lecture note analisis i 2

110
ANALISIS RIIL I Disusun oleh Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si. Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA

Upload: devita-octavia

Post on 04-Aug-2015

112 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lecture Note Analisis i 2

ANALISIS RIIL I

Disusun oleh

Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si.

Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2006

Page 2: Lecture Note Analisis i 2

KATA PENGANTAR

Buku ini ditulis dalam rangka pengadaan buku ajar mata kuliah Analisis I, yang

merupakan mata kuliah wajib. Buku ini berisi materi yang diperuntukan bagi

mahasiswa yang telah mengambil mata Kalkulus I dan Kalkulus II. Topik-topik

dalam buku ini sebenarnya sudah dikenal oleh mahasiswa yang telah mengambil

kedua mata kuliah tersebut. Hanya saja, materi pada buku ini lebih abstrak,

teoritis, dan mendalam. Materi pada buku ini merupakan materi dasar analisis

real. Analisis real merupakan alat yang esensial, baik di dalam berbagai cabang

dari matematika maupun bidang ilmu-ilmu lain, seperti fisika, kimia, dan ekonomi.

Mata kuliah Analisis I adalah gerbang menuju mata kuliah yang lebih lanjut, baik

di dalam maupun di luar jurusan Matematika. Jika mata kuliah ini dapat dipahami

dengan baik maka mahasiswa mempunyai modal yang sangat berharga untuk

memahami mata kuliah lain. Diharapkan, setelah mempelajari materi pada buku

ini, mahasiswa mempunyai kedewasaan dalam bermatematika, yang meliputi

antara lain kemampuan berpikir secara deduktif, logis, dan runtut, serta memiliki

kemampuan menganalisis masalah dan mengomunikasikan penyelesaiannya

secara akurat dan rigorous.

Buku ini terdiri dari lima bab. Bab I membahas tentang himpunan bilangan real.

Di dalamnya, dibicarakan tentang sifat aljabar (lapangan), sifat terurut, dan sifat

kelengkapan dari himpunan bilangan real. Kemudian, dibahas tentang himpunan

bagian dari himpunan bilangan real yang dikonstruksi berdasarkan sifat

terurutnya, yang disebut sebagai interval. Dijelaskan pula tentang representasi

desimal dari bilangan real dan menggunakannya untuk membuktikan Teorema

Cantor. Selanjutnya, bab II berisi tentang barisan bilangan real, yang meliputi

definisi dan sifat-sifat barisan, Teorema Bolzano-Weierstrass, kriteria Cauchy,

barisan divergen, dan sekilas tentang deret tak hingga. Kemudian, bab III

mendiskusikan tentang definisi limit fungsi (termasuk limit sepihak, limit di tak

hingga, dan limit tak hingga) dan sifat-sifatnya. Lalu, bab IV membahas

kekontinuan fungsi, yang meliputi definisi fungsi kontinu dan sifat-sifatnya, fungsi

kontinu pada interval, kekontinuan seragam, serta fungsi monoton dan fungsi

invers.

Page 3: Lecture Note Analisis i 2

Buku ini masih dalam proses pengembangan dan tentunya masih jauh dari

sempurna. Untuk itu, penulis membuka diri terhadap saran dan kritik dari

pembaca, demi semakin baiknya buku ini sebagai buku ajar mata kuliah wajib

Analisis I.

Purwokerto, 29 Juli 2006

Penulis,

Bambang Hendriya Guswanto, S.Si., M.Si.

Siti Rahmah Nurshiami, S.Si., M.Si.

Page 4: Lecture Note Analisis i 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I HIMPUNAN BILANGAN REAL

1.1 Sifat Aljabar dari

1.2 Sifat Terurut dari

1.3. Sifat Kelengkapan dari

1.4. Interval

1.5 Representasi Desimal dari Bilangan Real

BAB II BARISAN BILANGAN REAL

2.1 Definisi Barisan Bilangan real

2.2 Sifat-Sifat Barisan Bilangan Real

2.3 Teorema Bolzano-Weierstrass

2.4 Kriteria Cauchy

2.5 Barisan Divergen

2.6 Deret Tak Hingga

BAB III LIMIT FUNGSI

3.1 Titik Timbun

3.2 Definisi Limit Fungsi

3.2 Sifat-Sifat Limit Fungsi

BAB IV KEKONTINUAN FUNGSI

4.1 Definisi Fungsi Kontinu

4.2 Sifat-Sifat Fungsi Kontinu

4.3 Fungsi Kontinu pada Interval

4.4 Kekontinuan Seragam

4.5 Fungsi Monoton

4.6 Fungsi Invers

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Lecture Note Analisis i 2

BAB I

HIMPUNAN BILANGAN REAL

Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dengan sistem

bilangan real sebagai suatu sistem matematika yang memiliki sifat-sifat sebagai

suatu lapangan yang terurut dan lengkap. Yang dimaksud dengan sistem

bilangan real sebagai suatu lapangan di sini adalah bahwa pada himpunan

semua bilangan real yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan dan

perkalian berlaku sifat-sifat aljabar dari lapangan. Sifat terurut dari berkaitan

dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan real,

sedangkan sifatnya yang lengkap berkaitan dengan konsep supremum atau

batas atas terkecil. Teorema-teorema dasar dalam kalkulus elementer, seperti

Teorema Eksistensi Titik Maksimum dan Minimum, Teorema Nilai Tengah,

Teorema Rolle, Teorema Nilai Rata-Rata, dan sebagainya, didasarkan atas sifat

kelengkapan dari ini. Sifat ini berkaitan erat dengan konsep limit dan

kekontinuan. Dapat dikatakan bahwa sifat kelengkapan dari mempunyai peran

yang sangat besar di dalam analisis real.

Bab ini terdiri dari beberapa sub bab. Sub bab 1.1 membahas sifat lapangan dari

. Sub bab 1.2 menjelaskan sifat terurut dari , dan di dalamnya dibahas juga

tentang konsep nilai mutlak. Pada sub bab 1.3 didiskusikan tentang sifat

kelengkapan dari . Pada sub bab ini dibahas mengenai sifat Archimedean dan

sifat kerapatan dari himpunan bilangan rasional. Selanjutnya, sub bab 1.4,

menjelaskan tentang interval, sebagai suatu himpunan bagian dari yang

dikonstruksi berdasarkan sifat terurut dari . Yang terakhir, sub bab 1.5

membahas tentang representasi desimal dari bilangan real. Pada sub bab ini,

juga dipaparkan bagaimana membuktikan Teorema Cantor dengan

menggunakan konsep representasi desimal dari bilangan real ini. Teorema

Cantor mengatakan bahwa himpunan merupakan himpunan yang tak terhitung

(uncountable).

Page 6: Lecture Note Analisis i 2

1.1 Sifat Aljabar dari

Sifat 1.1 (Sifat Aljabar dari ). Pada himpunan bilangan real yang dilengkapi

operasi penjumlahan ( ) dan operasi perkalian ( ) berlaku sifat-sifat,

terhadap operasi penjumlahan :

T1. untuk setiap

T2. untuk setiap

T3. Terdapat elemen sedemikian sehingga untuk setiap

T4. Terdapat elemen sedemikian sehingga untuk

setiap

terhadap operasi perkalian :

K1. untuk setiap

K2. untuk setiap

K3. Terdapat elemen sedemikian sehingga untuk setiap

K4. Terdapat elemen sedemikian sehingga

untuk setiap ,

dan

D. dan untuk setiap .

Sifat T1 dan K1 merupakan sifat komutatif, sifat T2 dan K2 merupakan sifat

asosiatif, sifat T3 dan K3 menunjukkan eksistensi elemen identitas, dan sifat T4

dan K4 menunjukkan eksistensi elemen invers, berturut-turut masing-masing

terhadap operasi penjumlahan dan perkalian. Yang terakhir, sifat D merupakan

sifat distributif perkalian atas penjumlahan. Sifat T1-T4, K1-K4, dan D yang

dipenuhi oleh semua elemen di , menjadikan dipandang sebagai suatu

lapangan.

Page 7: Lecture Note Analisis i 2

Terkait dengan elemen identitas 0 (terhadap operasi penjumlahan) dan 1

(terhadap operasi perkalian), kita memiliki fakta bahwa kedua elemen ini

merupakan elemen yang unik atau tunggal. Selain itu, perkalian setiap elemen di

dengan elemen 0 hasilnya adalah 0. Fakta-fakta ini, secara formal matematis,

dapat direpresentasikan dalam teorema berikut ini.

Teorema 1.2.

a. Jika dan maka .

b. Jika dengan dan maka

c. untuk setiap .

Bukti.

a. Berdasarkan sifat T3, T4, T2, dan hipotesis ,

.

b. Berdasarkan sifat K1, K2, K3, dan hipotesis , ,

.

c. Berdasarkan sifat K3, D, dan T3,

.

Berdasarkan a., diperoleh bahwa . ■

Selain fakta di atas, kita juga memiliki fakta berikut ini.

Teorema 1.3.

a. Jika , , dan maka .

b. Jika maka atau .

Bukti.

a. Berdasarkan sifat K3, K4, K2, dan hipotesis , dan ,

.

b. Andaikan dan . Akibatnya, . Berdasarkan

hipotesis, yaitu , dan Teorema 1.2.c., kita memiliki bahwa

,

Page 8: Lecture Note Analisis i 2

Terjadi kontradiksi di sini, yaitu antara pernyataan dan

. Dengan demikian, haruslah bahwa atau .■

Teorema 1.3.a. mengatakan bahwa eksistensi invers dari suatu elemen di

adalah unik. Sedangkan Teorema 1.3.b. mengandung arti bahwa perkalian dua

elemen tak nol di tidaklah mungkin menghasilkan elemen nol.

Di dalam himpunan bilangan real dikenal pula operasi lain, yaitu operasi

pengurangan ( ) dan pembagian ( ). Jika maka operasi pengurangan

didefinisikan dengan sedangkan operasi pembagian

didefinisikan dengan , .

1.2 SIFAT TERURUT DARI

Seperti yang telah disinggung pada pendahuluan bab ini, sifat terurut dari

berkaitan dengan konsep kepositifan dan ketidaksamaan antara dua bilangan

real. Seperti apa kedua konsep tersebut? Di sini, kita akan membahasnya.

Terlebih dahulu kita akan membahas konsep kepositifannya.

Sifat 1.4 (Sifat Kepositifan). Terdapat himpunan bagian tak kosong dari ,

yang dinamakan himpunan bilangan real positif , yang memenuhi sifat-sifat :

a. Jika maka .

b. Jika maka .

c. Jika maka salah satu diantara tiga hal, yaitu , , dan

, pasti terpenuhi.

Sifat 1.4.c. disebut juga sebagai sifat Trichotomy. Sifat ini mengatakan bahwa

dibangun oleh tiga buah himpunan yang disjoin. Tiga buah himpunan tersebut

adalah himpunan yang merupakan himpunan bilangan real negatif,

himpunan , dan himpunan bilangan real positif . Himpunan

bisa juga dituliskan dengan . Jika maka dan dikatakan

Page 9: Lecture Note Analisis i 2

sebagai bilangan real positif. Jika maka dan dikatakan

sebagai bilangan real nonnegatif. Jika maka dan dikatakan

sebagai bilangan real negatif. Jika maka dan dikatakan

sebagai bilangan real nonpositif.

Penjumlahan buah suku elemen 1 menghasilkan bilangan . Himpunan

bilangan yang dikonstruksi dengan cara demikian disebut sebagai himpunan

bilangan asli, dinotasikan dengan . Himpunan ini merupakan himpunan

bagian dari himpunan . Himpunan ini memiliki sifat fundamental, yakni bahwa

setiap himpunan bagian tak kosong dari memiliki elemen terkecil. Sifat yang

demikian disebut sebagai sifat well-ordering dari .

Selanjutnya, jika kita ambil sembarang maka . Gabungan

himpunan , , dan membentuk suatu himpunan yang disebut

sebagai himpunan bilangan bulat, dinotasikan dengan . Himpunan bilangan

asli disebut juga sebagai himpunan bilangan bulat positif, dinotasikan dengan

, sedangkan himpunan disebut juga himpunan bilangan bulat

negatif, dinotasikan dengan .

Dari himpunan , kita bisa mengonstruksi bilangan dalam bentuk , dengan

. Bilangan real yang dapat direpresentasikan dalam bentuk yang demikian

disebut sebagai bilangan rasional. Sebaliknya, bilangan real yang tidak dapat

direpresentasikan dalam bentuk itu disebut sebagai bilangan irasional. Himpunan

bilangan rasional dinotasikan dengan . Dapat dikatakan bahwa himpunan

bilangan real merupakan gabungan dua himpunan disjoin, himpunan bilangan

rasional dan himpunan bilangan irasional. Bilangan 2 dan 0 merupakan contoh

bilangan-bilangan rasional, dan dapat ditunjukkan bahwa , akar dari

persamaan , merupakan contoh bilangan irasional (lihat Bartle-Sherbert

[1]).

