laurens joyce marcella. makna bentuk pada arsitektur gereja

41
LAPORAN PENELITIAN PF MAKNA BENTUK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK DENGAN PRINSIP INKULTURASI Oleh : Ir. Joyce M.Laurens, M.Arch. IAI ARSITEKTUR/FTSP UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Juli, 2014

Upload: vantruc

Post on 12-Jan-2017

262 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

LAPORAN PENELITIAN PF

MAKNA BENTUK PADA ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK

DENGAN PRINSIP INKULTURASI

Oleh :

Ir. Joyce M.Laurens, M.Arch. IAI

ARSITEKTUR/FTSP

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

SURABAYA

Juli, 2014

Page 2: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Halaman Pengesahan

1 Judul Penelitian

: Makna Bentuk Arsitektur Gereja Katolik

dengan Prinsip Inkulturasi

2 Ketua Peneliti:

a. Nama Lengkap dan Gelar : ir.Joyce M.Laurens, M.Arch., IAI

b. Jenis Kelamin : L/P

c. NIP : 99035

d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

e. Jurusan/Fakultas/Pusat Studi : Arsitektur/FTSP

f. Telepon kantor & HP : 031-298 3382

g. E-mail :[email protected]

h. Alamat Rumah : Puri Indah J-03, Sidoarjo

3 Jumlah Anggota Peneliti : -

a. Nama Anggota Peneliti I :

Fakultas/Jurusan :

b. Nama Anggota Peneliti II :

Fakultas/Jurusan :

4 Lokasi Penelitian : Surabaya

5 Institusi lain yang bekerjasama : -

6 Jangka Waktu Penelitian : 4 bulan

7 Biaya yang diusulkan

a. Sumber dari UK Petra : Rp. 3.900.000,-

b. Sumber lainnya : -

Total : Rp. 3.900.000,-

Surabaya, 15 Juli 2014

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ketua Peneliti

(Eunike Kristi Julistiono, ST. M.Des.Sc.) (ir.Joyce M.L., M.Arch.)

NIP: 04001 NIP: 99035

Menyetujui:

Dekan Fakultas

(Timoticin Kwanda, BsC., MRP., PhD.)

NIP: 88002

Page 3: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Ringkasan

Sejak masuknya arsitektur gereja ke Indonesia pada abad 7, bentuk arsitektur gereja

telah mengalami perubahan yang signifikan. Melalui proses inkulturasi, arsitektur gereja

di Indonesia mengalami transformasi. Interaksi yang terjadi antara agama Kristen

dengan budaya masyarakat setempat, mempengaruhi pertumbuhan arsitektur gereja

sehingga semakin meninggalkan bentuk arsitektur Gotik dan semakin bernafaskan

arsitektur setempat.

Arsitektur Gotik yang selama ini menjadi rujukan penting dalam perancangan arsitektur

gereja, sarat dengan makna yang berkaitan dengan misi dan hakekat agama Katolik di

satu sisi, dan di sisi lain pengaruh dan perkembangan budaya masyarakat barat.

Bangunan gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, adalah satu bentuk perwujudan

lahiriah dari proses inkulturasi dalam agama Katolik, di mana Gereja belajar dari budaya

setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat. Penelitian ini bertujuan

mengungkap dinamika makna yang terkandung dalam arsitektur religius dengan kasus studi

Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, dalam bentuknya yang dipengaruhi oleh budaya

setempat. Studi ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengetahuan teori arsitektur

religius, khususnya arsitektur gereja di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif

berdasarkan pada bukti empiris yang ditemukan pada kasus studi. Pendekatan yang akan

digunakan berlandas pada teori relasi bentuk-fungsi dan makna.

Kata kunci: arsitektur gereja, bentuk, makna, inkulturatif

Page 4: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

DAFTAR ISI

Lembar Judul …...……………………………………………………………………. i

Halaman pengesahan ………………………………………………………………… ii

Ringkasan ……………………………………………………………………………. iii

Daftar isi …………………………………………………………………………….. iv

Bab I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1

2. Premis …………………………………………………………………….... 2

3. Pertanyaan Penelitian ………………………………………………………. 3

4. Lingkup Penelitian dan Kasus Studi ………………………………………... 3

5. Tujuan Penelitian …………………………………………………………... 4

6. Manfaat Penelitian ………………………………………………………….. 4

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA

1. State of the art …………………………………………………………..…... 5

2. Inkulturasi dalam Gereja Katolik …………………………………………… 6

3. Relasi Bentuk-Fungsi-Makna ……………………………………………... 10

4. Makna Ruang Sakral ………………………………………………………. 15

Bab III. METODE PENELITIAN

1. Alur Pikir …………………………………………………………………... 17

2. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 18

Bab IV. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

1. Sejarah Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran …………….. 19

2. Ruang Luar Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ………. 20

3. Massa bangunan Asitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ….... 23

4. Makna Sakral Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ……... 28

Bab V. RANGKUMAN ……………………………………………………………... 31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 32

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………. 34

Page 5: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Halaman Pengesahan

1 Judul Penelitian

: Makna Bentuk Arsitektur Gereja Katolik

dengan Prinsip Inkulturasi

2 Ketua Peneliti:

a. Nama Lengkap dan Gelar : ir.Joyce M.Laurens, M.Arch., IAI

b. Jenis Kelamin : L/P

c. NIP : 99035

d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

e. Jurusan/Fakultas/Pusat Studi : Arsitektur/FTSP

f. Telepon kantor & HP : 031-298 3382

g. E-mail :[email protected]

h. Alamat Rumah : Puri Indah J-03, Sidoarjo

3 Jumlah Anggota Peneliti : -

a. Nama Anggota Peneliti I :

Fakultas/Jurusan :

b. Nama Anggota Peneliti II :

Fakultas/Jurusan :

4 Lokasi Penelitian : Surabaya

5 Institusi lain yang bekerjasama : -

6 Jangka Waktu Penelitian : 4 bulan

7 Biaya yang diusulkan

a. Sumber dari UK Petra : Rp. 3.900.000,-

b. Sumber lainnya : -

Total : Rp. 3.900.000,-

Surabaya, 15 Juli 2014

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ketua Peneliti

(Eunike Kristi Julistiono, ST. M.Des.Sc.) (ir.Joyce M.L., M.Arch.)

NIP: 04001 NIP: 99035

Menyetujui:

Dekan Fakultas

(Timoticin Kwanda, BsC., MRP., PhD.)

NIP: 88002

Page 6: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Ringkasan

Sejak masuknya arsitektur gereja ke Indonesia pada abad 7, bentuk arsitektur gereja

telah mengalami perubahan yang signifikan. Melalui proses inkulturasi, arsitektur gereja

di Indonesia mengalami transformasi. Interaksi yang terjadi antara agama Kristen

dengan budaya masyarakat setempat, mempengaruhi pertumbuhan arsitektur gereja

sehingga semakin meninggalkan bentuk arsitektur Gotik dan semakin bernafaskan

arsitektur setempat.

Arsitektur Gotik yang selama ini menjadi rujukan penting dalam perancangan arsitektur

gereja, sarat dengan makna yang berkaitan dengan misi dan hakekat agama Katolik di

satu sisi, dan di sisi lain pengaruh dan perkembangan budaya masyarakat barat.

Bangunan gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, adalah satu bentuk perwujudan

lahiriah dari proses inkulturasi dalam agama Katolik, di mana Gereja belajar dari budaya

setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat. Penelitian ini bertujuan

mengungkap dinamika makna yang terkandung dalam arsitektur religius dengan kasus studi

Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, dalam bentuknya yang dipengaruhi oleh budaya

setempat. Studi ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengetahuan teori arsitektur

religius, khususnya arsitektur gereja di Indonesia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif

berdasarkan pada bukti empiris yang ditemukan pada kasus studi. Pendekatan yang akan

digunakan berlandas pada teori relasi bentuk-fungsi dan makna.

Kata kunci: arsitektur gereja, bentuk, makna, inkulturatif

Page 7: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

DAFTAR ISI

Lembar Judul …...……………………………………………………………………. i

Halaman pengesahan ………………………………………………………………… ii

Ringkasan ……………………………………………………………………………. iii

Daftar isi ……………………………………………………………………………... iv

Bab I. PENDAHULUAN

7. Latar Belakang …………………………………………………………….. 1

8. Premis …………………………………………………………………….... 2

9. Pertanyaan Penelitian ………………………………………………………. 3

10. Lingkup Penelitian dan Kasus Studi ………………………………………... 3

11. Tujuan Penelitian …………………………………………………………... 4

12. Manfaat Penelitian ………………………………………………………….. 4

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA

5. State of the art …………………………………………………………..…... 5

6. Inkulturasi dalam Gereja Katolik …………………………………………… 6

7. Relasi Bentuk-Fungsi-Makna ……………………………………………... 10

8. Makna Ruang Sakral ………………………………………………………. 15

Bab III. METODE PENELITIAN

3. Alur Pikir …………………………………………………………………... 17

4. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 18

Bab IV. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

5. Sejarah Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran …………….. 19

6. Ruang Luar Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ………. 20

7. Massa bangunan Asitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ….... 23

8. Makna Sakral Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ……... 28

Bab V. RANGKUMAN ……………………………………………………………... 31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 32

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………. 34

Page 8: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perubahan selalu terjadi di manapun manusia berada, termasuk pada arsitektur.

Sejarah menunjukkan bahwa arsitektur di Indonesia telah membuka diri terhadap

pengaruh budaya lain. Tekanan dari luar seperti globalisasi, merupakan tantangan jaman

yang bersifat ancaman sekaligus peluang. Global paradox [1], menunjukkan semakin

kuat tekanan global, semakin kuat pula potensi lokal.

