laporan tugas 1 adu a3
DESCRIPTION
Laporan Tugas 1 Adu a3TRANSCRIPT
1
BAB I
LATAR BELAKANG
Jalan merupakan media sirkulasi dalam kota. Bagaimana kawasan tertentu terbentuk akan memberi koridor sebagai sirkulasi
penghuninya. Kawasan kota seringkali menghadapi masalah akan media sirkulasinya, mulai dari kemacetan yang terjadi di jalan, kurangnya
lahan parkir sehingga banyak orang dengan nyaman memarkir kendaraannya dipinggir jalan secara sembarangan. Tidak berhenti disitu saja,
pelanggaran terhadap garis sempadan jalan kini makin jadi masalah serius untuk diamati dan dikaji ulang sebagai bahan pelajaran bagaimana
merancang kota dengan benar.
Hal serupa inilah yang terjadi di sepanjang koridor Jl. Bendungan Sutami-Jl. Galunggung. Kedua koridor jalan tersebut merupakan salah
satu jalan yang terdapat di Kota Malang. Kawasan di sepanjang koridor jalan tersebut di kembangkan sebagai daerah bisnis dan pertokoan.
Pertumbuhan bangunan fisik seperti ruko dan pemukiman warga semakin banyak dan padat. Bangunan-bangunan inilah yang kemudian
berpengaruh pada sirkulasi jalan. Jalan makin terlihat sempit karena padatnya volume kendaraan yang tidak sepadan dengan lebar jalan,
sedangkan aktivitas pengguna jalan semakin meningkat searah dengan pekembangan perdagangan dan bisnis di kawasan tersebut. Sebagian
bangunan di sepanjang koridor Jl. Bendungan Sutami juga melanggar garis sempadan jalan. Di lain hal, fasilitas publik berupa tempat sampah
sangat sulit ditemukan, jadi tidak mengherankan bila koridor jalan tersebut terlihat kotor karena sampah yang berserakan. Masalah lain timbul
dari kenyamana pejalan kaki yang sama sekali tidak diwadahi dengan fasilitas yang nyaman. Nyaris tidak terdapat pedestrian di sepanjang jalan
ini sehingga keselamatan pejalan kaki tidak terjamin. Semua permasalahan di atas berujung pada kemacetan yang panjang dan perilaku egois
para pengguna jalan. Mereka selalu menginginkan perjalanan cepat sampai tujuan tanpa mengindahkan peraturan lalu-lintas.
Koridor Jl. Bendungan Sutami-Jl. Galunggung merupakan daerah dengan intensitas sirkulasi kendaraan yang padat dan tinggi karena
kawasan ini dikembangkan sebagai sentral bisnis dan pertokoan sudah selayaknya memberikan kenyamanan dan keamanan dalam berlalu-
lintas, namun dalam kenyataannya hal ini sama sekali tidak terwujud. Permasalahan ini layaknya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
perancangan dan perencanaan kota. Bagaimana proses perencanaan tata ruang kota serta pemanfaatan ruang kota seharusnya dapat
dikendalikan dengan baik dan benar.
2
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
2.1 KONSEP DASAR KOTA
2.1.1 Pengertian Kota
Definisi kota secara klasik menurut Amos Rapoport ialah suatu pemukiman yang relative besar, padat dan permanen, terdiri dari
kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial. Sedangkan definisi secara modern sebuah permukiman dapat
dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi
suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah
pedalaman yang lebih besar berdasarkan hirarki-hirarki tertentu.
2.1.2 Hubungan Desain Arsitektur dan Kota
Kawasan kota memiliki sifat yang sangat mempengaruhi kehidupan tempatnya (place). Kenyataan tersebut dapat diamati
ditempat dimana suasana kota kurang baik dan dimana masyarakatnya menderita oleh wujud dan ekspresi tempatnya (place). Hal
itu bukan berarti suatu tempat yang kelihatan mewah pasti akan memiliki kehidupan perkotaan yang baik ataupun sebaliknya.
Kriteria dan prinsip-prinsip arsitektur sama-sama perlu diperhatikan, baik di tempat yang mewah maupun yang sederhana.
Masyarakat sering menganggap bidang arsitektur hanya berarti bagi kelompok sosial menengah ke atas. Pandangan tersebut kurang
benar, khususnya di dalam lingkungan kota. Di dalam setiap kawasan perlu diperhatikan beberapa prinsip dan elemen-elemen
perkotaan yang arsitektural, supaya di dalam kehidupan dan segala aktivitasnya masyarakat setempat merasa nyaman di tempat itu.
3
2.1.3 Bentuk Kota Malang dan Dinamikanya
Kata dinamis merupakan lawan dari kata statis dan kata dinamika berarti berhubungan dengan benda yang bergerak baik
konkret maupun abstrak. Dinamika kota perlu diperhatikan karena wujud kota tidak boleh dipandang dari 3 dimensi saja, tetapi
dimensi waktu juga menjadi unsur yang sangat mempengaruhi kehidupan di kota, khususnya pada masa kini. Berdasarkan sejarah,
dapat diamati bagaimana dinamika kota dipengaruhi oleh perkembangan masyarakatnya dan demikian pula sebaliknya. Artinya,
perkembangan masyarakat terungkap dalam perkembangan kota. Dinamika ini terjadi secara alamiah karena masyarakat yang hidup
selalu mempunyai kecenderungan untuk mengekspresikan kehidupan melalui perkembangannya. Dinamika yang terjadi di Kota
Malang cenderung menuju trend yang negatif. Hal ini dibuktikan dengan kurang tertatanya lahan di Kota Malang, seperti tata lahan
pada daerah sekitar Jl.Veteran dan Jl.Bandung yang seharusnya diperuntukkan sebagai kawasan pendidikan justru dibangun
bangunan komersial seperti Pusat Perbelanjaan. Selain itu masih banyak lagi penyalahgunaan peruntukkan lahan di Kota Malang.
