laporan teknik eksplorasi

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Eksplorasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah prospeksi atau setelah endapan suatu bahan galian ditemukan yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian tentang endapan bahan galian yang meliputi bentuk, ukuran, letak kedudukan, kualitas (kadar) endapan bahan galian serta karakteristik fisik dari endapan bahan galian tersebut. Selain untuk mendapatkan data penyebaran dan ketebalan bahan galian, dalam kegiatan ini juga dilakukan pengambilan contoh bahan galian dan tanah penutup. Tahap ekplorasi ini juga sangat berperan pada tahan reklamasi nanti, melalui eksplorasi ini kita dapat mengetahui dan mengenali seluruh komponen ekosistem yang ada sebelumnya. Setelah diketahui terdapatnya bahan galian di suatu daerah dalam kegiatan prospeksi, yang mempunyai prospek untuk dilakukan kegiatan selanjutnya, maka dilakukanlah eksplorasi dengan metode atau cara antara lain sebagai berikut: a. Untuk mengetahui penyebaran secara lateral dan vertical dapat dilakukan dengan cara membuat parit uji, sumur uji, pembuatan adit dam pemboran inti. b. Untuk mengetahui kualitas bahan galian, diambil contoh bahan galian yang berasal dari titik percontohan dan dianalisis di laboratorium. 1

Upload: randy-pariza

Post on 10-Feb-2016

55 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

contoh

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Teknik Eksplorasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan

Eksplorasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah prospeksi atau setelah endapan

suatu bahan galian ditemukan yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian tentang endapan

bahan galian yang meliputi bentuk, ukuran, letak kedudukan, kualitas (kadar) endapan bahan

galian serta karakteristik fisik dari endapan bahan galian tersebut.

Selain untuk mendapatkan data penyebaran dan ketebalan bahan galian, dalam kegiatan

ini juga dilakukan pengambilan contoh bahan galian dan tanah penutup. Tahap ekplorasi ini juga

sangat berperan pada tahan reklamasi nanti, melalui eksplorasi ini kita dapat mengetahui dan

mengenali seluruh komponen ekosistem yang ada sebelumnya.

Setelah diketahui terdapatnya bahan galian di suatu daerah dalam kegiatan prospeksi,

yang mempunyai prospek untuk dilakukan kegiatan selanjutnya, maka dilakukanlah eksplorasi

dengan metode atau cara antara lain sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penyebaran secara lateral dan vertical dapat dilakukan dengan cara

membuat parit uji, sumur uji, pembuatan adit dam pemboran inti.

b. Untuk mengetahui kualitas bahan galian, diambil contoh bahan galian yang berasal dari

titik percontohan dan dianalisis di laboratorium.

c. Pada beberapa jenis bahan galian juga dapat dilakukan beberapa penyelidikan geofisik

seperti seismic, SP, IP dan resistivity.

d. Setelah titik percontohan yang dibuat dianggap cukup memadai untuk mengetahui

penyebaran lateral dan vertical bahan galian, maka dibuat peta penyebaran cadangan

bahan galian dan dilakukan perhitungan cadangan bahan galian.

e. Selain dari itu, juga kadang-kadang diperlukan analisis contoh batuan yang berada di

lapisan atas atau bawah bahan galian untuk mengetahui sifat-sifat  fisik dan

keteknikannya.

1

Page 2: Laporan Teknik Eksplorasi

2.1 Perizinan

SURAT IJIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI

( EKSPLORASI KELOMPOK 14 )

Desa Pengkol, Kec. Piyungan, Kab. Bantul, Yogyakarta 55852

Telp. (0274) 486422 Fax (0274) 487533

Yogyakarta, 01 Agustus 2014

Nomor : 004/NF/SIUPE-/IV/2014

Lampiran : 1 (satu) bendel

Perihal : Permohonan IUP EKSPLORASI

Yth. Bapak Bupati Kabupaten Bantul

di tempat-

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : IR.Ag. Isjudarto,MT

Alamat : Jln.Babarsari,Catur Tunggal,Depok,Sleman Yogyakarta

(55281)

Jabatan / Pekerjaan : Dosen Mata Kuliah Teknik Eksplorasi

Atas nama perusahaan : STTNAS

Bersama ini kami mengajukan permohonan Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi ( IUP -

Eksplorasi) sebagai berikut :

1. Bahan galian : Batu Pasir

2

Page 3: Laporan Teknik Eksplorasi

2. Luas wilayah : 62,5 Ha

3. Terletak di :

- Dusun : Pengkol

- Desa : Pengkol

- Kecamatan : Piyungan

- Kabupaten : Bantul

4. Jangka waktu : 4 tahun

Sebagai pertimbangan, bersama ini kami lampirkan :

1. Salinan akte pendirian perusahaan bagi Badan Hukum;

2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;

3. Referensi Bank Pemerintah dan atau fiskal;

4. Surat pernyataan tenaga ahli;

5. Foto copy NPWP

6. Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan reklamasi dengan memberikan jaminan.

7. Peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala antara 1: 1.000 sampai dengan 1 :

10.000 yang dilengkapi dengan koordinatnya, di dalamnya memuat situasi daerah sekitar;

8. Studi kelayakan, yang dalam hal ini berupa perencanaan tambang batupasir.

9. Persetujuan UKL dan UPL.

Demikian atas persetujuan Bapak Bupati Bantul dengan ini kami ucapkan terimakasih.

Hormat Kami,

Kelompok 14

3

Page 4: Laporan Teknik Eksplorasi

3.1 Sejarah Penyelidikan

Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait dengan daerah

telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :

a. Bothe (1929), melakukan penelitian pada Zona Pegunungan Selatan dan merupakan orang

pertama yang berhasil menyusun stratigrafi Zona Pegunungan Selatan.

b. Van Bemmelen (1949), mengelompokkan geologi regional Pulau jawa berdasarkan fisiografi

menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian

penulis tercakup didalamnya.

c. Rahardjo ( 1977 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan

secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan paleontologi dengan penekanan untuk

memperoleh kejelasan umur pembentukan dan lingkungan pengendapannya.

d. Martodjojo ( 1984 ), Merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari peneliti sebelumnya

dalam penyusunan stratigrafi pegunungan selatan.

e. Surono (1992), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan

secara lengkap. Beliau melakukan penelitian di daerah Baturagung, Jawa Timur dan menyusun

stratigrafi yang disempurnakan dari stratigrafi yang disusun oleh Bothe 1929.

f. Samodra ( 1992 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan

secara lengkap.

g. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono ( 1992 ), Penyusunan Peta Geologi

Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen

Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Manusia.

4

Page 5: Laporan Teknik Eksplorasi

BAB II

GEOGRAFI DAN KEADAAN GEOLOGI

2.1 Geografi Daerah Penelitian

2.1.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian dapat ditempuh dari kota Yogyakarta – Piyungan kabupaten Bantul

Jawa Tengah dengan menggunakan kendaraan roda dua selama 45 Menit. Medan yang di

lewati cukup nyaman dan tidak ada kendala yang berarti kemudian dilanjutkan ke lokasi IUP

yang telah di plotkan di GPS sebelumnya yang memakan waktu 30 menit dengan berjalan

kaki.

5

Page 6: Laporan Teknik Eksplorasi

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian

2.1.2 Keadaan daerah Penelitian

a. Penduduk

Lokasi penelitian termasuk dalam daerah Piyungan, kabupaten Bantul

Jawa Tengah. Mayoritas penduduk merupakan suku asli dari daerah tersebut,

rata-rata Pekerjaan penduduk pada umumnya pedagang bercocok tanam entah

itu padi, kacang-kacangan, beternak dan lain lain.

b. Vegetasi

Jenis flora yang terdapat di lokasi penyelidikan berupa pohon manga,

semak belukar, ladang padi dan kacang, sedangkan fauna biasanya serangga

yang biasa ada di persawahan, burung, belut, sapi, kambing, ayam dan ular.

c. Tata Guna Lahan

6

Page 7: Laporan Teknik Eksplorasi

Tata guna lahan daerah penyelidikan seluruhnya berupa persawahan yang

sangat dominan dan ditanami Padi sebagiannya lagi ditanami Pohon pisang

dan mangga.