Page 10: Lecture Note Analisis i 2

Sekarang, kita sampai kepada penjelasan tentang konsep ketidaksamaan antara

dua bilangan real, sebagai salah satu konsep yang berkaitan dengan sifat terurut

dari .

Definisi 1.5. Misalkan .

a. Jika maka atau .

b. Jika maka atau .

Sifat Trichotomy dari mengakibatkan bahwa untuk sembarang berlaku

salah satu dari , , atau . Selain itu, dapat ditunjukkan bahwa jika

dan maka . Dari sifat terurut, dapat juga diperoleh fakta-fakta

berikut ini.

Teorema 1.6. Misalkan .

a. Jika dan maka .

b. Jika maka .

c. Jika dan maka . Jika dan maka .

d. Jika maka dan , atau dan .

e. Jika maka dan , atau dan .

Bukti Teorema 1.6.a-1.6.b menggunakan definisi 1.5 dan Teorema 1.6.d-1.6.e

menggunakan sifat Trichotomy. Bukti Teorema tersebut ditinggalkan sebagai

latihan bagi para pembaca.

Jika kita mengambil sembarang maka dan . Hal ini

mengandung arti setiap kita mengambil bilangan positif pasti selalu didapat

bilangan positif lain yang lebih kecil daripadanya. Dengan kata lain, tidak terdapat

bilangan positif yang terkecil. Pernyataan ini merupakan maksud dari teorema

berikut ini.

Teorema 1.7. Jika dan untuk setiap maka .

Page 11: Lecture Note Analisis i 2

Bukti. Andaikan . Pilih . Kita peroleh . Pernyataan ini

kontradiksi dengan hipotesis bahwa untuk setiap . Dengan

demikian, haruslah bahwa . ■

Sebelumnya kita telah dikenalkan dengan bilangan real nonnegatif, yaitu elemen

dari himpunan . Jika atau maka jelas bahwa . Jika

tentunya , sehingga . Berdasarkan hal tersebut, akan

didefinisikan apa yang disebut sebagai nilai mutlak dari suatu bilangan real. Nilai

mutlak ini akan “me-nonnegatif-kan” bilangan-bilangan real.

Definisi 1.8 (Nilai Mutlak). Nilai mutlak dari bilangan real , dinotasikan dengan

, didefinisikan dengan

Dari Definisi 1.8 tersebut tampak bahwa atau adalah bilangan

nonnegatif untuk setiap bilangan real . Sebagai contoh, , , dan

.

Nilai mutlak dari bilangan-bilangan real ini memiliki sifat-sifat tertentu, di

antaranya seperti yang tertuang dalam fakta berikut ini.

Teorema 1.9.

a. untuk setiap .

b. Misalkan dan , jika dan hanya jika .

c. Misalkan dan , jika dan hanya jika atau .

Bukti.

a. Jika atau maka dan . Jika maka

, , dan , sehingga dan . Jika

Page 12: Lecture Note Analisis i 2

dan maka , , dan , sehingga dan

. Untuk kasus dan , penyelesaiannya serupa

dengan kasus sebelumnya.

b. Misalkan . Untuk , kita peroleh , sehingga didapat

. Untuk , kita peroleh atau , sehingga

didapat . Dengan menggabungkan hasil dari kedua kasus tersebut,

kita peroleh .

Untuk sebaliknya, misalkan . Hal tersebut mengandung arti

dan . Dengan kata lain, dan . Lebih sederhana, yang

demikian dapat dituliskan sebagai .

c. Misalkan . Untuk , kita peroleh . Untuk , kita

peroleh atau . Dengan menggabungkan hasil dari kedua

kasus tersebut, kita peroleh atau .

Untuk sebaliknya, jika atau maka atau . Dengan

kata lain, . ■

Perhatikan kembali sifat nilai mutlak yang terdapat pada Teorema 1.9. Untuk

yang bagian a., jika maka . Untuk bagian b., jika

maka .

Selanjutnya, kita sampai kepada sifat nilai mutlak yang lain, yang dinamakan

dengan Ketidaksamaan Segitiga. Ketidaksamaan ini mempunyai kegunaan yang

sangat luas di dalam matematika, khususnya di dalam kajian analisis dan aljabar.

Teorema 1.10 (Ketidaksamaan Segitiga). Jika maka

dan kesamaan terjadi atau jika , dengan .

Page 13: Lecture Note Analisis i 2

Bukti. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, jika maka dapat

diperoleh bahwa dan . Jika kedua ketidaksamaan ini

kita jumlahkan maka atau . Bukti untuk

pernyataan berikutnya ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca. ■

Lebih jauh, sebagai konsekuensi dari Teorema 1.10, kita memiliki akibat berikut

ini.

Akibat 1.11. Jika maka dan .

Bukti. Perhatikan bahwa . Dengan menggunakan ketidaksamaan

segitiga, atau . Dengan cara yang

serupa dapat kita peroleh bahwa . Akibatnya,

atau . Akhirnya, kita memiliki

atau .

Selanjutnya, perhatikan bahwa ,

berdasarkan ketidaksamaan segitiga. ■

Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana konsep terurut dari ini diaplikasikan

untuk menyelesaikan masalah-masalah ketidaksamaan.

Contoh 1.12. Tentukan himpunan penyelesaian dari ketidaksamaan .

Penyelesaian. Perhatikan bahwa

.

Tampak bahwa ketidaksamaan dipenuhi oleh semua

. ■

Contoh 1.13. Cari semua penyelesaian dari ketidaksamaan .

Penyelesaian. Perhatikan bahwa

Page 14: Lecture Note Analisis i 2

.

Darinya kita peroleh bahwa dan , atau dan .

Untuk kasus yang pertama kita dapatkan dan , atau dengan kata

lain . Untuk kasus yang kedua kita peroleh bahwa dan .

Perhatikan bahwa pada kasus kedua tersebut tidak ada nilai yang

memenuhinya. Dengan demikian, ketidaksamaan dipenuhi oleh

semua . ■

Contoh 1.14. Selidiki apakah ketidaksamaan

memiliki penyelesaian.

Penyelesaian. Perhatikan bahwa

.

Yang demikian berarti dan , atau dan

. Untuk kasus yang pertama kita peroleh dan .

Namun hal itu tidak mungkin terjadi, artinya tidak ada yang memenuhi. Untuk

kasus yang kedua kita peroleh dan , atau dengan kata lain

. Jadi ketidaksamaan

memiliki penyelesaian, dan himpunan semua penyelesaiannya adalah

. ■

Contoh 1.15. Cari himpunan penyelesaian dari .

Penyelesaian. Berdasarkan Teorema 1.9.b., atau .

Darinya kita peroleh . Jadi himpunan penyelesaiannya adalah

Page 15: Lecture Note Analisis i 2

Bisa juga ketidaksamaan tersebut diselesaikan dengan cara lain. Perhatikan

bahwa

Penyelesaiannya dibagi menjadi dua kasus, yaitu :

Kasus I, .

Kita peroleh . Akibatnya, atau . Pada kasus ini,

himpunan penyelesaian dari adalah

l.

Kasus II, .

Kita peroleh . Akibatnya, atau .

Pada kasus ini, himpunan penyelesaian dari adalah

.

Penyelesaian seluruhnya dari adalah himpunan penyelesaian kasus I

digabung dengan himpunan penyelesaian kasus II. Akibatnya, kita dapatkan

himpunan penyelesaian keseluruhan dari adalah .

Contoh 1.17. Tentukan himpunan penyelesaian dari .

Penyelesaian. Sebelum melangkah jauh di dalam menyelesaikan

ketidaksamaan tersebut, perhatikan bahwa

dan

Penyelesaiannya kita bagi menjadi tiga kasus terlebih dahulu, yaitu :

Kasus I, .

Kita peroleh dan . Akibatnya,

atau atau . Pada kasus ini,

himpunan penyelesaian dari adalah

Page 16: Lecture Note Analisis i 2

.

Kasus II, .

Kita peroleh dan . Akibatnya,

atau . Ketidaksamaan dipenuhi oleh semua . Untuk kasus II,

himpunan penyelesaian dari adalah

.

Kasus III, .

Kita peroleh dan . Akibatnya, atau

atau . Untuk kasus III, himpunan penyelesaian dari

adalah

.

Dengan menggabungkan himpunan penyelesaian untuk kasus I, kasus II, dan

kasus III, diperoleh seluruh nilai yang memenuhi ketidaksamaan

, yaitu . ■

Contoh 1.18. Selidiki apakah ketidaksamaan memiliki

penyelesaian.

Penyelesaian. Sebelum melangkah jauh di dalam menyelesaikan

ketidaksamaan tersebut, perhatikan bahwa

dan

Penyelesaiannya kita bagi menjadi tiga kasus terlebih dahulu, yaitu :

Kasus I, .

Kita peroleh dan . Akibatnya,

atau atau . Untuk kasus

ini, kita tidak mempunyai penyelesaian dari karena

Page 17: Lecture Note Analisis i 2

.

Kasus II, .

Kita peroleh dan . Akibatnya,

atau . Pernyataan ini merupakan

sesuatu yang mustahil. Jadi untuk kasus ini, kita tidak mempunyai penyelesaian.

Kasus III, .

Kita peroleh dan . Akibatnya,

atau atau . Untuk kasus ini,

kita tidak mempunyai penyelesaian dari karena

.

Secara keseluruhan, kita tidak memiliki solusi untuk ketidaksamaan

. ■

1.3 SIFAT KELENGKAPAN DARI

Pada subbab ini kita akan membahas sifat ketiga dari , yaitu sifat kelengkapan.

Seperti yang telah dikatakan pada pendahuluan bab ini, sifat kelengkapan

berkaitan dengan konsep supremum atau batas atas terkecil. Untuk itu, kita akan

bahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan batas atas dari suatu

himpunan bilangan real, dan kebalikannya, yaitu batas bawahnya.

Definisi 1.19. Misalkan adalah himpunan bagian tak kosong dari .

a. Himpunan dikatakan terbatas atas jika terdapat sedemikian

sehingga , untuk setiap . Bilangan real yang demikian disebut

sebagai batas atas dari .

Page 18: Lecture Note Analisis i 2

b. Himpunan dikatakan terbatas bawah jika terdapat sedemikian

sehingga , untuk setiap . Bilangan real yang demikian disebut

sebagai batas bawah dari .

c. Himpunan dikatakan terbatas jika terbatas atas dan terbatas bawah.

Himpunan dikatakan tidak terbatas jika tidak terbatas atas atau tidak

terbatas bawah.

Sebagai contoh, perhatikan himpunan . Setiap elemen pada

himpunan merupakan batas bawah dari . Setiap kita

mengambil elemen maka selalu kita dapatkan bahwa ,

sedangkan . Yang demikian mengandung arti bahwa tidak

ada sedemikian sehingga , untuk setiap . Jadi

himpunan terbatas bawah tetapi tidak terbatas atas, atau juga dapat

dikatakan bahwa himpunan tersebut tidak terbatas.

Contoh lain, pandang himpunan . Himpunan

merupakan koleksi semua batas atas dari . Tidak ada

sedemikian sehingga , untuk semua , karena setiap kita

mengambil maka selalu dapat kita peroleh bahwa ,

sedangkan . Akibatnya, himpunan tidak

mempunyai batas bawah. Jadi himpunan terbatas atas tetapi tidak

terbatas bawah, atau juga dapat dikatakan bahwa himpunan tersebut tidak

terbatas.

Berdasarkan paparan sebelumnya, himpunan memiliki batas

atas dan batas bawah, atau dengan kata lain himpunan tersebut merupakan

himpunan terbatas. Dari batas-batas bawahnya, kita dapat memilih batas bawah

yang terbesar, yaitu elemen 0. Sedangkan dari batas-batas atasnya, kita dapat

memilih batas atas yang terkecil, yaitu elemen 1. Berikut ini adalah definisi

secara formal dari batas atas terkecil, disebut supremum, dan batas bawah

terbesar, disebut infimum, dari suatu himpunan bilangan real.

Page 19: Lecture Note Analisis i 2

Definisi 1.20. Misalkan adalah himpunan bagian tak kosong dari .

a. Misalkan terbatas atas. Elemen dikatakan supremum dari jika

memenuhi syarat-syarat :

(1) adalah batas atas dari

(2) , untuk setiap , batas atas dari .

b. Misalkan terbatas bawah. Elemen dikatakan infimum dari jika

memenuhi syarat-syarat :

(1) adalah batas bawah dari

(2) , untuk setiap , batas bawah dari .

Selanjutnya, mungkin timbul pertanyaan, apakah perbedaan antara supremum

(infimum) dengan maksimum (minimum)? Contoh sebelumnya tentang himpunan

, bisa menjadi ilustrasi untuk menjelaskan hal ini. Himpunan

tidaklah mempunyai minimum dan maksimum, karena tidak ada

sedemikian sehingga dan , untuk setiap

. Sedangkan untuk supremum dan infimum, himpunan

memilikinya, yaitu 1 dan 0, masing-masing secara berurutan.