2.2 TATA RUANG
A. Pengertian tata ruang
Menurut Undang-undang no 24 tahun 1992, Tata ruang adalah wujud struktural dari pola pemanfaat ruang yang
direncanakan maupun tidak. Kondisi penduduk secara sosial maupun ekonomi sangat terkait erat dengan penataan ruang kota,
serta pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang ada. Sedangkan di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,
adalah mengenai penetapan kawasan perkotaan selain kawasan perkotaan yang berstatus daerah kota, penetapan tersebut
terdiri dari Daerah Kabupaten, Kawasan Perkotaan Baru yang merupakan hasil Pembangunan yang mengubah kawasan
4
pedesaan menjadi kawasan perkotaan, dan kawasan perkotaan yang merupakan dari dua atau lebih daerah yang berbatasan
sebagai daerah satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.
B. Rencana tata ruang
Rencana tata ruang disusun guna menuju keadaan masa depan yang diharapkan.
Tata Guna Lahan di Kota Malang
Tabel Tata Guna Lahan Kota Malang
NO. KECAMATAN LUAS (Ha)
TATA GUNA LAHAN JUMLAH
PENDUDUK TERBANGUN (Ha) TIDAK
TERBANGUN (Ha)
1. KLOJEN 883 754,25 128,75 108,268
2. BLIMBING 1.776,65 1.445,30 331,35 163.637
3. SUKUN 2.096,57 1.235,40 861,17 166.675
4. LOWOWARU 2.260,00 1.598,01 661,993 182.839
5. KEDUNG KANDANG 3.989,44 1.869,73 2.119,71 167.930
TOTAL 11.005,66 6.902,69 4.102,97 789.349
Sumber: BPS,2007
5
Tata guna lahan (land use) di Kota Malang didominasi oleh ruang terbangun dengan luasan total 6.902,7 ha, sedangkan lahan tidak
terbangun dengan luasan total 4.102,9 ha. Data tata guna lahan tersebut memperlihatkan ketimpangan orientasi penggunaan lahan yang
cenderung terus bertumbuh untuk pembangunan permukiman dan fasilitas perekonomian lainya. Kebijakan yang tidak berorientasi pada
lingkungan diduga berdampak pada berkurangnya lahan peruntukan untuk ruang terbuka hijau dan area pepohonan yang menyebabkan
penurunan kualitas dan kenyamanan hidup perkotaan. Konversi lahan yang tidak terkendali menyebabkan ruang tumbuh ekologis berkurang.
Dari data diketahui bahwa proporsi ruang terbangun adalah 62,4% dari total kawasan dan ruang tidak terbangun adalah 37,3%.
Gambar Struktur Ruang Kota Malang
6
2.3 HUBUNGAN WILAYAH KORIDOR JALAN BENDUNGAN SUTAMI-GALUNGGUNG DENGAN KOTA MALANG
Jalan Bendungan Sutami-Galunggung terletak di
Kecamatan Dinoyo dan Kecamatan Oro-oro Dowo. Koridor
jalan ini menghubungkan daerah BWK (Bagian Wilayah
Kota) Malang Utara dengan Pusat BWK Malang Utara
(Unmer, Dieng dan Plaza).
A. Terhadap Linkage
7
B. Terhadap Fungsi Jalan
Jalan Bendungan Sutami-Galunggung merupakan
jalan kolektor sekunder Jalan kolektor
sekunder adalah jalan yang
melayani angkutan pengumpulan atau
pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi, dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di
dalam kota.
8
C. Terhadap Tata Guna Lahan
Tata Guna Lahan di sekitar koridor Jalan Bendungan
Sutami-Galunggung digunakan sebagai
perdagangan dan jasa (ungu), pendidikan (coklat),
pemukiman (kuning). Di sepanjang tepi Jalan
Bendungan Sutami-Galunggung rata-rata adalah
area perdagangan dan jasa
9
2.4 KHARAKTERISTIK SIFAT MASYARAKAT KOTA MALANG KHUSUSNYA DI SEPANJANG JL. BENDUNGAN SUTAMI- JL. GALUNGGUNG
Sebuah wilayah desa juga dapat berkembang menjadi wilayah perkotaan menurut perkembangan tingkat besar-kecilnya
wilayah, perilaku warga, dan hal-hal lain yang mendukung terbentuknya pola keruangan masyarakat kota. Masyarakat kota dengan
segala potensi dan permasalahan yang terjadi di dalamnya akan menimbulkan hubungan, kehidupan dan karakteristik masyarakat yang
berbeda. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul sebagai dampak hasil-hasil pembangunan diperlukan upaya
perencanaan dan partisipasi masyarakat agar arah pembangunan yang dilaksanakan dapat sesuai dengan daya dukung lingkungan dan
kebutuhan kota.
Kota Malang merupakan salah satu daerah otonom dan merupakan kota besar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya.
Selain perdagangan, Kota Malang juga dikenal dengan industrinya. Sebagai kota besar, Malang tidak lepas dari permasalahan sosial dan
lingkungan yang semakin buruk kualitasnya.
Jl. Bendungan Sutami- Jl. Galunggung termasuk dalam Kecamatan Lowokwaru dan Klojen, Kota Malang. Sesuai dengan RDTR
Kota Malang, kawasan tersebut diperuntukkan sebagai pusat perdagangan dan jasa serta fasilitas pendidikan dan fasilitas umum. Oleh
karena itu mayoritas pencaharian masyarakatnya adalah di bidang non agraris seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang perdagangan,
kepegawaian, pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Karena berada di kawasan pendidikan, masyarakat kawasan ini memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi dikarenakan kesadaran untuk memenuhi kualifikasi lapangan pekerjaan yang tersedia. Berikut beberapa
ciri-ciri kharakteristik masyarakat di sepanjang Jl. Bendungan Sutami- Jl. Galunggung antara lain :
Tumbuhnya sikap egois disebabkan karena adanya pengaruh individualis sehingga melahirkan persaingan antar warga.
Memiliki pekerjaan yang beraneka ragam. Pekerjaan masyarakat kota pada umumnya bergerak di bidang jasa dan perdagangan.
Pola pikir masyarakat lebih terbuka dan berkembang karena tingginya tingkat pendidikan.
Kehidupan keagamaan sudah berkurang karena kesibukan kerja, masyarakat menjadi materialistis, memiliki kontrol sosial rendah, dan
emosi keagamaan berkurang.