Perkembangan kekuatan arsitektur lokal juga terlihat pada bentuk arsitektur

gereja Katolik di Indonesia. Pada awal kehadirannya di Indonesia, bentuk bangunan

gereja merujuk pada bentuk arsitektur Romanesk, Gotik, Renaisans dan Barok di Eropa

Barat dan Tengah, -dengan bentuk atap yang pipih, lancip menjulang tinggi, tampil

mencolok di tengah lingkungannya-. Namun dalam perkembangannya kini semakin

banyak arsitektur Gereja Katolik di Indonesia yang meninggalkan ciri-ciri arsitektur

Gotik tersebut; dan semakin bernafaskan arsitektur setempat. Evolusi dari bentuk

langgam arsitektur gereja ini tidak selalu berada dalam garis lurus dari jaman ke jaman.

Seperti halnya rumah yang berbeda satu sama lain karena iklim, budaya, jaman,

kebutuhan penghuni, kemampuan ekonomi penghuni, dsb., demikian pula dengan

arsitektur gereja. Keragaman budaya terekspresikan dalam keragaman langgam

arsitektur, bentuk karya seni gereja dan sampai batas tertentu dalam bentuk ritus

liturgial dengan sejumlah adaptasi budaya. Tradisi Katolik yang sungguh katolik, yaitu

universal, menunjukkan adanya keragaman langgam. Setelah kebangkitan Kristus, para

pengikutnya berkumpul di rumah-rumah untuk merayakan upacara “pemecahan roti”.

Rumah-rumah itu kemudian menjadi tempat peribadatan di abad kedua dan ketiga.

Kemudian lahir bentuk Basilika sebagai arsitektur gereja di jaman Romawi dan

Byzantine, yang segera menjadi bentuk rujukan bagi arsitektur gereja di Eropa barat,

bahkan bentuk tersebut masih banyak dijadikan standard arsitektur gereja dewasa ini,

meskipun berbagai bentuk baru muncul di era modern dan pasca modern.

Sebagai sebuah artefak, arsitektur adalah produk budaya yang berkembang

melalui proses dalam waktu yang panjang, sesuai dengan konteks setempat. Pada setiap

Page 9: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

jaman, gereja dibangun sebagai respons komunitas Kristen dalam mengekspresikan

dirinya dalam peribadatan. Ekspresi ini berubah sejalan dengan perubahan jaman, yang

kemudian juga mempengaruhi bentuk ruang peribadatan. Arsitektur Gotik

menggambarkan kondisi masyarakatnya pada saat itu, yaitu saat masa kegelapan telah

digantikan oleh kemapanan dan kesejahteraan, sehingga arsitektur Gotik

menggambarkan kegembiraan dan pengabdian tanpa pamrih pada Tuhan dan Gereja.

Dalam setiap jaman, kerapkali muncul keinginan para jemaat atau komunitas

Kristen untuk mempunyai arsitektur gereja yang merujuk pada langgam arsitektur

gereja pada era sebelumnya. Tentu kita harus belajar dari masa lalu, namun dengan

pemahaman yang diperbarui mengenai cara orang mengalami kehadiran Kristus dalam

liturgi dan berpartisipasi dalam misteri keselamatanNya, kita disadarkan pada kenyataan

bahwa tidak setiap langgam arsitektur gereja mendukung dan meningkatkan

pemahaman kita saat ini pada derajat yang sama.

Kondisi masyarakat Indonesia tentu berbeda dengan kondisi masyarakat Eropa

di jaman Gotik tersebut sehingga menjadi hal yang menarik untuk ditelaah lebih dalam

mengenai hubungan makna dengan bentuk arsitektur gereja Katolik di Indonesia pada

masa setelah Konsili Vatikan II, dengan dicanangkan mengenai inkulturasi oleh institusi

Gereja Katolik sebagai proses di mana Gereja Katolik belajar dari budaya setempat dan

memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat.

Inkulturasi dalam arsitektur gereja, sejalan dengan pernyataan bahwa keunikan

lokal yang tersingkir dari wacana arsitektur modern, mulai mendapat perhatian dari para

praktisi dan teoretisi di bidang arsitektur, karena tradisi lokal dianggap memiliki tata

nilai dan makna yang sangat kaya [2].

I.2. Premis

Pemahaman mengenai makna yang diterima dan dikenali seseorang dalam

sebuah lingkungan arsitektur, menjadi penting karena keberhasilan sebuah karya

arsitektur tidak dapat dilepaskan dari bagaimana seseorang memaknai lingkungan yang

dialaminya tersebut, dan memahami makna yang ada di balik wujud arsitektur tersebut.

Kenyataan yang ada, proses inkulturasi telah terjadi pada arsitektur Gereja Katolik di

Indonesia. Inkulturasi adalah sebuah proses yang berjalan terus tanpa henti, sepanjang

masyarakat hidup dan bereaksi menyikapi perkembangan lingkungan hidupnya.

Page 10: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Berangkat dari kenyataan ini, maka premis dalam penelitian ini adalah bahwa

makna yang diterima dan dikenali seseorang dari bentuk inkulturasi arsitektur Gereja

Katolik terkait dengan bentuk yang bernafaskan arsitektur setempat, dan nilai sakral

arsitektur Gereja Katolik.

I.3. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pertanyaan:

a. Apakah yang dimaksud dengan inkulturasi dan bagaimana kaitannya dengan

bentuk dan fungsi arsitektur Gereja Katolik?

Penlusuran arti istilah inkulturasi, penelaahan sejarah inkulturasi dalam gereja Katolik,

akan mengantar pada pemahaman proses inkulturasi dalam bentuk arsitektur gereja

Katolik di Indonesia. Makna arsitektur gereja tidak terlepas dari fungsi dan bentuknya,

sehingga pertanyaan selanjutnya adalah:

b. Bagaimana cara memahami berbagai makna yang ada di balik bentuk

arsitektur Gereja Katolik yang inkulturatif tersebut?

Interaksi manusia dengan lingkungan arsitektur melibatkan pemikiran yang abstrak, dan

pengalaman tubuh yang konkrit, yang diyakini akan mempengaruhi pembentukan

berbagai makna arsitektur Gereja Katolik. Setelah mendapatkan pemahaman mengenai

proses pemaknaan arsitektur secara umum, dan berbagai kategori makna yang ada di

balik bentuk arsitektur Gereja Katolik secara umum, pertanyaan berikutnya adalah:

c. Apa makna di balik bentuk arsitektur Gereja Katolik pada kasus studi?

Gereja Katolik selalu melibatkan unsur teologi iman Katolik yang berasal dari

kebudayaan barat, dan hal-hal praktis yang terkait dengan konteks kesetempatan,

lingkungan fisik maupun kebudayaan masyarakat setempat; dengan demikian berbagai

makna yang ada di balik bentuk arsitektur pada objek studi, akan ditelaah dari hal ini.

I.4. Lingkup Penelitian dan Kasus Studi

Penelaahan mengenai makna bentuk arsitektur Gereja Katolik dengan prinsip

inkulturasi ini, akan difokuskan pada perihal pemaknaan, bagaimana pengalaman tubuh

dan kesadaran intelektual pada pemaknaan bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik

dapat berjalan bersama dalam konteks ruang sakral, dan konteks budaya masyarakat

setempat.

Penelitian ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif, berdasarkan data

empiris yang ditemukan pada kasus studi. Meskipun penelitian ini tidak dimaksudkan

Page 11: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

untuk menelaah aspek teologis Gereja Katolik, ataupun kebudayaan Jawa, namun

lingkup paparan pada fungsi arsitektur Gereja Katolik akan melibatkan aspek teologi

Gereja Katolik, serta kebudayaan masyarakat Yogyakarta dan kondisi geografis

Yogyakarta.

Sebagai kasus studi dipilih arsitektur gereja Katolik Hati Kudus Yesus,

Ganjuran, Yogyakarta, yang sangat kuat memperlihatkan tatanan dan bentuk dengan

ciri arsitektur lokal, yang dibangun dengan semangat inkulturasi.

I.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengungkap lebih dalam mengenai simpanan pengetahuan

arsitektur lokal tersebut, khususnya mengenai makna pada arsitektur Gereja Katolik di

Indonesia, dikaitkan dengan bentuk arsitekturnya yang dipengaruhi oleh arsitektur lokal.

I.6. Manfaat Penelitian

Manfaat dan kontribusi penelitian ini adalah pengembangan pengetahuan teoritis

mengenai relasi makna dengan bentuk inkulturasi arsitektur untuk keberlanjutan

pengembangan arsitektur setempat dan keberlanjutan arsitektur Gereja Katolik sesuai

misi dan hakekat Gereja Katolik, yang meliputi:

a. Pemahaman akan bentuk dan makna bentuk inkulturasi arsitektur Gereja

Katolik pada kasus studi dalam konteks liturgi dan simbolisasi agama

Katolik.

b. Pemahaman akan konsep makna bentuk inkulturasi arsitektur Gereja

Katolik, dalam konteks arsitektur sakral.

Semangat dan proses inkulturasi juga mewujud dalam perencanaan dan desain

bentuk arsitektur Gereja Katolik. Pengetahuan tentang hubungan antara bentuk dan

makna arsitektur gereja, sebagai bangunan religious merupakan hal penting untuk

menentukan arah perkembangan arsitektur gereja di Indonesia, yang tidak lagi mengacu

pada arsitektur Gotik, tetapi merujuk pada arsitektur lokal.

Page 12: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. State of the Art

Usaha inkulturasi oleh Gereja Katolik merupakan fenomena budaya yang

menggambarkan pengaruh timbal balik antara Gereja setempat dengan kebudayaan

setempat. Studi dan penelitian yang banyak dilakukan terkait permasalahan ini adalah

inkulturasi dari sudut pandang teologi Gereja Katolik, sebagai bagian dari aktivitas

ritual umat Katolik.