Tabel 1. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul 2012

d. Rencana Umum Tata Ruang Daerah

Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta

menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling

sering kita alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi) dan mewujudkan

keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

e. Iklim dan curah hujan

Tipe iklim AM dan Hujan sedang tingkat presipitasinya antara

25 millimetre (0.98 in) - 76 millimetre (3.0 in) atau 10 millimetre (0.39 in) per

jam. Presipitasi, khususnya hujan, memiliki dampak dramatis terhadap

pertanian. Semua tumbuhan memerlukan air untuk hidup, sehingga hujan

(cara mengairi paling efektif) sangat penting bagi pertanian. Pola hujan biasa

bersifat vital untuk kesehatan tumbuhan, terlalu banyak atau terlalu sedikit

hujan dapat membahayakan, bahkan merusak panen. Kekeringan dapat

mematikan panen dan menambah erosi, sementara terlalu basah dapat

mendorong pertumbuhan jamur berbahaya. Tumbuhan memerlukan beragam

jumlah air hujan untuk hidup. Misalnya, kaktus tertentu memerlukan sedikit

7

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)12345

PemukimanSawahLadangHutanLain-lain

396-874-55

Jumlah 1.325

Page 8: Laporan Teknik Eksplorasi

air, sementara tanaman tropis memerlukan ratusan inci hujan per tahun untuk

hidup.

Tabel 2. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Bantul (Bantul dalam

angka,2009)

8

Page 9: Laporan Teknik Eksplorasi

Gambar 2. Peta curah hujan Kabupaten Bantul (Bappeda DIY, 2010)

f. Morfologi

Daerah penyelidikan merupakan wilayah dengan bentuk morfologi berupa

perbukitan bergelombang sedang hingga kuat yang terletak pada ketinggian

berkisar 250-280 meter diatas permukaan laut.

2.2 Geologi Regional

Mengacu pada zonasi fisiografi Pulau Jawa oleh Van Bemmelen (1949), maka

daerah fieldtrip termasuk zona fisiografi Pegunungan Selatan Bagian Barat. Zona

Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari barat ke

timur (W-E) searah dengan geometri Pulau Jawa, dan terbagi menjadi Pegunungan

Selatan Jawa Timur dan Pegunungan Selatan Jawa Barat. Satuan geomorfologi

Pegunungan Selatan dibagi menjadi empat, yaitu :

Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst

Satuan ini terletak pada daerah paling selatan, terdiri-dari bentukan positif dan negatif

yang memanjang dari Parangtritis sampai Pacitan.

9

Page 10: Laporan Teknik Eksplorasi

Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan : Satuan ini terletak di daerah Ngawen dan

sekitarnya. Bentukan yang ada berupa perbukitan yang dibangun oleh struktur homoklin,

antiklin, sinklin, dan gawir terjal yang memanjang dari barat ke timur.

Satuan Geomorfologi Dataran Tinggi : Satuan ini menempati bagian tengah daerah

Pegunungan Selatan, yaitu daerah Gading, Wonosari, Playen, dan menerus hingga

Semanu. Morfologi yang ada dibangun oleh batupasir berlapis, batupasir pasiran yang

kedudukan perlapisannya relatif horizontal.

Satuan Geomorfologi Dataran Berteras : Satuan geomorfologi ini dibangun oleh batuan

berumur Kuarter berupa lempung hitam, konglomerat, pasir, dan perulangan tuf dengan

pasir kasar hingga halus. Satuan ini berada  di sebagian Ngawen, Semin, hingga

Wonogiri bagian selatan.

Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

Daerah eksplorasi termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan Bagian Barat yang

pada umumnya tersusun oleh batuan sedimen volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan

volkaniklastik sebagian besar terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional

processes) yang menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 meter. Hampir

keseluruhan batuan sedimen tersebut mempunyai kemiringan ke arah selatan. Urutan

stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan Bagian Barat dari tua ke muda adalah :

1. Formasi Kebo – Butak

Formasi ini secara umum terdiri-dari konglomerat, batupasir, dan batulempung yang

menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat

yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang

tersusun antara batupasir, batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur

turbidit dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika

lempung. Bagian bawah anggota ini diterobos oleh sill batuan beku.

2. Formasi Semilir

Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan,

ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan breksi volkanik. Fragmen yang

menyusun breksi maupun batupasir biasanya berupa batuapung yang bersifat asam. Di

lapangan biasanya dijumpai perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan

10

Page 11: Laporan Teknik Eksplorasi

turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan

bahwa pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat

dalam, berada pada daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil pasiran

sudah mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi ini

diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatan Globigerinoides

primordius pada daerah yang bersifat lempungan dari formasi ini, yaitu di dekat

Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas

anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak. Formasi ini tersingkap secara baik di

wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung di bawah puncak Semilir.

3. Formasi Nglanggeran

Formasi ini berbeda dengan formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh penyusun

utamanya berupa breksi dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan

perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari

breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar

telah mengalami breksiasi.

