lbm 1 modul 12

28
RIZKA NUR IKFINA SGD 16 MODUL 12 LBM 1 1. Apa hubungan sulit mengunyah makanan dan sakit waktu menelan dengan keluhan pasien? Susah menelan Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal, 1992). Proses pengunyahan dan penelanan, apalagi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan kental akan sulit dilakukan. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu (Kidd dan Bechal,1992; Amerongan,1991; Son is dkk, 1995). 2. Mengapa bisa terjadi halitosis? Klasifikasi Bau mulut Klasifikasi Halitosis Berdasarkan faktor etiologinya, halitosis dibedakan atasa halitosis sejati,(genuine) pseudohalitosis dan halitophobia. Halitosis sejati dibedakan lagi atas fisiologis dan patologi s. Halitosis fisiologis merupakan bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan, sebaliknya halitosis patologi s merupakan halitosis bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja , tetapi membutuhkan suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis. 1. Genuine Halitosis (halitosis sejati) Halitosis Fisiologis Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan. Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi patologi s yang menyebabkan halitosis. Contohnya adalah morning breath, yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya otot pipi dan lidah serta berkurangnya aliran saliva selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva dan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat gigi atau berkumur. Halitosis Patologi s LI Page 1

Upload: gagah-brillian

Post on 17-Sep-2015

79 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

lbm 1

TRANSCRIPT

RIZKA NUR IKFINA

SGD 16 MODUL 12 LBM 1

1. Apa hubungan sulit mengunyah makanan dan sakit waktu menelan dengan keluhan pasien?

Susah menelan

Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal, 1992). Proses pengunyahan dan penelanan, apalagi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan kental akan sulit dilakukan. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu (Kidd dan Bechal,1992; Amerongan,1991; Son is dkk, 1995).

2. Mengapa bisa terjadi halitosis?Klasifikasi Bau mulutKlasifikasi Halitosis

Berdasarkanfaktoretiologinya, halitosis dibedakan atasa halitosis sejati,(genuine) pseudohalitosis dan halitophobia. Halitosis sejati dibedakan lagi atas fisiologis danpatologis . Halitosis fisiologis merupakan bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan, sebaliknya halitosispatologis merupakan halitosis bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja ,tetapimembutuhkan suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis.

1. Genuine Halitosis(halitosis sejati)

Halitosis FisiologisHalitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan. Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisipatologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya adalahmorning breath,yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya otot pipi dan lidah serta berkurangnya aliransalivaselama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliransalivadan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat gigi atau berkumur.

HalitosisPatologisHali tosispatologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral higiene saja,tetapimembutuhkan suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis. Adanya pertumbuhan bakteri yang dikaitkan dengan kondisi oralhigieneyang buruk merupakan penyebab halitosispatologis intraoral yang paling sering dijumpai.Tongue coating,karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama halitosis berkaitan dengan kondisi tersebut.Infeksi kronis pada rongga nasal dan sinus paranasal, infeksi tonsil(tonsilhlith),gangguan pencernaan, tukak lambung juga dapat menghasilkan gas berbau. Selain itu, penyakit sistemik seperti diabetes ketoasidosir, gagal ginjal, dan gangguan hati juga dapat menimbulkan bau nafas yang khas. Penderita diabetes ketoasidosis mengeluartan nafas berbau aseton. Udara pernafasan pada penderita kerusakan ginjal berbau amonia dan disertai dengan keluhandysgeusi,sedangkan pada penderita gangguan hati dan kantung empedu seperti sirosis hepatis akan tercium bau nafas yang khas, dikenal dengan istilahfoetorhepaticus.

2.Pseudo Halitosis(Halitosis Semu)Pada kondisi ini, pasien merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun hal ini tidak dirasakan oleh orang lain disekitarnya ataupun tidak dapat terdeteksi dengan tes ilmiah. Oleh karena tidak ada masalah pernapasan yang nyata, maka perawatan yang perlu diberikan pada pasien berupa konseling untuk memperbaiki kesalahan konsep yang ada (menggunakan dukungan literature, pendidikan dan penjelasan hasil pemeriksaan) dan mengingatkan perawatanoral hygieneyang sederhana.

3.HalitophobiaPada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatangenuine halitosismaupun telah mendapat konseling pada kasuspseudo halitosis, pasien masih kuatir dan terganggu oleh adanya halitosis. Padahal setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan umumnya ternyata baik dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis, begitu pula dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan hasil bahwa orang tersebut menderita halitosis. Pasien juga dapat menutup diri dari pergaulan sosial, sangat sensitif terhadap komentar dan tingkah laku orang lain. Maka dari itu, diperlukan pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah kejiwaan yang melatar belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh seorang ahli seperti psikiater ataupun psikolog.

Penyebab HalitosisBau mulut (Halitosis) dapat disebabkan oleh duafaktoryaitufaktorfisiologis danpatologis.