Elemen minimum dan maksimum haruslah elemen dari himpunan yang

bersangkutan, tetapi elemen infimum dan supremum tidaklah harus demikian.

Jadi elemen infimum dan supremum bisa termasuk atau tidak termasuk ke dalam

himpunan yang bersangkutan. Himpunan memiliki infimum dan

supremum, yaitu elemen 1 dan 0, yang termasuk ke dalam himpunan

.

Selanjutnya, kita akan memberikan formulasi lain dari definisi supremum dan

infimum pada definisi 1.20. Kita mulai dengan definisi supremum. Elemen

adalah batas atas dari ekuivalen dengan , untuk setiap .

Pernyataan , untuk setiap , batas atas dari , mengandung arti bahwa

jika maka adalah bukan batas atas dari . Jika adalah bukan batas

atas dari maka terdapat sedemikian sehingga . Jadi kita

mempunyai fakta bahwa jika maka terdapat sedemikian

sehingga . Selanjutnya, jika diberikan maka . Dengan

Page 20: Lecture Note Analisis i 2

menggunakan fakta sebelumnya, maka terdapat sedemikian sehingga

. Jadi kita memperoleh fakta baru, yang ekuivalen dengan fakta

sebelumnya, yaitu untuk setiap terdapat sedemikian sehingga

. Dengan demikian kita memperoleh fakta-fakta yang ekuivalen

dengan definisi 1.20.

Teorema 1.21. Elemen , batas atas dari , himpunan bagian tak kosong

dari , adalah supremum dari jika dan hanya jika apabila maka

terdapat sedemikian sehingga .

Teorema 1.22. Elemen , batas atas dari , himpunan bagian tak kosong

dari , adalah supremum dari jika dan hanya jika untuk setiap terdapat

sedemikian sehingga .

Fakta-fakta serupa yang berkaitan dengan elemen infimum adalah sebagai

berikut.

Teorema 1.23. Elemen , batas bawah dari , himpunan bagian tak

kosong dari , adalah infimum dari jika dan hanya jika apabila maka

terdapat sedemikian sehingga .

Teorema 1.24. Elemen , batas bawah dari , himpunan bagian tak

kosong dari , adalah infimum dari jika dan hanya jika untuk setiap

terdapat sedemikian sehingga .

Bukti Teorema 1.23 dan Teorema 1.24 ditinggalkan sebagai latihan bagi para

pembaca.

Selanjutnya, mungkin kita mempertanyakan apakah elemen supremum atau

infimum tunggal atau tidak. Mari kita kaji masalah ini. Misalkan adalah

supremum dari himpunan yang terbatas atas . Untuk menunjukkan bahwa

supremum dari adalah tunggal, berarti kita harus menunjukkan bahwa .

Page 21: Lecture Note Analisis i 2

Untuk menunjukkannya, perhatikan bahwa dan , untuk setiap ,

batas atas dari . Karena dan juga batas atas dari , kita memiliki

dan . Yang demikian berarti atau supremum dari adalah tunggal.

Dengan mudah, dapat pula kita tunjukkan bahwa infimum dari suatu himpunan

yang terbatas bawah juga tunggal.

Berdasarkan semua penjelasan pada subbab ini, kita mempunyai suatu aksioma

yang sangat esensial. Aksioma inilah yang dimaksud dengan sifat Kelengkapan

dari , atau biasa juga disebut sifat supremum dari .

Aksioma 1.25 (Sifat Kelengkapan dari ). Setiap himpunan bagian dari

yang terbatas atas memiliki supremum di .

Aksioma tersebut mengatakan bahwa , digambarkan sebagai himpunan titik-

titik pada suatu garis, tidaklah “berlubang”. Sedangkan himpunan bilangan-

bilangan rasional , sebagai himpunan bagian dari yang juga memenuhi sifat

aljabar (lapangan) dan terurut, memiliki “lubang”. Inilah yang membedakan

dengan . Karena tidak “berlubang” inilah, , selain merupakan lapangan

terurut, juga mempunyai sifat lengkap. Oleh karena itu, disebut sebagai

lapangan terurut yang lengkap. Penentuan supremum dari himpunan

bisa dijadikan ilustrasi untuk menjelaskan terminologi

“lubang” pada himpunan . Supremum dari yaitu , yang merupakan

akar dari persamaan , bukanlah bilangan rasional. Bilangan ini

merupakan salah satu “lubang” pada . Maksudnya, supremum dari

adalah yang bukan merupakan elemen dari . Sehingga dapat dikatakan

bahwa aksioma kelengkapan tidak berlaku pada . Tetapi jika kita bekerja pada

, yang demikian tidak akan terjadi.

Sekarang, misalkan adalah himpunan yang terbatas bawah, artinya terdapat

sedemikian sehingga , untuk setiap . Darinya, kita memperoleh

bahwa , untuk setiap . Dengan demikian, himpunan

Page 22: Lecture Note Analisis i 2

terbatas atas. Menurut Aksioma 1.25., himpunan memiliki

supremum. Misalkan adalah supremum dari . Yang demikian

berarti , untuk setiap , dan , untuk setiap , batas atas dari

. Darinya, kita memiliki , untuk setiap , dan ,

untuk setiap , batas atas dari . Dapat ditunjukkan bahwa batas

atas dari jika dan hanya jika adalah batas bawah dari . Jadi

kita memiliki , untuk setiap , dan , untuk setiap , batas

bawah dari , atau dengan kata lain, adalah infimum dari himpunan .

Berdasarkan penjelasan tersebut, kita memiliki hal yang serupa dengan Aksioma

1.25, yaitu bahwa setiap himpunan bagian dari yang terbatas bawah memiliki

infimum di .

Contoh 1.26. Tentukan supremum dari himpunan .

Penyelesaian. Kita klaim terlebih dahulu bahwa sup , supremum dari ,

adalah 1. Klaim kita benar jika dapat ditunjukkan bahwa :

1. Batas atas dari adalah 1, atau , untuk setiap .

2. , untuk setiap , batas atas dari .

Jelas bahwa 1 adalah batas atas dari . Selanjutnya, misalkan . Perhatikan

elemen . Dapat ditunjukkan bahwa . Artinya, setiap

elemen bukanlah batas atas dari . Jelas bahwa batas atas dari jika

dan hanya jika . Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa 1 merupakan batas

atas terkecil dari . Dengan demikian, 1 merupakan supremum dari .

Selanjutnya, kita akan menggunakan Teorema 1.21 untuk menunjukkan 1 adalah

supremum dari . Jika , berdasarkan pembahasan tadi, dengan memilih

, kita peroleh bahwa dan . Jadi 1 merupakan

supremum dari .

Kita akan coba cara lain untuk menunjukkan bahwa 1 merupakan supremum dari

, seperti yang tertulis pada Teorema 1.22. Diberikan . Di sini kita akan

Page 23: Lecture Note Analisis i 2

memilih apakah ada sedemikian sehingga (pemilihan yang

demikian tidaklah unik). Jika kita memilih maka kita memperoleh apa

yang kita harapkan, karena jelas bahwa , atau dengan kata lain

dan . Yang demikian selalu mungkin untuk sembarang

yang diberikan. Jadi memang 1 adalah supremum dari . ■

Contoh 1.27. Tentukan infimum dari .

Penyelesaian. Kita klaim terlebih dahulu bahwa inf , infimum dari , adalah 0.

Klaim kita benar jika dapat ditunjukkan bahwa :

1. Batas bawah dari adalah 0, atau , untuk setiap .

2. , untuk setiap , batas bawah dari .

Jelas 0 merupakan batas bawah dari . Berikutnya, misalkan . Perhatikan

bahwa . Di sini . Artinya, jika maka bukan batas

bawah dari . Jelas bahwa jika dan hanya jika adalah batas bawah

dari . Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa 0 adalah batas bawah terbesar dari

.

Berikutnya, kita akan menggunakan Teorema 1.23 untuk menunjukkan 0 adalah

infimum dari . Misalkan . Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dengan

memilih , kita peroleh bahwa dan . Akibatnya, 0 adalah

infimum dari .

Cara lain, adalah dengan menunjukkan seperti apa yang tercantum pada

Teorema 1.24. Diberikan . Kita akan memilih apakah ada sedemikian

sehingga . Jika maka dan . Hal ini selalu

mungkin untuk sembarang yang diberikan. Dengan demikian, 0 adalah

infimum dari . ■

Contoh 1.28. Tunjukkan bahwa jika himpunan terbatas atas dan

maka supremum dari , sup sup .

Page 24: Lecture Note Analisis i 2

Penyelesaian. Ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kita

mulai dengan cara yang pertama, yaitu bahwa kita harus menunjukkan bahwa

sup adalah batas atas dari atau sup , untuk setiap , dan

sup , untuk setiap , batas atas dari . Karena adalah himpunan yang

terbatas atas, mempunyai supremum, menurut sifat Kelengkapan dari .

Karenanya, sup , untuk setiap . Karena , sup , untuk

setiap . Artinya, sup adalah batas atas dari . Akibatnya,

memiliki supremum. Selanjutnya, misalkan adalah sembarang batas atas dari

atau , untuk setiap . Karena , kita peroleh bahwa ,

untuk setiap . Di sini adalah batas atas dari . Akibatnya, sup

atau sup . Kita peroleh bahwa sup , untuk setiap , batas atas

dari . Jadi sup sup .

Cara kedua untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan menunjukkan

bahwa sup adalah batas atas dari dan untuk setiap sup terdapat

sedemikian sehingga . Telah ditunjukkan bahwa sup adalah

batas atas dari . Sekarang, misalkan sup . Karena , sup .

Akibatnya, terdapat sedemikian sehingga . Karenanya, kita

memperoleh . Di sini jelas bahwa . Dengan memilih ,

kita mempunyai dan . Jadi . ■

Lebih jauh, kita akan melihat bagaimana sifat kelengkapan dari ini digunakan

untuk menunjukkan bahwa himpunan semua bilangan asli tidak mempunyai

batas atas. Artinya tidak terdapat sedemikian sehingga , untuk setiap

, atau dengan kata lain jika diberikan terdapat sedemikian

sehingga .

Teorema 1.29 (Sifat Archimedean). Jika maka terdapat

sedemikian sehingga .

Bukti. Andaikan memiliki batas atas atau terdapat sedemikian sehingga

, untuk setiap . Akibatnya, adalah batas atas dari . Menurut sifat

Page 25: Lecture Note Analisis i 2

kelengkapan dari , memiliki supremum. Misalkan supremum dari itu

adalah . Perhatikan bahwa . Karena jelas bukan batas atas dari

, maka terdapat sedemikian sehingga . Darinya kita memiliki

bahwa . Perhatikan bahwa . Yang demikian mengakibatkan

bahwa bukan batas atas dari . Hal ini kontradiksi dengan asumsi di awal

bahwa adalah supremum dari , yang tiada lain juga merupakan batas

atasnya. Jadi himpunan tidak memiliki batas atas atau Jika maka

terdapat sedemikian sehingga . ■

Sekarang, misalkan . Kita peroleh bahwa . Menurut sifat

Archimedean, terdapat , yang bergantung pada (bisa juga dikatakan

bergantung pada ), sedemikian sehingga , atau juga bisa ditulis sebagai

. Berdasarkan pembahasan ini, kita memiliki akibat berikut.

Akibat 1.30. Jika maka terdapat sedemikian sehingga

Selain Akibat 1.30, sifat Archimedean memilki konsekuensi lain, seperti yang

dinyatakan pada akibat berikut ini.

Akibat 1.31. Jika maka terdapat sedemikian sehingga

.

Bukti. Misalkan dengan . Sifat Archimedean menjamin

bahwa himpunan tidaklah kosong. Karena himpunan bagian dari dan

tidak kosong, maka menurut sifat well-ordering dari , mempunyai elemen

terkecil. Misalkan elemen terkecil itu adalah . Karena adalah elemen

terkecil dari , maka atau . Dengan demikian

. ■

Jika kita memiliki dua buah sembarang bilangan rasional yang berbeda, secara

intuitif kita akan mengatakan bahwa di antara keduanya juga terdapat bilangan

rasional yang lain dan jumlahnya bisa tak berhingga. Dengan kata lain, himpunan

Page 26: Lecture Note Analisis i 2

semua bilangan rasional adalah himpunan yang rapat. Secara formal,

memang dapat dibuktikan bahwa memiliki sifat yang demikian.

Teorema 1.32. Jika dan maka terdapat bilangan rasional

sedemikian sehingga .

Bukti. Misalkan . Akibatnya, . Menurut Akibat 1.30, terdapat

sedemikian sehingga . Bilangan rasional memenuhi .