10
BAB III
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KAWASAN STUDI
3.1 LOKASI DAN BATAS-BATAS JALAN
Lokasi : Jalan Bendungan Sutami- Jalan Galunggung
BATAS JL. BENDUNGAN
SUTAMI
PEREMPATAN ITN
P
BATAS JL BENDUNGAN SUTAMI
DENGAN JL GALUNGGUNG
BATAS JL GALUNGGUNG
PEREMPATAN DIENG
Panjang Jl. Bendungan Sutami : 845 m
Panjang Jl. Galunggung : 1.055 m
Total Panjang Jl. Bendungan Sutami –
Galunggung : 1.900 m
Utara : Perempatan ITN yang terdiri
dari Jl. Gajayana, Jl. Veteran, Jl. Sigura-
gura
Selatan : Perempatan Dieng yang terdiri
dari Jl. Dieng, Jl. Terusan Dieng, Jl. Raya
Langsep.
11
3.2 TATA GUNA LAHAN
Lahan di Jalan Bendungan Sutami didominasi oleh bangunan ruko karena koridor ini adalah pusat perdagangan. Terdapat
Institusi pendidikan Universitas Negeri Malang, ITN, dan Kampus 2 Muhammadyah Malang serta Pom Bensin di ujung utara. Lahan
terbuka hijau sangat sedikit.
12
Di sepanjang koridor Jalan Galunggung terdapat banyak bangunan ruko. Selain itu ada pula institusi pendidikan, KCP Bank dan
kantor pemerintah. Lahan terbuka sangat minim. Sepanjang koridor jalan ini dipadati oleh kepentingan bisnis perdagangan dan jasa.
Jalan Galunggung memiliki lebar jalan yang lebih besar daripada Jalan Bendungan sutami, sehingga volume kendaraan yang padat masih
bisa berjalan dengan lancar walaupun terkadang masih terjadi kemacetan. Sirkulasi kendaraan bermotor lebih lancar dikarenakan
terdapat perempatan yang memecah arus padat kendaraan, dimana perempatan ini yang menjadi batas antara Jalan Bendungan Sutami
dengan Jalan Galunggung.
13
3.3 KAWASAN SEKITAR JALAN BENDUNGAN SUTAMI DAN JALAN GALUNGGUNG
POM BENSIN BENDUNGAN
SUTAMI KAWASAN RUKO
PLAZA DIENG
14
3.4 PEMBANGKIT LALU LINTAS
Yang dimaksud dengan pembangkit lalu-lintas ialah kawasan-kawasan yang terdiri dari bagian atau sebagian wilayah kota yang
menimbulkan arus lalu-lintas, misalkan kawasan perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri, kawasan pendidikan. Setiap kawasan
dapat menjadi asal (origin) ataupun tujuan (destination) dari lalu-lintas. Jumlah pembangkitan lalu-lintas dari suatu kawasan per satuan waktu
tergantung kepada pola penggunaan lahan dan perkembangan suatu kawasan, ciri khas sosial ekonomi dari pelaku lalu-lintas dan sifat dan
daya tampung sistem transportasi.
Bangkitan lalu lintas utama yang didapat dalam survai di lapangan pada sepanjang jalan Bendungan Sutami dan jalan Galunggung
adalah jalan tersebut menjadi penghubung antar sumber pembangkit lalu lintas, yaitu kawasan pendidikan, kawasan perdagangan, dan
kawasan perumahan.
15
Yang termasuk dalam kawasan pendidikan disini adalah :
UTARA
Jl. Veteran : (A) Universitas Brawijaya, (B)Universitas Negeri Malang,
(C) SMAN 8, (D) SMP 4, (E) SMKN 2
Jl. Bendungan Sigura-gura : (F) Institut Teknologi Nasional (ITN)
Jl. Gajayana : (G) Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN)
SELATAN
Jl. Raya Dieng : (H) Universitas Merdeka
TIMUR
Jl. Veteran : (B) Universitas Negeri Malang
Jl. Jakarta : (I) Poltekes Malang
BARAT
Jl. Raya Tidar : (J) Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKI) Malang
16
Yang termasuk dalam kawasan perdagangan disini adalah :
UTARA Jl. Veteran : (A) Malang Town Square (MATOS), (B) MX,
SELATAN
Jl. Raya Dieng : (C) Plaza Dieng, (D) Togamas
TIMUR : -
BARAT : -
Yang termasuk dalam kawasan perumahan disini adalah :
Utara : Istana Gajayana, pemukiman warga, rumah kost
Selatan : pemukiman warga, rumah kost
Timur : pemukiman warga, rumah kost
Barat : pemukiman warga, rumah kost
Penggunaan kawasan pendidikan akan memberi pembangkit lalu-lintas lebih
dari kawasan perumahan/pemukiman, sedangkan kawasan perdagangan akan
lebih dari kawasan pendidikan. Masyarakat dengan status sosial menengah ke
atas yang pada umumnya mempunyai mobil pribadi akan memberi kepadatan
lalu-lintas yang lebih tinggi dari masyarakat dengan status menengah ke bawah.
Pada masyarakat dengan status sosial menengah ke bawah juga bisa menjadi sumber kepadatan lalu-lintas dengan kendaraan bermotor
(sepeda motor) dan angkutan umum yang banyak dan tidak mentaati peraturan lalu-lintas. Dengan tingginya tingkat pembangunan dan
banyaknya sarana dan prasarana umum akhirnya dapat dikemukakan bahwa lalu-lintas itu tergantung juga kepada kapasitas jalan, seperti
banyaknya lalu-lintas yang ingin bergerak, tetapi kalau kapasitas jalan tidak dapat menampung, maka lalu-lintas yang ada akan terhambat dan
akan mengalir sesuai dengan kapasitas jaringan jalan maksimum.
17
3.5 POSISI GEOGRAFIS
Secara geografis Jalan Bendungan Sutami-Jalan Galunggung memiliki panjang 1,90 KM dengan lebar jalan enam meter. Kedua
jalan ini termasuk dalam kelurahan Sumber Sari, kecamatan Sukun, Kota Malang, jalan ini dilewati oleh; mobil, angkutan umum, motor,
bis pariwisata, dan truck. Disepanjang Jalan Bendungan Sutami-Galunggung merupakan daerah pertokoan.
