legalitas hukum atas penarikan kendaraan bermotor …
TRANSCRIPT
LEGALITAS HUKUM ATAS PENARIKAN KENDARAAN
BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH PIHAK LEASING
DITINJAU DARI PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NO.130/PMK.010/2012 TENTANG PENDAFTARAN JAMINAN
FIDUSIA BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
MARDIANA SHANAZA
NIM : 120200087
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Mardiana Shanaza*
Rosnidar Sembiring**
Puspa Melati Hsb ***
Penarikan kendaraan karena alasan menunggak angsuran oleh leasing
selaku petugas dari lembaga pembiayaan merupakan peristiwa yang sering
dijumpai dari berbagai media pemberitaan dan pengalaman dalam masyarakat. Atas
dasar kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan sehubungan dengan
pelaksanaan transaksi fidusia maka terbit Peraturan Menteri Keuangan
No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan yang melakukan pembiayaan Untuk Kendaraan Bermotor dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana
pengaturan pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan kendaraan
bermotor, bagaimana akibat hukum atas penarikan kendaraan bermotor yang
dilakukan pihak leasing dan bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan
terhadap konsumen yang mengalami penarikan kendaraan bermotor oleh pihak
leasing.
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode penelitian
deskriptif dengan bentuk yuridis normatif (penelitian hukum normatif). Sumber
data yang digunakan adalah data primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui studi pustaka (library research). Analisis data pada
penelitian ini dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian penulis adalah Pelaksanaan pendaftaran
jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor meliputi
pengajuan permohonan pendaftaran jaminan fidusia, pemeriksaan kelengkapan
persyaratan permohonan pendaftaran jaminan, pencatatan dalam Buku Daftar
Fidusia, dan penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia. Akibat hukum atas penarikan
kendaraan bermotor yang dilakukan pihak leasing Maka Perjanjian dengan jaminan
Fidusia tersebut hanyalah berupa Akta dibawah tangan yang tidak mempunyai
kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi langsung barang yang ada dalam
penguasaan konsumen. Ketika konsumen tidak membayar angsuran dalam
beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya maka Pihak Perusahaan
Pembiayaan tidak dapat secara serta merta mengeksekusii secara langsung. Proses
eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke
Pengadilan melalui proses hukum acara perdata hingga putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap
konsumen yang mengalami penarikan kendaraan bermotor oleh pihak leasing
melalui kementerian keuangan telah mengeluarkan satu terobosan peraturan baru
yang dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012
tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan, yang melarang
perusahaan leasing malakukan penarikan paksa kendaraan bermotor dijalan.
Kata kunci : Penarikan, Kendaraan Bermotor, Leasing
* Penulis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan
karya ilmiah dengan judul “Legalitas Hukum atas Penarikan Kendaraan Bermotor
yang dilakukan oleh Pihak Leasing ditinjau dari Peraturan Menteri Keuangan
No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan” yang disusun dan diajukan untuk memenuhi syrarat memperoleh
gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing,
maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua atas segala perhatian,
dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan selaku pembimbing II Penulis, yang selalu
Universitas Sumatera Utara
iii
memberikan inspirasi beserta dorongan kepada saya dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
5. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen
Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan
masukan, arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan
skripsi ini.
6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum sebagai Penasehat Akademik yang
telah banyak membantu Penulis selama ini dalam menyelesaikan studi di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing
Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
8. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
9. Kepada sahabat terbaik selama ini tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima
kasih buat semangat, doa dan dukungannya dalam perkuliahan selama ini.
Universitas Sumatera Utara
iv
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2018
Penulis
Mardiana Shanaza
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan ..................................................................... 5
E. Metode Penelitian ...................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 8
G. Keaslian Penulisan .................................................................... 10
BAB II : PENGATURAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KENDARAAN
BERMOTOR .................................................................................. 11
A. Jaminan Hak Tanggungan berdasarkan UU No.4 Tahun 1996 . 11
B. Pendaftaran Jaminan Fidusia berdasarkan Undang-Undang
No. 42 Tahun 1999 .................................................................... 13
C. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 ........................................... 21
D. Pendaftaran Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan Menurut
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/
2012 ........................................................................................... 26
BAB III : TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENARIKAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN PIHAK
LEASING......................................................................................... 33
Universitas Sumatera Utara
vi
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Leasing ........................ 33
B. Pihak-pihak yang Berkepentingan dalam Leasing ..................... 38
C. Penarikan Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Pihak
Leasing ....................................................................................... 41
BAB IV : PENARIKAN KENDARAAN BERMOTOR DILAKUKAN
OLEH PIHAK LEASING DITINJAU DARI PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2012
TENTANG PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA BAGI
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN .................................................. 47
A. Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan
Pembiayaan Kendaraan Bermotor............................................. 47
B. Akibat Hukum Atas Penarikan Kendaraan Bermotor yang
dilakukan Pihak Leasing ........................................................... 53
C. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Terhadap Konsumen
Yang Mengalami Penarikan Kendaraan Bermotor Karena Kredit
Macet ......................................................................................... 60
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 73
A. Kesimpulan................................................................................. 73
B. Saran ........................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan lembaga yang bisa membantu dan mendukung terwujudnya cita-
cita pembangunan ekonomi menjadi sesuatu yang mendesak, sehingga keberadaan
leasing dianggap sebagai salah satu konstruktif dalam mendukung percepatan cita-cita
nasional tersebut. Memang harus diakui jika keberadaan leasing belum begitu sangat
familiar diandingkan dengan perbankan, namun anggapan seperti ini sering dengan
kemajuan zaman yang begitu pesat ternyata semuanya telah berubah.1
Perusahan sewa guna usaha di Indonesia lebih kenal dengan nama leasing.
Kegiatan utama perusahaan leasing adalah bergerak bidang pembiayaan untuk keperluan
barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan di sini maksud jika
seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti kendaraan bermotor dengan
cara disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh di perusahaan leasing. Pihak leasing
dapat membiayai keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua
belah pihak.2
Salah satu sebab yang mengakibatkan timbulnya leasing belakangan ini banyak
diresahkan oleh para pengusaha, karena pasaran barang hasil industri semakin
menyempit, hal ini disebabkan karena daya saing semakin ketat antara perusahaan-
perusahaan yang sejenis, sedangkan daya beli masyarakat secara kontan semakin
berkurang, untuk menjaga kontinuitas hasil produksinya maka para pengusaha berusaha
mencari jalan keluar, yakni melalui lembaga sewa guna usaha (leasing).3
1 Irham Fahmi, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya : Teori dan Aplikasi, Penerbit
Afabeta , Bandung, 2014, hal 143 2 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2013,
hal 242 3 Nurwidiatmo, Kompilasi Bidang Hukum Tentang Leasing, Penerbit Badan Pembinaan
Hukum Nasional & Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2011, hal 2
Universitas Sumatera Utara
2
Leasing adalah kontrak di mana seseorang menggunakan peralatan milik orang
lain. Pengguna (Lessee) membayar sejumlah tertentu secara rutin kepada pemilik
(Lessor). Ciri yang penting dari leasing adalah bahwa penggunaan peralatan terpisah dari
kepemilikannya. Aturan dalam leasing memberikan manfaat kepada kedua belah pihak di
mana lessee bisa menghasilkan pendapatan ekstra dengan penggunaan peralatan, dan
pemilik menerima pendapatan selama tetap menjadi pemilik. Perusahaan-perusahaan
diseluruh dunia mengunakan leasing untuk mendanai kendaraan, mesin dan peralatan.4
Pada dasarnya Peraturan Menteri tersebut mengatur mengenai kewajiban
pendaftaran jaminan fidusia dalam jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut hanya
dibebankan kepada perusahaan pembiayaan konsumen yang melakukan pembiayaan
kendaraan bermotor sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 Peraturan Menteri
Keuangan No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan.
Pembelian kendaraan bermotor secara angsuran dalam hukum Perdata bersifat
sewa beli yang termasuk perjanjian Inominat atau perjanjian yang tidak diatur dalam
KUHPerdata, karena dalam KUHPerdata hanya mengatur jual beli dan sewa menyewa
tukar menukar, jual beli itu sendiri dengan sistem tunai cash.5
Pembeli kendaraan dalam leasing sebagai konsumen yang harus dilindungi sesuai
Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dalam
konsiderannya, antara lain menyatakan : “bahwa pembangunan ekonomi nasional pada
era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu
menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan
kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa
4 Linda Deelen, Mauricio Dupleich, Louis Othieno & Oliver Wakelin, Leasing untuk
Usaha Kecil dan Mikro, Organisasi Perburuhan Internasional, Jakarta, 2003, hal 1 5 Demy Amelia Amanda Manalip, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Penarikan Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Perusahaan, Journal Lex Administratum,
Vol. V/No. 3/Mei/2017, hal 42
Universitas Sumatera Utara
3
mengakibatkan kerugian konsumen.” Tidak jarang pengorbanan yang diberikan tidak
sebanding dengan pemulihan hak-haknya yang dilanggar.6
Penarikan kendaraan karena alasan menunggak angsuran oleh leasing selaku
petugas dari lembaga pembiayaan merupakan peristiwa yang sering dijumpai dari
berbagai media pemberitaan dan pengalaman dalam masyarakat. Atas dasar kepastian
hukum bagi perusahaan pembiayaan sehubungan dengan pelaksanaan transaksi fidusia
maka pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu terbit Peraturan Menteri Keuangan
No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan yang melakukan pembiayaan Untuk Kendaraan Bermotor dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia.7
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010./2012 tentang Pendaftaran
Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen
Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Latar belakang
Lahirnya peraturan menteri keuangan ini seiring marak berdirinya perusahaan-perusahaan
pembiayaan yang menyelenggarakan pembiayaan kendaraan bermotor. Kendaraan
bermotor dikategorikan sebagai benda bergerak sebagai jaminan fidusia.8
Menurut Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan
jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran
Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia (pasal 1). Pasal
2 PMK Nomor 130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan wajib
mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga
6 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen Dan InstrumenInstrumen Hukumnya, PT. Citra
Aditya Bakti, Jakarta. 2000, hal 301 7 Widaningsih, Tinjauan Yuridis Pendaftaran Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan
(Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012), Jurnal Politeknik Negeri Malang, 2016,
hal 550 8 Yelia Nathassa Winstar, Penjaminan Kendaraan Bermotor Milik Orang Lain
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jurnal Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, hal 3
Universitas Sumatera Utara
4
puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.9 Selain
mengatur kewajiban tersebut, Peraturan Menteri tersebut juga mengatur sejumlah sanksi
terhadap perusahaan pembiayaan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) antara lain berupa peringatan, pembekuan
kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha.10
Bila ternyata sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan Perusahaan
Pembiayaan telah memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat mencabut sanksi
peringatan.Sedangkan apabila pada masa berlaku peringatan ketiga berakhir dan
Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat
mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi pembekuan kegiatan usaha
diberikan secara tertulis kepada Perusahaan Pembiayaan, yang berlaku selama jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha
diterbitkan. Demikian juga dengan sanksi pembekuan usaha, bila sebelum berakhirnya
jangka waktu pembekuan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan telah
memenuhiketentuan maka Menteri Keuangan mencabut sanksi pembekuan kegiatan
usaha dan apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan Menteri
Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.11
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti guna penyusunan
skripsi dengan judul: Legalitas Hukum atas Penarikan Kendaraan Bermotor yang
dilakukan oleh Pihak Leasing ditinjau dari Peraturan Menteri Keuangan
No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan.
9 Widaningsih, Op.Cit, hal 550
10 Daniel Juniardy Sutanto, Jaminan Keadilan dan Kepastian Hukum Dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Mengenai Kewajiban Pendaftaran Jaminan
Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Kendaraan Bermotor Ditinjau dari Undang- Undang
Nomor 42 Tahun 1999, Jurnal Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014 11
Widaningsih, Analisis Yuridis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) NO.
130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan, Jurnal Panorama
Hukum Vol. 1 No. 1 Juni 2016, hal 95
Universitas Sumatera Utara
5
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan
pembiayaan kendaraan bermotor?
2. Bagaimanakah akibat hukum atas penarikan kendaraan bermotor yang dilakukan
pihak leasing?
3. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen
yang mengalami penarikan kendaraan bermotor oleh pihak leasing?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia bagi
perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor.
2. Untuk mengetahui akibat hukum atas penarikan kendaraan bermotor yang
dilakukan pihak leasing.
3. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap
konsumen yang mengalami penarikan kendaraan bermotor oleh pihak leasing.
D. Manfaat penulisan
1. Kegunaan Teoritis
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum bisnis khususnya tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
6
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara realistis
solusi yang dapat dilakukan apabila terjadi permasalahan dalam penarikan
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pihak leasing.
2. Kegunaan Praktis
a) Memberi sumbangan pemikiran dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
telah ada untuk menunjang mata kuliah Hukum Perdata.
b) Sebagai sumber informasi dan sumber bacaan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
c) Bagi Penulis, Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
E. Metode Penelitian
Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu.Sementara itu
metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
metode tersebut. Dengan demikian metodologi penelitian adalah sebuah materi
pengetahuan untuk mendapatkan pengertian yang lebih dalam mengenai sistematisasi
atau langkah-langkah penelitian. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa bahasa
Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari).
Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.12
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis
dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.13
12
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Rajawali Pers,
2012, hal 27. 13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta : Penebit Rajawali Pres,2013, hal 1.
Universitas Sumatera Utara
7
Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan
dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian
yakni :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode penelitian deskriptif dengan
bentuk yuridis normatif (penelitian hukum normatif)14
, yaitu penelitian yang mengacu
kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai pijakan normatif.
2. Sumber Data
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif, oleh karena itu maka upaya untuk memperoleh data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan, yaitu
mengumpulkan data baik yang bersifat bahan hukum primer, sekunder maupun
tersier seperti doktrin-doktrin dan perundang-undangan atau kaedah hukum yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum
primer, terdiri dari : KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan .
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
hukum bahan hukum primer15
. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah,
artikel dari surat kabar, majalah, dan internet.
14
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 163 15
Ibi, hal 118 dan 119
Universitas Sumatera Utara
8
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau
petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus, kamus
hukum, jurnal, makalah, diktat dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research)16
, yaitu
studi terhadap data sekunder melalui pengkajian terhadap Peraturan Perundang-
undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, yang
berkaitan dengan penelitian ini.
4. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu semua data
yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara
kualitatif, untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas.
