learning objective blok 4.3 minggu 1

31
Pengertian dan Faktor Faktor Terjadinya Bencana Bencana adalah Suatu kejadian alam dikatakan sebagai bencana (disaster) apabila mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan masyarakat. Penebangan hutan menjadi penyebab utama bencana banjirNamun apabila kejadian alam itu tidak sampai mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, apalagi kerugian harta benda dan kerusakan-kerusakan sarana/prasarana lain, maka kejadian alam itu disebut sebagai fenomena alam biasa. Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik oleh alam, yang masih dibagi lagi menjadi dua faktor penyebab, yakni: hazards of exogenic origin (bencana alam asal luar), dan hazards of endogenic origin (bencana alam asal dalam). Bencana yang disebabkan oleh proses alam ini adalah bencana akibat proses geologis, proses geomorfologis dan proses klimatologis, yang mengakibatkan bencana alam. Bencana alam sebenarnya merupakan proses alam dengan intensitas yang melebihi normal, seperti: gempa bumi, letusan gunung api, longsoran, dan gelombang badai. Dari bencana alam-bencana alam tersebut di atas, yang termasuk di dalam bencana asal luar (hazards of exogenic origin), adalah: 1. Banjir 2. Erosi 3. Gerakan tanah 4. Debris avalanches 5. Kekeringan Sedangkan yang termasuk dalam bencana asal dalam (hazards of endogenic origin), adalah: 1. Gempa bumi 2. Gelombang pasang (tsunami) 3. Letusan gunung api (hujan abu, aliran lahar) Adapun bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia (hazards of anthropogenic origin), adalah: Degradasi lingkungan Penggundulan hutan yang berakibat pada bencana kekeringan, erosi/banjir Gempa bumi akibat pembangunan dam

Upload: jayantiranti

Post on 02-Oct-2015

250 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Management Bencana

TRANSCRIPT

Pengertian dan Faktor Faktor Terjadinya BencanaBencana adalah Suatu kejadian alam dikatakan sebagai bencana (disaster) apabila mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan masyarakat. Penebangan hutan menjadi penyebab utama bencana banjirNamun apabila kejadian alam itu tidak sampai mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, apalagi kerugian harta benda dan kerusakan-kerusakan sarana/prasarana lain, maka kejadian alam itu disebut sebagai fenomena alam biasa. Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik oleh alam, yang masih dibagi lagi menjadi dua faktor penyebab, yakni: hazards of exogenic origin (bencana alam asal luar), dan hazards of endogenic origin (bencana alam asal dalam). Bencana yang disebabkan oleh proses alam ini adalah bencana akibat proses geologis, proses geomorfologis dan proses klimatologis, yang mengakibatkan bencana alam. Bencana alam sebenarnya merupakan proses alam dengan intensitas yang melebihi normal, seperti: gempa bumi, letusan gunung api, longsoran, dan gelombang badai. Dari bencana alam-bencana alam tersebut di atas, yang termasuk di dalam bencana asal luar (hazards of exogenic origin), adalah:1. Banjir2. Erosi3. Gerakan tanah4. Debris avalanches5. KekeringanSedangkan yang termasuk dalam bencana asal dalam (hazards of endogenic origin), adalah:1. Gempa bumi2. Gelombang pasang (tsunami)3. Letusan gunung api (hujan abu, aliran lahar)Adapun bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia (hazards of anthropogenic origin), adalah:Degradasi lingkunganPenggundulan hutan yang berakibat pada bencana kekeringan, erosi/banjirGempa bumi akibat pembangunan damPenurunan tanah/lahan (amblesan/tanah terban), longsoran, dan akibat ulah manusia (dalam rangka pengembangan wilayah yang tidak berwawasan lingkungan)

Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia dan PenyebabnyaKerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah. Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.

Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem.Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi kehidupan manusia. Pada tahun 2004, High Level Threat Panel, Challenges and Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari sepuluh ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German Alliance for Development Works (Alliance), United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) dan The Nature Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko bencana di suatu kawasan.Penyebab Kerusakan Lingkungan HidupPenyebab kerusakan lingkungan hidup secara umum bisa dikategorikan dalam dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Letusan gunung berapi, banjir, abrasi, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami merupakan beberapa contoh bencana alam. Bencana-bencana tersebut menjadi penyebab rusaknya lingkungan hidup akibat peristiwa alam. Meskipun jika ditelaah lebih lanjut, bencana seperti banjir, abrasi, kebakaran hutan, dan tanah longsor bisa saja terjadi karena adanya campur tangan manusia juga.Penyebab kerusakan lingkungan yang kedua adalah akibat ulah manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. Ini mengingat kerusakan yang dilakukan bisa terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, dan tanah dan lain sebagainya.Beberapa fakta terkait tingginya kerusakan lingkungan di Indonesia akibat kegiatan manusia antara lain: Laju deforestasi mencapai 1,8 juta hektar/tahun yang mengakibatkan 21% dari 133 juta hektar hutan Indonesia hilang. Hilangnya hutan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, meningkatkan peristiwa bencana alam, dan terancamnya kelestarian flora dan fauna. 30% dari 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan. Kerusakan terumbu karang meningkatkan resiko bencana terhadap daerah pesisir, mengancam keanekaragaman hayati laut, dan menurunkan produksi perikanan laut. Tingginya pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran laut di Indonesia. Bahkan pada 2010, Sungai Citarum pernah dinobatkan sebagai Sungai Paling Tercemar di Dunia oleh situs huffingtonpost.com. World Bank juga menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polutan tertinggi ketiga setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City. Ratusan tumbuhan dan hewan Indonesia yang langka dan terancam punah. Menurut catatan IUCN Redlist, sebanyak 76 spesies hewan Indonesia dan 127 tumbuhan berada dalam status keterancaman tertinggi yaitu status Critically Endangered (Kritis), serta 205 jenis hewan dan 88 jenis tumbuhan masuk KATEGORI Endangered, serta 557 spesies hewan dan 256 tumbuhan berstatus Vulnerable. Alam dan lingkungan hidup menjadi tempat tinggal dan hidup manusia. Kondisi lingkungan akan berpengaruh langsung terhadap kondisi manusia. Karena itu sudah selayaknya kita menjaga bumi satu-satunya ini dari kerusakan lingkungan.

Faktor Penyebab Bencana AlamBerikut ini merupakan beberapa Faktor Penyebab Bencana Alam1. Penyebab tsunamigempa merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa yang menyebabkannya. Gempa-gempa yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi di dasar laut, kedalaman pusat gempa kurang dari 60 Km dengan kekuatan lebih besar dari 6.0 skala richter (SR). Kecepatan penjalaran gelombang tsunami berkisar antara 50 km sampai 1000 km per jam. Pada saat mendekati pantai, kecepatannya berkurang karena adanya gesekan dasar laut. Sedangkan tinggi gelombang tsunami justru akan bertambah besar pada saat mendekati pantai. Riset tentang tsunami dapat dibagi menjadi tiga bidang utama. Pertama riset yang ditujukan untuk mengidentifikasi lokasi pusat gempa dan karakteristik gempa yang mempunyai potensi menimbulkan tsunami. Bidang ini merupakan kajian ilmu seismologi.Kedua, riset yang diarahkan untuk membuat model penjalaran tsunami dan prediksi tinggi gelombang tsunami pada saat mencapai pantai. Riset semacam ini merupakan bagian dari ilmu oseanografi.Ketiga, riset yang ditujukan untuk mencari cara-cara yang tepat dalam pemantauan tsunami dan perlindungan pantai terhadap bahaya tsunami. Riset semcam ini memerlukan keahlian dalam bidang seismologi, oseanografi, dan teknik sipil.2. Penyebab Gempa bumiKarena pergerakan magma dalam gunung berapi atau disebut gempa vulkanik. Karena pergeseran lempeng-lempeng bumi atau disebut gempa tektonik. Karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam. Karena injeksi atau akstraksi cairan dari dan ke dalam bumi. Contoh kasusnyabiasanya terjadi pada beberapa pembangkit tenaga listrik panas bumi. Karena disebabkan oleh bahan peledak atau disebabkan oleh manusia (seismitas terinduksi). 3. Penyebab kebakaran hutanMunculnya bencana asap di riau setiap tahun (periode 2000-2008) diakibatkan oleh izin pemanfaatan ruang yang diberikan terhadap perusahaan besar yang ada di provinsi riau dengan kontribusi titik api berjumlah sekitar 34748 atau 60,88%. Kebakaran Terjadi Akibat degradasi lingkungan sebagai akibat dari pemberian izin pemanfaatan ruang pada kawasan yang berkategori lindung menurut kepres 32 tahun 1990, PP 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun 2008. Jumlah Titik api yang menimbulkan asap berada pada kawasan bergambut pada periode 200-2008 dengan jumlah titik api 39.813 atau 69,76% dari total titik api. Penyebab dari kebakaran pada kawasan bergambut terjadi karena pembuatan drainase skala besar, sehingga mengganggu keseimbangan hidrologi pada kawasan gambut pada musim kemarau. Terjadinya kebakaran berulang setiap tahun mengindikasikan bahwa pengelolaan kawasan bergambut gagal dikelola sebagai kawasan budidaya.

