolah agar para siswa

menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya. Dari latar belakang

masalah tersebut peneliti akan mengadakan penelitian yang berjudul: “Peranan Guru

dalam Peningkatan Motivasi Berbicara Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

pada Siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Siswa kurang termotivasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

2. Rendahnya peranan guru bahasa Indonesia.

3. Guru malah menggunakan bahasa Betawi dalam mengajar

4. Kurangnya guru yang khusus mengajar Bahasa Indonesia di sekolah

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi

ruang lingkup permasalahan yang dibahas, yaitu sebagai berikut:

1. Rendahnya peranan guru dalam menanamkan motivasi berbicara berbahasa

Indonesia yang baik dan benar pada siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat

Timur

2. Rendahnya motivasi siswa berbicara berbahasa Indonesia yang baik dan benar

pada siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur

D. Rumusan Masalah

Dari masalah-masalah yang telah dibatasi sehingga dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti, yaitu:

Page 19: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

8

1. Bagaimana Peranan Guru dalam Peningkatan Motivasi Berbicara Bahasa

Indonesia pada Siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur ?

2. Bagaimana Harapan Guru dalam Peningkatan Motivasi Berbicara Bahasa

Indonesia pada Siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peranan dan harapan

guru dalam peningkatan motivasi berbicara bahasa Indonesia siswa SD dan MI di

Kecamatan Ciputat Timur

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang

peranan dan harapan guru kepada siswa dalam berbahasa Indonesia. Bagi guru

dan calon guru, dapat memberikan informasi tentang peranan dan harapan

dalam peningkatan motivasi berbahasa Indonesia siswa.

Page 20: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Peranan Guru Bahasa Indonesia

1. Pengertian Peranan Guru

Sebelum berbicara mengenai peran, tentunya tidak bisa dilepaskan dengan status

(kedudukan), walapun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara

yang satu dengan yang lainnya. Peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang

berbeda, akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan. “peranan berasal dari kata peran

yang mempunyai arti seperangkat tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu

peristiwa”. Peran sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat.1

Selanjutnya EM. Zul Fahri dan Ratu Arilia mengatakan: “peran adalah tindakan

yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa”2. Atas dasar inilah maka peranan pada

umumnya didefinisikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri

khas semua petugas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu,”3 sedangkan Grass Massan

dan A.W Mc Eachern sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan “peran

sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menepati

kedudukan silsilah tertentu. Peranan ditentukan dari norma-norma di dalam masyarakat. “

Jadi artinya seorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh

masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Begitu juga dengan peranan seorang guru, sehubungan dengan fungsinya sebagai

“pengajar”, “pendidik”, dan “pembimbing”, maka diperlukan adanya berbagai peranan

pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang

diharapkan berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru,

maupun staff yang lain.4 Dari berbagai kegiatan interaksi belajar-mengajar, dapat

dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa

1 Reality Tim, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality Publisher, 2008), Cet , h. 5082 EM, Zulfahri dan Ratu Arilia, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Difa Publisher), h.6413 Djumur, et al., Bimbingan Penyuluhan Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h.124 Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet III, h. 143

Page 21: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

10

sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk proses belajar mengajar

dan berinteraksi dengan siswa.

Mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai

berikut

a. Sardiman AM, menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai

(employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap

atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai

mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin,

evaluator dan pengganti orang tua.

b. Federasi dan Organisasi Profesional guru sedunia, mengungkapkan bahwa peranan

guru disekolah, tidak hanya sebagai transmitter dari ide tetapi juga berperan

sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap.5

Peran guru sebagai pelajar disini dapat dideskritkan (dikecilkan) dalam artian

seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan supaya

pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman. Apalagi seorang

guru bahasa yang diharuskan bijak dalam berbicara kepada siswanya serta harus peka

terhadap kata-kata baru pada istilah pada dunia pendidikan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang

pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Kata guru dalam bahasa arab disebut juga

sebagai (mu’alim) dan dalam bahasa inggris disebut (teacher) memiliki arti sederhana,

yakni a person whose occupating teaching other. Artinya, guru ialah seorang yang

pekerjaannya ialah mengajar orang lain.6

Adapun guru dalam bahasa jawa adalah seorang guru yang harus digugu dan

ditiru oleh semua muridnya. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan

olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua murid. Segala ilmu

pengetahuan yang datangnya dari guru dijadikan sebuah kebenaran yang tidak perlu

dibuktikan atau diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi

suri tauladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berpikir, cara bicara dan cara

berperilakunya sehari-hari.

5 Ibid h. 1446 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi Ketiga, h. 377

Page 22: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

11

2. Macam-macam Peranan Guru

Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan

dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter) serta tugas yang

berkaitan dengan mendisiplinkan anak, agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-

aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini

berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak memperoleh

pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari

orang tua, dan orang dewasa lain.

Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru

mereka dapat memberi contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat

memberi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru,

orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat, bangsa, dan negara. Karena nilai-nilai dasar

negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu

diresapi oleh nilai-nilai Pancasila

Dalam beberapa pendapat diatas maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan

belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Edukator

Peran guru sebagai seorang pengajar dan pendidik merupakan peran utama.

Peran ini tidak bisa dihindarkan lagi. Peran ini tidak bisa diganti oleh profesi

lain. Sebagai seorang pengajar dan pendidik guru dituntut mempersiapkan diri

dengan berbagai bekal yang harus dimiliki.7

b. Informator

Sebagai pelaksana cara informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber

informasi kegiatan akademik maupum umum.

c. Organisator

Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop,

jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan

kegiatan belajar-mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga

dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.

d. Pengarah atau director

7 Sulhan Najib, Karakter Guru Masa Depan, (Surabaya: Jaring Pena, 2011), h. 123

Page 23: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

12

Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru harus

dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan

tujuan yang dicita-citakan.8

e. Inisiator

Guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah tentu ide-ide itu

merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya.

f. Transmitter

Guru juga akan bertindak sebagai penyebar kebijaksanaan pendidikan dan

pengetahuan.

g. Fasilitator

Guru memberikan fasilitas serta kemudahan dalam proses belajar mengajar.

Seperti dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang serasi dengan

perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar berlangsung secara

efektif.

h. Mediator

Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar mengajar, seperti penengah

dalam diskusi dan sebagainya.

i. Evaluator

Guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi siswa dalam bidang akademis

maupun tingkah laku sosial sehingga mengetahui sejauh mana keberhasilan

yang dicapai siswa.

j. Motivator

Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka

meningkatkan kegairahan dan pengembangan proses belajar mengajar siswa.

Guru harus merangsang stimulus dan memberikan dorongan untuk

mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta

sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.9

8 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. III, h. 145.9 Ibid

Page 24: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

13

Peranan guru di sekolah ialah membimbing proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain tugas dan peranan guru bukan hanya

mengajar akan tetapi juga mendidik,

Adapun ciri-ciri guru yang berkualitas seperti yang dimaksud oleh Prof. Oemar

Hamalik mencakup berbagai macam aspek dan yang paling penting yaitu “profil

kemampuan dasar guru” yang meliputi:

a. Kemampuan menguasai bahan

b. Kemampuan mengelola program belajar-mengajar

c. Kemampuan mengelola kelas dengan pengalaman belajar

d. Kemampuan menggunakan media atau sumber dengan pengalaman belajar

e. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar dengan pengalaman

belajar.

f. Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan dengan pengalaman

belajar.

g. Kemampuan menilai prestasi siswa dengan pengalaman belajar.

h. Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan serta

penyuluhan dengan pengalaman belajar.

i. Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah dengan

pengalaman belajar.

j. Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian

pendidikan guna keperluan pengajaran.

Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar dan meningkatkan

prestasi belajar siswa, mereka membutuhkan pengorganisasian yang baik. Proses belajar

mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan

mempertahankan organisasi proses belajar mengajar yang efektf, yang meliputi: tujuan

pengajaran, pengaturan penggunaan waktu luang, pengaturan ruang dan alat

perlengkapan pelajaran di kelas, serta pengelompokkan siswa dalam belajar.

Page 25: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

14

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peranan Guru

Guru atau pendidik mempunyai berbagai macam peranan yang sangat penting

dalam proses pendidikan, agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya

maka ia harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya dalam usaha

mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi dan melekat pada guru antara lain:

a. Pribadi Guru

Faktor terpenting bagi seseorang guru dalam menjalankan perannya adalah

kepribadiannya, karena kepribadian merupakan tolak ukur bagi berhasil atau tidaknya

sebagai pendidik atau pembimbing bagi anak didiknya.

Seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi

kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala

kegagalan dengan berusaha mengetahui dan yang mengatasi faktor yang

menghambat proses belajar siswa.

Anak didik akan terdorong untuk belajar, jika ia memiliki guru yang kepribadian

tinggi, bersikap terbuka, sanggup mengadakan pembaharuan, antusias dan

mempercayai anak didiknya. Jadi jelaslah, bahwa kepribadian guru sebagai subjek

pendidikan menentukan jelasnya usaha dan niscaya dapat menentukan hasilnya pula.

b. Sikap Guru

Guru adalah “penggerak” perjalanan belajar siswa. Sebagai penggerak, maka guru

perlu mengetahui memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran siswa.10 Ada 2 (dua)

macam sikap guru dapat mempengaruhi peranannya sebagai pendidik, yaitu:

1. Sikap hemeostatis merupakan kecenderungan untuk mengusahakan

keseimbangan dari ketidakseimbangan terdapat dalam diri tiap organisme dan

manusia. Maksud dari pengertian tersebut adalah bersikap santai (penuh

istirahat), mencari yang mudah dan mengeluarkan tenaga yang sedikit mungkin.

Pada jenis sikap ini, guru cenderung mencari yang mudah atau gampang,

biasanya digunakan alat pendidikanyang konvensional yaitu berupa hukuman,

ancaman, hadiah dan menggunakan nilai sebagai alat untuk mendorong,

menekan atau membuat anak selalu patuh.

10 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), IV, h. 105.

Page 26: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

15

2. Sikap heterostatis, yaitu sikap yang ingin tumbuh, berkembang dan

mengaktualisir. Pada jenis sikap ini, guru penuh inisiatif, suka dan senang

mengadakan eksperimen-eksperimen untuk meningkatkan mutu kerjanya.

c. Konsep Diri

Kegiatan belajar di sekolah akan berjalan dengan lancar, jika seorang guru

mempunyai konsep diri yang realistis dan sehat, dan mengakui baik dengan kata-kata

maupun dengan perbuatan konsep dirinya ini dalam kegiatan mendidik.

d. Hubungan antara guru dengan anak didik

Ada sebuah ungkapan bahwa pendidik adalah pihak yang aktif, sedangkan anak

didik adalah pihak yang pasif, hal ini apabila dilihat lebih jauh ada benarnya dan

karena itu pula keduanya harus dipadukan guna tercapainya suatu keseimbangan.

B. Motivasi Penggunaan Bahasa Indonesia

1. Pengertian Motivasi

Kata motivasi berasal dari kata motif (motive) dan motivasi (motivasion) pada

mulanya menjadi topik dalam psikologi yang kemudian meluas kebidang-bidang

lainseperti dalam bidang pendidikan dan manajemen. Motif (motive) berasal dari akar

data bahasa latin “movere”, yang kemudian menjadi “motion” yang artinya gerak atau

dorongan untuk bergerak. Jadi motivasi berarti suatu dorongan yang timbul dari dalam

diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu.11

Dalam kata lain, kata motivum menunjukkan pada alasan tertentu mengapa sesuatu itu

bergerak.”12 Sedangkan menurut Gleitman dan Reber seperti dikutip oleh Muhibbin Syah

mengemukakan bahwa pengertian dasar “motivasi ialah keadaan internal organism baik

manusia atau hewan yang mendorongnya berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi

berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.”13 Selain itu ada

juga yang mengatakan bahwa motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong

seseorang untuk bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata

dan merupakan muara dari sebuah tindakan. Jika sebuah tindakan tidak memiliki suatu

11 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) cet. 16, h. 7112 Sri Esti Wuryani Djiwondono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta. PT Grasindo, 2006), Cet. III, h. 32913 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) cet 6,h 134

Page 27: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

16

tujuan, tentu seseorang dapat dikatakan sebagai tidak memiliki motif untuk melakukan

aktifitas-aktifitas tertentu. Bahkan motif bisa dikatakan sebagai daya penggerak aktif dari

sebuah tindakan, terutama ketika seseorang berada dalam keadaan dimana ia memiliki

kebutuhan yang sangat mendesak. 14

Sebelum penulis merumuskan motivasi berbahasa Indonesia terlebih dahulu akan

dijelaskan pengertian motivasi. Motivasi memegang peranan penting dalam pelaksanaan

berbahasa pada siswa karena dengan motivasi itulah seseorang siswa dapat dengan yakin

berbicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Motivasi tersebut dapat diperoleh

melalui pengalaman pribadi, kebutuhan hidup, melalui pemahaman bahasa ataupun

melalui dorongan dari orang lain. Para ahli psikologi telah banyak memberikan

pengetahuan tentang motivasi.

Seorang guru harus dapat menimbulkan motivasi kepada anak. Motivasi ini

sebenarnya banyak dipergunakan dalam berbagai bidang dan situasi, tetapi dalam uraian

ini diarahkan pada bidang pendidikan, khususnya bidang penerapan hasil belajar.

Motivasi adalah sutu prasyarat yang amat penting untuk belajar. Untuk mengetahui

betapa pentingnya motivasi belajar untuk peserta didik akan diuraikan terlebih dahulu

pengertian motivasi dan bahasa.

Menurut Alisuf Sabri, “motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong

tingkah laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.

Sesuatu yang dijadikan motivasi itu merupakan suatu keputusan yang telah ditetapkan

individu sebagai suatu kebutuhan/tujuan yang ingin dicapai.”

Selanjutnya menurut S. Nasution motivasi adalah:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor untuk

melepas energi.

b. Menentukan arah perbuatan yaitu kearah tujuan yang hendak dicapai.

c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak

bermanfaat bagi tujuan itu”15

Adapun menurut A. Royani. HM dan Abu Ahmadi pengertian motivasi adalah:

a. Memberikan semangat dan mengaktifkan peserta didik agar berminat dan siaga.

14 Azhari Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2009), Cet 5, h. 6515 S. Nasution ,Didaktik Azas – azas Mengajar, (Bandung: Temmars, 1986) Cet 5, h. 79

Page 28: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

17

b. Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berkaitan

dengan pencapaian tujuan belajar.

c. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan jangka panjang16

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

yang dimaksud motivasi dalam penelitian ini adalah dorongan dari dalam diri siswa untuk

melakukan suatu aktifitas yaitu berbahasa Indonesia agar mencapai suatu tujuan yang

dianggap penting dalam hidup dan mengarah pada penggunaan Bahasa Indonesia yang

lebih baik.

2. Jenis-jenis Motivasi dan Fungsinya

Dari dasar pembetukannya yaitu kata motif, jenis-jenis motivasi itu terbagi

menjadi dua macam yaitu:

a. Motif bawaan

Motif bawaan yakni motif yang dibawa sejak lahir, dan motivasi itu ada tanpa

dipelajari misalnya dorongan untuk makan, minum, dan bekerja.

b. Motif-motif yang dipelajari

Motif-motif ini dipelajari yaitu motif yang timbul karena dipelajari, misalnya

dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan. Motif-motif ini sering kali disebut juga

dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial.”17

Motivasi merupakan dorongan yang ada didalam individu, tetapi munculnya

motivasi yang kuat atau lemah dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar. Oleh karena

itu, secara umum motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi instrinsik

dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik merupakan kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan

penghayatan suatu kebutuhan atau dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan

aktifitas belajar karena ingin memecahkan suatu permasalahan, ingin mengetahui

16 A. Rohani H.M dan Abu Ahmadi, Pengelola Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta,1991), h. 1117 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002)

Page 29: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

18

mekanisme sesuatu berdasarkan hukum dan rumus-rumus. Ingin menjadi

profesor atau ingin menjadi seorang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan.”18

b. Motivasi Ekstrinsik

Menurut Winkel sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin “ada beberapa

bentuk motivasi belajar ekstrinsik: (1) Belajar demi memenuhi kewajiban; (2)

Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan; (3) Belajar demi

memperoleh hadiah material yang disajikan; (4) Belajar demi meningkatkan

gengsi; (5) belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting seperti orang

tua dan guru; (6) belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi

memenuhi prasyarat kenaikan pangkat/golongan admionistratif19

Pada umumnya motivasi intrinsik lebih efektif mendorong seseorang untuk giat

belajar dari pada motif ekstrinsik karena dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih

signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta

tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.

Pelajaran Bahasa Indonesia akan menjadi optimal apabila ada motivasi. Makin

tepat motivasi diberikan akan didapatkan pula keberhasilan itu. Dalam pandangan

Ngalim Purwanto, bahwa motivasi memiliki tiga fungsi yaitu:

a. Fungsi Mendorong Manusia untuk berbuat/bertindak

Motif ini berfungsi untuk penggerak atau sebagai motor yang memerlukan energi

(kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.

b. Fungsi menentukan arah perbuatan

Yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah

penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Makin

jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang harus ditempuh.

c. Fungsi menyeleksi perbuatan

Artinya menetukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan., yang serasi,

guna uuntuk mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak

bermanfaat bagi tujuan itu.