1.Faktorfisiologis terdiri dari :

a.Kurangnya aliran ludah selama tidur

Air liur sangat penting untuk menjaga kesegaran nafas.Pengeluaran air liur akan berkurang ketika tidur, hal ini menyebabkan mulut kering dan menimbulkan bau mulut.

b.Makanan

Bau mulut dapat terjadi karena pengaruh makanan. Beberapa jenis makanan yang dapat menyebabkan bau mulut (Halitosis), diantaranya adalah makanan yang mengandung sulfur seperti bawang putih, kubis, brokoli serta makanan yang berbau khas seperti petai, jengkol, dan durian .

c.Minuman atau alkohol

Alkohol dapat mengurangi produksi air ludah sehingga mengiritasi jaringan mulut yang akhirnya semakin memperparah bau mulut.

d.Kebiasaan merokok

Merokok dapat memperburuk status kebersihan gigi dan mulut sehingga bisa memicu terjadinya radang gusi dan dapat berakibat terjadinya bau mulut (Soemantri, 2008).

e.Menstruasi

Wanita dalammasahaid (menstruasi) dapat mengalami bau mulut (halitosis) disebabkan karena sekresi air ludah dalam mulut berkurang sebagai akibat kekacauan endokrin yang pada kenyataannya menguntungkan pertumbuhan kuman anaerob, sehinggahalitosissudah pasti akan terjadi

2.Faktorpatologis terdiri dari :

a.Oral hygiene buruk

Kebersihan mulut yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinyahalitosis, misalnya karena sisa-sisa makanan yang menempel dan sulit dibersihkan terutama pada gigi berbehel.

b.Plak

Plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembangbiak diatas suatu matrik yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya.

c.Karies

Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari 4faktor yaitu:Host(penjamu),Agent(penyebab),Enviorenment(lingkungan) danTime(waktu) yang menghasilkan kerusakan pada jaringan keras gigi yang tidak bisa pulih kembali yaitu email, dentin dan sementum.

Gigi yang terserang karies (rusak atau berlubang) dapat menjadi salah satu sumber bau mulut. Lubang pada gigi tersebut dapat menjadi penyimpanan makanan yang menjaditempatkuman memperoleh media untukprosesmakanan serta menjaditempatkuman memperoleh media untukprosespembusukan dan berkembangbiak. Bau dari gigi berlubang secara langsung dapat dirasakan sendiri oleh individu yang bersangkutan.

Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah terjadinya karies gigi :

Menjaga kebersihan mulut:Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur malam serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari.

Makanan:Semua karbohidrat dapat menyebabkan kerusakan gigi,tetapiyang paling jahat adalah gula. Gula sederhana termasuk gula meja (sukrosa), gula didalam madu (levulosa dan dekstrosa), buah-buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek yang sama terhadap gigi.

Fluor:Fluor menyebabkan gigi terutama email tahan terhadap asam yang menyebabkan terbentuknya karies. Efektif mengkonsumsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan mengeras yaitu sampai usia 11 tahun.

Penambalan:Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan pada gigi belakang yang sulit dijangkau.

Terapi antibakteri:Orang-orang yang cenderung menderita karies gigi perlu diberikan terapi antibakteri. Daerah yang rusak dibuang dan semua lubang di tambal serta lekukan ditambal maka diberikan obat kumur yang kuat (chlorhexidine) selama beberapa minggu untuk membunuh bakteri didalam plak yang tersisa.

d.Bakteri

Bakteri adalah penyebab utamaHalitosis. Bakteri ini hidup dan berkembangbiak di dalam mulut dengan memakan sisa protein makanan yang melekat di celah gigi dan gusi.

Bakteri dalam ludah bukan karena kuman tersebut ikut diproduksi bersama ludah dalam kelenjar ludah,tetapioleh karena mulut selalu berhubungan dengan udara terbuka maka memudahkan masuknya berbagai kuman dari udara luar tersebut. Kuman di dalam mulut yang terbanyak adalah berada didalam plak. Kuman plak terdapat 100 kali lebih banyak dibanding yang ada dalam ludah.

e.Gingivitis

Gingivitis adalah awal penyakit gusi akibat kuman yang berada dalam plak ditandai dengan gusi merah, bengkak dan berdarah. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang menunjukkan adanya tanda-tanda penyakit/kelainan pada gingiva. Gingivitis disebabkan oleh plak dan di percepat dengan adanyafaktor-faktoriritasi lokal dan sistemik

4) Rongga hidung dan sinus, baik oleh benda asing yang tertinggal di dalam maupun dari infeksi yang menghasilkan nanah. Jika infeksi dalam sinus, pernanahan dalam sinus bisa berkepanjangan, bau yang dihasilkan sebenarnya dari rongga hidung tapi bisa terkesan dari mulut. Dibutuhkan antibiotika jangka panjang, atau irigasi sinus sampai bersih.

f.Tonsil (amandel)

Ada 2 tipe bau asal tonsil: @ infeksi tonsil, bau busuk; dikelola dengan antibiotika dan kumur kerongkongan dengan air garam. @ endapan di dalam celah (cekungan kecil) pada permukaan tonsil, serupa pengapuran; baunya tajam. Dikelola dengan kumur kerongkongan dengan air sirih disusul dengan air garam, dengan harapan dapat menyebabkan pengerutan mukosa tonsil dan mendesak endapan itu keluar, yang akan dibasuh air garam. Jika tak berhasil terpaksa harus dilakukan evakuasi (endapan dicungkil keluar dengan sonde). Sering bau dari endapan tonsil ini menjengkelkan karena berkali-kali timbul, sulit dikelola tuntas, dan baunya yang tajam dan khas itu bisa sampai menimbulkan rasa rendah diri. Dalam kondisi begini perlu pertimbangan pengambilan tonsil, terutama jika ada pembengkakan.

g.Esofagus (kerongkongan) dan lambung (maag)