Data yang telah dianalisis secara kualitatif tersebut, kemudian dikemukakan
secara deduktif (logika berpikir dari umum ke khusus) dengan
menghubungkannya terhadap permasalahan yang diteliti dan
disistematisasikan untuk mendapatkan klasifikasi yang selaras dengan
permasalahan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan
hubungan antara berbagai jenis data sehingga permasalahan dapat dijawab.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub
bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
16
Bambang Sunggono, Op.Cit, hal 112
Universitas Sumatera Utara
9
Bab I, Pendahuluan, berisi gambaran tentang latar belakang masalah,
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, sistematika
penulisan dan keaslian penulisan.
Bab II, pengaturan pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan
kendaraan bermotor, pada bab ini akan membahas mengenai jaminan hak tanggungan
berdasarkan UU No.4 Tahun 1996, pendaftaran jaminan fidusia berdasarkan UU No. 42
Tahun 1999, tata cara pendaftaran jaminan fidusia menurut Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2015 dan pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan menurut Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012.
Bab III, tinjauan hukum mengenai penarikan kendaraan bermotor yang dilakukan
pihak leasing, pada bab ini akan membahas mengenai pengertian dan sejarah
perkembangan leasing, Pihak-pihak yang berkepentingan dalam leasing dan penarikan
kendaraan bermotor yang dilakukan pihak leasing.
Bab IV, penarikan kendaraan bermotor dilakukan oleh pihak leasing ditinjau dari
Peraturan Menteri Keuangan nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran jaminan
fidusia bagi perusahaan pembiayaan, pada bab ini akan membahas mengenai pelaksanaan
pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor, akibat
hukum atas penarikan kendaraan bermotor yang dilakukan pihak leasing dan
perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen yang mengalami penarikan
kendaraan bermotor karena kredit macet.
Bab V, Kesimpulan dan Saran, pada bab ini akan membahas mengenai bab
penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan
yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
Universitas Sumatera Utara
10
G. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara
khususnya Fakultas Hukum, di dapati bahwa “Legalitas Hukum atas Penarikan
Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Pihak Leasing ditinjau dari Peraturan Menteri
Keuangan No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan”, belum pernah ada yang meneliti sebelumnya.
Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan, pemikiran, dan usaha penulis
sendiri dengan adanya bantuan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis, tanpa
adanya penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lainnya yang dapat merugikan para pihak
tertentu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian untuk skripsi ini adalah asli.
Dan untuk itu penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB II
PENGATURAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA BAGI
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
A. Jaminan Hak Tanggungan berdasarkan UU No.4 Tahun 1996
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia
terhadap kreditor lainnya.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU 4/1996”) yang
tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima
Fidusia terhadap kreditor lainnya. Dalam hal ini, kendaraan bermotor masuk
dalam kategori benda bergerak pada objek jaminan Fidusia tersebut.
Pemegang hak tanggungan atau subjek hak tanggungan ialah Pemberi Hak
Tanggungan dan Pemegang Hak Tanggungan. Yang dimaksud sebagai Pemberi
hak tanggungan ialah orang atau badan hukum yang mempuyai kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan. Sedangkan yang pemegang Hak tanggungan adalah orang atau
badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
Hak Tanggungan memiliki sifat yakni :
Universitas Sumatera Utara
12
1. Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), berarti Hak Tanggungan membebani
secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian
utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak
Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya
untuk sisa utang yang belum dilunasi.
2. Hak Tanggungan hanya merupakan ikutan (“accessoir”) dari perjanjian
pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang
piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan
sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.
Pembebanan Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan
dalam UUHT, yaitu:
1. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di
dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit
yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang
tersebut.
2. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang
meliputi: nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan,
domisili para pihak, pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, penunjukan
secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminkan pelunasannya dengan
Hak Tanggungan, nilai tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai objek
Hak Tanggungan.
3. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melalui
pendaftaran Hak Tanggungan
Universitas Sumatera Utara
13
4. Sertipikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan
memuat titel eksekutorial dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa".
5. Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang Hak Tanggungan
akan memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji
(wanprestasi).
Hak Tanggungan berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan
benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki benda
jaminan (Pasal 12 UUHT). Sifat ini sesuai tujuan Hak Tanggungan yaitu untuk
menjamin pelunasan utang jika debitur cidera janji dengan mengambil hasil
penjualan benda jaminan itu, bukan untuk dimiliki kreditur sebagai pemegang
Hak Tanggungan. Bila debitur setuju memberikan atau mencantumkan janji
bahwa benda jaminan akan menjadi milik kreditur jika debitur cidera janji, maka
janji ini oleh UU dinyatakan batal demi hukum.
Ketentuan dari Pasal 8 ayat (2) UUHT yang menentukan, bahwa
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) UUHT tersebut di atas harus ada
(harus telah ada dan masih ada) pada pemberi hak tanggungan pada saat
pendaftaran hak tanggungan dilakukan.
B. Pendaftaran Jaminan Fidusia berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999
Istilah fidusia berasal dari isitlah Romawi yang berasal dari kata “fides”
yang berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan (hukum)
Universitas Sumatera Utara
14
antara debitor (pemberi fidusia) dan kreditor (penerima fidusia) merupakan
hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.17
Istilah fidusia berasal dari
bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary
transfer of ownership, yang artinya kepercayaan.18
Istilah yang dikenal adalah Fiducia Eigendom Overdracht atau jaminan
atas dasar kepercayaan. Hal ini terjadi karena adanya kebutuhan masyarakat akan
kredit dengan jaminan benda bergerak tanpa melepas barang jaminan dimaksud.19
Fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.20
Perkataan fidusia berarti “secara kepercayaan: ditujukan kepada
kepercayaab yang diberikan secara bertimbal balik oleh salah satu pihak kepada
pihak yang lain, bahwa apa yang keluar tambahkkan sebagai pemindahan milik,
sebenarnya kedalam hanya merupakan suatu jaminan saja untuk suatu hutang.21
Unsur-unsur jaminan fidusia adalah adanya hak jaminan, adanya objek
yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda
tidak bergerak. Khusunya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Ini
berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun, benda menjadi objek
17
Yurizal, Aspek Pidana dalam Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, Penerbit Media Nusa Creatif (MNC), Malang, 2015, hal 8 18
Salim HS., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2002, hal 55 19
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis, Jakarta :
Mitra Wacana Media, 2013, hal 62 20
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung, 2003,
hal 206 21
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Penerbit
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hal 34
Universitas Sumatera Utara
15
jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia dan memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.22
Jaminan fidusia diatur dalam UU Fidusia mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
1. Jaminan fidusia mempunyai sifat accesoir artinya jaminan fidusia bukan hak
berdiri sendiri tetapi lahirnya keberadaan atau hapusnya tergantung perjanjian
pokoknya.
2. Jaminan fidusia mempunyai sifat droit de suite. sifat droit de suite artinya
penerima jaminan fidusia/kreditur mempunyai hak mengikuti benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Hal
ini berarti dalam keadaan debitur lalai, maka kreditur sebagai pemegang
jaminan fidusia tidak kehilangan haknya untuk mengeksekusi objek fidusia
walaupun objek fidusia walaupun objek tersebut telah dijual dan dikuasai
oleh pihak lain.
3. Jaminan fidusia memberikan hak preferent, artinya kreditur sebaga penerima
fidusia memiliki hak yang didahulukan (preferent) terhadap kreditur lainnya
untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan hak didahulukan
untuk mendapatkan perlunasan hutang dari eksekusi benda jaminan fidusia
tersebut dalam hal debitur cidera janji atau lalai membayar hutangnya.
4. Jaminan fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau akan ada.
5. Jaminan fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang. Maksudnya bahwa
benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa
kreditur yang secara bersama-sama memberikan kredit kepada seseorang
debitur dalam suatu perjanjian kredit.
22
Salim HS, Op.Cit, hal 57
Universitas Sumatera Utara
16
6. Jaminn fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial. Kreditur sebagai penerima
fidusia mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan bila debitur
cidera janji.
7. Jaminan fidusia mempunyai sifat spesialitas dab publisitas. Artinya, sifat
spesialitas adalah uraian yang jelas dari rinci mengenai objek jaminan fidusia
dalam akta jaminan fidusia. Sedangkan sifat publisitas adalah berupa
pendaftaran akta jaminan fidusia yang dilakukan di Kantor Pendaftaran
Fidusia.
8. Jaminan fidusia berisi hak untuk melunasi utang. Sifat ini sesuai dengan
fungsi setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur
untuk mendapatkan perlunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut bila
debitur cidera janji dan bukan untuk dimiliki kreditur.
9. Jaminan fidusia meliputi hasil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan
klaim asuransi.23
Pengaturan mengenai jaminan fidusia sebelum adanya Undang-undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia masih didasarkan pada
yurisprudensi. Bentuk jaminan fidusia ini digunakan secara luas oleh masyarakat
dalam transaksi pinjam meminjam karena proses pembebanannya dianggap
sederhana, mudah dan cepat, tetapi dalam pelaksanannya belum dapat menjamin
adanya kepastian hukum.24
UU No.42 Tahun 1999 tentang lembaga jaminan yang disebut jaminan
fidusia. Jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk
23
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbuatan (KDT), Panduan Bantuan Hukum di
Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, Penerbit YLBHI,
Jakarta, 2007, hal 145 24
Supinato, Hukum Jaminan Fidusia Prinsip Hukum Publisitas pada Jaminan Fidusia,
Penerbit Garudhawaca, Jakarta, 2015, hal 14
Universitas Sumatera Utara
17
mengikat objek jaminan yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia merupakan
salah satu peraturan yang memberikan kepastian hukum di dalam masyarakat
mengguna jaminan fidusia. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 butir 2 Undang-
undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa
“sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya”.
Berdasarkan hal tersebut maka status perjanjian kredit dengan jaminan fidusia
memang efektif untuk memberikan perlidungan baik untuk kepentingan debitor
maupun kreditor. Untuk kepentingan kreditor, hal tersebut dilandasi dalam Pasal
27 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian dengan jaminan fidusia selain memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap para kreditor lainnya, juga hak
tersebut tidak akan hapus dengan adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi
fidusia.25
Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak masa Hindia Belanda
sebagai suatu bentuk lembaga jaminan yang lahir dari yurisprudensi yang
memungkinkan kepada pemberi fidusia untuk menguasai barang yang dijaminkan
untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan
menggunakan jaminan fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu
25
Muhammad Hilmi Akhsin dan Anis Mashdurohatun, Akibat Hukum Jaminan Fidusia
Yang Tidak Didaftarkan Menurut UU Nomor 42 Tahun 1999, Jurnal Akta Vol. 4 No. 3 September
2017, hal 486
Universitas Sumatera Utara
18
barang atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa barang yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam pengusahaan pemiliknya.26
Jaminan Fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara
debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk
menjamin pelunasan hutangnya.
Jaminan fidusia sendiri diartikan sebagai hak jaminan atas benda bergerak,
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak,
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan,
yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Perhatikan Pasal 1 angka 2 UU No. 42
Tahun 1999).
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
menegaskan bahwa Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib
didaftarkan. Pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut, untuk memberikan kepastian
hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran memberikan hak
yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain.
Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada Pemberi Fidusia untuk tetap
menguasai Benda Berdasarkan hal tersebut, dan untuk melaksanakan Pasal 5 ayat
(2) dan Pasal 13 ayat (4) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, perlu diatur tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pembuatan
26
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 50
Universitas Sumatera Utara
19
Akta Jaminan Fidusia. Proses pendaftaran Jaminan Fidusia dimulai dengan
pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris yang kemudian dilakukan
pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pendaftaran merupakan suarat mutlak yang harus dipenuhi sebagai syarat
lahirnya jaminan fidusia dan untuk memenuhi prinsip publisitas. Pendaftaran
wajib dilakukan terhadap benda yang dibebani jaminan fidusia meskipun benda
tersebut berada di luar negeri. Pendaftaran memiliki arti yuridis sebagai suatu
rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia,
selain itu pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas
dan kepastian hukum.27
Keharusan mendaftarkan jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 11 UU jaminan fidusia ini maka UU jaminan fidusia teah
memenuhi asas publisitas yang merupakan salah satu dasar hukum jaminan
kebendaan. Mengingat bahwa pemberi fidusia tetap menguasai secara benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dan dialah yang memakai serta merupakan pihak
yang sepenuhnya memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaia benda tersebut,
maka pemberi fidusialah yang bertanggungjawab atas semua akibat dan harus
memikul semua risiko yang timbul berkaitan dengan pemakaindan keadaan benda
jaminan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 24 UU jaminan fidusia.28
Pandaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan peraturan
pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
27
Supianto, Op.Cit, hal 45 28
Ronald Saija dan Roger F.X.V. Letsoin, Buku Ajar Hukum Perdata, Penerbit
Deepublish, Yogyakarta, 2016, hal 102
Universitas Sumatera Utara
20
Tujuan dari pendaftaran adalah untuk memberikan kepastian hukum
kepada penerima dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang berkepentingan.
Dengan adanya pendaftaran tersebut maka setiap orang dapat mengetahui bahwa
benda yang dimaksud adalah benar-benar masih dalam arti tidak digunakan
sebagai jaminan utang, dapat dilakukan dengan cara melihat daftar tersebut di
suatu tempat yang diberi wewenang untuk melakukan pendaftaran dimaksud.
Segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada
pada kantor pendaftaran fidusia terbuka untuk umum. Melalui sistem pendaftaran
fidusia ini diatur ciri-ciri yang sempurna dari jaminan fidusia sehingga
memperoleh sifat sebagai hak kebendaan yang menyandang asas droit de suite
yang berarti hak jaminan itu mengikuti bendanya, kecuali terhadap benda
persediaan (inventory goods).29
Adapun pendaftaran jaminan fidusia berdasarkan Undang-undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, yaitu:
1. Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan (Pasal 11 ayat
(1). Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar
wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban tetap berlaku (Pasal 11 ayat
(2)). Pendaftaran benda yang dibebani jaminan fidusia dilaksanakan di tempat
kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang
berada di dalam maupun diluar wilayah negara Republik Indonesia untuk
memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap
kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.
2. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia (Pasal
12 ayat (1). Untuk pertama kali, Kantor pendaftaran fidusia didirikan di
29
Yurizal, Op.Cit, hal 31
Universitas Sumatera Utara
21
Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik
Indonesia (Pasal 12 ayat (2)). Kantor pendaftaran fidusia berada dalam
lingkup tugas Departemen Kehakiman (Pasal 12 ayat (3)). Ketentuan
mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan
penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden (Pasal 12 ayat
(4)).
3. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia,
kuasa dan wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan
fidusia (Pasal 13 ayat (1)).
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan
biaya pendaftaran diatur dengan peraturan pemerintah (Pasal 13 ayat (4).
Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan pada
Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup tugas Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia
dilakukan oleh pemerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melimpahkan
pernyataan pendaftaran jaminan fidusia.30
C. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia mengatur bahwa untuk
meningkatkan pelayanan pendaftaran jaminan fidusia dengan mudah, cepat, dan biaya
rendah, perlu dilakukan pelayanan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik.
Diberlakukannya pendaftaran fidusia secara elektronik yaitu agar terciptanya pelayanan
30
Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana, Pengantar Hukum Bisnis dalam Perspektif
Teori dan Praktiknya di Indonesia, Penerbit Jala Permata Aksara, Jakarta, 2017, hal 170
Universitas Sumatera Utara
22
one day service dan meminimalisir lonjakan pendaftaran yang melampaui batas setiap
harinya.
Pendaftaran jaminan fidusia harus dibuat akta notariil, jika pendaftaran jaminan
fidusia tidak dibuat dengan akta notariil maka jaminan fidusia tersebut tidak dapat
didaftarkan. Fungsi dari suatu akta adalah untuk mendapatkan pembuktian sempurna di
mata hukum. Karna jika sebuah akta dibuat melalui akta bawah tangan maka akta tersebut
tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat, karna tanda tangan pada akta dibawah
tangan masih bisa untuk dihindari. Pendaftaran jaminan fidusia dapat dilakukan setelah
akta jaminan fidusia telah ditandatangani oleh para pihak pada Kantor Pendaftaran
Fidusia di Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM ditempat kedudukan pemberi
fidusia.
Setelah akta pembebanan jaminan fidusia sudah ditandatangani oleh para pihak
yang berkepentingan, setalah itu barulah dilakukan pendaftaran akta pembebanan jaminan
fidusia pada kantor Pendaftaran fidusia. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-
undang Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa; benda yang dibebani dengan jaminan
fidusia wajib untuk didaftarkan.
Maksud pendaftaran jaminan fidusia, yaitu dengan memperhitungkan asas
publisitas yang biasanya dianut dalam pelaksanaan pendaftaran, adalah agar pihak ketiga
mempunyai kesempatan untuk tahu mengenai pendaftaran benda, ciri benda yang didaftar
dan benda-benda tententu terikat sebagai jaminan untuk keuntungan kreditor tertentu,
untuk suatu jumlah tertentu, dengan janji-janji tertentu. Sudah bisa diduga, bahwa
pendaftaran dimaksudkan agar mempunyai akibat terhadap pihak ketiga. Dengan
pendaftaran, maka pihak ketiga dianggap tahu ciri-ciri yang melekat pada benda yang
bersangkutan dan adanya ikatan jaminan dengan ciri-ciri yang disebutkan di sana, dan
dalam hal pihak ketiga lalai untuk memperhatikan/ mengontrol register/daftar, maka
pihak ketiga tidak bisa mengharapkan adanya perlindungan berdasarkan itikad baik
dengan harus memikul risiko kerugian, tetapi sehubungan dengan adanya Kantor
Universitas Sumatera Utara
23
Pendaftaran Fidusia yang terbatas yang hanya ada di kota-kota besar saja, hal itu
membawa konsekuensi pada biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran akta
jaminan fidusia.
Berdasarkan pemaparan uraian tersebut jaminan fidusia merupakan
jaminan yang harus mendapatkan kepastian hukum, untuk mendapatkan kepastian
hukum dalam jaminan fidusia haruslah dibuat akta otentik dalam pembuatan akta
jaminan fidusia. akta otentik dalam pembuatan akta jaminan fidusia dibuat oleh
notaris, notaris adalah pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta
otentik termasuk dalam pembuatan akta jaminan fidusia karna akta yang dibuat
oleh notaris memiliki pembuktian kuat di hadapan hukum. Notaris diwajibkan
untuk membuat akta otentik sesuai dengan aturan Undang-undang yang berlaku
termasuk dalam membuat akta jaminan fidusia notaris harus memperhatikan tata
cara pembuatan akta jaminan fidusia yang baik dan benar sesuai prosedur yang
sudah ditentukan yaitu melakukan tahapan-tahapan mekanisme pembuatan yang
baik sperti harus membuat perjanjian kredit yg dibuat oleh notaris, yaitu
membebankan benda dengan jaminan fidusia ditandai dengan pembuatan akta
jaminan fidusia, yang memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para
pihak, perjanjian pokok fidusia,uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai
objek jaminan fidusia. kemudian harus mendaftarkan jaminan fidusia tersebut di
Kementrian Hukum dan HAM dengan akta notariil, jika tidak dibuat dengan akta
notariil makan jaminan fidusia tidak dapat didaftarkan. Maka dari itu jika notaris
tidak memperhatikan prosedur jaminan fidusia secara cermat maka akan
Universitas Sumatera Utara
24
merugikan pihak yang sudah memberikan kepercayaan membuat akta jaminan
fidusia kepada notaris.
Kementerian Hukum dan HAM terus melakukan penyempurnaan. Kuartal
pertama 2015 pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya
Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Namun, dilihat dari semangatnya, pelaksanaan
pendaftaran fidusia secara elektronik ini hanya menekankan pada efektifitas waktu
semata tanpa memerhatikan aspek-aspek lain yang tidak kalah penting.
Pendaftaran fidusia secara elektronik justru menimbulkan masalah hukum yang
berkaitan dengan asas publisitas dan kepastian hukum di dalamnya.
Ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia ditentukan bahwa Benda
yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Pasal 13 ayat (4) UU
Jaminan Fidusia mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Artinya, segala benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan, dan tata cara pendaftaran maupun biaya pendaftaran diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Sejak bulan April 2015, Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan
Akta Jaminan Fidusia telah resmi diundangkan. Peraturan Pemerintah tersebut
secara resmi telah menutup sejarah pendaftaran jaminan fidusia secara manual,
yang dahulu didaftarkan ke KPF (Kantor Pendaftaran Fidusia), sekarang
didaftarkan melalui sistem online.
Pasal 20 ayat (1) PP No. 21 Tahun 2015 mengatur bahwa Seluruh data
yang tersimpan dalam pangkalan data sebagai hasil proses pendaftaran Jaminan
Fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan buku daftar fidusia. Pangkalan
Universitas Sumatera Utara
25
data (database) jaminan fidusia saat ini, memiliki peran yang sama dengan buku
daftar fidusia pada masa sebelumnya ketika pendaftaran jaminan fidusia masih
manual ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Artinya, seluruh informasi mengenai
rician obyek jaminan fidusia yang tersimpan dalam database jaminan fidusia
seharusnya terbuka untuk umum dan dapat diakses oleh siapapun.
Pengaturan baru yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah ini, antara lain:
1. Adanya kewajiban bagi Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya untuk
memberitahukan penghapusan Jaminan Fidusia. Pemberitahuan
penghapusan tersebut tidak dikenakan biaya. Dengan tidak adanya biaya
yang dikenakan diharapkan Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dapat
melakukan pemberitahuan penghapusan Jaminan Fidusia tersebut dengan
sukarela dan tanpa beban. Hal ini akan memudahkan bagi Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pemantauan terhadap
Jaminan Fidusia yang sudah berakhir atau akan berakhir jangka waktunya.
2. Besarnya biaya pembuatan akta Jaminan Fidusia ditentukan berdasarkan
nilai penjaminan yang mengacu pada besarnya biaya pembuatan akta
3. Adanya ketentuan bahwa seluruh data yang diisi dalam permohonan
pendaftaran Jaminan Fidusia,permohonan perbaikan sertifikat Jaminan
Fidusia, permohonan perubahan sertifikat Jaminan Fidusia, dan
pemberitahuan penghapusan sertifikat Jaminan Fidusia secara elektronik
serta penyimpanan dokumen fisiknya menjadi tanggung jawab Penerima
Fidusia, kuasa atau wakilnya.
4. Saat ini tidak hanya Notaris saja yang dapat mengakses pendaftaran Jaminan
Fidusia. Pihak-pihak lain seperti multifinance maupun masyarakat dapat
pula mengakses pendaftaran jaminan fidusia.
Universitas Sumatera Utara
26
Di dalam Pasal 11 Undang-undang Jaminan Fidusia diatur tentang
kewajiban pendaftaran jaminan fidusia yang dalam pelakanaan pendaftarannya di
atur sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia,
sebagaimana ketentuan Pasal 4 yaitu kewajiban melakukan pendaftaran akta
jaminan fidusia dilakukan maksimal 30 hari setelah tanggal akta dibuat, hal ini
wajib dilakukan agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang
berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia ini memberikan hak yang
didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Karena
jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak pemberi fidusia untuk menguasai
benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaam, dengan
demikian sistem pendaftaran yang diatur dalam UUJF tersebut memberikan
jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap benda tersebut.
D. Pendaftaran Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan Menurut Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012
Lahirnya fidusia digantungkan pada perwujudan asas publisitas
sebagaimana diatur pada Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disingkat UUJF) bahwa jaminan fidusia
lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam
Buku Daftar Fidusia. Pada praktiknya lembaga pembiayaan konsumen yang
memberikan pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor jarang sekali
membuat akta jaminan fidusia secara notariil, akta jaminan fidusia dilakukan
Universitas Sumatera Utara
27
dengan pembuatan akta di bawah tangan, hal ini dilakukan untuk kepraktisan dan
mengurangi beban biaya bagi konsumen. Sebagaimana diketahui bahwa syarat
lahirnya jaminan fidusia, pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat
dengan akta notaris kemudian dilakukan pendaftaran ke Kantor Pendaftaran
Fidusia. Akibat hukum tidak adanya pendaftaran maka tidak pernah lahir hak
kebendaan dan posisi lembaga pembiayaan konsumen hanya berposisi sebagai
kreditor konkuren. Akan tetapi, dalam praktiknya perusahaan pembiayaan
konsumen melakukan penyitaan terhadap kendaraan bermotor seakan-akan lahir
jaminan fidusia padahal kalau ditinjau dari ketentuan jaminan fidusia perusahaan
pembiayaan bukan sebagai kreditor pemegang jaminan fidusia.31
Penarikan paksa kendaraan karena alasan menunggak angsuran oleh debt
collector selaku petugas dari lembaga pembiayaan merupakan peristiwa yang
sering dijumpai dari berbagai media pemberitaan dan pengalaman dalam
masyarakat. Atas dasar kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan
konsumen sehubungan dengan pelaksanaan transaksi fidusia maka pada tanggal 7
Agustus 2012 yang lalu terbit Peraturan Menteri Keuangan No.
130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan
Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Menurut Pasal 1 PMK No.
130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan
konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib
mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai
undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia (Pasal 1).
31
Trisadini Prasastinah Usanti, Lahirnya Hak Kebendaan, Jurnal Perspektif Volume
XVII No. 1 Tahun 2012 Edisi Januari , hal 50
Universitas Sumatera Utara
28
Dengan keluarnya peraturan ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan
harus mendaftarkan fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya. Oleh sebab itu
pasal 2 PMK No. 130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa Perusahaan
Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian
pembiayaan konsumen.
Menurut Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan
yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan
pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada
Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai
jaminan fidusia (Pasal 1).
Maksud dari pendaftaran jaminan fidusia adalah: diberikan waktu selama
30 hari untuk melakukan pendaftaran ke kantor Fidusia sejak tanggal Perjanjian
pembiayaan Maksudnya demikian: misalnya Perjanjian Pembiayaan ditanda-
tangani pada tanggal 1 Agustus 2012, maka pihak multifinance harus mulai meng-
order kepada notaris selambat-lambatnya 10 hari kemudian (misalnya tanggal 10
Agustus 2012). Sehingga Notaris masih mempunyai kesempatan untuk
mempersiapkan aktanya dan menanda-tangani akta jaminan fidusia tersebut,
menerbitkan salinan dan mendaftarkan selambat-lambatnya pada tanggal 30
Agustus 2012. Jika Perusahaan Pembiayaan belum memiliki Sertifikat Jaminan
Fidusia (sebagai hasil dari pendaftaran jaminan fidusia tersebut), maka menurut
Pasal 3 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan tersebut dilarang
melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor tersebut.
Sebenarnya secara aturan di Kantor Fidusia, sertifikat jaminan fidusia
harus sudah terbit 14 hari kerja sejak tanggal pendaftaran. Namun dalam
Universitas Sumatera Utara
29
praktiknya, oleh karena sekarang seluruh Perusahaan Pembiayaan wajib
mendaftarkan jaminan fidusianya, maka di dalam praktik terjadi “crash” atau
tumpukan berkas. Sehingga dalam praktik, Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut
baru akan terbit setelah 1,5 bulan sejak tanggal pendaftaran. Hal ini tentunya
menyulitkan bagi Perusahaan Pembiayaan untuk melakukan penarikan Kendaraan
Bermotor dari nasabahnya yang sudah mulai macet dan tidak dapat membayar
cicilan. Karena berarti Perusahaan Pembiayaan tersebut harus menunggu waktu
yang cukup lama untuk bisa melakukan penarikan.
Kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan langsung
dibebani dengan jaminan fidusia, maka akan sangat aneh jika dalam waktu 2
bulan sudah macet. Berarti dalam hal ini, harus dipertanyakan lagi mengenai
proses analisa pembiayaannya. Karena jika dikembalikan lagi kepada filosofi
kredit, seseorang akan diberikan kredit jika memenuhi criteria dasar yang
menggunakan Prinsipnya “5 C” (Character, Capital, Collateral, Capacity dan
Condition of Economic).
Di dalam Pasal 6 PMK No. 130/PMK.010/2012 menyebutkan bahwa,
Perusahaan Pembiayaan yang telah melakukan perjanjian pembiayaan konsumen
untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia
sesuai kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan
Pembiayaan dengan konsumen.
Maksud di pernyataan di dalam pasal 6 tersebut adalah: Akta Fidusia yang
lama, masih tetap dapat didaftarkan (tidak expired). tapi tentunya yang dulu belum
melakukan pembebanan jaminan fidusia harus tetap melakukan pembebanan
susulan, dengan dasar Kuasa Jaminan Fidusia. Menurut Pasal 4 PMK No.
Universitas Sumatera Utara
30
130/PMK.010/2012 perusahaan multifinance yang melanggar akan dikenakan
sanksi administratif secara bertahap berupa:
1. peringatan
2. pembekuan kegiatan usaha; atau
3. pencabutan izin usaha.
Sanksi peringatan diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 (enam puluh) hari kalender.