Sejumlah penelitian yang menelusuri pengaruh inkulturasi dari aspek budaya, -

seperti penempatan atau penggunaan ornamen dekorasi bangunan maupun interior

arsitektur gereja Kristen dan Katolik, atau penggunaan seni setempat dalam

pelaksanaan upacara ritual gerejani-, telah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai

inkulturasi Gereja Katolik di Indonesia, pasca Konsili Vatikan II, pada umumnya

merupakan penelitian/studi dalam aspek liturgi Gereja, dan bidang seni liturgi, seperti

penelitian Sukatmi mengenai unsur-unsur kesenian Jawa dalam inkulturasi Gereja

Katolik, sebuah kajian aksiologi mengenai seni pertunjukan dan seni rupa dalam liturgi

[3]. Penelitian inkulturasi arsitektur masih sangat terbatas; beberapa penelitian yang

ditemukan terkait dengan arsitektur Gereja Katolik di Indonesia adalah:

a. “Dominasi Makna Pragmatik YB Mangunwijaya dalam Penerapan Konsep

Konsili Vatikan II” [4]. Penelitian ini memfokuskan penelaahan satu bentuk

makna pada arsitektur Gereja karya YB Mangunwijaya

b. “Pola Inkulturasi Arsitektur pada Gereja-gereja Katolik dan Protestan di

Bali dan Jawa Tengah” [5]. Penelitian ini merujuk pada empat tahapan

inkulturasi dalam teori Crollius untuk mendapatkan pola inkulturasi

arsitektur.

c. “Studi Ikonologi Panofsky pada Arsitektur dan Interior Gereja Katolik

Inkulturatif Panguruan” [6]. Penelitian ini menelaah makna karya seni

Gereja Panguruan lewat ikonografi.

Page 13: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

d. “Konsep Ruang Sakral Gereja Katolik dan Perwujudannya dalam Inkulturasi

Arsitektur Gereja Katolik di Bali” [7]. Penelitian ini menelaah penerapan

konsep sakral masyarakat Bali pada arsitektur Gereja Katolik

Penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa bentuk arsitektur

Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II telah mendapat perhatian, namun penelitian

yang menelaah secara mendalam mengenai dinamika makna dari arsitektur gereja

Katolik yang inkulturatif sebagai makna yang diterima dan dikenali pengguna

berdasarkan pengalamannya atas bentuk inkulturasi arsitektur Gereja Katolik di

Indonesia, belum ditemukan. Karena itu penelitian ini diharapkan dapat mengisi studi

mengenai makna bentuk arsitektur Gereja Katolik, khususnya pada objek kasus studi

gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran.

II.2. Inkulturasi Dalam Gereja Katolik

Inkulturasi merupakan istilah populer di kalangan agama Katolik, semenjak

bergulirnya Konsili Vatikan II pada tahun 1962-1965, yang diwarnai semangat

memperbaharui Gereja sesuai tuntutan dunia di masa depan. Proses inkulturasi yang

menjadi perhatian utama Gereja Katolik ini merupakan perubahan yang dialami

masyarakat dan Gereja, di mana Gereja Katolik dituntut untuk tidak hanya

berkontribusi pada kebudayaan setempat, melainkan belajar dari budaya setempat dan

memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat, agar tidak melahirkan alienasi bentuk

gereja yang tidak berakar pada lingkungannya [5].

a. Pengertian Akulturasi

Dalam antropologi kebudayaan terdapat dua istilah teknis yang mempunyai

akar kata sama yaitu “akulturasi” dan “enkulturasi”.

Kata “akulturasi”, cukup lama diartikan sama dengan kata “inkulturasi”, namun

sesungguhnya pengertian kedua kata ini berbeda. A.Shorter mengatakan bahwa

akulturasi adalah pertemuan antara satu budaya dengan budaya lain, atau pertemuan

antara dua budaya (juxtaposition) dengan dasar saling menghormati dan toleransi.

Pengertian ini menunjukkan bahwa terjadi “kontak budaya”, yaitu perpaduan

kebudayaan apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada

unsur-unsur kebudayaan asing yang berbeda sehingga unsur kebudayaan asing tersebut

lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri, tanpa menghilangkan

karakter kebudayaan asalnya, atau tidak terjadi dominasi atas salah satu kebudayaan [8],

Page 14: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

melainkan terjadi proses penggabungan yang memunculkan kebudayaan baru, namun

baru pada tahap dasar eksternal atau kontak luaran [9].

b. Pengertian Inkulturasi

Kata “enkulturasi” (atau “inkulturasi”; “en” atau “in” dalam bahasa Yunani,

berarti ke dalam, menunjuk pada proses inisiasi seseorang ke dalam

kebudayaan sezaman dan setempat).

GL Barney, adalah misionaris Protestan yang pertama kali menggunakan kata

enculturation, dalam missiology di tahun 1973. Karena bahasa Latin tak ada awalan en-

maka dipilih in-, jadilah inculturatio. Barney mengatakan bahwa di tanah misi nilai-

nilai Injil yang adi budya (mengatasi kultur) dan mau diwartakan kepada orang-orang

setempat, haruslah diinkulturasikan dalam budaya orang setempat itu sehingga dapat

terbentuk satu budaya baru yang bersifat kristen.

Secara khusus istilah inkulturasi ini dipakai dalam bidang katekese ketika pada

tahun 1975 para anggota sidang umum Serikat Yesus berdiskusi mengenai metode

pewartaan. Arrupe, seorang pemimpin umum Serikat Yesus, menggunakan istilah itu

dalam bidang katekese ketika beliau berbicara tentang katekese dan inkulturasi di depan

para uskup yang membuat sinode tentang katekese pada tahun 1977 di kota Roma.

Maka sinode itu memakai istilah inkulturasi dalam dokumen resminya yang berjudul

“Pesan kepada umat Allah”. Ditegaskan bahwa warta kristiani harus berakar dalam

kebudayaan setempat.

Dari uraian di atas, menjadi jelaskan bahwa kata “inkulturasi” mempunyai

pengertian yang berbeda dari kata ”akulturasi”. Perbedaan ini pertama-tama karena

hubungan antara Gereja dan sebuah budaya tertentu tidak sama dengan kontak antar-

budaya, sebab Gereja “berkaitan dengan misi dan hakekatnya, tidak terikat pada suatu

bentuk budaya tertentu”. Kecuali itu, proses inkulturasi bukan sekedar suatu jenis

„kontak‟, melainkan sebuah penyisipan mendalam, yang dengannya Gereja menjadi

bagian dari sebuah masyarakat tertentu.

Dengan demikian pengertian “inkulturasi” dalam sebuah agama adalah usaha

suatu agama untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat; merupakan suatu

proses “penyisipan mendalam”, proses pengintegrasian pengalaman iman ke dalam

kebudayaan setempat sedemikian rupa sehingga pengalaman tersebut tidak hanya

Page 15: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

mengungkapkan diri di dalam unsur-unsur kebudayaan bersangkutan, melainkan juga

menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan

bersangkutan. Melalui proses ini Gereja sebagai bagian dari masyarakat setempat, dan

kebudayaan dimaknai secara baru dengan kacamata iman Katolik [10].

Paus Yohanes Paulus II menjelaskan inkulturasi sebagai suatu refleksi di mana

kebudayaan yang diangkat dari tradisi hidup masyarakat setempat, ekspresi orisinal

kehidupan, upacara dan pemikiran Kristen ditransformasikan dan diregenerasi oleh

Injil. Kemudian Schineller [11] menambahkan bahwa inkulturasi merupakan

transformasi intim dari nilai-nilai kebudayaan autentik melalui integrasinya ke dalam

kekristenan serta keberadaan kekristenan dalam berbagai kebudayaan manusia.

c. Inkulturasi dalam Gereja Katolik

Dalam konteks Gereja Katolik, fenomena inkulturasi terangkat ke

permukaan sekitar pertengahan abad ke-20.

Gereja Katolik Roma, -yang sempat menuai kritik pasca Konsili Vatikan I

karena dinilai anti perubahan-, melalui Konsili Vatikan II. mendorong proses

inkulturasi, yaitu upaya strukturisasi metodologis yang mengubah keseragaman

universal dalam kehidupan meng-Gereja. Gereja dituntut untuk belajar dari budaya

setempat dan memperkaya diri dengan nilai-nilai setempat, tidak lagi hanya mengikuti

tata atur dunia barat. Dalam konsili tersebut, dibentuk undang-undang Gereja yang

baru, yang mendorong terbentuknya Gereja yang melibatkan peran aktif umat melalui

liturgi yang mengangkat budaya setempat, yang dimengerti dan dihayati umat. Gereja

harus mengakar pada masyarakat pendukungnya sedemikian rupa sehingga

pengintegrasian pengalaman iman Katolik ke dalam kebudayaan setempat menjadi

kekuatan yang menjiwai, mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan yang

bersangkutan, seolah-olah menjadi satu ciptaan baru, satu kebudayaan yang dimaknai

secara baru dengan kacamata iman Katolik.

Dalam kajian teologi agama Katolik, “inkulturasi” kerap disamakan dengan

istilah indigenisasi, kontekstualisasi atau inkarnasi [10]. Indigenisasi berarti menjadi

dan membaur dengan unsur setempat, sehingga komunitas setempatlah yang memiliki

tanggungjawab untuk mengembangkan ajaran dan praktek agama karena komunitas

itulah yang memahami budaya setempat.

Page 16: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Pada tahun 1970 an, D.S.Amalorpavadass menjelaskan bahwa sejarah

indigenisasi yang berasal dari kata indigeuous berarti pribumi. Indianisasi meliputi 3

tahap yaitu menciptakan tatanan India untuk peribadatan dengan memperkenalkan tata

gerak, bentuk penghormatan, benda suci dan keheningan; membuat terjemahan yang

memadai dan menciptakan lagu liturgis baru; menggunakan tempat buku suci India

dalam liturgi Sabda.