4. Formasi Sambipitu

Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-

ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang

bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih

menunjukkan sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi

batupasir yang bersifat pasiran. Pada batupasir pasiran  ini sering dijumpai fragmen dari

koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang

terseret masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid. Ke arah atas,

Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo)

seperti singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu

terbentuk selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.

5. Formasi Oyo – Wonosari

Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo – Wonosari. Formasi ini

terutama terdiri-dari batupasir dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian

dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah

11

Page 12: Laporan Teknik Eksplorasi

Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri –

Baturetno.

Struktur Geologi Regional Pegunungan Selatan

Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah mengalami empat kali

pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada Pegunungan Selatan yaitu :

1. Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman

lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh

kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.

2. Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat

Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.

3. Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak

sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang

berkembang pada Pliosen Akhir.

4. Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S

dan berkembang pada Pleistosen Awal.

12

Page 13: Laporan Teknik Eksplorasi

BAB III

KEGIATAN EKSPLORASI

3.1 Metode Penyelidikan

1. Penyelidikan singkapan (out crop)

Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai terjadi

pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan tertransportasi

yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan segar. Bentuk-bentuk

menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami yang umumnya disebabkan

oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya

adanya letusan gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan dapat

juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat

mengakibatkan terjadinya patahan atau timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang

dapat dijadikan petunjuk letak tubuh batuan.

2. Tracing Float (penjejakan)

Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji yang berasal dari

penghancuran singkapan yang umumnya disebabkan oleh erosi, kemudian tertransportasi

yang biasanya dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan

berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih yang kita cari tidak

ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan pada daerah antara float

yang terakhir dengan float yang sebelumnya dengan cara membuat parit yang arahnya

tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa kurang

dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat sumur uji sepanjang

parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh dibawah over burden.

3. Tracing dengan Panning (mendulang)

Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran butiran mineral

yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral yang ukurannya

halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara tracing yaitu pada

kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting.

13

Page 14: Laporan Teknik Eksplorasi

3.2 Tahap Penyelidikan

1. Studi Pendahuluan. Tahap ini merupakan aktifitas persiapan sebelum melakukan kegiatan

di lapangan yang meliputi studi literatur dari hasil penelitian terdahulu terhadap daerah

yang akan diselidiki, mempelajari konsep-konsep geologi, interpretasi foto udara maupun

citra landsat dan studi model mineralisasi yang diperkirakan berdasarkan data geologi yang

ada, penyiapan peta kerja, peralatan, membuat rencana percontohan, dan melakukan proses

perizinan dengan instansi terkait. Studi pendahuluan ini akan sangat membantu kelancaran

kerja selanjutnya di lapangan. 

2. Survai Tinjau (Reconnaissance).

Pada tahap ini dilakukan survai (peninjauan) secara sepintas pada daerah-daerah yang

diperkirakan menarik berdasarkan dari data geologi guna mengetahui indikasi mineralisasi

di lapangan. Peninjauan langsung di lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap

endapan sungai aktif. Skala peta yang dipakai adalah mulai dari 1:200.000 sampai dengan

1:100.000. Survei Tinjau (Reconnaissance) merupakan kegiatan eksplorasi awal yang

terdiri dari pemetaan geologi regional, pemotretan udara, citra satelit dan metoda survey

tidak langsung lainnya untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau mineralisasi

yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut. Sasaran utama dari peninjauan ini adalah

mengidentifikasi daerah potensial (prospek) yang diperkirakan mengandung

mineralisasi/cebakan skala regional terutama berdasarkan hasil studi geologi regional dan

analisis penginderaan jarak jauh untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

14

Page 15: Laporan Teknik Eksplorasi

BAB IV

HASIL EKSPLORASI

4.1 Kondisi Geografi dan Geologi Daerah Penelitian

Kondisi geologi Kabupaten Bantul dipengaruhi oleh keberadaan dari kars dari

pegunungan seribu. Kira-kira 74% dari daerah yang berasal dari pembentukan batu pasir

(Formasi Kepek). Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul, ada zona lipatan  dan

zona patahan yang juga secara fisik merupakan rintangan terhadap akses ke Kabupaten Bantul.

Di zona utara (sepanjang pegunungan Baturagung), secara geologi merupakan rangkaian

pembentukan pegunungan andesit (Formasi Gunungwungkal, Wuni, Semilir, Nglangran dan

Mandalika).