Berikutnya, misalkan . Darinya, kita memiliki . Berdasarkan Akibat

1.30, terdapat sedemikian sehingga . Karenanya,

atau . Pandang . Menurut Akibat 1.31, terdapat

sedemikan sehingga . Dari kita memperoleh ,

sehingga . Dari kita memperoleh .

Akibatnya, . Bilangan rasional memenuhi .

Terakhir, misalkan atau . Akibatnya, . Dengan cara serupa

seperti pada kasus , kita bisa mendapatkan bilangan rasional sedemikian

sehingga .

Kita juga memiliki fakta lain, yang analog dengan teorema 1.32, untuk himpunan

bilangan-bilangan irasional.

Akibat 1.33. Jika dan maka terdapat bilangan irasional

sedemikian sehingga .

Bukti. Dari hipotesis kita dapatkan bahwa dan .

Menurut Teorema 1.32, terdapat bilangan rasional sedemikian sehingga

atau . Bilangan merupakan bilangan

irasional dan memenuhi . ■

1.4 INTERVAL

Page 27: Lecture Note Analisis i 2

Pada subbab ini kita membahas suatu himpunan bagian dari yang dikonstruksi

berdasarkan sifat terurut dari . Himpunan bagian ini dinamakan sebagai

interval.

Definisi 1.34. Misalkan dengan .

a. Interval buka yang dibentuk dari elemen dan adalah himpunan

.

b. Interval tutup yang dibentuk dari elemen dan adalah himpunan

.

c. Interval setengah buka (atau setengah tutup) yang dibentuk dari elemen

dan adalah himpunan atau

.

Semua jenis interval pada Definisi 1.34 merupakan himpunan yang terbatas dan

memiliki panjang interval yang didefinisikan sebagai . Jika maka

himpunan buka dan himpunan tutup , yang dinamakan

dengan himpunan singleton. Elemen dan disebut titik ujung interval.

Selain interval terbatas, terdapat pula interval tak terbatas. Pada interval tak

terbatas ini, kita dikenalkan dengan simbol dan yang berkaitan dengan

ketak terbatasannya.

Definisi 1.35. Misalkan .

a. Interval buka tak terbatas adalah himpunan atau

.

b. Interval tutup tak terbatas adalah himpunan atau

.

Himpunan bilangan real merupakan himpunan yang tak terbatas dan dapat

dinotasikan dengan . Perlu diperhatikan bahwa simbol atau

Page 28: Lecture Note Analisis i 2

bukanlah bilangan real. Karenanya, dapat dikatakan bahwa ini tidak

mempunyai titik-titik ujung.

Teorema 1.36 (Karakterisasi Interval). Jika adalah himpunan yang

memuat paling sedikit dua elemen dan memiliki sifat :

jika dan maka ,

maka merupakan suatu interval.

Bukti. Kita akan membuktikannya untuk empat kasus.

Kasus I, adalah himpunan terbatas.

Karena himpunan terbatas maka mempunyai infimum atau supremum.

Misalkan infimum dan supremum dari adalah masing-masing, secara

berurutan, dan . Jika maka . Karenanya, .

Akibatnya, .

Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa . Misalkan atau

. Yang demikian berarti bukan batas bawah dari . Akibatnya,

terdapat sedemikian sehingga . Kita memperoleh pula bahwa

bukan batas atas dari . Itu artinya bahwa terdapat sedemikian sehingga

. Kita mendapatkan bahwa . Karena menurut hipotesis,

, maka . Karena yang demikian berlaku untuk sembarang

, maka .

Jika maka . Karena telah diperoleh bahwa , maka

. Jika maka cukup dinyatakan dengan .

Karena dan , maka . Jika dan maka

dan masing-masing, secara berurutan, cukup dinyatakan

dan . Akibatnya, kita memperoleh . Jika dan

maka dapat ditunjukkan bahwa .

Page 29: Lecture Note Analisis i 2

Kasus II, adalah himpunan yang terbatas atas tetapi tidak terbatas

bawah.

Karena terbatas atas, maka mempunyai supremum. Misalkan supremum

dari adalah . Kita memperoleh bahwa , untuk setiap . Akibatnya,

.

Berikutnya, kita akan menunjukkan bahwa . Misalkan

atau . Karena bukan batas atas dari , maka terdapat

sedemikian sehingga . Karena tidak terbatas bawah, maka terdapat

sedemikian sehingga . Akibatnya, . Karena menurut

hipotesis, , maka . Yang demikian berlaku untuk sembarang

. Karena itu, .

Jika maka dapat pula dinyatakan dengan .

Karena dan , maka . Jika maka

cukup dinyatakan dengan Akibatnya, bersama dengan

, kita memperoleh bahwa .

Kasus III, adalah himpunan yang tidak terbatas atas tetapi terbatas

bawah.

Dengan cara yang serupa, seperti pada kasus II, dapat ditunjukkan bahwa

atau dengan adalah infimum dari .

Kasus IV, adalah himpunan yang tidak terbatas.

Berdasarkan hipotasis, jelas bahwa . Selanjutnya, kita akan menunjukkan

bahwa . Misalkan . Karena tidak terbatas, maka bukanlah batas

bawah dan batas atas dari . Akibatnya, terdapat sedemikian

Page 30: Lecture Note Analisis i 2

sehingga dan . Darinya, kita memiliki . Menurut

hipotesis, . Akibatnya, . Karena hal ini berlaku untuk

sembarang , maka . Dengan demikian, .

Jadi, secara keseluruhan, telah ditunjukkan bahwa merupakan suatu interval

di . ■

1.5 REPRESENTASI DESIMAL DARI BILANGAN REAL

Semua bilangan real dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang disebut sebagai

bentuk desimal. Misalkan . Jika kita membagi interval menjadi 10

sub interval yang sama panjangnya, maka untuk suatu

. Jika kita membagi lagi interval menjadi 10

sub interval yang sama panjangnya, maka

untuk suatu . Jika

proses tersebut terus dilanjutkan maka kita akan memperoleh barisan

dengan , untuk semua , sedemikian sehingga memenuhi

.

Representasi desimal dari adalah . Jika dan

sedemikian sehingga maka representasi desimal dari adalah

dengan adalah representasi desimal dari .

Sebagai contoh, kita akan menentukan bentuk desimal dari 1/7. Jika dibagi

menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka . Jika

dibagi menjadi 10 sub interval yang sama panjang maka

. Selanjutnya, akan kita peroleh

Page 31: Lecture Note Analisis i 2

. Jika proses ini terus

dilanjutkan akan kita dapatkan bahwa .

Representasi desimal dari suatu bilangan real adalah unik, kecuali bilangan-

bilangan real berbentuk dengan dan . Sebagai

contoh, representasi decimal dari 1/2 adalah 0,4999… atau 0,5000… (Coba

pembaca periksa mengapa yang demikian bisa terjadi). Contoh lain,

1/8=0,124999...=0,125000... .

Coba perhatikan kembali representasi decimal dari 1/7 yaitu

. Terdapat pengulangan deretan angka 142857 pada

representasi desimal dari 1/7. Representasi desimal yang demikian disebut

reperesentasi desimal periodik dengan periode yang menunjukkan jumlah

deretan angka yang berulang. Dapat ditunjukkan bahwa bilangan real positif

adalah rasional jika dan hanya jika representasi desimalnya adalah periodik (lihat

Bartle-Sherbert [1]).

Dengan menggunakan representasi desimal dari bilangan real ini, kita akan

membuktikan Teorema Cantor yang mengatakan bahwa himpunan semua

bilangan real adalah tak terhitung (uncountable).

Teorema 1.37. Interval satuan adalah tak terhitung

(uncountable).

Bukti. Andaikan interval countable. Misalkan .

Karena setiap elemen di dapat dinyatakan dalam bentuk desimal, maka kita

dapat menyatakan bahwa

Page 32: Lecture Note Analisis i 2

dengan , untuk semua .

Selanjutnya definisikan bilangan real dengan

Jelas bahwa . Berdasarkan pendefinisian , jelas bahwa untuk

setiap . Selain itu, bentuk adalah unik karena

untuk semua . Hal itu semua mengandung arti bahwa . Terjadi

kontradiksi di sini. Jadi haruslah uncountable. ■

Prosedur pada pembuktian Teorema 1.37 di atas dikenal sebagai prosedur

diagonal yang memanfaatkan representasi desimal bilangan real. Karena

dan uncountable, maka adalah uncountable.

BAB II

BARISAN BILANGAN REAL

2.1 DEFINISI BARISAN BILANGAN REAL

Definisi 2.1. Barisan bilangan real adalah fungsi .

Jika adalah barisan bilangan real maka nilai fungsi di

dinotasikan sebagai . Nilai ini disebut suku ke- dari barisan bilangan real

. Barisan bilangan real dapat pula dituliskan sebagai . Dalam

literatur lain, barisan bilangan real ini biasa dituliskan dalam notasi .

Page 33: Lecture Note Analisis i 2

Barisan bilangan real dapat direpresentasikan dalam berbagai cara. Barisan

bilangan real dapat dinyatakan dengan dengan

atau dengan . Hubungan dengan

ini disebut sebagai hubungan rekursif.

Selanjutnya, perhatikan kembali barisan bilangan real .

Jika semakin besar maka semakin besar, tanpa batas. Tetapi, kalau kita

perhatikan barisan , maka jika semakin besar maka

semakin kecil, menuju angka nol. Barisan bilangan real ini dikatakan sebagai

barisan yang mempunyai limit atau barisan yang konvergen. Sedangkan barisan

bilangan real dikatakan sebagai barisan yang tidak memiliki limit atau barisan

yang tidak konvergen atau divergen.

Definisi 2.2. Barisan bilangan real dikatakan konvergen ke ,

limit dari dari , jika untuk setiap terdapat sedemikian

sehingga untuk setiap , .

Misalkan barisan bilangan real konvergen. Diberikan cukup

besar. Karena adalah “ujung” dari barisan bilangan real , tentunya

yang cukup besar dapat dipenuhi oleh semua , dengan yang

kecil. Sebaliknya, jika cukup kecil maka yang cukup kecil dapat

dipenuhi oleh setiap , dengan yang besar. Penjelasan tersebut

mengandung arti bahwa semakin besar maka semakin kecil atau

dengan akan semakin dekat ke limitnya, yaitu . Pernyataan barisan

bilangan real konvergen atau menuju ke dapat dinyatakan sebagai

atau atau atau .

Page 34: Lecture Note Analisis i 2

Berdasarkan Definisi 2.2, kita bisa mendapatkan fakta bahwa jika dan

hanya jika untuk setiap , himpunan adalah himpunan

yang berhingga. Bukti fakta ini ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca.

Contoh 2.3. Perhatikan lagi barisan bilangan real . Diberikan

. Selanjutnya, lihat bahwa . Jika dengan

maka atau . Akibatnya, untuk setiap

. Yang demikian berlaku untuk setiap . Ini artinya bahwa barisan

bilangan real konvergen ke nol. ■

Sekarang, kita perhatikan lagi barisan bilangan real .

Kemudian pandang barisan bilangan real . Suku-suku pada

merupakan suku-suku yang menempati urutan genap pada . Barisan ini

disebut sebagai sub barisan dari . Berikut ini adalah definisi formal dari sub

barisan.

Definisi 2.4. Misalkan adalah barisan bilangan real dan

dengan untuk semua . Barisan bilangan real

disebut sebagai sub barisan dari .

Bagaimana dengan limit sub barisan dari suatu sub barisan ? Teorema berikut

menjelaskan hal ini.

Teorema 2.5. Jika adalah sub barisan dari barisan

yang konvergen ke maka sub barisan

juga konvergen ke .

Page 35: Lecture Note Analisis i 2

Bukti. Karena adalah barisan yang konvergen ke , maka

jika diberikan terdapat sedemikian sehingga untuk semua

berlaku .

Selanjutnya, dengan menggunakan induksi matematika, akan ditunjukkan bahwa

untuk setiap . Diketahui bahwa . Untuk

jelas bahwa . Misalkan untuk berlaku . Kita akan tunjukkan

bahwa untuk berlaku . Karena maka atau

dengan kata lain . Dengan demikian untuk setiap .

Jika maka . Untuk semua berlaku .

Yang demikian berarti sub barisan juga konvergen ke . ■

Apakah kebalikan dari Teorema 2.5 berlaku ? Untuk menjawabnya kita lihat

penjelasan berikut ini. Perhatikan bahwa barisan adalah sub

barisan dari barisan . Barisan adalah barisan

yang konvergen ke 1, tetapi barisan adalah barisan yang tidak konvergen.

Tetapi jika setiap sub barisan dari suatu barisan bilangan real adalah barisan

yang konvergen maka adalah barisan yang konvergen karena sendiri

adalah sub barisan dari dirinya sendiri.

Bagaimana halnya dengan limit dari suatu barisan bilangan real yang konvergen,

apakah tunggal atau tidak ? Misalkan dan adalah limit dari barisan bilangan

real yang konvergen . Jika diberikan terdapat

sehingga untuk setiap dan , berlaku, masing-masing secara

berurutan, dan . Misalkan .