18 Maritis Yamin, Profesionalisasi guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Gaung PersadaPress), Cet 1, h. 161-16219 Ibid h. 181

Page 30: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

19

Dalam percakapan sehari-hari motif itu dinyatakan dengan berbagai kata, seperti

hasrat, maksud, minat, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita dan

sebagainya.20

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Bukunya Ahmad Sabri membagi dua macam faktor yang mempengaruhi motivasi

yaitu motif intrinsic dan motif ekstrinsik.

a. Motif Intrinsik

Motif intrinsik adalah motif yang berasal dari diri seseorang itu sendiri tidak usah

dirangsang dari luar. Misal seorang siswa tekun belajar bahasa Indonesia karena ia

ingin sekali menguasai pengetahuan/pelajaran itu.

b. Motif Ekstrinsik

Motif ekstrinsik adalah motif yang yang muncul karena adanya perangsang dari

luar misalnya seorang siswa giat belajar karena diberitahukan akan ujian.”21

Menurut Wlodkowski faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah antara

lain sebagai berikut:

a. Budaya

Latar belakang budaya yang menekankan pada pentingnya keberhasilan dalam

pendidikan akan menjadi pendorong keberhasilan anak dalam pendidikan.

b. Keluarga

Keluarga memberikan pengaruh penting terhadap motivasi berbahasa anak,

walaupun demikian pengaruh keluarga terhadap motivasi anak bervariasi menurut

tingkat social, ekonomi, dan latar belakang budaya.

c. Sekolah

Faktor sekolah dan guru juga memberikan pengaruh terhadap motivasi berbahasa

siswa walaupun banyak kasus pengaruh mereka tidak sekuat pengaruh orang tua

dalam proses pendidikan berbahasa. Selain itu guru juga diharapkan mendukung

20 Ibid, h. 7021 Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993) h. 131

Page 31: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

20

semua siswa dari berbagai latar belakang agar dapat mengembangkan

kemampuan berbahasa mereka seoptimal mungkin.”22

C. Pengertian Bahasa Indonesia

1. Pengertian Bahasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2003: 88) bahasa diartikan

sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu

masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.”23

Kata bahasa digunakan dalam berbagai konteks dengan bermacam makna. Kita

sering mendengar bahasa tubuh, bahasa isyarat, bahasa cinta, bahasa prokem, bahasa

bunga, bahasa lisan, bahasa militer, serta berbagai ungkapan lain yang disandingkan

dengan kata bahasa. Beberapa para ahli mendefinisikan pengertian bahasa yaitu:

Wardhaugh mendefinisikan bahasa yaitu sebuah simbol yang arbiter yang

digunakan untuk komunikasi manusia. Menurut Webster’s New Collegate Dictionary

bahasa adalah sebuah alat untuk mengkomunikasikan gagasan atau tanda-tanda yang

disepakati, yang memiliki makna yang dipahami. Selanjutnya menurut Kentjono

mendefinisikan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan para

anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri. Sedangkan

menurut Haliday dan Hasan definisi bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna

yang secara bersama-sama membentuk budaya manusia.”24

Dalam buku Psikolinguistik definisi bahasa yaitu suatu sistem simbol lisan yang

arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan

berinteraksi antar sesamanya, berdasarkan atas budaya yang mereka miliki bersama.”25

Sedangkan Abdul Chaer mendefinisikan “bahasa adalah alat verbal yang digunakan

untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam

berkomunikasi.”26

22 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 10, h. 9023 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),Edisi Ketiga, h.8824 Solchan T.W, dkk., Pendidikan Bahasa Indonesia di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), Cet 3, h. 13-1425 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolingustik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 2008), Edisi 3, h. 1626 Abdul Chaer, Psikologi Kajian Teoritik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) Cet 1, h. 30

Page 32: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

21

Jalaludin Rakhmat (1992:269), seorang pakar komunikasi, melihat bahasa dari

dua sisi yaitu,sisi formal dan fungsional. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua

kalimat yang terbayangkan, yang dibuat menurut tatabahasa. Sedangkan secara

fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan

gagasan. Defini yang diajukan Rakhmat ini tampak mencoba merangkum pengertian

umum dengan pendapat linguis. Istilah sisi formal yang dikemukakan Rakhmat mirip

dengan istilah sistem, sedangkan sisi fungsional sejalan dengan bahasa sebagai alat

komunikasi.27

Dari definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa bahasa merupakan alat

komuikasi yang sangat penting, karena bahasa merupakan media pengantar resmi

identitas bangsa.

2. Kaidah dasar bahasa Indonesia

Peranan bahasa yang utama ialah sebagai penyampai maksud dan perasaan

seseorang kepada orang lain. Ditinjau dari sudut ini, maka benarlah sudah bahasa

seseorang bila sudah mampu mengemban amanat tersebut. Namun mengingat bahwa

situasi kebahasaan itu bermacam-macam, maka tidak selamanya bahasa yang benar itu

baik, atau sebaliknya bahasa yang baik itu benar.

Beberapa kaidah dasar bahasa Indonesia tersebut ialah:

1. Kata yang penting disebutkan atau dituliskan lebih dulu, sesudah itu baru

keterangannya. Atau kata yang diterangkan di depan kata yang menerangkan.

Dengan istilah lain bahasa Indonesia mengikuti hukum D-M (Diterangkan-

Menerangkan)

Berpegang pada hukum tersebut, maka jelaslah susunan kata-kata Bali Hotel,

sedikit waktu, mini sepeda, maksimum kekuatan, ini malam, banyak terima kasih, dan

sejenisnya, bukanlah susunan yang benar. Susunan kata seperti itu, yakni yang

mendahulukan sesuatu yang menerangkan daripada yang diterangkan adalah susunan

bahasa-bahasa Indo-Jerman. Dalam usaha berbahasa Indonesia yang baik dan benar

susunan seperti itu harus kita tinggalkan. Dengan demikian kata-kata tersebut harus kita

ubah menjadi: Hotel Bali, waktu sedikit, sepeda mini, kekuatan maksimum, malam ini,

terima kasih banyak.

27 http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detail materi&id=6 22 maret 2013 19.00

Page 33: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

22

Seperti umumnya kaidah bahasa itu tidak mutlak sifatnya, dalam hal ini pun

susunan Diterangkan-Menerangkan tersebut juga mempunyai pengecualian. Pengecualian

hukum tersebut antara lain:

a) Kata depan, misalnya:

- Mira baru saja datang dari Jakarta

- rencananya hari ini Ery akan pergi ke Palembang.

b) Kata bilangan, misalnya:

- Ady mempunyai tiga buah kelereng dan sebuah layang-layang.

- Semua pengendara motor harus mengenakan helm.

2. Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda sebagai akibat penjamakan.

Untuk menyatakan jamak atau banyak, bahasa Indonesia menggunakan kata

bilangan, baik bilangan tertentu maupun tidak tertentu, misalnya: dua, empat,

sepuluh, seratus, seribu dan sebagainya. Dengan demikian yang ada didalam

bahasa Indonesia adalah dua bilah keris, sepuluh buah durian, beberapa orang

mahasiswa, sejumlah uang, sekelompok pekerja, dan sebagainya. Bukan dua bilah

keris-keris, sepuluh buah durian-durian, beberapa orang mahasiswa-mahasiswa,

sejumlah uang-uang, sekelompok pekerja-pekerja.

Di samping itu dalam bahasa Indonesia dikenal pula kata-kata tertentu yang

mengandung pengertian jamak atau banyak. Kata-kata tersebut misalnya;

rombongan, ikatan, gabungan, daftar, persatuan, perserikatan, para, kaum, dan

sebagainya. Oleh sebab itu apabila sudah ada salah satu kata petunjuk jamak

tersebut, kata benda di belakangnya atau yang mengikutinya tidak boleh diulang.

Dengan demikian menurut aturan bahasa Indonesia yang betul ialah susunan

rombongan penari, ikatan mahasiswa, gabungan pengusaha rokok, daftar buku,

persatuan pelajar, para tamu, kaum terpelajar dan sebagainya. Bukan rombongan

penari-penari, ikatan mahasiswa-mahasiswa, gabungan pengusaha-pengusaha

rokok, daftar buku-buku, persatuan pelajar-pelajar, para tamu-tamu, kaum

terpelajar-terpelajar dan sejenisnya.

Ternyata sekarang aturan tersebut banyak ditinggalkan orang. Masih sering

kita dapati pemakai bahasa Indonesia menggunakan susunan kalimat seperti:

a) Banyak anak-anak pelajar yang tidak ikut upacara hari Senin

Page 34: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

23

b) Tidak sedikit barang-barang yang dicurinya.

c) Inilah daftar mahasiswa-mahasiswa yang ikut KKN

Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, seharusnya semua kata yang ada di

belakang kata-kata penunjuk jamak tersebut tidak diulang. Jadi cukup dikatakan:

a) Banyak anak pelajar yang tidak ikut upacara hari Senin

b) Tidak sedikit barang yang dicurinya.

c) Inilah daftar mahasiswa yang ikut KKN

Selain itu sering juga kita dapatkan susunan seperti para alumni, kaum

politisi, para medis, para hadirin dan sebagainya. Sehingga cukup dikatakan

alumni, kaum politikus atau politisi, hadirin dan sebagainya.

Mudah ditebak bahwa susunan seperti di atas dipengaruhi oleh adat susunan

bahasa Indo-Jerman. Pada bahasa-bahasa tersebut, perubahan kata benda di

belakang kata-kata penunjuk jamak memang merupakan keharusan, karena

memang begitulah ketentuan yang berlaku. Seperti terlihat pada contoh-contoh

berikut:

- one table - two tables

- a book - many books

- a girl - many girls

- one day - three days dan sebagainya

3. Tidak mengenal tingkatan dalam pemakaian

Bahasa Indonesia ialah bahasa yang demokratis. Ia tidak mengenal tingkatan

dalam pemakaian. Tidak mengenal perubahan bentuk kata kerja sehubungan

dengan perubahan orang atau subyek yang melakukan pekerjaan tersebut. Berbeda

halnya dengan adat bahasa-bahasa daerah. Dalam bahasa Jawa misalnya,

tingkatan bahasa itu ada. Hal tersebut harus dipahami benar oleh setiap pemakai

bahasa itu apabila menginginkan bahasanya dikatakan baik atau sopan. Bahasa

Jawa mengenal kata-kata yang sopan dan tidak. Pemakai bahasa Jawa baik selalu

menggunakan kata yang selalu dianggap sopan tersebut kepada lawan bicaranya

yang lebih tua atau yang lebih tinggi derajat atau pangkatnya.

Page 35: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

24

Sebagai akibat pengaruh bahasa ibu tersebut, banyak pemakai bahasa

Indonesia dari suku Jawa menyelipkan atau memakai kata-kata terhormat dari

bahasa Jawa ketika mereka berbicara dengan lawan bicara yang lebih tua atau

lebih tinggi kedudukannya. Sebagai contoh sering kita dengar atau kita baca

kalimat-kalimat sebagai berikut:

a) Atas kerawuhan bapak-bapak, saya menghaturkan terima kasih.

b) Sebelum kondur bapak-bapak diaturi dahar dulu.

c) Karena sedang gerah, bapak tidak dapat sowan.

d) Sebelum pergi, silahkan bapak tapak asma dulu

Jelas bahwa kalimat-kalimat tersebut bukan kalimat bahasa Indonesia yang

baik dan benar. Ia lebih tepat kita sebut sebagai kalimat gado-gado. Kalimat

bahasa Indonesia ialah kalimat yang memaki unsue pembangunan bahasa

Indonesia, baik pilihan katanya maupun susunannya.

Agar kalimat-kalimat tersebut benar-benar merupakan kalimat bahasa

Indonesia, sebaiknya diubah menjadi:

a) Atas kedatangan bapak-bapak, saya menghaturkan terima kasih.

b) Sebelum pulang, bapak-bapak disilahkan makan dulu.

c) Karena sedang sakit, bapak tidak dapat datang.

d) Sebelum pergi, silahkan bapak tanda tangan dulu.

3. Bahasa Indonesia standar atau baku

Bahasa Indonesia standar atau baku tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memakai ucapan baku (pada bahasa lisan)

Sampai sekarang belum ada ketentuan pelafalan atau ucapan baku tersebut.

Tetapi itu tidak berarti dalam bahasa Indonesia belum ada ucapan yang dapat

dianggap baik. Sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa ucapan yang baik

ialah ucapan yang tidak terpengaruh oleh ucapan bahasa daerah. Pada

masyarakat suku Jawa, misalnya munculnya bunyi-bunyi sengau seartikulasi

pada bunyi-bunyi: b, d, j, g. Apabila bunyi-bunyi tersebut terdapat pada awal-

awal nama-nama kota atau tempat, misalnya: mBandung, nDemak, nJambi

ngGombong atau sebagainya.

Page 36: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

25

2) Memakai ejaan resmi (sekarang Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD)

3) Terbatasnya unsur daerah, baik leksikal maupun gramatikal.

- Unsur leksikal ialah unsur bahasa yang berupa kata, misalnya (dari unsur

bahasa Jawa): nuwun seweu seharusnya minta maaf, tapak asma

seharusnya tanda tangan, sumangga seharusnya terserah.

- Unsur gramatikal ialah unsur yang bersifat ketatabahasaan, misalnya:

Bahasa Indonesia tidak Baku Bahasa Indonesia Baku

a. Mobilnya orang itu mewah. a. Mobil orang itu mewah.

b. Asmah benci sama Tendy. b. Asmah benci kepada Tendy

c. Fitri pandai sendiri di kelasnya. c. Fitri paling pandai di kelasnya.

4) Pemakaian fungsi gramtikal (subyek, predikat, dan sebagainya) secara

eksplisit dan konsisten, misalnya:

Bahasa Indonesia tidak Baku Bahasa Indonesia Baku

a. Kemarin Dedy dari Solo. a. Kemarin Dedy datang dari Solo

b. Pak Fuad akan keluar negeri b. Pak Fuad akan pergi keluar negeri

c. Kepada hadirin diminta berdiri sejenak c. Hadirin diminta berdiri sejenak.

4. Ucapan dan Pelafalan

Masalah lafal atau pengucapan kata-kata dalam bahasa Indonesia memang

masalah yang tidak begitu mudah untuk membicarakannya dan memberikan satu kata

putus. Dikatakan tidak mudah karena ciri bangsa Indonesia yang sangat heterogen karean

terdiri atas beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki bahasanya sendiri-

sendiri ang kita sebut bahasa daerah. Setiap bahasa memiliki sifatnya sendiri-sendiri juga

dalam pelafalan bunyi-bunyi fonemnya. Itu sebabnya, jangan heran apabila lafal bahasa

Indonesia kebanyakan orang yang menyebut dirinya bangsa Indonesia berbeda-beda

seorang dengan yang lain.28

28 Badudu J.S, INILAH BAHASA INDONESIA YANG BENAR IV, (Jakarta: Gramedia, 1995), Cet I, h. 205

Page 37: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

26

Mengingat bahwa pada hakikatnya bahasa itu lisan, dengan sendirinya ucapan

memegang peranan yang sangat penting. Betapapun susunan kalimatnya baik, tetapi

apabila mengucapkannya kurang baik, maka bahasa orang bersangkutan belum dapat

dikatakan baik. Tentulah kita merasa tidak enak mendengar pemakai bahasa Indonesia

mengucapkan kata dapat sebagai dapet, malam menjadi malem, kata kerbau diucapkan

menjadi kerbo dan sebagainya. Oleh sebab itu masalah ucapan tersebut perlu

mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari setiap pemakai bahasa Indonesia.

Dalam hal ini tidak akan dibicarakan ucapan semua bunyi bahasa Indonesia,

melainkan hanya beberapa saja yang dianggap penting karena masih banyak pemakai

bahasa Indonesia salah mengucapkannya. Oleh karena itu perlu dikemukakan bahwa

yang nanti akan dicantumkan, bukanlah merupakan kaidah yang mati. Seperti kita ketahui

dalam bahasa tidak pernah ada hukum yang pasti. Demikian halnya mengenai ucapan

bahasa Indonesia.

a. Secara garis besar ada dua macam bunyi bahasa, yaitu:

1. Bunyi hidup atau vokal dan

2. Bunyi mati atau konsonan

Bunyi hidup adalah bunyi-bunyi bahasa yang pada saat diucapkan tidak

mengalami hambatan dalam alat-alat bicara. Sedangkan bunyi mati ialah

bunyi-bunyi bahasa yang pada saat diucapkan mengalami hambatan dalam

alat-alat bicara. Ada dua macam bunyi vokal atau hidup, yaitu:

a. Bunyi hidup tunggal (vokal tunggal): a, e, i, o, u.

b. Bunyi hidup rangkap (vokal rangkap): ai, au, oi.

Beberapa kaidah yang perlu diketahui dalam mengucapkan bunyi-bunyi

tersebut adalah:

a. Bunyi a

Menurut ilmu bahasa, bunyi a tersebut sebenarnya mempunyai

bermacam-macam ucapan tergantung pada letak bunyi bahasa tersebut

dalam kata, dan bunyi-bunyi bahasa yang diikutinya. Tetapi karena

perbedaan ucapan-ucapannyatidak terlalu mencolok, untuk kepentingan

praktis rasanya tidak terlalu mendesak untuk diuraikan lebih rinci. Sekedar

untuk membuktikan hal tersebut, coba ucapkanlah kata-kata berikut:

Page 38: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

27

a-bu, alat, sabun kapur

ma-ti, du-a, ja-hir, ba-ik,

ra-sa, ta-bah, sa-ham, mu-da,

b. Bunyi e

Dalam bahasa Indonesia ada tiga kemungkinan ucapan untuk

lambang tersebut, yaitu:

- e (tengah) misalnya pada: kera, kena, dera dan sebagainya.

- e (depan) misalnya pada: tempe, sehat, tenda, dan sebagainya

- e (belakang) misalnya pada ember, pendek, remeh dan

sebagainya.

c. Bunyi i

Lambang tersebut mempunyai aturan ucapan sebagai berikut:

- Diucapkan sempurna, apabila

1. Sebagai suku hidup:

i-kan, i-man, i-bu dan sebagainya.

2. Sebagai awal kata:

in-dah, in-tan, is-tri, im-por, dan sebagainya.

- Diucapkan tidak sempurna, apabila:

1. Sebagai suku akhir mati:

2. Am-bil, kam-bing dan sebagainya.

Apabila bunyi tersebut kemudian diikuti vokal i atau akhiran an

(akhiran-i dan akhiran –an), ucapannya menjadi sempurna.