3.6 IDENTIFIKASI KONDISI FISK ALAMI
3.6.1 Topografi
Topografi Jalan Bendungan Sutami-Galunggung relatif datar, bergelombang dan sedikit berkontur. Kondisi jalan cukup
baik dengan material aspal. Terdapat saluran air di bahu jalan dan ditengah jalan. Pada Jalan Bendungan Sutami cenderung tidak
ada vegetasi sedangkan pada Jalan Galunggung terdapat vegetasi walaupun jarang.
3.6.2 Street Furniture
Street furniture merupakan salah satu elemen pendukung kegiatan pada suatu ruang public berupa ruas jalan yang akan
memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar. (Peraturan Menteri PU No. 06 Tahun 2007). Street furniture
yang terdapat di sepanjang Jl. Bendungan Sutami – Jl. Galunggung antara lain :
18
TABEL STREET FURNITURE
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR
Lampu Jalan
JL. Ben. Sutami Timur : 21 Barat : -
JL. Galunggung
Timur : 22
Barat : 4
19
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR PERSEBARAN
Tempat Sampah
JL. Ben. Sutami Timur : 17 Barat : 21
JL. Galunggung
Timur : -
Barat : -
20
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR PERSEBARAN
Signed Board
JL. Ben. Sutami Timur : 2 Barat : 1
JL. Galunggung
Timur : 5
Barat : 1
21
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR PERSEBARAN
Trafic Light
JL. Ben. Sutami Timur : - Barat : 1
JL. Galunggung
Timur : 4
Barat : 3
22
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR PERSEBARAN
Tiang Telepon
JL. Ben. Sutami Timur : 21 Barat : -
JL. Galunggung
Timur : 20
Barat : -
23
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR PERSEBARAN
Tiang Listrik
JL. Ben. Sutami Timur : - Barat : 19
JL. Galunggung
Timur : -
Barat : 20
24
STREET FURNITURE
KETERANGAN JUMLAH
GAMBAR PERSEBARAN
Pohon
JL. Ben. Sutami Timur : 6 Barat : 12
JL. Galunggung
Timur : 53
Barat : 27
25
3.7 BENTUK DAN MASSA BANGUNAN (BUILDING FORM AND MASSING)
Building Form and Massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-masssa bangunan yang ada dapat membentuk
suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan)yang ada. Pada penataan suatu kota bentuk dan hubungan
antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatika
sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost
space (ruang tidak terpakai. Bentuk dan massa bangunan dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu:
1. Ketinggian bangunan
Ketinggian bangunan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur
pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu kawasan membentuk sebuah garis horizon. Ketinggian bangunan
di tiap fungsi ruang perkotaan akan berbeda, tergantung dari tata guna lahan.
Bangunan yang terdapat di jalan bendungan sutami dan jalan galunggung rata-rata memiliki ketinggian bangunan 1- 3
lantai dengan tinggi lantai 3 m - 3,5 m yang termasuk dalam kategori rumah tinggal, ruko, rukan.
Skyline Jalan Bendungan Sutami
26
2. Koefisien lantai bangunan
Koefisien lantai bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan berbanding luas tapak (jika KLB = 200 %, maka di tapak
seluas 100 m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200 m2 – lantai banyak). Koefisien lantai bangunan dipengaruhi oleh
daya dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan
setempat.
3. Koefisien Dasar Bangunan
Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien dasar bangunan di maksudkan
untuk menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini
dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat, terutama penyerapan air ke dalam tanah.
Koefisien dasar bangunan disepanjang jalan Bendungan Sutami-Galunggung rata-rata adalah 50% - 80% yang terdiri
dari rumah tinggal, ruko dan sekolah.
Pada Peraturan Daerah no.1 tahun 2004 pasal 7 disebutkan bahwa :
Skyline Jalan Bendungan Sutami
27
Rumah sedang/menengah lebar dinding muka tidak boleh lebih 65% (enam puluh lima persen) dari lebar halaman
dengan ketentuan jarak antara batas halaman dan gedung tanpa loteng tidak boleh kurang dari 2 (dua) meter dan jika
dengan loteng tidak boleh kurang dari 3 (tiga) meter;
Toko, lebar dinding muka tidak boleh lebih 100% (seratus persen) dari lebar halaman dengan ketentuan jarak antara
batas halaman dan gedung tanpa loteng tidak boleh kurang dari 2 (dua) meter dan jika dengan loteng tidak boleh
kurang dari 3 (tiga) meter sampai dengan 6 (enam) meter;
Berdasarkan peraturan tersebut diketahui bahwa setiap bangunan
harus memiliki area terbuka seperti halaman dengan jarak minimum yang sudah
ditentukan. Namun, ada sebagian bangunan yang terletak di sepanjang area jalan
Bendungan Sutami – jalan Galunggung tidak memiliki area terbuka/halaman yang
memenuhi syarat.
4. Garis Sempadan Bangunan
Garis Sempaan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan.
Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota.
Selain itu juga berfungsi sebagai jarak keselamatan pengguna jalan terutama jika
terjadi kecelakaan.
Pada Peraturan Daerah no. 1 tahun 2004 pasal 12 ayat 3 disebutkan bahwa :
“Untuk lebar jalan atau sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis sempadan bangunan ditentukan 2,5 (dua
koma lima) meter dihitung dari tepi jalan atau pagar”
Contoh salah satu bangunan yang tidak memiliki area
terbuka yang cukup di Jalan Bendungan Sutami
28
Bangunan yang terdapat di jalan Bendungan Sutami dan jalan Galunggung banyak yang melanggar batas garis sempadan
bangunan sehingga rawan terjadi kecelakaan lalu lintas mengingat
padatnya kendaraan yang melewati jalan tersebut.
5. Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan
ekspresi digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan
dengan baik dapat menjadi guide line yang dapat menyatukan fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.
Langgam yang digunakan di sepanjang koridor Jalan Bendungan Sutami-Galunggung adalah country dan modern. Namun
langgam massa bangunan satu dengan yang lainnya terlihat tidak menyatu disebabkan komposisi yang tidak sebanding
6. Skala
Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan peranan dalam
menciptakan kontras visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan. Ketinggian bangunan yang terdapat di
Contoh salah satu bangunan yang terdapat di Jalan Bendungan
Sutami yang melanggar Garis Sempadan Bangunan
29
sepanjang area jalan Bendungan Sutami – Galunggung cukup beragam yang tersusun secara acak sehingga menciptakan
kedinamisan tersenndiri.