Kontekstualisasi adalah menyatukan ajaran agama ke dalam situasi khusus

dalam konteks budaya setempat. World Council of Churches menjelaskan bahwa hidup

dan misi Gereja perlu menjadi relevan dengan kondisi masyarakat kontemporer di

sekitarnya. Konteks hidup Gereja mencakup pergulatan kebebasan politik, ekonomi,

budaya. Konsep perjuangan demi keadilan-sosial memasuki liturgi, dalam bahasa dan

simbol lain. Konteks adalah ekspresi vibran dari kebudayaan manusia

Inkarnasi bertolak dari ayat Yohanes 1:14, yang berbunyi “sabdaNya telah

menjadi daging dan tinggal di dalam kita”. Inkarnasi Gereja lokal mengacu pada

inkarnasi Yesus. Hal ini lebih tepat sebagai dasar teologis daripada sinonim untuk

adaptasi liturgis. Liturgi tak hanya diadaptasikan tapi juga diinkarnasikan, yang berarti

bersatu dengan tradisi dan budaya Gereja lokal. Liturgi baru Konsili Vatikan II, pada

akhirnya juga mempengaruhi perancangan arsitektur gereja [12], seperti tercantum

dalam pasal 124 Sacrosanctum Concilium:....dalam mendirikan gereja-gereja

hendaknya diusahakan dengan saksama, supaya gedung-gedung itu memadai untuk

menyelenggarakan upacara-upacara Liturgi dan memungkinkan umat beriman ikut-

serta secara aktif.

Meskipun dokumen ini tidak secara langsung menunjuk pada bentuk arsitektur,

namun pada kenyataannya, semangat inkulturasi mempengaruhi bentuk arsitektur

Gereja di Indonesia [5, 7, 9].

Gambar 1. Inkulturasi dalam Arsitektur Gereja Katolik

BUDAYA BARAT dalam Agama Katolik

Arsitektur Gotik

BUDAYA RELIGIOUS Masyarakat Setempat

Arsitektur Setempat

INKULTURASI DALAM

ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK

Page 17: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Prinsip keterbukaan dan universal yang diusung Gereja, - bahwa Gereja Katolik

tidak identik dengan budaya Eropa-, terlihat pada tatanan liturgis dan juga desain

arsitektur gereja, dengan semakin ditinggalkannya ciri-ciri arsitektur Gotik, dan

semakin bernafaskan arsitektur setempat. Arsitektur tidak pernah terlepas dari adanya

tiga aspek utama yaitu fungsi, bentuk dan makna.

II.3. Relasi Bentuk, Fungsi dan Makna

Tatanan ruang aktivitas atau fungsi, keteknikan, dan bentuk merupakan tiga

unsur dalam komposisi arsitektur yang tidak dapat dilepaskan dari konteks tempat.

a. Bentuk Arsitektur Gereja

Dalam kajian teori arsitektur, Capon dan Salura [13, 14] menempatkan

aspek fungsi, bentuk dan makna sebagai aspek yang utama dalam arsitektur. Setiap

bentukan arsitektur selalu diawali dengan adanya aktivitas manusia yang menjadi

penggerak lahirnya wadah aktivitas tersebut. Hubungan antara satu aktivitas dengan

aktivitas lainnya, atau antara satu kelompok aktivitas dengan kelompok aktivitas

lainnya terstruktur dalam satu tatanan ruang. Tatanan ini, secara tiga dimensional

merupakan aspek bentuk arsitektur.

Meskipun tidak ada teori koheren yang menjelaskan dengan gamblang sumber

pemberi bentuk arsitektur, namun secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga

kelompok teori bentuk. Pertama, teori deterministik yang menekankan pentingnya

kekuatan informasi eksternal yang ditangkap oleh perancang. Di sini perancang

berperan pasif dalam menemukan kekuatan tersebut. Dalam pandangan ini sebuah

bangunan arsitektur dibentuk oleh berbagai tuntutan fungsi fisik, sosial, psikologis,

maupun fungsi simbolik yang harus diakomodasikannya, seperti kekuatan nilai-nilai

sosial budaya, ekonomi setempat, atau bahkan ditentukan oleh prinsip tatanan yang

sudah ada berdasarkan logika geometris. Kelompok kedua adalah kelompok

behavioristik yang menekankan pentingnya kondisi transpersonal perancang, di mana

perancang berperan secara aktif mengekspresikan imajinasinya untuk kemudian

membentuk kesesuaian dengan kondisi lingkungan di luar dirinya. Penganut paham

strukturalis mempunyai pandangan yang berlawanan dengan kelompok pertama yang

lebih deterministik maupun kelompok behavioristik. Mereka berpendapat bahwa

perancang tidak secara pasif menerima informasi eksternal tetapi secara aktif mengolah

Page 18: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

informasi eksternal tersebut untuk mendapatkan solusi bagi tuntutan desain dalam

tatanan ruang.

Bentuk arsitektur Gereja Katolik selalu dilandasi gagasan teologis agama

Katolik, yang juga menjadi dasar penerimaan dan penolakan teori atau pemahaman

tertentu lainnya. Dalam perwujudannya, arsitektur Gereja Katolik selalu merupakan

pencampuran antara hal-hal orthodoxies, yang terkait dengan konsep teologis agama

Katolik tersebut, dan hal-hal praktis yang berperan sebagai kekuatan pembentuk

perwujudan fisik bangunan gereja.

Gambar 2. Faktor Pembentuk Arsitektur Gereja Katolik

b. Fungsi Arsitektur Gereja

Umat Kristen perlu berhimpun agar bisa beribadat sebagai jemaat, agar bisa

memuliakan Allah “dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:21). Liturgi dalam peribadatan

merupakan landasan utama penataan ruang dan bentuk arsitektur gereja Katolik.

Aktivitas utama yang harus diakomodasi dalam sebuah bangunan Gereja Katolik adalah

aktivitas perayaan liturgis, sebagai perayaan iman umat Kristen. Dasar Liturgi

(leitourgia) dalam agama Katolik yang berarti “karya publik”, diartikan sebagai

keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Bentuk wujud kesatuan dengan

Kristus yang paling nyata di dunia ini adalah melalui perayaan Ekaristi kudus, umat

Katolik menyambut Tubuh dan Darah, Jiwa dan ke-Ilahian Kristus, sehingga olehNya

kita dipersatukan dengan Allah Tritunggal.

LITURGI

Gereja Katolik

SIMBOLISASI

Misi-hakekat

agama Katolik

KONTEKS LOKAL

Budaya setempat

Iklim-geografis

Teknologi, ekonomi

- Pengertian liturgi

- Ritus liturgi

- Persyaratan wadah

liturgi

- Perlengkapan liturgi

- Inkulturasi liturgi-

konsili Vatikan II

- Sejarah-simboliasi

dalam Gereja Katolik

- Pengertian misi-

hakekat agama

- Simbolisasi liturgi

- Konsep ruang sakral

- Simbol budaya Jawa

- Konsep sakral budaya

Jawa

- Alam-lingkungan DIY

- Teknolgi di DIY

KONSEP FUNGSI-BENTUK INKULTURASI ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK

Page 19: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Dalam Katekismus Gereja Katolik, dan Lumen Gentium 11, “Ekaristi adalah

sumber dan puncak seluruh hidup kristiani”. Ekaristi, berasal dari kata Yunani

(eucharista) digunakan untuk arti “syukur ”. Dengan demikian, Liturgi merupakan

karya bersama antara Kristus-Sang Kepala, dan Gereja yang adalah TubuhNya,

sehingga Liturgi Ekaristi menjadi perayaan ritual tertinggi dalam Gereja Katolik.

Selain fungsi liturgial, arsitektur gereja juga berperan dalam mengekspresikan

misi dan hakekat agama Katolik melalui simbol-simbol keagamaan [15]. Arsitektur

gereja harus mampu membawa umat pada keyakinan bahwa mereka memasuki sebuah

tempat yang istimewa; yang menyadarkan orang pada kenyataan bahwa mereka

memasuki area sakral, di mana Tuhan tinggal (domus Dei = rumah Tuhan), bukan

memasuki rumah tinggal biasa, melainkan ruang yang memiliki nilai kosmologis berupa

titik pusat orientasi dan berkaitan dengan pengalaman religius, mengandung nilai

spiritual, kesucian dan ritual.

Hakekat agama Katolik untuk menciptakan komunitas dan rasa kebersamaan,

kerukunan membuat gereja harus mampu membentuk keterbukaan dan berperan

sebagai media ”katekisasi-tanpa-kata”, atau pembelajaran iman [15]. Simbolisasi

kekristenan ini tidak selalu ditampilkan dengan cara yang sama di setiap bangunan

gereja Katolik. Transformasi simbolis terjadi melalui adanya pengalaman yang sejalan

dengan sosial-budaya masyarakat pendukungnya atau masyarakat setempat dan pada

periode tertentu. Di dalamnya terdapat pembentukan simbol-simbol ekspresif yang

sesuai dengan perjalanan waktu dan perkembangan budaya, namun tidak menyimpang

dari kaidah-kaidah gerejani.

Kendati landasan liturgi gereja Katolik selalu sama, namun ritusnya sendiri

maupun konteks setempat tidak selalu sama, bahkan di tempat yang sama pun,

konteksnya tidak pernah statis. Inkulturasi menguatkan peran faktor kontekstual bagi

perwujudan bentuk dan makna arsitektur gereja Katolik; sehingga menjadi kekuatan

yang berpengaruh dalam pembentukan keanekaan bentuk arsitektur.

Faktor konteks kesetempatan meliputi alam, teknologi dan ekonomi, serta

budaya. Di lokasi dengan faktor sosial budaya masyarakat yang bersifat lebih homogen

dan menganut budaya lokal yang kuat, proses inkulturasi berjalan lebih kuat

dibandingkan dengan di lokasi dengan faktor sosial budaya masyarakat yang lebih

heterogen seperti di kota-kota besar.

Page 20: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

c. Makna dalam Arsitektur Gereja

Aspek fungsi selalu berkaitan dengan konteks, aspek bentuk berkaitan dengan

struktur dan makna berhubungan dengan interpretasi dari fungsi dan bentuk arsitektur.