Misalnya:

Ambil - pengambilan - mengambili

Habis - kehabisan - menghabisi

Naik - kenaikan - menaiki

Terlampir - lampiran - melampiri

Bertanding - pertandingan - menandingi

d. Bunyi o

Lambang tersebut mempunyai aturan ucapan sebagai berikut:

- Diucapkan sempurna, apabila:

Page 39: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

28

1. Terdapat pada kata yang bersuku hidup, misalnya to-ko, sa-

do, ja-go, ko-ta, ro-na, ka-do, dan sebagainya

- Diucapkan tidak sempurna, apabila:

2. Terdapat pada kata yang salah satu atau kedua suku katanya

mati, misalnya: po-hon, to-long, som-bong, kan-tor, bohong,

dan sebagainya

Apabila kemudian dibelakang kata-kata tersebut mendapat akhiran –

an, maka ucapannya menjadi sempurna, misalnya:

Pohon pepohonan

Tolong pertolongan

Sombong kesombongan

Kantor perkantoran

e. Bunyi u

Lambang tersebut mempunyai aturan ucapan sebagai berikut:

a. Diucapkan sempurna, apabila:

- Sebagai suku hidup: u-lar, ma-du, ka-mu, dan lain-lain.

b. Diucapkan tidak sempurna apabila:

- Sebagai suku mati: mak-mur, mur-tad, kur-ban, ha-rus, ja-

gung, dan lain-lain

Apabila bunyi tersebut kemudian diikuti oleh vokal –i atau akhiran –

an (akhiran –i atau akhiran –an), ucapannya menjadi sempurna.

Misalnya:

turun - keturunan - menuruni

tunjuk - pertunjukan - menunjuki

tekun - ketekunan - menekuni

kapur - pengapuran - mengapuri

Untuk bunyi hidup rangkap karena bunyi oi dalam bahasa Indonesia

dapat dikatakan hampir tidak ada, maka hanya bunyi ai dan au saja

yang akan dibicarakan.

f. Bunyi ai

Lambang bunyi tersebut mempunyai aturan ucapan sebagai berikut:

Page 40: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

29

a. Diucapkan dari ucapan bunyi sandi antara a dan i dan berakhir

pada I tak sempurna.

Contoh:

Sampai (sam-pei) bukan sampe

Rantai (ran-tei) bukan rante.

Pantai (pan-tei) bukan pante

Santai (san-tei) bukan sante

b. Apabila diikuti akhiran –an, maka terasa seperti ada peluncur y.

Contoh:

Pakaian - pa-kei-(y)an

Belaian - be-lei-(y)an

Untaian - un-tei-(y)an

g. Bunyi au

Lambang bunyi tersebut mempunyai aturan ucapan sebagai berikut:

a. Diucapkan dari ucapan bunti sandi antara a dan u dan berakhir

pada u tak sempurna.

Contoh:

Pulau (pu-lou) bukan pulo

Danau (da-nou) bukan dano

b. Apabila diikuti akhiran –an atau –i, maka terasa seperti ada bunyi

peluncur w.

Contoh:

Kepulauan - ke-pu-lou-(w)an

Kekacauan - ke-ka-cou-(w)an

Melampaui - me-lampou-(w)i

h. Bunyi-bunyi b, d, j, g, pada awal kata diucapkan sempurna.

Contoh:

Bandung bukan mBandung

Bogor bukan mBogor

Delanggu bukan nDelanggu

Depok bukan nDepok

Page 41: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

30

Jepara bukan nJepara

Juana bukan nJuana

Gombong bukan ngGombong

i. Bunyi b sebagai penutup, diucapkan seperti p

Contoh:

Sab-tu diucapkan sap-tu

Se-bab diucapkan se-bap

Wa-jib diucapkan wa-jip

Ka-rib diucapkan ka-rip

Ta-bib diucapkan ta-bip

j. Bunyi d sebagai penutup, diucapkan seperti t.

Contoh:

Wu-jud diucapkan wu-jut

a-bad diucapkan a-bat29

5. Perencanaan bahasa

Istilah perencanaan bahasa (languange planning) mula-mula digunakan oleh

Haugen (1959) pengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang

diinginkan oleh para perencana. Menurut Haugen selanjutnya, perencanaan bahasa itu

tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa

lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah untuk mempengaruhi masa

depan. Sebagai contoh usaha perencanaan itu disebutkan pembuatan tata ejaan yang

normatif, penyusunan tata bahasa dan kamus yang akan dapat dijadikan pedoman bagi

para penutur di dalam masyarakat yang heterogen.

Pengertian perencanaan bahasa banyak dikemukakan para pakar dan menjadi

beragam, baik dari segi luasnya kegiatan, pelaku yang berperan didalamnya, maupun

peristilahannya. Jernudd dan Das Gupta (1971:211) mengatakan perencanaan bahasa

adalah kegiatan politis dan administratif untuk menyelesaikan persoalan bahasa di dalam

masyarakat, Ray (1961, yang dikutip Moeliono 1983) berpendapat bahwa perencanaan

bahasa terbatas pada saran atau rekomendasi yang aktif untuk mengatasi masalah

29 Widagdho Joko, Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grafindo,1994, Cet 1, h. 17

Page 42: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

31

pemakaian bahasa dengan cara yang paling baik. Keberhasilan perencanaan bahasa itu

sangat bergantung pada jaringan komunikasi sosial yang ada dan pada mobilisasi

kekuatan sosial. Gorman (1973, yang juga dikutip Moeliono 1983), menyatakan bahwa

perencanaan bahasa adalah tindakan koordinatif yang diambil untuk memilih,

mengkodifikasikan, serta mengembangkan aspek tata ejaan, tata bahasa, dan leksikon,

dan menyebarkan bentuk-bentuk yang disetujui itu di dalam masyarakat. Pakar lain,

Neustupny (1970) dan Gorman (1973), serta (Galvin) membedakan adanya dua macam

perencanaan bahasa , yaitu (1) pemilihan bahasa untuk maksud dan tujuan tertentu seperti

untuk bahasa kebangsaan atau bahasa resmi, yang tentunya melibatkan banyak faktor

diluar bahasa, dan (2) pengembangan bahasa yang terutama bertujuan untuk

meningkatkan taraf keberaksaraan dan juga usaha pembakuan bahasa. Jadi pengertian

perencanaan bahasa ialah usaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa

dalam satu negara dimasa depan menjadi lebih baik dan lebih terarah.30

6. Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa sebenarnya seperti dua sisi mata

uang, bahasa menggeser bahasa lain atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa. Bahasa

yang tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri. Kedua kondisi itu

merupakan akibat dari pilihan bahasa dalam jangka panjang (paling tidak tiga generasi)

dan befsifat kolektif (dilakukan oleh seluruh warga guyup). Pergeseran bahasa berarti,

suatu guyup (komunitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa

lilin. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga guyup itu secara kolektif memnentukan

untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai. Ketika guyup tutur mulai

memilih bahasa baru dalam ranah yang semula diperuntukkan bagi bahasa lama, itulah

mungkin merupakan tanda bahwa pergeseran sedang berlangsung. Jika para warga itu

monolingual (ekabahasawan) dan secara kolektif tidak menghendaki bahasa lain, mereka

jelas mempertahankan pola penggunaan bahasa mereka. Namun, pemertahanan bahasa itu

sering merupakan ciri guyup dwibahasa atau ekabahasa. Yang pertama akan terjadi jika

guyup itu diglosik, guyup itu memperuntukkan ranah tertentu untuk setiap bahasa

30 Abdul chaer, SOSIOLINGUISTIK: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,2004) Cet 2, h. 184

Page 43: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

32

sedemikian rupa sehingga batas ranah suatu bahasa tidak dilampaui atau diterobos oleh

bahasa lain.31

7. Ragam Bahasa

Ragam bahasa atau variasi merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik,

sehingga Kridalaksana (1974) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik

yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri

variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Kemudian dengan

mengutip pendapat Fishman (1971) Kridalaksana mengatakan bahwa sosiolinguistik

adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi pelbagai variasi bahasa, serta hubungan

diantara bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa.32

Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi (catatan: istilah variasi sebagai

padanan kata Inggris variety bukan variation). Terjadinya keragaman atau kevariasian

bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga

karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan

memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan

semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak,

serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan hampir

diseluruh dunia, bahasa Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara

sampai ke perbatasan Iran (dan juga sebagai bahasa Islam dikenal hampir di seluruh

dunia), dan bahasa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari Sabang sampai Merauke.

Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau

ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi

bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status

sosial maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada

atau bahasa itu menjadi seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk

memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka

ragam.

31 Sumarsono, Sosiolinguistik, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2012) Cet 8, h. 23232 Abdul chaer, SOSIOLINGUISTIK: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,2004) Cet 2, h. 61

Page 44: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

33

Berikut ini akan dibacakan variasi-variasi atau ragam-ragam bahasa tersebut,

dimulai dari segi penutur dengan berbagai kaitannya, dilanjutkan dengan segi

penggunaannya juga dengan berbagai kaitannya.

a. Variasi dari segi penutur

Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi

bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan.

Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau

idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara,

pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.

Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebuat dialek,

yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada

pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada

wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek

areal, dialek regional atau dialek geografi.

Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek

temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa

tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan,

variasi yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada

masa kini.

Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa ayng disebut

sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,

golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya

variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu

untuk membicarakannya, karena variasi ini yang menyangkut semua masalah

pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat

kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Variasi dari segi pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau

fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini

biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat

Page 45: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

34

keformalan dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang

pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau

bidang apa. Misalnya bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,

perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi bahasa

berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah dalam bidang

kosakata.

c. Variasi dari segi keformalan

Menurut buku yang berjudul The Five Clock karangan Martin Joss (1967) telah

bahwa variasi bahasa terbagi atas lima macam gaya (Inggris: Style), yaitu gaya

atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha

(konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab

(intimate).

Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam

situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalam upacara

kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-

undang, akte notaris, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena pola

dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk

tertulis ragam beku ini kita dapati dalam dokumen-dokumen bersejarah, seperti

undang-undang dasar, akte notaris, naskah-naskah perjanjian jual beli atau sewa

menyewa. Perhatikan contoh berikut yang diangkat dari naskah Pembukaan UUD

1945.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa,dan oleh

karena itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata bahwa, maka, dan sesungguhnya

menandai ragam beku dari variasi bahasa tersebut. Susunan kalimat dalam ragam

beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku, kata-katanya lengkap. Dengan

demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan

perhatian penuh.

Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato

kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku

Page 46: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

35

pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara

mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan

bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak

dalam situasi yang tidak resmi. Jadi, percakapan antar teman yang sudah karib

atau percakapan dalam keluarga tidak menggunakan ragam resmi ini. Tetapi

pembicaraan dalam acara peminangan, pembicaraan dengan seorang dekan

dikantornya, atau diskusi dalam ruang kuliah adalah menggunakan ragam resmi

ini.

Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim

digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan

yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan ragam usaha

ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Wujud ragam ini berada di

antara ragam formal dan informal atau ragam santai.

Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam

situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib

pada waktu beristirahat, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Ragam santai

ini banyak menggunakan alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.

Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.

Demikian juga dengan struktur morfologi dan sintaksisnya. Seringkali struktur

morfologi dan sintaksis yang normatif tidak digunakan.

Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan

oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga,

atau antarteman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa

yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang sering tidak jelas.

Hal ini terjadi karena di antara partisipan sudah ada saling pengertian dan

memiliki pengetahuan yang sama. Perhatikan ketiga kalimat contoh berikut !

(a) Saudara boleh mengambil buku-buku ini yang Saudara sukai.

(b) Ambillah yang kamu sukai !

(c) Kalau mau ambil aja !

Tingkat keformalan kalimat (a) lebih tinggi daripada kalimat (b), dan kalimat

(b) lebih tinggi daripada kalimat (c). Kalimat (a) termasuk ragam usaha, sebab

Page 47: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

36

kurang lebih bentuk kalimat seperti itulah yang biasa kita gunakan. Kalimat (b)

termasuk ragam santai sedangkan kalimat (c) termasuk ragam akrab, sebab hanya

kepada teman kariblah bentuk ujaran seperti itu yang kita gunakan.

Dalam kehidupan sehari-hari kelima ragam di atas, yang dilihat dari tingkat

keformalan penggunaannya, mungkin secara bergantian kita gunakan. Kalau kita

berurusan dengan masalah dokumen jual beli, sewa menyewa, atau pembuatan

akte di kantor notaris, maka kita terlibat dengan ragam beku. Dalam rapat dinas

atau dalam ruang kuliah kita terlibat dengan ragam resmi. Pada waktu kita

berusaha menyelesaikan tugas kita terlibat dengan ragam usaha. Pada waktu kita

beristirahat atau makan-makan dikantin kita terlibat dengan ragam santai, dan

apabila kita harus bercakap-cakap tanpa topik tertentu dengan teman karib kita

terlibat dengan penggunaan ragam akrab.

Sebenarnya banyak faktor atau variabel lain yang menentukan pilihan ragam

mana yang harus digunakan. Kita ambil saja contoh bahasa surat kabar, meskipun

secara keseluruhan termasuk dalam penggunaan ragam jurnalistik dengan ciri-ciri

yang khas, tetapi kita lihat pada rubrik editorial atau tajuk rencana digunakan

ragam resmi, pada rubrik pojok digunakan ragam santai, dan pada teks karikatur

aktual digunakan ragam akrab. Namun, dalam iklan pemberitahuan dari instansi

pemerintah, seperti berita lelang, pemberitahuan mengenai masalah tanah dari

kantor pertanahan digunakan ragam beku. Jadi penggunaan ragam-ragam

keformalan itu seringkali tidak terpisah-pisah, melainkan berganti-ganti menurut

keperluannya.

d. Variasi dari segi sarana

Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.

Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam

dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni misalnya

dalam bertelepon dan bertelegraf33. Adanya ragam bahasa lisan dan bahasa tulis

didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud

struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena

dalam berbahasa lisan atau dalam menyampaikan informasi secara lisan, kita

33 Abdul chaer, SOSIOLINGUISTIK: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,2004) Cet 2, h. 72

Page 48: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

37

dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berupa nada

suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala-gejala fisik

lainnya. Padahal didalam ragam bahasa tulis hal-hal yang disebutkan itu tidak ada.

Lalu, sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara verbal. Umpamanya kalau kita

menyuruh seseorang memindahkan sebuah kursi yang ada dihadapan kita, maka

secara lisan sambil menunjuk atau mengarahkan pandangan pada kursi itu kita

cukup mengatakan, “Tolong pindahkan ini !”.Dalam bahasa tulis karena tiadanya

unsur penunjuk atau pengarahan pandangan pada kursi itu, maka kita harus

mengatakan, ‘Tolong pindahkan kursi itu !’.Jadi, dengan secara eksplisit

menyebutkan kata kursi itu.

Dari contoh tersebut dapat pula ditarik kesimpulan bahwa dalam berbahasa

tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa

dapat dipahami pembaca dengan baik. Kesalahan atau kesalahpengertian dalam

berbahasa lisan dapat segera diperbaiki atau diralat, tetapi dalam berbahasa tulis

kesalahan atau kesalahpengertian baru kemudian bisa diperbaiki.

Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa lisan dan

ragam bahasa dalam bertelegraf sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa tulis,

tetapi kedua macam sarana komunikasi itu mempunyai ciri-ciri dan

keterbatasannya sendiri-sendiri, menyebabkan kita tidak dapat menggunakan

ragam lisan dan ragam tulis semau kita. Ragam bahasa dalam bertelepon dan

bertelegraf menuntut persyaratan tertentu, sehingga menyebabkan dikenal adanya

ragam bahasa telepon dan ragam bahasa telegraf yang berbeda dengan ragam-

ragam bahasa lainnya.

8. Tujuan Berbahasa

Keterampilan berbahasa (atau languange arts, languange skills) dalam kurikulum

disekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu

(a) Keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills)

(b) Keterampilan berbicara (speaking skills)

(c) Keterampilan membaca (reading skills)

(d) Keterampilan menulis (writing skills).34

34 Guntur Henry, MEMBACA: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2008) Cet I, h. 1

Page 49: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

38

Mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia

sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan

menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, memahami bahasa

Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan spiritual,

moral, emosional dan sosial. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan berbahasa. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai

khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 35

9. Fungsi Bahasa

Istilah fungsi dan kedudukan tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita

pakai. Misalnya dalam kalimat ”Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin ini ?”,

“Bagaimana kedudukan dia sekarang ?”,dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai

kedua istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti

bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikiam

halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa ? samakah dengan

pengertian yang pernah kita pakai ?

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara

terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan

status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang

didalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu

mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun

anggota bangsa. Kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara

eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.36

Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk

menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab seperti dikemukakan Fishman

(1972) bahwa yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what languange

35 H. E Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2009) Cet 2, h. 23936 Muslich Masnur, PERENCANAAN BAHASA PADA ERA GLOBALISASI, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 27

Page 50: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

39

to whom, when and to what end”. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa itu, antara lain,

dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.37

Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi.

Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur

bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tertapi juga memperlihatkan emosi itu

sewaktu menyampaikan tuturannya

Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif,

yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Disini bahasa itu tidak hanya membuat si

pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang

dimaui si pembicara.

Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa disini

berfungsi fatik, yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara perasaan bersahabat, atau

solidaritas sosial.

Bila dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial, ada juga

yang menyebutnya fungsi denotatif atau fungsi informatif. Disini bahasa itu berfungsi

sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau

yang ada dalam budaya pada umumnya.

Kalau dilihat dari segi kode yang digunakan, maka bahasa itu berfungsi

metalingual atau metalinguistik, yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa

itu sendiri.

Kalau dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan maka bahasa itu

berfungsi imaginatif. Sesungguhnya, bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan

pikiran, gagasan, dan perasaan; baik yang sebenarnya, maupun yang cuma imajinasi

(khayalan, rekaan) saja.fungsi imaginatif ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita,

dongeng, lelucon) yang digunakan untuk kesenangan penutur, maupun para

pendengarnya.

10. Fungsi Bahasa Indonesia

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan

di Jakarta pada tanggal 25 s.d 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa didalam

kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

37 Abdul chaer, SOSIOLINGUISTIK: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,2004) Cet 2, h. 15

Page 51: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

40

(1) Bahasa resmi kenegaraan

(2) Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,

(3) Bahasa resmi didalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan

(4) Bahasa resmi didalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan IPTEK

modern.

Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah

memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai

bahasa negara.38

Fungsi bahasa dibagi menjadi dua yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi

umum yaitu bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial. Bahasa sangat menyatu

dengan kehidupan manusia, setiap manusia menjadi pengguna bahasa masyarakat

setempat. Gagasan, ide, pemikiran, harapan, dan keinginan disampaikan dengan bahasa.

Setiap masyarakat memiliki bahasa dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut.

Fungsi khusus bahasa menurut ahli linguistik Jakobson, dalam buku HJ. Yusi

Rosdiana membagi fungsi menjadi beberapa bagian:

a. Fungsi Emotif

Bahasa digunakan dalam mengungkapkan perasaan manusia. Misalnya rasa sedih,

senang, marah, kesal, kecewa, puas. Sebagai untuk mengungkapkan perasaan

(ekpresi diri) tujuan manusia mengungkapkan perasaannya bermacam macam

antara lain untuk terbebas dari berbagai tekanan emosi keadaan hatinya, suka

duka yang diungkapkan dengan bahasa agar tekanan jiwanya dapat tersalur.

b. Fungsi Konatif

Bahasa digunakan untuk memotivasi orang lain agar bersikap dan berbuat

sesuatu. Usaha untuk mempengaruhi orang lain merupakan kegiatan kontrol sosial

agar berlangsung dengan lancar.

c. Fungsi Referensial

Bahasa digunakan sekelompok manusia untuk membicarakan suatu permasalahan

dengan topik tertentu. Dengan bahasa seseorang belajar mengenal segala sesuatu

38 Muslich Masnur, PERENCANAAN BAHASA PADA ERA GLOBALISASI, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 34

Page 52: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

41

dalam lingkungannya, baik agama, moral, kebudayaan, adat istiadat, teknologi

dan ilmu pengetahuan.

Di dalam buku Cermat Berbahasa Indonesia fungsi bahasa sebagai bahasa

nasional ialah sebagai berikut:

1. Sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai

nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggan

ini bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa kebanggaan

pemakaian senantiasa kita bina.

2. Lambang Identitas Nasional

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa indonesia kita junjung di samping

bendera dan lambang negara kita. Bahasa indonesia dapat memiliki identitas

hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya

sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur unsur bahasa lain.

3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya

Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain

sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang

sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.39

11. Berbicara

Berbicara dilakukan sebagai kebiasaan dalam komunikasi tentang berbagai hal

mengenai kehidupan. Pembicaraan mengenai komunikasi inilah akan terjadi saling tukar

pendapat, gagasan, perasaan dan keinginan. Tentunya dalam berkomunikasi itu tidak

lepas dengan namanya bahasa, dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa sebagai

salah satu alat komunikasi. Dalam hal ini berbicara merupakan salah satu cara yang

dilakukan oleh seseorang dalam melakukan komunikasi. Maka dalam hal ini peneliti

akan menjelaskan pengertian dari berbicara menurut beberapa pendapat. Menurut Tarigan

berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata

39 E. Zaenal Arifin dan S. Arman Tamsai, Cermat Bebahasa Indonesia: Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:Akademika Pressindo, 2000), Cet, 4, h.13

Page 53: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

42

untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

Menurut beberapa pakar komunikasi menurut Mulyati pengertian berbicara, yaitu:

1. Berbicara merupakan ekspresi diri, karena dengan berbicara seseorang dapat

menyatakan kepribadian dan pikirannya.

2. Berbicara merupakan mental motorik, maksudnya dalam berbicara tidak hanya

melibatkan kerja sama alat ucap saja teapi juga melibatkan aspek mental karena

dalam hal ini bunyi bahasa akan dikaitkan dengan gagasan yang dimaksud

pembicara.

3. Berbicara terjadi dalam konteks ruang dan waktu, tempat dan waktu terjadinya

pembicaraan, mempunyai efek makna pembicaraan, maka dari itu pembicara yang

baik selalu berbicara sesuai dengan ruang, waktu dan suasana.

4. Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, maksud

produktif disiniadalah pembicara dapat menghasilkan ide, gagasan atau pikiran

seorang pembicara memiliki hikmah atau dapat dimanfaatkan oleh penyimak.

12. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Menurut Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, dalam bukunya

Pembinaan Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa adanya bahasa sesuai dengan

kebutuhan. Kebutuhan tersebut melahirkan ragam bahasa. Ragam bahasa baku digunakan

pada forum resmi seperti lembaga pendidikan, pada acara kenegaraan, pada tulisan

ilmiah, dan lain-lain. Demikian pula, ragam tidak baku digunakan pada forum tidak

resmi, seperti rumah tangga, di pasar, pada komunikasi masyarakat awam, dan lain-lain.

Berbicara dengan orang yang rendah pendidikannya, kita harus menggunakan kosakata

yang sederhana. Para ulama menggunakan bahasa agama dalam berkomunikasi dengan

umatnya. Anak muda menggunakan bahasa prokem dalam berkomunikasi dengan

sesamanya. Demikian seterusnya sehingga dalam semua ranah kehidupan terdapat ragam

bahasa.

Semua ragam itu dapat digunakan asal sesuai dengan situasinya, ruang, dan

waktu, namun tidak dapat dipertukarkan. Jika ditamsilkan dengan pakaian, ragam bahasa

adalah jenis pakaian yang selalu disesuaikan dengan peruntukannya. Pakaian renang

(bukan pakaian untuk acara resmi) tentu tidak baik dipakai di forum pesta atau

Page 54: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

43

sebaliknya. Pakaian senam tidak sesuai digunakan di forum resmi misalnya dalam acara

resepsi pernikahan atau sebaliknya. Demikian pula dengan bahasa. Jika dipertukarkan,

penggunaan bahasa menjadi tidak baik. Dalam komunikasi di pasar, orang tidak baik

menggunakan bahasa baku dan formal sehingga mengakibatkan tidak komunikatif.

Bahasa yang baik adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan situasi dan

kondisi. Hal ini biasanya berhubungan dengan nilai rasa dan norma sosial yang berlaku.

Seorang bisa saja menguasai bahasa lisan secara fasih, tetapi belum tentu dapat

menggunakan bahasa tulis dengan baik karena berbeda ragamnya. Adapun bahasa yang

benar bahasa yang sesuai dengan kaidah yang ada, bahasa yang benar harus

menggunakan tata bahasa, sistem, ejaan, artikulasi, dan kalimat yang sesuai dengan

aturan bahasa.40

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan

sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat

pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam

bahasa Indonesia (seperti: sesuai kaidah ejaan, pungtuasi, istilah dan tata bahasa).

Sebagai contoh kuda makan rumput, kalimat ini benar karena memenuhi sebuah kaidah

sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat

dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat rumput makan kuda, kalimat ini

benar menurut struktur karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan) ada objek

(kuda). Akan tetapi, dari segi makna, kalimat ini tidak benar karena tidak mendukung

makna yang baik.41

Menurut Lamuddin Finoza dalam bukunya Komposisi Bahasa Indonesia, bahasa

sudah dapat dikatakan baik apabila maknanya dapat dipahami oleh komunikan dan

ragamnya sudah sesuai dengan situasi saat bahasa itu digunakan. Bahasa dengan ragam

nonformal yang dipakai oleh mahasiswa sewaktu mengobrol dengan temannya di kantin,

di pondokan, di lapangan olahraga adalah salah satu contoh bahasa yang baik. Bahasa

dikatakan tidak baik kalau maknanya sulit atau tidak dapat dipahami oleh komunikan

sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang memiliki ragam formal dan taat pada

kaidah bahasa baku yang dapat dijadikan contoh bahasa yang benar adalah bahasa yang

40 Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, Pembinaan Bahasa Indonesia, (Jakarta: FITK PRESS, 2010),h.241 Ibid hal 23..

Page 55: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

44

dipakai oleh dosen pada waktu memberi kuliah, bahasa yang dipakai dalam rapat formal,

bahasa dalam sidang peradilan, bahasa dalam seminar ilmiah, bahasa dalam siaran berita

RRI/TVRI dan media sejenisnya. Bahasa yang benar dengan sendirinya tergolong baik

jika sesuai dengan situasi pemakaiannya. Bahasa yang benarpun menjadi tidak baik kalau

tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya (misalnya sesama teman dalam suasana santai

memakai ragam formal)42

Kesimpulannya, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang

menerapkan kaidah yang konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik

adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi

pemakaiannya.

D. Hasil Penelitian Yang relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

a. LUTFI SYAUKI FAZNUR, 2011, “Peran Guru Bahasa Indonesia dalam

Menumbuhkan Minat Belajar Siswa pada Bidang Studi Bahasa Indonesia” (Studi

Kasus Kelas XI SMK Khazanah Kebajikan Pamulang-Tangerang Selatan Tahun

Pelajaran 2011-2012). Dalam peranannya guru hendaklah mempunyai komitmen

secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.43 Guru merupakan salah

satu komponen paling penting dalam melaksanakan proses pembelajaran, dalam hal

ini guru dituntut memiliki kemampuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan bermakna, serta mampu menjadi teladan bagi

anak muridnya. Tugas guru bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan bidang

studinya, tetapi juga harus bisa membina minat peserta didik dan memotivasi siswa

agar senang mempelajari bidang studi bahasa Indonesia, upaya yang dapat dilakukan

guru dalam menumbuhkan minat belajar yakni dengan cara memberikan dorongan

dan nasihat kepada siswa akan pentingnya belajar terutama mempelajari bidang studi

bahasa Indonesia. Faktor yang mempengaruhi minat belajar diantaranya: situasi

belajar, motivasi, guru, metode dan media serta lingkungan (sarana dan prasarana).

42 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), h. 1643 Lutfi Syauki Faznur, 2011, “Peran Guru Bahasa Indonesia dalam Menumbuhkan Minat Belajar Siswa

pada Bidang Studi Bahasa Indonesia” (Studi Kasus Kelas XI SMK Khazanah Kebajikan Pamulang-TangerangSelatan Tahun Pelajaran 2011-2012)

Page 56: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

45

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran guru bahasa Indonesia

dalam menumbuhkan minat belajar siswa pada bidang studi bahasa indonesia.0

Peneliti menggunakan metode presentase dari hasil perhitungan P = x 100%. Dari

hasil penelitian yang diperoleh setiap jawaban, maka jawaban selalu sebanyak

68,3%. Jadi peran guru diharapkan bukan hanyXQWa mentransfer ilmu pengetahuan

tetapi lebih dari itu, ia juga sebagai pengajar, pembimbing, pengelola kelas,

motivator. Supaya siswa tertarik untuk mempelajari pelajaran bahasa Indonesia di

kelas.

b. PISOL ISWAHYUDI, 2011, “Peranan Guru Bahasa Indonesia dalam Memotivasi

Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (Studi Kasus di Madrasah

Tsanawiyah Jam’iyyatul Khair, Kampung Utan, Ciputat Timur). Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan metode persentase dari hasil perhitungan P = x 100%.

Maka diperoleh persentase dengan jawaban selalu sebanyak 63,8 %. Dan hasil yang

diperoleh dapat disimpulkan bahwa guru Bahasa Indonesia selalu memberikan

motivasi kepada siswa dalam proses kegiatan belajar Bahasa Indonesia.44

c. VINA ZUMROTUL A’LA, 2011, “Peran Guru PAI Sebagai Motivator dalam

Meningkatkan Kedisiplinan Siswa”. Penelitian dalam skripsi ini dimaksudkan untuk

mengetahui peranan guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan kedisiplinan

siswa. Metodologi penelitian ini menggunakan Deskriptif Analisis yang dilakukan di

SMP Nusantara Plus Ciputat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa guru PAI

sebagai motivasi mempunyai peranan yang sangat besar dalam meningkatkan

kedisiplinan siswa.45 Untuk melihat bagaimana peranan guru PAI sebagai motivator,

penulis menggunakan rumus P = x 100%.

E. Kerangka Berfikir

Guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan. Oleh karena itu guru

memiliki peran sentral dalam keberhasilan penyelenggaraan program pendidikan. Namun

44 Pisol Iswahyudi, 2011, Peranan Guru Bahasa Indonesia dalam Memotivasi Belajar Siswa pada MataPelajaran Bahasa Indonesia (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Jam’iyyatul Khair, Kampung Utan, CiputatTimur)

45 Vina Zumrotul A’la, 2011, “Peran Guru PAI Sebagai Motivator dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa

Page 57: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

46

demikian, orang akan berbeda pendapat menyangkut seberapa besar faktor peran guru

tersebut bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan dibandingkan faktor lainnya, seperti

faktor siswa, sarana dan prasaran belaja, kebijakan pemerintah, lingkungan serta sistem

pendidikan itu sendiri. Tugas guru dalam proses pembelajaran tidak hanya memberikan

materi yang jelas melainkan harus dibarengi dengan penerapan metode yang beragam

dalam memberikan materinya.

Beberapa cara bisa dilakukan guru untuk menarik siswa supaya termotivasi minat

belajarnya, seperti guru melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan, menyampaikan

materi dengan menarik menggunakan gerak tubuh, serta guru agar melibatkan media atau

alat peraga dalam menyampaikan materinya supaya siswa tidak merasakan jenuh atau

tidak bergairah dalam menerima materi yang diberikan oleh guru, maka peran guru dalam

menumbuhkan minat belajar siswa akan terwujud serta mendapatkan hasil yang baik.

Sebagai seorang guru tidaklah mudah untuk membuat siswa merasa senang dan

tertarik terhadap materi yang diajarkan kecuali dengan tingkat kemampuan maupun

kecakapan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran yang diterima di kelas.

Hal ini seharusnya guru harus lebih bisa menarik siswa agar lebih meningkatkan minat

belajarnya.Upaya yang dapat dilakukan guru dalam menumbuhkan motivasi belajar yakni

dengan memberikan motivasi kepada anak didik dengan cara memberikan dorongan dan

nasihat kepada siswa akan pentingnya belajar terutama mempelajari bidang studi bahasa

Indonesia. Selain itu guru juga harus menguasai materi dan mampu menyampaikan

materi dengan baik, sehingga siswa-siswa dapat menyerap materi yang telah disampaikan

dengan sempurna.

Page 58: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 12 SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur yaitu

SDN Pondok Ranji 2, SDN 1 Rengas, MI Raudhatul Islam Cirendeu, SDN Cempaka

Putih 3, MI Jamiyatul Khair Cempaka Putih, MI Muhammadiyah 1 Rempoa, SDI AL-

Fath Cirendeu, SDN Rengas 2, SDN Pisangan 4, SDN Pondok Ranji 4, SDN Rempoa 3,

MI Pembangunan UIN Jakarta. Dari bulan Januari 2014 sampai dengan Februari 2014

B. Lembar Penelitian

KISI-KISI OBSERVASI

Observasi Terkait Penggunaan Bahasa Indonesia yang Sesuai Kaidah di Sekolah

Nama guru :

Mengajar bidang studi:

Nama Sekolah :

Lokasi :

No Kaidah Bahasa Indonesia SudahSesuai

BelumSesuai Catatan

1Pengucapan bahasa Indonesia yangbaik tidak terpengaruh oleh ucapanbahasa daerah.

2

Tidak menggunakan bahasa daerahyang halus kepada orang yang lebihtua dengan bertujuan agar bahasanyadianggap baik dan sopan.

Page 59: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

48

KISI-KISI OBSERVASI

Observasi Terkait Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar di Sekolah

Nama guru :

Mengajar bidang studi:

Nama Sekolah :

Lokasi :

Salah satu ciri bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuaidengan ragam bahasa.

No. Ragam Bahasa SudahSesuai

BelumSesuai

Catatan

1 Ragam beku (Frozen)

2 Ragam Resmi (formal)

3 Ragam usaha atau ragamkonsultatif

4 Ragam santai atau ragamkasual

5 Ragam akrab atau ragamintim

KISI-KISI WAWANCARA

Nama Guru :

Lokasi :

1. Apakah Bapak / Ibu selalu menambahkan unsur bahasa daerah ketika berbicara bahasaIndonesia baik di sekolah maupun di luar sekolah ?

2. Apakah Bapak / Ibu menggunakan bahasa daerah halus supaya terkesan baik dan sopanketika berbicara kepada orang yang lebih tua atau lebih tinggi derajat atau pangkatnyabaik disekolah maupun di luar sekolah ?

3. Apakah Bapak / Ibu guru menyesuaikan ragam bahasa ketika berbicara bahasa Indonesiabaik di sekolah maupun di luar sekolah ?

Page 60: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

49

C. Desain Penelitian

Sesuai dengan masalah yang ada, penelitian ini akan menggunakan pendekatan

kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif bermakna membicarakan metodologi penelitian

yang didalamnya mencakup pandangan-pandangan filsafat mengenai realitas dan objek

yang dikaji. Tradisi ini berlangsung lama seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu sosial

dan ilmu perilaku itu sendiri Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan,

meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang

ada di masyarakat yang menjadi objek penilaian, dan berupaya menarik realitas itu ke

permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang

kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

Sebenarnya, metode deskriptif tidak hanya menggambarkan kondisi objek

penelitian, tetapi juga menganalisanya berdasarkan metode, teori, dan kemampuan

peneliti. Kemampuan dan pengalaman peneliti sangat berpengaruh terhadap hasil

penelitian yang menggunakan metode deskriptif.

Dengan pendekatan kualitatif, analisis dilakukan secara komprehensif, sehingga

proses pengumpulan dan penyajiandata hasil penelitian tidak hanya bertumpu pada hal-

hal yang mengemuka saja, tetapi juga dengan berupaya melihat faktor-faktor yang

melatarbelakanginya (program, budaya atau kebijakan tertentu).

Selanjutnya, penulisan penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan

skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.1

D. Informan Penelitian

Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive) dengan

prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Dalam penelitian ini

yang menjadi informan adalah guru bahasa Indonesia dan guru kelas di SD dan MI se-

Kecamatan Ciputat Timur. Peneliti mengambil sampel 2 sekolah di tiap kelurahan di

Kecamatan Ciputat Timur dan mengambil sampel 1 guru kelas/guru bahasa Indonesia

dan beberapa siswa, sehingga terkumpul 12 informan dari 12 sekolah dan beberapa siswa

di Kecamatan Ciputat Timur.