Selanjutnya, perhatikan bahwa, berdasarkan pertidaksamaan segitiga,

Page 36: Lecture Note Analisis i 2

untuk semua Karena yang diberikan sembarang, maka

atau . Yang demikian berarti bahwa limit dari suatu barisan bilangan real

yang konvergen adalah tunggal.

Teorema 2.6. Limit dari satu barisan bilangan real yang konvergen adalah

tunggal.

2.2 SIFAT-SIFAT BARISAN BILANGAN REAL

Definisi 2.6. Barisan bilangan real dikatakan terbatas jika

terdapat bilangan real sedemikan sehingga untuk setiap .

Berkaitan dengan sifat keterbatasan barisan bilangan real tersebut kita memiliki

teorema berikut ini.

Teorema 2.7. Barisan bilangan real yang konvergen adalah terbatas.

Bukti. Misalkan barisan bilangan real adalah barisan yang

konvergen ke . Itu berarti bahwa jika kita ambil maka terdapat

bilangan real sehingga untuk semua .

Selanjutnya, perhatikan bahwa, berdasarkan pertidaksamaan segitiga,

untuk semua .

Berikutnya, pilih . Jelas bahwa untuk

setiap berlaku atau dengan kata lain barisan bilangan real

adalah barisan yang terbatas. ■

Page 37: Lecture Note Analisis i 2

Sekarang, Misalkan dan adalah dua buah

barisan bilangan real yang konvergen. Apakah ,

dengan , , dan

juga barisan yang konvergen ? Teorema-teorema berikut ini menjelaskan hal

tersebut.

Teorema 2.8. Jika dan adalah barisan yang konvergen ke dan ,

secara berurutan, dan maka barisan , , dan adalah juiga

barisan yang konvergen, masing-masing secara berurutan, ke , , dan

.

Bukti. Misalkan dan . Perhatikan bahwa,

bedasarkan pertidaksamaan segitiga,

.

dan adalah barisan yang konvergen ke dan , maka jika diberikan

maka terdapat bilangan real sedemikian sehingga untuk setiap

dan , masing-masing secara berurutan, berlaku dan

. Misalkan . Jika maka

.

Karena yang diberikan sembarang, maka konvergen ke .

Berikutnya, perhatikan bahwa

.

Misalkan . Jika diberikan maka dengan memilih berapa pun bilangan

real , selalu berlaku untuk setiap .

Sekarang misalkan . Karena adalah barisan yang konvergen ke maka

jika diberikan maka terdapat bilangan real sedemikian sehingga

untuk setiap , berlaku . Akibatnya, untuk setiap ,

.

Page 38: Lecture Note Analisis i 2

Karena yang diberikan sembarang, maka konvergen ke .

Selanjutnya, kita akan menunjukkan bahwa barisan konvergen ke .

Pertama, perhatikan bahwa

Menurut Teorema 2.7, adalah barisan yang terbatas. Itu artinya terdapat

bilangan real sehingga untuk setiap . Misalkan

. Jika diberikan maka terdapat bilangan real

sedemikian sehingga untuk setiap dan , masing-masing secara

berurutan, berlaku dan . Misalkan

. Jika maka

.

Karena yang diberikan sembarang, maka konvergen ke . ■

Pembahasan berikutnya kita akan menunjukkan bahwa akan konvergen

ke jika . Tetapi sebelumnya, kita lihat terlebih dahulu teorema berikut

iini.

Teorema 2.9. Jika adalah barisan tak nol ( untuk setiap

) yang konvergen ke maka barisan juga

konvergen ke .

Bukti. Jika kita peroleh bahwa . Karena adalah barisan yang

konvergen ke , maka terdapat sehingga untuk setiap , berlaku

. Karena

atau

Page 39: Lecture Note Analisis i 2

maka atau untuk setiap .

Selanjutnya, jika diberikan maka terdapat sehingga untuk setiap

, berlaku . Kemudian, perhatikan bahwa, berdasarkan

pertidaksamaan segitiga,

.

Jika maka untuk setiap , berlaku

.

Karena yang diberikan sembarang, maka konvergen ke . ■

Berdasarkan Teorema 2.8 dan Teorema 2.9, jika adalah barisan bilangan real

yang konvergen ke dan adalah barisan bilangan real tak nol yang

konvergen ke maka barisan bilangan real juga konvergen ke .

Teorema 2.10 (Teorema Apit). Misalkan , , dan

adalah barisan-barisan bilangan real yang memenuhi

untuk setiap . Jika maka .

Bukti. Jika diberikan maka terdapat bilangan real sedemikian

sehingga untuk setiap dan , masing-masing secara berurutan,

berlaku dan (mengapa demikian ?). .

Akibatnya, jika maka

.

Kita peroleh bahwa atau untuk setiap .

Karena yang diberikan sembarang, maka . ■

Page 40: Lecture Note Analisis i 2

Contoh berikut ini memperlihatkan bagaimana Teorema Apit diaplikasikan untuk

menghitung limit suatu barisan.

Contoh 2.11. Kita akan menghitung limit dari barisan . Secara

langsung, mungkin kita agak susah untuk menentukan limitnya. Perhatikan

bahwa untuk setiap . Karenanya, kita bisa memperoleh

untuk setiap .

Akibatnya, . Jadi

atau . ■

Barisan bilangan real yang terbatas belum tentu konvergen. Sebagai contoh,

barisan bilangan real adalah barisan yang terbatas tetapi tidak

konvergen. Syarat cukup lain apa yang diperlukan sehingga barisan yang

terbatas merupakan barisan yang konvergen ? Pembahasan berikut akan

menjelaskannya.

Definisi 2.12. Misalkan adalah barisan bilangan real. Barisan

dikatakan naik jika dan dikatakan turun jika

. Barisan bilangan real yang naik atau turun disebut

sebagai barisan yang monoton.

Teorema 2.13 (Teorema Kekonvergenan Monoton). Misalkan

adalah barisan bilangan real yang monoton. Barisan bilangan real konvergen

jika dan hanya jika terbatas. Lebih jauh,

i) Jika adalah barisan yang naik dan terbatas atas maka

.

ii) Jika adalah barisan yang turun dan terbatas bawah maka

Page 41: Lecture Note Analisis i 2

.

Bukti.

i) Karena barisan terbatas atas, maka, menurut sifat kelengkapan dari ,

himpunan memiliki supremum. Misalkan . Jika

diberikan maka bukanlah batas atas dari . Yang

demikian mengandung arti terdapat sehingga . Karena

adalah barisan naik dan adalah batas atas dari maka kita

mempunyai fakta bahwa

.

Dengan kata lain, atau untuk setiap .

Karena yang diberikan sembarang maka barisan konvergen ke .

ii) Karena barisan terbatas bawah, maka, menurut sifat kelengkapan dari ,

himpunan memiliki infimum. Misalkan . Jika

diberikan maka bukanlah batas bawah dari . Yang

demikian mengandung arti terdapat sehingga . Karena

adalah barisan turun dan adalah batas bawah dari maka

kita mempunyai fakta bahwa

.

Dengan kata lain, atau untuk setiap .

Karena yang diberikan sembarang maka barisan konvergen ke . ■

Contoh 2.14. kita akan menunjukkan bahwa barisan yang suku-

sukunya memenuhi hubungan rekursif dengan adalah

barisan yang konvergen dengan menggunakan Teorema Kekonvergean

Monoton. Akan kita perlihatkan bahwa adalah barisan yang naik

dan terbatas atas yang dibatas atasi oleh 2. Kedua hal itu akan ditunjukkan

dengan menggunakan induksi matematika.

Page 42: Lecture Note Analisis i 2

Kita peroleh bahwa . Itu berarti bahwa . Sekarang asumsikan

bahwa Kita akan membuktikan bahwa . Karena ,

maka atau . Jadi adalah

barisan yang naik.

Jelas . Asumsikan . Akan ditunjukkan bahwa . Perhatikan

bahwa

.

Berdasarkan pernyataan terakhir, bisa juga kita katakan bahwa untuk

setiap . Ini berarti adalah barisan yang terbatas atas.

Karena adalah barisan yang naik dan terbatas atas, maka,

menurut Teorema Kekonvergenan Monoton, barisan konvergen. Perhatikan

bahwa adalah sub barisan dari . Karena

adalah barisan yang konvergen, maka, menurut Teorema 2.5, juga

merupakan barisan yang konvergen ke titik yang sama. Misalkan limit barisannya

adalah . Perhatikan bahwa

.

Jadi barisan bilangan real konvergen ke 1. ■

2.3 TEOREMA BOLZANO-WEIERSTRASS

Pada bagian ini kita akan membahas Teorema Bolzano-Weierstrass, yang

memberikan syarat cukup suatu barisan bilangan real memiliki sub barisan yang

konvergen. Tetapi, sebelumnya, kita akan membahas terlebih dahulu tentang

eksistensi sub barisan yang monoton dari suatu barisan bilangan real.

Page 43: Lecture Note Analisis i 2

Terema 2.15 (Teorema Sub Barisan Monoton). Setiap barisan bilangan real

memiliki sub barisan yang monoton.

Bukti. Misalkan adalah barian bilangan real. Definisikan

. Untuk setiap , bisa saja memiliki suku terbesar,

namun, bisa juga tidak.

Kasus I, untuk setiap , memiliki suku terbesar. Misalkan adalah

suku terbesar dari . Selanjutnya, perhatikan . Misalkan adalah suku

terbesar dari . Jelas bahwa dengan . Kita juga bisa

mendapatkan yang merupakan suku terbesar dari . Jelas pula bahwa

dengan . Jika proses ini terus dilanjutkan maka kita akan

dapatkan

dengan .

Jadi kita dapatkan barisan merupakan sub barisan dari

yang monoton turun.

Kasus II, tidak semua memiliki suku terbesar. Misalkan

sedemikian sehingga tidak memiliki suku terbesar. Definisikan suatu

himpunan bagian dari , yakni . Jelas Himpunan

karena tidak memiliki suku terbesar. Misalkan sedemikian

sehingga

.

Misalkan sedemikian sehingga

.

Misalkan pula sedemikian sehingga

.

Jika proses tersebut terus dilanjutkan maka kita akan mendapatkan

Page 44: Lecture Note Analisis i 2

dengan .

Jadi kita dapatkan barisan merupakan sub barisan dari

yang monoton naik.

Jadi barisan bilangan real memiliki sub barisan yang monoton. ■

Misalkan adalah sub barisan yang monoton dari barisan

bilangan real yang terbatas. Karena terbatas maka

terbatas juga. Menurut Teorema Kekonvergenan Monoton, adalah barisan

yang konvergen. Jadi kita memperoleh suatu fakta, biasa dikenal sebagai

Teorema Bolzano-Weierstrass untuk barisan, yaitu

Teorema 2.16. Barisan bilangan real yang terbatas memiliki sub barisan yang

konvergen.

2.4 KRITERIA CAUCHY

Teorema Kekonvergenan Monoton memberikan jaminan atau syarat cukup

barisan bilangan real yang monoton adalah barisan yang konvergen. Bagaimana

halnya dengan barisan yang tidak monoton ? Apakah masih memungkinkan

menjadi barisan yang konvergen ? Penjelasan yang akan hadir berikut ini

memberikan syarta perlu dan syarat cukup suatu barisan bilangan real yang tidak

monoton adalah barisan yang konvergen.

Definisi 2.17. Barisan bilangan real dikatakan sebagai barisan

Cauchy jika untuk setiap terdapat bilangan real sedemikian

sehingga untuk setiap berlaku .

Contoh 2,18. Kita akan menunjukkan bahwa barisan bilangan real

adalah barisan Cauchy. Diberikan . Pilih . Akibatnya, jika

Page 45: Lecture Note Analisis i 2

maka atau . Dengannya, kita

dapatkan untuk , berlaku

.

Karena yang diberikan sembarang, maka barisan bilangan real

adalah barisan Cauchy. ■

Contoh 2.19. Akan kita perlihatkan bahwa barisan bilangan real

bukanlah barisan Cauchy. Negasi dari definisi barisan Cauchy

adalah terdapat sedemikian sehingga untuk setiap terdapat

yang memenuhi . Misalkan . Perhatikan

bahwa . Jadi untuk setiap kita selalu bisa

mendapatkan dengan sehingga . Jadi

barisan bukanlah barisan Cauchy. ■

Lema 2.20. Barisan bilangan real Cauchy adalah barisan yang terbatas.

Bukti. Misalkan adalah barisan Cauchy. Yang demikian berarti

jika diberikan maka terdapat sedemikian sehingga untuk setiap

berlaku . Akibatnya, untuk setiap .

Darinya, kita memperoleh untuk setiap . Misalkan

.

Untuk setiap , kita memilki . Jadi adalah barisan

yang terbatas. ■

Selanjutnya, kita akan melihat bahwa setiap barisan bilangan real Cauchyi

adalah barisan yang konvergen dan setiap barisan bilangan real yang konvergen

adalah barisan Cauchy.