Gambar 3 Peta geologi Kabupaten Bantul (Bappeda DIY, 2010)

Kondisi geologis yang berbeda di Kabupaten Bantul berpengaruh terhadap pembentukan tanah di

masing-masing wilayah.Peta jenis tanah Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Gambar

4. Jenis tanah di wilayah Kabupaten Bantul cukup beragam, dengan rincian  sebagai berikut:

15

Page 16: Laporan Teknik Eksplorasi

a.     Latosol, dengan batuan induk kompleks sedimen tufan dan batuan vulkanik, yang terletak

pada wilayah bergunung-gunung, tersebar di wilayah Kecamatan Patuk bagian utara dan

selatan, Gedangsari, Ngawen, Semin bagian timur, dan Ponjong bagian utara

b.     Kompleks latosol dan mediteran merah, dengan batuan induk batuan pasir, bentuk wilayah

bergelombang sampai berbukit, terdapat di wilayah Kecamatan Panggang, Purwosari,

Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Semanu bagian Selatan dan Timur, Rongkop, Girisubo, serta

Ponjong bagian Selatan.

c.      Asosiasi mediteran merah dan rendsina, dengan batuan induk batu pasir, bentuk wilayah

berombak sampai bergelombang, terdapat di wilayah Kecamatan Ngawen bagian selatan,

Nglipar, Karangmojo bagian barat dan utara, Semanu bagian barat, Wonosari bagian timur,

utara dan selatan, Playen bagian barat dan utara, serta Paliyan bagian selatan.

d.     Grumosol hitam, dengan batuan induk batu pasir, bentuk wilayah datar

sampai bergelombang, terdapat di wilayah Kecamatan Playen bagian selatan, Wonosari

bagian barat, Paliyan bagian utara, dan Ponjong bagian selatan.

e.     Asosiasi latosol merah dan litosol, dengan bahan induk tufan dan batuan vulkanik

intermediet, bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, terdapat di wilayah Kecamatan

Semin bagian utara, Patuk bagian selatan, dan Playen bagian barat.

Tekstur tanah di Kabupaten Gunungkidul dibedakan atas dasar komposisi komponen

pasir, debu dan lempung, sehingga secara garis besar dipilah menjadi tekstur kasar, sedang dan

halus.

16

Page 17: Laporan Teknik Eksplorasi

Gambar 4 Peta jenis tanah Kabupaten Bantul (Bappeda DIY, 2010)

4.2 Keadaan Endapan/ Bahan Galian (Bahan Galian Utama dan Pengikut)

Keadaan, sifat dan kualitas endapan batu pasir diperoleh berdasarkan data singkapan,

sample, dan data uji. Berdasarkan analisis tersebut dapat diperoleh gambaran mengenai

penyebaran batu pasir potensial dan dapat diketahui jumlah potensi sumberdaya dan cadangan

batu pasir yang terdapat di lokasi tersebut. Data tersebut dapat menjadi gambaran awal

perencanaan dari suatu proses penambangan batu pasir tersebut. Berdasarkan analisis data

singkapan, conto dan data uji kualitas endapan bahan galian dapat diperoleh gambaran bentuk

dan penyebaran endapan batupasir yang potensial serta dapat diketahui jumlah potensi

sumberdaya dan cadangan batupasir di lokasi tersebut. Penyebaran batu pasir didasarkan pada

pengamatan singkapan yang sekaligus diambil conto batuannya, batupasir terdapat disemua

bagian dan tertutupi oleh lapisan tanah penutup yang tipis rata – rata sekitar 50 cm.

17

Page 18: Laporan Teknik Eksplorasi

Gambar 5. Sebaran batu pasir di kecamatan piyungan

Adapun metode perhitungan cadangan antara lain :

a. Metode Cross Section

Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara

manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih

canggih dengan menggunakan komputer.

b. Metode Isoline (Metode Kontur)

Metode ini dipakai untuk digunakan pada endapan bijih dimana ketebalan dan kadar mengecil

dari tengah ke tepi endapan. Volume dapat dihitung dengan cara menghitung luas daerah yang

terdapat di dalam batas kontur, kemudian mempergunakan prosedur-prosedur yang umum

dikenal.

18

Page 19: Laporan Teknik Eksplorasi

Gambar 6. Metode isoline

Kadar rata-rata dapat dihitung dengan cara membuat peta kontur, kemudian mengadakan

weighting dari masing-masing luas daerah dengan contour grade.

go = kadar minimum dari bijih

g = interval kadar yang konstan antara dua kontur

Ao = luas endapan dengan kadar go dan lebih tinggi

A1 = luas endapan bijih dengan kadar go + g dan lebih tinggi

A2 = luas endapan bijih dengan kadar go + 2g dan lebih tinggi, dst.