1 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan),

Page 61: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

50

No Nama Informan SekolahJenis

KelaminDaerah Asal Jabatan

1. M. Nufi IbrahimSDN Pondok Ranji 2

LSumatrra

BaratGuru Kelas 6

2. Sri SuharniSDN 1 Rengas

P Wonogiri Guru Kelas 1

3 NurhayatiMI Raudhatul Islam

CirendeuP Jakarta Guru Kelas 1

4 Supardi SDN Cempaka Putih 3 L Tegal Guru Kelas 2

5 NurjannahMI Jamiyatul Khair

Cempaka PutihP Jakarta Guru Kelas 6

6 MaisarohMI Muhammadiyah 1

RempoaP Jakarta Guru Kelas 5

7 Siti Sarah SDI AL-Fath Cirendeu P Jakarta

Guru Bahasa

Indonesia

kelas 5

8 Rasmi SDN Rengas 2 P Medan Guru Kelas 5

9 Kholilah Septiani SDN Pisangan 4 P Jakarta Guru kelas 4

10 Ayat SDN Pondok Ranji 4 P Jakarta Guru Kelas 6

11 Yahdiman SDN Rempoa 3 L DIY

Guru Bahasa

Indonesia

kelas 4

12 Ahmad Santoso

MI Pembangunan UIN

Jakarta L Karawang

Guru Bahasa

Indonesia

kelas 4

Page 62: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

51

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan data, dapat ditempuh dengan beberapa teknik antara

lain:

1. Observasi, sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan dengan pengamatan

dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi

ini dilakukan untuk memperoleh data tentang SD dan MI di Kecamatan Ciputat

Timur.

2. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan

dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.2

Wawancara juga sering disebut dengan interview yaitu sebuah dialog yang

dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi atau data pandangan, sikap,

respon, dan bentuk-bentuk peningkatan motivasi berbahasa siswa. Peneliti

melakukan wawancara guru bahasa Indonesia dan guru kelas di SD dan MI serta

beberapa siswa se-Kecamatan Ciputat Timur. Peneliti mengambil sampel 2

sekolah di tiap kelurahan di Kecamatan Ciputat Timur dan mengambil sampel 1

guru kelas/guru bahasa Indonesia, sehingga terkumpul 12 informan dari 12

sekolah di Kecamatan Ciputat Timur. Wawancara dilakukan secara langsung

(face to face) untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan tujuan

mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Pada

penelitian ini, peneliti memakai jenis wawancara tidak terstruktur atau wawancara

bebas. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti

tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis

dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Melalui teknik ini diharapkan terjadi

komuikasi langsung, luwes, dan fleksibel secara terbuka, sehingga informasi yang

didapat lebih banyak dan luas mengenai peranan guru dalam meningkatkan

motivasi siswa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

3. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan judul skripsi seperti studi kasus, laporan-laporan tentang jumlah guru dan

siswa, prasarana, struktur organisasi, dan sebagainya.

2 Moleong Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet 29, h. 186

Page 63: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

52

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Hasil data yang terkumpul

kemudian dianalisis menggunakan pendekatan analisis kualitatif. Adapun tahapan

analisis yaitu :

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

2. Penyajian data

Display data yaitu menyajikan data dalam bentuk pola setelah data direduksi.

Dalam penelitian kualitatif penyejian data ini dilakuakn dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Melalui

penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Langkah ini didapatkan

setelah peneliti melakukan penyusunan data dalam bentuk transkrip data

selanjutnya.

3. Analisis isi

Analisis yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori pada

tinjauan kepustakaan.

4. Pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan adalah menganalisis data yang dapat dicoba dibuat

suatu kesimpulan hasil penelitian.

G. Validasi Data

Validasi data merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek

penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Untuk menjaga validasi data

maka dilakukan triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

Page 64: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

53

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Terdapat 3 triangulasi, yaitu :

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mngecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mngecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.dapat

diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau

kuesioner.

3. Triangulasi waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan

dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih segar,

belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih

kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan

dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik

lain dalam waktu situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang

berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan

kepastian datanya. Dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi teknik

H. Sumber Data

Sumber data yang penulis lakukan yaitu:

1. Guru

Guru dalam penelitian ini sebagai informan tentang peranan guru bahasa

indonesia terhadap motivasi siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia

2. Siswa

Siswa dalam hal ini juga sebagai informan sehingga peneliti bisa tahu sejauh

mana motivasi siswa dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Page 65: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum Kecamatan Ciputat Timur

Kecamatan yang dipimpin oleh H. Purnama Wijaya, S. Sos ini berada di

Kotamadya Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Kecamatan ini memiliki luas 16.42 Km.

Jumlah penduduk 183.330. Kepadatan penduduk 11.165 jiwa/km. Mempunyai 6

kelurahan yaitu Rengas, Rempoa, Cirendeu, Pondok Ranji, Cempaka Putih, Pisangan.

Kecamatan Ciputat Timur merupakan pemekaran dari Kecamatan Ciputat. Kecamatan ini

berbatasan dengan Kelurahan Pondok Pinang, Karang Tengah, Ciputat, Pondok Aren,

Bintaro, Pamulang, Cinere, Sawangan, Depok.

Kecamatan ini memiliki situ atau danau yaitu Situ Gintung, Situ Antap, Situ Kuru,

dan Situ Bungur. Kecamatan ini terdapat beberapa Universitas yaitu Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, STIE Ahmad

Dahlan, dan Institut Ilmu Alquran. Di Kecamatan ini terdapat beberapa SMA/SMK/MA

yaitu SMAN 4 Tangsel, SMAN 8 Tangsel, MA Pembanguna UIN Jakarta, SMA Dua

Mei, dan SMK Nusantara Ciputat. Di Kecamatan ini terdapat beberapa SMP/MTS yaitu

MTs Pembangunan UIN JAKARTA, SMP DUA MEI, SMPN 2 Tangsel, SMPN 3

Tangsel, SMPN 10 Tangsel, dan SMPN 13 Tangsel. Di Kecamatan ini terdapat SDN 1

Rengas, SDN 2 Rengas, MI Nurun Najah 2, SDN 1-5 Rempoa, SD Kharisma Ruhul

Amin, MI Yaspina Rempoa, MI Muhammadiyah Rempoa, SDN 1-4 Cempaka Putih, MI

Jamiyatul Khoir, MIN Cempaka Putih, SD Dua Mei, SDN 1-5 Pondok Ranji, MI

Madrasah Pembangunan, MI Nurul hidayah, MI Khasanah Kebajikan, SDN Pisangan 4,

SD Ibnu Umar Pisangan, SDI AL Mabrur, SDI Madinatul Ilmi, SDI Suhardita, MI

Raudhatul Islam, dan SD AL-Fath.

Page 66: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

55

B. Informan

No Nama Informan SekolahJenis

KelaminDaerah Asal Jabatan

1. M. Nufi IbrahimSDN Pondok Ranji 2

LSumatrra

BaratGuru Kelas 6

2. Sri SuharniSDN 1 Rengas

P Wonogiri Guru Kelas 1

3 NurhayatiMI Raudhatul Islam

CirendeuP Jakarta Guru Kelas 1

4 Supardi SDN Cempaka Putih 3 L Tegal Guru Kelas 2

5 NurjannahMI Jamiyatul Khair

Cempaka PutihP Jakarta Guru Kelas 6

6 MaisarohMI Muhammadiyah 1

RempoaP Jakarta Guru Kelas 5

7 Siti Sarah SDI AL-Fath Cirendeu P Jakarta

Guru Bahasa

Indonesia

kelas 5

8 Rasmi SDN Rengas 2 P Medan Guru Kelas 5

9 Kholilah Septiani SDN Pisangan 4 P Jakarta Guru kelas 4

10 Ayat SDN Pondok Ranji 4 P Jakarta Guru Kelas 6

11 Yahdiman SDN Rempoa 3 L DIY

Guru Bahasa

Indonesia

kelas 4

12 Ahmad Santoso

MI Pembangunan UIN

Jakarta L Karawang

Guru Bahasa

Indonesia

kelas 4

Page 67: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

56

C. Hasil Penelitian

1. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Interaksi Siswa dengan Guru

a. Penggunaan unsur bahasa daerah ketika berbicara bahasa Indonesia.

Berdasarkan penuturan informan utama, sebagian dari informan utama pernah

menggunakan unsur bahasa daerah ketika berbicara bahasa Indonesia di sekolah dan

menggunakan unsur bahasa daerah ketika mengajar. Mereka menggunakan unsur bahasa

daerah karena berbagai alasan salah satunya yaitu untuk membandingkan makna,

” Ya benar disini siswa-siswanya berasal dari berbagai daerah. Ya kadang-kadangsuka menggunakan bahasa daerah untuk sebagai contoh saja, jadi untukperbandingan makna kata dengan bahasa Indonesia supaya mereka paham. Seringnyamenggunakan unsur bahasa Jawa dan Sunda”1

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa guru tersebut biasanya menggunakan

unsur-unsur bahasa daerah yaitu untuk membandingkan makna kata dengan bahasa

Indonesia karena menurut teori metode terjemahan bahasa, anak akan mudah menguasai

bahasa asing yang dipelajari dengan cara menerjemahkan dari bahasa yang diajarkan ke

dalam bahasa ibu murid dan sebaliknya.2

Lalu ada juga guru yang menggunakan unsur bahasa daerah karena ada anak yang

belum bisa berbahasa Indonesia supaya komunikasi tetap berjalan.

”Iya pernah waktu mengajar kelas 1, jadi ada seorang siswa dari daerah lebak yangdari lahir tinggal bersama neneknya dan bahasa sehari-hari siswa ini bahasa Sunda.Kemudian diambil oleh ibunya dan sekolah disini di kelas 1. Ketika PBMberlangsung siswa ini tidak bisa memahami bahasa Indonesia, jadi khusus untuk diasaya jelaskan menggunakan bahasa Sunda.”3

Menurut Rosadi Ruslan, komunikasi tidak hanya menyampaikan informasi atau pesan

saja, tetapi komunikasi dilakukan seorang dengan pihak lainnya dalam upaya membentuk

suatu makna serta mengemban harapan-harapannya.4

1 Bapak Nufi Ibrahim, SDN Pondok Ranji 22 http://agusbagus92.wordpress.com/2013/05/02/makalah-metode-tatabahasa-dan-terjemahan/3 Ibu Nurhayati, MI Raudhatul Islam4 https://amirlahjeni.wordpress.com/2012/03/30/tujuan-komunikasi/

Page 68: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

57

Ada juga guru yang ketika mengajar diselingi bahasa daerah dan bahasa Inggris

dengan tujuan supaya suasana PBM tidak monoton.

“Ya pernah, kadang-kadang bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Inggris juga. Tapisaya sambil kasih tahu juga artinya. Supaya tidak monoton dalam mengajar. Misalnyakalau lagi mengajar, saya ngomong “Mudeng gak ?” kepada siswa. Dengan guru punjuga pernah menggunakan bahasa daerah. Kalau antar guru disini bahasanyakadang-kadang Betawi, Jawa, dan Sunda. Bahasa gaul masa kini juga seringdigunakan seperti kata-kata rempong, gua, elu, cabe-cabean tapi sesama guru saja.Kecuali di depan anak.”5

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa guru tersebut ketika sedang mengajar

terkadang menyelingi bahasa daerah dan bahasa Inggris. Dalam komunikasi verbal, guru

menggunakan bahasa yang bersifat informatif. Bahasa yang bersifat informatif adalah

ujaran yang mengandung ide atau informasi yang sesuai dengan apa yang diujarkan

pembicara kepada kawan bicara. Dalam komunikasi verbal juga terdapat satu fungsi

bahasa yang cukup unik, yaitu fungsi fatis. Fungsi fatis yaitu bahasa berfungsi untuk

mempertahankan dan memperbaiki saluran komunikasi yang susah atau untuk menjaga

relasi sosial yang baik, seperti obrolan di awal perkenalan. Fungsi fatis bisa juga disebut

fungsi basa-basi.

Guru mengekspresikan tuturannya dengan ungkapan bahasa verbal, baik dengan

ungkapan yang berfungsi fatis maupun ungkapan yang tidak berfungsi fatis. Fungsi fatis

bahasa diekspresikan oleh penutur dengan ungkapan fatis. Ungkapan fatis menjadi unik

karena komunikasi verbal yang menggunakan ungkapan fatis tidak bertujuan untuk

menyampaikan ide atau bertukar informasi, melainkan untuk menjaga hubungan sosial

dengan lawan bicara. Contohnya adalah penggunaan ungkapan salam hai, apa kabar, dan

selamat pagi. Ungkapan hai biasanya digunakan sebagai salam yang berfungsi untuk

memulai percakapan. Dengan salam hai kontak percakapan menjadi terjalin dan dengan

terjadinya kontak percakapan terjalin juga hubungan sosial. Sebagian besar ungkapan

fatis merupakan ciri ragam lisan. Ragam lisan pada umumnya adalah ragam nonstandar

yang banyak mengandung unsur daerah atau dialek regional. Dalam hal ini guru

menyelingi bahasa daerah Sunda dan Jawa ketika mengajar.

5 Ibu Rasmi Pohan, SDN Rengas 2

Page 69: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

58

Untuk mengatasi suasana PBM yang monoton, sebaiknya guru mengubah sistem

pembelajaran yang itu-itu saja, guru bisa memulainya dari awal dengan meluruskan niat

belajar, sehingga para siswa lebih serius dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Selanjutnya guru bisa mengubah suasana belajar sehingga siswa merasa lebih enjoy dan

senang dalam mengikuti pelajaran. Kemudian pendidik dapat memberikan kesempatan

penuh kepada siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga

tidak hanya guru yang “ceramah” kepada peserta didiknya, tetapi juga mereka (peserta

didik) juga pasti ingin mengutarakan pendapat seputar pelajaran yang sedang dibahas.

Selain itu untuk membiasakan siswa supaya berbahasa Indonesia yang baik dan benar,

siswa tidak hanya diarahkan tetapi juga diberi contoh, figur, dan teladan.

Selain itu ada juga guru yang menggunakan bahasa daerah karena terbawa-bawa logat

asli daerah asal.

“Iya itu sih pernah ya. Saya biasanya terbawa-bawa bahasa sunda ketika mengajar.Dari logat saya memang sunda banget.”6

Ibu Ayat menuturkan bahwa sering terbawa-bawa logat bahasa Sunda ketika mengajar.

Dalam hal ini disebut juga Interferensi atau gejala bercampurnya pemakaian bahasa.

Interferensi, menurut Nababan, merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat

terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau

dialek kedua. Selain itu menurut Alwasilah, bahwa interferensi merupakan kekeliruan

yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu

bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan

kosakata.

Kemudian ada juga guru yang menggunakan bahasa daerah tapi hanya sesama orang

daerah juga dengan alasan keakraban.

“Iya selalu. Tapi kepada sesama orang suku Jawa saja karena saya bersuku Jawa.Saya selalu menyesuaikan dengan orang di sekitarnya dalam menggunakan bahasadaerah baik di sekolah maupun di luar sekolah. Supaya suasana pembicaraan lebih

6 Ibu Ayat, SDN Pondok Ranji 4

Page 70: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

59

akrab dan cair. Penggunaan bahasa daerah ketika saya mengajar mempunyai tujuansupaya bisa membantu siswa dalam memperlancar bahasa Indonesia.”7

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa guru tersebut menggunakan bahasa daerah

tetapi hanya sesama orang daerah juga. Di kota-kota besar di Indonesia, sudah pasti

terdapat beberapa suku bangsa dengan bahasa daerah masing-masing, disamping bahasa

Indonesia. Orang – orang yang berasal dari daerah yang sama dan bertemu pada kondisi

biasanya menggunakan bahasa daerah sama juga dalam komunikasi mereka, hal ini dapat

terjadi karena adanya kesamaan latar belakang mereka sehingga membuat hal itu terjadi.

Bahasa daerah digunakan dalam komunikasi intrasuku yang bersifat tidak formal, dan

pada umumnya didasarkan pada keinginan untuk membuat suasana lebih akrab, untuk

mengedukasi, menunjukkan rasa hormat, penghargaan, atau rasa solidaritas suku. Dan

biasanya bahasa daerah digunakan dalam domain kedaerahan, seperti dalam upacara

pernikahan, percakapan dalam keluarga daerah, dan komunikasi antar penutur daerah.8

Ada juga guru yang tidak menggunakan unsur bahasa daerah ketika di sekolah dan

lebih menggunakan bahasa Indonesia saja

“Tidak pernah menggunakan bahasa daerah. Hanya menggunakan bahasa Indonesiasaja. Karena meskipun ada yang bersuku Betawi, Sunda dan Jawa tapi logatnya tidakterlihat kedaerahannya sehingga hanya menggunakan bahasa Indonesia saja.”9

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa guru tersebut tidak menggunakan unsur

bahasa daerah ketika di sekolah dan lebih menggunakan bahasa Indonesia saja. Kita

melihat, fungsi bahasa daerah berbeda dengan fungsi bahasa Indonesia, dan masing-

masing mempunyai ranah yang berbeda pula. Bahasa daerah membangun suasana

kekeluargaan, keakraban, kesantaian, dan dipakai dalam dalam ranah kerumahtanggaan

(family), ketetanggaan(neighborhood), kekariban (friendship), sedangkan bahasa

Indonesia membangun suasana formal, keresmian, kenasionalan, dan dipakai misalnya

dalam ranah persekolahan (sebagai bahasa pengantar), ranah kerja (sebagai bahasa resmi

dalam rapat; alat komunikasi antar pegawai, dan antara pegawai dengan tamu kantor),

7 Bpk Yahdiman, SDN Rempoa 38 Abdul chaer, SOSIOLINGUISTIK: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,2004) Cet 2, h. 1569 Bpk Supardi, SDN Cempaka Putih 3

Page 71: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

60

ranah keagamaan (dalam khotbah). Berdasarkan hal di atas, bahasa Indonesia saja yang

digunakan meskipun banyak guru yang bersuku Betawi, Sunda, dan Jawa. Selain itu logat

kedaerahan para guru-gurunya juga tidak terlihat.