Page 46: Lecture Note Analisis i 2

Teorema 2.21. Suatu barisan bilangan real adalah konvergen jika dan hanya jika

barisan itu adalah barisan Cauchy.

Bukti. Kita akan buktikan syarat perlunya terlebih dahulu. Misalkan

adalah barisan yang konvergen. Karenanya, jika diberikan

maka terdapat sedemikian sehingga untuk setiap berlaku

. Berdasarkan pertidaksamaan segitiga, untuk setiap

berlaku

.

Karena yang diberikan sembarang, maka adalah barisan

Cauchy.

Berikutnya, kita akan membuktikan syarat cukupnya. Misalkan

adalah barisan Cauchy. Itu berarti bahwa jika diberikan maka terdapat

sedemikian sehingga untuk setiap berlaku .

Menurut Lema 2.20, adalah barisan yang terbatas, dan menurut

Teorema Bolzano-weierstrass, mempunyai sub barisan

yang konvergen ke . Yang demikian mengandung arti bahwa

terdapat sedemikian sehingga untuk setiap berlaku

. Misalkan dan .

Karenanya, . Untuk kita mempunyai

.

Karena yang diberikan sembarang, maka adalah barisan

yang konvergen ke . ■

2.5 BARISAN DIVERGEN

Coba perhatikan kembali Definisi 2.17, definisi tentang barisan bilangan real

Chauchy. Definisi tersebut ekuivalen dengan pernyataan bahwa suatu barisan

bilangan real divergen jika dan hanya jika barisan tersebut bukanlah barisan

Cauchy. Itu artinya untuk suatu tidak terdapat sedemikian sehingga

Page 47: Lecture Note Analisis i 2

untuk setiap berlaku . Akibatnya, untuk setiap terdapat

berlaku .

Perhatikan barisan bilangan real . Ambil . Untuk

dan berlaku

.

Jadi untuk setiap terdapat sedemikian sehingga .

Dengan kata lain, adalah barisan yang divergen.

Lihat kembali barisan yang merupakan barisan yang

divergen. Misalkan diberikan sembarang bilangan . Kita peroleh selalu

ada sehingga , yakni untuk . Barisan ini dikatakan

divergen menuju tak hingga positif ( ).

Bagaimana halnya dengan barisan . Barisan juga

adalah barisan yang divergen, karena setiap kita mengambil selalu

dapatkan sehingga , yakni untuk . Barisan ini

dikatakan divergen menuju tak hingga negatif ( ).

Sekarang pehatikan barisan . Telah ditunjukkan

bahwa barisan ini juga merupakan barisan yang divergen. Suku-suku barisan ini

nilainya berosilasi atau berubah-ubah, secara berselang-seling dan terus-

menerus tanpa henti, antara 1 atau -1. Barisan ini divergen tetapi tidak menuju

ke maupun .

Dari tiga contoh barisan divergen di atas, kita dapat membuat definisi formal

barisan yang divergen.

Page 48: Lecture Note Analisis i 2

Definisi 2.22. Misalkan adalah barisan bilangan real. Barisan

dikatakan divergen menuju ( ) jika untuk setiap terdapat

sehingga untuk setiap berlaku ( ).

Definisi 2.23. Jika adalah barisan bilangan real yang divergen

tetapi tidak menuju ke maupun maka adalah barisan

bilangan real yang divergen secara berosilasi.

Berdasarkan Teorema 2.7 dan Teorema Kekonvergenan Monoton, barisan

bilangan real yang monoton adalah barisan yang konvergen jika dan hanya jika

barisan tersebut adalah barisan yang terbatas. Dengan kata lain, barisan

bilangan real yang monoton adalah barisan yang divergen jika dan hanya jika

barisan itu adalah barisan yang tidak terbatas. Dapat ditunjukkan jika suatu

barisan adalah tak terbatas dan naik maka limit barisan tersebut menuju positif

tak hingga. Jika suatu barisan adalah tak terbatas dan turun maka limit barisan

itu menuju negatif tak hingga.

Ada cara lain untuk menunjukkan bahwa suatu barisan bilangan real adalah

barisan yang divergen. Teorema berikut, dinamakan Teorema Perbandingan,

menjelaskan kondisi yang membuat suatu barisan dikatakan sebagai barisan

yang divergen.

Teorema 2.24. Jika dan adalah barisan bilangan real yang

memenuhi

untuk setiap

Maka

a. Jika maka .

b. Jika maka .

Bukti.

Page 49: Lecture Note Analisis i 2

a. Misalkan . Karena , maka terdapat sehingga untuk

setiap berlaku . Karena untuk setiap , maka

untuk setiap . Akibatnya, untuk setiap .. Karena yang

diberikan sembarang, maka .

b. Misalkan . Karena , maka terdapat sehingga untuk

setiap berlaku . Karena untuk setiap , maka

untuk setiap . Akibatnya, untuk setiap . Karena

yang diberikan sembarang, maka . ■

Namun demikian, tidaklah selalu kita bisa menjumpai kondisi dua barisan seperti

yang ada pada hipotesis Teorema 2.24, sehingga kita tidak dapat

mengaplikasikan teorema tersebut untuk menunjukkan suatu barisan bilangan

real adalah barisan yang divergen. Teorema di bawah ini, dinamakan sebagai

Teorema Perbandingan Limit, menjelaskan kondisi (yang lebih umum

dibandingkan kondisi pada Teorema 2.24) yang menjadikan suatu barisan

bilangan real dikatakan sebagai barisan divergen.

Teorema 2.25. Jika dan adalah barisan bilangan real

positif yang memenuhi

dengan dan

maka diperoleh bahwa jika dan hanya jika .

Bukti. Karena , maka jika diberikan terdapat sedemikian

sehingga untuk setiap berlaku atau

atau . Akibatnya, kita mempunyai bahwa dan

untuk . Berdasarkan Teorema 2.24, jika maka

dengan menggunakan fakta untuk . Dengan

Page 50: Lecture Note Analisis i 2

Teorema yang sama, jika maka dengan menggunakan

fakta untuk . Jadi jika dan hanya jika .

2.6 DERET TAK HINGGA

Misalkan adalah barisan bilangan real. Dari suku-suku barisan

dari kita bisa mengonstruksi barisan lain dengan

dengan .

Barisan yang demikian dinamakan sebagai deret tak hingga (atau deret saja)

yang dibangkitkan oleh barisan . Bilangan disebut sebagai

jumlah parsial dari derat tak hingga. Bilangan disebut sebagai suku dari deret

tak hingga. Jika ada maka dikatakan sebagai deret tak hingga yang

konvergen dan limit tersebut disebut sebagai jumlah deret tak hingga atau

jumlah dari . Deret tak hingga dapat pula dinotasikan

dengan

atau .

Jadi jika ada maka . Kemudian, jika tidak ada maka

dikatakan sebagai deret tak hingga yang divergen.

Contoh 2.26. Kita akan memperlihatkan bahwa deret tak hingga

adalah deret yang konvergen.

Perhatikan bahwa

.

Akibatnya,

Page 51: Lecture Note Analisis i 2

.

Dengan demikian,

Adalah deret yang konvergen. ■

Dapat ditunjukkan bahwa deret

jika (coba pembaca buktikan). Deret yang demikian dinamakan deret deret

geometrik.

Jelas bahwa deret tak hingga

adalah salah satu contoh deret tak hingga yang divergen karena jumlah deret

tersebut tidak terbatas..

Tentunya bukanlah sesuatu yang mudah untuk menunjukkan suatu deret tak

hingga adalah deret yang konvergen. Melalui fakta-fakta berikut ini, kita akan

diberikan syarat perlu untuk kekonvergenan deret tak hingga.

Teorema 2.27. Jika deret tak hingga konvergen maka .

Bukti. Jika maka . Akibatnya,

. Jika deret tak hingga konvergen maka

. ■

Pandang barisan jumlah parsial dengan . Jika

deret tak hingga konvergen maka adalah barisan yang

Page 52: Lecture Note Analisis i 2

konvergen. Menurut Kriteria Cauchy untuk barisan, kita memperoleh fakta seperti

yang tertuang dalam teorema berikut ini.

Teorema 2.28 (Kriteria Cauchy untuk Deret Tak Hingga). Barisan

atau deret tak hingga konvergen jika dan hanya jika untuk setiap

terdapat sedemikian sehingga jika maka

.

Jika adalah barisan nonnegatif maka barisan jumlah parsial

adalah barisan yang monoton naik. Menurut Teorema Kekonvergenan

Monoton, jika adalah barisan terbatas mala adalah barisan

yang konvergen.

Teorema 2.29. Misalkan adalah barisan nonnegatif. Barisan jumlah

parsial adalah barisan terbatas jika dan hanya jika adalah

barisan yang konvergen atau deret tak hingga adalah konvergen. Lebih

jauh, .

Contoh 2.30. Perhatikan deret tak hingga . Kemudian, perhatikan pula

bahwa

.

Page 53: Lecture Note Analisis i 2

Berdasarkan hal tersebut, adalah barisan tak terbatas. Menurut

Teorema 2.29, deret tak hingga divergen.

Contoh 2.31. Kita akan menunjukkan bahwa deret tak hingga konvergen.

Barisan jumlah parsial dari deret tak hingga tersebut adalah barisan yang

monoton naik. Untuk menunjukkan barisan jumlah parsial terbatas, cukup

dengan menunjukkan terdapat sub barisan dari , yaitu ,

yang terbatas. Untuk itu, perhatikan bahwa, jika maka , jika

maka

,

dan jika maka

.

Secara umum, dengan menggunakan induksi matematika, kita peroleh bahwa

jika maka

.

Karena , maka untuk setiap

. Akibatnya, sub barisan terbatas. Dengan demikian, barisan

terbatas. Menurut Teorema 2.29, deret tak hingga konvergen.

Kita juga bisa menentukan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan cara

membandingkan suku ke- pada deret takhingga tersebut dengan suku ke-

pada deret tak hingga yang lain.

Page 54: Lecture Note Analisis i 2

Teorema 2.32 (Uji Perbandingan). Misalkan dan adalah

barisan bilangan real yang bersifat, untuk suatu , untuk setiap

.

a. Jika konvergen maka konvergen.

b. Jika divergen maka konvergen.

Bukti. Menurut Teorema Cauchy untuk deret tak hingga, jika konvergen

maka apabila diberikan terdapat sedemikian sehingga jika

maka

.

Misalkan . Kita peroleh untuk ,

.

Menurut Teorema Cauchy untuk deret tak hingga, konvergen.

Kontrapositif dari a. adalah b. . ■

Contoh 2.33. Kita akan menunjukkan bahwa deret tak hingga

konvergen. Perhatikan bahwa

untuk setiap .

Kita ketahui bahwa deret tak hingga konvergen. Menurut Uji

Perbandingan, deret tak hingga yang konvergen. ■

Teorema 2.34 (Uji Perbandingan Limit). Misalkan dan

adalah barisan bilangan real positif sejati dan limit

Page 55: Lecture Note Analisis i 2

Nilainya ada.

a. Untuk , konvergen jika dan hanya jika konvergen.

b. Untuk , jika konvergen maka konvergen.

Bukti. Misalkan . Diberikan . Karenanya, terdapat sedemikian

sehingga untuk setiap , atau .

Berdasarkan Uji Perbandingan, konvergen jika dan hanya jika

konvergen.

Misalkan . Diberikan . Karenanya, terdapat sedemikian sehingga

untuk setiap , atau . Berdasarkan Uji Perbandingan,

jika konvergen maka konvergen. ■

Perhatikan kembali deret tak hingga pada contoh 2.33. Perhatikan

bahwa

.

Karena deret tak hingga konvergen, maka, menurut Uji Perbandingan

Limit, deret tak hingga konvergen.

Ada cara lain, selain menggunakan Teorema 2.29, yaitu dengan menggunakan

suatu uji yang disebut sebagai Uji Kondensasi Cauchy, untuk menunjukkan

bahwa deret tak hingga dan , masing-masing, divergen dan

konvergen, secara berurutan. Bahkan dengan Uji Kondensasi Cauchy kita dapat

Page 56: Lecture Note Analisis i 2

menunjukkan secara umum bahwa deret-p, , konvergen jika dan

divergen jika .

Teorema 2.35 (Uji Kondensasi Cauchy). Misalkan barisan

nonnegatif dan monoton turun. Deret tak hingga konvergen jika dan hanya

jika deret tak hingga konvergen.

Bukti. Perhatikan jumlah parsial dan . Untuk ,

.

Jelas jika konvergen maka konvergen.

Untuk ,

.

Seperti halnya di atas, jika konvergen maka konvergen. ■

Untuk , jelas bahwa . Dengan menggunakan Teorema 2.27,

deret tak hingga divergen untuk . Perhatikan bahwa

dengan .