4. Penyebab dan Ciri ciri BanjirPada dasarnya banjir itu disebabkan oleh luapan aliran air yang terjadi pada saluran atau sungai. Bisa terjadi dimana saja, ditempat yang tinggi maupun tempat yg rendah.Pada saat air jatuh kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran2 atau sugai2 dalam bentuk aliran permukaan (run off) sebagian akan masuk/meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan menguap keudara (evapotranspirasi). Sebenarnya banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah dataran abnjir, mengapa bisa alami??? Karena dataran banjir terbentuk akibat dari peristiwa banjir. Dataran banjir merupakan derah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah2 yang berasal dari hilir aliran sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertemuan2 sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yg subur bagi pertanian, mempunyai air tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan.faktor umum penyebab banjir itu ada 2 yaitu faktor alami yang saya contohkan adalah akibat adanya dataran banjir dan faktor perubahan (yang bisa terjadi secara alami maupun akibat campur tangan manusia). faktor perubahan ini di bagi dua lagi yaitu perubahan lingkungan dan perubahan masyarakat. perubahan geologi dan geomorfologi secara luas mungkin susah dideteksi dalam waktu singkat, tp menurut saya klo ngomongin skala mikro bisa dicontohkan akibat pengerukan dan penimbunan. biasanya kecoak dan lipas pada muncul permukaan seminggu sebelum terjadi banjir. itu terjadi di tempat yang tahun ini kena banjir, padahal dulunya ga pernah banjir ciri ciri di tempat kalian bila banjir masuk , biasanya ada tanda tanda 3 hari sebelumnya.yang dapat membedakan genangan, danau, dan rawa adalah volume airnya dan lama genangan airnya.5. Penyebab dan Ciri ciri angin Putting BeliungCiri-ciri datangya angin puting beliung adalah pada waktu siang hari terlihat adanya awan putih menjulang tinggi seperti bunga kol, kemudian berkembang menjadi awan gelap yang disertai hembusan udara dingin, dan angin mulai menggoyangkan pepohonan ke kiri dan ke kanan, tidak lama kemudian angin semakin cepat dan diikuti hujan lebat dan terkadang disertai hujan es. Terlihat di awan hitam pusaran angin berbentuk seperti kerucut turun menuju tanah (bumi).

Management BencanaBencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia maupun dari segi materi, ekonomi, atau lingkungan dan melampaui batas kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.(United Nations International Strategy for Disaster Reduction-UN ISDR, 2004)1. AKTIFITAS PADA SETIAP FASE SIKLUS MANAJEMEN BENCANA (SMB)Menurut Warfield, manajemen bencana mempunyai tujuan: (1) Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana, (2) menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap korban bencana, dan (3) mencapai pemulihan yang cepat dan efektif. Dengan demikian, siklus manajemen bencana memberikan gambaran bagaimana rencana dibuat untuk mengurangi atau mencegah kerugian karena bencana, bagaimana reaksi dilakukan selama dan segera setelah bencana berlangsung dan bagaimana langkah-langkah diambil untuk pemulihan setelah bencana terjadi.Secara garis besar terdapat empat fase manajemen bencana, yaitu:1. Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana. Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan; pembelajaran public.2. Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menaggapi bencana. Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, system peringatan.3. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh: pencarian dan pertolongan; tindakan darurat.4. Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh: perumahan sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.Keempat fase manajemen bencana tersebut tidak harus selalu ada, atau tidak secara terpisah, atau tidak harus dilaksanakan dengan urutan seperrti tersebut diatas. Fase-fase sering saling overlap dan lama berlangsungnya setiap fase tergantung pada kehebatan atau besarnya kerusakan yang disebabkan oleh bencana itu. Dengan demikian, berkaitan dengan penetuan tindakan di dalam setiap fase itu, kita perlu memahami karakteristik dari setiap bencana yang mungkin terjadi.a. Fase MitigasiUpaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.b. PreparednessKegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur). c. ResponseJenis aktivitas respon emergensi1. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)Melakukan evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.2. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue SAR)Malakukan pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.3. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)Melakukan penilaian terhadap bencana yang terjadi4. Respon dan Pemulihan (Response and relief)Memberikan respond an pemulihan terhadap korban bencana5. Logistik dan suplai (Logistics and supply)Manyalurkan bantuan logistik kepada korban bencana6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and information management)Memberikan informasi dan komunikasi kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana7. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and coping)Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu Hamil, anak-anak dan orang Manula8. Keamanan (Security)Mamberikan pelayanan keamanan terhadap korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.9. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations management)Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada saat terjadinya bencanad. RecoverySecara garis-besar, kegiatan-kegiatan utama pada tahap ini antara lain, mencakup:1. Pembangunan kembali perumahan dan lingkungan pemukiman penduduk berbasis kebutuhan dan kemampuan mereka sendiri dengan penekanan pada aspek sistem sanitasi lingkungan organik daur-ulang.2. Penataan kembali prasarana utama daerah yang tertimpa bencana, khususnya yang berkaitan dengan sistem produksi pertanian.3. Pembangunan basis-basis perekonomian desa dengan pendekatan penghidupan berkelanjutan, terutama pada kedaulatan dan keamanan pangan dan ketersediaan energi yang dapat diperbaharui (renewable energy); serta perintisan model sistem kesehatan yang terjangkau dan efektif.2. Lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang aktif dalam PB dan pada Fase mana perannya yang paling menonjol.Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya.Contoh lembaga/Institusi (Pemerintah dan non-pemerintah, NGO) yang aktif dalam PB antara lain adalah :a. Dinas SosialDinas Sosial terlibat di semua fase. Namun pada saat ini sendiri sangat menonjol dalam fase response. Pada saat fase response yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah :1. Mengerahkan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) untuk sesegera mungkin mencari informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk tahap penyaluran bantuan.2. Dari data dan informasi yang diterima, Dinas Sosial mengeluarkan bantuan sesuai dengan bencana yang terjadi. Diutamakan prinsip tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah.3. Bantuan kemudian disaluran sesegera mungkin dengan kerjasama bersama Dinas Sosial Kab./Kota dan Tagana setempat.4. Untuk pengungsi, segera diarahkan menuju titik-titik pengungsian dan segera dibangun tenda-tenda atau shelter.b. T N IKeterlibatan TNI sesuai Pasal 25 ayat 1 Pada saat keadaan darurat bencana, kepala BNPB dan kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik dan instansi lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap daruratKeterlibatan TNI lebih menonjol pada fase respon dan recovery. Seperti melakukan evakuasi, pencarian mayat, pendirian shelter-shelter, jembatan bailey, menembus daerah isolasi, manajemen logistik pada saat tanggap darurat.3. PERAN MASYARAKAT (INDIVIDU/LEMBAGA) PADA SETIAP FASE SMBUntuk mengurangi, mencegah dan menanggulangi bencana yang mungkin terjadi atau berulang, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu melakukan pengurangan resiko bencana atau manajemen resiko. Pengurangan Resiko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Tujuan agar komunitas mampu mengelola resiko, mengurangi, maupun memulihkan diri dari dampak bencana tampa ketergantungan dari pihak luar.a.Mitigasi-Masyarakat berperan aktif menciptakan lingkungan yang aman dari bencana. Contohnya ;oMembangun rumah yang sesuai standar ketahan gempa;oAdanya kesadaran masyarakat untuk tidak tinggal di daerah yang rawan bencana.oMasyarakat memahami dengan baik safety rule yang sudah diprogram oleh pemerintahb.Preparedness-Mengikuti kegiatan drill dan pelatihan-pelatihan penguatan kapasitas kebencanaan.-Terlibat aktif dalam pembuatan jalur evakuasi.c.Response-Masyarakat sebagai relawan donatur, penyumbang tenaga dan keahlian serta penyedia fasilitas yang diperlukan dalam penanggulangan bencana.-Sebagai pemimpin dalam penanganan bencana.-Sebagai manajer logistik.-Menggerakkan elemen lokal dalam penanggulangan bencana.d.Recovery-Terlibat langsung dalam rehab rekon.-Mendukung program pemerintah dalam rehab rekon.4.PERAN PROGRAM S2 KEBENCANAAN DALAM SETIAP FASE SMBa.Mitigasi-Ikut memberi sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pengurangan resiko bencana.-Melakukan penelitian dan riset terkait kebencanaan dan karakteristiknya di daerah yang berbeda.-Membuat pemetaan untuk daerah-daerah rawan bencana.-Mengidentifikasi kelompok-kelompok rentan di daerah rawan bencana.-Belajar yang rajin.b.Preparedness-Sebagai fasilitator dalam pelatihan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, berbasis sekolah, dan lain-lain, contohnya;oGempa dan Tsunami drill-Melakukan kerjasama dengan pemerintah ataupun dengan lembaga-lembaga lainnya.-Terlibat aktif dalam pembuatan jalur evakuasi.c.Response-Terjun langsung sebagai relawan, baik sebagai pelaksana, pimpinan, maupun pembuat kebijakan.-Menjadi penghubung antara instansi atau lembaga pemerintahan dengan masyarakat.d.Recovery-Berperan sebagai fasilitator-Melakukan kegiatan-kegiatan psikososial