Meluasnya penggunaan bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang positif dan

menggembirakan, tetapi dibalik itu muncul pula dampak negatifnya, yang tidak

menguntungkan bagi program pembinaan bahasa Indonesia. Mereka sering mendapatkan

hambatan psikologis dalam menggunakan bahasa daerahnya yang mengenal tingkatan

bahasa, seringkali memaksa mereka bolak-balik dalam bertutur antara bahasa daerah dan

bahasa Indonesia. Akhirnya, sering terjadi kalimat-kalimat yang bukan bahasa daerah dan

buka pula bahasa Indonesia. Di kalangan kelompok atasan atau intelektual karena ingin

mudahnya saja, atau untuk prestise dalam berbahasa sering pula menggunakan kalimat

yang setengah Indonesia dan setengah asing. Lalu karena itu pula (karena banyaknya

terjadi interferensi atau campur kode yang tidak terkendali) mungkin akan terjadi pula

suatu ragam bahasa baru, misalnya, bahasa Indonesia yang kesunda-sundaan (seperti

dilaporkan Widjajakusumah dengan nama bahasa Indonesia Jawa Barat), bahasa

Indonesia kejawa-jawaan, bahasa Indonesia keinggris-inggrisan.

Secara sosiolinguistik hal tersebut tidak akan menjadi masalah (malah mungkin akan

menjadi topik baru dalam penelitian sosiolinguistik), tetapi bagi pembinaan bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara tentu merupakan masalah besar,

sebab hal itu merupakan peristiwa “perusakan” bahasa Indonesia yang sangat tidak

diharapkan. Penutur yang memiliki sikap bahasa positif terhadap bahasa Indonesia, tentu

tidak akan melakukan pencampuran bahasa. Dia akan menggunakan bahasa Indonesia

secara cermat dan benar. Tetapi sayangnya, kebanyakan orang Indonesia belum memiliki

sikap bahasa positif terhadap bahasa nasionalnya.10

b. Penggunaan bahasa daerah halus supaya terkesan baik dan sopan ketika berbicara

kepada orang yang lebih tua atau lebih tinggi derajat atau pangkatnya.

Berdasarkan penuturan informan utama, sebagian informan utama pernah

menggunakan bahasa daerah halus kepada orang lain yang lebih tua atau lebih tinggi

10 Abdul chaer, SOSIOLINGUISTIK: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,2004) Cet 2, h. 160

Page 72: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

61

jabatannya di sekolah. Mereka menggunakan bahasa halus daerah karena berbagai alasan

salah satunya yaitu terdapatnya guru-guru lain yang berasal dari daerah yang sama.

“Waktu ada guru yang dari daerah Sunda ya sering menggunakan bahasa Sunda tapisebatas dengan dia saja, kalau dengan guru yang lain yang bukan berasal dari Sundaya berubah menggunakan bahasa Indonesia saja. Sebetulnya saya orang asli Betawi,cuman pernah merantau di daerah Sunda dari SD, SMP, SPG di daerah Sundatepatnya di Subang, jadi ya cukup lancar berbahasa Sunda, tetapi tidak terlalu halusbahasa Sundanya.”11

Dari pernyataan di atas dapat dilihat, penggunaan bahasa Sunda hanya dilakukan

kepada seorang yang bersuku Sunda, jika berbicara dengan seseorang yang bukan

bersuku Sunda maka menggunakan bahasa Indonesia. Secara sosial perubahan pemakaian

bahasa itu memang harus dilakukan, sebab adalah sangat tidak pantas dan tidak etis

secara sosial, untuk terus menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain.

Selanjutnya dari pernyataan guru diatas, bahwa guru tersebut bersuku asli Betawi

tetapi lebih fasih menggunakan bahasa Sunda karena sejak SD merantau ke daerah

Sunda, sehingga guru tersebut tidak pernah lagi menggunakan bahasa asli Betawi. Dalam

hal ini telah terjadi pergeseran bahasa.

Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh

seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan

dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kalau seorang atau sekelompok orang

penutur pindah ketempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan

mereka, maka akan terjadilah pergeseran bahasa ini. Pendatang atau kelompok pendatang

ini untuk keperluan komunikasi ini mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan

“menanggalkan” bahasanya sendiri, lalu menggunakan bahasa penduduk setempat.

Dalam kelompok asal, mereka memang dapat menggunakan bahasa pertama mereka

tetapi untuk berkomunikasi dengan orang lain, tentunya mereka tidak dapat bertahan

untuk tetap menggunakan bahasa sendiri. Sedikit demi sedikit mereka harus belajar

menggunakan bahasa penduduk setempat.

11 Ibu Nurhayati, MI Raudhatul Islam

Page 73: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

62

Lalu ada juga guru yang menggunakan bahasa halus daerah karena menganggap

sebagai bentuk hormat terhadap orang yang lebih tua.

“Iya pernah. Bagi saya yang berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah bahasa daerahyang bersifat halus itu termasuk bentuk hormat kita terhadap orang yang lebih tua.”12

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa guru tersebut menggunakan bahasa daerah

halus kepada orang lain yang lebih tua yang juga bisa dan memahami berbahasa daerah

halus. Guru tersebut beranggapan jika menggunakan bahasa halus kepada orang yang

lebih tua maka hal tersebut adalah suatu bentuk hormat kepada orang yang lebih tua. Di

dalam masyaraakat tutur Jawa, terdapat perbedaan variasi bahasa. Bahasa yang bersifat

halus di dalam tata bahasa Jawa disebut bahasa kromo dan bahasa yang bersifat kasar

disebut bahasa ngoko. Bahasa kromo biasanya digunakan kepada seorang yang lebih tua,

lebih tinggi status sosialnya, dan digunakan kepada seseorang yang baru dikenal.

Sedangkan bahasa ngoko biasanya digunakan kepada seorang yang lebih muda, lebih

rendah status sosialnya, dan digunakan kepada seorang teman yang sudah lama dikenal.

Ada juga guru yang menggunakan unsur bahasa daerah halus supaya lestari bahasa

daerah.

“Saya masih menggunakan bahasa daerah yang halus dalam berbicara kepada orangyang tua di MP, supaya lestari bahasa daerah.”13

Dari paparan di atas, guru tersebut sadar betul bahwa pada waktu dan tempat tertentu

hal yang masih bisa mengikat kuat dirinya dengan tempat asalnya adalah bahasa daerah.

Di perantauan, biasanya identitas budaya lain seperti makanan dan pakaian dari daerah

asal akan ditinggalkan dan digantikan dengan yang baru, apalagi jika si perantau telah

tinggal lama di tanah orang dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Orang

Kupang, misalnya, tidak mungkin selalu bisa makan jagung bose dan bunga pepaya

dengan daging se’i di perantauan, karena belum tentu ada. Sama pula halnya ia tidak

mungkin berpakaian agak tipis di daerah yang beriklim sangat dingin. Jadi satu-satunya

identitas yang masih bisa melekat dan tetap terpelihara adalah bahasa daerah. Tidak

jarang kita mendengar orang menggunakan bahasa daerahnya untuk menelepon sanak

12 Bpk Yahdiman, SDN Rempoa 313 Bpk Ahmad Santoso, MI Pembangunan UIN JKT

Page 74: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

63

keluarga atau hadai taulannya dari perantauan. Boleh jadi ada orang tertentu yang

menganggap hal ini lucu dan kurang bergengsi, juga terkesan kampungan. Tetapi demi

pelestarian dan kelestarian bahasa daerah, hal itu sudah merupakan langkah terpuji.

Memang kita tidak boleh melupakan budaya sendiri walaupun tinggal di tempat lain.

Tentang hal ini, Julius Kambarage Nyerere (1922-1999), presiden pertama Tanzania dan

penerjemah Julius Kaisari (versi Swahili dari Julius Caesar karya William Shakespeare),

pernah berkata: “…belajar dari kebudayaan lain tidak berarti harus melupakan milik kita

sendiri.”

Ada juga guru yang hanya menggunakan bahasa biasa saja. Tidak halus dan juga tidak

kasar. Berikut kutipannya :

“Tidak juga sih. Bahasa yang biasa saja, halus, tidak baku, tidak kasar juga. Yangpenting terkesan sopan. Dan membiasakan bahasa Indonesia yang baik dan benarselama mengajar.”14

Dari penuturan guru di atas, bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar

adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam situai resmi

kita harus menggunakan ragam baku, baik lisan maupun tertulis, sedangkan dalam situasi

tidak resmi kita harus menggunakan raam tidak resmi, bukan ragam baku. Jadi,

sesungguhnya harus memahami ‘‘Siapa bicara, dengan bahasa apa, kpada siapa, dengan

topik apa, kapan, dan tujuan apa“. Jika kita dapat menggunakan kaidah ini berarti kita

telah dapat menggunakan baasa dengan baik dan benar.

c. Menyesuaikan ragam bahasa ketika berbicara bahasa Indonesia.

Berdasarkan penuturan informan utama, sebagian informan utama menggunakan

ragam bahasa dalam berbicara bahasa Indonesia. Mereka menyesuaikan ragam bahasa

dengan alasan situasi dan kondisi.

Ada guru yang menggunakan ragam resmi ketika sedang rapat saja dan menggunakan

bahasa Indonesia baku ketika berbicara dengan siswa.

14 Ibu Kholilah Septiani, SDN Pisangan 4

Page 75: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

64

“Kalau sedang rapat menggunakan bahasa Indonesia resmi, kalau sedang denganteman ya kadang bahasa Indonesia kadang juga bahasa daerah, dan ketika berbicaradengan siswa ya menggunakan bahasa Indonesia baku.”15

Dari penuturan guru di atas bisa dilihat bahwa ada sebuah tuntutan untuk bisa

menyesuaikan ragam bahasa yang digunakan karena semua ragam itu dapat digunakan

asal sesuai dengan situasinya, ruang dan waktu serta tidak menyalahi norma-norma

umum yang berlaku.

Ada juga guru yang menggunakan ragam formal ketika rapat tapi juga diselingi ragam

bahasa santai supaya tidak bosan.

“Kalau sedang rapat ya menggunakan ragam bahasa formal tapi kadang-kadangmenggunakan ragam bahasa santai biar tidak bosan. Ketika berbicara sesama gurucenderung menggunakan ragam santai tapi ketika tidak ada siswa. Ketika dengan walimurid menggunakan ragam bahasa baku. Yang penting kita menggunakan bahasa kitasesuai situasi dan kondisinya.”16

Dari kutipan wawancara di atas dapat dilihat bahwa guru yang menggunakan ragam

formal ketika rapat tetapi juga diselingi ragam bahasa santai ketika dengan sesama guru

supaya tidak bosan. Peristiwa pergantian bahasa yang digunakan dalm kutipan diatas

yaitu berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi atau juga ragam resmi ke ragam

santai disebut peristiwa alih kode di dalam sosiolinguistik. Alih kode ialah gejala

peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi antar bahasa dan antara ragam-

ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Dalam kutipan di atas adalah

berubahnya ragam bahasa formal menjadi ragam bahasa santai. Secara umum penyebab

alih kode itu disebutkan antara lain adalah (1) pembicara penutur, (2) pendengar atau

lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari

formal ke informal atau sebaliknya, (5) perubahan topik pembicaraan.

Kemudian ada guru yang menggunakan bahasa ragam bahasa formal ketika rapat guru

dan komite sekolah tetapi kalau sedang istirahat menggunakan ragam bahasa santai

15 Ibu Sri Suharni SDN I Rengas16 Ibu Nurhayati, MI Raudatul Islam

Page 76: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

65

“Saya selalu berusaha menyesuaikan ragam bahasa ketika berbicara. Ketika rapatdinas dan rapat dewan guru atau rapat komite sekolah tentunya menggunakan bahasayang formal. Tapi kalau sedang istirahat menggunakan ragam bahasa santai.”17

Dari kutipan pernyataan guru diatas, menunjukkan bahwa bahasa itu (termasuk bahasa

Indonesia) mempunyai variasi, baik yang bersifat regional, sosial, maupun fungsional.

Kenyataan ini tidak dapat diabaikan dalam pengajaran bahasa. Memang yang harus

diajarkan diajarkan adalah hanya ragam bahasa baku, yaitu ragam bahasa yang biasa

digunakan dalam situasi-situasi resmi. Secara tertulis seperti digunakan dalam surat-

menyurat dinas, buku-buku pelajaran, dan dokumen-dokumen kenegaraan; secara lisan,

seperti digunakan dalam pidato kenegaraan, khotbah di masjid, atau di gereja, dalam

rapat-rapat dinas, dan sebagainya. Namun, kenyataan adanya ragam-ragam bahasa

tersebut perlu “diberi tahu” kepada murid, sebab penggunaan bahasa yang tepat adalah

penggunaan ragam bahasa itu yang sesai dengan situasi dan keperluannya. Untuk

berkomunikasi dengan pedagang di pasar tidak perlu digunakan ragambahasa baku, tetapi

untuk menulis karangan ilmiah harus menggunakan ragam bahasa baku.

Ada juga guru yang tidak terlalu memperhatikan ragam bahasa dan hanya berusaha

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

“Mungkin bahasa Indonesia yang digunakan yang baik dan benar saja, ya tidakterlalu beku, formal, sedikit santai.”18

Penggunaan bahasa dalam rapat-rapat dinas atau atau surat-surat dinas adalah contoh

situasi resmi yang menggunakan ragam resmi, tetapi penggunaan bahasa di warung kopi

dengan topik pembicaraan yang tidak menentu adalah contoh penggunaan bahasa dalam

situasi tidak resmi yang biasanya menggunakan ragam santai.

2. Peran guru kepada siswa dalam upaya meningkatkan motivasi berbahasa Indonesia

yang baik dan benar.

17 Bpk Yahdiman, SDN Rempoa 318 Bpk Nufi Ibrahim, SDN Pondok Ranji 2

Page 77: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

66

Berdasarkan penuturan informan utama, sebagian informan utama berusaha untuk

meningkatkan motivasi siswa berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan

cara yang berbeda-beda.

Ada guru yang memberikan contoh bagaimana caranya berbahasa Indonesia yang baik

dan benar. serta memberikan himbauan jika ada siswa yang menggunakan bahasa yang

tidak baik.

“Kita harus memberikan model karena kita sebagai guru, memberikan contohbagaimana caranya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan juga memberikanhimbauan jika ada siswa yang menggunakan bahasa yang tidak baik.”19

Dari kutipan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa ada upaya guru untuk terus

memberikan arahan supaya tetap menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kemudian dapat diketahui juga bahwa guru harus bisa dijadikan contoh ataupun teladan

dalam hal berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Proses Belajar Mengajar (PBM)

dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti metode mengajar, sarana-prasarana, materi

pembelajaran, kurikulum, dan lain-lain. Dari berbagai aspek itu, yang memegang peranan

penting PBM adalah guru. Selengkap apa pun sarana-prasarana, kalau tidak ditunjang

kompetensi guru terhadap bidang studi yang diajarkan, tidak akan berhasil.

Dalam masyarakat multilingual, multirasial, dan multikultural, maka faktor

kebahasaan, kebudayaan, sosial, dan etnis merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi

keberhasilan pengajaran bahasa. Misalnya, murid yang sehari-hari di rumah dan di

lingkugan masyarakatnya menggunakan bahasa Indonesia, tentu akan mempuyai

kemungkinan untuk lebih berhasil dalam pelajaran bahasa Indonesia daripada murid yang

tinggal dalam keluarga dan lingkungan masyarakatnya yang tidak menggunakan bahasa

Indonesia. Demikian juga murid akan lebih berhasil dalam belajar bahasa Indonesia

apabila orang-orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah (guru, pegawai tata usaha,

dan lain-lain) dalam percakapan sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia daripada

yang tidak berbahasa Indonesia.

Guru sebagaimana orang tua sudah seharusnya bisa menjadi model bagi anak-anak.

Perilaku keseharian bisa menjadi tauladan bagi anak-anak didik. Guru bisa menjadi figur

19 Bpk Nufi Ibrahim, SDN Pondok Ranji 2

Page 78: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

67

sentral dalam pembentukan kepribadian anak. Jujur, saat ini banyak anak kehilangan

figur sentral. Banyak anak yang lebih cenderung untuk menjadikan tontonan sebagai

model. Bisa saja hal ini terjadi karena orang tua yang mestinya bisa sebagai model jarang

ditemui karena sibuk. Sehingga anak-anak mencari figur lainnya. Misalnya saja model itu

bisa ditemukan pada diri pembantu, pada tokoh sinetron yang dikagumi, atau mungkin

sahabatnya yang dijadikan figur. Di sinilah guru dituntut untuk menjadi model. Berikan

yang terbaik buat anak-anak kita. Banyak anak-anak yang sukses karena melihat figur

gurunya yang bersahaja, tegas, dan berwibawa.

Anak-anak adalah mata rantai pewaris perjuangan dalam menegakkan nilai-nilai

kebenaran. Anak-anak adalah pengawal negeri tercinta. Dialah yang akan menjaga dan

melestarikan nilai-nilai budaya yang telah dibangun dengan susah payah. Dalam proses

transfering values and knowladge guru senantiasa mengajar dan berkomunikasi. Guru

tidak bisa meninggalkan nilai-nilai dalam mendidik putra-putrinya. Sekali lagi, sebagai

agen perubahan, guru bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi transfer nilai-nilai. Hal-hal

yang tidak baik segera diganti dengan nilai-nilai yang baik. Berbagai teori telah

menyebutkan bahwa apa yang sudah diterima anak di masa tanam akan masuk dalam

memori jangka panjang atau tersimpan pada alam bawah sadar. Namun demikian, kita

tidak boleh berputus asa, tidak boleh hawatir untuk melakukan perubahan. Masa model

bisa untuk memperbaiki kondisi yang pernah terjadi di masa tanam. Kita bisa melihat

cara kerja komputer. Ketika masih baru dan mulai diisi kemudian disimpan, maka itulah

yang akan tersimpan terus. Namun suatu saat apa yang tersimpan itu harus kita hapus

untuk diganti dengan yang lebih baik, maka yang sudah dihapus itu akan hilang. Berbeda

jika ada file baru yang masuh dan tersimpan, maka sejauh mana file yang tersimpan itu

terbuka kembali.