7. Material
Material yang banyak digunakan pada bangunan di sekitar jalan Bendungan Sutami – jalan Galunggung adalah bata dan
beton sebagai material utama.
8. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih
besar dapat menimbulkan tekstur. Seperti blok-blok ruko yang terdapat di sepanjang jalan Bendungan Sutami – Galunggung
menciptakan tektur tersendiri ditengah kawasan pemukiman di daerah tersebut.
9. Warna
Warna-warna yang terdapat di koridor Jalan Bendungan Sutami-Galunggung sangat beragam sehingga terlihat tidak
berkesinambungan terlihat dari bangunan-bangunan ruko yang menggunakan warna yang menyolok berbeda dengan rumah-
rumah tinggal dan sekolah yang menggunakan warna yang lembut.
30
3.8 SIRKULASI KORIDOR JALAN BENDUNGAN SUTAMI & GALUNGGUNG
a. Sirkulasi Kawasan Jalan Bendungan Sutami
A Persimpangan Jalan Bendungan Sutami – Jalan Terusan Surabaya
B Perempatan Jalan Bendungan Sutami-Veteran-Sigura-Gura Selatan-Sumber Sari
Jalan Bendungan Sutami
Jalan Terusan Surabaya
Gambar 1: Kawasan Bendungan Sutami: daerah dengan tingkat sirkulasi kendaraan yang padat
31
Bendungan Sutami didominasi oleh kawasan ekonomi (pertokoan serta ruko dengan berbagai macam jenis usaha) yang dapat
mempengaruhi sirkulasi pada kawasan tersebut. Pada kawasan ini sirkulasi kendaraan tergolong padat dan ramai terutama pada jam
sibuk (pagi-sore). Selain itu Jalan Bendungan Sutami termasuk jalan provinsi, di mana jalan tersebut banyak dilalui berbagai jenis
kendaraan dengan intensitas yang cukup sering. Sehingga tidaklah mengherankan jika kawasan ini sering terjadi ketidak lancaran
sirkulasi lalu lintas. Ketidak lancaran sirkulasi salah satunya disebabkan oleh kurang tertatanya lalu lintas pada jalan jalan arteri yang ada
di sekitar jalan Bendungan Sutami. Seperti pada persimpangan jalan Bendungan Sutami dan jalan Terusan Surabaya. Pada daerah
tersebut volume kendaraan dari dan menuju jalan Bendungan Sutami yang melewati jalan arteri cukup besar, sehingga kelancaran
sirkulasi kendaraan cukup terganggu. Dominasi pertokoan juga menjadi penyumbang ketidak lancaran sirkulasi, banyaknya kendaraan
yang parkir sembarangan membuat lebar jalan menjadi semakin sempit.
Gambar 2: Sirkulasi Jalan Terusan Surabaya
Gambar 3: Penyempitan Lebar Jalan Akibat Lahan Parkir yang Terbatas
32
Pada daerah gerbang masuk kawasan Bendungan Sutami, sirkulasi kendaraan menjadi lebih ramai hingga sering menimbulkan
kemacetan. Di kawasan tersebut terdapat perempatan Jalan Sumber Sari, Veteran, Sigura – Gura Selatan serta Jalan Bendungan Sutami.
Selain itu terdapat SPBU yang cukup ramai terletak di persimpangan Jalan Bendungan Sutami yang menyumbang kurang lancarnya lalu
lintas pada jam sibuk.
Gambar 3: Perempatan Jalan Bendungan Sutami-Veteran-
Sigura-Gura Selatan-Sumber Sari
Gambar 4: SPBU Jalan Bendungan Sutami
33
b. Sirkulasi Kawasan Jalan Galunggung
A Persimpangan Jalan Galunggung-Raya Dieng-Terusan Raya
Dieng-Raya Langsep
Jalan Galunggung
Kawasan Galunggung juga didominasi kawasan pertokoan, namun daerah memiliki tingkat kelancaran lalu lintas yang lebih lancar dari
pada kawasan Bendungan Sutami. Ketika memasuki persimpangan jalan (Jalan Galunggung-Raya Dieng-Terusan Raya Dieng-Raya Langsep)
kemacetan tidak terlalu terlihat dibanding persimpangan di Jalan Bendungan Sutami. Hal ini disebabkan volume kendaraan lebih sedikit
dibanding di kawasan bendungan Sutami, selain itu di kawasan ini terdapat pemisahan antar lajur jalan, sehingga kemacetan sirkulasi
kendaraan dapat terurai dengan cepat.
Gambar 5: Kawasan Jalan Galunggung
34
Gambar 8: Situasi Sirkulasi Lalu Lintas Jalan Galunggung
Gambar 6: Perempatan Jalan Galunggung-Raya Dieng-Terusan
Raya Dieng-Raya Langsep
Gambar 7: Situasi Jalan Raya Dieng
35
3.9 KETERPADUAN RENCANA TATA RUANG DAN RENCANA SISTEM TRANSPORTASI
a. Rencana Tata Ruang Kota Malang
Telah dipaparkan pada sub-bab 3.3.1 tentang tata guna lahan Kota Malang, bahwa tata ruang Kota Malang memiliki berbagai
permasalahan. Diantaranya kurangnya lahan peruntukan untuk ruang terbuka hijau yang menyebabkan penurunan kualitas dan
kenyamanan hidup perkotaan. Selain itu ketimpangan orientasi penggunaan lahan yang cenderung terus bertumbuh untuk
pembangunan permukiman dan fasilitas perekonomian lainya.
Gambar 1: Struktur Ruang Kota Malang Tahun 2030
Dari gambar tata ruang tapak (Jl. Bendungan Sutami - Galunggung) terlihat
bahwa tapak termasuk sub pusat pelayanan Kota Malang bagian barat-
utara.