Seharusnya antara esophagus dan maag ada klep yang mencegah asam lambung naik, tapi beberapa kasus ada kebocoran misalnya pada kasus hernia, atau fungsi klep terganggu misalnya pada kasus stres yang berkepanjangan atau adanya kelainan esophagus misalnya adanya kantong yang menahan sebagian makanan sebelum masuk lambung. Bau nafas menjadi nyata pada orang yang berpuasa atau beberapa jam tidak makan/minum karena asam lambung yang tidak teralirkan ke dalam usus. Pada kasus begini bau hilang ketika makan dan minum walau dalam porsi kecil saja. Bau petai dan bawang disebabkan karena sebagian hasil metabolismenya disekresi lewat air liur sehingga hanya bisa hilang dengan makan mentimun, yang sama-sama disekresi air liur sehingga bisa membantu menetralkan. Hanya saja mentimun harus segera dimakan (bersamaan) dengan petai dan bawangnya.

Kedelai dan produk kedelai (tahu, tempe) hasil metabolismenya juga bisa menimbulkan bau jika orang tidak mempunyai ensim pemecah kedelai, seperti halnya susu dan keju pada mereka yang tidak cukup ensim pemecah susu.

h.Bau karena penyakit umum

gangguan hati

infeksi jalan nafas/paru, terutama pada kasus bronki-ektasis

gangguan ginjal

diabetes

kanker

gangguan penyakit lain berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan bau mulut antara lain: a) gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, b) mukositis ulseratif nekrotisasi akut, c) penyumbatan usus, d) infeksi tenggorokan, e)sinusitis.

Stres

Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres dapat mengganggu proses kerja dari tubuh sehingga mengganggu proses metabolism tubuh dan menyebabkan tubuh rentan terhadap serangan penyakit, tidak hanya kejadian stomatitis bahkan gangguan-gangguan lainnya dapat dapat dipicu oleh stres.11

Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa fakta menunjukkan hal tersebut. Namun, stres sulit untuk diukur dan beberapa penelitian belum dapat menemukan hubungan antara sters dengan munculnya ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres) juga merupakan faktor penyebab terjadinya stomatitis.12

3. Apa hubungan keluhan pasien dengan demam? Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21445/4/Chapter%20II.pdf4. Bagaimana nomenclature gigi dan mengapa gigi itu yang terkena? Cara Zsigmondy Gigi susu

V IV III II I I II III IV V

V IV III II I I II III IV V

Gigi tetap

8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

Contoh penulisan :

V : gigi susu m2kanan atas

6: gigi tetap M1kiri bawah

Cara FID ( Federation Internationale Dentaire )Dengan menggunakan sstem 2 angka :

Gigi Tetap :

1-

2-

3-

4-

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Gigi Susu

5-

6-

8-

7-

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

Jadi :

46

: gigi tetap molar 1 kiri bawah

47

: gigi tetap molar 1 kiri bawah

48 : gigi tetap molar 1 kiri bawah

Clark, D. H, 1992, Practical Forensic Odontology, Butterworth-Heinemann Ltd, Melksham, Great Britain.Pada keadaan normal di dalam rongga mulut terdapat bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada flora kuman dan tidak menimbulkan gangguan apapun (apatogen), tapi jika daya tahan tubuh/mulut terganggu/menurun, maka flora mulut yang apatogen tadi dapat berubah menjadi patogen dan menimbulkan gangguan/menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.

Daya tahan tubuh tadi menurun karena gangguan mekanik (trauma, cedera), gangguan kimiawi, termik, defisiensi vitamin, kekurangan darah (anemi), dsb.

Misalnya karena trauma mulut maka akan terjadi lecet/luka pada mukosa mulut maka bakteri apatogen tadi dapat menjadi patogen dan menimbulkan radang pada luka/lecet tadi sehingga timbul ulser.

buku patologi : FKUI

5. Pada peningkatan vital sign apa hubungannya dengan keluhan pasien? Inflamasi( ada proses imunologi dibawa aliran darah maka HR nya harus kencang

Nafas: HR nya naik maka nafas di percepat karena butuh O2 banyak

6. Mengapa keluhan kambuh walau sudah di beri obat albotil dkk?KHASIAT

ALBOTHYL mempunyai efek selektif hanya bekerja terhadap jaringan rusak atau patologis, yaitu koagulasi dan kemudian dikeluarkan atau dilepaskan. Sedangkan epitel skuamosa yang sehat tidak dipengaruhi oleh ALBOTHYL. Pada kontak langsung, ALBOTHYL dapat mematikan flora patogen dalam vagina (bakteri, jamur, trikomonas), tetapi sebaliknya mempertahankan flora normal dan memulihkan keasaman fisiologis dari vagina. ALBOTHYL segera pula menghilangkan keluhan-keluhan subyektif penderita seperti pruntus (gatal-gatal), keputihan dan sebagainya. Bahkan ALBOTHYL mempunyai khasiat astringen (menciutkan) dan hemostatik yang kuat. Sedangkan re-epitelisasi dipercepat karena timbulnya reaksi hiperemi sekitar daerah pengobatan dan karena perangsangan granulasi dan jaringan normal. ALBOTHYL benar-benar tidak toksik ataupun menyebabkan sensitisasi dan resistensi.

INDIKASI

GinekologiVaginitis, keputihan vagina dan serviks (leher rahim) karena berbagai etiologi, ektropia dan erosi dari porsio dan serviks,servisitis. Sebagai hemostatik setelah biopsi dan pengangkatan polip di serviks, erosi uretra eksterna dan papiloma uretra,kondiloma akuminata. Luka akibat pemakaian instrumen ginekologi, untuk mempercepat proses penyembuhan setelahelektro-koagulasi.