Di sinilah peran guru sebagai agen perubahan. Guru berperan sebagi model yang bisa

diteladani oleh anak-anak. Banyak model yang dilihat oleh anak-anak di luar sekolah.

Namun di sekolahlah yang diharapkan model itu bisa ditemukan oleh anak. Sekolah

setidaknya mampu menjadi filter terhadap pengaruh yang terjadi di luar rumah.

Bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, kompetensi yang harus dimiliki guru

bahasa Indonesia tidak hanya penguasaan teori-teori serta materi bahasa dan sastra

Page 79: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

68

Indonesia saja tetapi yang lebih utama guru harus memiliki kompetensi sebagai model

dalam menyampaikan materi bahasa dan sastra Indonesia karena tujuan utama pelajaran

bahasa Indonesia yaitu terampil berbahasa.

Pelajaran bahasa adalah salah satu pelajaran yang kurang mendapat perhatian. Salah

satunya disebabkan dalam menyajikan materi, guru belum mampu menjadi model dalam

pelajaran itu. Padahal, pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sangat penting dalam

kehidupan sebagai sarana menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat dalam

berkomunikasi sehari-sehari.

Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia menyangkut empat aspek yaitu keterampilan

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam menyampaikan empat aspek

keterampilan tersebut, guru dituntut terampil dulu berbahasa, jangan sampai guru bahasa

hanya bisa menyuruh siswa, membaca, menulis, dan mengapresiasi sastra sedangkan

gurunya sendiri tidak pernah melakukannya.

Seperti yang diungkapkan Erwan Juhara, guru harus jadi model PBM bagi murid-

muridnya dalam angka eksistensi sastra, dalam kehidupan akademis, yang selanjutnya

memanfaatkan dampak positifnya dalam penciptaan atmosfir sastra di masyarakat.

Contohnya, banyak guru tidak bisa menjadi model yang baik saat ia membina budaya

baca sastra karena guru sendiri tidak pernah membaca karya sastra. Begitupun dalam

mengajarkan menulis, guru tidak memiliki karya dan pengalaman mengarang. Ada juga

guru yang menyuruh muridnya meyaksikan pertunjukan karya sastra sementara ia tak

tertarik menyaksikan karya sastra.

Untuk keterampilan berbicara, guru dituntut terampil berpidato, terampil membawakan

acara,dan berbicara lainnya. Dalam menyampaikan materi ini, guru harus berdasarkan

pengalamannya, bukan hanya berdasarkan teori-teori di buku saja. Guru yang memiliki

kompetensi berbahasa yang baik akan membantu keberhasilan PBM yang berpusat

kepada siswa sehingga siswa bisa meniru dan mencontohnya. Hal ini sesuai dengan

konsep dasar life skill (kecakapan hidup), yang menyangkut kecakapan mengenal diri,

kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan

kerja.

Page 80: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

69

Ada juga guru yang mengadakan tanya jawab secara lisan dengan siswa dan harus

dijawab dengan bahasa Indonesia yag baik dan benar.

“Saya selalu mengadakan tanya jawab dengan siswa secara lisan dan harus dijawabdengan bahasa yang baik dan benar. Ya kalau ada yang menggunakan bahasa yangtidak bagus ya saya betulkan. Menurut saya anak-anak ini malah terbiasamenggunakan bahasa yang ada di “sinetron”. Kalau ada yang menggunakan kata-kata “lu“ dan ”gua” ya saya panggil dan saya kasih tau kalau itu tidak boleh.Misalnya ada anak yang menyebut “gundu” atau “kuping” itu saya betulkan denganmengganti dengan “kelereng” dan “telinga”.20

Dari kutipan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa guru tersebut melakukan

metode tanya jawab kepada siswa dan siswa harus menjawab dengan bahasa Indonesia

yang baik dan benar. Selain itu guru juga harus memancing siswa supaya mau bertanya

kepada guru jika ada sesuatu hal yang ingin diketahui. Karena pada dasarnya

keingintahuan merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan manusia itu menjadi

maju. Pada anak-anak usia sekolah rasa keingintahuan ini sangat besar. Rasa

keingintahuan ini dapat dikembangkan dengan memberi kesempatan bertanya dan

menyelidiki apa saja. Masalahnya, tidak semua murid mau bertanya atau berani bertanya.

Oleh karena itu, guru harus berusaha membangkitkan keberanian dan kemauan bertanya.

Bila guru tidak berhasil membangkitkan keberanian bertanya, atau sengaja “mematikan”

keberanian bertanya itu, maka ada kemungkinan besar rasa keingintahuan murid pupus.

Akibatnya, kegiatan belajar mengajar tidak akan mencapai hasil yang akan diharapkan.

Metode tanya jawab yang digunakan guru tersebut sangat bagus dalam pembelajaran

bahasa Indonesia. Karena kalau siswa hanya mendengarkan ceramah terus-menerus,

maka akan mengantuk dan terasa membosankan bagi mereka kareana tidak adanya

interaksi antara guru dan siswa dan dampaknya bagi mereka tujuan dari pembelajaran

khususnya pada aspek keterampilan berbicara tentu tidak akan tercapai karena siswa tidak

ikut serta dalam pembelajaran. Lama kelamaan perhatian dan konsentrasi pada siswa juga

akan menurun, ditambah lagi jika guru cara penyampaiannya dengan suara dan ucapan

kata-kata yang tidak menarik.

20 Ibu Sri Suharni, SDN Rengas I

Page 81: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

70

Metode tanya jawab ini dapat memberi motivasi bagi siswa agar bangkit pemikirannya

untuk bertanya, selama mendengarkan pelajaran atau guru yang mengajukan pertanyaan-

pertanyaan kemudian siswa menjawab tentunya pertanyaan tersebut mengenai isi

pelajaran yang sedang diajarkan guru. Metode tanya jawab juga bisa meningkatkan

keterampilan berbicara karena di dalamnya juga terjadi komunikasi dan interaksi yaitu

antara guru dan siswa.

Metode tanya jawab juga harus disesuaikan dengan siswa seperti dalam bentuk

permainan. Adapaun dalam penerapannya dapat dilakukan dengan mengkombinasikan

dengan metode talking stick ataupun snowball throwing. Pembelajaran dengan metode

talking stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya. Pembelajaran

dengan metode talking stick diawali dengan penjelasan guru mengenai materi pokok yang

akan dipelajari, siswa diberi kesempatan mempelajari materi tersebut, guru mengambil

tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya, tongkat tersebut diberikan kepada salah satu

siswa, siswa yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru

demikian seterusnya, ketika stick bergulir dari siswa ke siswa lainnya sebaiknya sambil

diiringi musik dan dengan menggunakan metode tersebut tentunya siswa dapat

berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Bentuk kegiatan pembelajaran snowball

throwing adalah diawali dengan penjelasan guru, masing-masing siswa diberikan satu

lembar kertas untuk menulis pertanyaan terkait dengan materi, kertas berisi pertanyaan

tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa kesiswa lain, setelah siswa dapat

satu bola/pertanyaan diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Kedua metode tersebut dapat digunakan sebagai salahsatu cara dalam mengaplikasikan

metode tanya jawab, karena kedua metode tersebut juga menggunakan tanya jawab

sebagai kegiatan ininya. Dengan penyajian metode tanya jawab yang disertai dengan

penggunaan metode ceramah, penugasan, talking stick dan snowball throwing

tentunyadapa memberikan beberapa hasil dar kegiatan yang dilakukan. Dengan metode

tanya jawab, guru dapat mengetahui keterampilan berbicara siswa, melalui pertanyaan

yang diberikan maupun dari pendapat dan gagasan yang disampaikan siswa dari situlah

guru akan mengetahui keterampilan siswa dalam berbicara. Kegiatan pembelajaran

dengan metode tanya jawab yang dilakukan melalui talking stick dan snowball throwing

Page 82: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

71

tersebut juga sangat menarik karena disesuaikan dengan taraf perkembangan siswa dan

tentunya siswa tidak merasa bosan dan jenuh dan hal ini menjadikan tujuan pembelajaran

dapat tercapai secara optimal.

Kemudian ada juga guru yang sudah menyampaikan bahasa Indonesia yang benar

tetapi siswa masih kurang tepat dalam menggunakan bahasanya. Misalnya ketika menulis

membuat karangan.

“Kita para guru sudah menyampaikan bahasa Indonesia dengan benar tapi siswa inikurang tepat dalam menggunakan bahasa Indonesianya. Misalnya ketika siswasedang mengarang dengan tema berlibur, rata-rata karangan itu tidak sesuai denganbahasa Indonesia yang baik dan benar kata-katanya. Seperti bahasa sehari-sehari dirumah juga ditulis ke dalam karangannya, misalnya “saat berangkat” merekamenulisnya “pas berangkat”. Padahal kita mengajar sudah sesuai dengan bahasaIndonesia yang baik dan benar. Ya saya tidak tahu persis faktor apa yangmenyebabkan terjadinya seperti itu, mungkin faktor dari lingkungan dia sehari-sehari,mungkin di rumahnya dia seperti itu bahasanya baik dengan orang tua maupunteman-temannya. Jadi apa yang menjadi kebiasaan di rumah menjadi kebiasaan jugadi sekolah.”21

Dari kutipan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa guru tersebut telah berusaha

menjelaskan bahasa Indonesia yang benar tetapi masih saja ditemukan penggunaan

bahasa yang kurang tepat dalam pekerjaan siswa di kelas misalnya dalam hal penulisan

karangan. Jika guru tersebut ingin mengajarkan dan menjelaskan mengenai karangan

yang baik yang bisa dilihat dari susunan kalimatnya, keteraturan isinya, dan ejaanya.

Penjelasan dengan kata-kata saja yang panjang dan lebar tidak akan member kesan apa-

apa, selain hanya pengetahuan saja. Maka, alangkah baiknya kalau guru mengambil

sebuah contoh karangan, lalu membaca bersama karangan itu, membicarakan isinya,

membicarakan susunan kalimatnya, dan juga ejaannya. Semua dilakukan bersama, tetapi

dengan cacatan, keaktifan harus ada pada siswa, bukan pada guru.

Kemudian siswa-siswa tersebut masih terbawa-bawa bahasa daerah setiap menulis

karangan, karena sudah menjadi kebiasaan berbahasa seperti itu di lingkungannya. Pada

dasarnya hampir semua anak Indonesia tidak berbahasa ibu bahasa Indonesia. Oleh

karena itu, meskipun bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia masih serumpun

dengan bahasa Indonesia, tetapi perbedaan-perbedaan tentunya ada antara bahasa-bahasa

21 Ibu Nurhayati, MI Raudatul Islam

Page 83: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

72

daerah itu dengan bahasa Indonesia. Perbedaan ini dapat terjadi pada tataran fonologi,

morfologi, sintaksis dan juga kosakata perbedaan-perbedaan inilah yang pertama-tama

harus diperhatikan agar siswa dapat berbahasa Indonesia dalam bentuk dan struktur yang

benar. Kalau hasil evaluasi terhadap anak-anak yang berbahasa ibu bahasa Jawa belum

dapat memisahkan bunyi sengau dari bunyi konsonan yang homogen dengan bunyi

sengau itu, maka latihan harus banyak diberikan dalam masalah itu. Jelasnya begini,

banyak anak yang berbahasa pertama bahasa Jawa sukar mengucapkan kata-kata seperti

[lom-pat] dan [ten-dang], mereka selalu mengucapkan sebagai [lo-mpat] dan [te-ndang].

Ini merupakan masalah, maka inilah yang perlu diberikan porsi latihan yang lebih

banyak.

Selanjutnya ada juga guru yang membiasakan berbahasa Indonesia yang baik dan

benar baik di kelas maupun di luar kelas dan tidak menggunakan bahasa gaul.

“Kita sebagai guru selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketikadi kelas maupun di luar kelas, tidak menggunakan bahasa gaul seperti “lo”, “ye”.Kalau kita sebagai guru membiasakan bahasa Indonesia yang baik di hadapan anak,pastinya anak terbawa untuk berbahasa yang baik.”22

Dari kutipan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa guru tersebut selalu untuk

membiasakan bahasa Indonesia yang baik dihadapan anak. Proses pembiasaan berbahasa

Indonesia yang baik dan benar harus dilakukan jika bahasa Indonesia ingin terus dapat

dipertahankan dan dilestarikan. Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan

benar, diharapkan akan dapat tercapainya pelajar yang memiliki keterampilan berbahasa

Indonesia yang baik dan benar. Sebelum terjadinya pembiasaan menggunakan bahasa

yang baik dan benar , tentunya sangat ideal jika dapat mengetahui terlebih dahulu

kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang selama ini terjadi dalam berbahasa Indonesia.

Setelah mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut, diharapkan pelajar dapat mempelajari

kaidah-kaidah yang berlaku. Dengan begitu, mereka akan mampu berbahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Jika dapat melakukannya dengan baik, yang dimulai dari lingkungan terkecil seperti

keluarga, lalu diupayakan di lingkungan tetangga, teman pergaulan, bahkan di instansi

22 Bpk Supardi, SDN Cempaka Putih 3

Page 84: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

73

pemerintahan seperti dunia pendidikan. Dunia pendidikan juga tidak luput dari kekeliruan

dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka, dapat dipastikan akan

tercapainya keberhasilan sesuai yang dicita-citakan. Di samping itu, diharapkan supaya

selalu sadar akan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta

dengan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi

Selanjutnya ada juga guru yang menghukum murid karena berkata yang tidak sopan

dengan menulis surat.

“Kalau ada siswa yang di sengaja maupun tidak disengaja mengeluarkan bahasayang tidak baik, pasti akan kita tegur mereka untuk tidak mengulangi lagi dan tidakmenggunakan bahasa itu disini, karena memang tidak sesuai dengan diri kita sebagaianak muslim dan apalagi ini adalah madrasah harus bisa menggunakan bahasa yangbaik. Saya khawatir dengan bahasa-bahasa begitu, mereka nantinya keterusan jikatidak kita tegur dan kita beri tahu bahwa itu bukan bahasa Indonesia yang benar . Kitamencoba menerangkan kepada anak-anak supaya di sekolah itu bisa menjagapembicaraan, menjaga bahasanya supaya bisa membiasakan berbahasa yang baikdan benar. Jika ada anak yang menggunakan bahasa yang kasar dan tidak bagus,biasanya karena emosi dengan temannya. Kita disini juga belajar menggunakanbahasa yang baik dan dalam pelajaran akidah kita juga mengkaitkan denganbagaimana menggunakan kalimat-kalimat yang baik. Jadi kita disini berusahasemaksimal mungkin bagaimana caranya supaya mereka tahu bahwa ada bahasa-bahasa dan juga kalimat-kalimat yang tidak tepat digunakan di sekolah, di depanguru, maupun di depan orang tua. Pembiasaan-pembiasaan yang baik harus kitabiasakan sejak sekarang. Paling tidak mereka bisa membaca kondisinya mereka adadimana dan harus menggunakan bahasa seperti apa. Kalau ada murid yang berbicaraatau mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, biasanya saya suruh anak itu untukmenjelaskan maksud dari perkataan itu tadi dan mengingatkannya. Pernah juga sayamenghukum murid karena berkata yang tidak sopan dengan menulis surat.”23

Dari kutipan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa guru tersebut menerapkan

punishment (hukuman) kepada siswa yang berkata tidak sopan dengan hukuman berupa

menulis surat. Keberhasilan proses belajar mengajar sangat tergantung pada kondisi

siswa, pendidik, dan instansi pendukung. Untuk membuat suatu kondisi yang kondusif

dalam proses pembelajaran maka diperlukan adanya rule atau aturan yang jelas. Dengan

adanya aturan akan memberikan batasan atau rambu-rambu buat siswa dalam bersikap.

Rule atau aturan ini harus disampaikan ketika pertama kali sang guru mengajar juga

diperlukan kekonsistenan seorang guru dalam memberlakukan aturan tersebut, karena

23 Ibu Nurjanah, MI Jamiyatul Khair

Page 85: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

74

apabila sang guru tidak konsisten sangat mustahil kedisiplinan dapat diterapkan. Bila

dalam 1 bulan pertama guru dapat menghandle dengan baik, anak-anak sudah disiplin,

maka bulan-bulan berikutnya pembelajaran akan dapat berjalan dengan baik.

Rewards and punishments bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Untuk

mengontrol sikap siswa dan memotivasi mereka dalam belajar, rewards dan punisments

dipercaya sebagai cara yang efektif. Pemberian rewards and punishments sangat

berkaitan dengan kedisiplinan, sedangkan kemampuan guru dalam mendisiplinkan anak

seringkali dihubungkan dengan kemampuan guru dalam mengelola kelas. Kemampuan

guru dalam mengelola kelas diakui sebagai keterampilan yang sangat penting agar proses

pengajaran dapat berjalan.

Sebagian guru setuju dengan pendapat bahwa rewards dapat memotivasi anak untuk

berprestasi dengan lebih baik. Ketika anak melakukan hal yang baik dan guru

memberikan rewards, anak-anak semakin bersemangat dan tertantang untuk

melakukannya lebih baik lagi. Memberi lebih banyak rewards lebih baik daripada

memberi punishments. Memotivasi anak untuk melakukan hal positif akan jauh lebih baik

daripada banyak memberi punishments untuk hal-hal negatif.

Namun, beberapa guru yang berpendapat bahwa pemberian rewards and punishments

pada anak justru kurang baik Karena tidak mendidik anak untuk mengembangkan nilai-

nilai dan keterampilan dalam diri mereka. Rewards and punishments hanya bertujuan

sementara yang hanya menginginkan kepatuhan anak-anak. Kalau kita peduli dengan

masa depan anak-anak kita maka nilai-nilai yang baik harus ditanamkan dari dalam diri

mereka. Mungkin rewards and punishments dapat mengubah perilaku mereka, tetapi

hanya sementara saja. Kalau sudah tidak ada rewards, apakah bisa dijamin anak-anak

akan tetap melakukan hal-hal yang baik ?

Menurut Alfie Kohn, pemberian hukuman mengajari anak tetang kekuasaan, bukan

tentang mengapa dan bagaimana berperilaku baik. Menurutnya, ada 2 hal yang bisa guru

lakukan ketika anak berbuat salah, yang pertama ajaklah anak berpikir tentang

konsekuensi apa yang harus dihadapinya, kedua adalah melihatnya sebagai kesempatan

yang baik untuk sama-sama berpikir tentang bagaimana cara guru mengatasi hal ini.