Dengan menggunakan Uji Kondensasi Cauchy, dapat ditunjukkan bahwa bahwa

deret-p, , konvergen jika dan divergen jika (Detail penjelasan

fakta ini ditinggalkan sebagai latihan bagi pembaca).

Page 57: Lecture Note Analisis i 2

Kita pun dapat menunjukkan kekonvergenan suatu deret tak hingga dengan

membandingkan dua suku pada deret tak hingga tersebut.

Teorema 2.36. Misalkan adalah barisan bilangan real non negatif

sejati.

a. Jika maka deret tak hingga konvergen.

b. Jika maka deret tak hingga divergen.

c. Jika maka tidak diperoleh kesimpulan apakah

konvergen atau divergen.

Bukti. Misalkan . Misalkan , maka terdapat sedemikian

sehingga untuk setiap , . Karenanya,

.

Ruas kanan pertidaksamaan di atas merupakan deret tak hingga geometrik

dengan rasio . Akibatnya, menurut Teorema 2.32, deret tak hingga

konvergen.

Jika , kita bisa memperoleh bahwa, untuk suatu ,

.

Karena , deret di ruas kanan pertidaksamaan adalah deret yang divergen.

Yang demikian mengakibatkan deret di ruas kiri divergen. Akibatnya, deret tak

hingga divergen.

Untuk , perhatikan deret tak hingga dan . Diperoleh

dan .

Deret tak hingga dan adalah deret yang divergen dan

konvergen, masing-masing secara berurutan. Jadi untuk , kita tidak bisa

Page 58: Lecture Note Analisis i 2

mendapatkan kesimpulan tentang kekonvergenan suatu deret tak hingga.

BAB III

LIMIT FUNGSI

3.1 Titik Timbun

Definisi 3.1.

Misalkan dan , dengan tidak harus di A. C di sebut titik timbun A

jika

memuat paling sedikit satu anggota A yang tidak

sama dengan c, atau .

Contoh 3.2.

1. Misalkan A = ( 2 , 3 ), tentukan titik timbun A.

Penyelesaian

2 titik timbun A, karena dengan mengambil sebarang δ = ½ , dimana

maka . Sehingga dengan mengambil

δ > 0 dapat disimpulkan .

2 ½ juga titik timbun A, karena .

3 juga titik timbun A, karena .

Jadi dapat disimpulkan bahwa setiap titik pada interval [2 , 3] merupakan titik

timbun A.

2. Misalkan B = {1, 2, 3, 4, 5 }, tentukan titik timbun B.

Penyelesaian

Ambil δ = ½ , sehingga . Tetapi

. Jadi 1 bukan titik timbun B. Begitu juga dengan titik

yang lain..

Jadi dapat disimpulkan bahwa B = {1, 2, 3, 4, 5 } tidak mempunyai titik

timbun.

Page 59: Lecture Note Analisis i 2

Teorema 3.3.

Misalkan dan , c titik timbun A jika dan hanya jika

.

Bukti:

Misal c titik timbun A. Sehingga memuat sedikitnya satu titik di A yang

berbeda dari c. Jika titik tersebut, maka

.

Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. ■

3.2 Definisi Limit Fungsi

Definisi 3.4.

Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Misalkan L limit dari

f di titik c, ditulis jika untuk

berlaku .

Definisi limit di atas dapat ditulis jika dan hanya jika

untuk dan berlaku .

Contoh 3.5

1. Misalkan . Buktikan .

Bukti:

Ambil sebarang. Pilih , Sehingga jika dan

berlaku .

Jadi terbukti .

Page 60: Lecture Note Analisis i 2

2. Buktikan .

Analisa pendahuluan

Tujuan pembuktian ini mencari sehingga untuk

berlaku .

Perhatikan bahwa .

Jika diambil maka .

Menurut pertidaksamaan segitiga atau .

Sehingga ,

Dengan mengambil maka diperoleh .

Bukti:

Ambil sebarang. Pilih , Sehingga jika

dan berlaku

Jadi terbukti . ■

Teorema 3.6.

Jika dan c titik timbun A , maka f hanya mempunyai satu limit di

titik c.

Selanjutnya akan dibicarakan kaitan antara barisan dengan limit fungsi dan

kriteria kedivergenan.

Teorema 3.7 (Kriteria Barisan untuk Limit).

Misalkan dan c titik timbun A , maka

jika dan hanya jika untuk setiap barisan (xn) di A yang konvergen

ke c dimana konvergen ke L.

Bukti dari teorema 3.6 dan 3.7 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Contoh 3.8.

Page 61: Lecture Note Analisis i 2

Buktikan dengan menggunakan kriteria barisan.

Bukti:

Ambil . Akan ditunjukkan konvergen ke 4.

Perhatikan bahwa .

Jadi terbukti bahwa . ■

Teorema 3.9 (Kriteria Kedivergenan).

Misalkan dan , dengan c titik timbun A.

a) Jika maka f tidak punya limit L di c jika dan hanya jika ada barisan (xn)

di A yang konvergen ke c dimana tetapi tidak

konvergen ke L.

b) f tidak punya limit di c jika dan hanya jika ada barisan (xn) di A yang

konvergen ke c dimana tetapi tidak konvergen ke .

Contoh 3.10.

1. Buktikan tidak ada di .

Bukti:

Misalkan . Ambil . Tetapi ,sehingga

tidak konvergen karena tidak terbatas di . Jadi terbukti bahwa

tidak ada di .

2. Buktikan tidak ada.

Bukti:

Misalkan f(x) = sgn (x). Perhatikan bahwa .

Page 62: Lecture Note Analisis i 2

Sehingga fungsi sgn (x) dapat ditulis menjadi .

Ambil . Tetapi

,

sehingga divergen. ■

3.3 Teorema Limit

Definisi 3.11.

Misalkan dan , dengan c titik timbun A. f dikatakan terbatas

pada lingkungan c jika ada lingkungan dari c, yaitu dan konstanta M > 0

sehingga

Teorema 3.12.

Misalkan dan f mempunyai limit di , maka f terbatas pada

suatu lingkungan dari c.

Definisi 3.13

Misalkan . Definisikan

Teorema 3.14.

Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Misalkan

.

Page 63: Lecture Note Analisis i 2

1. Jika dan , maka

2. Jika maka

Bukti:

1. Ambil sebarang.

Misal , artinya untuk dan berlaku

.

Misal , artinya untuk dan berlaku

.

Akan ditunjukkan .

Pilih , sehingga untuk dan berlaku

Jadi terbukti . ■

2. Bukti selanjutnya diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Contoh 3.15.

Hitung

Jawab.

Page 64: Lecture Note Analisis i 2

a) Kita dapat menggunakan teorema 3.13 (b), karena jika dimisalkan f(x) = x + 4

dan h(x) = x2 , maka

b) Tidak dapat menggunakan teorema 3.13 (b), karena jika dimisalkan

tetapi

maka untuk .

Teorema 3.16.

Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Jika

dan jika ada maka .

Teorema Apit 3.17.

Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Jika

dan jika maka

.

Contoh 3.18.

Buktikan bahwa tidak ada tetapi .

Bukti.

Akan dibuktikan tidak ada . Misalkan .

Ambil subbarisan dan subbarisan ,

dimana .Tetapi dan

, sehingga .

Page 65: Lecture Note Analisis i 2

Jadi tidak ada.

Akan dibuktikan .

Perhatikan bahwa dan maka menurut

teorema apit . ■

Teorema 3.19.

Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Jika

maka .

Bukti:

Misalkan . Pilih , sehingga menurut definisi limit fungsi

.

Karena maka atau

. ■

Soal – soal

1. Misalkan . Tentukan titik timbun D.

2. Misalkan .

Buktikan dan

3. Buktikan jika dan c titik timbun A , maka f hanya mempunyai satu limit di titik c.

Page 66: Lecture Note Analisis i 2

4. Buktikan .

5. Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Buktikan jika

.

6. Misalkan dan . Misalkan

Buktikan .

7. Buktikan bahwa limit berikut tidak ada

8. Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Misalkan f

terbatas pada lingkungan dari c dan . Buktikan bahwa

.

9. Berikan contoh fungsi f dan g dimana fungsi f dan g tidak punya limit di titik c,

tetapi f + g dan fg mempunyai limit di titik c.

10. Buktikan teorema 3.15

11. Misalkan dan , dengan c titik timbun A. Buktikan jika

maka .

BAB IV

KEKONTINUAN FUNGSI

4.1 Definisi Fungsi Kontinu

Definisi 4.1.

Page 67: Lecture Note Analisis i 2

Misalkan dan . f dikatakan kontinu di titik c jika untuk setiap

lingkungan dari f(c) terdapat lingkungan )(cV dari c sehingga jika

maka .

Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan titik c;

1. Jika , dimana c titik timbun A, maka dari definisi limit dan definisi fungsi

kontinu dapat disimpulkan bahwa .

Dengan kata lain, jika c titik timbun A maka f dikatakan kontinu di titik c jika

memenuhi syarat

f terdefinisi di titik c

ada

2. Jika , dimana c bukan titik timbun A, maka ada lingkungan )(cV dari c

sehingga . Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi f jelas

kontinu di titik walaupun c bukan titik timbun A. Titik ini disebut ”titik

terisolasi dari A”.

Definisi selanjutnya akan membicarakan kekontinuan fungsi pada suatu

himpunan.

Definisi 4.2.

Misalkan Jika , f dikatakan kontinu pada B jika f kontinu di

setiap titik pada B.

Teorema 4.3

Misalkan dan . Pernyataan berikut ekuivalen :

1) f dikatakan kontinu di titik c jika untuk setiap lingkungan dari f(c)

terdapat lingkungan )(cV dari c sehingga jika maka

.

2) Untuk .

Page 68: Lecture Note Analisis i 2

3) Jika (xn) barisan bilangan riil, dan (xn) konvergen ke-c

maka barisan f((xn)) konvergen ke f(c).

Kriteria Ketakkontinuan 4.4

Misalkan dan . f tidak kontinu di titik c jika dan hanya jika

konvergen ke c, f((xn)) tidak konvergen ke f(c).

Contoh 4.5

1. Misalkan f(x) = 2x. Buktikan f(x) kontinu pada .

Bukti:

Ambil sebarang dan sebarang.

Pilih .

Sehingga menurut definisi kekontinuan f(x) kontinu pada .

2. Misalkan . Buktikan h(x) kontinu pada .

Bukti:

Pada contoh 3.5 (2) telah dibuktikan bahwa dengan

, maka h kontinu pada setiap titik . Sehingga h kontinu pada .

3. Misalkan . Buktikan bahwa f(x) tidak kontinu di x = 0.

Bukti:

Pada contoh 3.9 (2) telah dibuktikan bahwa tidak ada di .

Sehingga f(x) = sgn x tidak kontinudi x = 0.

4. Misalkan , dan f ”fungsi Di richlet” yang didefinisikan sebagai berikut:

Buktikan bahwa f(x) tidak kontinu di .

Bukti:

Page 69: Lecture Note Analisis i 2

Misalkan , ambil . Karena

maka , tetapi f(c) = 1. Akibatnya f

tidak kontinu pada .

Misalkan , ambil . Karena

maka , tetapi f(b) = 0. Akibatnya f

tidak kontinu pada .

Dari kedua kasus di atas dapat diambil kesimpulan f tidak kontinu pada .

Selanjutnya ada beberapa hal tentang perluasan fungsi kontinu;

1) Terkadang ada fungsi yang tidak kontinu di titik c karena f(c)

tidak terdefinisi.Tetapi, jika fungsi f mempunyai limit L di titik c maka dapat

didefinisaikan fungsi baru yang didefinisikan sebagai

berikut:

Maka F kontinu di titik c.

2) Misalkan fungsi tidak mempunyai limit di titik c, maka tidak dapat

dibuat fungsi yang kontinu di titik c dan didefinisikan

sebagai berikut:

Untuk membuktikan pernyataan di atas andaikan . Bukti

selengkapnya diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Contoh 4.6

1) Misalkan . Karena tidak ada, maka kita tidak

dapat memperluas fungsi g(x) di titik x = 0.

Page 70: Lecture Note Analisis i 2

2) Misalkan . Karena f(0) tidak terdefinisi dan f tidak

kontinu di titik x = 0 tetapi , maka kita dapat memperluas

fungsi f(x) menjadi yang didefinisikan sebagai berikut:

.

Sehingga F kontinu di x = 0.

4.2 Sifat-sifat Fungsi Kontinu

Misalkan . Pada definisi 3.12 telah dibahas tentang

penjumlahan (f + g), selisih (f - g), perkalian dua fungsi (fg), dan perkalian fungsi

dengan skalar (bf) serta pembagian (f / h) dengan . Berikut ini

akan membahas penjumlahan, selisih, perkalian dua fungsi, dan perkalian fungsi

dengan skalar serta pembagian fungsi kontinu.

Teorema 4.7.