Bedah

Menghentikan perdarahan lokal dan kapiler, mempercepat pelepasan dan pembersihan jaringan nekrotik akibat Juka bakardan luka-luka biasa.

Dermatologi

Untuk pembersihan dan stimulasi regenerasi jaringanluka/peradangan yang kronik, lesi dekubitus, ulkus kruris,kondiloma akuminata dan sebagainya.

Otorinolaringologi

Granulasi berlebihan (proliferasi) dan polip akibat pembedahanradikal. Nekrosis, proliferasi dan ekzema dari kanalis auditorius.Hemostasis pada tonsilektomi dan epistaksis (mimisan).

Stomatologi dan Odontologi

Hemostasis pada bedah endodontik, reseksi apeks, kistektomi,kuretase granuloma, pasca ekstraksi gigi. Gingivitis, dry socketstomatitis aftosa, herpes labialis, ragades, kumur-kumur.

7. Bagaimana mekanisme terjadinya ulserasi?

Ulser

Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan bakteri. Pertahanan ini disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-system). Sistem ini terdapat pada saliva atau ludah. LP system dapat berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri patogen jika tersedia ketiga komponennya. Yaitu enzim laktoperoksidase, dosianat, dan hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tak terkendali karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak.

Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat berlangsung wajar, artinya tanggapan-tanggapan tersebut secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Sebenarnya reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justeru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri. Yang menyebabkan luka atau ulkus pada jaringan itu.

Sumber : BurketsOral Medicine. Diagnosis and Treatment. 10thEdition. Glick, Greenberg8. Apa yang menyebabkan ulser tersebut tampak hiperemis disertai pendarahan spontan, terdapat pseudomembran?

Hiperemis kemerahan

Perdarahan spontan ( mukosa tipis, terus tergesek2 ( perdrahan spontan

9. Anatomi rongga mulut? Anatomi Rongga Mulut

Mulut meluas dari bibir ke sampai isthmus faucium, yaitu perbatasan mulut dengan pharyng. Dibagi menjadi vestibulum oris yaitu bagian di antara bibir dan pipi terluar dengan gusi dan gigi di dalam, cavitas oris propia yaitu bagian di antara arcus alveolares, gusi, dan geligi

Vestibulum oris adalah rongga mirip celah yang berhubungan dengan dunia luar melalui rima oris. Vestibulum berhubungan dengan cavitas oris di belakang gigi molar ke tiga pada ke dua sisi ,di atasnya dan di bawahnya vestibulum dibatasi lipatan balik membran mukosa bibir dan pipi pada gusi. Pipi membentuk dinding lateral vestibulum.

Anterior: labium superior & inferior(tertutup), rima oris (terbuka)

Lateral: lapisan mukosa yang menutupi M.buccinator

Posterior: dentist dan ginggiva

Superior dan inferior :lipatan mukosa yang menghubungkan antara labium dengan ginggiva.

Cavitas oris propia memiliki atap yang di bentuk oleh palatum durum di depan palatum molle di belakang. Dasar mulut sebagaian besar di bentuk oleh dua pertiga anterior lidah dan lipatan balik membran mukosa lidah pada gusi di atas mandibula. Pada garis tengah lipat membran mukosa yang disebut frenulum linguae menghubungkan permukaan bawah lidah pada dasar mulut. Di kiri kanan frenulum terdapat papila kecil pada puncaknya di temukan muara duktus glandula submandibularis. Dari papila rabung membran mukosa yang membulat meluas ke belakang dan lateral rabung di timbulkan oleh glandula sublingualis di bawahnya dan disebut plika sublingualis

Anterolateral: dens & ginggiva

Posterior: istmus faucium

Superior:palatum durrum ( 2/3 anterior (keras), palatum mole (1/3 poaterior)

inferior : lingua ( 2/3 anterior lidah) , 1/3 posterior di oropharinx

(Anatomi klinik R. Snell)

I. Palatum (Langit-langit)

Membentuk atap mulut dan lantai kavum nasi

Mengandung palatum durum (2/3 anterior) dan palatum mole (1/3 posterior)

A. Palatum Durum

Membentuk bagian tulang rawan antara kavum nasi dan kavum oris.

Terdiri atas prosesus palatinus osis maksillaris dan pars horisontalis osis palatini.

Mengandung foramen insisivum pada bidang median ke arah anterior, dan foramin palatina mayor dan minor ke arah posterior.

B. Palatum Mole

Merupakan plika fibromuskular yang merentang dari tepi posterior palatum durum.

Bergerak ke arah posterior berlawanan dengan didnding faring untuk menutup isthimus orofaringeal (fausial) pada waktu menelan selama berbicara.

C. Otot-Otot

OtotOrigoInsersioNervusFungsi

Tensor veli palatiniFossa skafoidea; spina sfenoidalis;kartilago tuba auditivaKait tendo yang mengelilingi hamulus pterigoidea untuk insersio pada aponeurosis palatum moleRami mandibullaris N. TrigeminusMengangkat palatum mole

Levator veli palatiniPars petrosa osis temporalis; kartilago tuba auditivaAponeurosis palatum moleN. Vagus via pleksus faringeusMengangkat palatum mole

PalatoglossusAponeurosis palatum moleSisi dorsolateal lidahN. Vagus via pleksus faringeusMengangkat lidah

PalatofaringeusAponeurosis palatum moleKartilago tiroid dan sisi faringN. Vagus via pleksus faringeusMengangkat faring; menutup nasofaring

Muskulus uvulaeSpina nasalis posterior; aponeurosis palatinaMembrana mukosa uvulaN. Vagus via pleksus faringeusMengangkat uvula

II. Lidah (Lingua)

Dilekatkan oleh otot-otot os hioid, mandibula, prosesus stiloideus dan faring.