Apakah Manajemen Bencana?University of Wisconsin mendefinisikan manajemen bencana sebagaithe range of activities designed to maintain control over disaster and emergency situation and to provide a framework for helping at-risk persons to avoid or recover from the impact of disaster. Disaster management deals with situation that occurs prior to, during, and after the disaster.(serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang rentan-bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut. Manajemen bencana berkaitan dengan situasi yang terjadi sebelum, selama, dan setelah bencana).Universitas British Columbia merumuskan definisi bencana(disaster)dengan memperhatikan tiga hal.Pertama, bencana dipertentangakan dengan darurat(emergency). Bencana tidak sama dengan emergensi. Istilah emergensi biasanya dikaitkan dengan bencana mini, seperti kebakaran, robohnya sebuah rumah, dan sejenisnya. Sedangkan bencana dikaitkan dengan kejadian yang tidak biasa, sulit direspon, dan dampaknya bisa sampai beberapa generasi.Kedua,bencana dikaitkan dengan kemampuan mereka yang mengalami bencana untuk mengatasinya. Sesuatu disebut bencana bila yang mengalami masalah atau masyarakat lokal tidak mampu menanganinya. Oleh karena itu, perlu keterlibatan masyarakat secara regional atau nasional, bahkan internasional.Ketiga,bencana berkaitan dengan isu yang luas, bukan saja masalah ekonomi, tetapi masalah sosial, ekologi, bahkan merambah ke wilayah politik. Ketidakmampuan menangani bencana bisa berakibat fatal terhadap kepercayaan masyarakat kepada penguasa.Dengan demikian, Universitas British Columbia mendefiniskan manajemen bencana(disaster)sebagaiprocess of forming common objectives and common value in order to encourage participants to plan for and deal with potential and actual disaster( proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama(common value)untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan) untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun aktual).Tujuan Manajemen BencanaPada prinsipnya, manajemen dilakukan sejak sebelum bencana terjadi, bukan pada saat dan setelah bencana menimpa. Tujuan manajemen bencana yang baik adalah:1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara melalui tindakan dini (sebelum bencana terjadi).Tindakan ini termasuk pencegahan. Tindakan ini efektif sebelum bencana itu terjadi. Dalam kaitan bencana gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta, atau tsunami di Aceh, tindakan ini sudah terlambat. Tetapi tindakan ini masih tetap efektif untuk mengantisipasi bencana yang bisa terjadi di kemudian hari, termasuk bencana yang mungkin lebih besar akibat ulah Gunung Merapi.Tindakan penghindaran biasanya dikaitkan dengan beberapa upaya. Pertama, penghilangan kemungkinan sebab. Kalau bencana itu bisa disebabkan oleh kesalahan manusia, tindakan penghilangan sebab tentunya bisa dilakukan. Tetapi hal ini akan sulit bila penyebabnya adalah alam yang memiliki energi di luar kemampuan manusia untuk melakukan.Pergeseran lempeng bumi yang menyebabkan gempa bumi tektonik, misalnya, merupakan sebab yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh manusia. Belum ada satu teknologi yang mampu menghambat pergeseran lempeng bumi, atau mengatur pergeseran supaya bergerak pelan-pelan dan tidak menimbulkan getaran hebat.Oleh karena itu, tindakan penghindaran bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi, yang dapat mewujudkan bencana. Contoh kondisi yang dimaksud adalah struktur bangunan. Kondisi bangunan yang baik bisa meminimalisasi atau menghilangkan risiko bencana.Struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa menyebabkan bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga kerugian manusia, fisik, ekonomi, dan lingkungan bisa dihindari.2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi.Tindakan meminimalisasi kerugian akan efektif bila bencana itu telah terjadi. Tetapi perlu diingat, piranti tindakan meminimalisasi kerugian itu telah dilakukan jauh sebelum bencana itu sendiri terjadi. Contoh, bencana alam dengan cepat akan menimbulkan masalah pada kesehatan akibat luka parah, bahkan meninggal. Maka tindakan minimalisasi yang harus dilakukan sejak dini adalah penyebaran pusat-pusat medis ke berbagai wilayah, paling tidak sampai ke tingkat kecamatanan.Di Inggris, pemadam kebakaran disebar hingga ke tingkat distrik dan kota (setara dengan kabupaten) dengan koordinasi di tingkat county (setara dengan propinsi). Bila terjadi bencana kebakaran di satu lokasi, pemadam kebakaran di berbagai daerah bisa dengan cepat dikerahkan sehingga kerugian bisa diminimalisasi.3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana.Ada juga yang menyebut tindakan ini sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya bisa bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami. Bantuan tenda, pembangunan kembali perumahan yang hancur, memberi subsidi, termasuk dalam kategori ini.Tindakan yang juga termasuk kategori ini adalah pemulihan kondisi psikis individu dan masyarakat yang terkena bencana. Tujuannya adalah untuk mengembalikan optimisme dan kepercayaan diri. Dengan sikap yang positif tersebut, pemulihan individu dan masyarakat akan menjadi semakin cepat karena korban secara aktif membangkitkan diri sendiri.4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat bencana.Perbaikan kondisi terutama diarahkan pada perbaikan infrastruktur seperti jalan, listirk, penyediaan air bersih, sarana komunikasi, dan sebagainya. Dalam kasus Yoygakarta, jalan merupakan salah satu infrastruktur yang perlu mendapat perhatian sekalipun (tampaknya) tidak terlalu parah. Selain itu, berbagai fasilitas masyarakat seperti pasar, terminal, dan sejenisnya juga termasuk dalam tindakan ini untuk membuat perputaran ekonomi masyarakat kembali bergulir.5. Untuk mempercepat pemulihan kondisi sehingga individu dan masyarakat bangkit ke kondisi sebelum bencana, atau bahkan mengejar ketinggalan dari individu atau masyarakat lain yang tidak terkena bencana.Perbaikan infrastruktur tidaklah cukup. Itu hanya mengembalikan ke kondisi semula sehingga aktivitas ekonomi dan sosial berjalan sebagaimana layaknya sebuah wilayah. Daerah yang terkena bencana menjadi jauh tertinggal dibanding daerah lain.Kabupaten Bantul, misalnya, telah kehilangan banyak kesempatan untuk mengembangkan ekonominya. Itu menyebabkan pertumbuhan ekonominya akan lambat. Apa yang perlu dilakukan adalah penerapan berbagai kebijakan, termasuk kebijakan fiskal, supaya orang tertarik untuk mengembangkan wilayah tersebut.Seperti yang dilakukan pemerintah Jerman Bersatu pada saat baru menggabungkan diri antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Salah satu bentuk tindakan yang dilakukan pemerintah pada saat itu adalah memberi insentif pajak bagi perusahaan yang bersedia menanamkan laba bersih mereka di wilayah Jerman Timur.