Rencana Tata Ruang Tapak (Bendungan Sutami-Galunggung)
36
Berikut rencana tata ruang tapak yang sesuai dengan RTRW Kota Malang:
RENCANA TATA RUANG TAPAK LOKASI KETERANGAN
Sistem Jaringan Pergerakan (Pasal 13 No.4 B dan 14 No. 1 B)
Jl. Dieng- Jl. Galunggung
Merupakan orientasi pola pergerakan di Kecamatan Mulyorejo yang sedang terjadi di pusat perdagangan dan jasa serta fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya.
Jl. Bendungan Sutami- Jl. Galunggung- Jl. Raya Langsep- Jl. Simpang Lansep, Jl. Ir. Rais- Jl. Brigjen Katamso- Jl. Ade Irma Suryani- Jl. Pasar Besar;
Adanya peningkatan mobilitas di kawasan Malang Tengah, maka dilakukan penetapan hirarki jaringan jalan, salah satunya di kawasan Jl. Bendungan Sutami - Jl. Galunggung.
Fasilitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) (Pasal 32 No.8)
RTH di Kawasan Malang Tengah: Jalur Tengah Galunggung, Taman Jalur Tengah Ijen, Taman Jalur Tengah Veteran, Taman Jalur Tengah Langsep.
RTH jalur hijau di Malang Tengah antara lain : Jalur Tengah Galunggung dengan luas 770 m², Taman Jalur Tengah Ijen dengan luas 3.498 m², Taman Jalur Tengah Veteran dengan luas 9.410m² dan Taman Jalur Tengah Langsep dengan luas 8.690m².
Rencana Perdagangan dan Jasa (Pasal 41 No.4)
Meliputi daerah yang dilewati jalan provinsi.
Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan sub pusat kota di sepanjang ruas jalan lokal meliputi ruas Jl. Letjen Sutoyo- Jl. Jaksa Agung Suprapto- Jl. Basuki Rahmad- Jl. Merdeka Barat- Jl. - Jl. Merdeka Selatan- Jl. SW. Pranoto- Jl. Sutan Syahrir- Jl. Halmahera, Jl. KH. Agus Salim, Jl. KH. Ahmad Dahlan, Jl. Kauman- Jl. Hasyim Ashari- Jl. Arief Margono, Jl. Mayjen Panjaitan- Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Jl. Veteran- Jl. Bandung- Jl. Ijen, Jl. Bendungan Sutami- Jl. Galunggung- Jl. Raya Langsep- Jl. Simpang Lansep, Jl. Ir. Rais- Jl. Brigjen Katamso- Jl. Ade Irma Suryani- Jl. Pasar Besar dikembangkan sebagai toko modern.
37
RENCANA TATA RUANG TAPAK LOKASI KETERANGAN
Rencana Fasilitas Umum (Pasal 45 No.2)
Jl. Letjen Sutoyo- Jl. Jaksa Agung Suprapto- Jl. Basuki Rahmad- Jl. Merdeka Barat- Jl. - Jl. Merdeka Selatan- Jl. SW. Pranoto- Jl. Sutan Syahrir- Jl. Halmahera, Jl. KH. Agus Salim, Jl. KH. Ahmad Dahlan, Jl. Kauman- Jl. Hasyim Ashari- Jl. Arief Margono, Jl. Mayjen Panjaitan- Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Jl. Veteran- Jl. Bandung- Jl. Ijen, Jl. Bendungan Sutami- Jl. Galunggung- Jl. Raya Langsep- Jl. Simpang Lansep, Jl. Ir. Rais- Jl. Brigjen Katamso- Jl. Ade Irma Suryani- Jl. Pasar Besar
Pengembangan fasilitas pendukung skala kota, misalnya klinik, apotek, laboraturium di sepanjang ruas jalan lokal. Pengembangan tersebut diikuti dengan pengembangan kawasan perdagangan dan jasa.
Rencana Garis Sempadan Bangunan (Pasal 55 No. 1)
Jl. Letjen Sutoyo- Jl. Jaksa Agung Suprapto- Jl. Basuki Rahmad- Jl. Merdeka Barat- Jl. - Jl. Merdeka Selatan- Jl. SW. Pranoto- Jl. Sutan Syahrir- Jl. Halmahera, Jl. KH. Agus Salim, Jl. KH. Ahmad Dahlan, Jl. Kauman- Jl. Hasyim Ashari- Jl. Arief Margono, Jl. Mayjen Panjaitan- Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Jl. Veteran- Jl. Bandung- Jl. Ijen, Jl. Bendungan Sutami- Jl. Galunggung- Jl. Raya Langsep- Jl. Simpang Lansep, Jl. Ir. Rais- Jl. Brigjen Katamso- Jl. Ade Irma Suryani- Jl. Pasar Besar.
Jalan lokal diarahkan dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB) antara 4-13 m. Peraturan leber GSB merupakan timbal balik dari pengembangan bidang perdangan dan jasa serta fasilitas umum di kawasan tersebut.
Tabel 1: Rencana Detail Tata Ruang Kota Malang : Jl. Bandungan Sutami-Jl.Galunggung
38
b. Rencana Sistem Transportasi Kota Malang
Gambar 2: RTRW Kota Malang 2008-2028: Rencana
Pengadaan Bus Pemandu dan Penambahan Rute Angkutan
Umum
Kota Malang pada perkembangan transportasi pada masa mendatang lebih menitik
beratkan pada kelancaran mobilitas dari dan menuju Kota Malang. Jalur yang melewati
Bandar Udara Abdul Rahman Saleh, Stasiun KA Kota Malang hingga terminal angkutan
umum Kecamatan Buring, menjadi fokus utama. Berikut merupakan Rencana Sistem
Transportasi Kota Malang 2008-2028:
Jenis Rencana Sistem
Transportasi Lokasi Keterangan
Pengadaan bus pemandu.
Dibangun melalui jurusan: Stasiun Kota Baru – Terminal Arjosari – Tlogowaru - Bandar Udara Abdul Rahman Saleh.
Mengakomodir kebutuhan masyarakat untuk melakukan perpindahan antar moda transportasi.
Penambahan rute angkutan umum.
Kecamatan Kedungkandang dan Kecamatan Buring.
Perbaikan jalan (sarana transportasi).
Kec. Lowokwaru, Blimbing, Mulyorejo dan Kedungkandang. Serta perbatasan Kec. Purwantoro – Oro – Oro Dowo, Klojen – Mulyorejo dan Sukun – Buring.