Dibagi oleh sulkus terminalis yang berbentuk V menjadi dua bagian: 2/3 anterior dan 1/3 posterior yang berbeda perkembangannya secara struktural dan persarafannya.

Memiliki foramen sekum lingua pada apeks dari V yang menandakan tempat asal duktus tiroglossus pada waktu embrio.

A. Papilae Lingualis

Kecil, penonjolan berbentuk puting susu pada 2/3 anterior dorsum lingua.

Termasuk papilae valata, fungiformis dan filiformis.

B. Tonsila Lingualis

Merupakan kumpulan massa nodular folikel limfoid pada 1/3 posterior dorsum lingua.

C. Inervasi

Otot-otot ekstrinsik dan intrinsiknya dipersrafi oleh nervus hipoglossus, kecuali muskulus palatoglossus yang dipersarafi nervus vagus.

2/3 anterior dipersarafi nervus lingualis untuk sensasi umum dan oleh korda timpani oleh sensasi khusus (pengecap).

1/3 posteriornya dan papila valata dipersarafi nervus glossofaringeus untuk sensasi umum dan khusus.

Akarnya dekat epiglotis dipersarafi nervus laringeus internus dari nervus vagus untuk sensasi umum dan khusus.

D. Arteri Lingualis

- Berasal dari arteri karotis eksterna pada level ujung kornu mayor osis hioid pada trigonum karotikum

E. Otot-otot

Stiloglossus ( Retraksi dan elevasi lidah

Hioglossus ( Depresi dan retraksi lidah

Genioglossus ( Protrusi dan depresi lidah

Palatoglossus ( Elevasi lidah

III. Geligi-geligi dan Gusi (Gingiva)

A. Struktur Gigi-Geligi

1. Enamel(Substansi yang paling keras yang membungkus mahkota.

2. Dentin(Substansi keras yang dipelihara melalui tubuli dentalis yang halus dari barisan odontoblas ruang pulpa sentralis.

3. Pulpa(Mengisi ruang sentralis yang dilanjutkan dengan kanalis radiks dan mengandung sejumlah pembuluh darah, saraf, dan limfatik yang memasuki foramen pulpa melalui suatu foramen apikalis pada apeks radiks.

B. Bagian-bagian Gigi-Geligi

1. Mahkota (Crown)

2. Leher (Kolum)

3. Akar (Radiks)

C. Jenis Gigi-Geligi

1. Insisivus

2. Kaninus

3. Premolar

4. Molar

D. Persarafan Gigi

1. Gigi maksilaris(Rami anterior, medius dan posterior nervus maksilaris.

2. Gigi mandibularis(Ramus alveolaris inferior nervus mandibularis.

E. Persarafan Gingiva

1. Permukaan Luar

a. Gingiva maksilaris(nervi alveolaris superior posterior, medius dan anterior nervus infraorbitalis.

b. Gingivs mandibularis(nervus bukalis dan mentalis.

2. Permukaan Dalam

a. Gingiva maksilaris(nervus palatinus mayor dan nasoplatinus.

b. Gingiva mandibularis(nervus lingualis.

IV. Glandula Salivatorius

a. Glandula submandibularis

b. Glandula sublingualis

V. Nervus Otonom

(Seri Ringkasan Gross Anatomi, Kyun Won Chung, Binarupa Aksara, Jakarta:1993)

10. Pemeriksaan menentukan diagnosis?

Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan faktor 18

predisposisi juga harus dicatat.16 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi 1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh.8,11,17

Diagnosis stomatitis aftosa rekuren

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat lesi, pemeriksaan klinis, bila perlu pemeriksaan darah untuk mencari kemungkinan adanya gambaran abnormal pada MCV (mean corpuscular volume). Diagnosis stomatitis aftosa rekuren ditentukan berdasarkan riwayat rekurensi lesi dan sifat lesi yang dapat sembuh sendiri. Kedua hal tersebut perlu ditanyakan dalam anamnesis (Sook Bin Woo dan Greenberg, 2008; Neville dkk,2008).

Beberapa hal yang dapat ditanyakan saat melakukan anamnesis antara lain:

Riwayat lesi

Riwayat terjadinya lesi merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu perlu diperhatikan:

Adanya rekurensi

Jenis stomatitis aftosa: apakah minor, mayor ataupun herpetiformis

Usia pada saat onset: anak-anak atau remaja

Adanya riwayat penyakit serupa dalam keluarga

Lesi hanya ditemuka di mukosa yang tidak berkeratin

Ada tanda dan gejala penyakit Behcet (lesi ditemukan di ocular, genital, kulit, persendian)

Pemeriksaan

Perhatikan gambaran klinisnya:

Erosi berbatas tegas dengan tepi teratur, disertai kelim merah di sekitarnya

Bila ditemukan jaringan parut atau palatum molle ikut terlibat, maka kondisi tersebut menunjukkan adanya sebuah stomatitis aftosa tipe mayor

Penyakit lain yang mempunyai bambaran khas dapat disingkirkan, seperti: lichen planus ataupun prnyakit vesikulobulosa lainnya.

Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan adanya kemungkinan penyakit yang melatarbelakangi timbulnya lesi, terutama pada pasien yang onsetnya pada lansia. Untuk itu perlu diperiksa antara lain:

Status anemia, Fe, asam folat, vitamin B-12

Adanya riwayat diare, konstipasi atau feces bercampur darah yang menunjukkan adanya kelainan pada saluran pencernaan, misalnya coeliac disease atau malabsorpsi

Pemeriksaan darah rutin dapat memberikan informasi lainnya dan biasanya temuan yang paling penting adalah MCV yang abnormal. Jika ada makrositik atau mikrositik, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari terapi yang tepat terhadap penyebabnya.

Pemeriksaan fisik

B1-B6

B1: Nafas (halitosis)

B2: PERDARAHAN SPONTAN

B3: nyeri (persyarafan)

B4: terjadi apabila ada dehidrasi

B5: ada saliva atau tidak

B6: Kelemahan

Pemeriksaan penunjang

Swab pseudomembran ( pengecatan (gram, jamur (KOH)), kultur.

11. DD?

Stomatitis aftosa rekuren secara klinis terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu stomatitis aftosa minor, mayor dan herpetiformis:

Stomatitis aftosa minor

Jenis stomatitis aftosa ini merupakan bentuk lesi yang paling sering ditemukan.

Lesi ditemukan pada mukosa yang tidak berkeratin

Lesi berbentuk erosi, bulat, berdiameter 5 7 mm, disertai kelim merah di sekitar lesi, warna lesi putih-kekuningan, berjumlah satu atau lebih.

Gb 1. Stomatitis aftosa minor

(Cawson dan Odell, 2008)

Stomatitis aftosa mayor

Jenis stomatitis aftosa ini lebih jarang ditemukan.

Lesi berdiameter di atas 1 cm

Kadang lesi menyerupai lesi ganas.

Ulkus dapat bertahan hingga beberapa bulan.

Lesi ditemukan pada mukosa yang terlibat dalam pengunyahan, seperti dorsum lidah atau gingiva.

Terbentuk jaringan parut setelah terjadi penyembuhan.

Gb 2. Stomatitis aftosa mayor

(Lamey dan Lewis, 1991)

Stomatitis aftosa herpetiformis

Jenis stomatitis aftosa ini jarang ditemukan.

Lesi ditemukan pada mukosa yang tidak berkeratin.

Lesi berdiameter 1 2 mm.

Jumlah lesi 10 100 buah.

Beberapa lesi ada yang bergabung menjadi satu lesi dengan tepi tidak beraturan.

Di sekitar lesi multiple tersebut ditemukan daerah eritematosa yang luas.

Gb 3. Stomatitis aftosa herpetiformis

(Cawson dan Odell, 2008)

12. Etiologi sariawan?

Meskipun etiologi stomatitis aftosa rekuren tidak diketahui, namun ada beberapa faktor predisposisi

yang berkaitan dengan munculnya lesi dan dapat mempermudah terjadinya lesi. Berbagai faktor

predisposisi tersebut antara lain: faktor genetik, trauma, hormonal, stres, gangguan imunologi, defisisiensi hematologi, bukan perokok (Cawson dan Odell, 2008).

Faktor genetik

Telah ada bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan faktor predisposisi. Dari riwayat keluarga dapat diketahui adanya pengaruh faktor genetik ini, dan kelihatannya penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak kembar bila dibandingkan dengan yang tidak kembar.

Trauma

Beberapa pasien mengira bahwa lesi terjadi akibat trauma, sebab gejala awalnya didahului oleh sikat gigi yang menyodok mukosa mulut. Letak lesinya tergantung pada daerah yang terlibat dalam trauma tersebut. Namun demikian, lesi biasanya ditemukan di daerah yang terlindung, jarang ditemukan pada mukosa yang berperan pada pengunyahan.

Faktor hormonal

Pada beberapa wanita, stomatitis aftosa dihubungkan dengan fase luteal dalam siklus haid. Namun terapi hormonal yang diberikan ternyata tidak cukup efektif.

Stres

Beberapa pasien menghubungkan eksaserbasi ulserasi dengan saat mereka mengalami stres. Ada berbagai macam penelitian yang melaporkan adanya hubungan tersebut. Stres sendiri sulit untuk diukur, dan ada juga penelitian yang tidak menemukan adanya hubungan tersebut.

Gangguan imunologi

Oleh karena etiologi stomatitis aftosa rekuren tidak diketahui, ada kecenderungan untuk menganggapnya sebagai kelainan autoimun. Telah banyak bentuk gangguan imunologi yang dilaporkan, tetapi hasil yang ditemukan berlawanan dengan teori yang diajukan. Hingga kini belum ditemukan teori imunopatogenesis yang tepat yang mendukung gambaran klinisnya. Adanya kemungkinan bahwa faktor alergi terkait dengan timbulnya stomatitis aftosa juga belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar pasien yang ada tidak ditemukan perubahan bermakna pada kadar immunoglobulin terkait. Beberapa penelitian lain tidak berhasil menemukan kompleks imun yang beredar.