Dalam uraiannya, Salura [14] menjelaskan bahwa yang membedakan karya

arsitektur yang satu dengan lainnya adalah dominasi kepentingan dari salah satu

aspeknya. Makna menjadi bagian yang fundamental dalam hidup manusia, karenanya

manusia selalu membubuhkan makna pada apapun yang diberikan kepadanya; manusia

tidak pernah mendapatkan dalam kesadarannya sesuatu yang tidak bermakna dan

dirujuk di luar dirinya. Sebagai bangunan religius, arsitektur gereja mengandung

makna-makna keagamaan yang dihasilkan suatu peradaban manusia selama ratusan

bahkan ribuan tahun, sehingga arsitektur gereja mempunyai arti lebih dari sekedar

ruang pertemuan di mana sejumlah kegiatan diakomodasi, karena ia juga merupakan

simbol kehadiran Kristus di dunia dan pengharapan umat di dunia. Gereja ditujukan

untuk mengantarkan kebenaran, keyakinan dan membawa para penganutnya kepada

tindakan yang diharapkan sesuai hakekat agama Katolik, sehingga arsitektur gereja

selalu menjadi simbol kesakralan, ekspresi konsep teologi, membawa makna atau

berperan langsung dalam pembentukan sebuah makna bagi komunitas Kristen [16,17].

Makna-makna ini tertuang baik dalam wujud arsitekturnya secara keseluruhan, maupun

dalam elemen-elemen simbolik yang ada pada objek arsitekturnya.

Bentuk dan tatanan yang masih kuat berlandas pada tradisi merupakan ekspresi

dari makna, nilai dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat pada waktu

tertentu [18]. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam arsitektur lokal, tema utama

terejawantahkan dalam konsep bentuk dan makna serta hubungan saling mempengaruhi

di antara keduanya. Perubahan yang terjadi pada masyarakat maupun lingkungannya

akan mempengaruhi hubungan bentuk dan makna yang ada.

Dalam studi tentang makna, JJ.Gibson [19] menyatakan bahwa makna

dikomunikasikan dalam proses persepsi secara langsung, tanpa mediasi. Makna

dianggap sudah terkandung dalam stimuli lingkungan, tersedia bagi manusia untuk

menyerapnya. Sedangkan Hershberger [20] berpendapat bahwa makna diperoleh

melalui mediasi, yaitu dalam proses persepsi dibentuk representasi yang kemudian

melahirkan repsons afektif penggunanya. Dari kedua pandangan ini, makna dapat

diklasifikasikan menjadi:

Page 21: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

a. Makna pragmatik/fungsional, yang dapat dirasakan umat apabila tatanan ruang

memungkinkan dirinya mengikuti ibadat dengan baik, seperti tatanan ruang

ketika umat berdoa, bernyanyi, paduan suara dan musik, yang mampu membawa

umat pada suasana kekhusukan beribadat.

b. Makna simbolik, terkait dengan simbol kekristenan yang mengandung nilai-nilai

sesuai ajaran Katolik, melambangkan misi dan hakekat agama Katolik. Perannya

menjembatani hal yang konkrit dengan hal yang transcendental [21]. Makna

simbolik yang selalu menjadi bagian pada arsitektur Gereja Katolik, dapat

dirasakan umat melalui persepsinya dan keterkaitan dengan simpanan

pengetahuannya. Refleksi kebudayaan Jawa, yang dalam semangat inkulturasi

mewarnai bentuk arsitektur Gereja Katolik, dan sejalan dengan ajaran Gerejani,

akan lebih mudah diterima dan dikenali oleh umat dengan latar belakang

kebudayaan setempat.

c. Makna poetik. Pada tingkatan ini, arsitektur gereja dapat merepresentasikan

makna terdalam kehidupan beragama, yaitu pengalaman mistik, sebuah

pengalaman yang menggetarkan sekaligus mengagumkan, ketika umat

bersentuhan dengan yang Ilahi dalam liturgi.

Struktur alami lingkungan berupa tatanan spasial merupakan makna alami yang

secara eksistensial mudah diterima dan dikenali oleh manusia sebagai bentuk artefak,

dan dapat diterima dan dikenali secara universal, tanpa terikat pada agama yang

dianutnya. Namun, makna yang merupakan produk sosial atau kesepahaman yang

berlandaskan budaya, akan mempunyai keterbatasan lingkup penerimaan dan

pengenalannya, sehingga lebih dipahami oleh komunitas tertentu.

Makna yang melibatkan pengalaman seseorang dalam berarsitektur, terasa pada

bangunan yang sarat makna seperti arsitektur Gereja Katolik. Orang dapat mengalami

suasana religius sebagai konsekuensi langsung dari pengalamannya yang diasosiasikan

dengan kesakralan bangunan gereja dengan semua elemen simboliknya [17, 19].

Page 22: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

II.3. Makna Ruang Sakral

Perkembangan bentuk arsitektur Gereja Katolik di berbagai tempat juga

mendapat perhatian dari Paus Benediktus XVI, sebagai pimpinan umat Katolik.

Desakralisasi arsitektur Gereja Katolik, merupakan hal yang menjadi keprihatinan

lembaga Gereja Katolik [23] terutama pada bentuk arsitektur Gereja dengan langgam

modern. Fenomena desakralisasi ini tidak dapat dilepaskan dari perlunya pemahaman

akan makna yang ada di balik wujud arsitektur tersebut, karena pemaknaan merupakan

hal yang mempengaruhi tindakan manusia dan melibatkan perasaan/emosi manusia.

Kata sakral yang berasal dari sacrum (Latin) terkait dengan Tuhan dan

kekuatan kuasaNya. Dalam kata ini juga terkandung makna spasial yang menunjuk

pada area tertentu. Area sakral merupakan ruang yang memiliki nilai kosmologis

berupa titik pusat orientasi dan berkaitan dengan pengalaman religious, mengandung

nilai spiritual, kesucian dan ritual.

Mircea, membedakan ruang sakral dari ruang profan, pada kepekaan kultural

dalam menanggapi kehadiran kekuatan Ilahi [24]. Konsep ini menyatakan bahwa

sebuah ruang disebut sakral karena yang Ilahi atau kekuatan supernatural berdiam di

dalamnya, dan menggerakkan masyarakat setempat untuk mengorientasikan dirinya

pada tempat tersebut. Kesakralan di tempat tersebut berarti kehadiran kekuatan Ilahi

yang menggerakkan komunitas untuk mengorientasikan dirinya secara vertikal dan

horizontal pada tempat tersebut.

Thomas [22] mendefinisikan teori arsitektur sakral, -dalam hal ruang dan

tempat-, sebagai pemikiran teologis terstruktur mengenai realitas alam semesta. Teori

ini berkaitan dengan konsep mengenai alam dan Tuhan, dogma mengenai hubungannya

dengan manusia; yang membawa dampak pada cara orang berpikir tentang ruang dan

tempat di dunia ini.

Konsep Mircea tersebut dapat dikelompokkan pada teori dasar Sakralis, yang

menganggap bangunan dan tempat religius adalah tempat yang suci, sedangkan konsep

Thomas termasuk teori dasar Kosmologis, yang memandang bangunan atau tempat

tertentu sebagai simbol dari tatanan alam semesta, baik sebagian atau keseluruhannya.

Selain kedua kelompok tersebut terdapat teori Sekularis, yang menganggap semua

tempat adalah sama, tidak ada perbedaan. Pemikiran Kristen lebih mengacu pada kedua

teori dasar pertama.

Page 23: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Dalam pemikiran sakralisme klasik terdapat kategori “sakralisme ritual” yaitu

terbentuknya tempat sakral karena adanya ritual sakral, dan “sakralisme penampakan”

(theophany) yaitu terbentuknya ruang/tempat sakral karena adanya suatu peristiwa

sakral seperti misalnya penampakan Bunda Maria yang terjadi di Lourdes. Kemudian,

berkembang pula pemahaman “sakralisme asosiasional”, yang menganggap ruang

sakral tidak terikat pada tempat tertentu, tetapi pada keberadaan komunitas yang

melakukan penyembahan, sehingga kesakralan ruang bersifat temporer.

Dalam gereja Katolik, titik pusat orientasi adalah perayaan Ekaristi Kudus [24].

Karena peristiwa ekaristi Kudus adalah peristiwa sakral, maka Sanctuary, tempat di

mana Ekaristi Kudus dipersembahkan menjadi pusat ruang sakral dalam tatanan gereja.

Umat mengikuti perayaan Ekaristi Kudus di bagian tengah gereja (nave), yang

membentang dari area pintu masuk (narthex) ke bagian mimbar di area sanctuary.

Melalui ritual liturgi gereja ini lah terjadi pembentukan hirarki kesakralan ruang.

Arsitektur gereja selalu menjadi simbol kesakralan, ekspresi konsep teologi, membawa

makna atau berperan langsung dalam pembentukan sebuah makna bagi komunitas

Kristen [22, 24].

Page 24: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Alur pikir

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Gambar 3 Kerangka penelitian

a. Langkah 1: Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka

dilakukan penelaahan mengenai pemahaman tentang arti inkulturasi, sejarah

inkulturasi dan hubungannya dengan arsitektur gereja Katolik

b. Langkah 2: Melakukan penelaahan mengenai pemaknaan dalam arsitektur

secara umum melalui literatur yang relevan, meliputi landasan teoritik proses

pemaknaan arsitektur, pengertian relasi makna dengan bentuk dan fungsi

arsitektur. Kemudian mengidentifikasi pemahaman ini pada obyek arsitektur

Gereja Katolik yang dijadikan objek studi

c. Langkah 3: Membangun kerangka analisis untuk membaca makna bentuk

inkulturasi arsitektur Gereja Katolik secara menyeluruh. Kemudian

Page 25: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

menerapkannya dalam pengujian obyek kasus studi, melalui analisis teoritis dan

data empiris.

d. Langkah 4: Membuat interpretasi hasil temuan terkait makna bentuk obyek

kasus studi dengan mengacu pada tujuan dan pertanyaan penelitian..

III.2. Metode Penelitian

Kajian mengenai makna arsitektural religious pada arsitektur gereja ini akan

berpumpun pada faktor pengaruh, proses keterkaitan dan konteks budaya yang

merupakan rujukan bagi perancangan bentuk dan pemaknaan arsitektur gereja Katolik.

Metode yang akan digunakan bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif berdasarkan

bukti empiris yang ditemukan pada objek studi melalui paparan kondisi lingkungan

fisik, latar belakang kesejarahan, pelaksanaan upacara liturgial dan pengaruh-pengaruh

luar lain.

Page 26: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

BAB IV

DISKUSI DAN HASIL PEMBAHASAN

IV.1. Sejarah Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran

Gereja Hati Kudus Yesus, terletak di kabupaten Bantul, 17 km selatan kota

Yogyakarta. Gereja ini memiliki 8000 umatyang tersebar di 27 wilayah yang teriri atas

54 lingkungan. Gereja ini dibangun pada tahun 2009 di atas lahan seluas 2.5 ha. Di atas

lahan ini juga terdapat bangunan pastoran, ruang pertemuan, candi dan pelataran

terbuka, dikenal sebagai Mandala Hati Kudus Tuhan Yesus

Berawal dari sebuah gereja kecil yang dibangun pada 16 April tahun 1924 oleh

keluarga Schmutzer, manager pabrik gula Ganjuran Gondanglipuro, sebagai ungkapan

syukur mereka kepada Hati Kudus Yesus, dan sebagai bentuk pelaksanaan ajaran sosial

Gereja (rerum novarum) oleh keluarga Schmutzer, dengan memperlakukan buruh-

buruh pekerja pabrik gula sebagai rekan/sahabat mereka, berbagi hasil kerja dan

menyediakan fasilitas bagi mereka, termasuk fasilitas peribadatan [25].

Pada tahun 1927 mulai dibangun sebuah candi sebagai ungkapan syukur atas

berkat Tuhan yang melimpah; menggambarkan kedamaian dan keadilan Tuhan atas

tanah itu. Di dalam candi ditempatkan patung Hati Kudus Yesus dan sekaligus Kristus

Raja, dan dinamakan candi Hati Kudus Yesus (seperti tertulis dalam candi “Sampeyan

Dalem Maha Prabu Yesus Kristus Pangeraning para Bangsa”, Engkaulah Kristus Raja

Tuhan segala bangsa).

Berbeda dengan candi yang dibangun dengan mengadopsi langgam Hindu-

Jawa, bentuk bangunan arsitektur gereja pada awal pendiriannya itu mengacu pada

bentuk arsitektur gereja di Eropa barat, tempat keluarga Schmutzer berasal. Selama

perang militer kedua antara Indonesia dan Belanda, pabrik gula Ganjuran

Gondanglipuro dibumi-hanguskan, akan tetapi candi dan gereja Hati Kudus Yesus

masih tersisa dan masih tumbuh bersama dengan anggota jemaat Gereja sampai

sekarang. Sesuai dengan perkembangan umat, bangunan gereja sempat mengalami

perluasan-pengembangan sebelum rusak total akibat gempa bumi pada tahun 2006, dan

dibangun kembali pada tahun 2009 dengan bentuk arsitektur yang samasekali berbeda

Page 27: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

dari bentuk asalnya. Bentuk gereja yang baru ini mengambil sosok arsitektur

setempat/arsitektur Jawa (Gambar 4).

Gambar 4 Tampak Gereja Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi tahun 2006

Sumber: Dokumentasi Gereja Ganjuran

IV.2. Ruang Luar Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran

Tatanan arsitektur dibentuk oleh elemen-elemen geometris yang secara visual

dapat ditangkap/dikenali penggunanya melalui penginderaannya, dan juga oleh prinsip-

prinsip tatanan (formal abstract), baik pada tatanan ruang luarnya maupun massa

bangunannya.

Gereja Hati Kudus Yesus dibangun dengan konteks yang tidak terkait dengan

bentuk desa setempat, dan lebih merupakan prakarsa individu keluarga Schmutzer,

pemilik pabrik gula Gondanglipuro di mana Gereja Katolik Hati Kudus Yesus tersebut

didirikan, sebagai bentuk pelayanan ajaran sosial yang dilakukan keluarga Schmutzer

bagi karyawan pabrik gula miliknya. Pemilihan lokasi gereja bukan karena dipengaruhi

oleh nilai-nilai lokal melainkan karena alasan kepemilikan lahan.

Dalam pemahaman masyarakat Jawa, diperlukan batas yang jelas antara

bangunan rumah dan halaman sebagai mikrokosmos dengan bagian luar sebagai

makrokosmos dan oleh karenanya pembatas memiliki peran yang penting sebagai

penanda peralihan antara bagian dalam dan luar bangunan.

Page 28: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Gambar 5 Tapak Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Yogyakarta

Sumber: http://www.google.maps

Di dalam kompleks Gereja Hati Kudus Yesus (Gambar 5), selain gedung gereja

juga terdapat sejumlah fungsi lain yang berkaitan dengan kegiatan gereja seperti candi

hati Kudus Yesus sebagai tempat peziarah berdoa, pastoram, dan ruang kegiatan sosial

gereja; maupun fungsi yang tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan liturgi

seperti rumah sakit St. Elizabeth, dan makam. Terdapat sejumlah pintu masuk ke dalam

kompleks ini, namun bentuk pintu gerbang utama yang langsung menuju ke pelataran

gereja Hati Kudus Yesus, mempunyai bentuk yang lebih erat kaitannya dengan bentuk

candi Hati Kudus Yesus, yang dipengaruhi oleh arsitektur Hindu, daripada arsitektur

Jawa; kecuali tulisan berbahasa Jawa (“Berkah Dalem”) yang nampak dicantumkan

pada dinding gerbang (Gambar 6).

Pelataran depan gereja berperan terutama sebagai ruang publik, di mana umat

dapat saling bertegur sapa sebelum dan sesudah mengikuti liturgi. Pelataran juga

menjadi ruang terbuka yang mempunyai akses langsung ke pelataran candi Hati Kudus

Yesus di sisi timur, di mana umat melakukan ziarah, berdoa dan menjalankan berbagai

prosesi seperti ibadat „jalan salib‟.

Page 29: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Gambar 6 Gerbang Masuk ke Pelataran Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran

Sejak memasuki kompleks Gereja Hati Kudus Yesus ini, umat diantar untuk

merasakan pengalaman ruang yang terkait dengan ritus keagamaan; yaitu menuju ke

bangunan gereja untuk mengikuti berbagai upacara liturgial, menuju ke candi untuk

berziarah, ataupun ke gua Maria untuk berdoa. Kegiatan arak-arakan seperti saat

perayaan minggu Palma, Paskah, ataupun devosi sakramen MahaKudus dilakukan dari

luar menuju ke dalam gereja. Prosesi “jalan salib” dapat dilaksanakan di luar gereja,

yang ditandai dengan deretan stasi pemberhentian yang terpasang di sepanjang sisi

pelataran candi, serta keberadaan gua Maria. Makna pragmatis dari tatanan ruang luar

gereja akan semakin dapat dirasakan umat, ketika seluruh kegiatan keagamaan tersebut

dapat dilakukannya dengan kekhusukan tanpa gangguan yang berarti.

Gambar 7 Candi dan Sumber Air ”Perwitasari”

Sumber: http://www.google.maps

Page 30: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Gambar 8 Upacara di Pelataran Candi Hati Kudus Yesus

Sumber: http://www.google.maps

IV.3. Masa Bangunan Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran

Bentuk arsitektur gereja Hati Kudus Yesus sangat dipengaruhi bentuk arsitektur

keraton Yogyakarta, dalam hal bentuk geomteris, maupun elemen-elemennya.

a. Geometri massa bangunan

Arsitektur gereja Hati Kudus Yesus yang diposisikan seperti pendopo

(pendhopo) pada rumah Jawa dengan bentuk Joglo Lambangsari [26] dengan skala,

proporsi yang menjadikannya tampil dominan dalam kompleks gereja. Dominasi bentuk

dasar arsitektur barat pada konfigurasi denah gereja yang umumnya berbentuk salib,

tidak nampak pada gereja Hati Kudus Yesus, sebaliknya digunakan pola dasar denah

sebuah bangunan pendopo. Demikian pula bentuk arsitektur Gotik dengan ciri-ciri atap

pipih meruncing yang menjulang dengan dinding massif tidak lagi tampak

Gambar 9 Geometri Ruang Penunjang dan Gereja Katolik Hati Kudus Yesus

Page 31: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

b. Elemen Pembentuk Ruang

Seperti halnya sebuah pendopo yang berupa denah terbuka, gereja Hati

Kudus Yesus yang berbentuk pednopo ini tidak memiliki gerbang formal sebagai pintu

masuk ke dalam bangunan. Keterbukaan ruang sangat dominan, atau derajat

keterlingkupan ruang gereja sangat rendah dengan hanya memiliki bidang masif pada

sisi utara, sedangkan pada sisi lain hampir seluruhnya terbuka. Empat buah tiang

penyangga (soko guru) pada Rumah Joglo yang melambangkan empat unsur alam yaitu

tanah, air, api dan udara, dan keempatnya dipercaya orang Jawa akan memperkuat

rumah secara fisik maupun mental penghuni rumah tersebut, juga ditemui pada gereja

Hati Kudus Yesus (Gambar 10).

Batas ruang gereja adalah peninggian lantai berundak, jajaran kolom dan

naungan teritisan, yang membentuk pelingkup ruang secara maya. Meskipun tidak

terdapat pintu gerbang masuk secara formal, namun penempatan „cawan air suci‟, -yang

digunakan umat saat memasuki ruang gereja-, pada posisi tertentu di sisi selatan dan

timu, serta penyusunan kursi dalam ruang gereja, secara fungsional membatasi akses ke

dalam ruang pendopo dan membentuk jalan masuk ke dalam gereja.

Gambar 10 Ruang Dalam Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran

Langit-langit gereja, mempunyai pola menyerupai pola langit-langit Rumah

Joglo Lambangsari, yaitu mengikuti kemiringan atap pada sisi bawah, dan datar pada

bagian tengah di atas pilar-pilar (soko guru). Langit-langit (uleng-ulengan) pada

pendopo keraton Yogyakarta disangga oleh balok tumpangsari lima tingkat, dilengkapi

dengan banyak hiasan ukiran dan warna yang mengandung makna simbolik. Demikian

pula pada gereja Hati Kudus Yesus, keberadaan tumpang sari dilengkapi dengan hiasan

dan warna-waran simbolis yang melambangkan kebenaran sejati.

Page 32: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

c. Ornamen bangunan.

Seperti halnya pada pendopo keraton Yogya, ornamen di gereja Hati Kudus

Yesus juga ditemukan pada berbagai elemen bentuk arsitektur, yang mengandung

makna-makna simbolik, menurut kebudayaan Jawa maupun agama Katolik [27] seperti

misalnya pada atap, terdapat wuwung kembang turen dan banyu tumetes.

Wuwung kembang turen melambangkan kewibawaan yang tinggi; dimaknai

sebagai visi hidup umat kristen, menggunakan rencana Tuhan karena hanya Allah

sendiri yang Mahabijaksana (seperti tertulis dalam Kitab Amsal bab 24 ayat 5.

….jangan iri kepada orang jahat, jangan ingin bergaul dengan mereka. Orang yang

bijak lebih berwibawa daripada orang kuat, juga orang yang berpengetahuan daripada

orang yang tegap kuat).

Hiasan banyu tumetes pada papan lis (listplank) menggambarkan tetesan yang

memberikan rejeki pada umat; dimaknai sebagai tuntunan, bahwa nama baik lebih

berharga daripada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik daripada perak dan emas.

Apa yang kamu inginkan dari orang lain maka kamu harus berbuat lebih dulu. (seperti

tertulis dalam Kitab Amsal 22 ayat 9. …..orang yang baik hati akan diberkati karena ia

membagi rejekinya dengan si miskin) (Gambar 11).

Gambar 11 Detail Ornamen pada Atap Bangunan Pendopo

Sumber: Dokumentasi 85 tahun Gereja Ganjuran

Pada kolom soko guru, ornamen terdapat hiasan padma dan probo. Hiasan

bunga Padma pada kaki kolom andesit melambangkan keabadian dan kelanggengan;

pada gereja Hati Kudus Yesus, umpak dimaknai sebagai Iman. (seperti tertulis dalam

Matius 16:16-18 tentang orang Parisi dan Saduki meminta tanda. …… maka jawab

Simon Petrus “Engkau adalah Mesias Anak Allah yang Hidup”. Kata Yesus kepadanya

“Berbahagialah Engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakannya

itu kepadamu, melainkan Bapakku di Surga”. Dan Aku berkata kepadamu: Engkau

adalah Petrus dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaatku dan alam

maut tidak akan menguasainya)

Page 33: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Sabda Allah itu yang menjadi kekuatan dasar gereja dan ornamen probo di atas

dan di bawah pilar melambangkan sabda Allah yang menjadi dasar kekuatan Gereja

(Gambar 12).

Gambar 12 Detail Ornamen pada Kolom Bangunan Pendopo

Sumber: Dokumentasi 85 tahun Gereja Ganjuran

Probo pada bagian atas dan bawah kolom melambangkan Nur Ilahi, sinar Ilahi;

dalam gereja dimaknai sebagai Sinar Tuhan Yesus sebagai terang dunia. (Seperti tertulis

dalam Lukas bab 2:9-11 tentang Kelahiran Yesus. … Tiba-tiba berdirilah seorang

Malaikat Tuhan di dekat mereka dan Kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan

mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka “Jangan takut, sebab

sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar bagi seluruh bangsa. Hari

ini telah lahir bagimu kesukaan besar yaitu Kristus)

Tumpang Sari melambangkan keindahan; dalam Gereja dimaknai sebagai

Kebenaran sejati; panggilan surgawi dari Allah dalam Yesus, karena karunia surga itu

anugerah bagi orang yang melaksanakan perintah Allah. Bahwa untuk mendapatkan

surga, yang harus dilakukan adalah saling mengkait dan tumpang sari dalam ajaran

Tuhan seperti jujur, mulia dll. (seperti tertulis dalam surat Santo Petrus pada umat Filipi

bab 3: 13-16 …. Saudara-saudara aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah

menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di

belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku. Dan berlari-lari

kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam

Page 34: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Kristus Yesus. Karena itu marilah kita, yang sempurna berpikir demikian dan jikalau

lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah kepadamu. Tetapi

baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah

kita tempuh)

Nanasan pada tumpangsari, melambangkan perjuangan hidup, bahwa untuk

menikmati kehidupan yang manis, seseorang harus berjuang. Dalam Gereja dimaknai

sebagai berani mengalami kesulitan demi Kristus Sang Penyelamat dan berjuang dalam

hidup dengan Iman dan Kasih (seperti tertulis dalam Injil Markus 8:35 ….karena

barang siapamau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya karena Aku

dan karena Inji ia akan menyelamatkannya). (Gambar 13)

Gambar 13 Detail Ornamen pada Soko Guru Bangunan Pendopo

Sumber: Dokumentasi 85 tahun Gereja Ganjuran

Warna dalam semua ornament arsitektural melambangkan makna-makna

tertentu. Simbolisasi warna pare anom dan gula kelapa, yaitu hijau, kuning, merah dan

putih, yang terdapat pada keraton Yogyakarta, juga terdapat pada gereja Hati Kudus

Yesus, Ganjuran. Warna tersebut serupa dengan warna liturgi gereja Katolik; makna

simbolik warna-warna tersebut adalah hijau sebagai masa pengharapan, kuning sebagai

warna keagungan, putih melambangkan kesucian dan merah menunjukkan keberanian

membela kebenaran untuk mempertahankan darah martir sampai mati. Selain ornamen

yang melekat pada elemen bangunan, obyek koleksi liturgial yang berada dalam gedung

gereja maupun di pelataran gereja, juga berperan bagi keberfungsian gereja dalam

mewadahi kegiatan liturgial gereja Hati Kudus Yesus.

Page 35: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

IV.4. Makna Sakral Arsitektur Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran

Seperti diuraikan pada bagian terdahulu, liturgi Ekaristi Kudus merupakan

perayaan ritual tertinggi, peristiwa tersakral dan titik pusat orientasi yang melandasi

bentuk arsitektur gereja Katolik. Ruang sakral dalam Gereja Katolik adalah “wadah

fisik” bagi kehadiran Tuhan dalam perayaan liturgi Ekaristi Kudus. Tuhan yang

“transenden, tidak kelihatan” menjadi bisa “di-indera-kan” oleh umat Katolik melalui

simbol-simbol sakral yang terwujud dalam tatanan sakral. Sanctuary, tempat di mana

Ekaristi Kudus dipersembahkan menjadi pusat ruang sakral dalam tatanan ruang gereja.

Umat mengikuti perayaan Ekaristi Kudus di bagian tengah gereja (nave), yang

membentang dari area pintu masuk (narthex) ke bagian mimbar di area sanctuary.

Melalui ritual liturgi gereja ini lah terjadi pembentukan ruang sakral atau hirarki

kesakralan ruang.

Gambar 14 Hirarki Ruang Sakral dalam Gereja

Elemen bangunan gereja seperti kolom pendopo, lantai berundak, teritisan,

menjadi pembatas maya ruang sakral gereja Hati Kudus Yesus. Sanctuary sebagai pusat

perayaan Ekaristi Kudus ditempatkan pada lantai tertinggi dan terlingkupi, setelah ruang

nave yang terbuka. Area narthex sebagai daerah yang „kurang sakral‟, daerah peralihan

dari pelataran gereja ke ruang dalam gedung gereja, tidak terwujud dengan jelas pada

bentuk ruang pendopo yang terbuka ini Meskipun tidak membentuk sumbu linier

simetris, tetapi pendopo yang terbuka menciptakan kemenerusan visual dari area publik

di luar gereja ke ruang paling sakral/sanctuary.

Page 36: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Penciptaan kesakralan ini menjadi ciri khas ruang sakral Gereja Katolik.

Arsitektur Gereja Katolik berperan untuk memberi wadah berupa tatanan fisik yang

membantu terciptanya pemusatan seluruh indera umat Katolik pada inti perayaan liturgi

tersebut. Pemusatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran akan kehadiran yang

Ilahi pada altar di area sanctuary tempat liturgi Ekaristi tersebut berlangsung, yang

diperoleh dengan prinsip konsentrasi terpusat

Pada gereja Hati Kudus Yesus, konsentrasi yang diharapkan terpusat pada

sanctuary, diwujudkan bukan semata-mata karena kekuatan sumbu vertikal pada soko

guru dan tumpangsarinya, melainkan diwujudkan dengan peninggian lantai,

penambahan cahaya langit (skylight), dan ornament simbolik di seputar altar. Kubah

pada skylight diberi lukisan simbol Tritunggal Mahakudus, empat penulis Injil, Mateus,

Markus, Lukas dan Yohanes. Demikian pula ornamen di seputar altar diberi simbol

burung pelikan yang mengorbankan diri hingga berdarah-darah untuk memberi makan

anak-anaknya sebagaimana Kristus mengorbankan diriNya secara total untuk manusia.

Area sanctuary merupakan area yang paling mendapat pengolahan ornamen arsitektur

agar fokus perhatian umat tertuju ke sanctuary. (Gambar 15)

Gambar 15 Konsentrasi Terpusat pada Ruang Sakral dalam Gereja

Hirarki ruang sakral melingkupi seluruh kompleks gereja, sehingga dinding

batas lahan dan gerbang masuk merupakan pembatas area sakral dengan area profan

atau area di luar kompleks gereja Hati Kudus Yesus. Berbagai prosesi dalam liturgi,

seperti ibadat „jalan salib‟, perarakan Hati Kudus Yesus, perayaan minggu palma-

Paskah dimulai atau dilakukan di pelataran depan gereja atau pelataran candi sebagai

ruang publik menuju ke ruang dalam gereja, dari area „kurang sakral‟ ke area tersakral.