Penguatan Peran Lembaga Penanggulangan Bencana di IndonesiaKejadian bencana gempabumi dan tsunami Aceh pada tahun 2004, gempabumi Sumatra Barat 28 maret 2005, gempabumi Bantul 27 mei 2006, gempabumi dan tsunami Mentawai dan letusan merapi 26 oktober 2010 telah menyadarkan masyarakat Indonesia terhadap kenyataan bahwa Indonesia terletak di daerah ancaman bencana. Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Akumulasi dari faktor-faktor bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Risiko merupakan fungsi dari bahaya (hazard), kerentanan dan kemampuan (IIRR, 2007). Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.Setiap elemen yang ada di masyarakat seperti Pemerintah, LSM, akademis, swasta, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan berlomba-lomba untuk berpartisipasi dalam penanggulangan bencana dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Berbagai kegiatan kelembagaan cukup efektif ketika pada masa tanggap darurat bencana. Namun seiring berjalannya waktu, lembaga-lembaga tersebut tidak lagi aktif dan terlupakan keberdaannya dan ketika bencana kembali terjadi maka lembaga-lembaga tersebut bekerja tidak seefektif dahulu. Jika kita melihat kejadian gempabumi dan tsunami Jepang pada tanggal 11 maret 2011 lalu semakin memperkuat alasan bahwa kesadaran masyarakat terutama di daerah rawan bencana menjadi agenda penting. Walaupun jumlah korban pada kejadian tersebut sangat besar yang disebabkan oleh dahsyatnya bencana. Meskipun demikian, Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki kesiapan yang sangat tinggi dalam menghadapi bencana. Hal tersebut dapat dilihat pada kualitas bangunan yang ada, sistem manajemen bencana yang rapi dan di dukung teknologi yang memadai, dan pengetahuan serta kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap bencana. Tidak mengherankan ketika kita melihat pada tayangan televisi mengenai gempabumi dan tsunami Jepang mengenai tingkah masyarakat Jepang yang tertib dan berlindung ketempat yang lebih luas dan jauh dari bangunan, tidak ada penjarahan terhadap toko makanan, anak kecil yang berada di ruangan sekolah tahu apa yang harus dilakukan dengan bersembunyi di bawah meja yang kokoh dengan bantal topi yang melekat di atas kepala dan ada pula yang berada di tempat terbuka merundukkan badannya dalam posisi sujud.Sikap dan tindakan menyelamatkan diri masyarakat Jepang telah menjadi habit, yang merupakan implementasi dari pengetahuan masyarakat Jepang yang matang dalam menghadapi bencana. Hal inilah yang juga harus dicapai oleh masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana.Bagaimana sistem penanggulangan bencana di Indonesia?. Sistem nasional penanggulangan bencana adalah adalah sistem pengaturan yang menyeluruh tentang kelembagaan, penyelenggaraan, tata-kerja dan mekanisme serta pendanaan dalam penanggulangan bencana, yang ditetapkan dalam pedoman atau peraturan dan perundangan. Sistem nasional PB ini terdiri dari komponen-komponen, yaitu: hukum, peraturan dan perundangan, kelembagaan, perencanaan, penyelenggaraan PB, pengelolaan sumberdaya, serta pendanaan (Triutomo, 2007). Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah:(1) Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif dimulai dari pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi.(2) Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi.(3) Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana. Berbagai kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pendirian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masih akan dilengkapi dengan berbagai peraturan pelaksanaan. Sementara proses pengembangan kebijakan sedang berlangsung, proses lain yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa provinsi dan kabupaten/kota mulai mengembangkan kebijakan, strategi, dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah pengembangan kebijakan di tingkat nasional. Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan peraturan yang ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam menanggulangi bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah.

