legalisasi pernikahan dalam masa iddahe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4682/1/skripsi.pdf ·...

84
i LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Tahun 2010 ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam Oleh: Ahmad Miftakhuzzahid 21113005 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

    ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

    Susukan Tahun 2010 )

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

    Oleh:

    Ahmad Miftakhuzzahid

    21113005

    PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

    FAKULTAS SYARIAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2018

  • ii

  • iii

    LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

    ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

    Susukan Tahun 2010 )

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

    Oleh:

    Ahmad Miftakhuzzahid

    21113005

    PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

    FAKULTAS SYARIAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2018

  • iv

    Heni Satar N, S. H., M. Si.

    NIP. 19701127199903

    PENGESAHAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar

    Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

    KepadaYth.

    Dekan Fakultas Syari‘ah IAIN Salatiga

    Di Salatiga

    Assalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

    Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,

    maka naskah skripsi mahasiswa:

    Nama : Ahmad Miftakhuzzahid

    NIM : 211-13-005

    Judul : LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA

    IDDAH ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

    Susukan Tahun 2010 )

    Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan

    dalam siding munaqosyah.

    Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan

    digunakan sebagaimana mestinya.

    Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Salatiga, 05 September 2018

    Pembimbing,

    Heni Satar N, S. H., M. Si.

    NIP. 19701127199903

  • v

    PENGESAHAN

    Skripsi Berjudul:

    LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan

    Susukan Tahun 2010 )

    Oleh:

    Ahmad Miftakhuzzahid

    NIM 211-13-005

    Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum

    Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga,

    pada tanggal 21 September 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna

    memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

    Dewan Sidang Munaqosyah:

    Ketua Penguji : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.

    Sekretaris Penguji : Heni Satar N, S. H., M. Si.

    Penguji I : Muh. Hafidz, M. Ag.

    Penguji II : Farkhani, S. H., S. Hi., M. H.

    Salatiga,21 September 2018

    Dekan Fakultas Syariah IAIN

    Salatiga,

    Dr. Siti Zumrotun, M.Ag

    NIP. 19670115 199803 2002

    KEMENTERIAN AGAMA RI

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    FAKULTAS SYRI’AH Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022

    Website:www.iainsalatiga.ac.idEmail:[email protected]

    http://www.iainsalatiga.ac.id/mailto:[email protected]

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertandatangan di bawah ini :

    Nama : Ahmad Miftakhuzzahid

    NIM : 211-13-005

    Jurusan : Hukum Keluarga Islam

    Fakultas : Syariah

    Judul : LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

    Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan

    hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau

    temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

    kode etik ilmiah.

    Salatiga,05 Juni 2018

    Yang menyatakan,

    Ahmad Miftakhuzzahid

    NIM 21113005

  • vii

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Motto

    “setiap kesuksesan berawal dari suatu perjuangan

    bukan dengan cara instan”

    Persembahan

    “”Untuk Kedua Orang Tua & Keluargaku

    Tercinta””

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirobbil‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta

    alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karunia-

    Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

    Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi

    Muhamad SAW. Nabi akhirzaman yang akan selalu menjadi suri tauladan bagi

    umat islam sampai yaumulqiyamah.Amin.

    Manusia tidakada yang sempurna.Begitupun dengan penulis, penulis

    hanyalah makhluk yang tiada mungkin tidak ada kekurangan. Penulis hanyalah

    manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam , sehingga

    merupakan anugerah yang luar biasa dengan bekal niat dan dukungan dari banyak

    pihak yang pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang

    berjudul:‖legalisasi pernikahan dalam masa iddah”

    Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih

    kepada:

    1. Bapak Dr. H. Ahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Ibu Dr. SitiZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga.

    3. Bapak Sukron Ma‘mun, M.Si,selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam.

    4. Ibu Heni Satar N. S. H., M. Si.,selaku Pembimbing Skripsi

    5. Bapak Drs. Badwan, M. Ag.selaku dosen Pembimbing Akademik.

    6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus

    hati memberikan pelayanan terbaiknya.

  • ix

    7. Orang tua tercinta Bapak Muh Bahrudin Dan Ibu Islamiyah, bimbingan,

    arahan dan juga kesabarannya.

    8. Bapak Yusuf Humaini yang member motifasi semangat untuk segera

    menyelesaikan jenjang pendidikan.

    9. Kaka saya mas Anas yang selalu ngancani dari awal kuliah sampai sekarang.

    10. Teman teman saya nidya Nur Aufa, Muntaha, dan teman-teman

    seperjuanganku

    11. Kepada teman motivasi saya Anggraini Sulistyowati yang selalu menjadi

    penyemmangat .

    Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang

    telah diberikan selama ini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga

    Allah membalas amal shalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis

    menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian,

    oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritikdan saran yang

    membangun demi perbaikan.

    Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang

    bermanfaat dunia dan akhirat. Trimakasih.

    Salatiga, 5 September 2018

    Penulis

  • x

    ABSTRAK

    Ahmad Miftakhuzzahid. 2018. “Legalisai Pernikahan Dalam Masa Iddah”(Studi

    kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Tahun 2010

    ).Skripsi.Fakultas Syari‘ah. Jurusan hukum Keluarga Islam.Institut

    Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.Pembimbing Heni Satar N. S. H.,

    M. Si.

    Kata kunci: Masalah, Metodologi, Hasil

    Terjadinya praktek pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di Dusun

    Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan yang dilakukan oleh empat pasangan

    yang didasari faktor kebutuhan ekonomi dan sosial. Dikalangan masyarakat

    setempat faktor tersebut sangat lah terasa di era yang serba canggih ini. Serta

    peran dari KUA setempat yang belum melaksanakan tugas dan wewenangnya

    dalam melayani pernikahan.

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi sosiologis yuridis

    yaitu penulis secara intensif mempelajari tentang latar belakang keadaan sekarang,

    interaksi sosial, individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.

    Hasil dari peniltian yang ada pada skripsi ini adalah penulis mengetahui

    apakah yang mendasari terjadinya pernikahan dalam masa iddah dikalangan

    masyarakat di Dusun Ngebuk Desa Tawang. Dari hasil penelitian penulis praktek

    pernikahan pada masa iddah ini terjadi akibat faktor ekonomi dan sosial dan

    peran dari pihak KUA setempat terhadap pernikahan pada masa iddah di

    Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Dari hasil keterangan KUA meraka

    mengatakan kurang telitinya mereka dalam menyeleksi berkas yang sudah

    diajukan oleh pihak yang akan melaksanakan pernikahan kedua.

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv

    PENGESAHAN ............................................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

    ABSTRAK ....................................................................................................... x

    DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

    D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 5

    E. Penegasan Istilah ................................................................................ 6

    F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7

    G. Metode Penelitian............................................................................... 9

    H. Sistematika Penulisan....................................................................... 11

  • xii

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. MASA IDDAH ................................................................................ 13

    1. Pengertian Masa Iddah ............................................................... 13

    2. Landasan Hukum Masa Iddah .................................................... 14

    B. MASA IDDAH MENURUT UU NO.1 Tahun 1974 dan KHI ........ 15

    C. PERHITUNGAN MASA IDDAH ................................................... 17

    D. HIKMAH IDDAH ........................................................................... 22

    E. HAK DAN KEWAJIBAN WANITA BER-IDDAH ....................... 23

    F. LARANGAN DALAM MASA IDDAH ......................................... 26

    G. TUGAS DAN KEWENANGAN KUA ........................................... 27

    BAB III LAPORAN PENELITIAN ............................................................ 37

    A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN .......................................... 37

    1. Kondisi Geografis KUA Kecamatan Susukan ........................... 37

    2. Struktur Organisasi KUA Kecamatan Susukan ......................... 38

    3. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Budaya ........................................ 41

    4. Luas dan Batas Desa Tawang .................................................... 42

    5. Jumlah Penduduk Desa Tawang Berdasarkan Usia ................... 43

    6. Jumlah Pendudduk Berdasarkan Pendiddikan .......................... 43

    7. Struktur Mata Pencaharian Desa Tawang .................................. 44

    8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ...................................... 44

    9. Sarana Peribadahan Desa Tawang ............................................. 45

  • xiii

    B. PROFIL PASANGAN ..................................................................... 45

    C. HASIL WAWANCARA ................................................................. 49

    BAB IV PEMBAHASAN MASALAH ....................................................... 54

    A. PRAKTEK PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH DI DUSUN

    NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN SUSUKAN ............ 54

    B. FAKTOR YANG MENDORONG ADANYA PERNIKAHAN

    DALAM MASA IDDAH DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG

    KECAMATAN SUSUKAN ............................................................ 60

    C. PERAN PEGAWAI KANTOR PENCATATAN PERNIKAHAN

    DALAM PERNIKAHAN PADA MASA IDDAH DI KUA

    KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG ............ 62

    BAB V KESIMPULAN PENUTUP ............................................................ 64

    A. KESIMPULAN ................................................................................ 64

    B. SARAN ............................................................................................ 64

    C. PENUTUP ........................................................................................ 65

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 67

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan

    manusia, Karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami

    istri, tetapi Juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya

    perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama

    selalu menghubungkan kaidah-kaidah perkawinan dengan kaidah-kaidah

    agama. Semua agama umumnya mempunyai hukum perkawinan yang berbeda-

    beda.

    Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat ternyata

    tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan

    yang lainnya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai

    mahluk sosial yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya.

    Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup

    manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani.

    Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang

    telah mencapai usia tertentu maka ia tidak akan lepas dari permasalahan

    tersebut. Ia Ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama

    dengan orang lain yang bisa dijadikan curahan hati, penyejuk jiwa, tempat

    berbagi suka dan duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan

    sebagai pasangan suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya,

  • 2

    ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan pada

    hakekatnya adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki

    dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia.

    Dalam suatu pernikahan ada juga yang berakhir dalam sebuah

    perceraian karena tidak semua pernikahan itu bisa selalu bahagia. Banyak hal

    yang menjadikan alasan pasangan suami istri bisa memutuskan untuk bercerai

    dari pada melanjutkan hubungan pernikahan mereka.

    Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri

    dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri

    tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Putusnya perkawinan

    oleh suami atau istri atau atas kesepakatan kedua-duanya apabila hubungan

    mereka tidak lagi memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan. Pada

    umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka

    menemui jalan buntu untuk dapat memperbaiki hubungan yang retak antara

    suami dan istri, maka pemutusan perkawinan atau perceraian menjadi hal yang

    wajib. Timbulnya perselisihan tidak hanya dikarenakan oleh pihak wanita atau

    hanya pihak laki-laki saja, akan tetapi dikarenakan oleh sikap egoisme masing

    masing individu. Oleh karena itu, perceraian dapat dilakukan apabila dengan

    alasan yang kuat dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia

    dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan

    Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

  • 3

    Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal

    ini sesuai ketentuan Pasal 113 KHI, yang mengatur bahwa putusnya

    perkawinan dapat dikarenakan 3 (tiga) alasan sebagai berikut:

    1. Kematian;

    2. Perceraian;

    3. Putusan Pengadilan.

    Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang

    disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau

    gugatan perceraian oleh isteri. Selanjutnya menurut Pasal 115 KHI menyatakan

    bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama

    setelah pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua

    belah pihak.

    Dalam terjadinya perceraian itu sendiri mengakibatkan adanya iddah

    atau masa tunggu bagi seorang istri yang diceraikan oleh suaminya.

    Iddah menurut bahasa berasal dari kata ― al-„udd ‖ dan ― al-Ihsha‟ ‖

    yang berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika

    dihitung satu per satu dan jumlah keseluruhanya. Firman Allah dalam Al-

    qur‘an :

    ُهوِر ِعْنَد َة الشُّ اللَِّو اثْ َنا َعَشَر َشْهًراإنَّ ِعدَّ

    ―Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas

    bulan”. (QS. At-Taubah (9): 36)

    Menurut istilah Fuqaha‟ Iddah berarti masa menunggu wanita

    sehingga halal bagi suami lain. (Amzah, 2009:318 )

  • 4

    Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Iddah ialah

    masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang

    diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau

    untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak (Rasjid,

    2011:414), serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.

    Ada yang berbeda dengan apa yang sudah dijelaskan pada uraian diatas

    di dusun ngebuk ,desa tawang masih terjadi pernikahan yang sah secara hukum

    dan negara pada waktu masa iddah.sebagian masyarakatnya tidak

    mengindahkan yang namanya masa iddah yang sudah dijelaskan dalam

    alqur‘an dan undang-undang negara.

    Dan dalam peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 masalah ini telah

    dijelaskan dalam BAB VII Pasal 39 sementara dalam Kompilasi Hukum Islam

    dijelaskan Pasal 153, 154, 155. Pasal 153 ayat (1) kompilasi menyatakan : bagi

    seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah

    kecuali belum digauli dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.

    (lihat pasal 39 PP Nomor 9 Tahun 1975).

    Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan diatas bahwa iddah itu

    adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan sedemikian rupa

    karena itu adalah suatu hal yang wajib dalam syariat Islam. Atas dasar inilah

    penulis menjadikan hal ini sebagai masalah yang akan dikaji dan diteliti

    dengan judul “LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH

    STUDI KASUS DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN

    SUSUKAN TAHUN 2010”

  • 5

    B. RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana praktek pernikahan dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa

    Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

    2. Apakah faktor yang mendorong adanya pernikahan dalam masa iddah di

    Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

    3. Bagaimana peran pegawai kantor pencatatan pernikahan dalam pernikahan

    pada masa iddah di KUA Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui praktek pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di

    Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

    2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pendorong akan adanya pernikahan

    dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan

    Kabupaten Semarang.

    3. Untuk mengetahui peran pegawai kantor pencatatan pernikahan dalam

    pernikahan pada masa iddah yang terjadi di KUA Kecamatan Susukan

    Kabupaten Semarang.

    D. KEGUNAAN PENELITIAN

    Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Manfaat Teoritis

    Diharapkan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang

    legalitas pernikahan dalam masa iddah di masyarakat. Selain itu penelitian

  • 6

    ini juga diharapkan sebagai bahan pustaka bagi Institut Agama Islam

    Negeri Salatiga Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga Islam (IAIN

    Salatiga).

    2. Manfaat Praktis

    Selain memberikan manfaat teoritis penelitian ini juga mempunyai

    manfaat praktis dan akademis.Sebagai sumbangan referensi kepada para

    pihak yang terkait yaitu tokoh masyarakat setempat, tokoh agama dalam

    menanggapi pernikahan dalam masa iddah.

    E. PENEGASAN ISTILAH

    Adapun penegasan istilah dalam penulisan ini yaitu:

    1. Legalisasi

    Legalisasi/ pengesahan ( menurut undang-undang atau hukum ): tidak

    menolong usaha pelembagaan perkawinan di masyarakat.Melegalisasi

    membuat menjadi legal; mengesahkan surat dan sebagainya. (KBBI)

    2. Iddah

    Iddah (Arab: عدة; "waktu menunggu") di dalam agama Islam adalah

    sebuah masa di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh

    suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau karena dicerai ketika

    suaminya hidup, untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki

    lain. ( Ibnu Mas'ud dan Zainal Abiding 2007: 375 )

    3. Kasus

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), Kasus adalah

    keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara; keadaan atau

  • 7

    kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal; soal;

    perkara;.

    F. TINJAUAN PUSTAKA

    Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, tentang masa

    iddah sudah dituangkan dalam beberapa penelitian, diantara penelitian –

    penelitian tersebut yang mirip dengan penelitian yang penyusun tulis antara

    lain :

    Pada tahun 2012, dalam skripsi yang berjudul ―Pelaksanaan Pernikahan

    Dalam Masa Iddah Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi kasus di Tnajung

    Samak Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Maranti). Karya Siti

    Anisah memfokuskan pemahasannya pada faktor yang menjadi pendorong

    masyarakat melakukan pernikahan dalam masa iddah. Dari hasil penelitian

    diatas adalah kebanyakan masyarakat di desa tersebut kurang memahami

    tentang batasan dan larangan dalam masa iddah sehingga tidak ada yang

    menghiraukan tentang masa iddah. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan

    dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama

    mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

    Pada tahun 2015, karya Ita Nurul Asna dalam skripi yang berjudul

    ―Pelanggaran Masa Iddah di Masyarakat ( Studi Kasus di Dusun Gilang, Desa

    Tegaron, Kecamatan Banyubiru )‖. Skripsi ini memfokuskan pada bentuk

    pelanggaran dalam masa iddah yang dilakukan wanita. Hasil dari penelitian ini

    adalah bagaimana dan apa saja pelanggaran yang dilakukan wanita dalam masa

    iddah. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai

  • 8

    pencatat pernikahan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya

    pernikahan dalam masa iddah.

    Pada tahun 2017, karya Tendy Utama Halim dalam skripsi yang berjudul

    ―Akibat Hukum Dilanggarnya Masa Iddah Menurut Undang-Undang No 1

    Tahun 1974 Tentang Pernikahan Dan Kompilasi Hukum Islam ( Studi Kasus

    Putusan Pengadilan Agama Tasikmalaya Nomor:2085/Pdt.G/2004/Pa.Ts).

    Skripsi ini memfokuskan pada akibat hukum dari dilanggarnya masa iddah

    dalam undang-undang pernikahan. Hasil dari penelitian ini adalah para wanita

    yang melanggar masa iddah menerima hukuman menurut undang-undang

    pernikahan. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran

    pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya

    pernikahan dalam masa iddah.

    Pada tahun 2015, karya Annaningtias Emmi dalam skripsi yang berjudul

    ―Pelaksanaan Masa Iddah ( Waktu Tunggu ) Bagi Seorang Wanita Ditinjau

    Dari Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi

    Hukum Islam / INPRES No 1 Tahun 1991 ( Studi Kasus di Pengadilan Agama

    Demak ). Fokus dari skripsi ini adalah pelaksanaan masa iddah wanita menurut

    undang-undang pernikahan, kompilasi hukum islam dan inpres no.1 tahun

    1991. Hasilnya adalah mengetahui seberapa lama masa tunggu atau masa iddah

    wanita sebelum menikah kembali. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan

    dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama

    mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

  • 9

    Pada tahun 2017, karya Siti Muthohharoh dalam skripsi yang berjudul ―

    Tinjauan hukum islam terhadap pernikahan dalam masa iddah pada masyarakat

    Dayak Bakumpai Desa Muara Bumban Kecamatan Murung kabupaten

    Murung Raya Kalimantan Tengah. Skripsi ini memfokuskan pada tinjauan dan

    solusi hukum pada masyarakat setempat. Hasilnya adalah masyarakat menjadi

    tau tentang hukum pernikahan dalam masa iddah. Bedanya dari penulisan

    skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor

    yang utama mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.

    G. METODOLOGI PENELITIAN

    Metodologi penelitian merupakan tindakan yang dapat membantu

    terlaksananya penelitian dengan hasil yang sangat baik.

    1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

    Jenis pendekatan ini adalah penelitian lapangan ( Field Researd ) yang

    secara umum bersifat sosiologis-yuridis. Penelitian lapangan yaitu

    mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan

    interaksi suatu sosial, individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat.