Perbaikan jalan dikarenakan kerusakan yang tersebar di hampir keseluruhan kecamatan Kota Malang.
Pembangunan halte dan stasiun bus sesuai jurusan/rute.
Sesuai jurusan yang telah direncanakan.
Stasiun: Blimbing, Malang Kota Baru, Malang Kota Lama; Halte: Lowokwaru, Janti – Gadang, Satsuit Tubun – Kacuk.
Tabel 2: Rencana Sistem Transportasi Kota Malang 2008-2028
39
Rencana Sistem Transportasi Tapak (Bendungan
Sutami-Galunggung)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Malang 2008-2028 mengenai perkembangan
sarana transportasi pada tapak (Jl. Bendungan
Sutami-Jl. Galunggung) belum menunjukkan
perubahan yang singnifikan. Daerah yang
dianalisis masih belum termasuk rencana sistem
transportasi yang mungkin akan dikembangkan
dimasa mendatang. Dari segi penambahan rute
angkutan umum, perbaikan jalan hingga
pembagunan halte dan stasiun bus, belum
menyinggung daerah Kecamatan Dinoyo maupun
Mulyorejo. Hanya saja terdapat rencana
perbaikan jalan di Jl. Mandala (Kec. Mulyorejo).
Gambar 4: RTRW Kota Malang
2008-2028: Rencana Stasiun - Halte
Gambar 3: RTRW Kota Malang 2008-2028: Rencana Perbaikan
Jalan (fokus Kec. Dinoyo – Kec. Mulyorejo)
40
c. Keterpaduan Rencana Tata Ruang dan Rencana Sistem Transportasi
Berikut keterpaduan analisis kondisi eksisting pada tapak Jl. Bendungan Sutami – Jl. Galunggung terhadap Rencana Tata Ruang dan
Rencana Sistem Transportasi tapak:
Tabel 3: Keterkaitan Aspek Tata Ruang dan Tata Sistem Transportasi Pada Kawasan Jl. Bendungan Sutami – Jl. Galunggung
Dari pembahsan di atas dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara rencana tata ruang dan tata sistem transportasi masih kecil. Hal ini
dikarenakan belum terencananya sistem transportasi di kawasan tersebut.
41
3.10 PERMASALAHAN DI KORIDOR JALAN BENDUNGAN SUTAMI-JALAN GALUNGGUNG
3.10.1 Masalah Sosial dan Lingkungan
PERMASALAHAN DI SEPANJANG JALAN
Masalah sosial merupakan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Masalah sosial merupakan suatu keadaan di masyarakat
yang tidak normal atau tidak semestinya. Berikut beberapa penyebab permasalahan sosial dan lingkungan di kawasan jl.
Bendungan Sutami.
1. Kemacetan
Ditimbulkan oleh banyaknya volume kendaraan yang tidak sesuai dengan lebar jalan. Kemacetan timbul di tiga titik
utama yaitu dari arah utara (Jalan Veteran) karena terdapat
banguana public yang di akses oleh banyak orang (Universitas
Brawijaya, Universitas Negeri Malang serta Malang town Square),
dari arah timur (pertigaan jalan yang menjadi batas Jalan Bedungan
Sutami dengan Jalan Galunggung), dan dari arah selatan terdapat
bangunan komersial Plaza Dieng dimana disampingnya sedang
dibangun Apartement. Semua bangunan publik dan komersial ini
merupakan pusat manusia beraktivitas sesuai dengan
kebutuhannya. Aktivitas ini membutuhkan sirkulasi, dan sirkulasi
inilah yang membuat sepanjang Jalan Bendungan Sutami – Jalan
galunggung semakin macet.
42
2. Pelanggaran
A. Garis Sepadan Bangunan
Peraturan pemerintah menetapkan garis sepadan jalan 0.5 kali lebar jalan, tetapi di sepanjang Jalan Bendungan Sutami –
Jalan Galunggung dengan lebar enam meter tidak memenuhi garis sepadan bangunan tiga meter dari pagar atau jalur tanam.
B. Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan jarak antara tepi jalan dengan Side
Drain/reol kota. Jalan Bendungan Sutami – Jalan Galunggung tidak semua
memiliki bahu jalan. Bahu jalan hanya terdapat di beberapa titik saja,
sehingga keamanan pejalan kaki tidak terjaga.
43
C. Jalur Tanam
Dengan sedikitnya vegetasi yang terdapat di Jalan Bendungan Sutami – Jalan Galunggung membuat sepanjang jalan
tersebut hanya memiliki beberapa titik jalur tanam.
D. Pedestrian
Tidak terdapat pedestrian di sepanjang tepi Jalan Bendungan
Sutami – Jalan Galunggung.
44
E. Area Parkir
Terdapat area parkir di depan ruko-ruko besar, sedangkan di
sepanjang tepi jalan yang tidak termasuk area pertokoan besar banyak
kendaraan yang parkir sembarangan pada bahu jalan. Hal ini sangat
menggangu sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki.
F. Prilaku tidak disiplin
Menjalankan kendaraan melawan arus, umum dilakukan oleh pengendara
motor di Jl. Bedungan Sutami-Galunggung
45
3.10.2 Ketidak-seimbangan Pertumbuhan Bangunan Di Sepanjang Jalan Bendungan Sutami-Galunggung
Bangunan-bangunan di
sepanjang Jl. Bendungan Sutami –
Galunggung tumbuh dan berkembang
menjadi kawasan perdagangan dan
bisnis. Terdapat ruko yang berjajar
sepanjang jalan. Selain itu terdapat
pemukiman warga dan Pesantren.
Pertumbuhan ruko sebagai wadah
aktivitas bisnis dan perdagangan
menjadikan Jl. Sutami-Galunggung
semakin padat. Namun kenyataannya bangunan ruko-ruko disana diperlakukan sebagai objek yang terpisah daripada sebagai bagian yang
selaras dengan pola yang lebih besar. Ruko-ruko seharusnya memiliki keselarasan dengan pemukiman warga sekitar sehingga tidak muncul
ketimpangan pertumbuhan bangunan di sepanjang jalan Bendungan Sutami-Galunggung.
Sepanjang jalan tidak terdapat lahan kosong lagi yang dapat di bangun, sehingga kini hanya terdapat perkembangan ke arah vertikal.