Operasi penanggulangan bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan berkelanjutan. Sistem penanggulangan bencana di Indonesia didasarkan pada kelembagaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada waktu yang lalu, penanggulangan bencana dilaksanakan oleh satuan kerja-satuan kerja yang terkait. Dalam kondisi tertentu, seperti bencana dalam skala besar pada umumnya pimpinan pemerintah pusat/daerah mengambil inisiatif dan kepemimpinan untuk mengkoordinasikan berbagai satuan kerja yang terkait. Dengan dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka terjadi berbagai perubahan yang cukup signifikan terhadap upaya penganggulangan bencana di Indonesia, baik dari tingkat nasional hingga daerah yang secara umum, peraturan ini telah mampu memberi keamanan bagi masyarakat dan wilayah Indonesia dengan cara penanggulangan bencana dalam hal karakeristik, frekuensi dan pemahaman terhadap kerawanan dan risiko bencana.Dalam sistem baru yang di atur UU No. 24 tahun 2007 jelas disebutkan mengenai peran masyarakat, namun belum menyebutkan dan atau mengatur pengorganisasian lembaga kemasyarakatan dalam penanggulangan bencana. Tidak ada satupun perangkat hukum atau aturan apapun mengenai hal ini. Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana tersebut sama sekali tidak menyinggung soal peran organisasi kemasyarakatan (masyarakat sipil) dalam kebencanaan. Undang-undang ini menyinggung peran perusahaan swasta dan lembaga asing termasuk PBB. Padahal masyarakat umum melalui organisasi-organisasi masyarakat sipil bisa melakukan berbagai langkah upaya penanggulangan bencana bahkan pengurangan risiko bencana. Bahkan peraturan pemerintah dibidang peran lembaga asing sudah ada. Tapi Peraturan Pemerintah (PP) tentang peran masyarakat sipil tidak bisa dikeluarkan karena memang tidak disinggung di undang-undang.Jika penanggulangan masyarakat sudah dilibatkan dalam penanggulangan bencana, akan bisa menghindari penyalahgunaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat luas. Bantuan yang disalurkan juga lebih efisien artinya bisa cepat sampai. Dan efektif artinya sesuai atau cocok dengan kebutuhan nyata masyarakat dan tepat sasaran. Selain itu, bantuan yang disalurkan akuntabel, yang berarti bisa dipertanggung-jawabkan atau ada kesesuaian antara bantuan yang diberikan dan belanja. Juga ada transparasi atau keterbukaan dalam penyaluran dalam berbagai bentuknya.Adapun sistem penanggulangan bencana Indonesia setelah keluarnya UU No 24 tahun 2007 adalah sebagai berikut:Selama ini lembaga pemerintah yang eksis terlihat pada setiap kondisi tanggap darurat ketika terjadi bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Departemen Sosial (DEPSOS), dan Palang Merah Indonesia (PMI). Pada masing-masing lembaga ini jika ditilik memiliki kewenangan yang berbeda. Menurut UU No 24 tahun 2007 pasal 13 bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai fungsi meliputi perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Sedangkan DEPSOS memiliki wewenang dalam memberikan bantuan. Hal ini didasarkan pada Tugas Pokok Menteri Sosial Sebagai Anggota BAKORNAS PB (PERPRES N0 83 Tahun 2005) yaitu mengkoordinasi dan mengendalikan penanggulangan Bencana Bidang Bantuan Sosial. Bantuan Sosial yang dipersiapkan DEPSOS terbagi menjadi tiga fase yaitu Pra Bencana/Kesiapsiagaan, Saat Bencana/Tanggap Darurat dan Pasca Bencana/Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Dan untuk PMI berkewajiban memberikan pertolongan dan bantuan pada fase darurat kepada yang membutuhkan secara profesional berdasarkan prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional. Kegiatan respon bencana yang diutamakan PMI meliputi evaluasi penyelamatan korban dan pertolongan pertama dengan memprioritaskan kaum rentan, seperti ibu hamil/menyusui, anak-anak, dan manula.Lembaga yang baik adalah lembaga yang paham dan sadar akan kewenangan yang berlaku. Jika kita identifikasi pada masing-masing lembaga memiliki kewenangan yang berbeda. Dari sini dapat dikatakan bahwa tugas BNPB sebagai badan koordinasi, Despsos sebagai badan implementasi sedangkan PMI siaga melakukan pertolongan pertama bagi korban bencana. Namun, dilapangan sering terlihat pada masing-masing lembaga kurang berkoordinasi dengan baik dan sering tumpang tindih terhadap kewenangan. Koordinasi dan transparasi pada tiap lembaga dalam penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baik dengan melibatkan tim di luar lembaga misalnya melibatkan masyarakat lokal yang mempunyai peran di lokasi bencana agar lembaga tidak terkesan kaku terhadap kewenangan yang dijalankan. Yang perlu dicermati adalah banyaknya lembaga yang menangani bencana dapat menimbulkan tumpang tindih dan kebingungan menyangkut domain tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan bencana. Koordinasi juga perlu ditingkatkan dengan lembaga-lembaga non-pemerintah yang juga melaksanakan tugas kebencanaan dengan menghimpun dan menyalurkan sumber daya dan bantuan bagi penanggulangan bencana. Hal ini harus dikelola dengan baik dan perlu dibangun format komunikasi dan koordinasi yang efektif sehingga tidak menjadi masalah baru dalam proses penanggulangan bencana.Indonesia dengan potensi bencana yang luar biasa besar, kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana saat ini masih jauh dari memadai. Peningkatan unit-unit UPTD masih perlu ditingkatkan sesuai kebutuhan. Semua lapisan masyarakat menginginkan lembaga penanggulangan bencana yang di dukung sumberdaya manusia (SDM) terlatih yang siap diterjunkan ke medan tersulit sekalipun. Dalam menciptakan SDM yang berkualitas dan berbagai kegiatan untuk mengurangi risiko bencana tentunya di dukung pula dengan pendanaan yang memadai dan terukur dalam APBN dan APBD. Penguatan kelembagaan di tingkat lokal hingga nasional dan koordinasi rutin berkelanjutan dapat menguatkan peran lembaga dalam penanggulangan bencana. Grand desain diperlukan dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan dan standar penanganan bencana yang cepat, tanggap, dan profesional sesuai dengan standar internasional. Misalnya pada negara maju (Australia dan Amerika), pusat penanggulangan bencana mereka bermarkas di pangkalan undara, yang dilengkapi peralatan yang memadai, bahkan beberapa didukung dengan pesawat khusus gerak cepat yang berfungsi sebagai penyuplai logistik yang dilengkapi pula rumah sakit darurat. UU 24/2007 jelas menegaskan penanggulangan bencana bukan sekadar aksi tanggap darurat. Akan tetapi juga meliputi proses yang lebih luas, yaitu mitigasi (prabencana) dan rekontruksi-rehabilitasi (pascabencana). Berbagai lembaga penanggulangan bencana harus memberikan prioritas yang proporsional terhadap ketiga tahap penanggulangan bencana tersebut, khususnya pada tahap mitigasi, rekonstruksi, dan rehabilitasi masih sering tersendat bahkan tidak jelas penanganannya (Sutjahjo, 2011)Mitigasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, mitigasi dilakukan pada tahap pra bencana (IIRR, 2007). Berkaitan dengan proses mitigasi, pemerintah harus mengoptimalkan peran partisipatif dari seluruh stakholder bencana. Misalnya dengan melibatkan institusi pendidikan seperti perguruan tinggi. Perguruan tinggi dilibatkan dengan tujuan agar dapat mendekati bencana dengan teori ilmu pengetahuan yang ada, yang sebetulnya bisa dijadikan dasar bagi kita untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan pengetahuan kebencanaan bagi masyarakat. Selain hal tersebut, dalam pelibatan perguruan tinggi dapat merumuskan peta daerah rawan bencana, penerbitan modul dan sistem informasi dalam penanganan bencana, pelatihan penanganan bencana yang berbasis komunitas dan pemulihan sosial pasca bencana. Dengan pola kerja sama yang sinergis, diharapkan peran pemerintah dalam menanggulangi bencana tidak sekadar menjadi pemadam kebakaran' jika terjadi bencana. Pemerintah dapat lebih berperan pada tahap prabencana dan mampu mengembangkan kesiagaan bencana nasional, khususnya kemampuan pengelolaan bencana.Strategi dan program pendidikan guna mengantisipasi bencana alam sekaligus membangun jaringan stakeholders yang berperan dalam program antisipasi dan pendidikan kebencanaan merupakan rumusan untuk pensinergian antara pemerintah dan stakeholder kebencanaan. Tindak lanjutnya dapat diwujudkan dengan pemberdayaan masyarakat untuk mampu beradaptasi dan bertahan hidup dengan lingkungan yang rawan bencana. Dengan strategi yang tepat, diharapkan program pendidikan untuk antisipasi bencana alam dapat dilakukan secara efektif, nantinya diharapkan masyarakat dapat lebih berdaya dan antisipatif dalam menyikapi bencana alam.

PERTOLONGAN AWAL PADA BENCANASri Sumartiningsih, S.SiAbstrakKecelakaan/kejadian bencana dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dimana saja dan dalam kondisi atau keadaan apapun. Untuk itu diperlukan penguasan ilmu pertolongan pertama di lapangan oleh semua masyarakat khususnya tenaga kesehatan masyarakat. Selain itu diperlukan juga penguasan ilmu untuk pertolongan pada korban banyak (triage) dan Pertolongan pertama psikologis dibutuhkan dilapangan pada kasus bencana, kecelakaan atau kejadian yang menimbulkan jatuhnya banyak korban, karena akan mempengaruhi langkah dan keberhasilan pertolongan selanjutnya. Pertolongan penyelamatan jiwa dilapangan merupakan prioritas utama tindakan pertolongan pada kasus-kasus bencana dan kecelakaan karena bila jiwanya tidak tertolong maka pertolongan lain jenis apapun tidak ada artinya.Kata kunci: Bencana, pertolongan pertama, triage, pertolongan psikologis.

PendahuluanKecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Kejadian ini dapat berupa suatu insiden kecil/besar atau suatu bencana yang melibatkan penderita dalam jumlah besar. Bencana yang baru akan terjadi bila para korban tidak mendapat pertolongan yang baik dengan segera. Dalam suatu peristiwa yang membutuhkan penangananan medis biasanya orang pertama yang akan memberikan pertolongan adalah mereka yang berada di tempat kejadian atau anggota keluarga penderita tersebut. Mereka berupaya memberikan pertolongan ini memiliki berbagai tingkat pengetahuan mulai dari tidak ada sampai mereka yang mungkin yang sudah terlatih. Ada waktu antra pertolongan di lapangan sampai korban dapat memperoleh pertolongan oleh tenaga medis di fasilitas kesehatan sehingga masa tenggang inilah yang harus diisi. Prinsip kemanusian yang utama adalah mengurangi penderitaan dan memberikan bantuan kepada para penderita dan sebaiknya dilakukan dalam waktu singkat. Pertlongan yang diberikan harus menjadi satu esatuan pertongan korban dari lapangan sampai perawatan lanjutan di rumah sakit.Pertolongan ini dikenal dengan pelayanan gawat darurat yang dibagi dalam dua fase:

1. fase pra rumah sakit, pada fase ini dilakukan perawatan di tempat kejadian (bencana) dengan atau tanpa melakukan transportasi penderita ke fasi1. kesehatan. Konsep dasar dari pertolongan pertama adalah memerikan bantuan hidup dasar dan mempertahankan nyawa dengan melakukan tindakan pertolongan pertama secepatnya setelah kejadian.2. fase Perawatan rumah sakit, para penderita tentunya akan dikirim ke fasilitas kesehtan yang umumnya adalah rumah sakit atau puskesmas di daerah-daerah terpencil.Perawatan kedua fase ini seharusnya tidak dibedakan. Keduanya harus saling menunjang, fase pra rumah sakit dilakukan dengan baik sehingga rumah sakit tinggal melanjutkan apa yang sudah dilakukan dan tidak mundur kembali dan kalau perlu system rujukan harus diaktifkan. System inilah yang sebenarnya dikenal dengan system pelayanan gawat darurat terpadu.

Pertolongan Korban BanyakSalah satu kejadian yang menantang bagi penolong adalah pertolongan korban banyak seperti pada bencana alam, tsunami dan kejadian lain (kecelakaan). Korban banyak dapat dinyatakan bila jumlahnya sekurang-kurangnya tiga atau jumlah korban melebihi tim penolong yang tiba pertama kali di tempat kejadian.

Peran penolong pada situasi korban banyakPeran penolong pada menit-menit awal situasi korban banya. Tugas penolong yang tiba pertama kali adalah:1. Mendirikan posko atau tempat berkumpul2. Menilai Keadaan3. Meminta bantuan4. mulai melakukan triage.Penolong yang pertama kali tiba segera melakukan triage, segera mengenali dan memilah penderita berdasarkan prioritas pertolongan berdasarkan triage.

Penilaian keadaanDalam menghadapi kasus banyak hal paling sulit bagi penolong adalah keingina untuk menolong dalam arti turun tangan menangani tuntas keadaan korban. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menilai keadaan antara lain:1. keamanan tempat kejadian2. jumlah penderita3. perlu atau tidak tindakan ekstrikasi atau peralatan khusus.4. perkiraan jumlah ambulans yang diperlukan5. factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keadaan dan sarana6. sector-sektor yang diperlukan7. tempat untuk staging seandainya diperlukan.Berikan laporan awal ke pusat, sederhana dan singkat. Berikan informasi sehingga semua pihak jelas bahwa keadaan yang dihadapi adalah keadaan khusus, korban banyak.

TriageIncident Comand System (ICS) didefinisikan sebagai suatu system yang fleksibel untuk mengelola sumber daya manusia dan sarana yang tersedia. Merupakan suatu system yang terkoordinasi dari prosedur-prosedur untuk membantu pengenalian, arah dan koordinasi sarana dan sumber dyaa tangga darurat yang ada. System tanggap darurat hanya merupaka salah satu aspek dari keseluruhan ICS. ICS dapat digunankan sebagai alat Bantu perencanaan penanganan korban banyak. Setelah posko didirikan, maka tugas berikut yang segera harus dilakukan adlaah melakukan penilaian penderita secara cepat dan menentukan prioritas pertolongan masing-masing korban, baik untuk perwatan maupun transportasi ke fasilitas kesehatan/RS untuk memperoleh perawatan sesuai dengna keadaannya. Proses ini dikenal dengan istilah triage, yang berasal dari bahasa Perancis yang berarti memilih atau mensortir, penolong, tenaga kesehatan masyarakat atau petugas yang paling berpengalaman biasanya ditugaskan sebagai petugas triage. Petugas inilah yang meminta bantuan bila diperlukan, mengarahkan anggota dan peralatan menuju korban dan tetap berada di tempat kejadian untuk mengatur dan mengkoordinasikan petugas, logistic dan kendaraan.

System triage yang ada sangat banyak, namun semuanya memiliki prioritas sama, mengutamakan penanganan korban yang walau keadaannya kritis namun harapan hidupnya baik termasuk pengirimannya ke fasilitas kesehatan. Penolong memiliki kewajiban untuk menyelamatkan korban sebanyak-banyaknya. Triage dilakukan dengan cara memilah korban secara cepat dan menggolongkan ke dalam salah satu dari empat kelompok yang ada:1. Prioritas I, prioritas tertinggi, diberikan kepada korban yang berada dalam keadaan kritis seperti gangguan pernapasan, perdarahan yang belum terkendali atau perdarahan besar, penurunan status mentall (respons). Kelompok ini dapat digolongkan sebagai cedera atau penyakit yang mengancam nyawa namun masih bias diatasi.2. Prioritas 2, Prioritas Kedua yaitu merueka yang perlu pertolongan. Beberapa keadaan ini misalnya luka baker tanpa gangguan saluran napas, nyeri hebat setempat atau nyeri pada beberapa lokasi alat gerak, termasuk, bengkak atau perubahan bentuk dan cedera punggung.3. Prioritas 3 terendah, dengan kata lain dapat ditunda. Termasuk dalam kelompok ini adalah korban yang cedera relative ringan, tidak perlu banyak dibantu, dpat menunggu pertolongan tanpa menjadi lebih parah. Misalnya mereka yang mengalami nyeri yang biasa saja pada alat gerak, sedikit bengkak dan perubahan bentuk, cedera jaringan lunak ringan. Dengan kata lain kelompok ini adalah korban cedera namun masih mampu berjalan.4. prioritas 0 atau prioritas 4, mereka yang mengalami cedera yang mematikan atau sudah meninggal, misalnya kepalanya terpisah dari tubuh atau cedera lainnya yang secara manusia sudah tidak mungkin hidup.

Tindakan triage dapat dilakukan beberapa kali. Pada saat tim bantuan tiba dilokasi, triage dpat dilakukan lebih baik lagi. Pelaksanaan triage dilapangan adalah dengan memberikan tanda korban dengan warna tertentu.Bila dilakukan pengulangan triage dan ternyata keadaan korban menunjukkan bahwa prioritasnya sudah berubah, jangan melepas tanda yang pertama. Tanda triage yang pertama dapat dicoret, lalu dipasang tanda baru.

Tanda/label triageSetelah para korban dinilai dan dipilah mereka harus ditandai agar dapat dikenali dengan cepat. Tanda triage sangat beragam baik ukuran, bentuk dan model warna. Tanda dapat terbuat dari berbagai bahan dan bentuk, mulai dari sebuah kartu berwarna saja, kartu dengan berbagai warna yang dapat ditandai, pita, pita khusus, tali berwarna dan lainnya. Bila bahan berwarna ini tidak ditemukan maka dapat dipakai bahan apa saja yang warnanya seperti warna-warna triage misalnya pakaian, pembungkus dan lainnya.

System STARTPengelompokkan yang tersebut diatas dibutuhkan pengalaman dan latar belakang medis. Sebagai penolong pertama ada suatu metode sederhana yang dapat digunakan pada triage dikenal dengan system START singkatan dari Simple Triage and Rapid Treatment.System START mengelompokkan korban menjadi 4 kelompok berdasarkan prioritas perawatan dan harapan hidup korban sesuai kondisi pada saat itu. Langkah pelaksanaan system START yaitu:1. langkah pertama korban yang dapat ditunda. Kenali dan kelompokkan para korban yang masih mampu berjalan. Arahkan mereka ke tempat yang sudah ditentukan. Kelompok ini diberi tanda HIJAU. Korban kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu proses pertolongan pertama.2. langkah kedua pemeriksaan pernafasan, para penolong menghampiri mereka yang tidak mampu berjalan. Lakukan secara sistematis jangan melompat dari satu korban ke korban lainnya, dan jangan menghabiskan waktu terlalu banyak pada satu korban.Hal pertama yang dilakukan adalah menilai pernafasan penderita. Buka jalan napas dan nilai pernafasannya. Korban yang mampu berjalan dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu mempertahankan jalan napas pada penderita yang tidak sadar. Bila korban tidak bernapas buka napas dengan jalan tekan dahi angkat dagu. Bila tetap tidak bernapas setelah jalan napas dibuka maka berikan tanda HITAM. Jika ia bernapas dihitung berapa pernafasannya. Bila mencapai 30 kali atau lebih dalam satu menit berikan tanda MERAH. Jangan hitung selama 30 detik seperti pada penilaian penderita tetapi cukup selama 5/10 detik saja (bila menggunakan 5 detik hasilnya dikalikan 12 dan bila menggunakan 10 detik hasilnya dikalikan 6 untuk mendapatkan nilai dalam 1 menit. Bila hasilnya ternyata kurang dari 30 kali permenit lanjutkan ke langkah ketiga.3. Langkah ketiga penilaian sirkulasi penolong melakukan penilaian sirkulasi dengan cara memeriksa pengisian kapiler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menekan diatas kuku ujung jari korban, ujung jari dibawah kuku akan menjadi pucat. Bila tekanan di lepas maka ujung jari akan menjadi merah kembali. Hitung berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjadi merah, bila ternyata 2 detik atau lebih berikan warna MERAH, bila kurang dari 2 detik maka lanjutkan ke kurang dari 2 detik maka lanjutkan kelangkah keempat. Adakalanya keadaan gelap sehingga sulit menilai pengisian kapiler. Metode alternative yang dapat digunakan khusus pada keadaan ini adalah dnegan memeriksa nadi radialis. Bila tidak ada korban dinyatakan MERAH, bila ada maka dilanjutkan ke langkah ke empat.4. langkah keempat penilaian mental. Bila penolong mencapai tahap ini berarti korban masih bernapas secara adekuat dan perfusinya masih baik. Pada langkah keempat ini penolong memeriksa status mental korban. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara meminta korban untuk mengikuti perintah sederhana, misalnya buka mata, gerakkan jari dan lainnya. Ketidakmampuan mengikuti perintah sederhana ini berarti bahwa status mental korban dianggap tidak normal. Korban diberikan label MERAH. Bila ternyata korban masih mampu mengikuti perintah sederhana maka korban diberi warna KUNING.Pemeriksaan penderita pada triage ini selesai setelah kita memberikan tanda triage pada korban. Tindakan selanjutnya setelah melakukan START adalah segera membawa korban sesuai dengan skala prioritasnya ke fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan tidak berarti harus membawa segera dari lokasi, namun pada beberapa keadaan dapat disiapkan suatu rumah sakit lapangan, atau daerah triage yang merupakan areal kemana para korban di bawa sebelum dievakuasi lebih lanjut ke rumah sakit. Evakuasi korban tetap dilakukan berdasarkan warna yang paling akhir diberikan kepadanya, sesuai prioritasnya mulai dari MERAH, KUNING, HIJAU dan HITAM.

Pertolongan Pertama PsikologisMerupakan pertolongan yang diberikan kepada seseorang yang mengalami krisis psikis oleh seseorang yang kebetulan berada di tempat krisis terjadi/kejadian/ bencana terjadi. Suatu pengalaman yang menimbulkan suatu krisis psikis disebut trauma psikis. Fase-fase trauma psikis/krisis psikis sebagai berikut:1. Fase syok,Disebabkan oleh kenyataan bahwa secara tiba-tiba seseorang mengalami kejadian yang tiba-tiba yang belum pernah dialami, dirasakan bahkan dipikirkan sebelumnya sehingga membuat binggung dan secara psikologis seseorang mungkin akan bereaksi secara luar biasa. Fase ini berlangsung beberapa menit spai beberapa hari.2. Fase reaksiFase dimana mulai dipahami apa yang telah terjadi dimana orang tersebut mulai bereaksi. Bahaya langsung sudah lewat, ia sudah tidak lagi bingung sehingga akan mampu bereaksi terhadap apa yang telah dialami dan akan mampu melewati krisis. Hal ini dilakukan dengan menaruh minat pada masa depan. Fase menghadapi krisis bisa berlangsung 6 8 minggu.3. Fase menghadapi krisisFase ini timbul manakala seseorang telah tebiasa dengan situasi yang ada karena telah dapat mengkonsentrasikan pikirannya pada kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menghadapi situasi yang telah dialami dan akan mampu melewati krisis. Hal ini dapat dilakukannya dengan cara menaruh minat pada masa depan. Fase ini bisa berlangsung sampai 6 bulan.4. Fase reorientasiMerupakan suatu masa sesudah krisis lewat. Pengalaman krisis tidak selalu berarti negative, namun dapat juga memberi pengalaman dan menciptakan pondasi baru bagi kehidupan dan bahkan lebih siap di masa mendatang. Bantuan apapun tidak lagi diperlukan dalam fase ini sejauh dia bisa melihat apa yang terjadi secara obyektif dan tidak merasa menderita lagi.Lama masing-masing fase sangat bervariasi tergantung dari individu, penolong dan dukungan orang-orang di sekitar.Pertolongan pertama psikologis, secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pertolongan untuk diri sendiriMerupakan pertolongna yang dilakukan kepada diri sendiri bila berada dalam keadaan krisis psikis. Dalam keadaan krisis psikis membutuhkan orang lain. Janganlah malu untuk segala reaksi yang terjadi selama masa krisis adalah alamiah/wajar. Beberapa pegangan:1) bicaralah pada orang lain,2) jangan mengisolir diri/menarik diri,3)alihkan perhatian,4) mulailah kembali mengerjakan pekerjaan anda,5) rileks,6) pergi ke dokter bila perlu.

2. Pertolongan untuk orang lainMerupakan pertolongan yang kita berikan untuk orang lain yang sedang berada dalam krisis psikis. Hati-hati jangan sampai sebagai penolong terbawa sehingga anda berada dalam krisis psikis juga. Beberapa pedoman pertolongan untuk orang lain antara lain:1) Pertolongan pertama adalah penyelamatan jiwa. Prioritas utama adalah penyelematan jiwa.2) Bersikaplah tenang dan jangan panic. Hal ini penting agar korban merasa mana sehingga proses pertolongan selanjutnya dapat berjalan dengan baik.3) Dengarkan apa kata orang yang mengalami krisis4) Kontak fisik5) Biarkan orang yang sedang mengalami krisis untuk menangis sepuasnya give your shoulder to cry on.6) Lindungi perasaannya.7) Jangan biarkan orang yang sedang mengalami krisis sendirian8) Pertimbangan umum lainnya. Misalnya jangan lupa barang bawaan, kumpulkan kembali barang-barang korban yang tercecer.