Bila ternyata sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan Perusahaan
Pembiayaan telah memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat mencabut
sanksi peringatan. Sedangkan apabila pada masa berlaku peringatan ketiga
berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan maka
Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi
pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis kepada Perusahaan
Pembiayaan, yang berlaku selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha diterbitkan. Demikian juga dengan
sanksi pembekuan usaha, bila sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan
kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan maka Menteri
Keuangan mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha dan apabila sampai dengan
berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan Menteri Keuangan
mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan. Apabila masa
berlaku sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir
pada hari libur, sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha
berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
31
Lahirnya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
130/PMK.010/2012 yang mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan jaminan
fidusia. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut telah diatur hal-hal yang
sebelumnya belum diatur dalam UndangUndang sebelumnya, antara lain :
1. Mewajibkan mendaftarkan jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia;
2. Menegaskan jangka waktu pendaftaran untuk menjamin kepastian hukum;
3. Mengatur masalah tata cara penarikan benda jaminan fidusia sehingga tidak
bertentangan dengan rasa keadilan;
4. Diperlukan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran ketentuan dalam
pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia; dan
5. Memberikan rasa keadilan dengan melaksanakan pendaftaran obyek jaminan
fidusia, apabila debitur wanprestasi akan ditempuh cara-cara eksekusi sesuai
UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tersebut
membawa perubahan yang lebih baik bagi para pebisnis. Karena lebih memberi
jaminan kepastian hukum antara para pihak. Pelayanan yang prima, efektif dan
efisien juga sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, sistem pendaftaran jaminan
fidusia saat ini telah dikembangkan secara online.32
32
Liana Endah Susanti, Pengaruh Fidusia Online Terhadap Eksistensi Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jurnal Media Soerjo Vol. 16 No 1 April 2015
Hal 104-105
Universitas Sumatera Utara
32
BAB III
TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENARIKAN KENDARAAN BERMOTOR
YANG DILAKUKAN PIHAK LEASING
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Leasing
Untuk memahami pola pembiayaan leasing, perlu diketahui leasing secara
jelas untuk itu ada dua pengertian yang kutip seperti dibawah ini. Pengertian
leasing yang pertama dikutip dari SK bersama antara Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian dan Menteri Perdagangan RI Nomor Kep122/MK/IV/2/1974,
Nomor 32/M/SK/2/1974 dan Nomor 30/Kpb/I/1974 yang mendefinisikan bahwa
leasing adalah Setiap barang kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-
barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama.33
Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease (bahasa Inggeris) yang
berarti menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan masih
baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia. Di Indonesia sendiri
sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga
keuangan nonbank. Fungsi leasing sebenarnya hampir setingkat dengan bank,
yaitu sebagai suatu sumber pembiayaan jangka menengah dari satu tahun hingga
lima tahun. Ditinjau dari segi perekonomian nasional, leasing telah
33
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Op.Cit, hal 19
33
Universitas Sumatera Utara
33
memperkenalkan suatu metode baru untuk memperoleh capital aquipment dan
menambah modal kerja.34
Istilah Leasing berasal dari kata “lease” yang berarti sewa menyewa. Jadi
leasing merupakan bentuk derivatif dari sewa menyewa. Akan tetapi kemudian
dalam dunia bisnis berkembang sewa menyewa dalam bentuk yang lebih spesifik
yang disebut leasing dan telah berubah fungsinya menjadi salah satu jenis
pembiayaan. Leasing tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas lembaga
pembiayaan, dan leasing adalah salah satu bentuk dari sekian bentuk bidang usaha
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, yaitu modal ventura, perdagangan
surat berharga, usaha kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Sedangkan lembaga
pembiayaan itu sendiri suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan
pembiayaan modal bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat.35
Leasing adalah suatu sewa-menyewa yang dialkukan antara
seseorang/usahawan (lessee) dengan lembaga pembiayaan (lessor) atas suatu
barang modal di mana pada akhir masa sewa tersebut diberikan hak opsi kepada
lessee, agar dapat terjadinya suatu levering atas barang modal yang menjadi objek
perikatan leasing tersebut.36
Dalam SK Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 bertanggal 27
November 1991 pengertian Leasing atau yang disebut dengan sewa guna usaha
yaitu : kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa
34
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT Rineka Cipta, Jakarta,
2007, hal 107 35
Nurwidiatmo, Op.Cit, hal 7 36
H.R. Daeng Naja, Seri Keterampilan Merancang dan Kontrak bisnis : Contract
Drafting, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006, hal 66
Universitas Sumatera Utara
34
hak opsi (operatiing lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangaka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK. 012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 huruf c pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha
tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha
(Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai untuk menggantikan isitlah
leasing. Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu to lease yang berarti
menyewakan, tetapi berbeda pengertiannya dengan rent. Dalam bahasa
Belandanya istilah ini adalah financieringshuur.37
Kata leasing berasal dari kata
lease (bahasa Inggris) yang berarti menyewakan. Oleh karena itu, maka yang
dimaksudkan dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk penyediaan atau menyewakan lain dalam jangka waktu tertentu.38
Sewa guna usaha (leasing) secara mum adalah perjanjian antara lessor
(perusahaan leasing) dengan lessee (nasabah) di mana pihak lessor menyediakan
barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa
untuk jangka waktu tertentu.39
Leasing sering disebut dengan isitlah kegiatan sewa guna usaha. Kata
leasing sebenarnya berasal dari kata to lease (bahasa Inggris) yang berarti
37
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2012, hal 399 38
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 105 39
Kasmir, Op.Cit, hal 242
Universitas Sumatera Utara
35
menyewakan. Saat ini pertumbuhan dan perkembangan leasing begitu tinggi
terjadi baik yang masih baru berdiri maupun yang sudah lama berdiri.40
Leasing merupakan pranata hukum yang cukup fleksibel, karena di satu
pihak mirip sewa menyewa, akan tetapi di lain pihak mengandung juga unsur-
unsur jual beli, bahkan di dalamnya terdapat pula unsur perjanjian pinjam
meminjam. Meskipun leasing masih relatif baru, akan tetapi sudah cukup populer
dalam dunia bisnis dewasa ini. Mulai dari leasing barang modal yang berharga
sampai kepada barang-barang keperluan kantor dan keperluan rumah tangga serta
leasing kendaraan bermotor yang notabane tidak terkait langsung dengan kegiatan
usaha. Dari segi cakupan wilayah, kegiatan leasing sudah banyak beroperasi di
berbagai kota besar di Indonesia. Dampak positifnya memang sangat dirasakan
oleh masyarakat, terutama bila masyarakat dihadapkan pada rumitnya birokrasi
untuk memperoleh fasilitas kredit bank, sehingga leasing dapat dijadikan
alternatif pilihan.
Kegiatan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal
operasional dengan mudah bila dibandingkan dengan pengajuan proses kredit
pada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan. Sehingga bagi perusahaan
yang modalnya tidak terlalu besar, dengan melakukan perjanjian leasing akan
dapat membantu perusahaan dalam menjalankan usahanya, dan dengan leasing
akan lebih menghemat biaya dan waktu. Munculnya lembaga leasing merupakan
alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung
menggunakan dana rupiah secara tunai untuk kegiatan operasional perusahaan.
Melalui leasing dapat memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-
barang modal dengan jangka waktu pengembalian, dan keuntungan-keuntungan
40
Irham Fahmi, Op.Cit, hal 144
Universitas Sumatera Utara
36
lainnya seperti kemudahan dalam prosesnya. Ada beberapa kemudahan leasing
dibandingkan dengan bentuk/pranata hukum lainnya, yaitu (1) fleksibilitas, (2)
biaya relatif murah, (3) penghematan pajak, (4) prosesnya sederhana, dan (5)
banyak kelonggaran bagi lessee. Melihat bentuknya, leasing adalah pranata
hukum yang merupakan improvisasi dari pranata hukum yang konvensional yang
disebut sewa menyewa yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Sementara
leasing dalam arti modern pertama kali berkembang di Amerika Serikat kemudian
menyebar ke Eropa.
Di Indonesia, leasing baru dikenal mulai tahun 1974 yang kemudian
diterbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian
dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. Kep-122/MK/IV/2)/1974; No.
32/M/SK/2/1974; No. 30/Kpb/I/1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Seiring
dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia, semakin banyak dan
kompleks permasalahan yang muncul mengenai leasing. Perkembangan
berikutnya di tanah air tidak dapat dipisahkan dari dinamika kehidupan
perekonomian nasional, yang secara gradual perkembangannya dapat dilihat dari
fase-fase sebagai berikut:
1. Fase Pengenalan
Fase ini terjadi antara tahun 1974 sampai dengan 1983. Diawali dengan diterbitkannya
beberapa peraturan pada tahun 1974 yang mengatur tentang pranata hukum leasing.
Sampai dengan tahun 1980 perusahaan leasing jumlahnya tidak lebih dari 6
perusahaan dan mengalami penambahan di tahun 1984 menjadi 48 perusahaan
leasing;
2. Fase Perkembangan
Universitas Sumatera Utara
37
Fase ini antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1990, di mana pertumbuhan leasing
cukup pesat. Tahun 1986 telah mencapai jumlah 89 perusahaan leasing dan terus
berkembang menjadi 122 perusahaan leasing di tahun 1990. Beberapa segi
operasionalisasi ataupun mekanisme leasing juga turut berubah, misalnya dalam hal
metode penghitungan aset untuk kepentingan pajak berkenaan dengan
diundangkannya ketentuan pajak di tahun 1984.
3. Fase Konsolidasi
Fase ini terjadi sejak tahun 1991 hingga dewasa ini. Pada fase ini proses perizinan
dipermudah sehingga semakin banyak bermunculan perusahaan leasing dan juga
perusahaan-perusahaan multi finance. Perubahan yang terjadi pada fase ini adalah
diubahnya sistem perpajakan, dari operating method berubah menjadi financial
method berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.I/1991.41
Perluasan usaha demi meningkatkan kemajuan di bidang ekonomi pada
hakikatnya membutuhkan pembiayaan dana dan peralatan modal. Dalam hal pembiayaan
dana, selain melalui sistem perbankan dan lembaga keuangan nonblok yang telah lama
dikenal, dan juga mengenal sistem pembiayaan alternatif lainnya, yakni sistem bisnis
“leasing”. Usaha leasing diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1974, salah satu sumber
pembiayaan pembangunan disamping sumber keuangan yang sudah ada. Kehadiran
leasing diharapkan melengkapi variasi lembaga keuangan. Mengingat usianya yang
relatif masih muda, maka belum banyak lapisan masyarakat yang mengetahui secara jelas
dan mendetail apa manfaat dan keuntungan-keuntungan jasa leasing tersebut. Kebutuhan
manusia terhadap lembaga semacam itu jelas tidak dapat diragukan lagi. Pertumbuhan
ekonomi negara Indonesia yang potensial dengan penekanan peranan sektor swasta yang
kini sedang ditingkatkan, jelas membutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang semakin
41
Nurwidiatmo, Op.Cit, hal 10-12
Universitas Sumatera Utara
38
besar bukan saja untuk periode jangka pendek, akan tetapi terutama untuk jangka
panjang.42
Dalam pelakasanaan, transaksi leasing yang merupakan suatu transaksi yang
melibatkan sejumlah besar modal dimana tidak menutup kemungkinan terjadinya ingkat
janji (wansprestasi) oleh para pihak yang tersangkut dalam transaksi tersebut, maka untuk
menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran uang sewa serta mencegah timbulnya
kerugian bagi pihak lessor (perusahaan leasing) sebagai pemilik barang atau pihak yang
menyewakan, maka lembaga jaminan adalah yang paling tepat digunakan untuk
memperoleh rasa aman.43
B. Pihak-pihak yang Berkepentingan dalam Leasing
Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pemberian fasilitas leasing, dan masing-
masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Masing-masing pihak dalam melakukan
kegiatannya selalu bekerja sama dan saling berkaitan satu sama lainnya melalui
kesepakatan yang dibuat bersama.44
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dalam
leasing adalah :
1. Lesse yaitu perusahaan pengguna barang.45
Lesse adalah seseorang atau
perusahaan yang mendapatkan jasa pembiayaan dari perusahaan leasing atau
lessor.46
Lesse adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada
lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.47
Lessee, yaitu
pihak yang memerlukan barang modal yang dibiayai oleh lessor dan
42
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata termasuk Asas-asas
Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal 196 43
Ibid., hal 198 44
Kasmir, Op.Cit, hal 244 45
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hal 105 46
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT Indeks
Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006, hal 249 47
Kasmir, Op.Cit, hal 244
Universitas Sumatera Utara
39
diperuntukan bagi lessee.48
Pihak lessee mendapatkan keuntungan dari jasa
pembiayaan ini karena kebutuhan akan barang-barang modal dapat dipenuhi
tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Lessee dapat memilih cara penyewaan
baik dengan finance lease maupun operation lease dan pilihan ini disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan.49
Pihak yang disebut lesee, yaitu pihak yang
menikmati barang tersebut dengan menyara sewa guna yang mempunyai hak
opsi.50
Lessee adalah pihak atau nasabah yang membutuhkan barang modal
atau memerlukan pembiayaan.51
2. Lessor yaitu perusahaan lembaga pembiayaan atau penyandang
dana.52
Lessor merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan
para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.53
Lessor, yaitu
pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang
membutuhkannya. Dalam hal ini lessor dapat berupa perusahaan pembiayaan
bersifat “multi finance”.54
Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang
memberikan jasa pembiayaan atau penyewaan kepada konsumen dalam
bentuk barang modal. Lessor dapat memberikan jasa pembiayaan dalam
bentuk finance lease atau operation lease. Pilihan ini berdasarkan
kesepakatan antara pihak lessor dengan pihak penyewa atau lesee.55
Pihak
yang disebut lessor, yaitu pihak yang menyewakan brang dapat terdiri dari
beberapa perusahaan. Pihak penyewa di sebut juga sebagai investor, equity-
48
Nurwidiatmo, Op.Cit, hal 9 49
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit, hal 250 50
Richard Burton Simatupang, Op.Cit, hal 108 51
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Op.Cit, halaman 23 52
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, halaman 105 53
Kasmir, Op.Cit, halaman 244 54
Nurwidiatmo, Op.Cit, halaman 9 55
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit, halaman 250
Universitas Sumatera Utara
40
holders, owner-participants atau trus-ters-owners.56
Lessor adalah
perusahaan leasing yang biasanya menyediakan barang modal atau
menyediakan fasilitas pembiayaan bagi nasabah yang membutuhkan.57
Lessor
hanya berkepentingan terhadap kepemilikan barang tersebut secara hukum.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada
supplier dan barang tersebut kemudian diserahkan pada lessee.58
3. Supplier yaitu perusahaan penyedia barang.59
Supplier yaitu pedagang yang
menyediakan barang yang akan di leasing sesuai perjanjian antara lessors
dengan lessee dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.60
Supplier, yaitu pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek
leasing, barang modal dibayar oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan
lessee.61
Supplier merupakan perusahaan atau pihak-pihak yang menyediakan
barang-barang modal sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau
penyewa/lessee. Umumnya supplier telah mengetahui kebutuhan masyarakat
akan jenis barang modal tertentu.62
Pihak supllier, yaitu penjual dan pemilik
barang yang disewakan supllier ini dapat terdiri dari perusahaan
(manufacturers) yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor
pusat di luar negeri.63
Supplier adalah pihak yang memiliki atau bisa juga
memproduksi barang modal yang diperlukan oleh lessee dengan perantaraan
56
Richard Burton Simatupang, Op.Cit, halaman 108 57
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Op.Cit, halaman 23 58
Agnes Liem & Frans M. Royan, Tetap Kaya di Masa Sulit, T Elex Media Komputindo,
Jakarta, 2010, hal 170 59
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, halaman 105 60
Kasmir, Op.Cit, halaman 244 61
Nurwidiatmo, Op.Cit, halaman 9 62
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit, halaman 250 63
Richard Burton Simatupang, Op.Cit, halaman 108
Universitas Sumatera Utara
41
lessor. Dalam al-hal tertentu kadang kala supplier dapat bertindak pula
sebagai lessor.64
4. Perusahaan asuransi.65
Asuransi merupakan perusahaan yang akan
menangggung risiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam
hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka
perusahaan akan menanggung risiko sebesar sesuai dengan perjanjian
terhadap barang yang dileasingkan.66
Asuransi adalah pihak perusahaan yang
akan menanggung risiko apabila terjadi kerugian terhadap barang yang
menjadi obyek leasing.67
C. Penarikan Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Pihak Leasing
Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan yang melarang
perusahaan leasing untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak
pembayaran kredit kendaraan. Maka dengan adanya peraturan ini, Anda sebagai pemilik
kendaraan baik motor maupun mobil yang sifatnya masih kredit melalui lembaga
pembiayaan (leasing) tidak perlu lagi merasa resah, gelisah, dan khawatir akan
berhadapan dengan tukang tagih hutang dari leasing (debt collector) yang akan menarik
atau merampas kendaraan dari tangan Anda hanya karena Anda telat atau lalai-gagal
dalam memenuhi kewajiban pembayaran cicilan kredit bulanan. secara resmi telah
mengeluarkan peraturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan menarik
secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan.