Page 86: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

75

Namun seberapa tepat reward dan punishment dilakukan? Hal itu tergantung tipe

siswa seperti apakah dalam kelas tersebut? Menurut Douglas McGregor, manusia

mempunyai kecenderungan menjadi manusia tipe X dan tipe Y. Tipe X digambarkan

sebagai manusia yang pasif, malas dan tidak punya inisiatif dan harus diawasi agar

pekerjaannya bisa selesai dengan baik, karena siswa yang seperti ini cenderung

menghindar dari tanggungjawab, sedangkan manusia tipe Y adalah manusia yang penuh

inisiatif, bertanggungjawab. Orang ini melakukan pengendalian diri dan pengerahan diri

untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya. Dalam kaitan dengan rewards dan

punishments, Siswa dengan kecenderungan tipe Y tidak cocok dengan model

punishments. Rewards lebih cocok bagi mereka, sebagai penghargaan atas kesholehan

yang telah ia lakukan. Bentuk rewards yang diberikan bisa berupa pujian, sedangkan tipe

X, punishments lah yang ditekankan agar mereka dapat menjadi lebih baik dan

mengetahui segala konsekuensi yang harus dia tanggung akibat perbuatannya.

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa rewards and punishments dapat

memotivasi anak untuk menjadi lebih baik, namun di sisi lain kita juga tidak ingin anak-

anak melakukan sesuatu hanya karena ingin mendapatkan rewards dan berhenti berbuat

yang kurang baik karena takut pada hukuman.

Pemberian penghargaan/reward dan punishment merupakan hal yang harus dilakukan

secara bijaksana dalam usaha mengoptimalisasi proses belajar mengajar. Lebih dari

sekedar memberikan pujian dan hukuman instan. Reward dan punishment yang diberikan

sebaiknya terlebih dahulu dirumuskan dan didiskusikan dengan para siswa. Sehingga

sebelum kegiatan belajar mengajar mulai dilakukan di awal tahun pengajaran, siswa telah

mengetahui dan paham terkait‘rambu-rambu’yang akan diterapkan di kelas.

Selain itu, penghargaan perlu dimaknai dengan lebih luas. Menjadi penting untuk

mempertimbangkan reward dan punishment secara matang sebelum diberikan kepada

siswa, dikarenakan sekecil apapun reward dan punishment yang diberikan pada siswa

akan memberikan pengaruh jangka panjang pada pembentukan karakter siswa.

Selain itu ada juga guru menggunakan mengarang untuk melatih berbahasa yang baik

dan benar, karena dari mengarang kita bisa melihat apakah ada bahasa-bahasa dan juga

Page 87: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

76

kata-kata yang tidak baku yang ditulis oleh anak-anak, dan juga dengan dibiasakan

mengisi soal-soal latihan.

“Kita para guru sudah seringkali mengajarkan ahlak kepada anak-anak dan jugamengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalau ada anak-anak yangberbicara kasar, jorok atau tidak sopan biasanya saya tegur dengan keras. Saya rasayang pas dalam melatih bahasa Indonesia yang baik dan benar pada anak ialah salahsatunya dengan mengarang. Karena dari mengarang kita bisa melihat apakah adabahasa-bahasa dan juga kata-kata yang tidak baku yang ditulis oleh anak-anak. Dananak-anak tersebut saya biasakan untuk mengisi soal-soal latihan. Meskipun anak-anak itu malas membaca kalau ada soal yang berasal dari cerita berparagraf yangpanjang. Anak-anak merasa kelusitan kalau menentukan suatu ide pokok pada sebuahparagraf. Anak-anak menganggap enteng pelajaran bahasa Indonesia danmenyepelekannya dibanding pelajaran lainnya.”24

Dari kutipan pernyataan diatas, dapat kita lihat bahwa guru tersebut memerintahkan

untuk membuat karangan karena dengan menulis karangan, guru bisa melihat apakah

siswa telah paham dan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Kegiatan menulis,

pada dasarnya, merupakan kegiatan yang baik dilakukan oleh siswa. Dengan menulis,

kreativitas siswa dapat ditingkatkan. Dengan menulis, seorang siswa ibarat

membenamkan diri dalam proses kreatif, karena ketika ia menulis, itu berarti siswa

menciptakan sesuatu, yang juga berarti melontarkan pertanyaan-pertanyaan, mengalami

keraguan dan kebingungan, sampai akhirnya menemukan pemecahan, dan ketika proses

kreatif tersebut semakin dilatih, siswa akan semakin mudah untuk mengalihkan

keahliannya kepada bidang lain yang juga membutuhkan solusi kreatif, seperti sekolah

maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Dari kegiatan menulis ini pula siswa dapat

memperoleh manfaat, di antaranya sebagai berikut.

1. Siswa dapat menyatakan perasaannya tentang apa yang dialami dalam bentuk tulisan.

2. Siswa dapat menyatukan pikiran ketika menuangkan ide dengan kata-kata.

3. Siswa dapat menunjukkan kasih kepada sesama, misalnya dengan menulis surat

ucapan terima kasih atau ulang tahun kepada orang tua, teman, atau bahkan guru.

4. Siswa bisa meningkatkan daya ingat dengan cara membuat dan menulis informasi

tentang sesuatu.

24 Ibu Maisaroh, MI Muhammadiyah I Rempoa

Page 88: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

77

Mengingat banyaknya manfaat kegiatan menulis bagi siswa, budaya menulis tentu

perlu ditumbuhkembangkan. Untuk itu, pertama-tama, tumbuhkan dulu kecintaan dan

kebiasaan siswa dalam hal membaca. Satu hal yang perlu diingat, menulis sangat

berbeda dengan berbicara. Tentunya komunikasi melalui tulisan cenderung lebih sulit.

Meskipun demikian, bukan tidak mungkin bisikan dan teriakan, seperti ketika berbicara,

diwujudkan dalam bentuk tulisan. Hanya saja, untuk mengungkapkannya dibutuhkan

kecerdasan bahasa. Dan membaca menjadi solusinya. Dengan banyak membaca, rasa

kebahasaan siswa akan berkembang.

Ketika siswa baru memulai menulis, tidak perlu mengajarkan tata bahasa pada siswa.

Sebagian besar pengetahuan ketatabahasaan ini sifatnya berkembang sehingga bisa

dikuasai siswa sedikit demi sedikit. Secara alami, siswa akan belajar berbicara dari

bahasa yang mereka dengar. Siswa juga akan belajar menulis dalam bahasa yang mereka

baca, tentunya bila mereka banyak membaca karena buku adalah masukan untuk tulisan

yang baik.

Menuntut kesempurnaan tulisan siswa adalah kerangka berpikir yang buruk untuk

menjadikannya seorang penulis. Tidak hanya menyingkirkan kreativitas dan keceriaan,

hal tersebut juga bisa menimbulkan kelumpuhan besar bagi penulis. Gunakan kata-kata

pujian sebagai cara yang efektif untuk memotivasi siswa dalam menulis. Untuk saran

dan kritik atas tulisan siswa, tunggu sampai siswa betul-betul mulai menganggap diri

mereka penulis karena saat itu mereka lebih berminat pada cara-cara menulis yang lebih

baik. Namun, tetap usahakan memberi saran dan kritik dengan cara yang hati-hati..

Seperti halnya membaca, selera menulis siswa bisa berbeda-beda. Oleh karena itu,

doronglah mereka untuk menulis sesuatu yang mereka senangi. Tidak menjadi masalah

apa jenis tulisan siswa. Justru semakin banyak jenis tulisan yang dibuat, semakin

terampil pula mereka jadinya.

Berikut ini empat bentuk kegiatan menulis yang bisa dikerjakan guna menumbuhkan

budaya menulis pada siswa.

Menulis Puisi

Page 89: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

78

Menulis puisi merupakan cara yang mudah untuk memulai usaha menumbuhkan budaya

menulis pada siswa. Penulisan puisi bisa menggugah rasa kebahasaan lewat permainan

dengan kata-kata dan struktur kalimat. Meskipun menulis puisi mungkin tidak disukai

oleh semua siswa, kita bisa menyediakan berbagai bentuk puisi untuk menunjukkan pada

siswa-siswa bahwa membuat puisi itu mudah dan menyenangkan untuk mengekspresikan

perasaan dan ide pikiran.

Menulis Kalimat Deskripsi

Kegiatan menulis ini dilakukan dengan cara, siswa menuliskan kalimat-kalimat deskripsi

dari gambar-gambar yang mereka miliki. Misalnya, gambar kuda. Ajak siswa

menjelaskan seekor kuda lewat tulisan. Tulisan tersebut bisa dipasang di bawah gambar

kuda yang dimiliki siswa. Kegiatan menulis deskripsi ini dapat merangsang siswa untuk

mengungkapkan suatu bentuk/benda yang dipahami siswa melalui tulisan.

Menulis Doa

Menuliskan doa tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana cara siswa

berkomunikasi dengan Allah. Namun, hal ini dapat menolong siswa untuk lebih mengerti

permohonan doa yang disampaikan dan mengatur cara penyampaian idenya. Menulis doa

sekaligus juga dapat menolong siswa untuk mengetahui bagaimana Allah menjawab doa-

doa mereka.

Menulis Jurnal atau Catatan Harian

Menulis buku harian atau jurnal bisa menjadi aktivitas menulis yang baik bagi siswa.

Kegiatan ini bisa menciptakan hubungan intim antara siswa dan kegiatan tulis-menulis.

Hal ini juga bisa membuat siswa melihat betapa kuatnya tulisan dan banyaknya wawasan

tentang pengalaman sehari-hari yang diperoleh siswa dari tulisan.25

Pada akhirnya, untuk menumbuhkan budaya menulis pada siswa, siswa perlu

dibiasakan dengan tulis menulis itu sendiri dan menjadikan kegiatan menulis sebagai

suatu hal yang menyenangkan. Perlu kerja keras, kesabaran, dan bimbingan untuk

25Puji Arya Yanti, http://pelitaku.sabda.org/menumbuhkan_budaya_menulis_pada_anak

Page 90: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

79

meraihnya. Namun hasilnya, siswa akan memetik keuntungan sepanjang hidupnya

melalui kegiatan ini.

Kemudian ada juga guru yang mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia yang baku,

baik, dan benar di PBM pelajaran bahasa Indonesia, dan dalam melatih berbicara, siswa

biasanya juga bermain peran menjadi reporter cilik, persenter, berdialog, berpuisi dan

lain-lain

“Di dalam pelajaran Bahasa Indonesia, saya mengutamakan sekali penggunaanbahasa Indonesia mulai dari pembukaan PBM. Kebetulan di sekolah ini menggunakan2 bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Khusus pelajaran BahasaIndonesia saya mewajibkan anak berbicara bahasa Indonesia mulai dari pembukaanselama PBM berlangsung. Mulai dari pembukaan sampai penutupan PBM. Dan harusbahasa Indonesia yang baku, baik, dan benar. Baik dalam lisan maupun tulisan.Materi disini sudah sesuai dengan SK dan KD. Dalam melatih berbicara biasanyasiswa dilibatkan bermain peran manjadi reporter cilik, presenter, belajar tentangmembaca dialog, berpuisi dan lain-lain.26 (Ibu Siti Sarah, SDI AL-Fath)

Dari kutipan pernyataan di atas, dapat kita lihat bahwa guru tersebut sangat melatih

keterampilan berbicara siswa dengan cara mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia

yang baku, baik, dan benar di PBM pelajaran bahasa Indonesia. Dan siswa juga bermain

peran menjadi reporter cilik, persenter, berdialog, dan berpuisi. Keterampilan berbicara

merupakan keterampilan mengorganisasikan gagasan secara lisan untuk berbagai tujuan

komunikasi dengan memperhatikan variasi, intonasi (tempo, jeda irama). Menurut

Mulyati, orang yang terampil berbicara adalah orang yang pandai menyampaikan buah

pikirannya dengan bahasa yang baik dan benar, serta pembicaraannya bermakna dan

bermanfaat bagi pendengarnya. Dengan keterampilan berbicara yang dimiliki, tentunya

kegiatan komunikasi yang dilakukan dapat tercapai secara efektif. Tujuan dari pengajaran

keterampilan berbicara yaitu:

1. Mudah dan lancar atau fasih, dalam hal ini siswa harus mendapat kesempatan ysng

besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara

wajar, lancar, dan menyenangkan baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan

pendengar umum, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan latihan kepada siswa.

26 Ibu Siti Sarah, SDI AL-Fath

Page 91: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

80

2. Kejelasan, dalam hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berbicara dengan tepat dan

jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya.

3. Bertanggung jawab, latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk

bertanggung jawab agar berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta

momentumnya.

4. Membentuk pendengaran yang kritis, latihan berbicara yang baik sekaligus

mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis yang merupakan

menjadi tujuan dari pengajaran keterampilan berbicara ini, dalam hal ini siswa perlu

belajar untuk dapat mengevaluasi kata-kata, niat dan tujuan pembicaraan.

Page 92: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

81

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan untuk menulis skripsi dengan

judul: “Peranan Guru dalam Peningkatkan Motivasi Berbicara Bahasa Indonesia yang

Baik dan Benar Siswa pada SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur”. Penulis

mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Para guru selalu menyesuaikan ragam bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi

dengan orang lain sesuai dengan situasi dan kondisi

2. Peran guru dalam meningkatkan motivasi siswa berbahasa Indonesia yang baik dan

benar beraneka ragam mulai dari menghimbau untuk selalu menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar, membiasakan berbahasa Indonesia yang baik dan

benar, memberi hukuman jika ada yang berbicara tidak sopan dan kotor berupa

menulis surat, membiasakan menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran

dan menjadi reporter cilik. Peran guru tersebut sudah baik tetapi belum maksimal

karena bahasa Indonesia saat ini sudah terpengaruhi oleh unsur-unsur asing dan

motivasi berbahasa Indonesia yang baik dan benar siswa masih rendah.

B. SARAN

Kita berharap penguasaan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dapat dimulai

pada tataran sekolah dasar, sehingga siswa dapat mempraktikkannya dengan baik dan

benar. Bila hal itu berhasil maka amanat yang ada pada Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional dapat tercapai tujuannya dan sekaligus sebagai penghargaan kepada

para tokoh yang memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Apalagi

kita sebagai generasi penerus bangsa harus dapat mengembangkan dan melestarikan

bahasa Indonesia.

Perlu adanya upaya membiasakan berbahasa Indonesia dalam berbicara pada

saat terjadinya interaksi hubungan antara guru dengan siswa di sekolah. Upaya ini sangat

penting sekali karena dapat membantu tercapainya standar kompetensi lulusan bagi siswa

SD/MI dengan terbiasanya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta

perlu adanya pemecahan terhadap permasalahan di atas. Dibuatnya aturan dari sekolah,

Page 93: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

82

keteladanan guru dalam penggunaan bahasa Indonesia, pembelajaran bahasa Indonesia

yang sesuai kompetensi, dan penilaian praktik secara rutin. Hal tersebut akan

memberikan dorongan bagi siswa untuk mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari

pada dunia pendidikan. Sungguh ini merupakan penghargaan yang sangat besar bagi

bangsa dalam melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia

Mengingat adanya upaya yang cukup baik yang dilakukan oleh guru-guru kelas

dalam peranannya perihal peningkatan motivasi berbicara bahasa Indonesia yang baik

dan benar siswa SD dan MI di Kecamatan Ciputat Timur, maka sebagai saran penelitian

ini penulis ajukan sebagai berikut:

1. Guru wajib membiasakan siswanya setiap hari untuk berbahasa Indonesia yang baik

dan benar selama di lingkungan sekolah

2. Guru wajib membiasakan siswanya membuat karangan, berpuisi, bermain drama,

membaca pidato, dan berlatih menjadi reporter cilik pada saat pelajaran bahasa

Indonesia karena akan melatih diri siswa dalam berbahasa Indonesia yang baik dan

benar

3. Guru wajib memberi punishment jika ada siswa yang berkata tidak sopan, kasar, dan

cenderung kotor.

4. Para orangtua harus dihimbau supaya menggunakan bahasa yang baik dan benar di

dalam keluarga Pemerintah harus menambahkan materi yang berisikan pembiasaan

berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar pada kurikulum saat ini.

Page 94: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

83

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Hery Noer. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.1996

Arifin, E. Zaenal, S. Arman Tamsai.2000. Cermat Bebahasa Indonesia: Untuk Perguruan

Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta

Chaer, abdul. 2003. Psikologi Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta

Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolingustik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Djiwondono, Sri Esti Wuryani. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT Grasindo

Djumur, et al.,1975. Bimbingan Penyuluhan Sekolah. Bandung: CV. Ilmu

Drajat, Zakiyah.2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang

Gani, Ramlan Abdul dan Mahmudah Fitriyah Z.A. 2010. Pembinaan Bahasa Indonesia.

Jakarta: FITK PRESS

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detail materi&id=6 22 maret 2011 19.00

Mulyasa, H. E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian

Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Nasution, S. 1986. Didaktik Azas – azas Mengajar. Bandung: Temmars

Nurdin, Syarifudin, M. Basyirudin. 2002. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum.

Jakarta: Ciputat Press

Pemerdiknas, 2009. Undang-undang SISDIKNAS No. 20 Th.2003. Jakarta: Sinar Grafika,

2009

Pidarta, Made. 1992. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia.

Jakarta, Bumi Aksara

Poerwadarminta, WJS. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Purwanto, M. Ngalim. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Rohani, Abu Ahmadi. 1991. Pengelola Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Sabri, Alisuf. 1993. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya

Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Page 95: LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29650/1/WAHYU... · menulis cerita karangan, pidato, puisi, bermain peran dan menjadi reporter

84

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Solchan, dkk. 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Sudjiono, Anas. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sugiyono. 2007. Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2007

Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Tim Penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. 2003. Kamus

Besar Bahsa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Undang-Undang RI No14 Thn. 2005, Tentang Guru dan Dosen Beserta Penjelasannya.

Bandung: Cintra Umbara

Usman, Uzer. Moh. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya