lecture note web viewair feces ingus penjamah makanan ph makanan dan patogen yang bisa tumbuh ph...
TRANSCRIPT
MODUL PERKULIAHANPotensi bahaya (Kontaminasi mikrobiologis &
non mikrobiologis)
Hazard (potensi bahaya)
Segala sesuatu yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen
Tiga jenis potensi bahaya
o Biologis (mikrobiologis)
o Kimia (pestisida & logam berat)
o Fisik (pecahan gelas, potongan logam)
Bakteri dan mikrobia lain menjadi sumber ancaman yang paling besar
Dimanakah ancaman Potensi Bahaya bisa terjadi
Di setiap tahap bahan makanan bisa mengalaminya
Karena pada tahapan tertentu makanan bisa mengalami KONTAMINASI oleh
mikrobia, bahan kimia, dan benda asing
Bakteri bisa TUMBUH dan berkembang biak cepat pada kisaran suhu yang sesuai
Mikrobia dapat BERTAHAN HIDUP pada tahapan proses yang mestinya ditujukan
untuk mematikannya
Potensi Bahaya Mikrobiologis
Bakteri Patogen Bahan Makanan Pencegahan
Bacillus cereus Beras, pasta, daging, sayuran
Pemanasan tuntasPendinginan cepat
Clostridium botulinum Madu, sayur, buah, daging, ayam
Pemanasan tuntasPendinginan cepat
Campylobacter jejuni Produk hewani Pemanasan tuntasPasteurisasi
Vibrio cholerae Seafood Pemanasan tuntasC. perfringens Daging dan ayam Pemanasan tuntas
Pendinginan cepat
Escherichia coli Daging dan susu Pemanasan tuntasPasteurisasiSanitasi
Listeria monocytogenes
Susu segar, sayuran
Pasteurisasi susuPemanasan tuntas
Salmonella sp. Telur, susu segar, daging, ayam
Pasteurisasi susuPemanasan tuntas
2
Shigella sp. Makanan mentah Pemanasan tuntas
Staphylococcus aureus
Daging, ayam, keju
Pemanasan tuntas
Streptococcus pyogenes
Susu segar, telur Pemanasan susu
Vibrio parahaemolyticus
Ikan dan seafood Pemanasan tuntas
Vibrio vulnificus Seafood Pemanasan tuntas
Yersinia enterocolitica daging Pemanasan tuntas
Jalur Kontaminasi
Tanah dan debu
Air
Feces
Ingus
Penjamah makanan
pH makanan dan patogen yang bisa tumbuh
pH Produk Makanan Mikroorganisme Patogen
> 7 Putih telur Kelompok Vibrio tahan pH 116.5 – 7.0 Susu segar, daging
ayam segar, hamSalmonella, Campylobacter, Yersinia, Shigella. B. cereus, C. perfringens, C. botulinum, S. aureus
5.3 – 6.4 Daging sapi segar, sayuran s. d. a.
4.5 – 5.2 Daging dikalengkan s. d. a.
3.7 – 4.4 Buah-buahan, juice Jamur penghasil racun < 3.7 Juice, soft drink Bakteri tidak dapat tumbuh
3
Potensi Bahaya Kimiawi
Yang terdapat secara alamiah
a. Mikotoksin
b. Skombrotoksin
c. Ciguatoksin
d. Toksin jamur
e. Phytotoksin
f. Polychlorinated biphenyls
Yang ditambahkan/digunakan di tempat pengolahan
a. Bahan kimia pertanian
pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik
b. Logam berat : Pb dan Hg
c. Bahan makanan tambahan
bahan pengawet, bahan pewarna
penambah nutrisi (vitamin & mineral)
d. Bahan kimia lain : detergen, sanitizer, pelumas, bahan bakar
Potensi Bahaya Fisis
Bahan SumberGelas Botol, jar, lampu, alat
Kayu Palet, box, perabot
Batu Bangunan, lingkunganLogam Mesin, kabel, pegawaiSerangga LingkunganTulang LingkunganPlastik Kemasan, lingkungan
Jumlah mikrobia & racunnya yang bisa menyebabkan sakit
Mikrobia Jumlah minimalB. cereus 105/g atau toksinC. jejuni 102
C. botulinum Toksin dosis rendah
C. perfringens 106
E. coli O157 : H7 102
Salmonella sp. 105
S. typhi 102
S. aureus Toksin dosis rendah
4
Faktor yang meningkatkan resiko atau tingkat keparahanFaktor mikrobia :
• Jenis patogen yang termakan
• Jumlah patogen yang termakan
Faktor makanan
• Buah & sayur segar/mentah
• Daging, unggas, telur, susu, ikan
• Berlemak tinggi (santan, coklat, dll.)
Faktor manusia
• Usia kurang dari 5 tahun
• Usia di atas 50 atau 60 tahun
• Sedang hamil
• Sedang menderita sakit
• Sedang mengalami infeksi
• Stres
• Higiene yang buruk
5
Foodborne Diseases dan Food RecallFaktor-faktor Utama FBD
Pendinginan makanan yang tidak tepat
Membiarkan makanan selama ³ 12 jam (penyajian)
Kontaminasi makanan mentah ke dalam makanan “non-reheating”
Penanganan makanan oleh pekerja yang menderita infeksi
Proses pemasakan dan pemanasan tidak cukup
Penyimpanan makanan dlm keadaan hangat < 65 °C
Pemanasan kembali makanan pada suhu tidak tepat
Makanan berasal dari sumber yang tidak aman
Terjadi kontaminasi silang.
Mengenali Gejala Keracunan Makanan
Inkubasi Gejala Penyebab yg mungkin
1 – 5 jam Muntah, mual, diare, kejang Bacillus cereus
2 – 6 jam Muntah, mual, diare S. aureus
8 – 18 jam Diare, sakit perut C. perfringens
8 – 16 jam Diare, sakit perut B. cereus
12 – 36 jam
Lemah, pandangan ganda, sulit menelan, mulut kering
C. botulinum
12 – 48 jam
Diare, demam, sakit perut beberapa hari
Salmonella
24 – 48 jam
Diare, kadang berdarah E. coli
2 – 5 hari Diare, sakit perut, demam Campylobacter
6
Membedakan Infeksi dan Intoksikasi
Infeksi Intoksikasi
Periode inkubasi Cukup lama (beberapa hari)
Cukup pendek (beberapa menit/jam)
Gejala Diare, mual, muntah, kram perut, demam
Muntah dan mual, kepekaan indera berkurang, pandangan ganda, lemah, keseimbangan terganggu
Patogen Infeksi : Salmonella Campylobacter Yersinia V.
parahaemolyticus Toxo plasma Hepatitis A
Infeksi dengan mediasi toksin :C. botulinum (bayi)B. cereusE. coli
C. Botulinum (dewasa)B. cereusS. aureus
RecallA firm’s action to remove a marketed food product that the FDA considers to be in
violation of the laws it enforces and the FDA would initiate legal action if the firm failed to
recall the product
Recall to protect customers and to avoid private lawsuits
A company recall doesn’t guarantee that FDA will not take a company to court
A firm can recall a product at any time
FDA will reviews the firm’s recall
ObjectiveThe objective of this paper is to evaluate the number of recalls of food products under the
US-FDA authority reported between January and June 2000
161 recalls reported to the FDA and all of these actions were initiated by the firms.
The causes for recall were due to the presence of microbial (27%), chemical (50%),
and physical (4%) hazards.
20% of recall was resulted from incorrect labeling and off-odor.
Violative food products were effectively recovered within at least 6 months.
7
This indicates that the food companies and the FDA could work together effectively in
assuring the safety of food consumers in the USA.
8
Standar Makanan dan Peraturan Perundangannya
UU Pangan
LEMBARAN-NEGARAREPUBLIK INDONESIA
No. 99, 1996 PERDAGANGAN. PANGAN. PERTANIAN. KESEHATAN. (Penjelasan dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 7 TAHUN 1996
TENTANGP A N G A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional;
b. bahwa pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
c. bahwa pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional;
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada butir a, butir b, dan butir c, serta untuk mewujudkan sistem pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang efektif di bidang pangan, maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pangan;
Mengingat:Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
DENGAN PERSETUJUANDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
9
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
3. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.
4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.
6. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan.
7. Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.
8. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan.
9. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
10. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus
10
pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. 11. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan
zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen.
12. Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.
13. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman.
14. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
15. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
16. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan.
17. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
18. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.
Pasal 2
Pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
Pasal 3
Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah:
a. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;
b. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
c. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
BAB IIKEAMANAN PANGAN
Bagian PertamaSanitasi Pangan
Pasal 4
(1)Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses
11
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan.
(2)Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dan ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.
Pasal 5
(1)Sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
(2)Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan serta penggunaan sarana dan prasarana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi.
NOMOR 7 TAHUN 1996TENTANG
P A N G A N
Pasal 40
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VITANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN
Pasal 41
(1)Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut.
(2)Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
12
(3)Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan.
(4)Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian.
(5)Besarnya ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setinggi-tingginya sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan.
Pasal 42
Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) tidak diketahui atau tidak berdomisili di Indonesia, ketentuan dalam Pasal 41 ayat (3) dan ayat (5) diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.
Pasal 43
(1)Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit, Pemerintah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2).
(2)Gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan untuk kepentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah.
Pasal 44
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIKETAHANAN PANGAN
Pasal 45
(1)Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan.
13
(2)Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pasal 46
Dalam pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Pemerintah:
a. menyelenggarakan, membina, dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan untuk mewujudkan cadangan pangan nasional;
b. menyelenggarakan, mengatur, dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan dalam rangka penyediaan, pengadaan, dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok;
c. menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan;
d. mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan darurat, dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan.
Pasal 47
(1) Cadangan pangan nasional, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, terdiri atas:
a. cadangan pangan Pemerintah;
b. cadangan pangan masyarakat.
(2)Cadangan pangan Pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan nyata pangan masyarakat dan ketersediaan pangan, serta dengan meng antisipasi terjadinya kekurangan pangan dan atau keadaan darurat.
(2) Dalam upaya mewujudkan cadangan pangan nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. mengembangkan, membina, dan atau membantu penyelenggaraan cadangan pangan masyarakat dan Pemerintah di tingkat perdesaan, perkotaan, propinsi, dan nasional;
b. mengembangkan, menunjang, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi peran koperasi dan swasta dalam mewujudkan cadangan pangan setempat dan atau nasional.
Pasal 48
Untuk mencegah dan atau menanggulangi gejolak harga pangan tertentu yang dapat merugikan ketahanan pangan, Pemerintah mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka mengendalikan
14
harga pangan tersebut.
Pasal 49
(1)
Pemerintah melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya:
a. pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan, terutama usaha kecil;
b. untuk mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kemampuan usaha kecil, penyuluhan di bidang pangan, serta penganekaragaman pangan;
c. untuk mendorong dan mengarahkan peran serta asosiasi dan organisasi profesi di bidang pangan;
d. untuk mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan atau pengembangan teknologi di bidang pangan;
e. penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan di bidang pangan; f. pembinaan kerja sama internasional di bidang pangan, sesuai
dengan kepentingan nasional;
g. untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan penganekaragaman pangan yang dikonsumsi masyarakat serta pemantapan mutu pangan tradisional.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 50
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIIPERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan bagi orang perse orangan yang mengkonsumsi pangan, sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Pasal 52
15
Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem pangan, masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, dan atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan.
BAB IXPENGAWASAN
Pasal 53
(1)Untuk mengawasi pemenuhan ketentuan Undang-undang ini, Pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan.
(2)
Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berwenang:
a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengang kutan, dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau perdagangan pangan;
b. menghentikan, memeriksa, dan menegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan;
c. membuka dan meneliti setiap kemasan pangan; d. memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga
memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau perdagangan pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut;
e. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain sejenis.
(3)Pejabat pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilengkapi dengan surat perintah.
(4)Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan tindakan penyidikan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
16
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
17
Nutritional Food Safety
Nutritional Food Safety Chronic Health Issues – Nutrient/Diet
Composition
o High fat
o High sugar
o Low fiber
o Nutritional deficiency
o Alcohol/Tobacco overconsumption
Is this a public policy concern?
Annual Costs Associated with the Unsafe Consumption of Food, U.S., 2000-2002
Ratio of Obesity costs to Microbial costs
– 93/6.9 = 13.5
– 125/33 = 3.0
– 400/5 = 80
*Estimated cost based on four types of microbes: Campylobactor , Salmonella, E.coli, Listeria
**Todd, Ag.Outlook Forum, 2003
*** Direct and Indirect Costs: www.cdc.gov/diabetes/pubs/estimates.htm
French Fries and Food Safety:McDonald’s Obesity Suit
o Does Society:
o Provide public information about the relationship between high levels of fat
consumption and disease
o Put Label on French Fries stating that high levels of consumption are hazardous to
your health
o Regulate the level of fat allowed in french fries
18
Safe Food Consumption is a Public Goodo Healthy People = healthy, productive economy
o Role of Government = right combination of policies and practices that deliver the optimum
level of safe food
o Consumption - in their economy and culture.
o Policy Choice - depends on specific risks associated with specific food
o Role of economist – find optimum investment to ensure healthy & safe food consumption.
19
GMP’s
What are Good Manufacturing Practices?Good Manufacturing Practices (GMPs) are regulations that describe the methods, equipment,
facilities, and controls required for producing:
• human and veterinary products
• medical devices
• processed food
The U.S. regulations are called "current" Good Manufacturing Practices (cGMP), to emphasize that
the expectations are dynamic.
Why do GMPs exist?
GMPs define a quality system that manufacturers use as they build quality INTO their products.
For example, approved drug products developed and produced according to GMP are :
•
safe
• properly identified
• of the correct strength
• pure
• of high quality
How were GMPs developed?
o Originally, GMPs were based upon the best practices of the industry.
o As technology and practices improve, the GMPs also evolved.
o In the U.S., drug cGMPs were formally introduced in 1963 and significantly rewritten in the
1970’s.
o Canadian drug GMPs existed in various forms in the 1950’s-1970’s before being published in
their current form in the 1980’s.
How do GMPs change?
GMPs change formally and informally.
Both the U.S. drug cGMPs and Canadian drug GMPs are currently undergoing significant changes.
20
Example of formal change:The U.S. medical device GMPs have been completely rewritten, making them more compatible with
the ISO-9001 quality document (see www.iso.ch). In fact device GMPs were renamed - FDA now
calls them the Quality System Regulation (QSR).
Example of informal change:Expectations that inspectors have evolved over time.
In the U.S., these changes are communicated by seminars and papers presented by FDA personnel
and through agency Guides and Guidelines.
One other way industry personnel can keep track of changes in expectations is by watching the
FDA-483s (inspectional observations) and Warning Letters issued to firms by the agency.
How do GMPs of different countries compare?
At a high level, GMPs of various nations are very similar; most require things like:
• equipment and facilities being properly designed, maintained, and cleaned
• Standard Operating Procedures (SOPs) be written and approved
• an independent Quality unit (like Quality Control and/or Quality Assurance)
• well trained personnel and management
ISO StandardsWhat is the ISO?
• “International Organization for Standardization”
• a network of national standards institutes of 147 countries
• a non-government organization (NGO)
• grants an ISO standard status to manufacturing companies who voluntarily meet the
requirements
What is ISO 9000?
• This standard is concerned with “quality management”
• Customer’s quality requirements, customer satisfaction, applicable regulatory requirements,
and continual improvement are the focus of this standard.
What is ISO 14000?
• This standard is concerned with “environmental management”
• Minimizing harmful effects on the environment and continual improvement are the focus of
this standard.
21
HACCPTujuan pembelajaran : mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan pengertian HACCP
2. Menjelaskan tujuan penerapan HACCP
3. Menjelaskan manfaat penerapan HACCP
4. Menyebutkan tujuh prinsip HACCP
5. Menjelaskan isi dari rencana HACCP
6. Melakukan Identifikasi bahaya pada satu contoh produk makanan
7. Menetapkan CCP pada satu contoh makanan
8. Menetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi pada satu contoh makanan
9. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas limit yang telah ditentukan
10. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas kritisdari hasil
pemantauan
11. Menetapkan langkah-langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi CCP
12. Menjelaskan kegiatan dokumentasi yang diperlukan untuk penerapan HACCP
Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Suatu system yang mengidentifikasi BAHAYA SPESIFIK yang mungkin timbul dan cara
pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut.
Tujuan HACCP
Umum
: Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan
dan penyakit melalui makanan (“Food borne disease”).
Khusus :
Mengevaluasi cara produksi mkn à bahaya ?
Memperbaiki cara produksi mkn à critical process
Memantau & mengevaluasi penanganan, pengolahan, sanitasi
Meningkatkan inspeksi mandiri
Kegunaan HACCP
Mencegah penarikan makanan
·
Meningkatkan jaminan Food Safety
22
· Pembenahan & “pembersihan” unit pengolahan (produksi)
Mencegah kehilangan konsumen / menurunnya pasien
Meningkatkan kepercayaan konsumen / pasien
Mencegah pemborosan beaya
HACCP Plan Contains:
1.HACCP team
2.Definition of HACCP and CCP
3.Target of the HACCP system
4.Description product
5.Ingredients
6.Hazard Analysis and Assignment of Risk categories à form 1 & form 2
7.Process Flow Diagram
8.Decision tree for Establish CCP
9.HACCP plan matrix
10.Standard Operation Procedure
11.HACCP audit form
PRINSIP HACCP
Identifikasi bahaya
Penetapan CCP
Penetapan batas / limit kritis
Pemantauan CCP
Tindakan koreksi thd penyimpangan
Verifikasi
Dokumentasi
Formulir Isian HACCP :
23
Hazard AnalysisProduct:
Process Step Potential hazard introduced, controlled or enhanced at this stepB= BiologicalC= ChemicalP= Physical
Should the hazard be addressed in the HACCP plan?
Justification for decision.What control measures can be applied to prevent the significant hazards?
24
Principle 2 - CCP Determination (Decision Tree)Product: A critical control point is defined as a point, step or procedure at which control can be applied and a food safety hazard can be prevented, eliminated or reduced to acceptable levels. Only steps presenting a significant potential food safety risk (Q1, Hazard Analysis) are listed.
Process step
HazardBiological = BChemical = CPhysical = P
Q1. Does this step involve a hazard of sufficient risk and severity to warrant its control?
Q2. Does a preventive measure for the hazard exist at this step or in a subsequent step?
If Q2 is no:Is control at this step necessary for safety?
Q3. Is control at this step necessary to prevent, eliminate or reduce the risk of the hazard to consumers?
#CCP
25
Principles 3, 4 and 5Critical Limits, Monitoring and Corrective Actions
Product:
Process Step/ CCP
Critical Limits Monitoring Procedures(Who/What/When/How)
Corrective Actions
Who: What: When:
How:
1. 2. 3. 4.
Who: What: When:
How:
1.
2.
3.
4.
26
Principles 6 and 7Record Keeping and Verification
Product:
Process Step/CCP Records Verification Procedures
1.
2. 3. 4.
1. 2. 3. 4.
27
HACCP Plan SummaryProduct:
Process Step Hazard Descrip-
tion
CCP Description Critical Limit
Monitoring Procedures/Frequency/
Person Responsible
Corrective Actions/ HACCP Records
Verification Procedures/ Person
Responsible
Who: What:
When: How:
1.
2.
3.
4.
1. 2. 3.
1.
2.
3.
4.
28
EVALUASI POKOK BAHASAN HACCP
1. Jelaskan pengertian HACCP
2. Jelaskan tujuan penerapan HACCP
3. Jelaskan manfaat penerapan HACCP
4. Sebutkan tujuh prinsip HACCP
5. Tetapkan satu produk makanan (kelompok, kunjungan lapangan)
6.
HACCP team
Definition of HACCP and CCP
Target of the HACCP system
Description product
Ingredients
Hazard Analysis and Assignment of Risk categories à form 1 & form 2
Process Flow Diagram
Decision tree for Establish CCP
HACCP plan matrix à form 3
Standard Operation Procedure (SOP)
HACCP audit form
masing-masing dilengkapi dengan pemahaman aplikasi 7 prinsip
HACCP
Pemahaman Dasar 7 Prinsip HACCP
Buatlah spesifikasi / diskripsi produk Lakukan Identifikasi bahaya untuk produk tsb
Tetapkan CCP untuk produk tersebut (bahan, proses, or foumulasi)
Tetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi
Tetapkan langkah pemantauan CCP sesuai batas limit yg telah
ditentukan
Tetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas
kritis dari hasil pemantauan
Tetapkan langkah-langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi CCP
Jelaskan kegiatan dokumentasi yang diperlukan untuk penerapan
HACCP
29
Ketahanan Pangan
Untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri dan sejahtera à
penyediaan pangan yang cukup berkualitas dan merata
Tidak mengandalkan ketersediaan pangan dunia.
Indonesiaà negara agraris dan maritim à swasembada, tapi kenapa
masih impor?
GBHN 1999-2004 à mengembangkan sistim ketahanan pangan yang
berbasis pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan
budaya lokal, dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi,
baik jumlah maupun mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang
terjangkau, dengan memperhatikan peningkatan pendapatan
petani/nelayan serta produksi yang diatur dengan undang-undang
Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan à
Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan
ketahanan pangan.
Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan
yang cukup baik, jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam,
merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Selanjutnya masyarakat berperan dalam menyelenggarakan
produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi serta
sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman
dan bergizi.
UU No. 25 Tahun 2000 tentang propenas Tahun 2000-2004, telah
menetapkan Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Yang bertujuan
Meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan
konsumsi pangan bersumber pangan ternak, ikan, tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan serta produk olahannya.
30
Mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin
peningkatan produksi serta konsumsi yang lebih beragam
Mengembangkan usaha bisnis pangan
Menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat.
Sasaran Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Meningkatnya produksi dan ketersediaan beras secara
berkelanjutan serta meningkatnya produksi, ketersediaan dan
konsumsi pangan sumber karbohidrat non beras dan pangan
sumber protein
Meningkatnya keanekaragaman dan kualitas konsumsi pangan
masyarakat dan menurunnya konsumsi beras per kapita
Berkembangnya pola distribusi pangan yang mampu menjamin
keterjangkauan pangan oleh masyarakat secara fisik dan ekonomi
Berkembangnya sistem kelembagaan pangan di masyarakat yang
partisipatif dalam menangani kerawanan pangan
Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam
peningkatan ketahanan pangan rumah tangga
Meningkatnya produksi dan kualitas pangan sering dengan
peningkatan pendapatan para petani dan pelaku agribisnis lainnya
Menurunnya volume impor bahan pangan dan meningkatnya
bahan pangan substitusi impor
Berkembangnya industri dan bisnis pangan
Meningkatnya partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam
pengembangan bisnis pangan
Definisi Ketahanan Pangan (Menurut UU No.7 Tahun 1996) :
Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari
Tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun
mutunya
Aman
Merata
Dan terjangkau
31
Cukup à ketersediaan pangan dalam arti luas mencakup pangan yang
berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas
KH, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang
bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia
Aman à bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta
aman menurut kaidah agama
Merata à pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah
air
Terjangkauà pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang
terjangkau.
Berdasarkan Keppres No 177 Th 2000 tentang susunan organisasi dan
tugas departemen
Dalam pasal 16 dibentuk Badan Bimas Ketahanan Pangan (BKP)
à suatu unit kerja setingkat eselon 1 dalam struktur Deptan.
Uraian tugas BKP diuraikan dalam Kep.Mentan. No:
01/Kpts/0T.210/2001 tentang oganisasi dan tata kerja Deptan
yaitu : melaksanakan pengkajian, pengembangan dan koordinasi
pemantapan ketahanan pangan
Pengkajian diarahkan untuk menghasilkan rumusan alternatif
kebijakan
Pengembangan diarahkan untuk menginformasikan model-model
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
Koordinasi diarahkan untuk menciptakan sinergi dan harmonisasi
kebijakan, program, dan kegiatan baik lintas sektor pada
pemerintah pusat, antar pemerintah pusat dan daerah, maupun
antar pemerintah dengan masyarakat
Keppres. No 132 tahun 2001 à Dibentuk DKP (dewan ketahanan
pangan), Yang bertugas :
Membantu presiden dalam merumuskan kebijakan pemantapan
ketahanan pangan
Melaksanakan evaluasi dan pengendalian pemantapan dan
ketahanan pangan
Ketua DKP pusat à presiden
Ketua DKP harian à Mentri Pertanian
32
Gubernur à ketua DKP provinsi
Konferensi DKP à forum tertinggi untuk mengevaluasi,
mendiskusikan dan membahas permasalahan serta menetapkan
langkah-langkah operasional dalam membangun ketahanan
pangan di Indonesia
Konferensi I à tahun 2002
Konferensi II à tahun 2004
Pemantapan Ketahanan Pangan
Pemberdayaan masyarakat à kunci pemantapan ketahanan
pangan di tingkat RT, karena pelaku utama pencapaian
ketahanan pangan yang berkelanjutan adalah masyarakat itu
sendiri.
RTI dicirikan oleh keterbatasan struktural dalam penguasaan aset
produktif (terutama lahan sempit), sehingga secara sendiri-sendiri
tidak mungkin mampu mengentaskan diri dari kemiskinan dan
mewujudkan ketahanan pangan.
Pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan diarahkan
untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki
RT yang terbatas dengan cara memanfaatkan kelembagaan
sosial ekonomi yang telah ada dan dapat dikembangkan di tingkat
pedesaan
BKP diartikan sebagai suatu sistem manajemen pembangunan
ketahanan pangan yang berpangkal pada upaya pemberdayaan
masyarakat melalui pendekatan yang terencana, berkelompok
dan partisipatif untuk mengembangkan ketahanan pangan di
tingkat RT yang berkelanjutan
Pembangunan Ketahanan Pangan
Terwujudnya ketahanan pangan à memerlukan harmonisasi dari
tiga subsistem yaitu ketersediaan, distribusi dan konsumsi.
Pembangunan ketiga subsistem tersebut melalui pendekatan
koordinasi dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif.
Pendekatan ini berbasis à sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis
Faktor-faktor pendukung keberhasilan ketiga subsistem tersebut adalah :
33
Faktor-faktor input :
Sarana, prasarana dan kelembagaan dalam kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, pengolahan, dsb
Faktor-faktor penunjang :
Kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan
Pelaku Ketahanan Pangan
Produsen
Pengolah
Pemasar
Konsumen
Output Pembangunan Ketahanan Pangan
Terpenuhinya HAM akan pangan
Meningkatnya kualitas SDM\
Meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional
Aliansi International Mengikis Kelaparan
Pertemuan puncak pangan dunia à Roma, Italia tanggal 10 – 13
Juni 2002
Word Food Summit ; five years later (WFS;fly)
WFS pertama tentang ketahanan pangan à Roma tahun 1996 à
menghasilkan deklarasi Roma (Rome declaration on Word Food
security)
WFS 2002 à untuk mengevaluasi pencapaian sasaran yang telah
disepakati dalam deklarasi Roma 1996, hambatan yang dihadapi
dan cara mengatasinya.
Komitmen pada WFS 1996 :
Mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang
Menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara
34
Sasaran kuantitatif : mengurangi jumlah penduduk rawan pangan
sampai setengahnya paling lambat 2015
Rawan pangan dunia tahun 1996 à 800 juta jiwa, diharapkan
berkurang menjadi 400 juta jiwa selama 20 tahun
WFS 2002 dihadiri 183 negara, lebih dari 7 delegasi dipimpin langsung
oleh kepala atau wakil kepala negara.
Jumlah peserta yang hadir à 4000 orang
Komitmen politik deklarasi Roma 2002
Memperbarui kembali komitmen global yang dibuat dalam deklarasi roma
1996
Karena kinerja pencapaian sasaran dalam 5 tahun belum memuaskan
maka para kepala negara dan pemerintah bersepakat untuk
mempercepat implementasi rencana aksi WFS.
Sasaran kuantitatif sejak tahun 2002 : pengurangan penduduk rawan
pangan harus mencapai sekitar 22 juta /tahun
Untuk mencapai hal itu, ditegaskan bahwa tanggung jawab perwujudan
ketahanan pangan nasional terletak pada pemerintahan nasional masing-
masing, bekerja sama dengan masyarakat madani dan sektor swasta di
negara tersebut dengan dukungan masyarakat internasional
Juga ditegaskan pentingnya pembangunan pertanian dan pedesaan
dalam mengikis kelaparan dan kemiskinan.
Tantangan yang dikemukakan
Perlunya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
Perlunya aspek kecukupan gizi dan keamanan pangan mendapat
perhatian dalam ketahanan pangan
35
Perlunya pengembangan standar keamanan pangan dan
kesehatan tanaman serta hewan
Penanganan atas ancaman wabah kesehatan seperti HIV/AID,
malaria dan TBC
Pengelolaan hutan dan sumber daya perikanan yang
berkelanjutan
Penelitian pertanian untuk pengembangan dan pemanfaatan
teknologi baru termasuk bioteknologi
Alokasi Sumber Daya Pembangunan
Membentuk FAO trust fund dengan dana awal sebesar US$ 500
juta
Mengimbau negara maju untuk mencapai target ODA (Overseas
Development Assistance) sebesar 0,07 % dari GNP bagi negara
berkembang dan 0,05-0,02 % dari GNP bagi negara terbelakang
Adanya proporsi yang cukup bagi pembiayaan pembangunan
pertanian dan pedesaan, baik dari anggaran pemerintah masing-
masing, dari kerjasama bilateral dan multilateral negara-negara
maju dalam kerangka ODA, maupun dari lembaga-lembaga
keuangan internasional.
36
Ketahanan Pangan di IndonesiaKetersediaan Pangan
semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing
pangan nasional
Distribusi Pangan Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar
pulau, dan kerusakan pangan selama penyimpanan dan distribusi
Konsumsi pangan Belum berkembangnya teknologi, industri, dan produk pangan alternatif
berbasis sumber daya pangan lokal
Rendahnya daya beli masyarakat dan food habit
Pemberdayaan masyarakat sistem pemantauan secara dini dan akurat untuk mendeteksi kerawanan
panagan dan gizi
Manajemen Terbatasnya data yang akurat, mutakhir, dan mudah diakses untuk
perencanaan pengembangan ketahanan pangan
Masalah kunci dalam ketersediaan panganUpaya mewujudkan ketersediaan pangan cukup menghadapi kendala
Berlanjutnya konversi lahan pertanian kepada kegiatan non pertanian
terutama lahan subur di Jawa
Semakin langkanya sumber daya air untuk pertanian, karena bersaing
dengan kegiatan ekonomi lainnya
Fenomena iklim yang tidak menentu karena pengaruh global warming
oleh emisi karbon dan penebangan hutan yang berlebihan
Kendala dari perwujudan ketersediaan pangan
Teknologi yang diperlukan mengalami keterbatasan :
Teknologi untuk produksi lahan sawah relatif stagnan
Teknologi pasca panen belum diterapkan dengan baik à
penurunan mutu produk dan tingkat kehilangan hasil masih cukup
tinggi
Kinerja pelayanan teknologi pengolahan hasil tepat guna belum
memadai
37
Terbatasnya kemampuan petani berlahan sempit dalam
menerapkan teknologi tepat guna
Peluang impor pangan telah terbuka untuk umum à menguras devisa
yang terbatas juga menambah ketatnya persaingan produk-produk petani
di pasar
Masalah distribusi dan harga
Belum memadainya prasarana dan sarana distribusi untuk
menghubungkan lokasi produsen dengan konsumen
Sistem pemasaran hasil-hasil pangan baik yang berupa peraturan
dan penegakannya fasilitas perangkat keras maupun lunak serta
kemampuan teknis institusi dan pelaku pemasaran belum mampu
menegakkan kestabilan harga
Dalam rangka otonomi daerah à akan banyak peraturan daerah
yang berdampak pada arus distribusi berupa peningkatan biaya
distribusi pangan yang pada akhirnya dibebankan konsumen
Masalah konsumsi
Penduduk yang cukup besar
Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah
mengabaikan sumber KH lainnya
Tek pengol pangan lokal di masyarakat kurang berkembang
dibandingkan teknologi produksi dan kurang bisa mengurangi
produk pangan impor
Masyarakat di daerah tertentu masih mengalami kerawanan
pangan pada musim paceklik
Paradigma baru pembangunan ketahanan pangan
Dari tataran makro menjadi rumah tangga
38
Dari pola sentralistis menjadi pola desentralistis
Dari dominasi pemerintah menjadi dominasi peran masyarakatdari
beras menjadi komoditas pangan
Dari penyediaan pangan murah menjadi peningkatan daya beli
Usaha untuk menangani masalah impor
Meningkatkan daya saing dan efisiensi usaha dalam memproduksi
beberapa komoditas bahan pangan
Aspek yang perlu ditangani à teknologi produksi dan pengolahan
Kebijakan proteksi tetap diperlukan agar harga yang diterima
petani menguntungkan à penerapan tarif impor
Subsidi untuk petani
Meningkatkan konsumsi produk pangan dalam negri
Kinerja ketahanan pangan 2002
Lebih baik dibandingkan 2001
Tiga indikator kinerja
Produksi bahan pangan meningkat
Dinamika pergerakan harga à jika harga pangan relatif stabil maka
ketahanan pangan cukup mantap
Menurunnya angka kemiskinan dan membaiknya pendapatan
masyarakat
Faktor yang mengancam kondisi ketahanan pangan
Iklim
39
Dukungan lingkungan strategis ekonomi makro à tidak terjadi
inflasi
Gejolak sosial politik
Ketahanan atau kemandirian pangan ?
Kemandirian pangan à kebutuhan pangan nasional harus dipenuhi secara
mandiri dengan memberdayakan modal manusia, modal sosial dan
ekonomi yang dimiliki petani Indonesia yang pada gilirannya harus
berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial ekonomi petani dan
masyarakat lainnya
Tiga kebijakan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kemandirian
Perlu adanya penguasaan atau pengusahaan lahan yang dilandasi
efisiensi skala ekonomi
Peningkatan efisiensi usaha dan produktifitas agribisnis pangan untuk
meningkatkan daya saing produk di pasar domestik dan internasional
Pengembangan produksi pangan antar provinsi dan kabupaten harus
mengacu pada kebijakan nasional ketahanan pangan
Kebijakan yang diterapkan dalam pengembangan diversifikasi pangan
dan gizi
Meningkatkan penyediaan pangan à untuk memperoleh komposisi
sumber KH, prot, lemak, vitamin dan mineral seimbang
Meningkatkan penyediaan pangan à untuk perluasan penganekaragaman
bahan pangan yang sesui dengan pola makan dan daya beli masyarakat
Meningkatkan upaya pemanfaatan pekarangan dengan pola usaha tani
yang berorientasi agribisnis
Meningkatkan upaya pengembangan dalam rangka membantu
pembinaan konsumsi pangan yang memiliki persyaratan nilai gizi dan
selera
40
Mengarahkan agar pembinaan gizi masyarakat lebih ditujukan bagi
penduduk berpenghasilan rendah dengan mendorong pengembangan
aneka ternak dan ikan di wilayah pedesaan
41