Peraturan ini sendiri tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran fidusia bagi perusahaan
64
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Op.Cit, halaman 23 65
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, halaman 105 66
Kasmir, Op.Cit, halaman 244 67
Arus Akbar Silondae & Andi Fariana, Op.Cit, halaman 23
Universitas Sumatera Utara
42
pembiayaan. Dengan telah diterbitkannya peraturan Fidusia tersebut, maka
pihak leasing tidak berhak untuk menarik atau mengambil kendaraan secara paksa.
Penyelesaian terhadap nasabah yang lalai dalam melakukan pembayaran kewajiban atas
beban cicilan kendaraan diselesaikan melalui jalur hukum.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tersebut tentu
saja tidak serta merta membebaskan nasabah dari tanggung jawab cicilannya. Dengan
adanya peraturan menteri tersebut, nasabah masih diharuskan untuk membayar cicilan
dan angsuran setiap bulannya. Ketentuan ini kemudian dipertegas oleh beberapa
perusahaan leasing kendaraan roda empat dan dua.
;Peraturan yang dikeluarkan tersebut, tetap membebankan nasabah terhadap
tanggung jawabnya dalam cicilan kredit kendaraan yang diambil. Keterangan ini pada
akhirnya membantah spekulasi kabar bahwa nasabah akan lepas dari tanggung jawab.
Pada saat pertama kali muncul kabar ini, nasabah pembeli kendaraan secara kredit ini
memang dibuat bingung dengan kebijakan dari Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tersebut. Mereka mengira bahwa mereka bisa
terbebas dari kewajiban membayar angsuran kepada pihak leasing. Lebih lanjutnya,
sesuai peraturan yang ada pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
130/PMK.010/2012 tersebut, nasabah atau debitur yang melakukan pembelian motor
melalui sistem kredit ini nantinya akan didaftarkan secara fidusia. Peraturan fidusia ini
sendiri berlaku sangat kuat karena debitur dan kreditur akan didaftarkan ke Kemenkum
HAM. Dengan demikian secara resmi perusahaan leasing dan konsumen bersangkutan
saling terikat dan memiliki perjanjian yang harus dijalani. Misalkan untuk debitur,
mereka nantinya akan mendapatkan sertifikat fidusia, di mana dalam perjanjian motor
yang telah dipegang atas nama mereka tidak boleh dialihkan sepihak.
Apabila terjadi peralihan kendaraan secara sepihak tanpa sepengetahuan pihak
pembiayaan maka ini berarti nasabah atau debitur dinyatakan telah melanggar dan
melakukan tindakan pidana. Maka dengan adanya peraturan secara fidusia ini sendiri
Universitas Sumatera Utara
43
sebenarnya kedua belah pihak antara dbitur dan kreditur memiliki kekuatanya sendiri-
sendiri. Jika tadi debitur atau nasabah bisa lebih tenang karena tidak akan ada
pengambilalihan paksaan kendaraan, maka pihak leasing pun akan semakin kuat dari sisi
risiko kemacetan dan tunggakan.
Kembali ke masalah pengambilalihan paksa kendaraan oleh leasing. Dengan
adanya peraturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 ini
maka jika nasabah tidak melakukan pembayaran kendaraan bermotornya sesuai
perjanjian, pihak leasing akan melakukan analisis. Mereka akan menganalisis kendala apa
yang menyebabkan nasabah telat membayar. Dalam hal ini pihak leasing kemudian akan
masih memberi toleransi satu sampai tiga bulan asalkan nasabah memiliki niat baik untuk
membayar.
Lebih jauh terkait peraturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
130/PMK.010/2012 ini, diharapkan dengan adanya peraturan ini tingkat
tunggakan pun terus berkurang dari tahun ke tahun. Ditambah lagi dengan aturan
Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan DP minimal kredit kendaraan harus 20
persen dari harga kendaraan maka hal ini akan membuat pemberian kredit pun
semakin potensial kepada nasabah yang mampu. Dengan adanya peraturan
tambahan dari BI ini maka kemungkinan terjadinya pembelian kredit kendaraan
akan berada pada konsumen yang tepat yang bisa melunasinya hingga akhir
angsuran. Debitur diminta untuk memenuhi kewajiban pembayaran angsuran
secara tepat waktu sesuai besaran dan waktu yang telah disepakati kedua belah
pihak. Pasalnya, jika debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka risikonya,
perusahaan pembiayaan akan melakukan penarikan kendaraan.
Berikut beberapa hal yang harus dipahami masyarakat mengenai prosedur
penarikan kendaraan bermotor dari debitur oleh perusahaan pembiayaan:
Universitas Sumatera Utara
44
1. Debitur perlu memastikan bahwa proses eksekusi benda jaminan fidusia
telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam perjanjian pembiayaan,
termasuk mengenai tahapan pemberian surat peringatan kepada
debitur/konsumen
2. Petugas yang melakukan eksekusi benda jaminan fidusia merupakan
pegawai perusahaan pembiayaan atau pegawai alih daya perusahaan
pembiayaan yang memiliki surat tugas untuk melakukan eksekusi benda
jaminan fidusia
3. Petugas yang melakukan eksekusi benda jaminan fidusia membawa
sertifikat jaminan fidusia
4. Proses penjualan barang hasil eksekusi benda jaminan fidusia harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan mengenai
jaminan fidusia.
Terkait pelaksanaan eksekusi benda jaminan oleh perusahaan pembiayaan,
OJK juga telah mengeluarkan peraturan OJK atau POJK No.29/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, telah diatur ketentuan mengenai
pembebanan jaminan fidusia oleh Perusahaan Pembiayaan. Ketentuan mengenai
benda jaminan tertuang dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 23, dan Pasal 51.
Poin penting pada beberapa pasal itu antara lain ialah perusahaan pembiayaan
yang melakukan pembiayaan dengan pembebanan jaminan fidusia, wajib
mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia, sesuai
undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia. Kemudian, perusahaan
pembiayaan diwajibkan mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran
fidusia paling lambat 1 bulan terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
45
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 ini bukan
berarti bisa menjadi alasan bagi nasabah untuk dengan sengaja tidak membayar
cicilan atau menunggak pembayaran kredit kendaraannya. Pihak leasing masih
berhak menarik benda jaminan berupa kendaraan bermotor asal memenuhi
ketentuan dan persyaratan yang telah diatur dalam undang-undang mengenai
jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian konsumen
kendaraan bermotor.
Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan eksekusi benda jaminan
apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia
dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan. Selain itu, proses eksekusi
benda jaminan fidusia oleh perusahaan pembiayaan juga wajib memenuhi
ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai
jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan.
Dalam menjalankan proses penarikan, pegawai atau tenaga alih daya perusahaan
pembiayaan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga
yang ditunjuk asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan
disertai dengan alasan penunjukan.68
Kewajiban pendaftaran ke fidusia diperkuat dengan adanya permenkeu RI
No.130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran jaminan Fidusia bagi perusahaan
pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor
dengan pembebanan jaminan Fidusia. Karena jelas telah di tegaskan pada
Undang-Undang No.42 thn 1999 tentang jaminan Fidusia yang tertera pada pasal
11 ayat 1 yakni benda yang di bebani dengan jaminan Fidusia wajib di daftarkan
68
http://finansial.bisnis.com/read/20180104/89/723361/prosedur-penarikan-kendaraan-
ini-hal-yang-perlu-dicermati-nasabah
Universitas Sumatera Utara
46
agar bersertifikat jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran Fidusia wilayah
kementerian Hukum dan HAM dalam pasal 3, perusahaan pembiayaan di larang
melakukan penarikan benda jaminan Fidusia berupa kendaraan bermotor. Apabila
kantor pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan Fidusia dan
menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. Apabila ada barang jaminan
yang hendak di tarik pihak leasing, konsumen berhak untuk meminta sertifikat
jaminan Fidusia. Jika tidak ada, konsumen jangan mau di tarik begitu saja.69
69
http://www.crimecyber.net/854/hukum-penarikan-dijalan-leasing-apakah-merupakan-
pelanggaran
Universitas Sumatera Utara
47
BAB IV
PENARIKAN KENDARAAN BERMOTOR DILAKUKAN OLEH PIHAK
LEASING DITINJAU DARI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
130/PMK.010/2012 TENTANG PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA BAGI
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
A. Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan
Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Prosedur pendaftaran jaminan fidusia meliputi pengajuan permohonan
pendaftaran jaminan fidusia, pemeriksaan kelengkapan persyaratan permohonan
pendaftaran jaminan, pencatatan dalam Buku Daftar Fidusia, dan penerbitan Sertifikat
Jaminan Fidusia. Pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia ini dikarenakan alasan-alasan
tertentu, yaitu untuk memperoleh kepastian dan perlindungan hukum serta sebagai
perwujudan asas publisitas, namun dalam praktik tidak semua jaminan fidusia itu
didaftarkan dengan alasan, ketidakpahaman mengenai makna dari adanya klausula
pembebanan dengan jaminan fidusia, masyarakat tidak mengerti akibat yang timbul dari
pendaftaran jaminan fidusia, serta banyaknya biaya tambahan dari adanya pendaftaran
jaminan fidusia.
Pendaftaran jaminan fidusia secara manual melalui kantor jaminan fidusia selama
ini dirasakan tidak efektif, karena proses pengurusan dan pengeluaran sertifikat jaminan
fidusianya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga cukup
mahal. Hal ini menyebabkan pemanfaatan fidusia menjadi tidak optimal, kepatuhan para
pelaku usaha untuk mendaftarkan jaminan fidusia juga rendah, tidak jarang kreditor tetap
memungut biaya pendaftaran fidusia, namun baru melakukan pendaftaran apabila debitor
sudah memasuki tahap tidak kooperatif dan menunggak pembayaran.
Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia memuat:
Universitas Sumatera Utara
48
1. identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia;
2. tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris
yang membuat akta Jaminan Fidusia;
3. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4. uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
5. nilai penjaminan; dan
6. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.70
Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta Jaminan Fidusia.
Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 memperoleh bukti pendaftaran.
Bukti pendaftaran paling sedikit memuat:
1. nomor pendaftaran;
2. tanggal pengisian aplikasi;
3. nama pemohon;
4. nama Kantor Pendaftaran Fidusia;
5. jenis permohonan; dan
6. biaya pendaftaran Jaminan Fidusia.
Pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia melalui
bank persepsi berdasarkan bukti pendaftaran. Pendaftaran Jaminan Fidusia dicatat secara
elektronik setelah pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia.
Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal Jaminan Fidusia dicatat.
Sertifikat Jaminan Fidusia ditandatangani secara elektronik oleh Pejabat pada Kantor
70
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
Universitas Sumatera Utara
49
Pendaftaran Fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia dapat dicetak pada tanggal yang sama
dengan tanggal Jaminan Fidusia dicatat.71
Apabila semua syarat telah terpenuhi maka pihak perusahaan pembiayaan akan
melakukan survey terhadap calon debitor. Tidak terlepas dari kepandaian seorang analisis
pembiayaan yang melakukan analisis terhadap setiap permohonan pembiayaan konsmen
yang diajukan kepada pihak perusahaan pembiayaan kemungkinan terjadi masalah tetap
ada.
Dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan ini .tidak semuanya dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Seperti pelaksanaan hak dan kewajiban yang disimpangi salah
satu pihak. Meskipun kedua pihak telah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing
akan tetapi masih terjadi kelalaian khususnya pada pihak debitor yang tidak
melaksanakan prestasinya. Seperti dalam asas kebebasan berkontrak yang mengartikan
bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut mengikat bagi mereka yang membuatnya
seperti halnya undang-undang.
enteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan
yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia. Inti dari Peraturan di atas adalah mewajibkan semua
Lembaga Pembiayaan Non Bank untuk mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor
pendaftaran fidusia paling lama 30 hari sejak perjanjian, apabila tidak dipatuhi maka akan
keluar larangan untuk melakukan eksekusi dalam hal kegagalan bayar dan pencabutan
izin operasi lembaga keuangan tersebut. Kebijakan ini membuat lonjakan jumlah
pendaftaran fidusia hingga tiga kali lipat dari biasanya.
Menurut Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan
71
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan
Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
Universitas Sumatera Utara
50
jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran
Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia (pasal 1).
Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi Perusahaan
Pembiayaan yang melakukan:
1. pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah;
2. dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya
berasal dari pembiayaanpenerusan (channeling) atau pembiayaan bersama
(joint financing).