Misalkan . Misalkan dan f dan g kontinu di titik c,

a) Maka f + g, f - g, fg, bf kontinu di titik c.

b) Jika kontinu di dan jika maka f /h

kontinu di titik c.

Bukti:

a). Untuk membuktikan teorema di atas, dibagi menjadi dua kasus :

1. Jika c bukan titik timbun A

2. Jika c titik timbun A, f kontinu di titik c, dan g kontinu di titik c maka

dan . Sehingga

Page 71: Lecture Note Analisis i 2

Akibatnya (f + g) kontinu di titik c.

Teorema 4.8.

Misalkan . Misalkan dan f dan g kontinu pada A,

a) Maka f + g, f - g, fg, bf kontinu pada A.

b) Jika kontinu pada A dan jika maka f /h

kontinu di pada A.

Teorema 4.9.

Misalkan , dan misalkan | f | didefinisikan sebagai

.

a) Jika f kontinu di titik maka | f | kontinu di titik c.

b) Jika f kontinu pada A maka | f | kontinu pada A.

Bukti teorema 4.8 dan 4.9 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Teorema 4.10.

Misalkan , dan misalkan didefinisikan

sebagai

a) Jika f kontinu di titik maka kontinu di titik c.

b) Jika f kontinu pada A maka kontinu pada A.

Bukti.

a) Ambil sebarang. Misalkan . Jika maka .

Karena f kontinu di maka

atau

.

Sekarang misalkan dan . Karena Karena f kontinu di

maka .

Perhatikan bahwa berlaku

Page 72: Lecture Note Analisis i 2

Jadi terbukti kontinu di titik c. ■

Pada teorema 4.7 membahas tentang perkalian dua fungsi kontinu adalah

kontinu. Selanjutnya akan dibahas tentang komposisi fungsi kontinu.

Komposisi Fungsi Kontinu

Teorema 4.11.

Misal . Jika f kontinu di titik dan g

kontinu pada maka kontinu di titik c.

Teorema 4.12.

Misal . Misalkan f kontinu pada A dan g

kontinu pada B . Jika maka kontinu pada A.

Bukti teorema 4.11 dan 4.12 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

4.3 Fungsi Kontinu pada Interval

Definisi 4.13.

Misal . f dikatakan terbatas pada A jika .

Dari definisi di atas dapat dikatakan suatu fungsi dikatakan terbatas jika range

fungsi tersebut terbatas di . Ingat bahwa fungsi kontinu tidak selalu terbatas,

contohnya pada , f kontinu pada A tetapi tidak

terbatas pada A.

Jika juga f kontinu pada B tetapi f tidak terbatas

pada B. Sedangkan jika f kontinu pada C dan f

terbatas pada C, meskipun C tidak terbatas.

Page 73: Lecture Note Analisis i 2

Teorema 4.14 (Keterbatasan).

Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan kontinu pada I.

Maka f terbatas pada I.

Bukti:

Andaikan f tidak terbatas pada I, maka . Karena I

terbatas maka X = (xn) terbatas, sehingga menurut teorema Bolzano-Weistrass

ada subbarisan yang konvergen, sebut yang konvergen ke x. Karena

maka menurut teorema .

Dari hipotesis di atas diketahui f kontinu pada I, sehingga menurut teorema 4.3

konvergen ke f(x). Menurut teorema suatu barisan konvergen adalah

terbatas, maka terbatas. Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa

. Jadi pengandaian salah haruslah f terbatas pada I.■

Definisi 4.15

Misalkan . f mempunyai maksimum absolut pada A jika ada

dan f mempunyai minimum absolut pada A

jika ada .

x* disebut titik maksimum absolut dan disebut titik minimum absolut.

Teorema 4.16 (Maksimum-Minimum).

Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan kontinu pada I.

Maka f mempunyai maksimum absolut dan minimum absolut pada I.

Bukti :

Misalkan . Karena I interval tertutup terbatas maka f(I) juga

terbatas pada , sehingga f(I) mempunyai supremum dan infimum, sebut s* =

sup f(I) dan . Akan dibuktikan .

Karena s* = sup f(I) maka bukan batas atas f(I). Sehingga

.

Page 74: Lecture Note Analisis i 2

Karena I terbatas maka X = (xn) juga terbatas, sehingga menurut Teorema

Bolzano-Weistrass ada subbarisan yang konvergen ke x*. Karena f

kontinu di x* maka sehingga .

Karena maka menurut teorema apit

. Sehingga .

Akibatnya f(x) mempunyai absolut maksimum. ■

Teorema 4.17 (Lokasi Akar).

Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan kontinu pada I. Jika

atau maka

.

Bukti dari teorema lokasi akar diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Teorema 4.18 (Niai Tengah Bolzano’s).

Misal I = [a,b] interval dan misalkan kontinu pada I. Jika dan jika

yang memenuhi maka .

Bukti:

Misal dan , .

Misalkan a < b dan misalkan g(x) = f(x) – k. Karena maka

. Karena f(x) kontinu pada I maka g(x) juga kontinu pada I,

sehingga menurut teorema lokasi akar

.Jadi f(c) = k.

Misalkan b < a dan misalkan h(x) = k - f(x). Karena maka

. Karena f(x) kontinu pada I maka h(x) juga kontinu pada I,

Page 75: Lecture Note Analisis i 2

sehingga menurut teorema lokasi akar

.Jadi f(c) = k. ■

Akibat 4.19.

Misal I = [a,b] interval tertutup terbatas dan misalkan kontinu pada I. Jika

yang memenuhi maka .

4.4 Kekontinuan Seragam

Definisi 4.20.

Misalkan f dikatakan kontinu seragam pada A jika untuk

.

Selanjutnya akan dibicarakan beberapa kriteria ketakkontinuan seragam, salah

satunya dengan menggunakan barisan.

Definisi 4.21 (Ketak Kontinuan Seragam).

Misalkan Pernyataan berikut ekuivalen :

1) f tidak kontinu seragam pada A

2)

3)

Dari definisi kekontinuan fungsi jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A maka

f kontinu di setiap titik dari A. Tetapi jika f kontinu di setiap titik dari A tidak

mengakibatkan f kontinu seragam pada A. Contohnya misalkan

. Fungsi g kontinu pada A ( lihat contoh ), tetapi g

tidak kontinu seragam pada A karena dengan mengambil

dan

.

Page 76: Lecture Note Analisis i 2

Selanjutnya jika f kontinu pada suatu interval tertutup terbatas, sebut I maka f

kontinu seragam pada I.

Teorema 4.22 (Kekontinuan Seragam).

Misalkan I adalah interval tertutup terbatas, dan kontinu pada I maka f

kontinu seragam pada I.

Bukti dari teorema 4.22 diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Pada teorema 4.22 suatu fungsi kontinu akan kontinu seragam jika intervalnya

tertutup dan terbatas. Apabila intrervalnya tidak tertutup dan terbatas akan sulit

menentukan kekontinuan seragam. Untuk itu diperlukan kondisi lain, yaitu

kondisi Lipschitz .

Definisi 4.23 (Fungsi Lipschitz).

Misalkan Jika maka

f dikatakan fungsi Lipschitz pada A atau memenuhi kondisi Lipschitz.

Teorema 4.24.

Jika dan f fungsi Lipschitz maka f kontinu seragam pada A.

Bukti:

Ambil sebarang.

Misalkan f fungsi Lipschitz maka .

Akan ditunjukkan f kontinu seragam pada A atau

.

Pilih , sehingga .

Jadi f kontinu seragam pada A. ■

Kebalikan dari teorema di atas tidak benar, artinya tidak setiap fungsi kontinu

seragam adalah fungsi Lipschitz. Contohnya, misalkan

. Menurut teorema 4.10 g kontinu pada I, sehingga

Page 77: Lecture Note Analisis i 2

menurut teorema 4.22 g kontinu seragam pada I. Tetapi g bukan fungsi Lipschitz

karena tidak ada .

Contoh 4.25.

1. Misalkan f(x) = x2 pada A = [0,b] dengan b konstanta positif. Tunjukkan

bahwa f kon tinu seragam.

Jawab:

Ambil sebarang. Perhatikan bahwa

.

Sehingga dengan mengambil K = 2b , f merupakan fungsi Lipschitz. Menurut

teorema 4.24 f kontinu seragam.

2. Misalkan . Tunjukkan bahwa g kon tinu seragam.

Jawab:

Ambil sebarang. Perhatikan bahwa

.

Sehingga dengan mengambil K = ½ , g merupakan fungsi Lipschitz. Menurut

teorema 4.24 g kontinu seragam.

4.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers

Definisi 4.26.

Misalkan f dikatakan naik pada A jika dan maka

.

f dikatakan naik sejati pada A jika dan maka .

Misalkan f dikatakan turun pada A jika dan maka

.

f dikatakan naik sejati pada A jika dan maka .

Jika naik pada A maka g = -f turun pada A, sedangkan jika

turun pada A maka g = -f naik pada A.

Page 78: Lecture Note Analisis i 2

Fungsi yang monoton belum tentu konitnu, sebagai contoh

Misalkan

Pada fungsi di atas, f naik pada [0,2] tetapi tidak kontinu di x = 1.

Teorema 4.27.

Misal f naik pada I. Misal dimana c bukan titik ujung dari I,

maka

Bukti:

(i). Ambil sebarang.

Misalkan dan x < c. Karena f naik maka . Sehingga

terbatas di atas oleh f(c). Karena

terbatas di atas maka mempunyai supremum,sebut

.

Maka bukan batas atas , sehingga

dimana

Pilih maka dan .

Akibatnya jika atau

untuk .

Karena sebarang, maka dapat disimpulkan

.

(ii). Buktinya di serahkan kepada pembaca sebagai latihan. ■

Akibat 4.28.

Misal f naik pada I. Misal dimana c bukan titik ujung dari I,

maka pernyataan berikut equivalent:

a) f kontinu di c

b)

Page 79: Lecture Note Analisis i 2

c)

Misal I interval dan f fungsi naik. Misal a titik ujung kiri dari I, dan f

kontinu di a jika dan hanya jika atau f kontinu pada

a jika dan hanya jika .

Misal I interval dan f fungsi naik. Misal b titik ujung kanan dari I, dan f

kontinu di b jika dan hanya jika atau f kontinu

pada b jika dan hanya jika .

Soal-Soal

12. Misalkan dan , f kontinu pada c. Buktikan jika

.

13. Misalkan . Buktikan bahwa f(x) kontinu di di .

14. Misalkan f kontinu pada c, . Buktikan

.

15. Misalkan

Tentukan di titik mana g kontinu.

16. Tentukan di titik mana fungsi berikut kontinu

17. Misalkan dan K > 0 yang memenuhi

. Buktikan bahwa f kontinu di setiap titik

.

Page 80: Lecture Note Analisis i 2

18. Misalkan , dan misalkan | f | didefinisikan sebagai

. Buktikan jika f kontinu di titik maka | f |

kontinu di titik c.

19. Misalkan dan f kontinu pada A. Jika f n didefinisikan sebagai

, buktikan bahwa f n kontinu pada A.

20. Berikan contoh fungsi f dan g yang tidak kontinu di titik c, tetapi (f + g) dan

(fg) kontinu di titik c.

21. Berikan contoh fungsi yang tidak kontinu di setiap titik dari [0,1],

tetapi |f| kontinu pada [0,1].

22. Misal I = [a,b] dan misalkan kontinu pada I dimana .

Buktikan .

23. Misal I = [a,b] dan misalkan kontinu pada I dimana

. Buktikan .

24. Buktikan teorema 4.17

25. Buktikan teorema 4.22

26. Misal I = [a,b] dan misalkan kontinu pada I , dan misalkan

. Misalkan dan w = sup{W}.

Buktikan f(w) = 0.

27. Misalkan . Tunjukkan bahwa g kon tinu seragam

pada A.

28. Misalkan dengan a konstanta positif. Tunjukkan bahwa

g kon tinu seragam pada A.

29. Buktikan jika f kontinu seragam pada A maka f terbatas pada A.

30. Misalkan f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f(x) dan g(x) kontinu

seragam pada , tetapi (fg)(x) tidak kontinu seragam pada .

31. Misalkan . Tunjukkan bahwa g kon tinu seragam pada

A, tetapi g tidak kontinu seragam pada .

32. Gunakan kriteria ketakkontinuan seragam pada fungsi berikut:

Page 81: Lecture Note Analisis i 2

33. Buktikan jika f dan g kontinu seragam pada maka kontinu seragam

pada .

34. Misalkan . Misalkan dan f dan g

kontinu di titik c, buktikan (f + g), f - g, fg, bf kontinu di c dengan

menggunakan definisi fungsi kontinu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bartle, R. G., Sherbert, D. R., Introduction to Real Analysis, John Wilwey &

Sons, Inc., Third Edition, 2000.

2. DePree, J., Swartz, C., Introduction to Real Analysis, John Wilwey & Sons,

Inc., 1988.

3. Goldberg, R. R., Methods of Real Analysis, John Wiley & Sons, Second

Edition.