Bila kondisi mineralisasi tidak teratur maka akan muncul masalah. Hal ini dapat dijelaskan

melalui contoh berikut ini (Seimahura, 1998).

c. Metode Model Blok (Grid)

Aspek yang paling penting dalam perhitungan cadangan adalah metode penaksiran,

terdapat bermacam-macam metode penaksiran yang bisa dilakukan yaitu metode klasik yang

terdiri dari NNP (Neighborhood Nearest Point) dan IDW (Inverse Distance Weighting) serta

metode non klasik yaitu penaksiran dengan menggunakan Kriging. Metode Kriging adalah yang

paling baik dalam hal ketepatan penaksirannya (interpolasi), metode ini sudah memasukkan

aspek spasial (posisi) dari titik referensi yang akan digunakan untuk menaksir suatu titik tertentu.

19

Page 20: Laporan Teknik Eksplorasi

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Keadaan Lingkungan Daerah Penyebaran Endapan Dan Sekitarnya

Kedaan lingkungan daerah penyebaran endapan di daerah Piyungan dalam

kondisi lapangannya di daerah tersebut tergolong termasuk di daerah persawahan dan

daerah pegunungan. Di wilayah daerah tersebut tergolong daerah yang lembab sehingga

struktur dan kondisi tanah di daerah tersebut tergolong rapuh dan mudah longsor. Pada

daerah persebaran endapan di persawahan sangatlah sulit untuk menemukan contoh

sampel batuan dikarenakan dearah tersebut sudah diolah menjadi daerah pertanian

sehingga di daerah tersebut hanya didominasi dengan air , lumpur dan padi. Pada daerah

persebaran endapan di wilayah perbukitan kondisinya daerahnya sangatlah lembab, untuk

menemukan contoh sampel batuan lebih mudah dari pada di daerah persawahan karena di

lokasi tersebut kondisinya tidak berair dan berlumpur sehingga dalam mencari beberapa

sampel endapan kami tidak mengalami keslitan. Hanya saja dikarenakan di daerah

tersebut termasuk daerah yang lembab sehingga sampel batuan endapan di sana

kebanyakan lapuk.

Gambar 7. Keadaan Lingkungan Daerah Penyebaran Endapan Dan Sekitarnya

20

Page 21: Laporan Teknik Eksplorasi

5.2 Kondisi Geografi Dan Geologi Yang Penting

Klasifikasi kemiringan lahan di Kabupaten Bantul dibagi menjadi enam kelas dan

hubungan kelas kemiringan/lereng dengan luassebaranya. Wilayah Kabupaten Bantul

pada umumnya berupa daerah dataran (kemiringan kurang dari 2%) dengan penyebaran

di wilayah selatan, tengah, dan utara dari Kabupaten Bantul dengan luas sebesar 31,421

Ha (61,96%).Untuk wilayah timur dan barat umumnya berupa daerah yang

mempunyaikemiringan 2,1 40,0% dengan luas sebesar 15.148 Ha (30%). Sebagian kecil

wilayah timur dan barat seluas 4.01 Ha (8%) mempunyai kemiringan lereng di atas

40,1%. Apabila dilhat per wilayah kecamatan terlihat bahwa wilayahkecamatan yang

paling luas memilki lahan miring terletak di KecamatanDlingo dan Imogiri, sedangkan

wilayah kecamatan yang didominasi oleh lahan datar terletak di Kecamatan Sewon dan

Banguntapan.

5.3 Kondisi Bahan Galian

Batu pasir (Bahasa Inggris: sandstone) adalah batuan endapan yang terutama

terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir

terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak

terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis

warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan

putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis

tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu.

Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan

batu pasir warna merahnya.

Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini membuat

jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena kekerasan

dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat baik untuk dibuat

menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk menajamkan pisau dan berbagai

kegunaan lainnya. Bentukan batuan yang terutama tersusun dari batu pasir biasanya

21

Page 22: Laporan Teknik Eksplorasi

mengizinkan perkolasi air dan memiliki pori untuk menyimpan air dalam jumlah besar

sehingga menjadikannya sebagai akuifer yang baik.

Gambar 8. Kondisi Bahan Galian di Kecamatan Piyungan

22