Kuantitas lahan terbangun tetap sama namun ketinggian bangunan bertambah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lahan terbangun yang
diperuntukkan bagi ruko yang rata-rata berlantai 2 sampai 3.
Bangunan ruko kebanyakan berlanggam modern dengan permainan garis dan konsep minimalis serta warna-warna cerah semakin tidak
seimbang dengan pemukiman warga disekitarnya yang sederhana.
46
3.10.3 Dampak Fungsi Bangunan Terhadap Transportasi
Pada sepanjang jl. Bendungan Sutami dan jl. Galunggung didominasi oleh bangunan-bangunan komersil. Bangunan-
bangunan itu meliputi bangunan pertokoan baik grosir maupun eceran. Meskipun bangunan-bangunan komersil sangat
mendominasi, akantetapi tetap ada rumah-rumah penduduk yang masih bertahan sebagai fungsi hunian dan bukan komersil. Selain
itu juga terdapat pusat-pusat pendidikan seperti sekolah dan universitas yang berada dekat dengan jalan jl. Bendungan Sutami dan jl.
Galunggung. Karakteristik perdagangan pada sepanjang jalan ini adalah terdapat shopping center dimana fasilitas perdagangan
terencana dengan keseragaman bentuk bangunan. Biasanya
pengunjung yang datang pada kawasan tersebut datang untuk
berbelanja atau berdagang. Fasilitas perdagangan yang ada mulai
dari penjual rokok sampai salon kecantikan. Kekuatan paling
dominan dalam menentukan pertumbuhan lingkungan adalah
kekuatan ekonomi. Dengan demikian maka aspek ekonomi ini
merupakan faktor yang menonjol dalam mempengaruhi perubahan
lingkungan. Sengan semakin meningkatnya tingkat perekonomian
pada daerah tersebut memicu adanya pembangunan.
pergerakannya sendiri. Biasanya waktu pergerakan akan
dimulai ketika aktifitas barang dan jasa dimulai dan akan berakhir ketika aktifitas barang dan jasa di akhiri. Waktu terjadinya
pergerakan ini juga tergantung jenis kegiatan yang dilakukan. Biasanya orang memulai kegiatannya pada pagi hari, baik ke sekolah,
Gambar : ruko dengan keseragaman bentuk
47
kerja maupun kegiatan lainnnya dan pulang pada siang atau sore hari. Pada saat orang bersamaan melakukan kegiatan pergerakan,
maka pada jam tertentu di jalan akan terjadi penumpukan arus lalulintas. Pada kondisi seperti itu disebut “jam puncak” atau peak
hours. Dalam satu hari biasanya terjadi tiga kali jam puncak, yaitu pagi hari (saat orang berangkat kerja), siang hari (jam istirahat/
pulang sekolah) dan sore hari (saat pulang kerja dll). Dari pengamatan, jam puncak yang terjadi seperti di bawah ini :
1. puncak pagi : 06.00 – 08.00
2. puncak siang : 12.00 – 14.00
3. puncak sore : 16.00 – 18.00
Jenis sarana transpostasi yang digunakan
Sarana tranportasi yang ada adalah angkutan umum seperti angkot dan kendaraan pribadi. Masyarakat menggunakan jenis
transportasi sesuai dengan tujuan dan sifat perjalanan. Pada anak-anak sekolah
karena mereka masih muda/remaja dan kebanyakan belum punya kendaraan maka
kebanyakan menggunakan angkutan umum. Sebagian kecil memilih untuk berjalan
kaki, dan sebagian lagi menggunakan sepeda dan motor (bagi yang sudah memiliki
Surat Ijin Mengemudi/SIM). Hal ini juga berlaku bagi mahasiswa, sedangkan bagi
mereka yang sudah bekerja, rata-rata menggunakan kendaraan pribadi untuk
bepergian.
48
3.10.4 PROBLEMATIK ANTARA PEMBANGUNAN DAN TRANSPORTASI
Adanya pembangunan yang terus menerus dan peningkatan ekonomi membuat populasi
penduduk semakin besar. Jika peningkatan penduduk itu tidak diimbangi dengan perbaikan sistem
transportasi dan lalu lintas maka hal tersebut menjadi masalah besar dalam suatu kota. Ketika
setiap individu yang datang ke kota atau penduduk yang memang telah berada di kota masing-
masing memiliki kendaraan pribadi dan meng-gunakan kendaraannya secara bersamaan dengan
tidak diikuti oleh fasilitas lalu lintas yang memadai maka akan terjadi kemacetan dan ketimpangan
dalam sistem transportasi suatu kota. Hal ini juga terjadi di sepanjang jl. Bendungan Sutami dan JL.
Galunggung. Kemacetan saat berada di jam puncak, kurangnya fasilitas transportasi, menjadi
problematika sehari-hari karena pembangunan yang terus-menerus, dan peningkatan ekonomi.
Gambar : arus lalu lintas di jl.
Galunggung
Gambar : arus lalu lintas di jl. Bendungan Sutami
49
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Koridor Jalan bendungan Sutami – Jalan Galunggung merupakan kawasan perdagangan dan jasa. Sepanjang koridor dua jalan ini dipenuhi oleh
deretan ruko. Sebagai kawasan padat dan berpengaruh di kota malang, kedua jalan ini memiliki berbagai masalah mulai dari kemacetan,
kurangnya lahan parkir, pelanggaran garis sempadan, minimnya ruang terbuka hijau, ketidak seimbangan pembangunan fisik, dan tidak
tersedia fasilitas bagi pejalan kaki. Koridor Jalan bendungan Sutami – Jalan Galunggung masih jauh dari kata nyaman dan banyak sekali
bangunan disekitarnya yang masih saja melanggar peraturan setempat.
50
DAFTAR PUSTAKA
Zahid, Markus. 2003. Perencanaan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta; Kanisius
Gallion B, Arthus. Eisner, Simon, FAIA, APA, dan AICP. 1997. Pengantar Perancangan Kota. Jakarta; Erlangga
IPB(Institut Pertanian Bogor) http://repository.ipb.ac.id
Mirsa, Rinaldi. 2012. ELEMEN TATA RUANG KOTA. Yogyakarta; Graha Il