Page 37: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

Keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan diartikan bahwa

manusia mempunyai hubungan spiritual dengan Tuhan sebagai penguasa semesta alam;

dan hubungan ini bersifat individual. Latar belakang budaya dan pengalaman religius

seseorang mewarnai kepekaan dan ingatan kulturalnya akan bentuk arsitektur dan

makna simboliknya. Simbol selalu menunjuk pada sesuatu di luar dirinya sendiri,

sesuatu yang tingkatannya lebih tinggi dan memiliki daya kekuatan yang melekat.

Simbolisasi diperlukan untuk menandai hal-hal sosial yang penting, dan

membawa orang menyesuaikan diri dalam mengenali nilai-nilai yang harus dianutnya

dalam hidup; simbol juga diperlukan untuk menggambarkan dan menjembatani

perasaan-perasaan manusia yang terdalam yang berkaitan dengan makna sakral.

Karenanya simbol mempunyai peran yang besar dalam arsitektur gereja Katolik. Liturgi

Katolik menggunakan tanda-tanda dan simbol-simbol berdasarkan budaya, sejak masa

Perjanjian Lama. Beberapa tanda-tanda dan simbol datang dari dunia penciptaan

semesta (cahaya, air, api, roti, anggur, minyak), yang lain dari kehidupan dalam

masyarakat (penyucian, pembaptisan, pemecahan roti), serta dari sejarah suci Perjanjian

Lama (ritus Paskah, pengorbanan, penumpangan tangan, pengudusan orang dan objek).

Ketika seorang inividu dapat merasakan makna pragmatik dari arsitektur gereja,

-yaitu saat mengikuti semua ritus liturgi dengan khusuk-, menemukan dan menghayati

makna-makna simbolik dalam setiap elemen arsitektur, maka sakralitas ruang gereja

dimungkinkan semakin dapat dirasakannya.

Page 38: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

BAB V

RANGKUMAN

Inkulturasi adalah sebuah proses perubahan, yang dalam sebuah agama merupakan

usaha agama untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat; merupakan suatu

proses pengintegrasian pengalaman iman ke dalam kebudayaan setempat sedemikian

rupa sehingga pengalaman tersebut tidak hanya mengungkapkan diri di dalam unsur-

unsur kebudayaan bersangkutan, melainkan juga menjadi kekuatan yang menjiwai,

mengarahkan dan memperbaharui kebudayaan bersangkutan. Melalui proses ini, bentuk

Gereja Katolik tidak lagi merujuk pada bentuk gereja dari Eropa Barat, tetapi mengaju

pada arsitektur setempat. Dalam kasus Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran, patron yang

digunakan adalah arsitektur Jawa, khususnya keraton Yogyakarta.

Pembentukan makna arsitektur gereja Katolik dipengaruhi oleh lingkungan dan

bentuk arsitektur gereja tersebut, dan juga latar belakang yang dimiliki pengamatnya.

Tatanan spasial arsitektur Gereja sebagai sebuah artefak mengandung makna alami yang

secara eksistensial mudah diterima pengamat tanpa terikat pada agama yang dianutnya.

Namun, makna yang merupakan produk sosial atau kesepahaman yang berlandaskan

budaya, akan mempunyai keterbatasan lingkup penerimaannya, baik makna fungsional,

simbolik maupun makna poetik.

Dalam objek kasus studi, makna pragmatik dapat dirasakan umat di pelataran

gereja dan candi, maupun di dalam bangunan gereja, terutama saat menjalani upacara

liturgial. Hubungan timbal balik antara arsitektur gereja dan tempat; hubungan antara

batas-batas spasial dan aktivitas sosial; lintasan yang dilalui tubuh dan pandangan;

interaksi ruang dengan ikonografi; kekuatan teks, sejarah dan memori, seluruhnya

berakumulasi dalam membentuk kesakralan ruang. Arsitektur Gereja Katolik selalu

dibangun dengan landasan teologis yang kuat, dan mempunyai peran mengeskpresikan

misi dan hakekat agama Katolik, sehingga proses inkulturasi yang mengangkat peran

arsitektur setempat tidak berarti dengan serta merta memindahkan bentuk arsitektur

ataupun ornamen arsitektur setempat sebagai bagian dari arsitektur gereja Katolik, tetapi

diperlukan pemurnian setiap bentuk dan simbol dari arsitektur setempat terhadap agama

Katolik.

Page 39: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

DAFTAR PUSTAKA

1. Naisbitt, J. 1994. Global Paradox. New York: Breadly Pub.

2. Rendra, W. 1984. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia

3. Sukatmi, S. 2012. „Unsur-unsur Kesenian Jawa dalam Inkulturasi Gereja Katolik

Kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta: Perspektif Aksiologi. Disertasi Sekolah

Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta

4. Kusbiantoro, K. 2003. “Dominasi Makna Pragmatik YB Mangunwijaya dalam

Penerapan Konsep Konsili Vatikan II”. Tesis Master Arsitektur (tidak dipublikasi).

Bandung: Universitas Katolik Parahyangan

5. Martana, S. P., 2010. „Pola Inkulturasi Arsitektur pada Gereja-gereja Katolik dan

Protestan di Bali dan Jawa Tengah‟. Disertasi. Tidak dipublikasi. Bandung: Institut

Teknologi Bandung.

6. Sitinjak, R.H. 2012. “Studi Ikonologi Panofsky pada Arsitektur dan Interior Gereja

Katolik Inkulturatif Panguruan”, Jurnal Dimensi Interior, 9(2), pp. 119-136.

7. Srisadono, Y.D. 2012. “Konsep Sacred Space dalam Arsitektur Gereja Katolik”.

Jurnal Melintas, 28.2.2012 [182-206]

8. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

9. Ujan, Boli, SVD. (n.d). “Sakramen dan Liturgi‟. (diakses Juli 2013)

10. Sinaga, A.B. 1984. Gereja dan Inkulturasi. Kanisius, Yogyakarta.

11. Schineller, P. 1990. A Handbook on Inculturation. Paulist Press, New York.

12. Hardawiryana, R., SJ. (penerjemah) 1990. Sacrosanctum Concilium (Konsili Suci).

Seri Dokumen Gerejani no.9. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan

KWI

13. Capon, D.S., 1999. Architectural Theory: The Vitruvian Fallacy, New York: John

Wiley & Son

14. Salura, P., Fauzy, B. 2012. “The Ever-rotating Aspects of Function-Form-Meaning

in Architecture.” Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2(7)7086-7090,

2012 . Ada di http://www.textroad.com (diakses 20 April 2012)

15. McGuire, D., (n.d). „Church Architecture and Sacred Space‟. Theology -University

of Great Falls. Ada di (http://www.straphaelparish.net/.../Church%20Architectu... ),

diakses tanggal 2 Juni 2013

16. Sutrisno, M., Verhaak C. 1983. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius

Page 40: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

17. Gavril, I., 2012. “‟Archi-Texts‟ for Contemplation in Sixth-Century Byzantium: The

Case of the Church of Hagia Sophia in Constantinople”. D.Ph. Thesis. University of

Sussex-Art History.

18. Rapoport, A. 1982. The Meaning of Built Environment. New Delhi: Sage Pub.

19. Gibson, J.J. 1979. An Ecological Approach to Visual Perception. Boston: Houghton

Mifflin.

20. Hershberger, R. 1986. “A Study of Meaning and Architecture.” Institute of

Environmental Studies. University of Pennyslvania. Proceeding EDRA 01:89-100

21. Dillistone, F.W. 2002. The Power of Symbols (terjemahan Daya Kekuatan Simbol).

Yogyakarta: Kanisius

22. Thomas, J.A. 1994. “Theory, Meaning & Experience in Church Architecture.” Thesis for

the Degree of Doctor of Philosophy. Ada di etheses.whiterose.ac.uk/3004/ (diakses 27

September 2013)

23. Schoedler, 2012. “Domus Dei, Quae Est Ecclesia Dei Vivi: The Mtyh of the Domus

Ecclesiae”. Journal of Sacred Architecture, issue 21-2012

24. Mircea, E., 2002. The Sacred and Profane: The nature of Religion (terjemahan

Sakral dan Profan). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru

25. Utomo, G. 1999. Gereja Hati Kudus Yesus di Ganjuran. Yogyakarta: Unggul Jaya

26. Ismunandar K. 1987. Joglo Arsitekur Rumah Tradisional Jawa. Semarang: Dahara

Prize

27. n.d). “Gereja Berkat dan Perutusan”. Dokumen 85 tahun Gereja Ganjuran

Page 41: Laurens Joyce Marcella. Makna Bentuk pada Arsitektur Gereja

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 - Inkulturasi Dalam Gereja Katolik …………………………………. 9

2. Gambar 2 - Faktor Pembentuk Arsitektur Gereja Katolik …………………….. 11

3. Gambar 3 - Kerangka Penelitian .………………………………………………. 16

4. Gambar 4 - Tampak Gereja Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi tahun 2006 …. 19

5. Gambar 5 - Lokasi Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran ……………… 20

6. Gambar 6 - Gerbang Masuk ke Pelataran Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran ... 21

7. Gambar 7 - Candi dan Sumber Mata Air Perwitasari ………………………….. 21

8. Gambar 8 - Upacara di Pelataran Candi Hati Kudus Yesus …………………….. 22

9. Gambar 9 - Geometri Bangunan Penunjang dan Gereja Hati Kudus Yesus ……. 22

10. Gambar 10- Ruang Dalam Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran ………………… 23

11. Gambar 11- Detail Ornamen pada Atap Gereja Hati Kudus Yesus ……………. 24

12. Gambar 12- Detail Ornamen pada Kolom Bangunan Pendopo ………………… 25

13. Gambar 13- Detail Ornamen pada Soko Guru Gereja Hati Kudus Yesus………. 26

14. Gambar 14- Hirarki Ruang Sakral dalam Gereja Hati Kudus Yesus ...…………. 27

15. Gambar 15- Konsentrasi Terpusat pada Area Ruang Sakral ……………………. 28