Sebelum melakukan pertolongan dilakukan dahulu informed concern. Informed = informasi, concern = ijin. Informed concern = meminta ijin untuk melakukan pertolongan. Informed concern ini bisa kepada korban, keluarga / teman korban, atau orang lain di sekitar tempat kejadian (sofwan dahlan, dr, dsf)

KesimpulanBencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja dalam kondisi/keadaan apapun. Untuk itu diperlukan ilmu pertolongan pertama oleh tenaga kesehatan masyarakat khususnya dan oleh semua masyarakat pada umumnya. Pertolongan dilakukan sesuai prosedur dan skala prioritas agar pertolongan menjadi efektif dan efisien. Pertolongan pertama psikologis dibutuhkan dilapangan karena akan mempengaruhi langkah dan keberhasilan pertongan selanjutnya.

Triase BencanaBencana baik berupa bencana yang disebabkan oleh alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia dapat saja terjadi dalam hidup manusia. Akan tetapi, kita harus bertindak semampu mungkin untuk menghindari terjadinya bencana itu dalam kehidupan kita sehari-hari yaitu dengan cara memiliki pola hidup yang sehat dan tidak merusak alam. Namun, apabila bencana tersebut muncul, manusia khususnya tenaga medik harus mampu untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut seperti mengevakuasi dan mengobati korban bencana yang sakit.Dalam penanganan korban bencana tersebut, diperlukan suatu sistem dimana terdapat proses pemilahan pasien berdasarkan urutan prioritas untuk menentukan urutan pasien tersebut mendapatkan perawatan dan transportasi, sistem tersebut bernama triase. Seorang petugas triase harus mampu untuk menilai pasien, menandai kondisi pasien dan menunjuk ke tempat apa atau bagian mana dari pasien ini dirawat. Ada dua jenis sistem triase, yaitu sistem triase dengan tiga tingkatan dan sistem triase dengan dua tingkatan.(1)Sistem triase dengan tiga tingkatan merupakan sistem triase yang paling umum dipakai. Terdapat tiga urutan prioritas dalam triase jenis ini, yang dikenal dengan singkatan START atau Simple Triage and Rapid Treatment. Kategori dalam START terdiri dari:(1)1. Prioritas-1 (Merah); pasien dengan tingkatan ini memiliki prioritas terbesar dimana pasien yang mencakup tingkatan ini adalah pasien yang memiliki cedera dengan ancaman nyawa, resiko sesak nafas atau terdapat kemungkinan dan terjadi shock, membutuhkan bantuan segera untuk tetap hidup dan memiliki kemungkinan selamat yang besar apabila dilakukan penanganan dan ditransportasikan dengan cepat. Akan tetapi pasien dengan cedera berat di kepala atau dada tidak dimasukkan dalam kategori ini karena memiliki kemungkinan selamat yang kecil.2. Prioritas-2 (Kuning); pasien dengan tingkatan ini akan ditangani dan ditransportasikan setelah pasien dengan prioritas pertama. Contohnya pasien yang memiliki cedera pada mata, luka bakar yang tidak begitu parah, deformitas pada anggota gerak, dll.3. Prioritas-3 (Hijau); pasien dengan tingkatan ini tidak memiliki cedera yang serius, memerlukan pengobatan yang minimal dan dapat menunggu pengobatan tanpa mengalami cedera yang bertambah parah.Selain kategori di atas, masih ada 1 kategori lagi yaitu prioritas-0 atau Hitam. Pasien dengan prioritas ini berarti tidak dapat dilakukan penanganan lagi seperti sudah meninggal atau memiliki cedera yang fatal, contohnya cedera di kepala dan dada yang serius.(1)Sistem triase yang satu lagi adalah sistem triase dengan dua tingkatan, dimana kategori yang pertama adalah kategori segera dimana pasien membutuhkan pertolongan segera karena cederanya dapat menyebabkan kematian tetapi dapat selamat apabila mendapat pertolongan segera dan kategori yang kedua adalah kategori ditunda dimana pertolongan yang diberikan dapat ditunda dan biasanya pasien ini memiliki cedera minor atau pasien yang memiliki cedera yang sangat serius sehingga mereka dapat meninggal meskipun mendapat pertolongan yang sangat intensif ataupun pasien yang sudah meninggal. (1)Setelah menggolongkan pasien ke dalam kategori-kategori dalam triase, diperlukan triage tags untuk mempermudah para petugas medis yang lain mengetahui kategori dari seorang pasien sehingga tindakan medis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Ada beberapa jenis triage tags, namun jenis yang paling sering digunakan adalah METTAG atau Medical Emergency Triage Tags dimana penanda yang digunakan merupakan kombinasi warna hijau, kuning, merah dan hitam, angkat 0, I, II dan III yang merupakan urutan prioritas pasien dan juga terdapat lambang-lambang dalam satu label. Lambang-lambang yang ada yaitu pisau belati yang melambangkan pasiennya sudah meninggal, kelinci melambangkan sangat diperlukan perawatan, kura-kura melambangkan perlu perawatan tetapi tidak begitu penting, dan yang terakhir ambulans yang disilang melambangkan tidak diperlukan perawatan intensif tetapi hanya memerlukan pertolongan pertama. (2)Dalam sebuah bencana, kita dapat menggunakan triase sebagai pedoman bagi kita untuk bertindak. Prinsip-prinsip triase dalam penanganan bencana adalah: (3)1. Berhenti, melihat, mendengar dan berpikir; sebelum memulai pertolongan, hendaknya kita melihat dan mendengar kondisi lalu berpikir mengenai keselamatan diri, kemampuan dan keterbatasan baru memutuskan tanggapan terhadap sebuah situasi.2. Lakukanlah triase suara untuk menilai dan mencari tahu lokasi korban serta keadaan korban. Contoh dari triase suara adalah Ini petugas medis, apabila anda bisa mendengar suara saya harap merespon atau mendekati sumber suara.3. Ikutilah rute yang sudah sistematis dari tempat berdiri dan mulailah menolong dari korban terdekat lalu ke korban-korban selanjutnya.4. Evaluasilah setiap korban berdasarkan kategori-kategori sistem triase yang telah disepakati semua pihak penolong lalu berilah label pada mereka untuk memudahkan penanganan korban.5. Tanganilah korban yang berada dalam kondisi paling kritis seperti korban dengan label merah pada METTAG, lalu diikuti dengan label-label selanjutnya; lakukanlah manajemen pada airway, breathing dan circulation lalu bleeding dan shock serta manajemen lainnya.6. Dokumentasikanlah hasil dari triase sebagai informasi mengenai lokasi korban, pendistribusian logistik dan perkiraan jumlah angka kematian berdasarkan angka kegawatan.

Akhir kata, triase merupakan sebuah proses untuk mengobati dan menangani pasien berdasarkan tingkat keparahan atau tingkat kegawatan dari seorang korban sehingga dapat menambah jumlah orang yang selama khususnya pada kondisi MCI atau Multiple Casualty Incident dimana banyak korban yang harus diselamatkan. Akan tetapi, dalam melakukan triase, selayaknya melakukan penanganan trauma atau kejadian-kejadian lainnya, janganlah lupa untuk memproteksi diri supaya tidak terkena penyakit-penyakit yang dapat membahayakan nyawa penolong.