Dengan keluarnya peraturan ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan harus
mendaftarkan fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya. Oleh sebab itu pasal 2 PMK
No. 130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan wajib
mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga
puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. 11
Pendaftaran jaminan fidusia adalah: diberikan waktu selama 30 hari untuk melakukan
pendaftaran ke kantor Fidusia sejak tanggal Perjanjian pembiayaan. Misalnya Perjanjian
Pembiayaan ditanda-tangani pada tanggal 1 Agustus 2012, maka pihak multifinance harus
mulai meng-order kepada notaris selambat-lambatnya 10 hari kemudian (misalnya
tanggal 10 Agustus 2012). Sehingga Notaris masih mempunyai kesempatan untuk
mempersiapkan aktanya dan menanda-tangani akta jaminan fidusia tersebut, menerbitkan
salinan dan mendaftarkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Agustus 2012. Jika
Perusahaan Pembiayaan belum memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia (sebagai hasil dari
pendaftaran jaminan fidusia tersebut), maka menurut Pasal 3 PMK No.
130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan
benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor tersebut.
Secara aturan di Kantor Fidusia, sertifikat jaminan fidusia harus sudah terbit 14
hari kerja sejak tanggal pendaftaran. Namun dalam praktiknya, oleh karena sekarang
Universitas Sumatera Utara
51
seluruh Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusianya, maka di dalam
praktik terjadi “crash” atau tumpukan berkas. Sehingga dalam praktik, Sertifikat Jaminan
Fidusia tersebut baru akan terbit setelah 1,5 bulan sejak tanggal pendaftaran. Hal ini
tentunya menyulitkan bagi Perusahaan Pembiayaan untuk melakukan penarikan
Kendaraan Bermotor dari nasabahnya yang sudah mulai macet dan tidak dapat membayar
cicilan. Karena berarti Perusahaan Pembiayaan tersebut harus menunggu waktu yang
cukup lama untuk bisa melakukan penarikan. Bagaimana jika Kendaraan Bermotornya
keburu dijual atau hilang? Namun demikian, Kendaraan bermotor yang dibiayai oleh
Perusahaan Pembiayaan langsung dibebani dengan jaminan fidusia, maka akan sangat
aneh jika dalam waktu 2 bulan sudah macet. Berarti dalam hal ini, harus dipertanyakan
lagi mengenai proses analisa pembiayaannya. Karena jika dikembalikan lagi kepada
filosofi kredit, seseorang akan diberikan kredit jika memenuhi criteria dasar yang
menggunakan Prinsipnya “5 C” (Character, Capital, Collateral, Capacity dan Condition
of Economic).
Pasal 4 PMK No. 130/PMK.010/2012 menyebutkan bahwa Penarikan benda
jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh Perusahaan Pembiayaan wajib
memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang
mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian
pembiayaan konsumen kendaraan bermotor Pasal 6 PMK No. 130/PMK.010/2012
menyebutkan bahwa, Perusahaan Pembiayaan yang telah melakukan perjanjian
pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia
sesuai kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan
Pembiayaan dengan konsumen.
Perusahaan multifinance yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif
secara bertahap berupa Pasal 4 PMK No. 130/PMK.010/2012 :
Universitas Sumatera Utara
52
1. peringatan;
2. pembekuan kegiatan usaha; atau
3. pencabutan izin usaha.
Sanksi peringatan diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-
turut dengan masa berlaku masingmasing 60 (enam puluh) hari kalender. Bila ternyata
sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan Perusahaan Pembiayaan telah
memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat mencabut sanksi peringatan.
Sedangkan apabila pada masa berlaku peringatan ketiga berakhir dan Perusahaan
Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat mengenakan
sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara
tertulis kepada Perusahaan Pembiayaan, yang berlaku selama jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha diterbitkan. Demikian
juga dengan sanksi pembekuan usaha, bila sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan
kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan maka Menteri
Keuangan mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha dan apabila sampai dengan
berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Perusahaan
Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan Menteri Keuangan mencabut izin usaha
Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendaftaran fidusia ini hanya menekankan pada efektifitas waktu
semata tanpa memerhatikan aspek-aspek lain yang tidak kalah penting. Pendaftaran
fidusia secara elektronik justru menimbulkan masalah hukum yang berkaitan dengan asas
publisitas dan kepastian hukum di dalamnya. Informasi database tentang rincian objek-
objek yang telah didaftarkan dalam jaminan fidusia tersebut tidak dapat diakses melalui
sistem online ini, keterangan yang ada hanya tertulis “sesuai akta notaris”, dan hanya
notaris yang bersangkutan yang dapat mengetahui rincian objek jaminan fidusia tersebut.
Hal ini dapat mengakibatkan fidusia ulang dan sengketa hukum sangat rawan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
53
Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 menyatakan,
perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa
kendaraan bermotor apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat
jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. Apabila
perusahaan pembiayaan tersebut tidak mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia, maka
perusahaan pembiayaan tersebut tidak dilindungi hak-haknya oleh UUJF. Ini berarti
perusahaan pembiayaan tersebut tidak memiliki hak untuk didahulukan daripada kreditur-
kreditur lain untuk mendapatkan pelunasan utang debitur dari benda yang dijadikan
jaminan fidusia tersebut (pasal 27 UUJF). Karena itu, perusahaan pembiayaan alias
leasing wajib mendaftarkan jaminan fidusia atau benda jaminan. Tanpa fidusia, pihak
kepolisian tidak berkewajiban memproses pengaduan pihak leasing.
B. Akibat Hukum Atas Penarikan Kendaraan Bermotor yang dilakukan
Pihak Leasing
Akibat hukum terhadap perusahaan yang melakukan perjanjian kredit dari
perpektif kontrak jual beli secara angsuran tidak ada tuntutan ganti rugi, karena dalam
jual beli kendaraan bermotor dengan system angsuran (kiredit) pembeli selama belum
melunasi berstatu sebagai penyewa. Pranata jual beli angsuran; pranata sewa beli (hire
purchase) dan sewa guna usaha (leasing) merupakan pranata hukum perjanjian yang
perkembangannya didasarkan pada “kebebasan berkontrak” sebagai asas pokok dari
hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 juncto Pasal 1320 KUHPerdata.Secara
khusus perundang-undangan yang melandasi pranata jual beli tunai dan pranata sewa
menyewa adalah sama, keduanya memiliki dasar hukum yang diatur dalam KUHPerdata.
Dalam sistem Hukum Perdata pengelompokan Kitab-Kitab Undang-undang
Hukum Perdata disebut sebagai perjanjian bernama atau benoemde contracten atau
nominaat contracten. Sementara itu pranata jual beli angsuran dan pranata sewa beli,
Universitas Sumatera Utara
54
dimasukkan dalam perjanjian tak bernama (onbenoumde contractem). J. Satrio (1996: 8)
memberikan pengertian sebagai berikut yang dimaksud dengan perjanjian innominat
(perjanjian tak bernama) adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya
secara khusus di dalam undang-undang. Karena tidak diatur dalam perundang-undangan,
baik Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD), jual beli angsuran dan sewa beli keduanya didasarkan pada praktek
sehari-hari dan putusan pengadilan (Jurisprudensi)”.
Sistem yang dipergunakan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau
Burgerlijk Wetboek yang untuk selanjutnya disebut B. W adalah sistem terbuka, Sistem
terbuka dalam KUHPerdata memungkinkan semua perjanjian termasuk sewa beli diakui
sesuai dengan Pasal 1338 KUHperdata. Perusahan Leasing kedudukanya sangat kuat
dalam perjanjian sewa beli selama tidak melanggar hak hak pembeli sebagai
konsumen.Asas kebebasan berkontrak, seperti
tercantum dalam Pasal 1338 BW. Berdasarkan asas tersebut, para pihak dapat
menggunakan persetujuan-persetujuan yang sama sekali tidak diatur dalam BW ataupun
KUHD atau Undang-Undang lain. Namun ketentuan-ketentuan umum BW Bk. III titel I
sampai dengan IV tetap berlaku, misalnya mengenai sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320)
dan Pasal 1338 yang berhubungan dengan BW Bk. III yaitu sistem terbuka atau asas
kebebasan berkontrak.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tersebut maka lahir pranata sewa beli
sebagai terobosan dari pranata jual beli tunai dan merupakan variant dari jual beli
angsuran. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam BW, sebagai tercantum di dalam Bab
atau Titel V sampai dengan XVIII tentang persetujuan-persetujuan tertentu khususnya
pada pranata jual beli dan sewa menyewa merupakan dasar awal timbulnya pranata sewa
beli tersebut. Hal ini didasarkan pada konstruksi sui genesis. Ajaran tersebut mendasarkan
pada prinsip bahwa syarat-syarat yang lebih dominan dari salah satu pranata apakah
Universitas Sumatera Utara
55
syarat-syarat lebih banyak pada perjanjian jual beli ataukah lebih banyak mempunyai
syarat-syarat sewa menyewa.
Perjanjian jual beli kendaraan bermotor secara angsuran dalam bentuk perjanjian
sewa beli sepanjang tidak bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak diakui
keberadaanya. Pranata sewa beli tersebut akan dapat dikelompokkan pada salah satu
pranata tersebut diatas. Dalam hal sewa beli dikelompokkan pada jual beli ataukah sewa
menyewa. Perjanjian ini merupakan perjanjian campuran dimana bahwa dalam
ketentuanketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga
setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui genesris).72
Penarikan mana biasanya juga dilakukan dengan bantuan jasa, karena jaminan
fidusia hanya embel-embel di surat perjanjian bahwa seakan-akan leasing sudah
melakukan hukum fidusia. Padahal tidak dibuat dengan akta notaries, apalagi didaftarkan
sebagaimana ketentuannya. Dan bila kredit macet, maka Debt Collector-lah yang akan
bekerja. Dalam praktek juga tidak jarang terjadi Lembaga Pembiayaan (Leasing)
mengatakan kepada Pemberi Fidusia yang lagi macet pembayaran, bahwa benda Jaminan
tersebut telah dipasang dan/atau didaftarakan, akan tetapi Lembaga Pembiayaan
(Leasing) dimaksud tidak memperlihatkan Sertipikat Jaminan Fidusia, sehingga bagi
orang awam hal tersebut kadang menjadikan momok dan menakut-nakuti saja, padahal
bila Jaminan Fidusia tersebut tidak didaftarkan pada instansi yang berwenang.73
Kewajiban produsen pelaku usaha menurut Pasal 7 Undang-undang Nomor 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
72 Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Penerbit Alumni. 1994,
hal 36
73 Aermadepa, Pendaftaran Jaminan Fidusia, Masalah Dan Dilema Dalam
Pelaksanaannya, Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu Vol. 5 No.1 Juni 2012, Hal 732-733
Universitas Sumatera Utara
56
2. Memberikan informasi yang benar, jelas,dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan baik barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan dan
perbaikan,dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan
6. Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian apabila
barang dan/atau barang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian.74
Pengertian Leasing dapat dilihat dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009
tentang lembaga pembiayaan (perpres 9/2009). Sewa guna usaha (Leasing) adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna
berdasarkan pembayaran secara angsuran.75
Peraturan tersebut menyempurnakan aturan lama Leasing berdasarkan Pada Pasal
1 Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan
Menteri Perindustrian No. KEP. 122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No.
30/Kph/I/1974 tertanggal 7 Febuari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah :“Setiap
kegiatan pembayaran perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara
74 Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
75 Pasal 1 angka 5 perpres 9/2009
Universitas Sumatera Utara
57
berkala, disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-
barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama”. Equipment Leasing Association di London
sebagaimana dikutip Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal memberikan
pengertian leasing sebagai berikut :“Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee
untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee.
Hak pemilikan atas barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah
ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.”76
Kekuatan perusahan Leasing dalam melakukan penarikan kendaraan karena
perusahan Leasing telah membiayai barang yang diangsur tersebut. Dengan demikian
dapatlah diartikan bahwa leasing itu adalah pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan
yang menggunakan barang-barang modal tersebut, dan dapat membeli atau
memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa. Bahkan, Kementerian Keuangan
telah mengeluarkan peraturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan untuk
menarik secara paksa kendaraan dari konsumen yang menunggak kredit kendaraan. Hal
itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang
pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang dikeluarkan tanggal 7 Oktober
2012.
Persoalan penting Jika pihak leasing tetap melakukan penarikan paksa terhadap
kendaraan yang dikuasai pembeli karena angsuran macet. Perusahan leasing dapat
dikenakan sanksi Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3 dan 4 juncto Pasal 3. Dalam
KUHP jelas disebutkan, yang berhak untuk melakukan eksekusi adalah pengadilan. Jadi,
apabila mau mengambil jaminan, harus membawa surat penetapan eksekusi dari
pengadilan negeri. Keputusan bersama Tiga Menteri mengenai status hukum leasing di
76 Amin Widjaja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, Rineka
Cipta, Jakarta, 1994, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
58
Indonesia, memang terus dipertanyakan dan menjadi polemic para pakar hukum Polenik
terkait dengan eksistensi leasing dalam melakukan eksekusi bila ditinjau dari segi hukum
Indonesia, sebab selama ini segi-segi ekonomislah yang lebih sering ditonjolkan dalam
informasi tehnis yang diberikan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, namun aspek
yuridisnya belumlah dianalisis secara mendalam.
Dalam penarikan kendaraan bermotor karena wanprestasi status dari perusahan
leasing sangat kuat terkait dengan perjanjian yang sudah disepakati. Seperti kita ketahui
bersama, bahwa konsep leasing itu berasal dari dan berkembang di Amerika Serikat,
namun karena sistem hukum perdata kita berasal dari dan masih sangat mirip dengan
hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di negeri Belanda, maka logis adanya
apabila kita memandang pada tulisan-tulisan dalam bukubuku Belanda. Leasing, yang arti
asal mulanya merupakan gejala ekonomi, telah mempengaruhi isi dari kontrak-kontrak
lease, kebanyakan ditentukan oleh maksud-maksud ekonomi daripada Perusahan.. Oleh
karena itu di negara Belanda perjanjian lease itu tidak diatur suatu peraturan yang khusus,
maka untuk suatu kontrak lease yang memilih bentuk yuridis terbaik disangkutpautkan
dengan tujuan ekonomi.
Dalam sistem hukum perdata kita ada ketentuan-ketentuan atau peraturan-
peraturan yang wajib ditaati dan yang tidak boleh dikesampingkan walaupun pihak-pihak
menghendakinya dan ada peraturan-peraturan yang tidak wajib, dalam arti bahwa apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak ketentuan-ketentuan itu dapat dikesampingkan sesuai asas
kebebasan berkontrak. Dalam perspektif kajian perdata leasing tampak adanya dua
pendapat yang berlawanan : Pendapat yang pertama menyatakan bahwa leasing dalam
pengertian yuridis adalah sewa menyewa.Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan
bahwa kontrak lease berdasarkan hukum perdata tidak dapat ditetapkan di bawah satu
penyebutan (noemen).
Jaminan Fidusia adalah jaminan berdasarkan kepercayaan dimana obyek benda
jaminan tetap dikuasai oleh pemilik. Dengan kata lain, di samping diadakan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
59
utang kredit, diadakan pula perjanjian pengalihan hak milik atas dasar kepercayaan
(fidusia). Dengan perkataan lain bendanya sendiri secara nyata tidak pernah terlepas dan
penguasaan debitur dan beralih ke dalam penguasaan kreditur, tetapi tetap saja berada
dalam penguasaan debitur. Yang berpindah hanyalah hak milik atas benda itu, sedangkan
debitur tetap menguasai fisik benda itu tetapi tidak lagi sebagai pemilik. Debitur
menguasai fisik benda itu hanya sebagai penyimpan atau pemakai benda itu.
Jadi pada fiduciaire eigendoms ovendracht itu yang dipindahkan itu ialah hak
milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri
masih tetap berada dalam tangan si berutang, sehingga tetap dapat digunakan untuk
perusahaan dan lain-lain.”77
Dalam penyerahan hak milik pada fidusia, terjadi penyerahan
Constitutum Possessorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaannya). Pada
perjanjian ini yaitu pemindahan hak milik, yang dituju bukan kepemilikan kendaraan tapi
penguasaan dari kendaraan tersebut. Dengan pelunasan pembayaran dari si debitur, maka
hak milik kembali kepada pemilik semula dan si berpiutang harus mengembalikan
bendanya. Akan tetapi jika debitur lalai memenuhi pelunasan hutangnya maka kreditur
berhak mengambil pelunasan piutangnya dari benda fidusia menurut ketentuan yang telah
diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999. Jadi walaupun terjadi pemindahan hak
milik, akan tetapi kreditur hanya berhak mengambil pelunasan dari benda jaminan
sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 dan pasal 2 Undang-Undang No. 42 Tahun
1999.Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 menyebutkan bahwa : Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dalam ayat (2)
ditentukan: Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
77 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty Yogyakarta 1974. hal
75-76.
Universitas Sumatera Utara
60
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan benda yang menjadi obyek tetap berada dalam
penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur
lainnya. Jadi walaupun terjadi penyerahan hak milik, kreditur bukan sebagai pemilik,
akan tetapi benda tetap sebagai agunan bagi pelunasan utang debitur; dan debitur secara
fisik masih tetap menguasai bendanya.
Menurut Hartono Hadisoeprapto, bahwa pengertian jaminan adalah: "segala
sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur
akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan. Di dalam praktek perbankan masalah jaminan ini sangat penting sekali,
terutama yang berhubungan dengan kredit yang dilepas kepada nasabahnya".78
C. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Terhadap Konsumen Yang
Mengalami Penarikan Kendaraan Bermotor Karena Kredit Macet
Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan
terbesar dari bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bunga, provisi ataupun
pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan dan
kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena itu, pemberian kredit harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan besarnya kredit, penentuan
suku bunga, prosedur pemberian kredit, analisis pemberian kredit, sampai kepada
pengendalian atau kredit yang macet.79
78 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,
Yogyakarta, 1984, hal. 50.
79 Jonker Sihombing, Tanggungjawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, PT
Alumni, Bandung, 2009, hal
Universitas Sumatera Utara
61
Suatu kredit digolongkan sebagai kredit bermasalah ialah kredit yang tergolong
sebagai kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet.80
Kredit macet dapat
disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal penyebab kredit macet,
yaitu kebijakan perkreditan yang ekspansif, penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur
perkreditan, iktikad kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai bank, lemahnya
sistem informasi kredit macet. Sedangkan faktor eksternal penyebab kredit macet adalah
kegagalan usaha debitur, pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh
debitur serta menurunnya kegiatan ekonomi dan tinggu suku bunga kredit.81
Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami penarikan paksa
kendaraan bermotor berarti adanya kepastian hukum bagi konsumen yang
mengalami penarikan paksa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pihak kreditur atau
pihak ketiga debt collector yang bekerjasama dengan pihak
kreditur. Konsep hukum mengenai perlindungan hukum konsumen yang mengalami
penarikan paksa kendaraan bermotor merupakan topik yang sangat perlu diteliti, karena
terdapat hubungan yang sangat erat antara perkembangan hukum khususnya mengenai
kasus-kasus penarikan paksa dijalan raya yang sering terjadi dan penyelesaian kasus yang
termuat dalam putusan-putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam
praktek dan kebijaksanaan politik hokum oleh negara. Dalam hal kaitannya dengan
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen yang mengalami penarikan paksa
dijalan raya pemerintah melalui kementerian keuangan telah mengeluarkan satu terobosan
peraturan baru yang melarang perusahaan pembiayaan konsumen melakukan penarikan
paksa kendaraan bermotor dijalan raya. Aturan yang
melarang perusahaan pembiayaan, menarik kendaraan bermotor baik mobil maupun
kendaraan roda dua yang masih menunggak kredit.
80
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2001, hal 259 81
Iswi Hariyani, Bebas Jeratan Utang Piutang, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
2010, hal 122
Universitas Sumatera Utara
62
Hal tersebut dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
130PMK.0102012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan.
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan tegas melarang perusahaan pembiayaan dilarang
melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa
kendaraan bermotor apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat
jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.
Penarikan benda jaminan berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan wajib
memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur
dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak
dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor. Jika
perusahaan pembiayaan konsumen tetap memaksa mengambil alih kendaraan, maka
perusahaan pembiayaan akan dikenai sanksi sampai pembekuan dan
pencabutan izin usaha.
Syarat-syarat ada yang tidak terpenuhi, terkadang sales kendaraannya
adalah teman sendiri atau yang sudah kenal atau malah sales tersebut mengejar target
penjualan yang dengan sengaja mempermudah proses persyaratanya padahal ada
persyaratan yang tidak lengkap. Pada dasarnya banyak kesalahan yang terjadi pada proses
persetujuan kredit kendaraan khususnya sepeda motor yang membuat macetnya proses
angsuran diantaranya Murahnya DP minimum, DP murah bisa menjadi jebakan bagi
konsumen karena murahnya maka jangka waktu kredit juga panjang dan DP biasanya.
Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130PMK.0102012 tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan dibebankan ke proses kredit
tersebut. Belum lama ini pemerintah menerbitkan pembatasan DP minimum kredit
kendaraan bermotor. Seperti yang diketahui BI telah mengeluarkan kebijakan PMK
Nomor 43PMK.0102012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen, dimana penetapan
uang muka pembiayaan kendaraan roda dua minimal 20, kendaraan roda empat produktif
minimal 20, dan kendaraan roda empat non produktif minimal 25. Suatu hal yang positif
Universitas Sumatera Utara
63
karena dengan diaturnya biaya DP minimum yang harus ditebus oleh konsumen, maka
konsumen harus punya dana yang cukup untuk membayar DP minimum untuk
menghindari macetnya angsuran pembayaran karena konsumen tidak mampu untuk
membayar.
Pembeli kendaraan dalam leasing sebagai konsumen yang harus dilindungi sesuai
Undang-undang No 8 Tahun 1999Undangundang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) dalam konsiderannya, antara lain menyatakan : “bahwa
pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya
dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki
kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan
sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.” Tidak jarang pengorbanan yang
diberikan tidak sebanding dengan pemulihan hak-haknya yang dilanggar.6 Dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1, pengertian dari Perlindungan Konsumen:
“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen”. Pengertian tersebut diparalelkan dengan definisi konsumen, yaitu :
“Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.82
Penarikan Paksa Kendaraan Bermotor Karena Kredit
Macet Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami penarikan paksa
kendaraan bermotor berarti adanya kepastian hukum bagi konsumen yang
mengalami penarikan paksa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pihak kreditur atau
pihak ketiga debt collector yang bekerjasama dengan pihak
kreditur. Menurut Satjipto Raharjo hukum melindungi kepentingan seseorang
82
Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.2001, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
64
dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam
arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang
demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa
disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang
menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.
Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat
dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang
tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai
manusia.
Aturan yang melarang perusahaan pembiayaan, menarik kendaraan bermotor baik
mobil maupun kendaraan roda dua yang masih menunggak kredit. Hal tersebut
dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130PMK.0102012 tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan
ini dengan tegas melarang perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda
jaminan fidusia berupa
kendaraan bermotor apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat
jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.
Penarikan benda jaminan berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan wajib
memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur
dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak
dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor. Jika
perusahaan pembiayaan konsumen tetap memaksa mengambil alih kendaraan, maka
perusahaan pembiayaan akan dikenai sanksi sampai pembekuan dan
pencabutan izin usaha.
Universitas Sumatera Utara
65
1. Syarat-syarat ada yang tidak terpenuhi, terkadang sales kendaraannya
adalah teman sendiri atau yang sudah kenal atau malah sales tersebut
mengejar target penjualan yang dengan sengaja mempermudah proses
persyaratanya padahal ada persyaratan yang tidak lengkap. Pada dasarnya
banyak kesalahan yang terjadi pada proses persetujuan kredit kendaraan
khususnya sepeda motor yang membuat macetnya proses angsuran
diantaranya:
2. Murahnya DP minimum, DP murah bisa menjadi jebakan bagi konsumen
karena murahnya maka jangka waktu kredit juga panjang dan DP
biasanya. Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130PMK.0102012
tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan
dibebankan ke proses kredit tersebut. Belum lama ini pemerintah
menerbitkan pembatasan DP minimum kredit kendaraan bermotor. Seperti
yang diketahui BI telah mengeluarkan kebijakan PMK Nomor
43PMK.0102012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen, dimana
penetapan uang muka pembiayaan kendaraan roda dua minimal 20,
kendaraan roda empat produktif minimal 20, dan kendaraan roda empat
non produktif minimal. Suatu hal yang positif karena dengan diaturnya
biaya DP minimum yang harus ditebus oleh konsumen, maka konsumen
harus punya dana yang cukup untuk membayar DP minimum untuk
menghindari macetnya angsuran pembayaran karena konsumen tidak
mampu untuk membayar.
3. Pihak perusahaan pembiayaan konsumen berlomba-lomba untuk
memasarkan dan mendapatkan kredit dari pembeli.
Perlindungan hukum lain yang dapat dirasakan oleh konsumen yakni,
Universitas Sumatera Utara
66
dengan adanya kebebasan konsumen untuk mengajukan gugatan terhadap
pelaku usaha kepada badan penyelesaian sengketa konsumen. Gugatan
tersebut nantinya akan dproses lebih lanjut oleh BPSK dengan memeriksa,
memanggil para pihak serta melihat bukti-bukti yang ada kemudian
mengeleuarkan produk hukum berupa putusan BPSK, yang dimana jika
pelaku usaha melakukan kesalahan yang menyebabkan konsumen merugi
maka pelaku usaha, diwajibkan memberikan ganti kerugian.
Dalam hal kaitannya dengan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada
konsumen yang mengalami penarikan paksa dijalan raya pemerintah melalui kementerian
keuangan telah mengeluarkan satu terobosan peraturan baru yang dicantumkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan
Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan, yang melarang perusahaan leasing malakukan
penarikan paksa kendaraan bermotor dijalan raya.
Perlindungan hukum lain yang dapat dirasakan oleh konsumen yakni, dengan
adanya kebebasan konsumen untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku
usaha kepada badan penyelesaian sengketa konsumen. Gugatan tersebut nantinya akan
dproses lebih lanjut oleh BPSK dengan memeriksa, memanggil para pihak
serta melihat bukti-bukti yang ada kemudian mengeleuarkan produk hukum berupa
putusan BPSK, yang dimana jika pelaku usaha melakukan kesalahan yang
menyebabkan konsumen merugi maka pelaku usaha, diwajibkan memberikan ganti
kerugian.
Perlindungan hukum terhadap perusahaan pembiayaan melalui mekanisme
pendaftaran fidusia dalam kenyataannya tidak dilaksanakan secara bersama-sama dengan
upaya memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada pihak konsumen. Hal ini
dapat dicermati dari klausula perjanjian yang dicantumkan masih mengandung klausula
eksonerasi, tidak ada perubahan substansi perjanjian, yang ada hanya perubahan
Universitas Sumatera Utara
67
formalitas pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yang mencirikan perjanjian
sewa beli ke formalitas yang mencirikan perjanjian fidusia. Substansi kontrak secara
materil masih menunjukkan kedudukan pihak konsumen tidak diberikan secara adil oleh
pihak perusahaan pembiayaan.
Perjanjian dalam pelaksanaannya memungkinkan untuk tidak terlaksana atau
tidak sempurna, baik karena kesalahan maupun karena kekuatan memaksa namun
adakalanya perjanjian tidak terlaksana sepenuhnya seperti yang disepakati bahkan
perjanjian dapat pula tidak terlaksana sama sekali. Kondisi tidak terlaksanakanya
perjanjian tersebut dikenal dengan istilah wanprestasi. Klausula perjanjian pemilikan
kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan memberikan ketegasan mengenai
akibat hukum dari setiap bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian, yaitu :
1. Keterlambatan angsuran maupun denda keterlambatan oleh konsumen kepada
perusahaan pembiayaan oleh karena alasan apapun, maka hal ini telah
merupakan bukti bahwa konsumen telah melakukan wanprestasi dalam
perjanjian.
2. Perusahaan pembiayaan dapat memutuskan perjanjian setiap saat bilamana
konsumen melanggar ketentuan perjanjian.
Perkataan atau tingkah laku nasabah dapat memberi keyakinan kepada
perusahaan pembiayaan untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah. Sikap petugas
perusahaan pembiayaan pun sangat menentukan upaya penyelesaian. Sikap serius kedua
belah pihak memberikan kemungkinan terjadinya kesepakatan menjual barang jaminan
secara baik-baik dan akan memberikan manfaat yang lebih besar. Alternatif penyelesaian
kredit macet dengan cara penjualan di bawah tangan akan mengalami kendala bahkan
sangat sulit dilaksanakan, jika nasabah tidak lagi beritikad baik sehingga sulit ditemui
atau tidak lagi diketahui keberadaannnya. Penyelesaian kredit macet dengan cara
penjualan di bawah tangan dilakukan agar diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
Universitas Sumatera Utara
68
semua pihak. Hal ini penting untuk menjaga kepentingan berdasarkan akan penetapan
harga yang tidak wajar oleh pihak perusahaan pembiayaan dapat dihindari. Realitas
dalam pelaksanaan sewa beli kendaraan bermotor menunjukan bahwa pada umumnya
perusahaan pembiayaan melakukan penarikan kendaraan bermotor dari tangan konsumen
secara sepihak apabila konsumen lalai melaksanakan kewajiban dalam jangka waktu 2
(dua) bulan dan telah dilakukan upaya persuasif namun tidak menyebabkan konsumen
melaksanakan kewajibannya sesuai yang diperjanjikan. Penarikan kendaraan secara
sepihak ini merupakan salah satu klausula yang terdapat pada perjanjian sewa beli dan
menjadi dasar bagi perusahaan pembiayaan untuk melakukan penarikan kendaraan
tersebut. Hal ini menurut peneliti merupakan kekeliruan yang patut dicermati dengan
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
1. Penarikan kendaraan secara sepihak tanpa melalui putusan/penetapan
pengadilaan merupakan ciri dari perjanjian yang memungkinkan parate
eksekusi (eksekusi tanpa putusan hakim).
2. Pelaksanaan parate eksekusi dalam hukum jaminan hanya dimungkinkan
untuk perjanjian yang secara tegas menyebutkan mengenai parate eksekusi
dengan disertai penegasan kalimat “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa” melalui pendaftaran penjaminan dengan mekanisme yang
ditentukan oleh Undang-undang sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-
Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No.
4 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Perjanjian sewa beli tidak diatur oleh
undangundang yang memungkinkan adanya parate eksekusi sehingga
tindakan penarikan kendaraan secara sepihak dalam pandangan peneliti
merupakan kekeliruan bagi perusahaan pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
69
3. Penarikan kendaraan secara sepihak dilaksanakan tidak berdasarkan undang-
undang tetapi hanya didasarkan pada perjanjian, sehingga klausula tersebut
merupakan suatu bentuk klausula eksonerasi yang dilarang oleh Undang-
undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketidakadilan
dapat terjadi dalam proses penarikan tersebut terutama apabila pembayaran
pihak konsumen telah mencapai 50 % dari perjanjian.
4. Penarikan kendaraan yang dilakukan dengan memasuki tempat di mana
kendaraan disimpan dapat menimbulkan akibat hukum berupa tindak pidana
perampasan atau tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin atau
perusakan. Hal ini juga bertentangan dengan ketertiban karena rentan dengan
kericuhan bahkan dapat berakhir dengan kekerasan. Konsekuensi penggunaan
pranata sewa beli dalam perjanjian pembelian kendaraan bermotor adalah
tidak dimungkinkan penarikan kendaraan secara sepihak dengan
menggunakan cara-cara yang disebutkan dalam klausula perjanjian.
Penggunaan prosedur parate eksekusi hanya dimungkinkan jika pranata yang
digunakan dalam hal ini adalah perjanjian fidusia melalui pendaftaran fidusia
1 (satu) bulan setelah penandatanganan perjanjian fidusia. Perusahaan
pembiayaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelesaian
wanprestasi melalui penarikan kendaraan secara langsung dengan jalan
mengubah pranata yang digunakan dengan tidak menggunakan perjanjian
sewa beli tetapi menggunakan pranata perjanjian fidusia dengan melakukan
pendaftaran fidusia pada Kanwil Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pilihan bagi
perusahaan pembiayaan dalam hal ini adalah menggunakan perjanjian sewa
beli dengan prosedur lebih sederhana dan tidak memiliki kewajiban
membayar pendaftaran namun kepada perusahaan pembiayaan tidak diberikan
Universitas Sumatera Utara
70
kewenangan melakukan penarikan kendaraan secara langsung atau melakukan
perjanjian pembiayaan pembelian kendaraan bermotor dengan menggunakan
pranata perjanjian fidusia dengan prosedur lebih panjang dan biaya lebih besar
namun memberikan kewenangan kepada perusahaan pembiayaan untuk
melakukan penarikan kendaraan secara sepihak (parate eksekusi).
Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa beli dapat dilakukan dengan cara
musyawarah dan jika jalan ini gagal dilaksanakan, maka bentuk penyelesaian yang tepat
adalah mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan. Pengajuan gugatan dalam
kenyataannya menimbulkan kondisi tidak efektif dan tidak efisien bagi pihak perusahaan
pembiayaan namun efektivitas dan efisiensi dalam hal ini tidak dapat dijadikan dasar
untuk mengesampingkan kaidah hukum yang telah digariskan. Setelah diterbitkannya
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan
Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, maka
apabila jalan kekeluargaan tidak dapat ditempuh maka pihak perusahaan pembiayaan pun
tidak diperkenaankan untuk melakukan penarikan secara sepihak tetapi dapat meminta
bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penarikan secara paksa dengan
disertai penetapan pengadilan.
Penarikan kendaraan bermotor seharusnya dilaksanakan dengan mekanisme
eksekusi oleh juru sita Pengadilan Negeri dan dituangkan dalam Berita Acara Eksekusi.
Kendaraan yang dieksekusi dijual dengan mekanisme pelelangan atau pun penjualan di
bawah tangan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi dan apabila terdapat kelebihan
dari selisih antara kewajiban nasabah dengan hasil penjualan kendaraan maka selisih
tersebut dikembalikan kepada pihak nasabah. Mekanisme inilah yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
71
mekanisme yang seharusnya ditempuh dalam penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian
pembiayaan konsumen setelah diwajibkannya melakukan pendaftaran fidusia.83
Perusahaan pembiayaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam
penyelesaian wanprestasi melalui penarikan kendaraan secara langsung dengan jalan
mengubah pranata yang digunakan dengan tidak menggunakan perjanjian sewa beli tetapi
menggunakan pranata perjanjian fidusia dengan melakukan pendaftaran fidusia pada
Kanwil Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pilihan bagi perusahaan pembiayaan dalam hal
ini adalah menggunakan perjanjian sewa beli dengan prosedur lebih sederhana dan tidak
memiliki kewajiban membayar pendaftaran namun kepada perusahaan pembiayaan tidak
diberikan kewenangan melakukan penarikan kendaraan secara langsung atau melakukan
perjanjian pembiayaan pembelian kendaraan bermotor dengan menggunakan pranata
perjanjian fidusia dengan prosedur lebih panjang dan biaya lebih besar namun
memberikan kewenangan kepada perusahaan pembiayaan untuk melakukan penarikan
kendaraan secara sepihak (parate eksekusi). Perjanjian pembiayaan konsumen dalam
pembelian kendaraan bermotor di Kota Manado saat ini dilaksanakan disertai pendaftaran
fidusia. Kewajiban ini ditegaskan oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan
Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan
Pembebanan Jaminan Fidusia.
Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa beli dapat dilakukan dengan cara
musyawarah dan jika jalan ini gagal dilaksanakan, maka bentuk penyelesaian yang tepat
adalah mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan. Pengajuan gugatan dalam
kenyataannya menimbulkan kondisi tidak efektif dan tidak efisien bagi pihak perusahaan
pembiayaan namun efektivitas dan efisiensi dalam hal ini tidak dapat dijadikan dasar
untuk mengesampingkan kaidah hukum yang telah digariskan. Setelah diterbitkannya
83
Vienna P. Setiabudi, Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor,
Jurnal Ilmu Hukum Vol.I/No.1/April-Juni /2013, hal 103-107
Universitas Sumatera Utara
72
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan
Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, maka
apabila jalan kekeluargaan tidak dapat ditempuh maka pihak perusahaan pembiayaan pun
tidak diperkenaankan untuk melakukan penarikan secara sepihak tetapi dapat meminta
bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penarikan secara paksa dengan
disertai penetapan pengadilan.84
84
Vienna P. Setiabudi, Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor,
Jurnal Ilmu Hukum Vol.I/No.1/April-Juni /2013
Universitas Sumatera Utara
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan kendaraan
bermotor meliputi pengajuan permohonan pendaftaran jaminan fidusia, pemeriksaan
kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan, pencatatan dalam Buku
Daftar Fidusia, dan penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia. Pelaksanaan ini di atur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomer 130/PMK.010/2012 itu mengatur tentang
pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan
pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan
fidusia.
2. Akibat hukum atas penarikan kendaraan bermotor yang dilakukan pihak leasing
Maka Perjanjian dengan jaminan Fidusia tersebut hanyalah berupa Akta dibawah
tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi langsung
barang yang ada dalam penguasaan konsumen. Ketika konsumen tidak membayar
angsuran dalam beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya maka Pihak
Perusahaan Pembiayaan tidak dapat secara serta merta mengeksekusii secara
langsung. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata
ke Pengadilan melalui proses hukum acara perdata hingga putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap.
3. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen yang mengalami
penarikan kendaraan bermotor oleh pihak leasing melalui kementerian keuangan
telah mengeluarkan satu terobosan peraturan baru yang dicantumkan dalam 77
Universitas Sumatera Utara
74
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran
Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan, yang melarang perusahaan leasing
malakukan penarikan paksa kendaraan bermotor dijalan.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait dengan kesimpulan yang
didapat adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan peraturan perundang-undangan khusus mengenai leasing
yang lebih lengkap dan efektif, serta pengaturan mengenai prosedur
mekanisme leasing secara jelas dan rinci, sehingga terdapat kepastian
hukum dan keseragaman pengaturan bagi usaha leasing khususnya.
2. Diperlukan juga perhatian bagi pihak lessor untuk membuat pengaturan
mengenai hak dan kewajiban, serta tanggung jawab para pihak terhadap
obyek leasing secara jelas dan rinci tidak memberatkan sebelah pihak,
khususnya terhadap pihak lessee untuk menghindari kesalahan perbedaan
penafsiran para pihak dalam perjanjian, sebagai upaya untuk menghindari
adanya perselisihan akibat dari perbedaan penafsiran terhadap istilah-
istilah teknis yang digunakan dalam perjanjian.
3. Sebaiknya aparat penegak hukum dalam memproses penyelesaian tindakan
penarikan unit kendaraan yang mendapat pengaduan dari debitur akibat
tindakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan menempuh jalur yang
pertama sekali adalah dengan menyerahkan kasus tersebut kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
75
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus,
Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014
Akhsin, Muhammad Hilmi dan Anis Mashdurohatun, Akibat Hukum Jaminan
Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Menurut UU Nomor 42 Tahun 1999,
Jurnal Akta Vol. 4 No. 3 September 2017
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013
Arthesa, Ade dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT
Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006
Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008
Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata termasuk Asas-
asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004
Deelen, Linda, Mauricio Dupleich, Louis Othieno & Oliver Wakelin, Leasing
untuk Usaha Kecil dan Mikro, Organisasi Perburuhan Internasional,
Jakarta, 2003
Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2012
Universitas Sumatera Utara
76
Fahmi, Irham, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya : Teori dan Aplikasi, Penerbit
Afabeta , Bandung, 2014
HS, Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2002
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta,
2013
Liem, Agnes & Frans M. Royan, Tetap Kaya di Masa Sulit, T Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2010
Naja, H.R. Daeng, Seri Keterampilan Merancang dan Kontrak bisnis : Contract
Drafting, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006
Nurwidiatmo, Kompilasi Bidang Hukum Tentang Leasing, Penerbit Badan
Pembinaan Hukum Nasional & Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI, Jakarta, 2011’
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbuatan (KDT), Panduan Bantuan
Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan
Masalah Hukum, Penerbit YLBHI, Jakarta, 2007
Saija, Ronald dan Roger F.X.V. Letsoin, Buku Ajar Hukum Perdata, Penerbit
Deepublish, Yogyakarta, 2016
Silondae, Arus Akbar & Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis,
Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013
Simatupang, Richard Burton, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT Rineka Cipta,
Jakarta, 2007
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen Dan InstrumenInstrumen Hukumnya, PT.
Citra Aditya Bakti, Jakarta. 2000
Universitas Sumatera Utara
77
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta : Penebit Rajawali Pres,2013
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Rajawali
Pers, 2012
Supinato, Hukum Jaminan Fidusia Prinsip Hukum Publisitas pada Jaminan
Fidusia, Penerbit Garudhawaca, Jakarta, 2015
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung,
2003
Utami, Wahyu dan Yogabakti Adipradana, Pengantar Hukum Bisnis dalam
Perspektif Teori dan Praktiknya di Indonesia, Penerbit Jala Permata
Aksara, Jakarta, 2017
Yurizal, Aspek Pidana dalam Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, Penerbit Media Nusa Creatif (MNC), Malang, 2015
II. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang pendaftaran
fidusia bagi perusahaan pembiayaan
III. Jurnal
Universitas Sumatera Utara
78
Aermadepa, Pendaftaran Jaminan Fidusia, Masalah Dan Dilema Dalam
Pelaksanaannya, Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu Vol. 5 No.1 Juni 2012
Daniel Juniardy Sutanto, Jaminan Keadilan dan Kepastian Hukum Dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Mengenai
Kewajiban Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Ditinjau dari Undang- Undang Nomor 42 Tahun
1999, Jurnal Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
2014
Demy Amelia Amanda Manalip, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Dalam Penarikan Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Perusahaan,
Journal Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017
Hartini, Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor
Roda Dua Pada Krisna Finance Surakarta, Journal : RECHSTAAT Ilmu
Hukum Fakultas Hukum UNSA Vol. 8 no. 1 Maret 2014
Farah Diana, M. Nur Rasyid dan Azhari, Kajian Yuridis Pelaksanaan
Penghapusan Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Syiah Kuala Law
Journal : Vol. 1, No.2 Agustus 2017
Liana Endah Susanti, Pengaruh Fidusia Online Terhadap Eksistensi Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jurnal Media
Soerjo Vol. 16 No 1 April 2015
Sudiharto, Keotentikan Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Ditandatangani Di
Hadapan Notaris, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume II No.3 September
- Desember 2015
Shavira Ramadhanneswari, R. Suharto, Hendro Saptono, Penarikan Kendaraan
Bermotor Oleh Perusahaan Pembiayaan Terhadap Debitur Yang
Mengalami Kredit Macet (Wanprestasi) Dengan Jaminan Fidusia Ditinjau
Dari Aspek Yuridis, Diponegoro Law Journal Volume 6, Nomor 2, Tahun
2017
Universitas Sumatera Utara
79
Trisadini Prasastinah Usanti, Lahirnya Hak Kebendaan, Jurnal Perspektif Volume
XVII No. 1 Tahun 2012 Edisi Januari
Yelia Nathassa Winstar, Penjaminan Kendaraan Bermotor Milik Orang Lain
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning
Pekanbaru
Widaningsih, Tinjauan Yuridis Pendaftaran Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan (Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012),
Jurnal Politeknik Negeri Malang, 2016
Widaningsih, Analisis Yuridis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) NO.
130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Fidusia Bagi Perusahaan
Pembiayaan, Jurnal Panorama Hukum Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Widya Justisia dan Zil Aidi, Implikasi Yuridis Permenkumham Nomor 10 Tahun
2013 Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen pada PT.
Fial Cabang Pekalongan, Jurnal Penelitian Hukum Volume 1, Nomor 3,
November 2014,
Universitas Sumatera Utara