Stomatitis aftosa rekuren sendiri juga tidak memiliki gambaran yang menunjukkan adanya keterkaitan dengan penyakit autoimun. Stomatitis aftosa rekuren tidak memberikan respon pada pengobatan imunosupresif dan bertambah parah jika ada ganguan fungsi imun sebagaimana ditemukan pada infeksi HIV (Cawson dan Odell, 2008; Regezi dkk, 2008).

Defisiensi hematologi

Telah dilaporkan bahwa defisiensi yang terjadi pada vitamin B12, asam folat dan Fe dapat ditemukan pada penderita stomatitis aftosa rekuren hingga mencapai jumlah 20%nya. Defisiensi seperti ini sering ditemukan pada penderita stomatitis aftosa rekuren yang lesinya baru muncul di usia pertengahan ataupun bertambah parah sesudahnya (Sook Bin Woo dan Greenberg, 2008).

Kondisi seperti ini bersifat laten pada sebagian besar pasien yang ditemukan, hemoglobinnya masih dalam batas normal dan gejala utamanya adalah mikrositosis ataupun makrositosis pada sel darah merah. Bagi penderita yang memang diketahui mengalami defisiensi vitamin B12 dan asam folat, pemberian vitamin yang bersangkutan untuk menanggulangi defisiensi dapat meredakan lesi stomatitis aftosa rekuren yang timbul.

Bukan perokok

Telah lama diketahui bahwa stomatitis aftosa rekuren terjadi terutama pada orang yang bukan perokok. Stomatitis aftosa rekuren dapat muncul kembali bila kebiasaan merokok dihentikan.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa etiologi stomatitis aftoa rekuren tetap tidak jelas. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa stomatitis aftosa rekuren adalah bentuk penyakit autoimun. Tidak jelas juga apakah gangguan imunologi yang ditemukan merupakan penyebab atau akibat. Pada sebagian kecil pasien ditemukan hubungan yang jelas antara stomatitis aftosa rekuren dengan defisiensi hematologi. Defisiensi hematologi tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit yang terjadi di usus halus ataupun penyebab malapsorpsi lainnya (Regezi dkk, 2008).

Gambaran klinis stomatitis aftosa rekuren

Gambaran khas stomatitis aftosa rekuren terdiri dari (Cawson dan Odell, 2008):

Onsetnya sering ditemukan pada anak-anak, tetapi mencapai puncaknya pada masa remaja atau dewasa muda.

Lesi muncul pada saat yang bervariasi, tetapi secara relatif dapat ditentukan pada interval tertentu.

Sebagaian besar penderitanya terlihat sehat.

Pada sebagian kecil kasus ditemukan gangguan hematologi.

Sebagian besar pasien yang ditemukan bukan perokok.

Biasanya lesi bersifat self-limiting.

Stomatitis aftosa rekuren lebih banyak ditemukan pada penderita perempuan dibandingkan laki-laki. Frekuensi lesi mencapai puncaknya saat dewasa muda/usia di atasnya, kemudian menurun perlahan. Stomatitis aftosa rekuren jarang ditemukan pada lansia, terutama yang sudah tidak bergigi. Namun

demikian, para lansia juga masih bisa mengalaminya jika pada mereka ditemukan gangguan hematologi. Sebagian besar penderita yang ditemukan memiliki pekerjaan sebagai petugas administrasi, semi-profesional dan bukan perokok. Kadang, stomatitis aftosa dapat muncul kembali jika kebiasaan merokok dihentikan.

Riwayat lesi pada umumnya berupa rasa nyeri yang muncul dalam interval 3 4 minggu. Kadang ada yang berlangsung terus-menerus, tetapi ada juga yang muncul kembali setelah beberapa bulan. Stomatitis aftosa minor yang soliter dapat bertahan hingga 7 10 hari, kemudian sembuh tanpa membentuk jaringan parut. Stomatitis aftosa umumnya terjadi pada mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa bukal, sulkus, bagian lateral lidah. Sedangkan stomatitis aftosa tipe mayor terjadi pada bagian mukosa yang terlibat dalam pengunyahan. Rasa nyeri yang terjadi pada stomatitis aftosa mayor dapat mengganggu fungsi makan (Neville dkk, 1999).

13. Penatalaksanaan sariawan?

14. Penyakit apa selain sariawan yang ada gambaran pseudaomembran pada ulser?

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24010/4/Chapter%20II.pdf15. Etiologi halitosis?

Penyebab

Halitosis Bau mulut biasanya disebabkan oleh masalah dari rongga mulut itu sendiri. Namun tidak menutup kemungkinan bau mulut berasal dari luar mulut, seperti hidung, faring, paru-paru dan lambung. Normalnya, bau dari rongga mulut tidak tetap, tetapi berubah dari waktu ke waktu sepanjang hari dan dipengaruhi oleh factor : usia, jenis kelamin, keadaan perut lapar dan menstruasi. Bau mulut akan terjadi pada seseorang yang sehat bila rongga mulut tidak

melakukan aktivitas selama kira-kira 1-2 jam. Misalnya pada keadaan puasa, bangun tidur, orang yang menggunakan gigi palsu yang jarang atau tidak pernah dibersihkan.

Jika bau nafas yang sebelumnya normal berubah menjadi halitosis, maka penyebabnya adalah: - Makanan (misalnya bawang mentah, bawang putih, kol, jengkol, pete)

-Vitamin (terutama dalam dosis tinggi)

- Kebersihan gigi yang jelek

- Gigi karies

- Merokok

- Alkohol

- Sindroma Sjgren

- Benda asing di hidung (biasanya terjadi pada anak-anak)

- Obat-obatan (paraldehid, triamteren obat bius yang dihirup, suntikan insulin).

Penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan bau mulut:

Gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, Mukositis ulseratif nekrotisasi akut, Gangguan ginjal,Gangguan hati, Penyumbatan usus, Penyakit Periodontal, Bronkiektasis, Diabetes mellitus, Kanker kerongkongan, Karsinoma lambung, fistula gastrojejunokolik,Ensefalopati hepatikum , Ketoasidosis diabetikum, Abses paru, Ozena, Faringitis, Divertikulum Zenker.

I.P Gi-Lut drg. Ade ismail A. K

Faktor lain dari bau mulut

Ektra oral

Penyakit sistemik pernafasan atau sinusitis kronik

Proses ulsero-gangrenous trachea, brochus dan paru2 Bahan berbau : makanan , minum obat

Intra oral

Impaksi makan pada :

Gigi berjejal, protesa

Caries, interdental papil hilang

Pseudo pocket ( erupsi gigi, gingiva enlargment )

True pocket/ periodontal pocket

post operasi, nekrosisi jaringan

I.P Gi-Lut drg. Ade ismail A. K

16. Cara untuk mengetahui adanya bau mulut pada pasien?

17. Penatalaksanaan halitosis?

Penanganan Bau MulutPenggunaan penyegar nafas, permen karet dan obat kumur, biasanya bersifat asimptomatis dan sangat terbatas kerjanya hanya sementara saja, pada saat efek dari penyegar nafas hilang bau mulut akan kembali tercium.

Pencegahan dan Perawatan Halitosis

Penanganan halitosis tergantung pada faktor penyebabnya, yang penting dokter gigi dapat membedakan penyebab bau mulut sebagai kelainan di dalam atau di luar mulut. Umumnya halitosis bisa dikurangi atau dihilangkan sama sekali dengan menjaga kebersihan mulut seperti menyikat gigi, menggunakan benang gigi, membersihkan lidah, menggunakan obat kumur (lebih dianjurkan dengan air garam) dan diet sehat, namun kadang-kadang diperlukan penangganan oleh tenaga profesional untuk melakukan rujukan. Untuk dapat mengatasi halitosis secara efektif, diperlukan pemeriksaan secara menyeluruh dan diagnosa yang tepat.

Tindakan pencegahan dan perawatan pada halitosis antara lain,

Menyikat GigiSebaiknya gigi disikat dua kali sehari. Gigi disikat dengan bulu sikat yang lembut dan kepala sikat yang kecil. Hindarkan pemakaian bulu sikat yang kasar karena bulu sikat yang kasar dapat menyebabkan resesi gingiva.Penyikatan gigi sebaiknya menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor untuk mencegah karies gigi sekaligus.

Menggunakan Benang Gigi ( Dental Floss )Benang gigi (dental floss) digunakan untuk membersihkan celah gigi yang sempit yang tidak dapat dicapai dengan sikat gigi. Hal ini dilakukan dengan cara memotong benang kira-kira sepanjang 40 cm, kemudian diputarkan di kedua jari tengah kanan dan kiri. Benang dimasukkan ke celah diantara gigi dan ditahan dengan ibu jari agar kuat dan tidak lepas ketika dilakukan gerakan seperti menggergaji. Tindakan ini sebaiknya dilakukan satu kali sehari, namun bila memungkinkan dilakukan dua kali sehari. Setelah tahap ini diperbolehkan kumur sampai bersih atau dibilas dengan air.

Membersihkan LidahPermukaan lidah dibersihkan dengan cara menyikat lidah dua kali sehari menggunakan sikat gigi atau alat khusus pembersih lidah (tongue scrapper). Permukaan lidah disikat dengan lembut dan perlahan agar lidah tidak luka. Sambil lidah dijulurkan ke depan, tempatkantongue scrappersejauh mungkin ke belakang lidah, selama masih tahan, sambil ditarik ke depan dan ke bawah dengan tekanan ringan. Gunakan kain/kertas tissue bersih atau air mengalir untuk membersihkantongue scrapper. Ulangi prosedur ini 2-4 kali sampai seluruh permukaan dibersihkan.

Penggunaan Obat KumurObat kumur digunakan paling sedikit sekali sehari. Waktu yang paling tepat menggunakan obat kumur adalah sebelum tidur karena obat kumur memberikan efek antibakteri selama tidur saat aktivitas bakteri penyebab bau mulut meningkat. Obat kumur yang mengandung alkohol dapat mengakibatkan mulut kering dan apabila digunakan dalam waktu lama dapat menyebabkan mukosa mulut terkelupas. Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan obat kumur non-alkohol seperti yang mengandung sodium sakarin. Penggunaan tidak perlu terlalu berlebihan, kurang lebih 10-15 ml sudah cukup untuk membasahi seluruh permukaan mulut. Kumur sekurang-kurangnya 1-2 menit. Jangan kumur langsung dari botol, karena apabila tersentuh ludah, bahan akan terkontaminasi, sehingga bahan aktif selebihnya di dalam botol dapat menjadi rusak, akibatnya tidak berguna lagi untuk pemakaian selanjutnya. Atau kumur larutan garam fisiologis, atau yang mengandung minyak esensial untuk membantu melindungi selaput lendir mulut sehingga tidak mudah kering. Jika dikehendaki antiseptik pakai yang mengandung zinc dan chlorhexidine.

Sumber :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27287/4/Chapter%20II.pdfLIPage 18