    ( Husaini Usman 2005: 5 ) Jadi, penelitian dengan hukum empiris harus

    dilakukan dilapangan dengan menggunakan metode dan teknik penelitian

    lapangan.

    2. Sumber Data

    a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang

    memuat informasi atau data dari responden ( Amirin,1990:132 ). Dalam

    hal ini terdiri dari pasangan suami istri yang melakukan pernikahan

  • 10

    dalam masa iddah, tokoh masyarakat, Ulama‘, dan orangorang yang

    mengetahui masalah tersebut.

    b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain,tidak secara

    langsung diterima oleh penulis dari subyek penelitiannya dalam format

    dokumentasi (Azwar,2007:91).Metode dokumentasi dilakukan dengan

    cara menelusuri pelaku nikah dalam masa iddah in yang menjadi obyek

    utama.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Adapun cara penulis dalam melakukan pengumpulan data adalah

    sebagai berikut:

    a. Wawancara

    Metode wawancara yaitu metode yang dipergunakan dalam

    penelitian dengan cara dialog yang dilakukan pleh pelaku sebagai

    pewawancara untuk memperoleh infomasi dari terwawancara (

    Arikunto, 1998:145 ). Adapun metode wawancara yang dilakukan

    dengan cara tanya jawab secara lisan mengenai masalah yang ada

    dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah

    dirumuskan sebelumnya. Dalam metode ini penulis melakukan wawan

    cara kepada pelaku pernikahan dalam masa iddah, kepada pejabat kua

    setempat dan tokoh masyarakat di desa setempat sebagai informan guna

    mendapatkan informasi.

    b. Dokumentasi

    Menurut sugiono (2013:240) dokumen merupakan catatan

  • 11

    peristiwa yang berlaku.Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

    karya-karya monumental dari seorang. Sedangkan menurut Arikunto

    (1998:236) dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

    variable yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar,

    majalah, prasasti notulen-notulen, lengger, agenda, dan sebagainya.

    4. Metode Analisis Data

    Sesudah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisa agar

    memperoleh data yang matang dan akurat. Dalam penganalisaan data

    tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu, analisa untuk

    meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian.

    ( Moeloeng 2011:288 )

    Pada metode ini penulis akan mengolah data yang diperoleh dari

    hasil wawancara dan mengamati dari sumber-sumber lain agar lebih

    mengetahui lebih dalam tentang terjadinya pernikahan dalam masa iddah.

    H. SISTEMATIKA PENULISAN

    Untuk memudahkan dalam penulisan ini, maka penulis menyusun

    sistematika sebagai berikut :

    Bab Pertama, Berisi tentang Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

    masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

    penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

    Bab Kedua, Berisi tentang Landasan teori masa iddah yang berisi tentang

    Pegertian iddah, macam-macam iddah, landasan Hukum, Pendapat

    ulama, dan hikmah iddah dan Tugas serta kewenangan KUA.

  • 12

    Bab Ketiga, Berisi tentang Hasil penelitian yang berisi tentang gambaran lokasi

    penelitian.

    Bab keempat, Berisi tentang Pembahasan yang berisikan pemaparan tentang

    skripsi yang dibuat.

    Bab kelima, Berisi tentang Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

  • 13

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Masa Iddah

    1. Pengertian Masa Iddah

    Menurut bahasa iddah berasal dari kata al-‗adad yang berarti

    menghitung. Kata al-‗adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung

    dan jumlahnya. Secara etimologi iddah berarti:menghitung atau

    hitungan.Kata ini digunakan untuk maksud Iddah karena wanita yang

    beriddah menunggu waktu berlakunya.( Syarifuddin, 2006, h.303)

    Pengertian iddah secara istilah ,para ulama banyak memberikan

    pengertian yang beragam, seperti Muhammmad al-Jaziri memberikan

    pengertian bahwa iddah merupakan masa tunggu seorang perempuan yang

    tidak hanya didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang

    juga didasarkan pada bilangan bulan atau dengan melahirkan dan selama

    masa tersebut seorang perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-

    laki.( Al-Jaziri,1969,jilid 4: 513 )

    Pengertian yang tidak terlalu beda, juga diungkapkan oleh Sayyid

    Sibiq bahwa ‗iddah merupakan sebuah nama bagi masa lamanya

    perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian

    suaminya atau setelah pisah dari suaminya.kedua pengertian ulama ini

    sedikit beriringan yang menekankan pada masa menunngu dan ketentuan

    untuk menikah dalam masa tunggu tersebut. ( Sabiq,2009: 196 )

  • 14

    Selain kedua pendapat diatas juga ada sebuah pendapat mengenai

    Iddah dari Abu Yahya Zakariya al-Ansari yaitu ‗iddah sebagai masa

    tunggu seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahim untuk

    ta‘abbud (beribadah) atau untuk tafajju‘ (bela sungkawa) terhadap

    suaminya.(Al-Ansari,1998:103)

    Dari definifi diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa pada masa

    tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau

    putusnya perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan

    atau dengan melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah atau

    ta‘abbud maupun bela sungkawa atau tafajju‘ atas suaminya.selama masa

    tersebut seorang perempuan (istri) dilarang untuk menikah dengan laki-laki

    lain.

    2. Landasan Hukum Masa Iddah

    Hukum iddah wajib,dasarnya:

    a. Al Quran firman allah.

    ۚ َواْلُمطَلََّقاُت يَ تَ َربَّْصَن ِبَأنْ ُفِسِهنَّ َثََلثََة قُ ُروٍء

    “ Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diti

    (menuggu) tiga kali quru”.(QS. Al-Baqarah (2): 228).

    Az—Zamakhsyari berkata: ayat ini berbentuk berita dalam

    makna perintah Asal perkataan: Hendaklah wanita-wanita itu

    menunggu , mengeluarkan perintah dalam bentuk kalimat berita

    bermakna penguat perintah dan memberi isyaarat termasuk sesuatu

    yang wajib diterima dengan segera agar dipatuhi. Mereka seakan telah

  • 15

    patuh terhadap perintah menunggu kemudian Allah memberitakan apa

    adanya. Perumpamaan perkataan mereka:‖semoga Allah

    merahmatimu‖kalimat ini dikeluarkan dalam bentuk berita karena

    percaya terkabulnya,seolah telah ad rahmat kemudian diberitakan.

    Dalam alquran allah telah memberitakan tentang masa iddah.

    b. Sunnah sebagaimana dijelaskan dalam shahih muslim dari fathimah

    binti qais bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:

    اعتدي فئ بيت ابن عمك ا بن ام مكتوم

    “hendaklah enkau di rumah pamanmu ibnu umi

    maktum”.(muslim : 1\94)

    Dan sabda nabi kepada wanita yang khulu‘: dan hendaklah engkau

    ber-iddah sekali haid.sebagai mana dalam bab khulu‘ dan hadis lain.

    c. Ijma‘ umat islam sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah

    sampai sekarang.

    B. Masa Iddah MenurutUndang-Undang No.1 Tahun 1974 Dan Kompilasi

    Hukum Islam

    1) Menurut UU No.1 Tahun 1974 Pasal 11

    a. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu.

    b. Tenggang waktu jangka waktu tersebut dalam ayat (1) akan di atur

    dalam pengaturan pemerintah lebih lanjut.

    2) Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 153-154

  • 16

    a. Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu

    atau iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan

    karena kematian suami.

    b. Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

    1) Apabila putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu

    tunggu ditetapkan 130 hari;

    2) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi

    yang masih haid 3(tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90

    hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkannya 90 hari;

    3) Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut

    dalam keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan;

    4) Apabila perkawinan putus karena kematian, janda tersebut dalam

    keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan.

    c. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian

    sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul.

    d. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu

    dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai

    kekuatan hukum tetap,sedangkan perkawinan yang putus karena

    kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.

    e. Waktu tunggu bagi isteri yang pernah haid sedang waktu menjalani

    iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya 3 kali waktu haid.

  • 17

    f. Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka

    iddahnya selama 1 tahun, akan tetapi bila dalam waktu setahun tersebut

    ia haid kembali, maka iddah nya menjadi 3 kali suci.

    Pasal 154 apabila isteri bertalak raj‘i kemudian dalam waktu

    iddah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan

    ayat (6) pasal 153, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya

    berubah menjadi 4 bulan 10 hari terhitung saat matinya bekas

    suaminya.

    C. Perhitungan Masa Iddah

    Secara umum pembagian iddah sebagai berikut:

    1. Iddah seorang isteri yang sudah tidak haid ( menopause ) yaitu tiga bulan:

    2. Iddah seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan

    sepuluh hari jika ia tidak dalam keadaan hamil.

    3. Iddah seorang isteri yang hamil yaitu sampai melahirkan, Dari keempat

    bagian itu jika diperincikan terbagi menjadi:

    a. Iddah berdasarkan haid

    Apabila terjadi putus perkawinan disebabkan karena talaq, baik

    raj‘i maupun ba‘in, baik ba‘in sughra maupun kubra atau karena fasakh

    seperti murtadnya suami atau khiyar bulug dari perempuan sedangkan

    isteri masih mengalami haid maka ‗Iddahnya dengan tiga kali haid.

    Sekalipun ketentuan ini harus memenuhi syarat.( Sabiq,2007: 278. )

    Selain itu ada pula ketentuan bahwa iddah berdasarkan haid juga

    berkaitan dengan isteri yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia tidak

  • 18

    dalam keadaan hamil dalam dua keadaan. Pertama, apabila ia

    dicampuri secara syubhat dan sebelum putus perkawinannya suaminya

    meninggal maka ia wajib beriddah berdasarkan haid. Kedua, apabila

    akadnya fasid dan suaminya meninggal maka ia ber‘iddah dengan

    berdasarkan haid tidak dengan empat bulan sepuluh hari yang

    merupakan ‗Iddah atas kematian suami karena hikmah ‗Iddah di sini

    adalah untuk mengetahui kebersihan rahim dan tidak untuk berduka

    terhadap suami karena dalam hal mencampuri secara syubhat tidak ada

    suami dan dalam akad yang fasid tidak ada suami secara syar‘i maka

    tidak wajib berduka atas suami.

    b. Iddah berdasarkan bilangan bulan

    Apabila perempuan (istri) merdeka dalam keadaan tidak hamil

    dan telah dicampuri baik secara hakiki atau hukmi dalam bentuk

    perkawinan sahih dan dia tidak mengalami haid karena sebab apapun

    baik karena dia masih belum dewasa atau sudah dewasa tetapi telah

    menopause yaitu sekitar umur 55 tahun atau telah mencapai umur 15

    tahun dan belum haid kemudian putus perkawinan antara dia dengan

    suaminya karena talak, atau fasakh atau berdasarkan sebab-sebab yang

    lain maka ‗Iddahnya adalah tiga bulan penuh berdasarkan firman Allah

    dalam Surat at-Talaq (65): 4.

    َثُة َأْشُهٍر َوٱلََّّٰ ِى َلَْ تُ ُهنَّ ثَ لََّٰ َوٱلََّّٰ ى يَِئْسَن ِمَن ٱْلَمِحيِض ِمن نَِّساِئُكْم ِإِن ٱْرتَ ْبُتْم فَِعدَّْضَن ۥَمن يَ تَِّق ٱللََّو ََيَْعل لَّوُ وَ ۚ َوأُولََُّٰت ٱْْلَْْحَاِل َأَجُلُهنَّ َأن َيَضْعَن َْحَْلُهنَّ ۚ َيَِ

    يُْسًرا ۦِمْن أَْمرِهِ

  • 19

    “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di

    antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa

    iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu

    (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-

    perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka

    melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada

    Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam

    urusannya”. (Q.S. At-thalak: 4).

    Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal mati oleh

    suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dan masih mengalami haid

    iddahnya empat bulan sepuluh hari berdasarkan firman allah Surat al-

    Baqarah (2) : 234.

    َفِإَذا ۚ َوالَِّذيَن يُ تَ َوف َّْوَن ِمْنُكْم َوَيَذُروَن َأْزَواًجا يَ تَ َربَّْصَن بَِأنْ ُفِسِهنَّ َأْربَ َعَة َأْشُهٍر َوَعْشًرا َواللَُّو ِبَا ۚ بَ َلْغَن َأَجَلُهنَّ َفََل ُجَناَح َعَلْيُكْم ِفيَما فَ َعْلَن ِف أَنْ ُفِسِهنَّ بِاْلَمْعُروِف ِبيٌ تَ ْعَمُلوَن خَ

    “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

    meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan

    dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah

    habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan

    mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah

    mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Q.S.Al-Baqarah: 234)

    c. Iddah berdasarkan meninggalnya suami

    Dalam poin ini, terbagi menjadi dua bagian , diantaranya:

    Pertama, istri yang tidak dalam keadaan hamil ‗Iddahnya adalah

    empat bulan sepuluh hari berdasarkan surat al-Baqarah (2) :234.

    َفِإَذا ۚ َوالَِّذيَن يُ تَ َوف َّْوَن ِمْنُكْم َوَيَذُروَن َأْزَواًجا يَ تَ َربَّْصَن بَِأنْ ُفِسِهنَّ َأْربَ َعَة َأْشُهٍر َوَعْشًرا َواللَُّو ِبَا ۚ َح َعَلْيُكْم ِفيَما فَ َعْلَن ِف أَنْ ُفِسِهنَّ بِاْلَمْعُروِف بَ َلْغَن َأَجَلُهنَّ َفََل ُجَنا

    تَ ْعَمُلوَن َخِبيٌ

  • 20

    “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

    meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan

    dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah

    habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan

    mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah

    mengetahui apa yang kamu perbuat‖. (Q.S.Al-Baqarah: 234)

    Dalam hal ini tidak aada perbedaan baik istri masih kecil atau

    sudah dewasa , muslim atau kitabiyah begitu pula apakah sudah

    melakukan hubungan atau belum karena ‗iddahnya dalam kondisi

    seperti ini adalah untuk menunjukkan kesedihan dan rasa belas kasih

    atas kematian suami sehingga diisyaratkan bahwa akadnya sahih , jika

    akadnya fasid maka ‗iddahnya dengan haid karena untuk mengetahui

    kebersihan rahim.Semua ketentuan ini adalah bagi istri yang merdeka

    sementara jika istri aadalah hamba sahaya dan hamil maka ‗iddahnya

    sama dengan istri yang merdeka yaitu sampai melahirkan dan jika

    tidak hamil dan masih mengalami haid ‗iddahnya adalah dua kali suci.

    Kedua , apabila istri dalam keadaan hamil ‗iddahnya sampai

    melahirkan.

    d. Iddah bagi perempuan yang belum di dukhul

    Adapun jika putusnya perkawinan terjadi sebelum di dukhul

    (hubungan suami istri) apabila disebabkan oleh kematian suami maka

    wajib bagi istri untuk beriddah sebagaimana telah dijelaskan

    sebelumnya. Dan jika putusnya perkawinan disebabkan karena talaq

    atau fasakh maka tidak ada kewajiban ‗iddah bagi istri. Jika nikahnya

    berdasarkan akad sahih tidak disyaratkan adanya dukhul ( hubungan

    suami istri ) hakiki akan tetapi adanya khalwat shahih sudah

  • 21

    mewajibkan untuk ber‘iddah sebaliknya jika berdasarkan akad fasid

    maka tidak wajib ber‘iddah kecuali telah terjadi dukhul hakiki

    ( hubungan suami istri ).Dan tidak ada kewajiban ‗iddah bagi istri yang

    dicerai sebelum dicampuri ( qabla ad-dukhul ) berdasrkan firman allah

    dalam surat al-Ahzab (33):49.

    وُىنَّ َفَمايَا أَي َُّها الَِّذيَن آَمُنوا ِإَذا َنكَ ْحُتُم اْلُمْؤِمَناِت ُُثَّ طَلَّْقُتُموُىنَّ ِمْن قَ ْبِل َأْن ََتَسُّونَ َها ٍة تَ ْعَتدُّ يًَل ۚ َلُكْم َعَلْيِهنَّ ِمْن ِعدَّ ُعوُىنَّ َوَسرُِّحوُىنَّ َسَراًحا َجَِ َفَمت ِّ

    “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi

    perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan

    mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib

    atas mereka 'iddah bagimu yangkamu minta menyempurnakannya.

    Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara

    yang sebaikbaiknya”.(Q.S al-Ahzab (33) : 49)

    e. Iddah wanita istihadah adalah sama dengan kebiasaan haidnya.

    Namun apabila tergolong wanita yang menopause maka iddah-

    nya akan berakhir setelah melewati masa tiga bulan.

    Adapun perhitungan masa iddah yang diatur dalam Pasal 153

    Ayat 2 Kompilasi Hukum Islam bahwa masa iddah bagi wanita yang

    ditinggal mati adalah 130 hari. Masa iddah perceraian bagi wanita

    yang masih haid adalah tiga kali suci atau sekurang-kurangnya 90 hari,

    dan masa iddah bagi wanita menopause adalah 3 bulan atau 90 hari.

    Masa iddah bagi janda yang berada dalam keadaan hamil adalahsampai

    ia melahirkan. Serta masa iddah bagi wanita yang ditinggal mati

    sedang ia dalam kondisi hamil, maka iddahnya hanya sampai ia

    melahirkan.( Zainuddin Ali,2000: 88.)

  • 22

    Penulis memahami bahwa dalam Hukum Pernikahan di

    Indonesia, memiliki ikhtiyati yang tinggi terhadap iddah Diketahui

    bahwa masa „iddah bagi wanita ba‟da dukhul adalah tiga kali quru‟.

    Sedangkan siklus haid dan kesucian wanita itu bersifat subjektif,

    sehingga tercapainya kesempurnaan iddah juga berbeda, ada yang

    kurang dari tiga bulan dan ada yang lebih. Maka Hukum Perkawinan

    di Indonesia yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan

    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mencoba

    untuk berhati-hati dalam memberikan ketentuan masa iddah. Dan

    sejalan dengan hukum administratif di Indonesia tentang pernikahan

    dan talak,bahwa wanita janda (talak raj‟i) boleh menikah kembali saat

    mencukupi masa „iddah tiga kali quru‟ yaitu 90 hari.

    D. Hikmah Iddah

    Mayoritas fuqoha‘berpendapat bahwa semua iddah tidak lepas dari

    maslahat yang dicapai,yaitu sebagai berikut:

    1. Mengetahui tentang kebebasan rahim dari percampuran nasab.

    (Ash-Shabuni,2008:261)

    2. Memberikan kesempatan bagi suami agar dapat intropeksi diri dan kembali

    kepada istri yang dicerai.

    3. Berkabungnya wanita yang ditinggal mati suami untuk memenuhi dan

    menghormati perasaan keluarganya.

  • 23

    4. Mengagungkan urusan nikah,karena ia tidak sempurna kecuali dengan

    terkumpulnya kaum laki-laki dan tidak melepas kecuali dengan penantian

    yang lama.

    Ibnu Al- Qoyyim (Al-Mahally:2010:257) berpendapat bahwa iddah

    adalah diantara perkara yang bersifat ibadah (ta‘abbudi) yang tidak tidak

    menemukan hikmahnya selain allah karena kita berhajat mengetahui

    kebebasan rahim wanita yang mandul ketika dicerai dan tidak ada

    kesempatan rujuk dalam talak ba‘in.

    Pendapat yang shahih seperti apa yang dikemukakan mayoritas

    fuqoha‘diatas dari beberapa hikmah iddah. Sesungguhnya iddah hukumnya

    wajib sehingga wanita yang mandul pun,dalam keadan talak ba‘in dan

    fasakh akad sebab apapun agar dapat melintasi seluruh bab dalam satu

    bentuk.

    E. Hak Dan Kewajiban Wanita Ber-Iddah

    Wanita ber-iddah talak raj‘i (setelah talak tidak boleh rujuk kembali),

    para fuqoha‘tidak berbeda pendapat bahwa suami berkewajiban memberikan

    tempat tinggal dirumah suami dan memberi nafkah. Sedangkan istri wajib

    tinggal bersamanya,kehidupan dalam masa iddah seperti kehidupannya

    sebelum talak. Hikmahnya agar sasng istri tetap dibawah pendengaran dan

    pandangan suami dan bagi suami berhak untuk rujuk kembali. Dalilnya

    sebagaimana firman Allah:

    َنٍة َوَمْن يَ تَ َعدَّ ُحُدوَد اللَِّو فَ َقْد ظََلَم ۚ َوتِْلَك ُحُدوُد اللَِّو ۚ َوََل ََيُْرْجَن ِإَلَّ َأْن يَْأِتنَي بَِفاِحَشٍة ُمبَ ي ِِّلَك أَْمرا) ۚ نَ ْفَسُو ( َفِإَذا بَ َلْغَن َأَجَلُهنَّ َفَأْمِسُكوُىنَّ ِبَْعُروفٍ 1ََل َتْدرِي َلَعلَّ اللََّو َُيِْدُث بَ ْعَد ذََّٰ

  • 24

    “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah

    mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang

    terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-

    hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya

    sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu

    sesuatu hal yang baru. Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka

    rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik” .

    ( QS.Ath-Thalaq (65): 1 )

    Para mufassir menjelaskan bahwa yang diharapkan firman Allah adalah

    agar mau kembali sebelum masa iddah habis. Tinggalnya wanita dalam rumah

    suami hak Allah, suami tidak bisa mengusirnya.

    1. Wanita ber-iddah talak ba‘in

    Fuqaha‘ berpendapat tentang nafkah dan tempat tinggalnya.

    ( Al-Mughni:8/104 )

    a. Ulama Hanabilah, Zhahiriyah, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat

    bahwa istri tidak berhak nafkah dan tempat tinggal sekalipun hamil.

    Alasan mereka, nafkah dan tempat tinggal diwajibkan sebagai imbalan

    hak rujuk bagi suami, sedangkan dalam talak ba‘in suami tidak

    punyahak rujuk, oleh karenanya tidak ada nafkah dan tidak ada tempat

    tiggal. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari fatimah binti qais

    yang telah ditalak oleh suaminyayang ketiga kalinya, bahwa

    Rasulullah tidak menjadikan nafkah dan tempat tinggal baginya. Bagi

    wanita yang terputus haid, hendak ber-iddah sekehendaknya.

    b. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita tersebut berhak mendapat

    nafkah dan tempat tinggal secara bersama, kecuali jika wanita tersebut

    ber-iddah karena perpisahan yang disebabkan pelanggaran istri, seperti

    istri murtad setelah bercampur atau tindakan istri menodai kehormatan

  • 25

    mertua seperti suami dan saudara-saudaranya, istri hanya berhak

    tempat tinggal dan tidak berhak atas nafkah. Alasan mereka adalah

    firman Allah SWT.

    ُقوا َعَلْيِهنَّ َوِإْن ُكنَّ ۚ َأْسِكُنوُىنَّ ِمْن َحْيُث َسَكْنُتْم ِمْن ُوْجدُِكْم َوََل ُتَضارُّوُىنَّ لُِتَضي َِّّٰ َيَضْعَن َْحَْلُهنَّ أُوََلِت َْحٍْل َفأَنِْفُقوا َعَلْيِهنَّ َحَّتَّ

    “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

    tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan

    mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-

    isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada

    mereka nafkahnya hingga mereka bersalin” . (QS.Ath-Thalaq (65): 6)

    c. Ulama Malikiyah, Syafi‘iyah dan Jumhur ulama Salaf berpendapat

    bahwa istri berhak tempat tinggal, baik hamil maupun tidak dan berhak

    nafkah jika hamil. Dalilnya sebagai berikut:

    1) Ayat di atas “ berikan tempat tinggal mereka ...” (QS.Ath-

    Thalaq(65): 6 ); Allah mewajibkan memberi tempat tinggal

    kepaada mereka tanpa ada kelebihan dan menggantungkan

    kewajiban nafkah pada istri yang hamil. Nafkah wajib karena

    hamil dan tidak wajib kalau tidak hamil.

    2) Talak ada hubungan antara nafkah dan tempat tinggal baik tidak

    adanya seperti pendapat ulama Hanabillah maupuan adanya seperti

    pendapat ulama Hanafiyyah. Tempat tinggal wajib bagi istri yang

    tercerai agar dapat menunggu yang dituntut, dengan demikian

    tempat tinggal wajib bagi wanita ber-iddah. Sedangkan nafkah

    wajib baginya karena dua sebab:

    a) Suami berhak kembali kepada istri pada talak raj‘i.

    b) Menghidupi anak bagi istri yang hamil.

  • 26

    2. Wanita ber-iddah karena wafat suami

    Fuqoha‘ berbeda pendapat tentang nafkah dan tempat tinggal wanita

    ber-iddah seperti pebedaan mereka terhadap wanita terputus. Ulama

    Hanafiyah berpendapat tidak ada nafkah dan tidak ada tempat tinggal

    baginya. Tidak ada alasan kewajiban tersebut pada suami karena

    pernikahan telah selesai sebab kematian dan tidak ada kewajiban atas waris

    karena iddah merupakan bagian dari pengaruh akad, mereka tidak masuk

    bagian ini.

    Ulama malikiyah berpendapat tidak ada nafkah baginya,tetapi

    wanita berhak mendapat tempat tinggal secara mutlak. Ulama syafi‘iyah

    meriwayatkan dari mereka tiga pendapat, yaitu tidak ada nafkah dan tidak

    ada tempat tinggal, tidak ada nafkah tetapi mendapat tempat tinggal, dan

    mendapat nafkah dan mendapat tempat tinggal. Ulama Hanabilah juga

    demikian, mempunyai tiga pendapat, yaitu tidak ada nafkah dan tiddak ada

    tempat tinggal, tidak ada nafkah tapi mendapat tempat tinggal, dan tidak

    ada nafkah tetapi mendapat tempat tinggal secara mutlak.

    F. Larangan Dalam Masa Iddah

    Sayyid Sabiq mengatakan bahwa istri yang sedang menjalani masa

    iddah berkewajiban untuk menetap di rumah dimana dia dahulu tinggal

    bersama sang suami sampai selesai masa iddahnya dan tidak diperbolehkan

    baginya keluar dari rumah tersebut. Sedangkan si suami juga tidak boleh

    mengeluarkan ia dari rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah

    pada surat al-Thalak ayat pertama. Seandanya terjadi perceraian diantara

  • 27

    mereka berdua, sedang istrinya tidak berada di rumah dimana mereka berdua

    menjalani kehidupan rumah tangga, maka si istri wajib kembali kepada

    suaminya untuk sekedar suaminya mengetahuinya dimana ia berada.

    ( Muthalib, 2007: 513.)

    Ulama fiqh mengemukakan bahwa ada beberapa larangan bagi

    perempuan yang sedang menjalani masa iddahnya antara lain:

    1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan

    maupun melalui sindiran, akan tetapi untuk wanita yang menjalani „iddah

    kematian suami pinangan dapat dilakukan secara sindiran.

    2. Dilarang keluar rumah. Jumhur ulama fiqh selain Mazhab Hanbali sepakat

    menyatakan bahwa perempuan yang menjalani „iddah dilarang keluar

    rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, akan tetapi Ulama‟ Mazhab

    Hanbali berpendapat bahwa wanita yang dicerai baik cerai hidup maupun

    cerai mati boleh keluar rumah.(Sabiq,2007:234.)

    3. Al-Ahdad artinya membatasi diri. Yang dimaksud dengan membatasi diri

    disini ialah larangan memakai perhiasan yang bermewah-mewah dan

    wangi-wangian. ( Ibnu Mas‟ud, Zainal Abidin S, Buku 2, 2007: 378 )

    G. Tugas Dan Kewenangan KUA

    1. Tugas dan Wewenang KUA Secara Umum

    Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan sebagai satker terdepan dan

    ujung tombak Kementerian Agama RI dalam melayani masyarakat,

    memiliki tugas dan fungsi yang cukup berat sekaligus mempunyai peran

    strategis dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan KUA yang langsung

  • 28

    bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat dituntut memiliki standar

    pelayanan yang memadai.

    Terkait dengan salah satu fungsi KUA, yaitu bidang pelayanan terhadap

    masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahan Kementerian Agama

    sedang menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk seluruh

    pelayanan perkawinan. Kenapa hal ini dianggap penting, lanjut Masyhuri,

    agar pelaksanaan pelayanan perkawinan dapat dilaksanakan tepat waktu

    dan alasan efektivitas.

    Sementara itu, ke depan, jabatan kepala KUA (Kantor Urusan Agama)

    merupakan tugas tambahan bagi seorang penghulu. Hal ini, dikarenakan

    tidak diperbolehkannya rangkap jabatan, juga terkait dengan tunjangan.

    ―Pada prinsipnya, kepala KUA itu harus yang terbaik dan jabatan kepala

    KUA akan setingkat IV.b‖.

    Diakui bahwa mekanisme pengangkatan kepala KUA akan diatur dan

    sedang dalam pembahasan, termasuk adanya wacana diadakannya uji

    kompetensi bagi calon kepala KUA.

    Terkait posisi kepala KUA, pemerintah sedang membenahi Revisi

    KMA No. 517 tahun 2001, tentang penataan organisasi yang salah satu

    tujuannya adalah mengatur hal di atas.

    Ruang Lingkup Pofil Kantor Urusan Agama Kecamatan adalah

    melaksanakan tugas umum pemerintahan dalam bidang pembangunan

    keagamaan (Islam) dalam wilayah Kecamatan. Melaksanakan tugas – tugas

    pokok Kantor Urusan Agama dalam pelayanan Munakahat, Perwakafan,

  • 29

    Zakat, Ibadah Sosial, Kepenyuluhan dan lain-lain, membina Badan /

    Lembaga Semi Resmi seperti MUI, BAZ, BP4, LPTQ dan tugas Lintas

    Sektoral di wilayah Kecamatan .

    Kantor Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan

    tugas pokok dan fungsi Kantor Kementerian Agama di wilayah Kecamatan

    berdasarkan kebijakan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang

    dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tugas-tugasnya

    meliputi:

    Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten

    di bidang urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.

    a. Membantu Pelaksanaan tugas Pemerintah di tingkat Kecamatan dalam

    bidang keagamaan.

    b. Bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama

    Kecamatan.

    c. Melaksanakan tugas koordinasi Penilik Agama Islam, Penyuluh Agama

    Islam dan koordinasi/kerjasama dengan Instansi lain yang erat

    hubungannya dengan pelaksanaan tugas KUA Kecamatan.

    d. Selaku PPAIW (Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf). Melalui KMA

    Nomor 18 tahun 1975 juncto KMA Nomor 517 tahun 2001 dan PP

    Nomor 6 tahun 1988 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan

    secara tegas dan lugas telah mencantumkan tugas KUA, yaitu:

    1) Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama

    http://kingilmu.blogspot.com/2015/09/peran-fungsi-dan-kewenangan-kantor.html

  • 30

    2) Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah

    kecamatan. Dalam hal ini KUA menyelenggarakan kegiatan

    dokumentasi dan statistik (doktik), surat menyurat, pengurusan

    surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga;

    3) Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan melaksanakan kegiatan

    sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan.

    Untuk itu, KUA mempunyai fungsi melaksanakan pencatatan

    pernikahan, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul

    maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga

    sakinah.

    Adapun implementasi pelaksanaan tugas tersebut diantaranya:

    a) Penataan Internal Organisasi.

    b) Bidang Dokumentasi dan Statistik (Doktik).

    c) Pembinaan Kemasjidan, Zakat dan Wakaf.

    d) Bimbingan Keluarga Sakinah dan Pelayanan Pernikahan.

    e) Pelayanan Hewan Kurban.

    f) Pelayanan Hisab dan Rukyat.

    g) Pelayanan Sosial, Pendidikan, Dakwah dan Ibadah Haji.

    Sedangkan para pejabat di KUA diantaranya kepala KUA

    Kecamatan dengan berpedoman pada Buku Administrasi KUA

    yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa

    Tengah mempunyai tugas :

  • 31

    (1) Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan semua unsur

    dilingkungan KUA Kecamatan dan memberikan bimbingan

    serta petunjuk pelaksanaan tugas masing-masing staf (pegawai)

    KUA Kecamatan sesuai dengan job masing-masing.

    (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan wajib

    mengikuti dan mematuhi petunjuk serta peraturan yang berlaku.

    (3) Setiap unsur di lingkungan KUA Kecamatan, wajib mengikuti

    dan mematuhi bimbingan serta petunjuk kepala KUA

    Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala KUA

    Kecamatan.

    (4) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan

    bertanggung jawab kepada Kepala Kementerian Agama

    Kabupaten/Kota Madya. ( Depag,Pedoman Pegawai Pencatat

    Nikah dan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Proyek

    Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf,

    1997/1998 )

    2. Tugas dan Wewenang KUA dalam Pelayanan Pernikahan

    Di Negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut

    paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian

    termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah

    kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada

    tertib hukum.

  • 32

    Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas

    dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ( UU No.22 Tahun 1946

    jo UU No. 32 Tahun 1954 ) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya

    pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut

    hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu

    maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah

    pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat

    menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri

    Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.

    Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan

    sebagai berikut :

    a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah

    mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka

    menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat

    persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang

    belum berusia 21 tahun .

    b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik

    menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-

    undangan yang berlaku. ( Untuk mencegah terjadinya penolakan atau

    pembatalan perkawinan ).

    c. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang

    pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.

  • 33

    d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan

    calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon

    mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.

    1) Pemberitahuan Kehendak Nikah

    Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang

    maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya

    kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad

    nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah

    dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang

    nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad

    nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad

    nikah ( di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid

    gedung dan lain-lain ). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat

    dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya

    dengan membawa surat-surat yang diperlukan.

    2) Pemeriksaan Pernikahan

    PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti

    dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi

    syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka

    diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan

    pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya

    yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah ( Model NB ).

  • 34

    Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar

    wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa,

    maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat

    tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata

    tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut

    hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan

    yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan

    dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah

    pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon

    istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah.

    Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi

    pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    3) Pengumuman Kehendak Menikah

    Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak

    nikah ( model NC ) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan

    tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat

    tinggal masing-masing calon mempelai.

    PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10

    hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam

    pasal 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan

    yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan

    segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang

  • 35

    bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat

    atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

    4) Pelaksanaan Akad Nikah

    a) Pelaksanaan Upacara Akad Nikah :

    1. Di Balai Nikah atau Kantor KUA

    2. Di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau

    gedung danlain-lain.

    b) Pemeriksaan Ulang

    Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu

    terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang

    persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon

    pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum

    terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada

    perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/

    Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat.

    c) Pemberian izin

    Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi

    ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau

    anaknya terlebih dahulu minta atau memberikan izin ayah atau

    wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya

    untuk menikahkan bila anak berstatus janda.

  • 36

    d) Sebelum pelaksanaan ijab qabul sebagaimana lazimnya upacara

    akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah,

    pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat.

    e) Akad Nikah atau Ijab Qobul.

    f) Pelaksanaan ijab qabul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya

    terhadap calon mempelai pria namun apabila karena sesuatu hal

    wali nikah/calon mempelai pria dapat diwakilkan oleh orang lain

    yang sudah ditunjuk olehnya.

    g) Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah,

    dua orang saksi dan PPN yang menghadiri acara Akad Nikah.

    h) Pembacaan Ta‘lik Talak.

    i) Penandatanganan Ikrar Ta‘lik Talak.

    j) Penyerahan Maskawin atau Mahar.

    k) Penyerahan Buku Nikah atau Akta Nikah

    l) Nasihat Perkawinan.

    m) Do‘a Penutup

    Dari penjelasan mengenai pelayanan atau prosedur dalam pengajuan

    untuk melaksanakan pernikahan sudah jelas tentang aturan yang mengatur

    itu semua, tapi dalam kenyataan yang terjadi di wilayah KUA Susukan

    masih bisa terjadi pernikahan pada masa iddah yang sebetulnya tidak boleh

    dilasanakan. Untuk pihak KUA ketelitian dalam pengecekan berkas dari

    pasangan calon yang akan menikah.

  • 37

    BAB III

    LAPORAN PENELITIAN

    A. Gambaran Lokasi Penelitian

    1. Kondisi Geografis KUA Kecanatan Susukan

    Letak geografis KUA Kecamatan Susukan terletak pada posisi yang

    sudah berbatasan dengan wilayah Boyolali yang mempunyai luas wilayah

    4904.0752 Ha dengan jumlah penduduk 52.448 jiwa yang terdiri dari

    25.819 laki-laki dan 26.629 perempuan, sehungga memiliki kepadatan

    penduduk sebesar 970 jiwa/km2, sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak

    15.630 rumah tangga.

    Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Susukan terletak di Jl.

    Sruwen – Karanggede KM. 07, Susukan , Semarang , Jawa Tengah 50777,

    Indonesia.KUA Kecamatan Susukan berbatasan dengan wilayah

    Kecamatan lainnya:

    a. Sebelah Utara : Kecamatan Suruh

    b. Sebelah Barat : Kecamatan Tengaran

    c. Sebelah Selatan : Kecamatan Kaliwungu

    d. Sebelah Timur : Kecamatan Karanggede

  • 38

    2. Struktur Orgonisasi KUA Kecamatan Susukan

    Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 1996

    tentang Nama dan Uraian Jabatan pada KUA Kecamatan, pembagian kerja

    di KUA kec. Susukan sebagai berikut :

    1) Kepala KUA

    a. Memimpin pelaksanaan tugas lingkungan Kantor Urusan Agama

    Kecamatan.

    b. Menyusun visi misi, program dan rencana kerja Kantor Urusan

    Agama Kecamatan .

    c. Membagi tugas dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan .

    d. Memmantau, Menggerakkan, membimbing dan mengarahkan

    pelaksanaan tugas bawahan .

    KEPALA

    Muslih, S.Ag.

    ADMINISTRASI

    Muhyidin, S.Ag.

    ADMINISTRASI

    Siti Naziroh, S.Ag.

    TATA

    USAHA DAN

    RUMAH

    TANGGA

    Siti Hamidah

    DATA ANGGARAN

    DAN

    PEMBERDAYAAN

    Darojah

    PENGELOLA

    URUSAN AGAMA

    Sumarno

  • 39

    e. Memberikan bimbingan dan pelayanan dibidang kepenghuluan /

    NR .

    f. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan dibidang pengembangan

    keluarga sakinah .

    g. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan dibidang kemasjidan,

    zakat, wakaf, ibadah sosial, pangan halal dan kemitraan umat .

    h. Melaksanakan dan mengembangkan kerjasama lintas sektoral

    dengan instansi terkait dan lembaga-lembaga keagamaan dibidang

    pelaksanaan tugas KUA Kecamatan .

    i. Menanggapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul

    dibidang pelaksanaan tugas KUA Kecamatan .

    j. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan .

    k. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Kantor Kementerian

    Agama Kabupaten Semarang .

    2) Tata Usaha

    a. Memimpin pelaksanaan tugas ketata usahaan pada KUA

    Kecamatan .

    b. Menyusun sasaran program dan kegiatan ketata usahaan.

    c. Membagi tugas dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan

    ketata usahaan .

    d. Memantau, menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan tugas

    bawahan .

  • 40

    e. Melakukan pelayanan dan bimbingan pelaksanaan tugas dibidang

    nikah rujuk, BP4, keluarga sakinah, kemasjidan, haji, zakat, wakaf,

    pangan halal dan kemitraan umat .

    f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

    g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .

    3) Administrasi

    a. Menerima dan mencatat pemberitahuan kehendak .

    b. Meneliti, memeriksa kelengkapan persyaratan .

    c. Mengagendakan jadwal pelaksanaan .

    d. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

    e. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .

    f. Menerima dan mencatat berkas .

    4) Anggaran

    a. Menyiapkan dan mencatat rencana anggaran pembiayaan NR .

    b. Membukukan dan menyusun konsep laporan dan pertanggung

    jawaban keuangan NR

    c. Mengadministrasikan bantuan NR kepada BKM, P2A dan BP4 .

    d. Mengajukan rencana penggunaan dana Dipa KUA kepada

    bendahara Kemenag .

    e. Membukukan dan menyusun laporan pertanggung jawaban

    penggunaan dana Dipa KUA .

    f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

    g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .

  • 41

    5) Penyusun dan Pelaporan

    a. Menerima, mencatat meneruskan dan mengarsipkan surat dan

    Laporan KUA.

    b. Mencatat dan menjadwalkan kegiatan KUA .

    c. Mengetik Surat-surat / naskah .

    d. Melakukan pelayanan administrasi kepegawaian, perlengkapan dan

    rumah tangga KUA .

    e. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

    f. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .

    6) Pengelola Agama

    a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan terhadap pengajian instansi

    pemerintah dan swasta .

    b. Mendata perkembangan tempat ibadah, TPQ, TPSA, MDA,

    Madrasah dan Ponpes .

    c. Meneliti surat rekomendasi pendirian tempat ibadah dan

    permohonan bantuan untuk tempat ibadah .

    d. Membantu pelaksanaan tugas dibidang MTQ Kecamatan .

    e. Menggerakkan , memotivasi program BAZ kecamatan .

    f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .

    g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .

    3. Kondisi Sosial – Ekonomi dan Budaya

    Secara Sosiologis , Masyarakat di Kecamatan Susukan terbagi

    dalam berbagai macam strata sosial. Dalam konteks sosial-ekonomi,

  • 42

    masyarakat Kecamatan Susukan terbagi menjadi tiga kelompok strata

    yaitu,kelompok menengah keatas yang berada hampir ada disetiap desa

    baik sedikit maupun banyak lalu kelompok menengah yang merupakan

    sebagian besar dari masyarakat dan yang terakhir kelompok masyarakat

    ekonomi bawah juga ada dan tersebar di semua wilayah desa.

    Dari dua gambaran kondisi sosial-ekonomi dan agama tersebut

    apabila dijadikan sebagai analisi untuk mengetahui gambaran umum

    kehidupan masyarakat sudah bisa disimpulkan keadaan masyarakat di

    Kecamatan Susukan berada pada posisi yang cukup.

    4. Luas dan Batas Desa Tawang

    Desa Tawang merupakan bagian dari Kecamatan Susukan,

    Kabupaten Semarang. Letak geografis wilayah Kab. Semarang yang bagian

    tenggara berbatasan dengan Kab. Boyolali. Dilihat dari topografi,

    ketinggian wilayah Desa Tawang berada pada 620 m dari permukaan air

    laut dengan curah hujan rata- rata 176- 250 mm/tahun, serta suhu rata- rata

    per tahun adalah 19- 32 drajat C.

    Luas wilayahnya adalah 688,139 Ha. Adapun secara geografis, desa

    Tawang berbatasan dengan beberapa desa atau kelurahan disekitanya. Hal

    ini bersumber pada Buku Data Dasar Profil Dsn. Ngebuk , Ds. Tawang,

    Kec. Sususkan, Kab. Semarang Tahun 2015 yaitu:

    No. Letak Desa/Kelurahan Kecamatan

    1 Sebelah Utara Bakalrejo Susukan

    2 Sebelah Timur Pentur Simo

  • 43

    3 Sebelah Barat Rogomulyo Kaliwungu

    4 Sebelah Selatan Timpik Susukan

    5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Tawang

    No. Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah

    L P

    1 0-14 787 758 1545

    2 15-29 757 774 1531

    3 30-49 677 698 1375

    4 50 Keatas 576 511 1087

    Jumlah 2797 2741 5538

    6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Tawang

    No. Jenjang Pendidikan Jumlah

    1 Perguruan Tinggi 94

    2 SMA 1270

    3 SMP 1332

    4 SD 1075

    5 Belum Tamat SD 878

    6 Tidak Tamat SD 43

    7 Tidak Sekolah 846

  • 44

    Jumlah 5538

    7. Struktur Mata Pencaharian/ Pekerjaan di Desa Tawang

    No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

    1 Petani 1077

    2 Pengusaha -

    3 Nelayan -

    4 Buruh Tani 565

    5 Buruh Industri 149

    6 Buruh Bangunan 370

    7 Pedagang 355

    8 PNS/TNI 29

    9 Pengangguran 30

    10 Pensiunan 20

    11 Lain-Lain 1655

    Jumlah 4248

    8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Tawang

    No. Agama Jumlah

    1 Islam 5533

    2 Kristen Katolik 4

    3 Kristen Protestan 1

  • 45

    4 Hindu -

    5 Budha -

    Jumlah 5538

    9. Sarana Peribadahan di Desa Tawang

    No. Tempat Ibadah Jumlah

    1 Masjid atau Musholla 34

    2 Vihara -

    3 Gereja -

    4 Pura -

    B. Profil Pasangan

    1. Pasangan Ibu R Dan Bapak Y

    Pasangan Ibu R dan Bapak Y menikah di tahun 2010 dari

    wawancara dengan keluarga ibu R dan bapak Y pada tanggal 3 maret 2018

    sekitar pukul 20.00 wib , sehingga dapat diketahui mengapa pasangan ini

    menikah pada masa iddah.

    Dari keterangan ibu R bahwa dia sebelumnya pernah menikah

    dengan bapak G tahun 1999 dan mempunyai seorang anak perempuan

    bernama SS yang sudah berumur 10 tahun dan sudah sekolah kelas 5

    sekolah dasar. Bapak G dan ibu R berpisah bukan karena bercerai

    melainkan karena bapak G meninggal dunia akibat sakit yang

    dideritanya,bapak G meninggal bulan Februari 2010.

  • 46

    Sebelum masa iddah ibu R selesai dalam kesehariannya sebagai ibu

    rumah tangga dengan seorang anak dia bertemu beberapa kali dengan

    bapak Y dari pertemuan singkat yang terjadi antara keduanya mereka

    merasa ada kecocokan sehingga mereka memutuskan menikah. Bapak Y

    adalah seorang kuli bangunan yang juga seorang duda yang sudah bercerai

    dengan istrinya yang pertama. Dalam pertemuan dengan keluarga dari

    pihak keluarga membolehkan pernikahan itu terjadi walaupun masih dalam

    masa iddah ibu R. Menurut pendapat keluarga daripada hubungan antara

    keduanya bisa menimbulkan perkataan yang tidak baik dari tetangga

    sebaiknya mereka segera menikah karena demi kebaikan mereka juga.

    2. Pasangan Ibu M Dan Bapak L

    Pasangan ini menikah pada bulan Juli 2010, akan tetapi ibu M

    masih dalam masa iddah akibat pernikahan sebelumnya dengan bapak H

    yang meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya. Bapak H dan ibu M

    dulu menikah tahun 2001 dari pernikahan ini lahir seorang anak perempuan

    yang bernama RT dan sudah sekolah kelas 4 sekolah dasar.

    Dalam wawancara dengan kedua pelaku yang dilakukan penulis

    pada tanggal 22 Januari pukul 11.00 WIB. Terjawab bahwa alasan yang

    mendasari keduanya kenapa melakukan pernikahan dalam masa iddah

    adalah mereka berdua ternyata dahulu merupakan sepasang kekasih tetapi

    berpisah atau putus di tengah jalan karena tidak mendapat restu dari orang

    tua masing-masing. Serta adanya faktor ekonomi yang sangat diperlukan

    oleh ibu M karena biaya untuk sekolah serta biaya hidup sehari-harinya.

  • 47

    Menurut keluarga keduanya yang sudah saling mengenal daripada

    berlama-lama berhubungan sebaiknya mereka menikah karena keluarga

    mengetahui antara keduanya sudah saling mencintai dan menyayangi satu

    sama lain.

    3. Pasangan Ibu D Dan Bapak N

    Pasangan antara ibu D dan bapak N ini resmi dalam ikatan

    pernikahan ditahun 2010 akhir , pernikahan ini terjadi setelah ibu D

    menjadi janda karena sang suami pertama meninggal dunia karena

    kecelakaant yang dialaminya. Genap satu bulan setelah meninggalnya

    suami pertama ibuk D sudah menikah kembali dengan bapak N tersebut.

    Bapak N yang merupakan seorang perjaka tapi masih seumuran dengan ibu

    N ini, mereka adalah teman waktu masih sekolah dulu. Ibu D dari

    pernikahan pertamanya mempunyai anak bernama WD yang baru berumur

    5 tahun, dan sudah masuk sekolah TK.

    Wawancara penulis dengan Ibu D pada tanggal 14 Mei 2017 di

    jelaskan alasan kenapa menikah dalam masa iddah. Ibu D yang sejatinya

    hanya merupakan seorang ibu rumah tangga biasa dengan ditinggal mati

    oleh suaminya tersebut dengan tiba-tiba membuat dirinya harus mencari

    uang untuk anaknya dan kebutuhannya sehari-hari.

    Dalam kesehariannya bekerja untuk mencukupi kebutuhannya

    dengan tidak sengaja dia bertemu dan berkenalan dengan bapak N dengan

    seringnya bertemu saling ngobrol antara keduanya mereka lalu menjalin

    hubungan . Perkenalan singkat yang mereka jalani membuat keduanya

  • 48

    memutuskan untuk menikah, pada pembicaraan dengan keluarga besar

    mereka berdua tercapailah kata sepakat untuk mereka segera menikah.

    Menurut keluarga dengan sama-sama sendiri antara keduanya mereka

    disarankan untuk segera menikah meskipun ibu D masih berada dalam

    masa iddah karena pernikahannya terdahulu.

    4. Pasangan Ibu S Dan Bapak Z

    Ibuk S adalah janda yang ditinggal mati oleh suaminya akibat jatuh

    waktu bekerja , dalam pernikahan mereka dikaruniai 3 orang anak yang

    sudah mulai tumbuh dewasa. Anak pertamanya sudah tamat SMA bernama

    B dan sudah bekerja anak yang kedua bernama A sudah kelas 2 SMA dan

    anak yang ketiga bernama Q kelas 3 SMP. Bapak Z adalah duda yang telah

    2 tahun bercerai dengan 1 orang anak tapi ikut dengan ibunya karena masih

    berumur 10 tahun dan bernama KD.

    Wawancara penulis yang dilakukan dengan keduanya pada tanggal

    8 November 2017 didapatkan penjelasan kenapa mereka menikah dengan

    masa iddah yang belum selesai dari sang ibu S. Mereka ternyata dulu

    adalah sahabat diwaktu masih duduk di sekolah menengah pertama,karena

    saling mengenal baik antara keduanya dan juga sama-sama sendiri mereka

    sepakat untuk menikah dan juga karena ibu S kedapatan sudah hamil.

    Wanacara penulis dengan pihak keluarga keduanya terjawab bahwa

    mereka mengizinkan keduanya untuk menikah, saling membutuhkan antara

    keduanya dan rasa tidak tega dari keluarga wanita karena dia harus mencari

  • 49

    nafkah untuk anak-anaknya membuat keluarga mempersilahkan mereka

    untuk menikah.

    C. Hasil Wawancara Dengan KUA

    Dalam wawancara dengan Bapak Muslih, S.Ag. selaku kepala kantor

    urusan agama yang ada di kecamatan susukan pada tanggal 10 Januari 2018.

    Penulis mengetahui bahwa dari pihak KAU mengetahui aturan-aturan yang ada

    pada Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974.

    Kemudian beliau juga menjeleskan tentang aturan pernikahan ketika

    seorang calon wanita yang mau menikah masih dalam masa iddah. Beliau juga

    mengatakan bahwa beliau mengetahui tentang larangan menikah dalam masa

    iddah. Beliau menjelaskan dengan menunjukkan Firman Allah dalam Al Quran

    Surat Al Baqarah ayat 234 .

    َفِإَذا بَ َلْغنَ ۚ َوالَِّذيَن يُ تَ َوف َّْوَن ِمْنُكْم َوَيَذُروَن َأْزَواًجا يَ تَ َربَّْصَن بَِأنْ ُفِسِهنَّ َأْربَ َعَة َأْشُهٍر َوَعْشًرا َواللَُّو ِبَا تَ ْعَمُلوَن َخِبيٌ ۚ نْ ُفِسِهنَّ بِاْلَمْعُروِف َأَجَلُهنَّ َفََل ُجَناَح َعَلْيُكْم ِفيَما فَ َعْلَن ِف أَ

    “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

    meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya

    (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya,

    Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap

    diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

    (Q.S.Al-Baqarah: 234)

    Beliau mengatakan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk

    melaksanakan pernikahan bagi janda ataupun duda . Bagi calon mempelai yang

    bersetatus janda ataupun duda cerai, selain persyaratan umum ada juga

    persyaratan khusus yang harus dipenuhi. Adapun syarat khususnya adalah :

    membawa akta cerai asli dar pengadilan. Kemudian syarat bagi janda ataupun

  • 50

    duda yang ditinggal mati adalah surat keterangan kematian suami atau istri

    yang bisa diperoleh dari kepala desa atau lurah setempat.

    Namun faktanya di wilayah Kecamatan Susukan bisa terjadi pernikahan

    dalam masa iddah yang dilaksanakan oleh pihak KUA setempat. Dengan

    alasan yang mereka katakan bahwa kenapa mereka mau menikahkan pasangan

    calon dimana seorang wanita jelas masih dalam masa iddah, mereka

    memberikan alasan pertama yang mereka katakan adalah mereka tidak

    mengetahui bahwa wanita tersebut dalam masa iddah atau ada permainan yang

    dilakukan calon pasangan supaya pernikahan bisa terjadi kemudian alasan

    kedua kurang telitinya pihak KUA dalam menyeleksi berkas pernikahan yang

    masuk yang merupakan syarat yang wajib dikumpulkan kedua orang mempelai

    yang akan melaksanakan pernikahan.

    Dalam praktenya pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di daerah

    kecamatan susukan adalah sebagai berikut.

    1. Pasangan Ibu R dan Bapak Y

    Pasangan ini adalah pasangan yang melangsungkan pernikahan

    dalam masa iddah, di antara keduanya mereka tidak mengetahui tentang

    waktu tunggu atau masa iddah yang harusnya dijalani oleh ibu R akibat

    ditinggal mati oleh suaminya yang pertama. Namun karena kebutuhan

    ekonomi sehingga mereka melangsungkan pernikahan dalam masa iddah.

    Sebelum pernikahan itu terjadi tentunya mereka harus memenuhi

    berkas-berkas yang harus dipenuhi yaitu surat kematian dari kelurahan

    setempat. Namun pernikahan ini tetap terjadi meskipun sang mempelai

  • 51

    wanita masih dalam masa iddah akibat ditinggal mati oleh suami yang

    pertama.

    Bapak Naib yang menikahkan kedua pasangan calon ini seharusnya

    melarang pernikahan ini tetapi karena kurangnya ketelitian dari pikak KUA

    setempat sehingga pernikahan ini bisa terlaksana di kantor KUA.

    2. Pasangan Ibu M dan Bapak L

    Merupakan pasangan yang juga melakukan pernikan dalam masa

    iddahnya akibat kematian yang terjadi terhadap suami pertamanya. Di

    antara keduanya yang calon laki-laki mengetahui tentang masa iddah

    walaupun hanya sedikit atau kurang memahaminya. Faktor ekonomi dan

    kebutuhan biologis yang menjadi alasan oleh Ibu M kenapa dia melakukan

    pernikahan tersebut.

    Pada pernikahan yang kedua atau pernikahan seorang janda harus

    mengumpulkan berkas yaitu surat kematian suami pertamanya yang dapat

    diperoleh di kantor kelurahan setempat. Surat kematian ini menjadi bukti

    bisa atau tidaknya wanita tersebut melaksanakan pernikahan kembali.

    Kesalahan dari pihak KUA sendiri adalah berkas yang mereka

    terima tidak mereka pelajari dengan teliti sehingga pasangan yang masih

    dalam masa iddah ini bisa melangsungkan pernikahan di rumah sang

    wanita.

    3. Pasangan Ibu D dan Bapak N

    Pasangan ini juga melaksanakan pernikahan dalam masa iddah

    karena meninggalnya suami Ibu D. Di antara kedua pasangan calon ini

  • 52

    sama sekali tidak mengetahui tentang masa iddah. Faktor ekonomi memang

    menjadi hal yang dijadikan alasan oleh pasangan ini untuk melaksanakan

    pernikahan yang masih berada dalam masa iddahnya.

    Pasangan ini sebelum melaksanakan pernikahan yang kedua bagi

    janda atau duda harus memenuhi syarat yaitu surat kematian yang bisa

    mereka peroleh dari kelurahan setempat.

    Pernikahan pasangan ini dilangsungkan di rumah mempelai wanita

    yang seharusnya masih dalam masa iddah akibat pernikahannya terdahulu.

    Pernikahan ini bisa terlaksana akibat pihak KUA setempat melakukan

    kesalahan mengenai pengecekan syarat-syarat pernikahan yang kedua bagi

    pasangan ini.

    4. Pasangan Ibu S dan Bapak Z

    Pasangan ini juga sama dengan pasangan yang yaitu lain sama-sama

    melaksanakan pernikahn dalam masa iddah, sudah saling mengenal antara

    satu sama lain membutnya keduanya tidak membutuhkan waktu lama untuk

    melangsungkan pernikahan pada masa iddah sang wanita karena

    menggilnya suami pertamanya. Sudah mengetahui tentang aturan masa

    iddah tetapi pasangan ini masih melaksanakan pernikahan dalam masa

    iddah.

    Faktor ekonomi masih menjadi alasan yang mer